Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Agama dan keagamaan manusia merupakan salah satu karakteristik sosial, sekaligus
sebagai faktor pembeda (differential) yang sangat penting dalam kaitannya dengan komunikasi
antarmanusia dan antarkelompok masyarakat. Selain itu agama merupakan salah satu ciri
kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti semua pemeluk agama mempunyai cara
berpikir dan pola perilaku tersendiri sesuai dengan agama yang dianutnya. Dalam masyarakat
primitif, orang-orang bisa percaya akan yang maha tinggi (supreme being) melalui penalaran.
Mereka merumuskan agama sebagai kepercayaan akan suatu daya yang melebihi kekuatan
manusia. Kepercayaan adalah sistem religi yang utama di antara semua kebudayaan di seluruh
belahan bumi. Suku Sunda merupakan suku ke-2 terbesar di pulau Jawa, keunikan karateristik
suku Sunda tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, bahasa, mata
pencaharian, kesenian dan lain sebagainya. Agama asli suku Sunda bersifat animistik. Berdasarkan
pada sistem tabu, mereka percaya bahwa roh-roh dapat menghuni batu-batu, pepohonan, sungai
dan objek tidak bernyawa yang lainnya. Nilai-nilai universal budaya Sunda tecermin dalam
beberapa ungkapan dalam bahasa Sunda, seperti someah, hade ka semah, ungkapan ini
menyiratkan filosofi masyarakat Sunda yang mengedepankan keramah-tamahan dan sopan santun
di dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkaitan dengan hal kepercayaan dan agama masyarakat Sunda, keterpinggiran agama
dalam masyarakat modern seringkali melahirkan konflik antar agama dan ilmu pengetahuan.
Jurgen Habermas, seorang filsuf sosial Jerman mengembangkan konsep rasionalitas kehidupan
bersama, lewat teori interaksi komunikatifnya.
Kata kunci: Habermas, Teori Tindakan Komunikasi, Kepercayaan kepada Tuhan YME
budaya (dalam Mulyana & Rakhmat, 2005: secara tradisional agama merupakan aspek
vi). Dengan demikian, antara budaya dan terpenting dari konsep-diri. Max Scheller
komunikasi memiliki hubungan timbal balik, (dalam Wahana, 2004) menyampaikan contoh
dimana budaya menjadi bagian dari perilaku konkrit perspektif dalam religi, yaitu adanya
komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi konsep Tuhan di antara bangsa dan jaman yang
pun turut menentukan, memelihara, berbeda. Berdasarkan pengalaman mereka
mengembangkan atau mewariskan budaya. sebagai suku atau bangsa, manusia masa lalu
Dalam hal ini budaya dan komunikasi tidak telah memiliki pandangan tentang Tuhan dari
dapat dipisahkan, karena seluruh perspektif yang berbeda, dan menambahkan
perbendaharaan perilaku manusia sangat ciri khas semangat kebangsaan mereka sendiri
bergantung pada budaya tempat manusia itu pada gambaran Tuhan dengan cara yang
dibesarkan. Konsekuensinya, budaya berbeda-beda pula (Wahana, 2004: 74).
merupakan landasan dari komunikasi. Nilai- Demikian pula bagi orang di jaman
nilai dalam suatu budaya menampakkan diri kuno, seluruh kosmos terbuka kepada yang
dalam perilaku para anggota suatu budaya, kudus. Pada prinsipnya obyek apa saja; entah
yang biasa kita kenal sebagai nilai-nilai matahari atau bulan, bumi, air, gunung, hutan,
normatif. Perilaku-perilaku normatif juga akan batu karang, pohon, gua, dan sebagainya, dapat
tampak pada perilaku sehari-hari yang menjadi menjadi hierofani atau penampakan yang
pedoman bagi individu dan kelompok untuk kudus baginya (Dister, 1992: 32). Dalam
mengurangi atau menghindari konflik. masyarakat primitif, Lang menyatakan bahwa
Agama dan keagamaan manusia orang-orang primitif bisa percaya akan yang
merupakan salah satu karakteristik sosial, maha tinggi (supreme being) melalui
sekaligus sebagai faktor pembeda (differential) penalaran. Mereka merumuskan agama sebagai
yang sangat penting dalam kaitannya dengan kepercayaan akan suatu daya yang melebihi
komunikasi antarmanusia dan antarkelompok kekuatan manusia. Perintah yang utama dan
masyarakat. Selain itu agama merupakan salah ditegaskan adalah: berbuat baik terhadap
satu ciri kehidupan sosial manusia yang orangtua dan yang lemah (Dhavamony, 2006:
universal, dalam arti semua pemeluk agama 77).
