You are on page 1of 17

ACARA IV

PENGOLAHAN OLEORESIN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum Teknologi Rempah dan Minyak Atsiri acara
“Pengolahan Oleoresin” adalah:
1. Mempelajari dan mengenal distilasi-ekstraksi rempah untuk mendapatkan
oleoresin.
2. Mempelajari teknologi pengolahan oleoresin.
3. Mengamati rendemen, warna dan aroma oleoresin kulit batang kayu
manis.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Kayu manis atau cinnamon merupakan tanaman tropis yang kulit
batangnya sering diekstraksi dari tanamannya. Kayu manis merupakan rempah
yang diperoleh dengan mengeringkan bagian tengah dari kulit kayu dan biasa
dipasarkan dalam bentuk gulungan atau bubuk. Produksi kayu manis terbatas
hanya di daerah dataran rendah basah dari Asia Tenggara. Kayu manis dapat
tumbuh pada ketinggian 500 meter dpl pada suhu 27°C dan curah hujan
tahunan sebesar 2000-2400 mm. Genus Cinnamomum memiliki 250 spesies
dan banyak dari antaranya aromatik dan flavouring. Dari banyak spesies yang
ada, spesies yang menghasilkan kualitas minyak terbaik adalah Cinnamomum
verum dan Cinnamomum casia (Peter, 2001).
Hasil utama kayu manis adalah kulit batang dan dahan, sedang hasil
ikutannya adalah ranting dan daun. Kayu manis merupakan salah satu
tanaman multi fungsi telah dikenal luas gunanya sebagai rempah pemberi cita
rasa atau bumbu, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak
dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi, kosmetik/ aromatik, makanan,
minuman, rokok, dsb. Kayu manis memiliki sifat yang aromats yang
disebabkan kandungan zat aktif aromatis di dalamnya. Jika zat atau komponen
aktif tersebut dipisahkan dengan cara diekstrak, baik dengan pelarut tertentu
(misalnya etanol) maupun penyulingan (destilasi) hasilnya masing masing
dikenal dengan nama oleoresin atau minyak atsiri (Djafar dan Redha, 2012).
Hasil ekstraksi dari berbagai spesies Cinnamomum salah satunya
termasuk oleoresin. Perbedaan spesies mungkin menyebabkan perbedaan
kualitas dari flavour dan aroma dan kandungan komposisi dari minyak
volatilnya beragam dari 16% sampai 60%. Yield oleoresin beragam dari 10-
12% dengan bantuan pelarut etanol dan 2,5-4,3% dengan bantuan pelarut
benzene. Oleoresin kayumanis banyak dipasarkan dalam bentuk cairan atau
bentuk dispersinya dalam gula, rusk atau garam. Kulit batang kayumanis
mengandung minyak kurang lebih 0,5-1,0%, yang memiliki warna kuning
jernih. Warna minyak berubah menjadi merah selama penyimpanan
(Singhal et,al., 1997).
Kayu manis sering digunakan untuk tujuan pengobatan karena
kandungannya yang unik. Minyak esensial dari kulit kayu kaya akan trans-
cinnamaldehyde dengan efek antimikroba terhadap hewan dan tumbuhan
patogen, keracunan makanan, bakteri pembusuk dan jamur. Kulit dan daun
Cinnamomum sp biasanya digunakan sebagai rempah-rempah di dapur rumah
tangga dan minyak esensial digunakan sebagai agen penyedap dalam industri
makanan dan minuman (Wong et. al., 2014).
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu campuran homogen dengan menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai
mass separating agent (tenaga pemisah). Proses pemisahan suatu campuran
ditentukan melalui seleksi terhadap metoda operasi pemisahan, pelarut, alat
