You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 3 bahwa pendidikan nasional befungsi
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan
bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab
itu, upaya Guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan
mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut
lewat pengorbanan yang tidak sedikit.
Guru memainkan peranan dalam menentukan pencapaian keberhasilan proses
pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Guru menduduki posisi sentral dalam
menyukseskan keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Peserta didik hanya bisa
belajar jika tersedia lingkungan belajar yang kondusif dan gurulah yang mempersiapkan
semuanya. Berkenaan dengan peran guru Brown (2000) menyatakan bahwa guru bertugas
membimbing dan memfasi-litasi peserta didik dalam belajar. Untuk dapat menjalankan
peranannya dengan baik, setiap guru dituntut memiliki kemampuan sebagai seorang
profesional dibidangnya.
Guru-guru yang profesional adalah guru-guru yang mampu mengantarkan peserta
didik untuk akses ke zona keberhasilan dalam belajar. Dalam kaitannya dengan peranan
guru sebagai profil sentral dalam proses pembelajaran, upaya peningkatan
profesionalisme guru merupakan hal penting yang tidak bisa di tawar-tawar lagi. Banyak
cara atau strategi yang bisa digunakan untuk meningkatkan profesionalisme guru. Salah
satu diantaranya yang akhir-akhir ini berkembang pesat adalah melalui penelitian
tindakan kelas (PTK) atau classroom action research.
PTK sangat diharapkan dilakukan oleh guru, mengingat PTK dapat digunakan
sebagai sarana untuk meningkatkan pembelajaran. Namun, kenyataan saat ini
menunjukan bahwa PTK belum menjadi bagian dari kehidupan profesional guru. Alasan
yang dikemukakan adalah guru merasa belum memahami secara utuh tentang PTK,
apalagi melaksanakan PTK. Guru masih memerlukan referensi tentang PTK. Berdasarkan
latar belakang inilah maka penulisan makalah ini dibuat guna sebagai bahan acuan dalam
pembuatan PTK di kalangan guru.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sehubungan dengan latar belakang tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Bagamanakah sejarah munculnya PTK ?
2. Bagaimana konsep-konsep dasar dari PTK ?
3. Bagaimanakah langkah-langkah pelaksanaan PTK ?
4. Apakah kelebihan dan kekurangan PTK ?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini berkaitan rumusan masalah yang ada adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui sejarah kemunculan PTK.
2. Mengetahui konsep-konsep dasar dari PTK
3. Mengetahui langkah-langkah pelaksanaan PTK
4. Memahami kelebihan dan kekurangan PTK.

