Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Dwi Wicaksono
Narasumber:
dr. M. Sidik, SpM (K)
Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab kebutaan paling sering yang
ditemukan pada usia 20 sampai 74 tahun dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan ciri hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan proses kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Diabetes Mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar
jaringan di mata, antara lain kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf
optik, dan retinopati. Retinopati diabetik adalah perubahan yang paling banyak
menyebabkan kebutaan, hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien
diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari
diabetes.1
Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
dibanding nondiabetes sehingga sebaiknya retinopati diabetik didiagnosis secara dini.
Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan menjadi retinopati diabetik non proliferatif
dan retinopati diabetik proliferatif. Stadium non proliferatif adalah stadium dini yang
dapat diterapi dengan lebih baik dan memiliki peluang kesembuhan lebih tinggi,
sedangkan stadium proliferatif lebih berpeluang besar untuk terjadi kebutaan. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati
diabetik non proliferatif oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat
awam agar lebih peduli dan memeriksakan diri secara teratur ke dokter bila ada keluhan
meskipun masih ringan.1,2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien :
Nama : Tn. S
Tanggal Lahir : 6 Februari 1969 (44 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang ojek
Pendidikan : Lulus SMP
Alamat : Jl. Raya Muhtar, Sawangan, Depok
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Jaminan : Jamkesda
Keluhan Utama :
Mata kanan buram perlahan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum : Kompos mentis, tampak sakit ringan
Tanda vital:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit, reguler, abdominotorakal, kedalaman
cukup
Suhu : afebris
Pemeriksaan Oftalmologis
OD OS
6/20 cc dengan pinhole Visus 6/7,5 cc dengan pinhole tidak
tidak membaik membaik
Orthophoria, gerakan baik ke Pergerakan Orthophoria, gerakan baik ke
segala arah dan segala arah
kedudukan
bola mata
Edema (-), spasme (-) , Palpebra Edema (-), spasme (-) ,
enteropion (-), eksteropion (- enteropion (-), eksteropion (-),
), trikiasis (-) trikiasis (-)
Injeksi konjungtiva (-), Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-), injeksi
injeksi silier (-), edema (-) silier (-), edema (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam BMD Dalam
Warna cokelat, kripte (+), Iris Warna cokelat, kripte (+),
sinekia (-) sinekia (-)
Bulat, sentral, 3 mm, RCL +, Pupil Bulat, sentral, 3 mm, RCL +,
RCTL +, RAPD grade 1 RCTL +
Keruh Lensa Keruh
Strands (+) Badan kaca Strands (+)
Refleks Fundus (+), Papil Funduskopi Refleks Fundus (+), Papil bulat,
bulat, batas tegas, CDR 0,3- batas tegas, CDR 0,3-0,4, a/v
0,4, a/v 2/3, eksudat (+) di 2/3, eksudat (+) di makula,
makula, edema makula edema makula
12 mmHg Tonometri 13,9 mmHg
Schiotz
Lapang pandang pasien sama Konfrontasi Lapang pandang pasien sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa
Pada pemeriksaan foto fundus mata kanan, refleks fundus +, papil bulat, batas tegas,
CDR 0,3 0,4, a/v 2/3, didapatkan eksudat pada daerah makula, temporal pada arah
jam 10 dan 8. Selain itu didapatkan pula edema makula dan neovaskularisasi pada
daerah diskus (NVD). Terdapat pula perdarahan vitreus dan perdarahan intraretinal.
Pada pemeriksaan foto fundus mata kiri, refleks fundus +, papil bulat, batas tegas,
CDR 0,3, a/v 2/3, didapatkan eksudat pada daerah makula, menyebar pada temporal.
Selain itu didapatkan pula edema makula dan neovaskularisasi. Pada bagian temporal
bawah terlihat makulopati fokal (seperti cincin). Terdapat gambaran perdarahan
intraretina.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Hb: 12,1 g/dL
Ht: 35,9 %
Leukosit: 11.180/uL
Trombosit: 334.000/uL
BT: 3,30 menit
CT: 12,30 menit
PT: 12,6 detik
APTT: 40,7 detik
Na: 139 mEq/L
K: 4,79 mEq/L
Cl: 102,2 mEq/L
SGOT: 15 U/L
SGPT: 16 U/L
Ureum: 59 mg/dL
Kreatinin: 2 mg/dL
GDP: 128 mg/dL
GD 2 jam PP: 154 mg/dL
Diagnosis
1. Retinopati diabetik proliferatif dan edema makula kedua mata
2. DM tipe 2 normoweight, gula darah terkontrol
3. Hipertensi grade 1
4. CKD stage 3
Perencanaan :
Pasien dirujuk ke RSCM dengan rencana:
- Scleral buckle + vitrektomi + endolaser + silicone oil mata kanan dalam narkose.
- Pemeriksaan GDS
- Tatalaksana DM tipe 2 dengan Glucoidon 1x30 mg
- Tatalaksana hipertensi grade 1 dengan Amlodipin 1x10 mg
Prognosis
OD
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam
OS
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Retina
Retina merupakan jaringan saraf yang semitransparan, terdiri dari sepuluh lapis
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi
ora serata.3 Pada proses embriologi, retina dibentuk dari lapisan neuroektoderm, berasal
dari proensefalon. Awalnya terbentuk vesikel optik kemudian berinvaginasi
membentuk optic cup. Pada proses selanjutnya, bagian dinding luar akan membentuk
epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk lapisan retina lainnya. Retina
akan terus melekat dengan proensefalon melalui traktus retinohipotalamikus.3,4,5
Retina menerima darah dari arteri retina sentralis yang merupakan cabang dari
arteri oftalmika dan khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch. Arteri
retina sentralis memperdarahi dua pertiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran
limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan
retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari
pembuluh darah di koroid. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan
sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina
mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang
irreversibel.3,4
Untuk melihat fungsi retina dilakukan pemeriksaan subyektif seperti tajam
penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandang, sedangkan pemeriksaan obyektif
antara lain elektroretinogram (ERG), elektrookulogram (EOG), dan visual evoked
response (VER). Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan
retina adalah pemeriksaan funduskopi.4
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita Diabetes Mellitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang, tetapi
melalui proses degenerasi kronis. Retinopati ini berupa aneurisma, melebarnya vena,
pendarahan, dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini dapat dideteksi
adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.3
Gejala Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatik untuk jangka waktu yang lama, hanya
pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan makula atau pendarahan vitreus maka
pasien akan menderita penurunan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati
diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif.1
Gejala subyektif yang dapat dirasakan antara lain:
- Kesulitan membaca
- Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
- Penglihatan ganda
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala obyektif pada retina yang dapat dilihat antara lain:
- Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan inti dalam dan
merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa
titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior.1,2,6
-
- Perdarahan retina, terdiri dari perdarahan pada lapisan serat saraf, intraretina, dan
infark pada retina.6
- Eksudat pada retina terdiri dari hard dan soft. Hard exudate merupakan infiltrasi
lipid ke dalam retina. Gambaran yang terlihat khas yaitu iregular, kekuning-
kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.3,6
Soft exudate yang sering disebut cotton wool spot merupakan tanda iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.3,6
- Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macular edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan inti dalam.
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinis yang
dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan
bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada
waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan
edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan
vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema makula, dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik
anterior.1,2,6 Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu:
- scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya
pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
makula untuk menyusutkan neovaskular.6,7
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus pasca fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,7
6. Scleral buckling
Apabila terdapat komplikasi ablasio retina, maka dilakukan scleral buckling, dengan
intraocular silicone oil tamponade.8
Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi pada iris awalnya terjadi
dari tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membran fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat tekanan intraokular yang
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membran fibrovaskular ini
kontraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat
tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis
iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis
pada pasien retinopati diabetik dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden
terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan
pertama setelah dilakukan operasi.1,7,8
2. Glaukoma neovaskuler
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskuler pada permukaan
iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan
sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat tekanan intraokular meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.7,8
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan
cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.8
Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
retinopati hipertensi.1 Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-
shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.6
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology8
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire
arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
III
Stadium Stadium III + papilledema
IV
Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional
dan edema makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi
optimum.1,6,8
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien laki-laki 44 tahun datang dengan keluhan mata kanan
buram perlahan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan keluhan utama
ini dapat dikategorikan sebagai mata tenang visus turun perlahan. Berdasarkan keluhan
utama tersebut dapat dipikirkan diagnosis banding antara lain: katarak, glaukoma
kronik, retinopati diabetik, retinopati hipertensi, retinopati leukemia, dan retinopati
pigmentosa.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien merasa ada bintik-bintik hitam berjalan
seperti semut (floaters) dan kilatan cahaya (fotopsia) pada mata kanan yang
menandakan kemungkinan adanya proses retinal break karena adanya traksi yang
menyebabkan lepasnya retina. Bukti dari floaters adalah ditemukannya strands pada
badan kaca. Floaters dapat pula muncul pada tahap lanjut retinopati diabetik.
Neovaskularisasi yang terbentuk dapat berproliferasi ke permukaan posterior vitreous,
bersifat rapuh dan mudah robek sehingga perdarahan viterous dan visus dapat turun
mendadak, selain itu dapat menyebabkan traksi vitreoretina yang menyebabkan ablasio
retina baik progresif maupun regmentosa. Pada ablasio retina, tajam penglihatan turun
secara mendadak. Kemungkinan proses ini masih ringan sehingga yang dialami pasien
adalah mata kabur. Ablasio retina dapat pula merupakan komplikasi akibat retinopati
diabetik proliferatif.