pemisah dan kondisi operasi pemisahan. Ekstraksi padat cair (solid-liquid
extraction / leaching) adalah proses pengambilan zat terlarut dalam matrik
padat dengan bantuan pelarut cair. Proses ini banyak digunakan dalam
industri, dimana proses mekanis atau pemanasan sulit dilakukan untuk
memisahkan suatu zat yang dikehendaki seperti pada pemisahan gula dari
tebu, oleoresin dalam bahan rempah rempah. Proses pemisahan ini terdiri dari
tiga tahap yaitu : difusi pelarut melalui pori pori zat padat, pelarut yang
terdifusi untuk melarutkan zat terlarut dan perpindahan larutan dari rongga zat
padat kedalam larutan yang ada diluar zat padat (Ballard, 2008).
Ekstraksi digunakan untuk memisahkan komponen dalam suatu
campuran menggunakan bantuan pelarut. Tahap pertama di dalam proses
ekstraksi pada umumnya adalah penghancuran mekanis, yaitu bahan mentah
dipotong atau dihancurkan menjadi ukuran yang dikehendaki agar
mendapatkan permukaan persentuhan yang luas untuk ekstraksi. Dalam
beberapa contoh, seperti pada pengolahan gula, dan dalam ekstraksi minyak
sayur, proporsi yang tertentu dari hasil yang diinginkan dapat langsung
dipindahkan secara penekanan, pada tahap ini dan kemudian bahan padat yang
tertinggal dilewatkann ke pabrik ekstraksi (Earle, 1969).
Ekstrak atau sari adalah material hasil penarikan oleh pelarut air aau
pelarut organik dari bahan kering (dikeringkan). Hasil penyarian tersebut
kemudian pelarutnya dihilangkan dengan cara penguapan menggunakan alat
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya pelarut organik.
Metanol, entanol 70%, dan etanol 96% adalah pelarut piihan utama untuk
mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui strukturnya dan
untuk tujuan skrining. Ketiga pelarut ini memiliki extracting power (daya
ekstaksi) yang luas sehinga semua metabolit sekunder tersari dalam tiga kali
maeserasi. Jika tujuannya mengisolasi dan memurnikan senyawa target yang
sudah jelas, bisa menggunakan pelarut organik lain (butanol, etil asetat,
kloroform, aseton, atau heksana) yang memilki sifat ekstraksi terbaik
(Saifudin, 2014).
Ekstrak kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii Nees ex
Blume) dengan kandungan kadar trans-sinamaldehid yang cukup tinggi
(68,65%) menjadi sumber senyawa antioksidan dengan kemampuannya
menangkap radikal bebas atau radical scavenger. Dari penelitian tersebut
dapat terlihat bahwa minyak atsiri dan oleoresin kayu manis jenis
Cinnamomum burmannii mempunyai aktivitas antioksidan (Prasetyaningrum
dkk, 2012).
Penggunaan pelarut etanol baik dengan kadar 70% maupun 96%
didasarkan pada sifat etanol yang merupakan pelarut semipolar dan mampu
menyari sebagian besar kandungan kimia dari simplisia yang akan diekstrak,
dalam hal penyarian, etanol memiliki kelebihan dibandingkan dengan air dan
metanol. Senyawa kimia yang mampu disari etanol lebih banyak dari penyari
metanol dan air (Pandey et.al., 2010).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Ekstraktor
b. Labu leher tiga
c. Magnetic steerer
d. Hot plate
e. Rotary evaporator vacuum
f. Labu alas bulat
g. Neraca analitik
h. Kertas saring
2. Bahan
a. Etanol 70%
b. Kulit batang kayu manis
c. Bubuk kulit batang kayu manis
3. Cara Kerja (Flow Chart)
a. Pengolahan Oleoresin Skala Kecil