mempunyai cara berpikir dan pola perilaku Kepercayaan adalah sistem religi yang
tersendiri sesuai dengan agama yang utama di antara semua kebudayaan di seluruh
dianutnya. Oleh sebab itu, permasalahan yang belahan bumi. Tradisi-tradisi religius dalam
mendasar dari perbedaan agama ini kemudian berbagai budaya secara disadari atau tidak
adalah bagaimana orang beragama ini disadari mempengaruhi sikap-sikap kita
mengkomunikasikan diri mereka di tengah terhadap kehidupan, kematian dan hidup
agama-agama yang lain. Di samping kesukuan, sesudah mati. Agama, dalam batas-batas
kemasyarakatan suku Sunda terpantul gerakan lebih manusiawi, demokratis dan menghargai
kultural yang memiliki kecerdasan sosial hak-hak asasi manusia. Habermas menolak
tinggi. kekerasan, ia tetap pada pendiriannya bahwa
Berkaitan dengan hal kepercayaan dan manusia harus menggunakan komunikasi
agama masyarakat Sunda, keterpinggiran untuk mengatasi berbagai permasalahan di
agama dalam masyarakat modern seringkali dunia. Karena dengan demikian akan tercipta
melahirkan konflik antar agama dan ilmu masyarakat yang komunikatif dan tercipta
pengetahuan. Betulkah demikian? Atau adakah relasi antar manusia dengan rasa saling
alternatif lain yang bisa ditawarkan untuk pengertian.
menyelesaikan konflik tersebut? Jurgen
Habermas, seorang filsuf sosial Jerman Eksistensi Kepercayaan Terhadap Tuhan
mengembangkan konsep rasionalitas Yang Maha Esa pada Masyarakat Cigugur
kehidupan bersama, lewat teori interaksi - Kuningan
komunikatifnya. Menurut Habermas, dialog Kehidupan masyarakat Cigugur selama
rasional merupakan salah satu basis penting ini berjalan sangat harmonis, tidak hanya
guna mewujudkan kehidupan bersama secara dalam kehidupan material namun juga dalam
damai antar umat manusia dengan asal, iman, kehidupan spiritual, dalam hal ini kehidupan
bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Bukan beragama. Kehidupan spiritual masyarakat
dengan bahasa senjata, melainkan senjata Cigugur menjadi menarik untuk dikaji
bahasalah yang dibutuhkan. Dialog tidak boleh mengingat bahwa masyarakat disana terbagi
menghasilkan kubu yang kalah dan menang. menjadi tiga kelompok besar berdasarkan
Tujuan dialog adalah menjelaskan rasionalitas keyakinan yang dianutnya, yaitu kelompok
kehidupan bersama sehingga semua orang bisa masyarakat yang memeluk agama Islam,
setuju atau mencapai sebuah konsensus kelompok masyarakat yang memeluk agama
rasional. Katolik, dan masih ditemukannya masyarakat
Teori interaksi komunikatif Habermas penghayat Adat Cara Karuhun Urang
menyingkapkan beberapa peluang bagi dialog (AKUR) atau lebih dikenal sebagai penghayat
antar budaya, agama, dan juga ilmu Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
pengetahuan yang menjadi persoalan Tingkat keharmonisan kehidupan
masyarakat modern dewasa ini. Dialog seperti spiritual ketiga kelompok masyarakat yang
itu diharapkan tidak menghasilkan berbeda keyakinan tersebut tidak terbatas pada
keterpinggiran agama dari kehidupan sosial, kondisi tidak saling mengganggu keyakinan
tetapi diharapkan dapat melahirkan rasa saling agama masing-masing saja, namun berlanjut
menghargai peran dan posisi masing-masing hingga pada sikap saling membantu,
guna membangun sebuah masyarakat yang mengingatkan, bahkan mendukung ritual
selain memiliki keunikan tata cara ritual yang melakukan upacara-upacara berlainan
bernuansa budaya Sunda, juga memiliki sepanjang tahun, yang disebut para antropolog
keunikan di dalam kehidupan sosial sehari- sebagai rites of passage. Dalam upacara-
hari, khususnya dalam hal kerukunan upacara itu, orang mengucapkan serangkaian
masyarakat Cigugur terbagi atas tiga kelompok berdoa, membaca kitab suci, naik haji,
besar yaitu Masyarakat Muslim, Komunitas mengaji, juga adalah komunikasi ritual.