D. Manfaat
Penulisan makalah ini memiliki manfaat diantaranya:
1. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi-kondisi belajar serta kualitas pembelajaran.
2. Meningkatkan layanan professional dalam konteks pembelaaran, khususnya layanan
kepada peserta didik sehingga tercipta layanan prima.
3. Memberi kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam melakukan tindakan
pembelajaran yang direncanakan secara tepat waktu dan sasarannya.
4. Memberi kesempatan kepada guru mengadakan kajian secara bertahap kegiatan
pembelajaran yang dilakukannya sehingga tercipta perbaikan yang berkesinambungan.
5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka dan jujur dalam
pembelajaran.
6. Guru dan mahasiswa calon guru dapat langsung memperbaiki praktik-praktik
pembelajaran agar menjadi lebih baik dan lebih efektif.
7. Guru dan calon guru dapat meneliti sendiri kegiatan praktik pembelajaran yang
dilakukan di kelas.
8. Guru dan calon guru dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-
praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini memiliki keefektifan yang tinggi.
9. Guru dan calon guru dapat mencari cara atau prosedur baru untuk memperbaiki dan
meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas dengan cara
melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi
pada siswa.
10. Meningkatkan profesionalitas guru, terutama kemampuannya dalam menjabarkan
kurikulum sesuai dengan tuntutan lokal, sekolah, dan kelas.
11. Meningkatkan mutu pengajaran dan hasil belajar siswa berdasarkan temuan langsung
dari kelas guru itu sendiri.
12. Mengembangkan kerjasama atau kolaborasi antar guru di sekolah, dan guru di sekolah
lain dalam memecahkan persoalan pengajaran dan pembelajaran.
13. Membiasakan guru/calon guru untuk melaksanakan pembelajaran berwawasan
penelitian (learning through research)
14. Membiasaka guru/pihak lain untuk memecahkan masalah dan merumuskan program
pembelajaran berdasarkan temuan empiris yang kontekstual.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah PTK
Awal mulanya, Action Research dikembangkan oleh seorang
psikologi bernama Kurt Lewin dengan tujuan untuk mencari
penyelesaian terhadap problem sosial, seperti pengangguran atau
kenakalan remaja yang berkembang di masyarakat pada waktu itu. Action
Research diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problem secara
sistematis. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali dikenalkan oleh
Kurt Lewin. Pada waktu itu, PTK dipakai untuk mendeskripsikan penelitian
yang merupakan perpaduan antara pendekatan eksperimental dalam
bidang ilmu social dengan program tindakan social untuk menanggapi
masalah social. Penelitian tindakan pertama kali dikembangakan oleh Kurt
Lewin seorang Jerman pada tahun 1940-an. Ia seorang ahli psikologi social
dan eksperimental. Ia adalah seorang yang peduli terhadap masalah-
masalah social dan memfokuskannya pada proses kelompok partisipatif
untuk menangani konflik, krisis, dan perubahan-perubahan yang
umumnya ada dalam suatu organisasi. Lewin pertama kali mengemukakan
istilah action research (penelitian tindakan) pada makalah-makalah yang
ditulisnya pada tahun 1946, yang antara lain berjudul Action Research and
Minority Problems, dan Characterizing action research as a Comparative
Research un the Condition and Effect of Various Forms of social action and
Research Leading to social Action.
Dalam proses perkembangan selanjutnya, pada tahun 1952-
1953, Stephen Coreymemakai model ini untuk tindakan dalam dunia
pendidikan yang menurutnya bahwa dengan menggunakan PTK
perubahan dapat dilaksanakan dan dirasakan. Dalam PTK, guru,
supervisor, orang tua, dan pejabat administrator dapat terlibat dan dapat
juga merasakan perubahan yang terjadi pada anak didik. Setelah itu
tercatat ada beberapa proyek yang terkait dengan PTK diantaranya,
Councils Humanities Curriculum Project (HCP) pada tahun 1967-1972 di
Inggris. Kepala HCP,Lawrence Steen House (1975) memperkenalkan
istilah the teacher as researcher atau guru sebagai peneliti.
Selanjutnya pada tahun 1980-an guru-guru di proyek John
Elliot memusatkan kegiatan pada adanya kesenjangan antara mengajar
untuk pemahaman dan mengajar untuk kebutuhan. Sejak saat itu,
banyak perhatian ditujukan pada PTK, karena semakin tingginya
kesadaran guru akan manfaat PTK.
Pada awal tahun 1980, di Amerika, muncul suatu keinginan untuk
mewujudkan kolaborasi dalam upaya mengembangkan profesionalisme
antara pendidik dan tenaga kependidikan. Gideonse (1983)
mengemukakan bahwa restorasi terhadap pendekatan penelitian perlu
diadakan sehingga penelitian yang dilakukan merupakan investigasi yang
terkendali terhadap berbagai fase pendidikan dan pembelajaran dengan
cara refleksi dan sistematis. Upaya kaloborasi ini dikenal sebagai tindakan
atau Action research.
Selanjutnya Stephen Kemmis memikirkan bagaimana konsep
Penelitian Tindakan ini diterapkan pada bidang pendidikan (Kemmis,1982).
Berpusat pada Deakin University di Australia, Kemmis dan kolegannya
telah menghasilkan suatu seri publikasi dan materi pelajaran tentang
Penelitian Tindakan, Pengembangan Kurikulum, dan Evaluasi. Selanjutnya,
artikel mereka mengenai Penelitian Tindakan bermanfaat untuk
pengembangan penelitian Tindakan dalam bidang pendidikan.
Semua orang akan sepakat bahwa kualitas kegiatan belajar mengajar yang berlangsung
di sekolah perlu ditingkatkan. Angelo (1991) berpendapat bahwa sebagian pendidik
menyatakan, dunia pendidikan dapat ditingkatkan kualitasnya dengan memanfaatkan hasil
penelitian dalam bidang pendidikan dan psikologi. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah hasil-
hasil penelitian kurang dapat menjawab peningkatan kualitas pendidikan. Para peneliti (dalam
penelitian non kelas) telah gagal menjawab persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di
kelas. Mereka lebih tertarik pada aspek publikasi ilmiah dari hasil penelitiannya,
dibandingkan dengan kegiatan mengaplikasikan temuannya untuk peningkatan kualitas
pendidikan.
Para peneliti menyatakan bahwa apa yang dihasilkan dari kegiatan penelitian hanya
menjawab persoalan-persoalan umum dalam dunia pendidikan, bukan untuk melakukan
aplikasi-aplikasi tertentu dalam kelas-kelas khusus. Itulah sebabnya, persoalan-persoalan
teknis yang mendasar dalam dunia pendidikan masih tetap belum terjawab. Pernyataan
tersebut tentu menimbulkan pemikiran bagi bapak/ibu.
Pada tahun 1986 dalam usaha untuk mempersempit jurang pemisah antara penelitian
dan pengajaran, Praticia Cross mengajukan sebuah cara sistematis untuk pengajaran yang
dilakukan dalam kegiatan penelitian kelas. Menurut Cross (dalam Angelo, 1991) penelitian
tindakan kelas merupakan sebuah cara untuk mengurangi jarak antara peneliti dan praktisi,
karena mengangkat persoalan-persoalan praktis yang dihadapi guru di kelas. Hasil penelitian
dapat secara langsung dimanfaatkan untuk kepentingan kualitas kegiatan belajar mengajar di
dalam kelas.
Dalam dunia pendidikan, PTK atau Classroom Action Research yang dapat dilakukan
oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya, semakin dirasakan manfaatnya baik untuk
perbaikan maupun peningkatan mutu pembelajaran di kelas. PTK memang masih dirasa asing
oleh sebagian besar guru di Indonesia, oleh karena itu agar guru dapat melakukan PTK
dengan benar maka perlu mengenal dan memiliki pengetahuan yang cukup dan gambaran
yang jelas tentang penelitian ini.