100 gr kulit batang


kayu manis

Etanol 70% (1:4) Ekstraksi maserasi dengan


soxhlet selama 240 menit,
pada suhu 73°C

Penyaringan Residu

Filtrat

Penguapan dalam evaporator Pelarut

Oleoresin
Gambar 4.1 Diagram alir proses pengolahan oleoresin batang kayu manis skala
kecil
b. Pengolahan Oleoresin Skala Besar

1000 gr serbuk kulit


batang kayu manis

Etanol 70% (1:4) Ekstraksi maserasi dengan


soxhlet selama 240 menit,
pada suhu 75-78°C

Penyaringan Residu

Filtrat

Penguapan dalam evaporator Pelarut

Oleoresin

Gambar 4.2 Diagram alir proses pengolahan oleoresin batang kayu manis skala
besar
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Oleoresin Kulit Batang Kayu Manis
1. Perlakuan Skala Kecil Skala Besar
a. Waktu ekstraksi 240 menit 240 menit
b. Suhu ekstraksi 73°C 75-78°C
c. Pengadukan 400 rpm -
2. Berat bahan yang 100 gram 1000 gran
akan diekstrak (A)
3. Berat Oleresin yang 38,3844 gram 161,4443 gram
didapat (B)
4. Rendemen Oleoresin 38,3844 % 16,14443 %
(B/A x 100%)
5. Volume etanol yang 400 cc 4000 cc
digunakan (D)
6. Volume etanol hasil 100 cc 839 cc
distilasi (E)
7. Presentase etanol 75% 79,025 %
yang hilang/
menguap (D-E)/D x
100%
8. Warna Coklat tua kemerahan Coklat tua kemerahan
9. Aroma Tajam (Aroma kayu Tajam (Aroma kayu
manis) manis)
Sumber: Laporan Sementara
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Xylol Oleoresin Kulit Batang Kayu Manis
Bahan Berat Volume Volume Kadar
Oleoresin (w) Xylol (Vx) minyak atsiri minyak atsiri
yang
tertampung
(Vo)
Oleoresin 2,1 gram 2,0 2,5 =0,5/2,1
Kulit Batang x100%
kayu manis =23,809%
Sumber: Laporan Sementara
Oleoresin terdiri dari dua kata yaitu oleo yang berarti minyak dan resin
yang berarti damar, maka oleoresin dapat diartikan sebagai minyak damar.
Oleoresin merupakan senyawa polimer yang berbobot molekul besar dan lebih
mudah larut dalam pelarut polar. Senyawa polimer ini merupakan campuran
antara resin dan minyak atsiri yang dapat diekstrak dari berbagai jenis rempah
rempah atau hasil samping dari limbah pengolahan rempah rempah. Rempah
rempah tersebut pada umumnya berasal dari buah, biji, daun, kulit maupun
rimpang, misalnya jahe, lada, cabe, kapulaga, kunyit, pala, vanili dan kayu
manis (Bustan dkk, 2008). Djafar dan Redha (2012) juga menyebutkan bahwa
oleoresin adalah campuran komplek yang diperoleh dengan ekstraksi,
konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan
komponen non volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam
bentuk cairan kental atau pasta.
Pada umumnya, tahapan dalam membuat oleoresin atau ekstraksi
oleoresin adalah dengan menghaluskan bahan yang akan diekstrak, kemudian
diekstraksi dengan cara perkolasi. Ekstrak yang tertinggal merupakan
oleoresin yang biasanya bercampur dengan minyak, lemak, pigmen dan
komponen flavor yang terekstrak dari bahan asal. Kemudian pelarut dan
oleoresin dipisahkan dengan cara evaporasi sehingga diperoleh oleoresinnya
saja. Oleoresin yang diperoleh merupakan cairan yang kental atau semi padat
yang mempunyai karakteristik rasa dan aroma sama dengan bahan asalnya.
Selanjutnya, oleoresin yang diperoleh dapat diencerkan dengan minyak atsiri
hasil penyulingan dari bahan rempah yang sama. Perolehan oleoresin
dipengaruhi oleh jenis pelarut dan temperatur dan meningkat dengan
meningkatnya temperatur (Singh et.al., 2007).
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui hasil pengamatan oleoresin
kulit batang kayu manis baik skala kecil maupun skala besar. Untuk perlakuan
skala kecil, bahan yang digunakan adalah kulit batang kayu manis yang
dicacah kecil-kecil sebanyak 100 gram, dengan penambahan pelarut etanol
70% sebanyak 400 ml. Waktu ekstraksi dengan menggunakan labu leher tiga
adalah 240 menit atau 4 jam, dengan suhu ekstraksi 73°C dengan bantuan
pengadukan menggunakan magnetic steerer dengan kecepatan 400 rpm.
Rendemen oleoresin yang diperoleh sebesar 38,3844% dengan warna coklat
tua kemerahan dan aroma tajam khas kayu manis. Presentase pelarut yang
hilang selama ekstraksi adalah 75%.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Djafar dan Redha (2012),
rendemen yield oleoresin yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut
etanol 96% bekas yaitu sebesar 27,07% - 39,10%. Sebagai teori pembanding,
digunakan hasil rendemen dengan menggunakan pelarut etanol bekas, bukan
etanol 96% karena diketahui bahwa yang digunakan dalam praktikum adalah
etanol 70%. Etanol bekas memiliki kepolaran yang berubah dibandingkan
etanol 96% baru, sehingga diasumsikan kepolaran etanol 70% baru
menyerupai kepolaran etanol 96% bekas. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, warna dari oleoresin batang kulit kayu manis adalah coklat
kemerahan, berbentuk cairan kental dan berbau aroma khas kayu manis.
Dalam hal warna, bau serta yield oleoresin hasil praktium telah sesuai dengan
teori yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi perolehan rendemen
oleoresin dari suatu bahan, antara lain: kepolaran pelarut (jenis pelarut), waktu
ekstraksi, suhu ekstraksi, perlakuan pendahuluan, perlakuan penunjang seperti
pengadukan dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk skala besar, bahan yang digunakan adalah serbuk
kulit batang kayu manis sebanyak 1000 gram, dengan penambahan pelarut
etanol 70% sebanyak 4000 ml. Waktu ekstraksi dengan menggunakan labu
leher tiga adalah selama 240 menit atau 4 jam dengan suhu ekstraksi 75-78°C.
Rendemen oleoresin yang diperoleh adalah 16,14443% dengan warna coklat
tua kemerahan dan aroma tajam khas kayu manis. Presentase pelarut yang
hilang adalah sebesar 79,025%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djafar dan Redha (2012),
rendemen oleoresin kulit batang kayu manis dalam bentuk serbuk berkisar
antara 30,04% – 41,53%. Apabila dibandingkan dengan teori, rendemen
oleoresin yang diperoleh melalui praktikum jauh lebih kecil. Penyimpangan
tersebut mungkin saja terjadi disebabkan oleh banyak faktor salah satunya
adalah rasio bahan dengan pelarut. Dalam jurnalnya, Djafar dan Redha (2012)
juga mengungkapkan bahwa rasio bahan dan pelarut yang digunakan dalam
proses ekstraksi dapat mempengaruhi rendemen ekstrak yang dihasilkan.
Semakin tinggi jumlah pelarut yang digunakan, maka semakin besar jumlah
yield oleoresin kayumanis yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut
yang digunakan maka jumlah oleoresin yang terekstraksi semakin banyak dan
akan bertambah terus sampai larutan jenuh.
