Professional Documents
Culture Documents
1. Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam Standar Isi,
yg dikembangkan dari kelompok mata pelajaran :
Agama dan ahlak mulia
Kewarganegaraan dan kepribadian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Estetika
Jasmani, olahraga dan kesehatan
1. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya
merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu
materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum,
sebagai berikut:
1. Mata pelajaran
2. Muatan lokal
3. Kegiatan Pengembangan diri
4. Pengaturan beban belajar
5. Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan kelulusan
6. Pendidikan kecakapan Hidup
7. Pendidikan berbasis Keunggulan Lokal dan Global
– Mata Pelajaran, beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan tertera
pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
– Muatan lokal
merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang
diselenggarakan.
Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal
setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun, satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
– Kegiatan Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan
diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik, sesuai dengan
kondisi sekolah.
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama : 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
8. Seni Budaya 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2
Jumlah 34 34 34
Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran
kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia, kewarganegaraan dan
kepribadian, estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan;
Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran IPTEK; dan
Lulus Ujian Nasional.
– Penjurusan
a. Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA.
1. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
2. Penujuran pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang
diatur oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
– Pendidikan Kecakapan Hidup
a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,SMK/MAK dapat
memasukan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik
dan/atau kecakapan vokasional.
b. Dapat merupakan bagian dari pendidikan semua mata pelajaran
c. Dapat diperoleh dari peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan atau dari satuan
pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
– Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a. Kurikulum untuk semua satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan
lokal dan global.
b. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata
pelajaran.
c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan
formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
– Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah,
karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender
pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.
Demikianlah pemaparan ringkas tentang kurikulum dari masa ke masa, yakni mulai dari
Kurikulum 76, hingga 2006 yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Seperti kita lihat, masing-masing kurikulum tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangannya.
Namun, sebagai produk paling gres, tentu KTSP memiliki kelebihan yang tidak terdapat dalam
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Karena, ia disusun mengacu kepada kekurangan yang terdapat
pada kurikulum terdahulu. Kelebihan ini terutama tampak pada watak desentralistiknya. Meski, di
sana sini mengundang kontroversi, toh muatan kurikulum ini tetap mencerminkan watak
kebersamaan. Terutama, kebersamaan dalam mengaplikasikan KTSP antara pihak sekolah, guru
dan komite sekolah. Ini mudah-mudahan menjadi preseden yang demokratis bagi sistem
pendidikan di negeri kita.
G. KURIKULUM 2013
Secara falsafat, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan
peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi
dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti
beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad
21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai
salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program
pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan,
sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan
nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap,
pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki
seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu
proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.
Perencanaan Pembelajaran
Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses
panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan
peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan
peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan
dapat diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan
antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang
berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi
lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus
mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran),
dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan
kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk
kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk
metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang
diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan
ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan
keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa
pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki
sebenarnya metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi
Kurikulum 2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini
menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk
mencakup metodologi pembelajaran.
Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan.
Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD
dirumuskan sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam
ranah konkret dan abstrak, sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak
termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan
dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar
taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan
Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan
Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum
Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh,
hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata
pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah
diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP.
Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di
dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada
beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran,
dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih
bernalar dan berfikir.
Kompetensi Inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang
panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan
proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi
beberapa tahap sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk
sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring
meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal
antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas
dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi
inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada
ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang
beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang
berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata
pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti
yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada
kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili
mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik,
sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik
melalui proses pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti
telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah
dengan alasan pada “Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang
mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia, karena memang tidak ada yang namanya
kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi
untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi
kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan
rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual,
kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Uraian kompetensi dasar sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak
berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada
sikap.
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, karena
kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi
pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual
yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang
Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2)
Kedudukan Bahasa
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat
merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana peserta didik mulai
diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD
masih belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dahulu perlu
dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya
abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berfikir abstrak.
Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari
semua sumber kompetensi kepada peserta didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat
dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain.
Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam
penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran
tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar,
pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual,
sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran
Bahasa Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik.
Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih
menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi
dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta
didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk
Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu
pengetahuan.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk
segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya
berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat
dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang.
Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan
kurikulum berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi
kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum
mengkritik.
Dan berikut ini adalah beberapa hal yang baru yang terdapat pada kurikulum 2013 mendatang
diantaranya sebagai berikut:
SD – MI (Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah)
Mata Pelajaran:
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
PPKn
Bahasa Indonesia
Matematika
IPA
IPS
Bahasa Inggris
Seni Budaya (Muatan Lokal)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Muatan Lokal)
Prakarya (Muatan Lokal)
Alokasi waktu per jam pelajaran SMP = 40 menit
Banyak jam pelajaran per minggu 38 jam
SMA – MA (Sekolah Menengah Atas – Madrasah Aliyah)
Mata pelajaran SMA – MA kurikulum 2013 sebagai berikut: