You are on page 1of 29

KELAS SOSIAL DALAM NOVEL DU CONTRAT SOCIAL

KARYA JEAN JACQUES ROUSSEAU


ANALISIS KONFLIK KARL MARX

Théorie de Prose et de Poésie


Dosen Pengampu: Sunahrowi, M.Hum

Oleh:
Rohayu
2311415051

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah dengan judul “Kelas Sosial dalam Novel Du Contrat Social Karya
Jean Jacques Rousseau: Analisis Konflik Karl Marx”. Makalah ini disusun
sebagai acuan untuk menganalisis novel karya sastrawan Perancis.
Penulis menyajikan karya tulis ini dengan bahasa yang sederhana dan
lugas dengan menekankan pada teori yang akan digunakan untuk anilisis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, baik yang langsung maupun yang tidak langsung.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para
pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan perbaikan makalah ini.

Semarang, Desember 2016

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

BAB II ..................................................................................................................... 5

LANDASAN TEORI .............................................................................................. 5

2.1 Teori Konflik Karl marx........................................................................... 5

2.2 Teori Kelas ............................................................................................... 7

BAB III ................................................................................................................... 9

ANALISIS .............................................................................................................. 9

3.1 Konflik Kelas ........................................................................................... 9

3.2.1 Kelas Borjuis ............................................................................... 11

3.2.2 Kelas Proletar .............................................................................. 12

3.2.3 Masyarakat tanpa kelas ............................................................... 14

BAB IV ................................................................................................................. 21

KESIMPULAN ..................................................................................................... 21

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 23

Lampiran-Lampiran .............................................................................................. 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abad pertengahan (500-1700) adalah zaman ketika sastra pertama kali
muncul sekaligus mendunia. Sastra ini terdiri atas sastra Eropa, Cina, India, Arab
dan Jepang. Di Eropa, muncul epik Beowulf dari Inggris, terbit sekitar tahun 725
dan penulisnya tidak diketahui. Epik ini mengisahkan keksatriaan yang menjadi
ciri utama sastra Eropa abad pertengahan. Dari Perancis terbit Chanson de Roland
(Nyanyian Roland) yang bertemakan keksatriaan pada tahun 1100. Di Italia kisah
ini menjadi Orlando yang memang berdasarkan peristiwa sejarah, yakni gugurnya
Panglima Karel Agung, Hrulandus, ketika dalam perjalanan pulang dari
penyerbuan ke Spanyol mereka diserang orang-orang Bask. Dari Jerman muncul
Nibelungenlied (Nyanyian Kaum Nibelung) pada tahun 1200. Pada tahun 1200-an
dari Skandinavia muncul kisah saga yang menceritakan keperwiraan para ksatria.
Sementara itu cerita-cerita roman yang berkisar pada kesetiaan ksatria
kepada Raja hampir diseluruh Eropa. Salah satu roman paling terkenal adalah
King Arthur’s Knight of the Roundtables (Para Ksatria Meja Bundar Raja Arthur).
Karya terpenting periode ini inilah Divina Co media, karangan Dante
Alighieri yang muncul sekitar tahun 1300. Karya ini ditulis untuk pertama kalinya
dalam bahasa “nasional”, bahasa Italia, berbeda dengan sastra lain (ditulis dalam
bahasa latin) sehingga dianggap sebagai pelopor penulisan sastra dalam bahasa
Eropa modern. Secara etimologi (menurut asal-usul kata) kesusastraan berarti
karangan yang indah. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tulisan,
karangan. Sebuah karya sastra yang indah, bukanlah karena bahasa yang beralun-
alun dan penuh irama. Ia harus dilihat secara keseluruhan: tema, amanat, dan
struktur. Ada beberapa nilai yang harus dimiliki oleh sebuah karya sastra, yaitu:
nilai estetika, nilai moral, dan nilai-nilai yang bersifat konsepsionil. Dalam dunia
sastra, ada juga yang bersifat kritikan. Seiring perkembangannya, para sastrawan
yang juga berprofesi sebagai penulis maupun filsuf mengembangkan sastranya
dalam bentuk lisan dan tulisan. Salah satu karya sastra yang muncul dari seorang

1
tokoh filsafat paling populer di Perancis adalah novel Du Contrat Social. Dalam
karya tersebut berisi perbedaan golongan atau kelas sosial. Kelas tertinggi
dipegang oleh kaum Borjuis.
Borjuis merupakan istilah yang pertama kali muncul di antara akhir abad
pertengahan di berbagai negara di Eropa dengan nama yang berbeda seperti
Burgeis di Inggris dan Burger di Jerman. Istilah Borjuis dan borju berasal dari
bahasa Perancis, yang berarti “Penghuni kota”. Dalam dunia barat, diantara akhir
abad pertengahan dan saat sekarang, kaum Borjuis merupakan sebuah kelas sosial
dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal. Mereka adalah bagian
dari kelas menengah atau kelas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi
dan sosial dari pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan. Kaum tersebut secara tidak
langsung memisahkan diri dari kelas Proletar yang bukan pemilik modal.
Adapun Proletar adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifasikan
kelas sosial rendah. Awalnya istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan orang
tanpa kekayaan; istilah ini biasanya digunakan untuk menghina. Di Eropa,
khususnya saat sebelum Revolusi Perancis terjadi, jumlah masyarakat ini
mendominasi Perancis, namun tidak memiliki kekuatan. Kekuatan dibawa oleh
kaum Bangsawan yang biasanya juga dianggap sebagai masyarakat pemerintah
dan pemegang kapital bersama kaum Pendeta.
Terjadinya perbedaan golongan (kelas sosial) di Perancis dimana membawa
pengaruh besar dalam dunia kesusastraan di Perancis. Banyak penulis, sastrawan
serta filsuf yang menuangkan ide, ekspresi dan pemikiran mereka ke dalam
sebuah karya yang bersifat mengkritik. Salah satu penulis sekaligus filsuf yang
mengkritik Penguasa dalam sistem pemerintahan monarki adalah J.J. Rousseau.
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) adalah seorang tokoh filosofi besar,
penulis dan komposer pada abad pencerahan. Pemikiran filosofinya memengaruhi
revolusi Perancis, perkembangan politik modern dan dasar pemikiran edukasi.
Salah satu kontribusinya di bidang sastra yaitu dengan menciptakan sebuah karya
novel berjudul Du Contrat Social.

2
Dalam Du Contrat Social (1762), Jean Jacques Rousseau mengambilnya
berdasarkan peristiwa dan fakta-fakta yang terdapat di kota Paris tepatnya pada
masa pemerintahan monarki di tahun 1744 ketika di kota tersebut Rousseau
memilih untuk tinggal dan menemukan lapangan kerjanya dimana gagasannya
mulai terbentuk. Namun, novel ini menimbulkan gejolak dikalangan penguasa
akibat buah hasil pemikiran Rousseau sebagai kritik kelas sosial yang terdapat
pada masa pemerintahan saat itu. Melalui Du Contrat Social, Rousseau ingin
menegaskan bahwa pemerintahan apapun, dalam bentuk apapun, harus dipisah
menjadi dua: Penguasa (yang menurut Rousseau harus meliputi seluruh
penduduk) yang mewakili kehendak umum dan Pemerintahan yang terpisah dari
penguasa demi kedaulatan, keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Kalangan Borjuis terdiri atas pedagang dan pengusaha. Sampai abad ke-19
umumnya bersinonim dengan “kelas menengah”, yaitu orang-orang yang masuk
dalam spektrum sosial ekonomi yang luas antara bangsawan dan petani (proletar).
Karena kekuatan dan kekayaan kaum bangsawan memudar di paruh kedua abad
ke-19, dan karena kelas pedagang dan kelas komersial menjadi dominan, kaum
borjuis muncul sebagai pengganti dari digulingkannya kaum bangsawan dan kelas
penguasa yang baru.
Adapun sejak terbitnya novel Du Contrat Social, Geneva, kota asli
Rousseau, menolak Du Contrat Social agar tidak terbit dan beredar. Karya
Rousseau sebagian mendapatkan sambutan negatif dari kalangan Penguasa di era
tersebut, berbanding terbalik dengan generasi setelahnya yang justru menuai
banyak pujian atas karya sekaligus kebenarian Jean Jaques Rousseau.
Du Contrat Social (1762) atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan judul ‘Kontrak sosial’ (1986) menggambarkan kehidupan
sekaligus perjalanan Rousseau (1744-1778) dimana semakin banyak ia
menemukan formalitas penuh dengan tatakrama salon kota paris yang
dirasakannya sebagai sesuatu yang menindas dirinya, semakin ia bernostalgia
mengidealisasikan kejujuran tatakrama Geneva yang sederhana. Adapun
kebebasan kehidupan kota Paris tampak tidak bermoral bagi seseorang yang
dibesarkan dalam kesederhanaan Geneva yang beragama Calvanis. Novel ini

3
ditujukan bagi penguasa bahwa kekuasaan haruslah digunakan sebaik mungkin
demi kepentingan rakyat. Dan untuk menggapai lebih banyak hal dan
meninggalkan keadaan alam, maka manusia harus masuk ke dalam kontrak sosial.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Teori Konflik Karl marx


Teori konflik muncul sebagai suatu bentuk reaksi dari adanya teori
struktural fungsional yang tumbuh namun belum memiliki perhatian lebih
terhadap fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu
mendapatkan perhatian. Pemikiran mendasar atau paling berpengaruh dari teori
konflik ini adalah pemikiran Karl Marx (1818-1883).
Konflik berasal dari kata kerja latin “Configere” yang berarti ”saling
memukul”. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih yang mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan cara menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya.
Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional
dimana pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori ini
bertujuan untuk menganalisis asal usulnya suatu kejadian terjadinya sebuah
pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang yang berperilaku
menyimpang. Konflik disini menekankan sifat pluralistis dari masyarakat dan
ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompok,
karena kekuasaan yang dimiliki kelompok-kelompok elit maka kelompok-
kelompok itu juga memiliki kekuasaan untuk menciptakan peraturan, khususnya
hukum yang bisa melayani kepentingan-kepentingan mereka.
Dalam teori konflik, masing-masing elemen mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda. Sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama
lain guna memperoleh kepentingan sebesar-besarnya. Teori konflik mengatakan
bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial.

5
Karl Marx dalam teori konfliknya memandang adanya sebuah kehidupan
sosial yang terbagi-bagi menjadi beberapa elemen atau kelas sosial. Marx
mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya.
Menurut Karl Marx, kehadiran konflik didasarkan pada pemilikan sarana-
sarana produksi. Dimana pemilikan sarana-sarana produksi tersebut menyebabkan
adanya perbedaan hak kepemilikan atas sarana-sarana produksi yang dimiliki oleh
setiap individu atau kelompok. Dan perbedaan kepemilikan itulah yang kemudian
akan menjadi unsur pokok adanya pemisahan kelas di dalam masyarakat.

“Barang siapa memiliki sarana produksi lebih besar, maka dialah yang
akan menduduki kelas atas. Sedangkan barang siapa yang memiliki sarana
produksi lebih sedikit atau bahkan tidak memiliki sarana produksi, maka
dialah yang akan menduduki kelas bawah.”