Menurut Danielski (2007), prinsip ekstraksi maeserasi adalah proses
ekstraksi padat cair dengan mengkontakan pelarut dengan matrik padat bahan
yang akan diekstrak. Proses pelepasan zat terlarut dari bahan ke dalam pelarut
akan terjadi perpindahan massa dari zat terlarut yang terjebak dalam bahan
harus dilepaskan kedalam fluida melalui proses pelarutan (leaching). Zat
terlarut akan berdifusi melalui pori pori menuju ke permukaan partikel padat.
Akhirnya, zat terlarut bergerak melewati lapisan yang mengelilingi partikel
menuju ke fluida. Selama proses ekstraksi, inti bagian dalam akan mengecil
dan membentuk batas yang nyata antara bagian dalam (yang belum terekstrak)
dan bagian luar (yang telah terekstrak).
Prinsip dari filtrasi adalah penyingkiran padatan dari cairan. Filtrasi
merupakan metode pemurnian cairan dan larutan yang paling dasar. Dengan
kata lain, filtrasi membersihkan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, sehingga padatan akan
terendapkan di bagian atas alat penyaring tersebut. Bila cairan terlalu kental,
filtrasi dengan penghisapan yang digunakan. Alat khusus untuk mempercepat
filtrasi dengan memvakumkan penampung filtrat juga digunakan. Fluida
mengalir melalui media penyaring karena adanya perbedaan tekanan diantara
dua bidang yang dubatasi media penyaring yang secara sederhana. Sedangkan
prinsip dari evaporasi adalah pemisahan solute dari pelarut dengan
menggunakan alat yang disebut evaporator yang bertujuan untuk memekatkan
hasil ekstraksi sehingga diperoleh oleoresin yang bersifat kental dan sangat
aromatik (Prasetyo dkk, 2012).
Yuliani (2007) menyebutkan bahwa sifat-sifat oleoresin antara lain
oleoresin dapat berbentuk cairan pekat, semi padat dan pasta. Karakteristik
sifat organoleptik oleoresin ditentukan oleh komposis minyak atsiri yang
terdapat di dalamnya. Oleoresin yang baru diekstrak biasanya berbentuk
cairan pekat namun setelah dibiarkan beberapa hari oleoresin tersebut berubah
bentuk menjadi pasta bahkan berbentuk padat. Hal ini disebabkan oleh reaksi
resinifikasi (polimerisasi) akibat menguapnya minyak atsiri dalam oleoresin.
Reaksi resinifikasi dapat dihambat dengan menambahkan propylene glycol
atau glyserin pada produk akhir. Oleoresin bersifat tidak stabil terhadap
pemanasan, cahaya atau adanya oksigen karena mengandung zat-zat volatil.
Karakter perisa oleoresin dapat berubah selama penyimpanan atau pengolahan
dan menimbulkan off-flavour. Oleh karena itu, oleoresin memerlukan
penanganan khusus selama penyimpanannya agar terhindar dari pengaruh
panas, cahaya, oksigen dan kelembaban
Menurut Fakhrudin (2008), setiap jenis oleoresin mempunyai ciri khas
tersendiri tergntung dari senyawa penyusunnya, seperti senyawa fenol,
senyawa volatil dan pigmen dari bahan. Mutu oleoresin dapat ditentuan
dengan mengukur parameter-paramater seperti berat jenis, kelarutan dalam
alkohol, penetapan asam, dan penetapan fenol. Kualitas oleoresin ditentukan
oleh adanya senyawa pemberi citarasa dan aroma serta intensitas. Intensitas
citarasa oleoresin 5 sampa 40 kali lebi kuat dari bahan aslinya. Derajat
konsentrasi oleoresin dipengaruhi oleh presentase senyawa yang dapat
diekstak. Mayoritas oleoresin stabil jika disimpan pada suhu kamar. Oleoresin
mempunyai kandungan air yang rendah sehingga dapat meminimalkan
pertumbuhan mikroba.
Menurut Jos dkk (2011) dalam bentuk oleoresin disamping diperoleh
keuntungan juga juga terdapat kekurangannya. Keuntungannya antara lain
seragam, terstandarisasi, flavornya lengakap atau sama dengan rempah-
rempah asalnya, bersih, bebas dari mikroba, seragam dan cemaran lain, bebas
enzim dan masih mengandung antioksidan alami; kadar airnya sangat rendah,
hampir tidak ada, mempunyai masa simpan yang lama dalam kondisi
penyimpanan yang normal atau agak keras, kehilangan minyak esensial dapat
dikurangi karena adanya resin, dan memerlukan gudang penyimpanan yang
jauh lebih mecil dibandingkan dengan menyiman rempah-rempah segar.
Sedangkan kekurangan atau kerugian antara lain sangat pekat dan
kadang-kadang lengket sehingga sulit ditimbang dengan tepat; karena sifatnya
yang pekat dan lengket, sejumlah oleoresin masih menempel pada wadahnya
ketika dituang; flavor dipengaruhi oleh asal dan kualitas bahan mentah yang
mungkin asalnya tidak sama; sejumlah tannin masih terdapat didalamnya,
kecuali jika dilakukan proses penghilangan tannin tersebut; dan kemungkinan
masih terkandung residu atau sisa pelarut dalam jumlah yang melebihi batas
yang ditentukan jika tidak dilakukan kontrol yang baik dalam proses
ekstraksinya (Jos dkk, 2011).
Rendemen oleoresin yang diperoleh baik dari skala kecil maupun
sekala besar tidak menunjukan perbedaan yang signifikan secara kasatmata,
namun rendemen dari kedua perlakuan ini berbeda. Pada pengolahan oleoresin
skala kecil, yaitu dengan menggunakan bahan kulit batang kayumanis
seabanyak 100 gram, diperoleh rendemen sebesar 38,3844 % sedangkan pada
skala besar dengan bahan baku bubuk batang kulit kayu manis sebanyak 1000
gram diperoleh rendemen sebesar 16,14443 %. Dari segi warna dan aroma,
rendemen baik skala besar maupun skala kecil tidak menunjukan perbedaan
yang besar. Bentuk oleoresin adalah cairan kental dengan warna kedua sampel
adalah coklat pekat, dan aromanya adalah tajam khas aroma kayumanis.
Menurut Djafar dan Redha (2012) Hal ini sesuai hasil kualifikasi
Cinnamomum/Cassiavera yang dberikan oleh FDA, bahwa oleoresin
kayumanis adalah berupa cairan kental berwarna kemerahan, aroma berbau
khas Cinnamomum dengan flavour manis dan hangat.
Oleoresin dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi
cita rasa dalam produk-produk olahan daging (misalnya sosis, burger, kornet),
ikan dan hasil laut lainnya, roti, kue, puding, sirup, saus dan lain-lain.
Penggunaan oleoresin ditinjau dari segi teknis dan efisiensi penggunaan bahan
baku lebih unggul dibanding dengan penggunaan rempah secara tradisional,
khususnya bila diterapkan dalam skala industri. Keuntungan komparatif yang
dapat diperoleh adalah biaya produksi yang lebih rendah dengan adanya
pengurangan biaya angkut bahan baku. Adanya keuntungan dari segi biaya
produksi, disamping keuntungan-keuntungan lain dari segi teknis
menyebabkan penggunaan oleoresin sebagai bahan industri makanan dan
minuman, kosmetik serta kesehatan, merupakan salah satu alternatif yang
layak untuk dikembangkan (Peter, 2001).
Menurut Kawiji dkk (2015) uji xylol merupakan salah satu penguian