B. Pengertian PTK
Berdasarkan berbagai sumber seperti Mettetal (2003); Kardi (2000), dan Nur (2001)
Penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR) didefinisikan sebagai
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.
Dalam model penelitian ini, si peneliti (guru) bertindak sebagai pengamat (observer)
sekaligus sebagai partisipan.
Dengan demikian PTK tidaklah sekedar penyelesaian masalah, melainkan juga
terdapat misi perubahan dan peningkatan. PTK bukanlah penelitian yang dilakukan terhadap
seseorang, melainkan penelitian yang dilakukan oleh praktisi terhadap kinerjanya untuk
melakukan peningkatan dan perubahan terhadap apa yang sudah mereka lakukan. PTK
bukanlah semata mata menerapkan metode ilmiah di dalam pembelajaran atau sekedar
menguji hipotesis, melainkan lebih memusatkan perhatian pada perubahan baik pada peneliti
(guru) maupun pada situasi di mana mereka bekerja. Dengan mengikuti alur berpikir itu, PTK
menjadi penting bagi guru karena membantu mereka dalam hal: memahami lebih baik tentang
pembelajarannya, mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, sekaligus dapat
melakukan tindakan untuk meningkatkan belajar siswanya. Saat seorang guru melaksanakan
PTK berarti guru telah menjalankan misinya sebagai guru professional, yaitu (1)
membelajarkan, (2) melakukan pengembangan profesi berupa penulisan karya ilmiah dari
hasil PTK, sekaligus (3) melakukan ikhtiar untuk peningkatan mutu proses dan hasil
pembelajaran sebagai bagian tanggungjawabnya.
Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru
di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian riset-tindakan-riset-
tindakan- , yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai
masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah
individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua
hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk
pada hal yang sama.
Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa
saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan
untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research
lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk
digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain
yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki peneliti.
Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam
tabel berikut.

Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research

Penelitian Formal Classroom Action Research

Dilakukan oleh orang lain Dilakukan oleh guru/dosen

Sampel harus representatif Kerepresentatifan sampel tidak


diperhatikan

Instrumen harus valid dan reliabel Instrumen yang valid dan reliabel tidak
diperhatikan

Menuntut penggunaan analisis statistik Tidak diperlukan analisis statistik yang


rumit

Mempersyaratkan hipotesis Tidak selalu menggunakan hipotesis

Mengembangkan teori Memperbaiki praktik pembelajaran secara


langsung

C. Karakteristik PTK
Karakteristik PTK dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut.
a. Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa
praktik yang dulakukannya selama ini di kelas mempunyai masalah yang perlu
diselesaikan. Dengan perkataan lain, guru merasa bahwa ada sesuatu yang harus di
perbaiki dalam praktik pembelajaran yang dilakukannya selama ini, dan diprakarsai
dari dalam guru sendiri (an inquiry of practice from whitin), bukan oleh orang luar.
b. Self-reflective inquiry, PTK merupakan penelitian reflektif, karena dimulai dari
refleksi diri yang dilakukan oleh guru. Untuk melakukan refleksi, guru berusaha
bertanya kepada diri sendiri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut.
1) Apakah penjelasan saya terlampau cepat?
2) Apakah saya sudah memberi contoh yang memadai?
3) Apakah saya sudah memberi kesempatan bertanya kepada siswa?
4) Apakah saya sudah memberi latihan yang memadai?
5) Apakah hasil latihan siswa sudah saya beri balikan?
6) Apakah bahasa yang saya gunakan dapat dipahami siswa?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru akan dapat memperkirakan penyebab dari
masalah yang dihadapi dan akan mencoba mencari jalan keluar untuk memperbaiki
atau meningkatkan hasil belajar siswa.
c. On The Job Oriented, Artinya bahwa PTK dilaksanakan oleh pekerja sesuai dengan
bidang yang ditekuninya, misalnya seorang guru geografi yang hendaknya
mengadakan PTK dengan tema pembelajaran Geografi.
d. Problem Solving Oriented, Mengandung makna bahwa PTK dilakukan untuk
memecahkan masalah yang ada dalam Proses Belajar Mengaja (PBM) oleh guru.
e. Improvement Oriented, Bahwa PTK dilaksanakan untuk memperbaiki proses
pembelajaran.
f. Siklis, Pelaksanaan dilaksanakan berulang ulang dan Continue.
g. Action Oriented, PTK harus dilakukan dengan praktik dalam PBM.
h. Specific Contextual, PTK dilaksanakan benar-benar masalah yang dialami guru dalam
PBM.
i. Kolaboratif, dapat dilaksanakan bersama orang atau guru lain namun masih dalam 1
rumpun ilmu.
j. Metodologi bersifat longgar, maksudnya bahwa PTK tidak harus mengginakan
pengolahan data statistik yang rumit, cukup dengan analisis deskriptif. Instrumen yang
digunakan juga tidak harus diuji reabilitas, normalitas, atau validitas.
D. Model-Model PTK
Terdapat beberapa model PTK yang dapat dikembangkan sesuai masalah yang dihadapi
oleh setiap guru. Model-model PTK yang dimaksud diantaranya adalah :
1. Model Kurt Lewin
Model Kurt Lewin merupakan model yang menjadi acuan daripada semua model PTK
yang dikembangkan, lantaran Kurt Lewin adalah orang pertama kali yang
memperkenalkan Classrom Actions Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas.
Model Kurt Lewin menetapkan empat langkah dalam PTK, yaitu :perencanaan
(planning), tindakan (acting), pengamatan (observating), dan refleksi (reflecting).

2. Model Kemmis Mc Targart


Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut
dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip antara
keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami.
Rancangan Kemmis & Taggart dapatmencakup sejumlah siklus, masing-masing terdiri
dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe),
dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang-ulang, sampai
tujuan penelitian tercapai.
3. Model John Elliott
Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas,
yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak
lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus
dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan).Sementara itu,
setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk
kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John
Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam
pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar.
Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan
sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa
subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan
setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah,
tetapi akan diselesaikan dalam beberapa tahap itulah yang menyebabkan John Elliot
menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya
4. Model Dave Ebbut
Model PTK yang digambarkan oleh Ebbutt menunjukkan bentuk alur kegiatan
penelitian. Dimulai dengan pemikiran awal penelitian yang berupa pemikiran tentang
masalah yang dihadapi di dalam kelas, penentuanfokus permasalahan berada pada
bagian ini. Dari pemikiran awal dilanjutkan dengan pemantauan (reconnaissance),
pada bagian pemantauan ini Ebbutt berpendapat berbeda dengan penafsiran Elliot
mengenai pemantauannya Kemmis, yang seakan-akan hanya berkaitan dengan
penemuan fakta saja(fact finding only).
Padahal, menurut Ebbutt pemantauan mencakup kegiatan-kegiatandiskusi, negosiasi,
menyelidiki kesempatan, mengakses kemungkinan dan kendala ataumencakup secara
keseluruhan analisis yang dilakukan.Berdasarkan pemikiran awal dan pemantauan
kemudian dilanjutkan dengan menyusun perencanaan dan berturut-turut dengan
kegiatan pelaksanaan tindakan yang pertama, pengawasandan pelaksanaan
pemantauan, dan melanjutkan pelaksanaan tindakan kedua. Pada siklus yang
digambarkan oleh Ebbutt, dia memberikan pemikiran bahwa jika dalam pelaksanaan
dan pemantauan setelah tindakan ada masalah mendasar yang dialami, maka perlu
perubahan perencanaan dan kembali melaksanakan bagian siklus tertentu yang telah
dijalani.

5. Model Hopkins
Desain ini berpijak pada desain model PTK pendahulunya. Selanjutnya Hopkins
(2011) menyusun desain tersendiri sebagai berikut:
mengambil start audit perencanaan konstruk perencanaan tindakan
(target, tugas, kriteria keberhasilan) implementasi dan evaluasi: implementasi
(menopang komitmen: cek kemajuan; mengatasi problem) cek hasil pengambilan
stok audit dan pelaporan.
E. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Kelas
Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas (classroom research).
PTK termasuk salah satu jenis penelitian kelas karena penelitian tersebut dilakukan di
dalam kelas. Penelitian kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas, mencakup
tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis penelitian yang dilakukan di dalam kelas,
misalnya penelitian tentang bentuk interaksi siswa atau penelitian yang meneliti proporsi
berbicara antara guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung. Jelas dalam penelitian
kelas seperti ini, kelas dijadikan sebagai obyek penelitian. Penelitian dilakukan oleh
orang luar, yang mengumpulkan data. Sementara itu PTK dilakukan oleh guru sendiri
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di kelas yang menjadi tugasnya. Perbedaan
Penelitian Tindakan Kelas dan penelitian kelas ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan PTK dan Penelitian Kelas
No. Aspek Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Kelas
1. Peneliti Guru Orang Luar
2. Rencana Penelitian Oleh guru (mungkin dibantu Oleh peneliti
orang luar)
3. Munculnya masalah Dirasakan oleh guru Dirasakan oleh orang
Luar/peneliti
4. Ciri Utama Ada tindakan untuk Belum tentu ada tindakan
perbaikan yang berulang perbaikan
5. Peran Guru Sebagai guru dan peneliti Sebagai guru (subyek
penelitian)
6. Tempat Penelitian Kelas Kelas
7. Proses Oleh guru sendiri atau Oleh peneliti
pengumpulan data bantuan orang lain
8. Hasil penelitian Langsung dimanfaatkan Menjadi milik peneliti,
oleh guru, dan dampaknya belum tentu dimanfaatkan
dapat dirasakan oleh siswa oleh guru