Oleh karenanya, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat


kelas dan perjuangannya. Namun ia tidak mendefinisikan kelas secara panjang
lebar tetapi menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke-19 di Eropa di
mana dia hidup, terdiri dari dua kelas atau kelompok diantaranya:
1. Kelas Borjuis : kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yaitu
perusahaan sebagai modal dalam usaha.
2. Kelas Proletar : kelompok yang tidak memiliki suasana dan alat
produksi maka hanya menjual tenaga untuk memenuhi kebutuhan.
Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hierarkis, kaum borjuis
melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi
ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam
diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap
terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong
terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika
kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka sehingga
memutuskan untuk mengorganisasi massa menjadi gerakan sosial yang besar

6
untuk diarahkan pada perjuangan menuju perubahan sosial yang lebih baik seperti
yang mereka inginkan.
Teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam
masyarakat. Dalam pandangan Karl Marx kehidupan sosial merupakan sebagai
berikut:
1. Masyarakat serbagai arena yang didalamnya terdapat berbagai bentuk
pertentangan.
2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan
dengan berbagai pihak kepada kekuatan yang dominan.
3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama
untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi
(property), perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan
ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam
masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu
pada cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan demikian,
titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial.
4. Negara dan hukum dlihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh
kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan pribadi.
5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain.

2.2 Teori Kelas


Teori konflik aliran Marx beranggapan bahwa asas kepada pembentukan
sebuah masyarakat disebabakan oleh faktor-faktor ekonomi seperti tanah, modal,
industri dan perdagangan. Asas kepada perubahan sebuah struktur masyarakat
adalah disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengeluaran
ekonomi. Faktor lain seperti agama, institusi politik, kekeluargaan dan pendidikan
pula menjadi superstruktur masyarakat. Sedangkan perubahan yang berlaku pada
superstruktur masyarakat hanya akan berlaku jika terdapat perubahan pada
asasnya. Marx menjelaskan bahwa ekonomi yang menjadi pendorong
perkembangan modal akan membawa perubahan hidup kepada masyarakat

7
terutama dalam meningkatkan taraf hidup dan mengeluarkan mereka dari
kesengsaraan hidup. Namun perkembangan modal yang pesat akan menyebabkan
berlakunya penindasan terhadap sesuatu golongan yang mempunyai taraf rendah
dan mengalami perkembangan modal yang tidak konsisten.
Setelah berlakunya penindasan terhadap golongan proletar atau golongan
pekerja maka timbulah satu perasaan atau kesadaran yang dikenali sebagai
‘kesadaran kelas’ yang lahir dari satu perasaan yang dikenali sebagai ‘Perasaan
kelas’. Hal ini akan menyebabkan berlakunya suatu bentuk tentangan yang
bersifat penghapusan terhadap golongan berkelas (class society) dan
menggantikannya dengan satu golongan baru yang tidak berkelas (classless
society).
Karl Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya. Ia merupakan
seorang filsuf, tokoh sosiologi, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan
dari Prusia yang lahir pada 5 Mei 1818 dan meninggal di London, Inggris pada
tanggal 14 Maret 1883. Ia paling dikenal atas analisisnya terhadap sejarah,
terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai berikut:

“Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah
sejarah pertentangan kelas” (Marx, 1848).

Adapun teori Konflik Karl Marx ini dapat dijadikan acuan sebagai landasan
teori dalam analisis Novel Du Contrat Social karya Jean Jacques Rousseau.
Sehingga Penulis dapat memperkuat ide, konsep dan pendapat mengenai kelas
sosial menggunakan teori Konflik Karl Marx.

8
BAB III
ANALISIS

3.1 Konflik Kelas


Konflik antarkelas sosial adalah konflik yang umumnya terjadi karena
perbedaan kepentingan masing-masing kelas sosial. Contohnya seperti yang
diungkapkan oleh Karl Marx yaitu konflik antara kelas borjuis dan proletar
(buruh). Teori konflik kelas ini muncul karena adanya penggolongan suatu kaum
atau kelas tertentu dimana kelas atas menindas kelas bawah dan terus
mengeksploitasinya sehingga terjadiah perbedaan kasta atau kelas yang cukup
signifikan. Dan dalam suatu tempo, ketika muncul perasaan maupun kesadaran
dari kelas yang tertindas, maka akan muncul suatu pergerakan sosial ataupun
revolusi yang dilakukan oleh kalangan bawah untuk menentang kekuasaan yang
telah menindasnya.
Konflik kelas dibutuhkan untuk menggerakan perubahan sosial yang terjadi
di masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bagi kepentingan umum
(masyarakat), kesetaraan, keadilan dan kemakmuran sosial bermasyarakat.
Dalam novel Du Contrat Social, konflik kelas terjadi karena adanya
perbudakan yang berasal dari kelas bawah atas penguasa yang memimpin pada
masa itu. Bahkan, terkadang ada beberapa orang yang menganggap atau
menempatkan dirinya pada posisi kelas menengah jika ia tidak mampu menjadi
kelas atas demi menghindari perbudakan. Hal ini tertera pada buku 1 bab 1 pokok
pembicaraan buku pertama:

“Tel se croit le maître des autres, qui ne laisse pas d'être plus esclave
qu'eux.”

“Mereka yang merasa bahwa dirinya adalah pemimpin bagi yang lain,
akan berpikir untuk berhenti agar tidak menjadi budak yang lebih besar
dari rakyat yang diperintahnya.”

9
Selain itu, konflik kelas muncul karena adanya kekuataan dari kelas atas
(borjuis) dimana justru masyarakat kelas bawah (proletar) tidak memiliki
kekuatan sama sekali dalam dominannya. Hal ini tertera pada buku 1 bab 3
keadilan bagi mereka yang terkuat:

“Obéissez aux puissances. Si cela veut dire : Cédez à la force.”

