You are on page 1of 28

MAKALAH PRESENTASI KASUS

RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF

Oleh:
Dwi Wicaksono

Narasumber:
dr. M. Sidik, SpM (K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab kebutaan paling sering yang
ditemukan pada usia 20 sampai 74 tahun dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan ciri hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan proses kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Diabetes Mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar
jaringan di mata, antara lain kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf
optik, dan retinopati. Retinopati diabetik adalah perubahan yang paling banyak
menyebabkan kebutaan, hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien
diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari
diabetes.1
Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
dibanding nondiabetes sehingga sebaiknya retinopati diabetik didiagnosis secara dini.
Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan menjadi retinopati diabetik non proliferatif
dan retinopati diabetik proliferatif. Stadium non proliferatif adalah stadium dini yang
dapat diterapi dengan lebih baik dan memiliki peluang kesembuhan lebih tinggi,
sedangkan stadium proliferatif lebih berpeluang besar untuk terjadi kebutaan. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati
diabetik non proliferatif oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat
awam agar lebih peduli dan memeriksakan diri secara teratur ke dokter bila ada keluhan
meskipun masih ringan.1,2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien :
Nama : Tn. S
Tanggal Lahir : 6 Februari 1969 (44 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang ojek
Pendidikan : Lulus SMP
Alamat : Jl. Raya Muhtar, Sawangan, Depok
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Jaminan : Jamkesda

Keluhan Utama :
Mata kanan buram perlahan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh mata kanan buram perlahan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan melihat bintik-bintik hitam berjalan seperti semut dan kilatan
cahaya pada mata kanan. Awalnya pasien masih bisa melihat angka, namun semakin
lama semakin buram dan sulit membaca. Pasien masih bisa melihat cahaya dan
arahnya. Tidak ada riwayat mata merah, nyeri, belekan, atau berair. Pasien berobat ke
RSCM Kirana dan didiagnosis retinopati diabetik proliferatif mata kanan dan edema
makula pada kedua mata. Pasien dirawat di Gedung A lantai 7 dan direncanakan untuk
vitrektomi + scleral buckle + endolaser + silicon oil mata kanan pada hari Senin, 25
Maret 2013. Pasien memiliki riwayat terdiagnosis DM tipe 2 dan hipertensi sejak 4
bulan lalu dan rajin kontrol. Gula darah dan tekanan darah pasien terkontrol. Pasien
biasa menggunakan kacamata -1,25 dan +0,5 untuk mata kanan, -0,75 dan +0,5 untuk
mata kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma, alergi obat, serangan jantung tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat asma, alergi obat, serangan jantung, DM, hipertensi tidak ada.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan :


Pasien bekerja sebagai tukang ojek. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol.
Pembayaran rumah sakit dengan Jamkesda.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum : Kompos mentis, tampak sakit ringan
Tanda vital:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit, reguler, abdominotorakal, kedalaman
cukup
Suhu : afebris

Pemeriksaan Oftalmologis
OD OS
6/20 cc dengan pinhole Visus 6/7,5 cc dengan pinhole tidak
tidak membaik membaik
Orthophoria, gerakan baik ke Pergerakan Orthophoria, gerakan baik ke
segala arah dan segala arah
kedudukan
bola mata
Edema (-), spasme (-) , Palpebra Edema (-), spasme (-) ,
enteropion (-), eksteropion (- enteropion (-), eksteropion (-),
), trikiasis (-) trikiasis (-)
Injeksi konjungtiva (-), Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-), injeksi
injeksi silier (-), edema (-) silier (-), edema (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam BMD Dalam
Warna cokelat, kripte (+), Iris Warna cokelat, kripte (+),
sinekia (-) sinekia (-)
Bulat, sentral, 3 mm, RCL +, Pupil Bulat, sentral, 3 mm, RCL +,
RCTL +, RAPD grade 1 RCTL +
Keruh Lensa Keruh
Strands (+) Badan kaca Strands (+)
Refleks Fundus (+), Papil Funduskopi Refleks Fundus (+), Papil bulat,
bulat, batas tegas, CDR 0,3- batas tegas, CDR 0,3-0,4, a/v
0,4, a/v 2/3, eksudat (+) di 2/3, eksudat (+) di makula,
makula, edema makula edema makula
12 mmHg Tonometri 13,9 mmHg
Schiotz
Lapang pandang pasien sama Konfrontasi Lapang pandang pasien sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa

Pada pemeriksaan foto fundus mata kanan, refleks fundus +, papil bulat, batas tegas,
CDR 0,3 0,4, a/v 2/3, didapatkan eksudat pada daerah makula, temporal pada arah
jam 10 dan 8. Selain itu didapatkan pula edema makula dan neovaskularisasi pada
daerah diskus (NVD). Terdapat pula perdarahan vitreus dan perdarahan intraretinal.

Pada pemeriksaan foto fundus mata kiri, refleks fundus +, papil bulat, batas tegas,
CDR 0,3, a/v 2/3, didapatkan eksudat pada daerah makula, menyebar pada temporal.
Selain itu didapatkan pula edema makula dan neovaskularisasi. Pada bagian temporal
bawah terlihat makulopati fokal (seperti cincin). Terdapat gambaran perdarahan
intraretina.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Hb: 12,1 g/dL
Ht: 35,9 %
Leukosit: 11.180/uL
Trombosit: 334.000/uL
BT: 3,30 menit
CT: 12,30 menit
PT: 12,6 detik
APTT: 40,7 detik
Na: 139 mEq/L
K: 4,79 mEq/L
Cl: 102,2 mEq/L
SGOT: 15 U/L
SGPT: 16 U/L
Ureum: 59 mg/dL
Kreatinin: 2 mg/dL
GDP: 128 mg/dL
GD 2 jam PP: 154 mg/dL

Diagnosis
1. Retinopati diabetik proliferatif dan edema makula kedua mata
2. DM tipe 2 normoweight, gula darah terkontrol
3. Hipertensi grade 1
4. CKD stage 3

Perencanaan :
Pasien dirujuk ke RSCM dengan rencana:
- Scleral buckle + vitrektomi + endolaser + silicone oil mata kanan dalam narkose.
- Pemeriksaan GDS
- Tatalaksana DM tipe 2 dengan Glucoidon 1x30 mg
- Tatalaksana hipertensi grade 1 dengan Amlodipin 1x10 mg

Prognosis
OD
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam

OS
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad malam
Quo Ad Sanactionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Retina
Retina merupakan jaringan saraf yang semitransparan, terdiri dari sepuluh lapis
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi
ora serata.3 Pada proses embriologi, retina dibentuk dari lapisan neuroektoderm, berasal
dari proensefalon. Awalnya terbentuk vesikel optik kemudian berinvaginasi
membentuk optic cup. Pada proses selanjutnya, bagian dinding luar akan membentuk
epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk lapisan retina lainnya. Retina
akan terus melekat dengan proensefalon melalui traktus retinohipotalamikus.3,4,5

Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam antara lain:


1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan sel kerucut merupakan sel
fotosensitif.
3. Membran limitans eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan inti sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinaps
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan lapisan badan sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini memperoleh vaskularisasi dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar
dan sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju nervus optikus
dan terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.3

Retina menerima darah dari arteri retina sentralis yang merupakan cabang dari
arteri oftalmika dan khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch. Arteri
retina sentralis memperdarahi dua pertiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran
limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan
retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari
pembuluh darah di koroid. Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan
sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina
mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang
irreversibel.3,4
Untuk melihat fungsi retina dilakukan pemeriksaan subyektif seperti tajam
penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandang, sedangkan pemeriksaan obyektif
antara lain elektroretinogram (ERG), elektrookulogram (EOG), dan visual evoked
response (VER). Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan
retina adalah pemeriksaan funduskopi.4
Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita Diabetes Mellitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang, tetapi
melalui proses degenerasi kronis. Retinopati ini berupa aneurisma, melebarnya vena,
pendarahan, dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini dapat dideteksi
adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.3

Faktor Risiko Diabetik Retinopati


Faktor risiko pada retinopati diabetik antara lain:
1. Durasi diagnosis DM, pada pasien yang didiagnosis DM sebelum umur 30 tahun,
insiden retinopati diabetik setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun
mencapai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk.
3. Tipe DM, hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol.
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik.
7. Faktor risiko lain meliputi merokok, obesitas, anemia, dan hiperlipidemia.1,6

Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik


Diagnosis retinopati diabetik berdasarkan hasil funduskopi. Pemeriksaan
dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling
dipercaya, namun dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi sering digunakan
sebagai skrining. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan
mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di
retina.1
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS)
membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetik
digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya
ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina, pada tahap awal. Neovaskularisasi
merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel: Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,6,7
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup >
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang
jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang
disertai perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan
pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Hasil funduskopi pada NPDR menunjukkan mikroneurisma, pendarahan


intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates (deposit lipid pada retina) (panah),
cotton-wool spots (infark serabut saraf dan eksudat halus) (kepala panah hitam).5
Hasil funduskopi pada PDR menunjukkan adanya neovaskularisasi preretinal.5

Etiologi dan Patogenesis


Retinopati diabetik merupakan proses mikroangiopati akibat kerusakan
pembuluh darah kecil karena hiperglikemia, selain itu juga disebabkan oleh efek
hiperglikemia pada sel-sel retina.6 Patogenesis utama dari proses retinopati diabetik
antara lain:
1. Kerusakan selular akibat akumulasi sorbitol intraseluler, stress oksidatif karena
radikal bebas, akumulasi dari hasil akhir glikasi tahap lanjut, aktivasi berlebih dari
isoform protein kinase C, dan gangguan kanal ion.6
2. Kapilaropati, yaitu kematian perisit, penebalan membran basalis kapiler, hilangnya
vaskularisasi otot polos, dan proliferasi sel endotel. Selain itu abnormalitas eritrosit,
leukosit, trombosit, dan viskositas plasma juga memegang peranan dalam
patogenesis.6

3. Neovaskularisasi disebabkan oleh kapiler non-perfusi yang menyebabkan hipoksia


retina. Hal tersebut dapat memburuk ke arah preretinal (PDR) dan intraretinal.
Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA) merupakan pintasan arteri vena
pada retina. Neovaskularisasi juga dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor
angiogenik dan anti-angiogenik dalam usahanya mempertahankan vaskularisasi ke
retina yang hipoksia.6

Gejala Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatik untuk jangka waktu yang lama, hanya
pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan makula atau pendarahan vitreus maka
pasien akan menderita penurunan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati
diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif.1
Gejala subyektif yang dapat dirasakan antara lain:
- Kesulitan membaca
- Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
- Penglihatan ganda
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala obyektif pada retina yang dapat dilihat antara lain:
- Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan inti dalam dan
merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa
titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior.1,2,6

Pada pemeriksaan fluoresin angiografi menunjukkan bintik-bintik hiperfluoresen.6

- Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya


ireguler dan berkelok-kelok seperti sosis.6

-
- Perdarahan retina, terdiri dari perdarahan pada lapisan serat saraf, intraretina, dan
infark pada retina.6

- Eksudat pada retina terdiri dari hard dan soft. Hard exudate merupakan infiltrasi
lipid ke dalam retina. Gambaran yang terlihat khas yaitu iregular, kekuning-
kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini
dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.3,6

Soft exudate yang sering disebut cotton wool spot merupakan tanda iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.3,6
- Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macular edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan inti dalam.

Perbedaan antara Gambaran NPDR dan PDR1,3,6,7


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA (+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)
Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan retinopati diabetik adalah pencegahan, dengan
memerhatikan hal-hal yang dapat memengaruhi perkembangan retinopati diabetik
nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada spesialis mata
Sebagian besar penderita DM tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis
diabetes pertama kali. Pasien-pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan. Pasien wanita sangat berisiko mengalami perburukan
retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan
pada pasien hamil sejak pada trimester pertama,8
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin
DM/kehamilan pertama kali minimal
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan dokter
mata

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetic
Control and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien
dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita
RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif
selama 36 bulan mengalami penurunan risiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah risiko perburukan retinopati
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan risiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS
tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak
dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat
mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati
diabetic yang sudah ada. Secara klinis, kontrol glukosa darah yang baik dapat
melindungi visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa kontrol hipertensi
juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan
penglihatan.1,2,8