Pasien didiagnosis DM dan hipertensi sejak 4 bulan lalu, sehingga kemungkinan
retinopati diabetik dan hipertensif juga dapat dipikirkan. Pada kasus retinopati diabetik,
gejala subyektif yang dapat dilihat antara lain:
- Kesulitan membaca
- Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
- Penglihatan ganda
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Pada pasien ini terdapat kesulitan membaca, penglihatan kabur, penglihatan
menurun, dan melihat cahaya. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan visus mata
kanan 6/20 dan kiri 6/7,5, tidak maju dengan pinhole. Pasien biasa menggunakan
kacamata -1,25 dan +0,5 untuk mata kanan, -0,75 dan +0,5 untuk mata kiri.
Pada kasus retinopati diabetik, gejala obyektif yang dapat dilihat antara lain:
mikroaneurisma, eksudat, edema makula, makulopati fokal, cotton wool spot,
perubahan pada pembuluh darah (dilatasi vena). Pada pasien ini ditemukan eksudat,
edema makula, perdarahan vitreus, NVD, dan makukopati fokal. Penyakit saraf optik
dipikirkan karena pada pemeriksaan terdapat relatif afferent pupillary defect grade 1.
Pada pemeriksaan tonometri, tekanan kedua bola mata normal sehingga glaukoma
kronik dapat disingkirkan.
Kondisi hipertensi yang dialami oleh pasien juga menjadi pertimbangan dalam
memikirkan retinopati hipertensi, akan tetapi perbandingan arteri dan vena masih 2
berbanding 3 sehingga menurut klasifikasi Scheie masih dalam stadium 0. Selain itu
juga tidak ditemukan perdarahan flame shape, tidak ada penebalan arteri (copper wire),
dan tekanan darah masih dalam kategori terkontrol.
Pada pasien ini, retinopati diabetik yang dialami sudah berada pada tahap
proliferatif. Pada retinopati diabetik proliferatif, ditemukan mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, dan terutama neovaskularisasi retina disertai jaringan
proliferasi di retina atau badan kaca. Pada pasien ini terdapat neovaskularisasi yang
merupakan ciri khas terjadinya stadium proliferatif.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien adalah scleral buckle, vitrektomi,
endolaser, dan silicone oil. Scleral buckle biasanya dilakukan pada kasus ablasio retina.
Vitrektomi rutin dilakukan pada kasus retinopati diabetik. Endolaser dilakukan untuk
fotokoagulasi panretinal pada kasus retinopati diabetik. Silicone oil dilakukan untuk
menjaga retina pada tempatnya pasca operasi. Selain itu, kontrol metabolik yaitu
pemantauan gula darah dan tekanan darah juga harus dilakukan agar tidak terjadi
perburukan progresi penyakit dan pasca operasi.
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam karena tidak mengancam nyawa.
Prognosis ad functionam adalah dubia ad malam karena dapat menyebabkan kebutaan.
Prognosis ad sanactionam adalah dubia ad malam, karena berpotensial untuk kambuh
kembali karena ada faktor risiko dari diabetes mellitus dan hipertensi yang dialami
pasien. Jika pasien ini menyadari bahwa penurunan tajam penglihatannya sebelum 4
bulan terakhir dan sering memeriksakan diri ke dokter, maka prognosis akan lebih baik
karena semakin cepat terdeteksi, semakin besar kemungkinan penatalaksanaan
terbaiknya.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 44 tahun datang dengan keluhan mata kanan buram
perlahan sejak 4 bulan SMRS. Ditemukan gejala floaters dan fotopsia yang
menunjukkan kemungkinan terjadi ablasio retina. Pada pemeriksaan funduskopi
ditemukan adanya neovaskularisasi (NVD), edema makula, perdarahan vitreus, eksudat,
dan makulopati fokal. Pasien ini memiliki faktor risiko DM dan hipertensi yang baru
terdeteksi sejak 4 bulan lalu. Diagnosis pada pasien adalah retinopati diabetik
proliferatif dan edema makula kedua mata. Direncanakan tindakan laser dan bedah
lainnya seperti scleral buckle, vitrektomi, endolaser, dan silicone oil mata kanan dalam
narkose.
Daftar Pustaka
1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata
KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1857, 1889-93.
2. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras
Diabetes Research Foundation & Dr Mohans Diabetes Specialities Centre,
Chennai, India. Indian J Med Res 125. March 2007; 297-310.
3. Riordan-Eva P, Whitcer JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed.
McGraw-Hill. 2007. [e-book]
4. Joussen A.M. Retinal Vascular Disease. New York: Springer. 2007; 3-5, 66-70,
129-32, ,228-31, 309, 291-331.
5. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York :Thieme;
2000; 299-301, 314-18.
6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology: a systematic approach. 7th ed.
China: Elsevier. 2011. [e-book]
7. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council. 2008; 26-
31,44-47,96-104.
8. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter
5.Singapore: American Academy of Ophtalmology. 2008; 107-28.