Bila orang mengatakan, “Marilah kita mentaati orang yang paling kuat”,
maksudnya yang sebenanrnya adalah, “Marilah kita menyerah pada
kekuatan.” (hal.9)

Dalam konflik kelas pun terjadi suatu unsur paksaan dari kelas atas agar
rakyat dapat mematuhi peraturan yang telah dibuat penguasa atau pemimpin suatu
negara. Hal ini tertera pada buku 1 bab 1 pokok pembicaraan buku pertama:

“Tant qu'un peuple est contraint d'obéir et qu'il obéit, il fait bien; sitôt qu'il
peut secouer le joug, et qu'il le secoue, il fait encore mieux : car, recouvrant
sa liberté par le même droit qui la lui a ravie, ou il est fondé à la reprendre,
ou on ne l’était point à la lui ôter”

“Bila rakyat dipaksa untuk patuh dan mereka benar-benar patuh, itu baik.
Tetapi, segera sesudah rakyat merasa mampu untuk melemparkan
penindasan atas dirinya dan mereka benar-benar melakukannya, itu lebih
baik lagi. Untuk memperoleh kembali kebebasannya, sudah tentu rakyat pun
boleh menggunakan hak yang sama yang dahulu dipakai untuk mencabut
kebebasan itu dari tangan mereka. Kebebasan itu dibenarkan untuk
dikembalikan kepada rakyat, atau kebebasan itu dibenarkan untuk
direnggut dari tangan rakyat.” (hal: 6)

10
3.2 Kelas Sosial
Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis
atau stratifikasi antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau
budaya. Berdasarkan teori konflik Karl Marx, kelas sosial terbagi menjadi
dua diantaranya:
3.2.1 Kelas Borjuis
Borjuis merupakan istilah yang pertama kali muncul di antara akhir
abad pertengahan di berbagai negara di Eropa dengan nama yang berbeda
seperti Burgeis di Inggris dan Burger di Jerman. Istilah Borjuis dan borju
berasal dari bahasa Perancis, yang berarti “Penghuni kota”. Dalam dunia
barat, diantara akhir abad pertengahan dan saat sekarang, kaum Borjuis
merupakan sebuah kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh
kepemilikan modal. Mereka adalah bagian dari kelas menengah atau
kelas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari
pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan. Kaum ini mulanya berasal dari
para bangsawan atau elit religi (rohaniwan). Grotius (1583-1645)
menyangsikan pada buku 1 bab 2 masyarakat pertama:

“Si le genre humain appartient à une centaine d'hommes, ou si


cette centaine d'hommes appartient au genre humain”

“Apakah seluruh manusia itu menjadi milik seratus orang saja,


ataukah justru seratus orang itu menjadi milik seluruh ras
manusia.” (Grotius, 1625:7)

Kaum tersebut secara tidak langsung memisahkan diri dari kelas


Proletar yang bukan pemilik modal maupun berasal dari kelas
bangsawan.

11
3.2.2 Kelas Proletar
Proletar adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifasikan
kelas sosial rendah. Awalnya istilah ini digunakan untuk
mendeskripsikan orang tanpa kekayaan; istilah ini biasanya digunakan
untuk menghina. Di Eropa, khususnya saat sebelum Revolusi Perancis
terjadi, jumlah masyarakat ini mendominasi Perancis, namun tidak
memiliki kekuatan. Kekuatan dibawa oleh kaum Bangsawan yang
biasanya juga dianggap sebagai masyarakat pemerintah dan pemegang
kapital bersama kaum Pendeta.
Dalam pemikiran Karl Marx, ini adalah kelas kedua dalam
stratifikasi sosial yang ia ciptakan. Proletar adalah kelas yang menerima
gaji oleh kelas pertama yaitu kelas majikan. Mereka bekerja guna
memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sedang kelas majikan bekerja
dengan mencari untung atau laba.
Dalam kaum proletar, mereka tidak memiliki suasana dan alat
produksi sehingga hanya menjual tenaganya saja untuk memenuhi
kebutuhan serta keberlangsungan hidupnya. Kelas ini sering menjadi
target eksploitasi para majikan yang berorientasi kapitalis. Untuk itu
mereka sering diperas tenaganya dan diberikan gaji yang rendah guna
kepentingan meraup laba sebesar-besarnya. Para proletar ingin hidup
dengan tenang, maka dia yang hidup untuk bekerja akan mengalami
alienasi atau keterasingan. Mereka adalah orang-orang yang tak bisa
menciptakan lapangan kerja sendiri sehingga menumpang pada para
pemodal untuk menciptakan barang dengan nilai lebih. Nilai lebih ini
tercipta dari rumusan nilai barang dikurangi nilai seluruh hasil produksi
dan menciptakan untung. Oleh karena itu, proletar yang kehilangan
kebebasannya akan memprotes tirani kapitalis tersebut dengan
demonstrasi dan hal-hal lain yang diperlukan. Namun para kapitalis
tersebut akan menolaknya. Mereka dipihak pemerintah karena merekalah
yang memberi kekayaan negara, terutama di negara-negara berideologi
liberalisme. Jika pemerintah tidak mengimbangi hak-hak kaum proletar

12
dan mengejar untung dari para majikan tersebut, sebuah gerakan
anarkisme pun terjadi dan mungkin akan menciptakan revolusi. Pasca
revolusi maka terciptalah perubahan dari kapitalisme yang mencekik
menjadi negara sosialis yang mendukung rakyat atau kaum proletar.
Namun, berikut adalah penjelasan yang seharusnya ditindaklanjuti,
dipirkan bahkan direnungkan oleh kaum proletar agar kebebasannya
dapat digunakan sebaik mungkin dalam menjalankan kehidupannya
seperti pada buku 1 bab 1 pokok pembicaraan buku pertama:

“L'homme est né libre, et partout il est dans les fers, Tel se croit le
maître des autres, qui ne laisse pas d'être plus esclave qu'eux."

“Manusia dilahirkan bebas. Kendatipun demikian kita melihat


dimana mereka hidup terbelenggu. Mereka yang merasa bahwa
dirinya adalah pemimpin bagi yang lain, akan berpikir untuk
berhenti agar tidak menjadi budak yang lebih besar dari rakyat
yang diperintahnya.”

Dapat dikatakan bahwa kelas sosial dilatar belakangi oleh


keinginan, hasrat untuk berkuasa; menguasai atau mengepalai rakyat
kalangan bawah agar dirinya tidak menjadi budak oleh kelas yang lebih
diatasnya lagi.
Namun begitu, muncul sebuah model kelas masyarakat baru yang
akan didirikan oleh kelas proletar dan bukan bercirikan sistem kelas
sosial feudalisme dan kapitalisme seperti dalam wujud sebelumnya.
Melainkan sebaliknya, suatu Masyarakat tanpa kelas.