kuantitaif untuk menentukan kadar minyak atsiri dalam suatu oleoresin.
Tahapaan dan prinsip kerjanya adalah oleoresin sebanyak 2-3 gram
dimasukkan ke dalam labu didih 1 liter kemudian aquadest sebanyak 250 ml
ditambahkan ke dalam labun dan dihubungkan dengan alat penyuling minyak
atsiri. Alat pemisah minyak atsiri diisi air sampai tengahnya ditambah
beberapa ml xylol. Labu dididihkan selama 6 jam. Volume minyak atsiri yang
tertampung di dalam alat penampungdi catat. Kadar minyak atsiri sampel
dihitung dengan cara menghitung prosentase perbandingan antara volume
minyak atsiri tertampung yang telah dikurangi volume xylol dengan berat
oleoresin.
Berdasarkan Tabel 4.2 kadar minyak atsiri yang ada pada oleoresin
adalah sebesar 23,809%. Angka tersebut diperoleh dari presentase volume
minyak atsiri tertampung dikurang volume xylol, dibagi dengan oleoresin
kemudian dikalikan 100%. Volume minyak atsiri yang tertampung sebesar 2,5
ml, volume xylol sebesar 2,0 ml dan berat oleoresin adalah 2,1 gram.
Menurut Kamaliroosta et. al. (2012), konsentrasi minyak atsiri dari
kulit batang kayu manis berkisar antara 0,4 hingga 2,8% yang di dalamnya
terkandung cinnamaldehyde, cinnamyl acetate, caryophyllene, linalool,
eugenal, benzaldehyde, 4-terpineol dan beberapa kandungan senyawa kecil
lainnya. Susanti dkk (2013) juga menyebutkan bahwa minyak atsiri yang
terdapat dalam kulit batang kayu manis adalah 0,2-0,3%, namun pada kondisi
optimalnya, minyak atsiri kayu manis dapat mencapai 1-4%.
Menurut Rismunandar (1995) minyak atsiri yang berasal dari kulit
komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60–70% ditambah dengan eugenol,
beberapa jenis aldehida, benzylbenzoat, phelandrene dan lain–lainnya. Kadar
eugenol rata–rata 80–66%. Dalam kulit masih banyak komponen–komponen
kimiawi misalnya: damar, pelekat, tanin, zat penyamak, gula, kalsium, oksalat,
dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara “Pengolahan Oleoresin” ini, dapat diambil
kesimpulan yaitu:
1. Destilasi rempah merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan
minyak atsiri dari rempah. Sedangkan ekstraksi merupakan metode yang
digunakan untuk mendapatkan oleoresin dari rempah. Oleoresin
merupakan campuran minyak atsiri, resin, pigmen, dan fix oil.
2. Pengolahan oleoresin melalui tiga tahap utama, yaitu ekstraksi, filtrasi dan
evaporasi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan sifat tertentu berdasarkan kelarutannya pada suatu pelarut.
Filtrasi adalah proses penyingkiran padatan dari cairan, merupakan metode
pemurnian cairan dan larutan yang paling dasar. Sedangkan evaporasi
merupakan proses pemisahan larutan hasil filtrasi dengan cara
menguapkan pelarut yang ada. Pelarut ini dipisahkan berdasarkan
perbedaan titik didihnya.
3. Rendemen oleoresin pada perlakuan skala kecil adalah sebesar suhu 40 °C
sebesar 38,3844% dengan bentuk cairan kental berwarna cokelat
kemerahan dan memiliki aroma tajam khas kayumanis yang lebih
menyengat dibandingkan simpliasianya, sedangkan rendemen oleoresin
yang diperoleh dari perlakuan skala besar adalah sebesar 16,14443%
dengan bentuk cairan kental berwarna cokelat kemerahan dan memiliki
aroma tajam khas kayumanis yang lebih menyengat dibandingkan
simplisianya.
DAFTAR PUSTAKA