3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinis yang
dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan
bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada
waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan
edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan
vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema makula, dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik
anterior.1,2,6 Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu:
- scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya
pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
makula untuk menyusutkan neovaskular.6,7

- focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular


di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea.
Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema
macula.7
- grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.7
Hasil fotokoagulasi pada edema makula adalah sebagai berikut:

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Pengobatan
dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada
neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya
menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga
menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk
pengunaan di mata, avastin diberikan via intravitreal injeksi ke dalam vitreus
melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.1,6,7

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus pasca fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,7

6. Scleral buckling
Apabila terdapat komplikasi ablasio retina, maka dilakukan scleral buckling, dengan
intraocular silicone oil tamponade.8

Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi pada iris awalnya terjadi
dari tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membran fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat tekanan intraokular yang
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membran fibrovaskular ini
kontraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat
tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis
iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis
pada pasien retinopati diabetik dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden
terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan
pertama setelah dilakukan operasi.1,7,8

2. Glaukoma neovaskuler
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskuler pada permukaan
iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan
sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat tekanan intraokular meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.7,8

3. Perdarahan vitreus rekuren


Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan
vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga
vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah
rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi
gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel
termasuk didalamnya adalah anterior, media, posterior, atau keseluruhan badan
vitreous. Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi
saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang masif,
pasien biasanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi
direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar
merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika
perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan
adanya darah pada ruang vitreous. Ultrasonografi B scan membantu untuk
mendiagnosa perdarahan badan kaca.7,8

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan
cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.8

Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
retinopati hipertensi.1 Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-
shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla.6
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology8
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire
arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
III
Stadium Stadium III + papilledema
IV

Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped,


sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema. Kapiler pada retinopati
hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).8

Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional
dan edema makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi
optimum.1,6,8
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien laki-laki 44 tahun datang dengan keluhan mata kanan
buram perlahan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan keluhan utama
ini dapat dikategorikan sebagai mata tenang visus turun perlahan. Berdasarkan keluhan
utama tersebut dapat dipikirkan diagnosis banding antara lain: katarak, glaukoma
kronik, retinopati diabetik, retinopati hipertensi, retinopati leukemia, dan retinopati
pigmentosa.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien merasa ada bintik-bintik hitam berjalan
seperti semut (floaters) dan kilatan cahaya (fotopsia) pada mata kanan yang
menandakan kemungkinan adanya proses retinal break karena adanya traksi yang
menyebabkan lepasnya retina. Bukti dari floaters adalah ditemukannya strands pada
badan kaca. Floaters dapat pula muncul pada tahap lanjut retinopati diabetik.
Neovaskularisasi yang terbentuk dapat berproliferasi ke permukaan posterior vitreous,
bersifat rapuh dan mudah robek sehingga perdarahan viterous dan visus dapat turun
mendadak, selain itu dapat menyebabkan traksi vitreoretina yang menyebabkan ablasio
retina baik progresif maupun regmentosa. Pada ablasio retina, tajam penglihatan turun
secara mendadak. Kemungkinan proses ini masih ringan sehingga yang dialami pasien
adalah mata kabur. Ablasio retina dapat pula merupakan komplikasi akibat retinopati
diabetik proliferatif.
Pasien didiagnosis DM dan hipertensi sejak 4 bulan lalu, sehingga kemungkinan
retinopati diabetik dan hipertensif juga dapat dipikirkan. Pada kasus retinopati diabetik,
gejala subyektif yang dapat dilihat antara lain:
- Kesulitan membaca
- Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
- Penglihatan ganda
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Pada pasien ini terdapat kesulitan membaca, penglihatan kabur, penglihatan
menurun, dan melihat cahaya. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan visus mata
kanan 6/20 dan kiri 6/7,5, tidak maju dengan pinhole. Pasien biasa menggunakan
kacamata -1,25 dan +0,5 untuk mata kanan, -0,75 dan +0,5 untuk mata kiri.
Pada kasus retinopati diabetik, gejala obyektif yang dapat dilihat antara lain:
mikroaneurisma, eksudat, edema makula, makulopati fokal, cotton wool spot,
perubahan pada pembuluh darah (dilatasi vena). Pada pasien ini ditemukan eksudat,
edema makula, perdarahan vitreus, NVD, dan makukopati fokal. Penyakit saraf optik
dipikirkan karena pada pemeriksaan terdapat relatif afferent pupillary defect grade 1.
Pada pemeriksaan tonometri, tekanan kedua bola mata normal sehingga glaukoma
kronik dapat disingkirkan.
Kondisi hipertensi yang dialami oleh pasien juga menjadi pertimbangan dalam
memikirkan retinopati hipertensi, akan tetapi perbandingan arteri dan vena masih 2
berbanding 3 sehingga menurut klasifikasi Scheie masih dalam stadium 0. Selain itu
juga tidak ditemukan perdarahan flame shape, tidak ada penebalan arteri (copper wire),
dan tekanan darah masih dalam kategori terkontrol.
Pada pasien ini, retinopati diabetik yang dialami sudah berada pada tahap
proliferatif. Pada retinopati diabetik proliferatif, ditemukan mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, dan terutama neovaskularisasi retina disertai jaringan
proliferasi di retina atau badan kaca. Pada pasien ini terdapat neovaskularisasi yang
merupakan ciri khas terjadinya stadium proliferatif.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien adalah scleral buckle, vitrektomi,
endolaser, dan silicone oil. Scleral buckle biasanya dilakukan pada kasus ablasio retina.
Vitrektomi rutin dilakukan pada kasus retinopati diabetik. Endolaser dilakukan untuk
fotokoagulasi panretinal pada kasus retinopati diabetik. Silicone oil dilakukan untuk
menjaga retina pada tempatnya pasca operasi. Selain itu, kontrol metabolik yaitu
pemantauan gula darah dan tekanan darah juga harus dilakukan agar tidak terjadi
perburukan progresi penyakit dan pasca operasi.
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam karena tidak mengancam nyawa.
Prognosis ad functionam adalah dubia ad malam karena dapat menyebabkan kebutaan.
Prognosis ad sanactionam adalah dubia ad malam, karena berpotensial untuk kambuh
kembali karena ada faktor risiko dari diabetes mellitus dan hipertensi yang dialami
pasien. Jika pasien ini menyadari bahwa penurunan tajam penglihatannya sebelum 4
bulan terakhir dan sering memeriksakan diri ke dokter, maka prognosis akan lebih baik
karena semakin cepat terdeteksi, semakin besar kemungkinan penatalaksanaan
terbaiknya.
BAB V
KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 44 tahun datang dengan keluhan mata kanan buram
perlahan sejak 4 bulan SMRS. Ditemukan gejala floaters dan fotopsia yang
menunjukkan kemungkinan terjadi ablasio retina. Pada pemeriksaan funduskopi
ditemukan adanya neovaskularisasi (NVD), edema makula, perdarahan vitreus, eksudat,
dan makulopati fokal. Pasien ini memiliki faktor risiko DM dan hipertensi yang baru
terdeteksi sejak 4 bulan lalu. Diagnosis pada pasien adalah retinopati diabetik
proliferatif dan edema makula kedua mata. Direncanakan tindakan laser dan bedah
lainnya seperti scleral buckle, vitrektomi, endolaser, dan silicone oil mata kanan dalam
narkose.
Daftar Pustaka
1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata
KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 1857, 1889-93.
2. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras
Diabetes Research Foundation & Dr Mohans Diabetes Specialities Centre,
Chennai, India. Indian J Med Res 125. March 2007; 297-310.
3. Riordan-Eva P, Whitcer JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed.
McGraw-Hill. 2007. [e-book]
4. Joussen A.M. Retinal Vascular Disease. New York: Springer. 2007; 3-5, 66-70,
129-32, ,228-31, 309, 291-331.
5. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York :Thieme;
2000; 299-301, 314-18.
6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology: a systematic approach. 7th ed.
China: Elsevier. 2011. [e-book]
7. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council. 2008; 26-
31,44-47,96-104.
8. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter
5.Singapore: American Academy of Ophtalmology. 2008; 107-28.

You might also like