13
3.2.3 Masyarakat tanpa kelas
Masyarakat tanpa kelas (classless) merupakan sebuah model kelas
tanpa memandang dari segi golongan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan
dan lain-lain. Kelas ini tercipta karena adanya keinginan persamaan
ataupun kesetaraan dalam ruang lingkup masyarakat sehingga mendapat
pengakuan dan perlakuan yang adil tanpa memandang berasal dari
kalangan apa.
Masyarakat tanpa kelas ini diciptakan oleh kaum proletar yang
berinisiatif untuk melakukan perubahan sosial dan sistem maupun tata
cara dalam pergaulan dan kehidupan sosial. Selain itu, kebebasan yang
diciptakan oleh kelas buruh hanya diimplementasikan untuk
menghapuskan semua kelas masyarakat. Masyarakat tanpa kelas
(classless) yang diperjuangkan oleh mereka merupakan titik permulaan
kepada lenyapnya jurang pemisah antara kelas masyarakat dan kuasa
pengeluaran akan jatuh ke tangan rakyat. Oleh yang demikian, sistem
kekuasaan tersebut tidak lagi berfungsi sebagai alat penindasan terhadap
masyarakat (McLellan 1977: 341). Sementara itu, permusuhan dan
persengketaan antara kelas bourgeois dan proletariat hanya disifatkan
sebagai perjuangan satu kelas menentang satu kelas yang lain hingga
membawa kepada highest expression of total revolution.
Masyarakat tanpa kelas dapat dilakukan oleh rakyat lewat
penyuaraannya terhadap pemerintah ataupun monarki. Seperti yang
tertera lewat pernyataan buku 4 bab 2 tentang suara:

“Plus le concert règne dans les assemblées, c'est-à-dire plus les


avis approchent de l'unanimité, plus aussi la volonté générale est
dominante; mais les longs débats, lès dissensions, le tumulte,
annoncent l'ascendant des intérêts particuliers et le déclin de
l'État.”

14
“Dalam perbandingan pada derajat persesuaian yang berlaku
dalam majelis yaitu semakin opini mendekati kebulatan suara,
kehendak umum akan semakin dominan; sementara kegaduhan,
percekcokan dan perdebatan yang berkepanjangan mewarnai
pengaruh kekuasaan kepentingan pribadi dan situasi Negara yang
sedang menurun.” (hal.92)

Perbudakan
Bukti-bukti keberadaan perbudakan sudah ada sebelum tulis-menulis, dan
telah ada dalam berbagai kebudayaan. Kuburan prasejarah di Mesir Bawah sejak
8000 SM menunjukkan bahwa suatu masyarakat Lybia telah memperbudak suatu
suku. Pada catatan terawal perbudakan sudah dianggap sebagai institusi yang
mapan. Kode Hammurabi (sekitar 1760 SM) contohnya, menyatakan bahwa
hukuman mati dijatuhkan bagi siapa saja yang membantu seorang budak
melarikan diri sebagaimana orang yang menyembunyikanseorang buronan.
Perbudakan dikenal hampir dalam semua peradaban dan masyarakat kuno,
termasuk Sumeria, Mesir Kuno,Tiongkok Kuno, Imperium Akkad, Asiria, India
Kuno,Yunani Kuno, Kekaisaran Romawi, Khilafah Islam, orang Ibrani di
Palestina dan masyarakat-masyarakat sebelum Columbus di Amerika. Institusi
tersebut berupagabungan dari perbudakan-hutang, hukuman atas kejahatan,
perbudakan terhadap tawanan perang, penelantaran anak, dan lahirnya anak dari
rahim seorang budak.
Perbudakan adalah suatu kondisi di saat terjadi pengontrolan terhadap
seseorang oleh orang lain. Perbudakan biasanya terjadi untuk memenuhi
keperluan akan buruh atau kegiatan seksual. Orang yang dikontrol disebut dengan
budak. Para budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan,
bekerja tanpa gaji dan tidak mempunyai hak asasi manusia. Kaum budak tersebut
merupakan kelompok yang dapat dibilang tertindas dan termarginalkan posisinya,
namun dibutuhkan hanya sebagai alat tanpa ‘dihargai’ sama sekali.
Dalam konteks Du Contrat Social, dijelaskan bahwa perbudakan
merupakan suatu tindakan pengorbanan kebebasan dari seseorang atau kelompok

15
manusia yang rela untuk menjadi budak bagi tuannya. Mengapa seluruh penduduk
tidak dapat pula mengorbankan kebebasannya untuk menjadi hamba seorang raja?
‘Hamba’ disini menjelaskan identitas sosial atau kalangan yang lebih baik dari
seorang budak bagi suatu sistem kerajaan atau monarki. Sebab, jika ‘budak’
merupakah golongan pesuruh kelas paling bawah, maka ‘hamba’ setidaknya
merupakan golongan atau kelas yang lebih tinggi dari budak dan secara identitas
lebih diakui atau dianggap. Selain itu, menjadi seorang hamba berarti
memindahkan kebebasannya dalam suatu bentuk ‘memberi atau menjual dirinya’
paling tidak untuk sekedar mencari nafkah hidupnya. Namun pada kenyataannya,
kita akan dilogiskan pada suatu hal bahwa: untuk apa kita melakukan itu semua?
‘Menjual diri’ hanya untuk sebagai budak tuannya? Sedangkan apa yang dapat
sang tuan atau rajanya berikan kepada seorang budak setelah kesetiannya dalam
melayani tuannya. Hanyalah bentuk ketiada penghargaannya kecuali akan
langsung dibuang atau dimanfaatkan selama masih dibutuhkan. Adapun kutipan
mengenai perbudakan pada buku 1 bab 4 perbudakan:

“Bien loin qu'un roi fournisse à ses sujets leur subsistance, il ne tire la
sienne que d'eux ; et, selon Rabelais, un roi ne vit pas de peu. Les sujets
donnent donc leur personne, à condition qu'on prendra aussi leur bien ? Je
ne vois pas ce qu'il leur reste à conserver.”