F. Langkah Pelaksanaan PTK


Ada beberapa langkah yang perlu disiapkan sebelum merealisasikan rencana tindakan
kelas.
1. Persiapan Perencanaan
a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk skenario tindakan yang
akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah yang dilakukan oleh guru
dan siswa dalam kegiatan tindakan atau perbaikan.
b. Terkait dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, guru tentu perlu menyiapkan
berbagai bahan seperti tugas belajar yang dibuat sesuai dengan hipotesis yang
dipilih, media pembelajaran, alat peraga, dan buku-buku yang relevan.
c. Menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan, misalnya gambar-
gambar, meja tempat mengumpulkan tugas, atau sarana lain yang terkait.
d. Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan proses
dan hasil perbaikan. Dalam hal ini guru harus menetapkan apa yang harus
direkam, bagaimana cara merekamnya dan kemudian bagaimana cara
menganalisisnya. Agar dapat melakukan hal ini, guru harus menetapkan indikator
keberhasilan. Jika indikator ini sudah ditetapkan, guru dapat menentukan cara
merekam dan menganalisis data.
e. Jika perlu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru perlu mensimulasikan
pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat bekerjasama dengan teman
sejawat atau berkolaborasi dengan dosen LPTK.
2. Melaksanakan Tindakan
Setelah persiapan selesai, kini tiba saatnya guru melaksanakan tindakan dalam kelas
yang sebenarnya.
a. Pekerjaan utama guru adalah mengajar. Oleh karena itu, metode penelitian
yang sedang dilaksanakan tidak boleh mengganggu komitmen guru dalam
mengajar. Ini berarti, guru tidak boleh mengorbankan siswa demi penelitian
yang sedang dilaksanakannya. Tambahan tugas guru sebagai peneliti harus
disikapi sebagai tugas profesional yang semestinya memberi nilai tambah bagi
guru dan pembelajaran yang dikelolanya.
b. Cara pengumpulan atau perekaman data jangan sampai terlalu menyita waktu
pembelajaran di kelas. Esensi pelaksanaan PTK memang harus disertai dengan
observasi, pengumpulan data, dan interpretasi yang dilakukan oleh guru.
c. Metode yang diterapkan haruslah reliabel atau handal, sehingga
d. memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai
dengan situasi kelasnya.
e. Masalah yang ditangani guru haruslah sesuai dengan kemampuan dan
komitmen guru.
f. Sebagai peneliti, guru haruslah memperhatikan berbagai aturan dan etika yang
terkait dengan tugas-tugasnya, seperti menyampaikan kepada kepala sekolah
tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, atau menginformasikan kepada
orang tua siswa jika selama pelaksanaan PTK, siswa diwajibkan melakukan
sesuatu di luar kebiasaan rutin.
g. PTK harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat sekolah.

3. Observasi dan Interpretasi


Pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan. Artinya, data
yang diamati saat pelaksaanaan tindakan tersebut langsung diinterpretasikan, tidak
sekedar direkam. Jika guru memberi pujian kepada siswa, yang direkam bukan hanya
jenis pujian yang diberikan, tetapi juga dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian.
Apa yang harus direkam dan bagaimana cara merekamnya harus ditentukan secara
cermat terlebih dahulu. Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah
dengan observasi atau pengamatan. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima prinsip dasar
atau karakteristik kunci observasi, yaitu:
a. Perencanaan Bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara pengamat dengan
yang diamati, dalam hal ini teman sejawat yang akan membantu mengamati dengan
guru yang akan mengajar. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun rasa
saling percaya dan menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, aturan
yang akan diterapkan, berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana sikap
pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk.
b. Fokus
Fokus pengamatan sebaiknya sempit/spesifik. Fokus yang sempit atau spesifik akan
menghasilkan data yang sangat bermanfaat bagi perkembangan profesional guru.
c. Membangun Kriteria
Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan atau sasaran yang
ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya.