Ballard, T. S. 2008. Optimizing the Extraction of Phenolic Antioxidant


Compounds from Peanut Skins. Dissertation of the Faculty of
Virginia Polytechnic Institute and State University. Blacksburg.
Bustan, M. Djoni., Ria Febriyani, dan Halomoan Pakpahan. 2008. Pengaruh
Waktu Ekstraksi Dan Ukuran Partikel Terhadap Berat Oleoresin
Jahe Yang Diperoleh Dalam Berbagai Jumlah Pelarut Organik
(Methanol). Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15.
Danielski, L. 2007. Extraction and Fractionation of Natural Organic
Compounds from Plant Materials with Supercritical Carbon
Dioxide. Dissertation of Technischen Universität Hamburg. Harburg.
Djafar, Fitiana da Fauzi Redha. 2012. Karakterisasi dan Modifikasi Sifat
Fungsional Kayu Manis dalam Produk Pangan. Jurnal Hasil
Penelitian Industri Vol. 25, No.1.
Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya.
Bogor.
Fakhrudin, Muh Irfan. 2008. Kajian Karakteristik Oleoresin Jahe
Berdasarkan Ukuran Dan Lama Perendaman Serbuk Jahe Dalam
Etanol. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Jos, Bakti., Bambag Pramudono, dan Aprianto. 2011. Ekstraksi Oleoresin
Dari Kayu Manis Berbantu Ultrasonik Dengan Menggunakan
Pelarut Alkohol. Jurnal Reaktor, Vol. 13, No. 4: 231-236.
Kamaliroosta, L., Gharachorloo M., Kamaliroosta Z., and Alimohammad
Zadeh K. H. 2012. Extraction of cinnamon essential oil and
identification of its chemical compounds. Journal of Medicinal Plants
Research, Vol. 6, No. 4: 609-614.
Kawiji., Lia Umi Khasanah., Rohula Utami., dan Novita Try Aryani. 2015.
Ekstraksi Maserasi Oleoresin Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix Dc):
Optimasi Rendemen Dan Pengujian Karakteristik Mutu. Jurnal
Agritech, Vol. 35, No. 2.
Pandey, Sanjay, Katiyar. 2010. Determination and Comparison ofThe
Curcuminoid Pigments inTurmeric Genotypes (CurcumaDomestica
Val) by Highperformance Liquid Chromatography. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 2, No.
4:125-127.
Peter, K. V. 2001. Handbook of Herbs and Spices. CRC ress. New York.
Prasetyaningrum, Rohula Utami dan, R. B. Katri Anandito. 2012. Aktivitas
Antioksidan, Total Fenol, Dan Antibakteri Minyak Atsiri Dan
Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii). Jurnal
Teknosains Pangan, Vol. 1, No. 1.
Prasetyo, Susiana., Henny Sunjaya dan Yohanes Yanuar N. 2012. Pengaruh
Rasio Massa Daun Suji / Pelarut, Temperatur Dan Jenis Pelarut
Pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji Secara Batch Dengan
Pengontakan Dispersi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan.
Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori, Konsep, dan
Teknik Pemurnian. Penerbit Deepublish. Yogyakarta.
Singh, Gurdip., Sumitra Maurya., M. P. deLampasona, dan Cesar A. N.
Catalan. 2007. A comparison of chemical, antioxidant and
antimicrobial studies of cinnamon leaf and bark volatile oils,
oleoresins and their constituents. Journal of Food and Chemical
Toxicology Vol. 45: 1650-1661.
Singhal, Rekha S., Pushpa R. Kulkarni., and Dinanath V. Rege. 1997.
Handbook of Indices of Food Quality and Authenticity. Woodhead
Publishing. United State of America.
Susanti, Neni., Indra M. Gandidi, dan M. Dyan Susila. 2013. Potensi Produksi
Minyak Atsiri Dari Limbah Kulit Kayu Manis Pasca Panen. Jurnal
FEMA, Vol. 1, No. 2.
Wong, Y. C., M. Y. Ahmad-Mudzaqqir and W. A. Wan-Nurdiyana. 2014.
Extraction of Essential Oil from Cinnamon (Cinnamomum
zeylanicum). Oriental Journal of Chemistry, Vol. 30, No. 1: 37-47.
Yuliani, Sari. 2007. Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying
pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe . Jurnal Pascapanen,
Vol. 4, No.1: 18-26.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 4.3 Proses evaporasi oleoresin

Gambar 4.4 Rendemen Oleoresin Perlakuan Skala Kecil

Gambar 4.5 Proses Ekstraksi Maeserasi

You might also like