“Sampai sekarang, seorang raja bukannya melengkapi hambanya dengan


nafkah hidupnya (subsistence), tetapi sebaliknya ia mendapatkan nafkah
hidupnya justru dari hambanya. Menurut Rabelais, penghidupan seorang
raja tidaklah kecil. Apakah si hamba memberikan dirinya dengan syarat
bahwa sang pangeran atau raja bersedia pula dengan ramah-tamah
menerima harta kekayaan milik hambanya? Setelah memberikan upeti
semacam itu, jelas bagi si hamba bahwa pada dirinya tidak lagi ada sesuatu
sedikitpun yang tertinggal bagi keperluan hidupnya.” (hal.9)

16
Aristoteles telah menegaskan bahwa:

“Manusia itu secara alami mempunyai nasib yang tidak sama: sebagian
dilahirkan untuk menjadi budak dan sebagian lainnya untuk berkuasa.”

Aristoteles benar, tetapi ia melakukan kesalahan ketika memandang akibat


sebagai sebab. Tidak ada yang lebih pasti, bahwa semua orang yang dilahirkan
dalam perbudakan adalah dilahirkan hanya untuk menjadi budak pula. Para budak
telah demikian direndahkan martabatnya oleh belenggu yang mengikat mereka.
Keadaan semacam ini menyebabkan mereka kehilangan semangat untuk
mematahkan belenggu itu. mereka bahkan lebih menyukai perhambaan, seperti
halnya para rekan Ulyses yang lebih menyukai perilaku kasar. Apabila ada
beberapa budak alami, sebab pokoknya ialah manusia dijadikan budak untuk
melawan alam. Kekuatanlah yang telah menciptakan perbudakan yang pertama
dengan jalan merendahkan serta menyalahgunakan para korbannya, dan
mengabadikan belenggu mereka.

Penguasa
Penguasa adalah gelar yang diberikan bagi orang yang menguasai; orang
yang berkuasa untuk menyelenggarakan sesuatu, memerintah suatu kaum, sistem
pemerintahan di suatu wilayah dan negara.
Penguasa dan pemerintah jelaslah bukan dua hal yang sama. Jika penguasa
lebih identik dengan kepentingannya sendiri, sedangkan pemerintah adalah alat
untuk mengatur negara berdasarkan kepentingan umum (rakyat). Penguasa tidak
bisa mengurus urusan tertentu yang membuatnya bertindak untuk kehendak
tertentu bukan kehendak umum. Seperti ditulis pada buku 1 bab 7 penguasa:

“Mais le corps politique ou le souverain, ne tirant son être que de la


sainteté du contrat, ne peut jamais s'obliger, même envers autrui, à rien qui
déroge à cet acte primitif, comme d'aliéner quelque portion de lui-même, ou

17
de se soumettre à un autre souverain. Violer l'acte par lequel il existe, serait
s'anéantir; et qui n'est rien ne produit rien.”

“Negara hukum atau penguasa yang memperoleh eksistensinya dari


kekeramatan kontrak, tidak mungkin mengikat dirinya sendiri; bahkan
dengan pihak luar sekalipun tentang segala sesuatu yang akan mengurangi
arti tindakannya yang asli (original), seperti memindahkan begiannya
sendiri atau menyerah pada penguasa lainnya. Melanggar kontrak dimana
dirnya beerada dalamnya, hanya berarti akan menghapuskan atau
meniadakan keberadaan dirinya. Siapa pun yang tidak berada di dalamnya
pasti tidak menghasilkan sesuatu.” (hal.17)

Pemerintahan
Pemerintahan adalah proses atau cara pemerintah memegang wewenang
ekonomi, politik, sosial guna mengelola urusan-urusan negara untuk kesejahteraan
masyarakat.
Rousseau menyatakan bahwa pemerintahan apapun, dalam bentuk apapun,
harus dipisah menjadi dua. Yaitu antara Penguasa (yang menurut Rousseau harus
meliputi seluruh penduduk) yang mewakili kehendak umum harus ada dan
merupakan kekuatan legislatif di Negara dan Pemerintahan yang terpisah dari
penguasa. Pemisahan ini harus dilakukan karena penguasa tidak bisa mengurus
urusan tertentu (yang membuatnya bertindak untuk kehendak tertentu bukan
kehendak umum), seperti penerapan hukum. Maka pemerintahan harus terpisah
dari tubuh penguasa. Hal ini ditulis oleh pengarang pada buku 3 bab 1 pemerintah
pada umumnya:

“Toute action libre a deux causes qui concourent à la produire : l'une


morale, savoir : la volonté qui détermine l'acte ; l'autre physique, savoir : la
puissance qui l'exécute.”

18
“Setiap tindakan yang bebas harus dihasilkan oleh persaingan dua sebab,
yaitu: yang satu adalah moral, kehendak yang harus memutuskan tindakan
itu; dan yang lain adala fisik. Kekuasaan yang harus melaksanakannya.”
(hal.49)

Negara hukum mempunyai kekuatan gerak yang sama, dan kita menemukan
hal yang sama di dalamnya seperti yang terdapat dalam tubuh alami, yaitu
kekuatan dan kehendak; dan yang terakhir dibedakan dengan nama “kekuasaan
legislatif” dan yang terdahulu dengan “kekuasaan eksekutif”. Tidak satu pun yang
akan dikerjakan dan akan dilakukan tanpa persaingan kedua kekuasaan ini.
Kekuasaan legislatif adalah milik rakyat, dan hanya dapat dimiliki oleh
lembaga itu. karena dasar sudah ditetapkan, maka sebaliknya mudah dilihat bahwa
kekuasaan eksekutif tidak bisa menjadi kekuatan umum sebagaimana pembuat
undang-undang atau penguasa.