d. Keterampilan Observasi
Seorang pengamat yang baik memiliki minimal 3 keterampilan, yaitu:
1. Dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepat memutuskan dalam
menginterpretasikan satu peristiwa;
2. Dapat menciptakan suasana yang memberi dukungan dan menghindari terjadinya
suasana yang menakutkan guru dan siswa; dan
3. Menguasai berbagai teknik untuk menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat
untuk direkam, serta alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu.
Di dalam suatu observasi, hasil pengamatan berupa fakta atau deskripsi, bukan
pendapat atau opini. Dilihat cara melakukan kegiatannya, ada empat jenis
observasi yang dapat dipilih, yaitu:
a) Observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi,
melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam proses
pembelajaran yang diamati.
b) Observasi terfokus secara khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek
tertentu dari pembelajaran.
c) Observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur
dengan baik dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan
tanda cek (v) pada tempat yang disediakan.
d) Observasi sistematik dilakukan lebih rinci dalam hal kategori data yang
diamati.
e. Balikan (Feedback)
Hasil observasi yang direkam secara cermat dan sistematis dapat dijadikan dasar
untuk memberi balikan yang tepat. Syarat balikan yang baik:
1) diberikan segera setelah pengamatan, dalam berbagai bentuk misalnya diskusi;
2) menunjukkan secara spesifik bagian mana yang perlu diperbaiki, bagian mana
yang sudah baik untuk dipertahankan;
3) balikan harus dapat memberi jalan keluar kepada orang yang diberi balikan
tersebut.
4. Analisis Data
Agar data yang telah dikumpulkan bermakna sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, data tersebut harus dianalisis atau diberi makna. Analisis data pada tahap ini
agak berbeda dengan interpretasi yang dilakukan pada tahap observasi. Analisis data
dilakukan setelah satu paket perbaikan selesai diimplementasikan secara keseluruhan.
Jika perbaikan ini direncanakan untuk enam kali pembelajaran, maka analisis data
dilakukan setelah pembelajaran tuntas dilaksanakan. Dengan demikian, pada setiap
pembelajaran akan diadakan interpretasi yang dimanfaatkan untuk melakukan
penyesuaian, dan pada akhir paket perbaikan diadakan analisis data secara keseluruhan
untuk menghasilkan informasi yang dapat menjawab hipotesis perbaikan yang
dirancang guru.
Analisis data dapat dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, data diseleksi,
difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini sering disebut sebagai
reduksi data. Kemudian data diorganisaskan sesuai dengan hipotesis atau pertanyaan
penelitian yang ingin dicari jawabannya. Tahap kedua, data yang sudah terorganisasi ini
dideskripsikan sehingga bermakna, baik dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel.
Akhirnya, berdasarkan paparan atau deskripsi yang telah dibuat ditarik kesimpulan
dalam bentuk pernyataan atau formula singkat.
5. Refleksi
Saat refleksi, guru mencoba merenungkan mengapa satu kejadian berlangsung dan
mengapa hal seperti itu terjadi. Ia juga mencoba merenungkan mengapa satu usaha
perbaikan berhasil dan mengapa yang lain gagal. Melalui refleksi, guru akan dapat
menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu
diperbaiki lagi dalam pembelajaran berikutnya.
6. Perencanaan Tindak Lanjut
Sebagaimana yang telah tersirat dalam tahap analisis data dan refleksi, hasil atau
kesimpulan yang didapat pada analisis data, setelah melakukan refleksi digunakan
untuk membuat rencana tindak lanjut. Jika ternyata tindakan perbaikan belum berhasil
menjawab masalah yang menjadi kerisauan guru, maka hasil analisis data dan refleksi
digunakan untuk merencanakan kembali tindakan perbaikan, bahkan bila perlu dibuat
rencana baru. Siklus PTK berakhir, jika perbaikan sudah berhasil dilakukan. Jadi, suatu
siklus dalam PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu berapa banyaknya.
G. Ciri Ciri Penelitian Tindakan Kelas
Berikut ini adalah beberapa ciri dari Penelitian Tindakan Kelas
1. Merupakan kegiatan nyata untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar.
2. Merupakan tindakan oleh guru kepada siswa.
3. Tindakan harus berbeda dari kegiatan biasanya.
4. Terjadi dalam siklus berkesinambungan, minimum dua siklus.
5. Ada pedoman yang jelas secara tertulis bagi siswa untuk dapat mengikuti tahap demi
tahap.
6. Ada untuk kerja siswa sesuai pedoman tertulis dari guru.
7. Ada penelusuran terhadapa proses dengan berdasar pedoman pengamatan.
8. Ada evaluasi terhadap hasil penelitian dengan instrumen yang relevan.
9. Keberhasilan tindakan dilakukan dalam bentuk refleksi dan melibatkan siswa yang di
kenai tindakan.
10. Hasil refleksi harus terlihat dalam perencanaan siklus berikutnya