Katolik, dan Warga Penghayat Kepercayaan Mereka yang berpartisipasi dalam komunikasi
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu di ritual tersebut menegaskan kembali komitmen
antaranya terdapat juga beberapa keluarga mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa,
yang menganut agama Hindu, juga Budha. negara, ideologi, atau agama mereka
tersebut. Namun perbedaan keyakinan para penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
penduduk tentu saja secara tidak disadari dapat Maha Esa di Cigugur, bila kita perhatikan
antar umat beragama tampaknya akan sulit namun ritual Adat Cara Karuhun Urang ini,
tidak mengacu pada ajaran agama Islam. Inti kepercayaan terhadap Tuhan yang
Misalnya saja dalam hal khitanan tidak dianut sebagaian masyarakat Cigugur, telah
diwajibkan, tidak diperbolehkan menikah lebih menentukan cara beribadat pengikutnya. Tidak
dari satu kali, dan penguburan jenazah dengan satu sikap badan tertentu (bersila,
haruslah memakai peti. Para penghayat berlutut, dll) namun dengan cara bersemedi
kepercayaan ini biasanya melakukan ritual singkat, membulatkan dan mengarahkan segala
keagamaan dengan cara bermeditasi bersama- perasaan dan pikiran (batin) ke sesuatu yang
sama di depan api yang menyala di Dapur jauh berada di dalam akunya (kuringnya).
Agung Paseban, atau bila ritual dilakukan Tiap penghayat kepercayaan harus bisa
secara pribadi biasanya dilakukan dengan berhadapan dan berdialog dengan akunya,
menyalakan lilin. Mereka tidak yaitu dengan pribadi kemanusiaannya. Dengan
memperTuhankan api. Api hanya mereka mengenal lebih baik akan pribadi manusianya
gunakan sebagai simbol, yaitu diambil yang sejati (umat Allah), maka orang itu akan
panasnya sebagai inti dan cahayanya sebagai mengenal lebih akrab Tuhannya, lebih dekat
sawab Allah (Nursananingrat, 1977: 15). dan menyatu. Karena kehalusan budi manusia,
Penggunaan api dalam ritual, maka ritual tidak cukup dengan hanya
mengandung makna filosofis bahwa panasnya bahasa lisan saja, tapi disertai spontanitas
api bisa meleburkan benda-benda, bisa juga dengan bahasa tubuh dan bahasa rasa. Cara
merubah dan mempersatukan rasa. Panasnya menyembah Tuhan ini barulah sempurna
matahari dan panasnya perut bumi bisa apabila didukung oleh setiap gerak perasaan
menimbulkan dorongan terciptanya kehidupan dan pikiran, ucapan maupun tingkah laku
di dunia, di mana sumber hidupnya berasal sehari-hari yang sesuai dengan derajat serta
dari sawab Tuhan bagaikan cahaya yang maksud dan tujuan hakiki hidup manusia, yaitu
menerangi seluruh alam semesta. Mereka untuk kemuliaan Tuhan.