Rakyat
Rakyat adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari suatu
pemerintahan. Bahkan, Presiden pertama Amerika Serikat, Abraham Lincoln,
menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem
pemerintahan demokrasinya:

“Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” (Lincoln)

Dalam suatu negara, maka rakyatlah yang seharusnya paling dipentingkan


atau diutamakan diluar daripada kepentingan penguasa. Sebab, segala sesuatu
berasal dari rakyat. Bahkan sebenarnya yang menggaji pemerintah maupun
penguasa sekalipun adalah rakyat sendiri. Maka seharusnya, hal itu dilakukan
sebaik mungkin oleh pemerintahan suatu negara agar kembali kepada rakyat
dengan kepuasan melalui kesejahteraan rakyat. Seperti yang diungkapkan
Rousseau pada buku 2 bab 10 tentang rakyat (lanjutan):

19
“À ces conditions pour instituer un peuple, il en faut ajouter une qui ne peut
suppléer à nulle autre, mais sans laquelle elles sont toutes inutiles: c'est
qu'on jouisse de l'abondance et de la paix.”

“Untuk menengakkan kondisi suatu rakyat, kita masih harus menambahkan


satu hal lagi yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan, yaitu:
kegembiraan menikmati perdamaian dengan kehidupan yang serba
melimpah. Tanpa ini, maka yang lainnya tidak lagi ada pengaruhnya.”
(hal.43-44)

20
BAB IV
KESIMPULAN

Kontrak sosial merupakan suatu penafsiran tentang perilaku politik yang


menjadi patokan kitab injil ilmu politik dewasa ini. Ia bertanggungjawab akan
banyaknya keupacaraan dalam ilmu politik modern dan juga bagi perkembangan
moral serta intelektual. Kontrak sosial merupakan kitab injil sekuler: Doktrin
bahwa rakyat menempati kedudukan tertinggi ‘Memaksa orang untuk bebas’,
‘Menemukan sikap politik kita sendiri’.
Novel ini adalah sumber utama bagi doktrin kedaulatan dimana dewasa ini
masalah kedaulatan lebih dari hanya sebagai pernyataan tentang fakta atau
cita-cita yang menghubungkan program politik dengan “Rakyat” yang tanpa itu
kegiatan politk tidak dapat dilakukan.
Berdasarkan tinjauan historis dalam novel Du Contrat Social, perbedaan
kelas sosial sangatlah terlihat pada abad pertengahan di Perancis baik sebelum
revolusi maupun setelah revolusi. Khususnya antara rakyat dan penguasa dimana
rakyat (kelas bawah) lebih dominan disana namun tidak memiliki kekuatan untuk
melawan karena masih membutuhkan perlindungan atas keberlangsungan
hidupnya. Dalm hal ini, selain terdapat pemisahan kelas atau perbedaan golongan
sosial, juga terdapat konflik sosial yang mewarnai lika-liku perjalanan seorang
Rousseau dalam menelaah apa yang terjadi disuatu negara antara rakyat dan
penguasa sedangkan hal itu berbanding terbalik dengan negaranya yang memiliki
tatakrama dalam kesederhanaan dan ketenagan, yaitu kota aslinya, Jenewa.
Di kota Paris, semakin banyak ia menemukan formalitas penuh dengan
tatakrama salon kota paris yang dirasakannya sebagai sesuatu yang menindas
dirinya. Adapun kebebasan kehidupan kota Paris tampak tidak bermoral bagi
seseorang yang dibesarkan dalam kesederhanaan Geneva yang beragama
Calvanis.
Adapaun teori yang digunakan dalam analisis novel Du Contrat Social,
yaitu teori konflik kelas Karl Marx untuk memperkuat ide, konsep, gagasan dan
pikiran dari Penulis mengenai latar belakang perbedaan kelas sosial, tokoh kelas

21
atas dan kelas bawah, alasan-alasan dibalik itu semua serta konflik sosial yang
terjadi. Kembali pada hakikatnya, seperti yang dikatakan Rousseau, “Manusia
dilahirkan bebas.” Maka tidaklah masuk akal apabila manusia menyerahkan
kebebasannya untuk perbudakan. Dan untuk memperoleh kembali kebebasannya,
sudah tentu rakyat pun boleh menggunakan hak yang sama yang dahulu dipakai
untuk mencabut kebebasan itu dari tangan mereka. Kebebasan itu dibenarkan
untuk dikembalikan kepada rakyat, atau kebebasan itu dibenarkan untuk direnggut
dari tangan rakyat.

4.1 Saran
Analisis ini masih menyisakan pertanyaan seputar pengaruh dari novel Du
Contrat Social terhadap masyarakat dan golongan atas (Borjuis) setelah terjadinya
pertentangan atas kaum-kaum yang tertindas (proletar) apakah penggolongan
kelas pada zaman sekarang sudah tidak terjadi lagi setelah adanya revolusi atas
konflik pertentangan kelas sosial, kekuasaan politik maupun kedaulatan? Dengan
demikian, Penulis memerlukan ulasan lebih lanjut mengenai pengaruh dari novel
Du Contrat Social dan hal apa yang melatarbelakangi konflik sulit dikendalikan
dan tidak terjadi lagi pebedaan maupun penggolongan kelas kasta maupun sosial.

22
Daftar Pustaka

Rousseau, Jean Jacques. 1986. Kontrak Sosial (edisi terjemahan oleh Sumardjo).
Jakarta: Erlangga.

Rousseau, Jean Jacques. 1762. Du Contrat Social. Paris: Union Générale


d’Éditions.

Setiawan, Diyon Iskandar. 2014. “Wacana Sekularisme dalam Drama Dom Juan
Karya Molière: Analisis Wacana Kritis”. Skripsi. Sastra Prancis Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Wibowo, Anton Setyo. 2010. “Konflik Sosial dan Politik dalam Novel Tanah Api
Karya S.JAI”. Skripsi. Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang.