H. Kelebihan dan Kekurangan PTK


Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru,
pembelajaran, maupun bagi sekolah. Manfaat PTK bagi guru antara lain sebagai berikut.
a) PTK dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya;
b) Guru dapat berkembang secara profesional, karena dapat menunjukkan bahwa ia
mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya melalui PTK;
c) PTK meningkatkan rasa percaya diri guru;
d) PTK memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan.
Manfaat bagi pembelajaran/siswa, PTK bermanfaat untuk meningkatkan proses dan
hasil belajar siswa, di samping guru yang melaksanakan PTK dapat menjadi model bagi
para siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya. Bagi sekolah, PTK membantu
sekolah untuk berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri guru dan proses
pendidikan di sekolah tersebut.
Kekurangan PTK terutama terletak pada validitasnya yang tidak mungkin melakukan
generalisasi karena sasarannya hanya kelas dari guru yang berperan sebagai pengajar dan
peneliti. Peran guru yang one man show bertindak sebagai pengajar dan sekaligus peneliti
sering membuat guru menjadi sangat repot. PTK memerlukan berbagai kondisi agar dapat
berlangsung dengan baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain, dukungan semua
personalia sekolah, iklim yang terbuka yang memberikan kebebasan kepada para guru
untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan saling mempercayai di antara personalia
sekolah, dan juga saling persaya antara guru dengan siswa. Birokrasi yang terlampau ketat
merupakan hambatan bagi PTK. Berikut ini diantaranya kelemahan PTK :
1. Kurang mendalamnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik-teknik dasar
penelitian tindakan kelas pada pihak peneliti.
Penelitian tindakan kelas dilakukan oleh praktisi, yang dalam hal ini adalah guru yang
selalu peduli terhadap kekurangan yang ada dalam situasi kerjanya, khususnya
kegiatan pembelajaran yang selama ini dilakukan dan berkehendak untuk
memperbaikinya. Karena para guru ini biasanya berurusan dengan hal-hal yang
praktis, pada umumnya mereka kurang dilengkapi dengan pengetahuan yang
mendalam dan keterampilan tentang teknik dasar penelitian. Kondisi seperti ini akan
lebih parah lagi jika pada diri guru berkembang pikiran atau perasaan bahwa kegiatan
penelitian hanya layak dilakukan oleh masyarakat kampus atau dosen di perguruan
tinggi . Akibatnya. para guru pada umumnya kurang tertarik untuk melakukan
penelitian sehingga kurang akrab dengan kegiatan penelitian atau bahkan cenderung
mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Kondisi semacam ini
jika dibiarkan berlarut-larut jelas tidak menguntungkan posisi para guru dalam
melakukan penelitian tindakan kelas.