percaya, bahwa dengan panasnya nurcahya Dalam setiap ritual yang
yang bersemayam di dalam diri manusia, orang dilakukannya, terdapat komunikasi ritual yang
akan dapat menghancurkan nafsu-nafsu buruk menegaskan komitmen tentang pengukuhan
akibat pengaruh roh-roh hurip seisi alam dan dasar kehidupan manusia yaitu rasa
meleburkannya menjadi satu di dalam sifat kemanusiaan (human character) dan rasa
kemanusiaannya. Dalam masyarakat kebangsaan (nation character). Selanjutnya,
penghayat kepercayaan, ritual diyakini sebagai kesadaran kemanusiaan seseorang dapat
bahasa komunikasi spiritual antara yang direalisasikan dengan pemahaman dan
diciptakan dengan Yang Maha Pencipta. diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
Contohnya dengan berdoa, memohon pada yang selaras dengan nilai, norma, kebiasaan
Tuhan, atau melakukan meditasi. dan adat masyarakat Sunda.
menyadari bahwa komunikasi yang baik teknologi, melainkan proses belajar dalam
bukanlah sesuatu yang mudah untuk dimensi praktis-etis. Teknologi dan faktor
diwujudkan. Karena kegagalan komunikasi, objektif lain baru bisa mengubah masyarakat,
kesalahpahaman dan konflik seringkali tidak bila masyarakat mengintegrasikannya ke
dapat terhindarkan. dalam tindakan komunikatif yang memiliki
Komunikasi, bukanlah hanya sekedar logikanya sendiri. Habermas lalu
ilmu pengetahuan, lebih daripada itu memusatkan diri pada prinsip-prinsip
komunikasi juga merupakan suatu seni. organisasi sosial yang memperlihatkan adanya
Sebagai seni, komunikasi bukanlah sekali jadi tahap-tahap perkembangan dalam praksis
tetapi merupakan suatu proses yang perlu komunikasi. Dalam teks ini diandaikan bahwa
dilatih terus. Bukan hanya menyangkut masyarakat modern yang komunikatif
lahiriah saja, tetapi terlebih dalam hal sikap mengatur konflik dengan memisahkan
hati. Suatu sikap hati yang bijaksana sangat moralitas (pandangan tentang kebaikan
dituntut dalam komunikasi. Dengan sikap ini manusia sebagai manusia) dan legalitas
orang akan mampu menampilkan suatu (pandangan tentang kebaikan manusia menurut
komunikasi yang berkualitas dan penuh hukum), menganut prinsip moralitas yang
inspiratif. Apa yang dibicarakannya universal, rasional, pribadi dan formal, dan
merupakan buah dari kedalaman spiritual mengandaikan keyakinan akan konsensus atas
jiwanya (Suyanto, 2006: 58). klaim kesahihan universal. Habermas mencoba
Komunikasi adalah titik tolak Jurgen memadukan dua paradigma ilmu sosial yang
Habermas yang menjadi fundamen dalam dibahas dalam The Theory of Communicative
usaha mengatasi kemacetan Teori Kritis para Action, yaitu paradigma dunia-kehidupan
pendahulunya. Habermas telah mengubah dan paradigma sistem. Pendiriannya adalah
paradigma kerja dalam Teori Kritis ke bahwa masyarakat jangan dilihat hanya
paradigma komunikasi. Habermas sebagai sistem administrasi dan ekonomi,
berpegang pada pendapat bahwa masyarakat melainkan juga sebagai solidritas budaya atau
yang komunikatif adalah tujuan universal komunitas (Hardiman, 2009: 23).
masyarakat. Habermas mengandaikan bahwa
Dalam The Theory of Communicative konsesnsus dapat dicapai dalam sebuah
Action, Habermas mengembangkan teorinya masyarakat yang reflektif (cerdas) yang
mengenai perkembangan masyarakat. Ia berhasil melakuka komunikasi yang
menjelaskan bahwa masyarakat pada memuaskan. Dalam komunikasi itu, para
hakikatnya komunikatif, dan yang menentukan partisipan membuat lawan bicaranya
perubahan sosial bukanlah semata-mata memahami maksudnya dengan berusaha
perkembangan kekuatan produksi atau mencapai klaim-klaim kesahihan yang
dipandang rasional dan akan diterima tanpa tidak boleh menghasilkan kubu yang kalah
paksaan sebagai hasil konsensus. Empat atau menang. Tujuan dialog adalah
macam klain yang dikemukakan Habermas menjelaskan rasionalitas kehidupan bersama
adalah: klaim kebenaran (thruth), klaim sehingga semua orang bisa setuju atau
ketepatan (rightness), klaim a utentisitas atau mencapai sebuah konsensus rasional.
kejujuran (sincerity), dan klaim Dialog antar agama merupakan suatu
komprehensibilitas (comprehensibility). Setiap praksis komunikasi dari masyarakat yang
komunikasi yang efektif harus mencapai majemuk. Teori komunikasi Habermas
keempat klaim ini, dan orang yang mampu merupakan suatu pembaharuan yang
berkomunikasi dalam arti menghasilkan klaim- melahirkan gagasan tentang model-model
klaim itu, disebutnya memiliki kompetensi tindakan komunikasi, baik itu model teologist
komunikatif. normatif, maupun dramaturgis yang berkaitan
Dalam kaitannya dengan kehidupan dengan klaim kebenaran, kesesuaian, dan
komunikasi antar umat berbeda agama di otentisitas sangat berguna dalam meligat
Cigugur, Teori Interaksi Komunikatif perspektif komunikasi yang terjadi di dalam
Habermas dapat menyingkapkan beberapa dialog antar agama. Dialog antar agama
peluang bagi dialog antar agama, budaya, dan mengusahakan titik temu kebenaran dimana
juga ilmu pengetahuan yang menjadi persolan letak kebenaran masing-masing agama
masyarakat modern. Dialog yang terjadi (kepercayaan) tidak dikalahkan. Pernyataan
diharapkan tidak akan menghasilkan dan pendapatnya tidak bertentangan (sesuai)
keterpinggiran agama/kepercayaan (asli) yang dengan norma-norma agama yang diyakini
ada dari kehidupan sosial masyarakat umum, bersifat universal, dan diungkapkan secara
tetapi melahirkan rasa saling menghargai peran jujur dan otentik. Dimana para peserta
dan posisi masing-masing guna membangun komunikasi mendapat kesempatan yang sama
sebuah masyarakat yang lebih manusiawi, dalam mengekspresikan perasaan dan
demokratis dan menghargai hak-hak asasi kebenarannya sehingga terjadi interaksi dan
manusia. pemahaman secara timbal balik, atau tercapai
Analisa kritis dari Jurgen Habermas konsensus yang bebas dari dominasi.
melalui teori interaksi komunikatifnya, Untuk mencapai pengertian timbal balik
mengembangkan konsep rasionalitas dalam suatu dialog, Habermas juga
kehidupan bersama. Menurutnya dialog menekankan kepada komuniti dari subjek
rasional merupakan salah satu basis penting moral. Habermas mencita-citakan suatu model
guna mewujudkan kehidupa bersama secara diskursus etik dalam dialog, melalui integritas
damai antar manusia dengan asal, iman, kepribadian yang bisa membangun empati dan
bahasa, dan budaya yang berbeda-beda. Dialog solidaritas. Perkembangan kognitif dan moral
Daftar Pustaka
Al-Bustomi, Ahmad Gibson. Membangun Efistem Budaya Sunda. http://kisunda.multiply.com/
journal/item/38.
Dhavamony, Mariasusai. 2006. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Dister, Nico Syukur. 1992. Pengalaman dan Motivasi Beragama, Pengantar Psikologi Agama.
Yogyakarta: Kanisius.
Hardiman, F. Budi. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan
Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius
Hardjana, Agus M. 2005. Religiositas, Agama & Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy & Jalaludin Rakhmat. 2005. Komunikasi Antar Budaya: Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nursananingrat, A. M. Basuki. 1977. Umat Katolik Cigugur. Yogyakarta: Kanisius.
Suyanto, Ig. Joko. 2006. Berziarah Bersama Allah Menuju Allah. Yogyakarta: Kanisius.
Wahana, Paulus. 2004. Nilai Etika Aksiologis Max Scheller. Yogyakarta: Kanisius.