Sumber Internet:

https://id.wikipedia.org/wiki/Du_contrat_social diakses pada 05 Desember 2016.

https://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Jacques_Rousseau diunduh pada 02 Januari


2017.

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik diunduh pada 07 Desember 2016.

https://www.academia.edu/9642760/Teori_Konflik_Karl_Max diunduh pada


tanggal 10 Desember 2016.

http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-sastra-abad-pertengahan-500-1700/
diakses pada 05 Januari 2017.

23
Lampiran-Lampiran

Sinopsis

Du Contrat Social (1762) adalah novel yang terbit di kota Paris, Perancis
diciptakan oleh seorang tokoh filsafat besar, penulis sekaligus komposer bernama
Jean Jacques Rousseau (1712).
Novel ini merupakan sebuah karya sastra beraliran filsafat paling populer
di dunia. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk menentukan apakah kekuasaan
politik yang resmi itu bisa ada atau tidak. Untuk menggapai lebih banyak hal dan
meninggalkan keadaan alam, manusia harus masuk ke dalam kontrak sosial
dengan orang lain. Dalam kontrak tersebut, semuanya bebas karena mereka
melepaskan kebebasan yang setara dengan kewajiban yang dikenakan kepada
semuanya. Rousseau juga menyatakan bahwa tidaklah masuk akal apabila
manusia menyerahkan kebebasannya untuk perbudakan; dan maka peserta kontrak
haruslah bebas. Lebih jauh lagi, meskipun kontrak menghasilkan hukum baru,
terutama yang menjaga dan mengatur properti, seseorang dapat keluar dari
kontrak kapan saja (kecuali pada saat genting, karena ini adalah desersi), dan
sekali lagi bebas seperti saat ia lahir.
Rousseau menyatakan bahwa pemerintahan apapun, dalam bentuk apapun,
harus dipisah menjadi dua. Penguasa (yang menurut Rousseau harus meliputi
seluruh penduduk) yang mewakili kehendak umum harus ada dan merupakan
kekuatan legislatif di negara. Pembagian kedua adalah pemerintahan yang terpisah
dari penguasa. Pemisahan ini harus dilakukan karena penguasa tidak bisa
mengurus urusan tertentu (yang membuatnya bertindak untuk kehendak tertentu
bukan kehendak umum), seperti penerapan hukum. Maka pemerintahan harus
terpisah dari tubuh penguasa.
Penulis mengaku bahwa besar wilayah yang diperintah seringkali
menentukan sifat pemerintahan. Menurut Rousseau, semakin besar suatu wilayah,
semakin besar kekuatan yang harus dimiliki pemerintah untuk mengatur
penduduk. Baginya pemerintah monarki memunyai kekuatan terbesar karena

24
hanya menggunakan sedikit kekuatan untuk dirinya sendiri, sementara itu menurut
Rousseau demokrasilah yang terlemah. Secara umum, semakin besar birokrasi,
semakin besar kekuatan yang diperlukan untuk mendisiplinkan pemerintahan.
Biasanya hubungan ini mengharuskan negara menjadi aristokrasi atau monarki.
Penting untuk dicatat bahwa saat Rousseau berbicara tentang aristokrasi atau
monarki, bukan berarti bahwa sistem-sistem tersebut bukanlah demokrasi seperti
sekarang - aristokrat atau penguasa monarki dapat dipilih, seperti kabinet atau
presiden sekarang; sementara itu, ketika Rousseau memakai kata demokrasi, ia
merujuk ke demokrasi langsung daripada demokrasi representatif seperti negara-
negara demokratik sekarang. Di antara ini semua, Rousseau berargumen bahwa,
seperti Jenewa yang merupakan tempat kelahirannya, negara-kota kecil
merupakan bentuk negara yang paling baik dalam menumbuhkan kebebasan.
Untuk negara yang cukup besar sehingga memerlukan perantara antara rakyat dan
pemerintah, aristokrasi terpilih mungkin lebih baik, dan di negara yang sangat
besar penguasa monarki yang penuh kebajikan yang cocok; namun penguasa
monarki agar sah harus menjadi bawahan regnum legis.

25
Biografi Pengarang
Jean Jacques Rousseau lahir di Jenewa, Swiss pada tanggal 28 Juni 1712
dan meninggal di Ermenonville, Oise, Perancis pada tanggal 02 Juli 1778 pada
umur 66 tahun. Ia adalah seorang tokoh filosofi besar, penulis dan komposer pada
abad pencerahan. Pemikiran filosofinya memengaruhi revolusi Prancis,
perkembangan politika modern dan dasar pemikiran edukasi. Karya novelnya,
Emile, atau On Education yang dinilai merupakan karyanya yang terpenting
adalah tulisan kunci pada pokok pendidikan kewarganegaraan yang seutuhnya.
Julie, ou la nouvelle Héloïse, novel sentimental tulisannya adalah karya penting
yang mendorong pengembangan era pre-romanticism dan romanticism di bidang
tulisan fiksi.
Karya autobiografi Rousseau adalah: 'Confession', yang menginisiasi bentuk
tulisan autobiografi modern, dan Reveries of a Solitary Walker (seiring dengan
karya Lessing and Goethe in German dan Richardson and Sterne in English),
adalah contoh utama gerakan akhir abad ke 18 "Age of Sensibility", yang
memfokus pada masalah subjectivitas dan introspeksi yang mengkarakterisasi era
modern. Rousseau juga menulis dua drama dan dua opera dan menyumbangkan
kontribusi penting dibidang musik sebagai teorist. Pada periode revolusi Prancis,
Rousseau adalah filsafat terpopuler di antara anggota Jacobin Club. Dia
dimasukan sebagai pahlawan nasional di Panthéon Paris, pada tahun 1794, enam
belas tahun setelah kematiannya.

26

You might also like