2. Tidak mudah menemukan dan merumuskan masalah yang hendak diteliti.


Kebanyakan guru selalu bekerja dengan kegiatan rutin pembelajaran dan jarang
melakukan penelitian, maka tidak jarang guru mengalami kesulitan menemukan dan
merumuskan masalah yang hendak diteliti. Apalagi kalau rumusan masalah itu sudah
dituntut landasan teoritisnya. Mengkaji teoritis dari berbagai literatur merupakan
pekerjaan yang tidak mudah bagi guru yang tidak terbiasa melakukannya. Kesulitan
serupa juga dirasakan ketika merumuskan perencanaan tindakan yang tepat untuk
memperbaiki permasalahan tersebut. Rencana tindakan juga menuntut landasan
teoritis agar memiliki pijakan yang kokoh, bukan sekadar tindakan yang dikira-kira
saja. Oleh sebab itu, sering sekali untuk menemukan dan merumuskan masalah serta
rencana tindakan ini disarankan untuk berdiskusi dengan peneliti dari perguruan tinggi
kependidikan.
3. Tidak mudah mengelola waktu antara kegiatan rutin yang sekaligus dilakukan dengan
kegiatan penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas memerlukan komitmen guru sebagai peneliti untuk terlibat
dalam prosesnya, maka faktor waktu ini dapat menjadi faktor yang sangat serius. Guru
yang ingin melakukan penelitian tindakan kelas harus mampu secara cermat
mengelola waktunya untuk melakukan tugas rutin nya dan sekaligus melakukan
penelitian tindakan kelas nya. Ini menjadi sangat penting karena dapat berakibat
kepada efisiensi dan keefektifan kerja guru yang bersangkutan. Sangat boleh jadi
faktor pengelolaan waktu ini yang menyebabkan guru merasa enggan atau berat untuk
melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
hasil belajar siswa nya karena ada perasaan khawatir justru akan mengganggu kegiatan
pembelajaran yang selama ini telah berjalan lancar.
4. Keengganan atau bahkan kesulitan untuk melakukan perubahan.
Pada umumnya orang merasa enggan, merasa berat, atau bahkan menentang terhadap
perubahan karena perubahan berarti kerja keras. Sangat boleh jadi pada diri guru ada
juga yang berpikiran dan memiliki perasaan semacam ini. Perubahan melalui
penelitian tindakan kelas benar-benar menuntut keseriusan guru, baik dilihat dari
aspek pikiran, tenaga, waktu, dan tentunya sikap untuk berubah. Selama guru merasa
sudah mapan atau sudah merasa cocok dengan situasi kerjanya, selama itu pula para
guru sulit untuk diajak berubah. Padahal penelitian tindakan kelas menuntut adanya
kemauan kuat dari diri guru untuk melakukan perubahan. Keinginan untuk melakukan
perubahan ini dimulai dari adanya ketidakpuasan terhadap kegiatan pembelajaran yang
selama ini dilakukan dan dianggap sudah menjadi suatu kemapanan.
5. Tuntutan terhadap penelitian tindakan agar dia dapat meyakinkan orang lain bahwa
model, metode, strategi, atau teknik-teknik pembelajaran yang ditelitinya benar-benar
berjalan secara efektif dan membawa kepada perubahan dan peningkatan kualitas
secara nyata. Setelah penelitian itu tercapai guru harus ingat bahwa temuan
penelitiannya hanya berlaku untuk situasi pembelajaran yang ditelitinya. Guru tidak
boleh membuat generalisasi untuk semua kegiatan pembelajaran dari berbagai mata
pelajaran yang berbeda atau kompetensi dasar yang berbeda. Namun, sering terjadi
guru sebagai peneliti tindakan kelas tergoda untuk membuat generalisasi ini.
Agar penelitian tindakan kelas dapat terlaksana dengan baik, ada sejumlah kondisi tertentu
yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kesediaan guru untuk mengakui kekurangan atau kelemahan diri berkaitan dengan
kegiatan pembelajaran yang selama ini dilakukan.
b. Kesempatan yang memadai bagi guru untuk menemukan dan mengembangkan sesuatu
yang baru.
c. Dorongan yang kuat dari dirinya sendiri untuk mengembangkan gagasan-gagasan baru
berkenaan dengan kegiatan pembelajaran.
d. Waktu yang tersedia secara memadai dan keseriusan untuk mengelola waktu tersebut
antara kegiatan rutin yang sekaligus juga melakukan penelitian tindakan kelas untuk
mencobakan tindakan-tindakan yang baru.
e. Berkembangnya kepercayaan timbal-balik antara guru dengan siswa, dengan teman
sejawat, dan dengan kepala sekolah

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan penulisan ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan kelas muncul karena adanya suatu kepentingan untuk menjawab
setiap persoalan-persoalan praktis di dalam kelas yang hasilnya bermanfaat baik untuk
perbaikan maupun peningkatan mutu pembelajaran di kelas
2. Penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR) didefinisikan
sebagai penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi
diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru. PTK memiliki karakteristik yang
berbeda dari penelitian formal. Serta model PTK yang beragam dapat dengan mudah
diaplikasikan dalam kelas.
3. Langkah-langkah PTK dimulai dari perencanaan pelaksanaan Observasi Analisis
data Refleksi dan perencanaan tindak lanjut.
4. Kelebihan PTK terutama sangat bermanfaat untuk guru, siswa dan juga sekolah guna
meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas, sedangkan kekurangan PTK
terutama terletak pada validitasnya yang tidak mungkin melakukan generalisasi karena
sasarannya hanya kelas dari guru yang berperan sebagai pengajar dan peneliti.

B. Saran
Dari pembahasan mengenai PTK ini, disarankan agar guru sebagai pengajar lebih
menggali dan memahami PTK secara lebih dalam serta dapat lebih aktif dan kreatif
melakukan pelaksanaan PTK di dalam kelas agar aktifitas dan minat belajar siswa juga
semakin meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Asrori Muhammad, 2007. Penelitian Tindakan Kelas Bandung: CV. Wacana Prima.

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Djunaidi, Ghony. M, 2008. Penelitian Tindakan Kelas Malang: UIN-Malang Pers.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah PTK sebagai Pengembangan Profesi Guru Jakarta: PT.
Rajagrafindo. Persada

Madya, S. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP


Yogyakarta.

Mulyasa, E. 2011. Praktik Penelitian Tindakan Kelas,menciptakan perbaikan


berkesinambungan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukayati. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pengenalan


Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen Dikti.

Tim Unesa. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Konsorsium Sertifikasi Guru

Wardhani, IGAK dan Wihardit, Kuswaya, 2014. Penelitian Tindakan Kelas Jakarta:
Universitas Terbuka

You might also like