Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Islam
Dosen pengampu: Dr. Elis Mediawati, S.Pd., S.E., M.Si.
disusun oleh:
Cahyo Utomo 1506752
Dessy Permatasari 1505083
Garini Putri Paramesthi 1505437
Mustika Intan Syapitri 1500206
Nadivia Jovanka 1500636
Rizal Zaki Suryo 1503857
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Baitul Maal Wa Tamwil At-Tafakul
FPIPS UPI ini dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai BMT. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu
yang akan datang.
Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam artian bahasa adalah Rumah harta (Sosial)
dan Niaga. Dalam artian yang lebih luas adalah lembaga yang melakukan kegiatannya untuk
tujuan sosial dan niaga dalam rangka mensejahterakan umat, yang dilakukan baik dengan
menghimpun dana dari umat/masyarakat dan melakukan penyaluran/pembiayaan dalam sektor
usaha riil, ada juga yang menyebut bahwa BMT adalah Lembaga Keuangan Mikro yang dapat dan
mampu melayani kebutuhan nasabah usaha mikro kecil dan kecil-mikro berdasarkan sistem
syariah atau bagi hasil (Profit Sharing).
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang BMT khususnya pada proses bisnis
BMT, Kami melakukan observasi pada BMT Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia dengan cara melakukan wawancara dengan pihak BMT tersebut.
1.3 Tujuan
Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam artian bahasa adalah Rumah harta
(Sosial) dan Niaga . Dalam artian yang lebih luas adalah lembaga yang melakukan kegiatannya
untuk tujuan sosial dan niaga dalam rangka mensejahterakan umat, yang dilakukan baik dengan
menghimpun dana dari umat/masyarakat dan melakukan penyaluran/pembiayaan dalam sektor
usaha riil, ada juga yang meyebut bahwa Baitul Maal Wat Tamwil adalah Lembaga Keuangan
Mikro yang dapat dan mampu melayani kebutuhan nasabah usaha mikro kecil dan kecil-mikro
berdasarkan sistem syariah atau bagi hasil (Profit Sharing).
BMT didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi.
Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mesti mendapatkan sertifikat operasi dari
PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat
pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat
(LPSM). Berkenaan dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam
petunjuk Menteri Koperasi dan PPK tanggal 20 maret 1995 yang menetapkan bahwa bila di suatu
wilayah di mana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan baik dan organisasinya
telah teratur dengan baik, maka BMT bisa menjadi Unit Usaha Otonom (U2O) atau Tempat
Pelayanan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu belum
berjalan dengan baik, maka KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai BMT. Apabila di
wilayah yang bersangkutan belum ada KUD, maka dapat didirikan KUD BMT.
Penggunaan badan hukum KSM dan Koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT
tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang-undang, pihak yang berhak menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik
dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian, kalau
BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah berkembang dan telah memenuhi syarat-
syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT
dijadikan sebagai BPRS (Badan Perkreditan Rakyat Syariah) dengan badan hukum Koperasi atau
Perseroan terbatas.
BMT pada umumnya memiliki dua latar belakang pendirian dan kegiatan yang hampir
sama kuatnya, yakni sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagai lembaga keuangan syariah.
Identifikasi yang demikian sudah tampak pada beberapa BMT perintis, yang beroperasi pada akhir
tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an. Mereka memang belum diketahui
secara luas oleh masyarakat, serta masih melayani kelompok masyarakat yang relatif homogen
dengan cakupan geografis yang amat terbatas. Perkembangan pesat dimulai sejak tahun 1995, dan
beroleh momentum tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998.
Pada tahun 2010, telah ada sekitar 4.000 BMT yang beroperasi di Indonesia. Beberapa
diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan faktor
mobilitas yang tinggi dari para pengelola BMT untuk jemput bola, memberikan layanan di luar
kantor, maka sosialisasi keberadaan BMT telah bersifat masif. Wilayah operasionalnya pun sudah
mencakup daerah perdesaan dan daerah perkotaan, di pulau Jawa dan luar Jawa. BMT-BMT
tersebut diperkirakan melayani sekitar 3 juta orang nasabah, yang sebagian besar bergerak di
bidang usaha mikro dan usaha kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani
sangat luas.Mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan,
penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan
usaha jasa yang relatif moderen.
Perhimpunan BMT Indonesia yang disebut juga sebagai BMT Center merupakan asosiasi
yang paling serius mengembangkan diri sejak didirikan pada tanggal 14 Juni 2005. Ada 142 BMT
yang menjadi anggotanya sampai dengan pertengahan 2010, Mereka tersebar di berbagai wilayah
di Indonesia, antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera
dan Aceh. Sampai dengan Desember 2005, ketika BMT center masih beranggotakan 96 BMT,
total asset para anggota adalah sekitar Rp 364 milyar. Dengan adanya pertumbuhan selama tahun
berjalan dan penambahan beberapa anggota baru, maka sampai dengan akhir tahun 2006, aset total
adalah sekitar Rp 458 miliar. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 695 miliar pada akhir tahun
2007, hampir mencapai Rp 1 trilyun pada akhir tahun 2008, dan sekitar Rp 1,6 trilyun pada akhir
2009. Nilai tersebut diperkirakan sekitar 50 persen dari total BMT yang mencapai lebih dari Rp 3
trilyun. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan koperasi jasa keuangan
syariah (KJKS) dalam bentuk Baitul Maal Wa Tanwil (BMT) berkembang sangat signifikan. Hal
ini tidak lepas dari perkembangan kinerja dari BMT secara nasional di tahun 2016 telah mencapai
aset sebesar Rp 4,7 triliun dan jumlah pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun.
2.3 Prinsip dan Produk Inti Dari Baitul Maal Wat Tamwil
Baitul Maal Wat Tamwil sebenarnya merupakan dua kelembagaan yang menjadi satu,
yaitu lembaga Baitul Maal dan lembaga Baitut Tamwil yang masing-masing keduanya memiliki
prinsip dan produk yang berbeda meskipun memiliki hubungan yang erat antara keduanya dalam
menciptakan suatu kondisi perekonomian yang merata dan dinamis.
Secara ringkas P3UK (1994) menerangkan prinsip dan produk inti dari Baitul Maal wat
Tamwil adalah sebagai berikut:
Memiliki prinsip sebagai sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan
shadaqah-nya. Dapat diungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri atas:
Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, dan juga
menerima dana berupa sumbangan, hibah, atau wakaf serta dana-dana yang sifatnya sosial.
Penyaluran dana harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat,
karena sudah ditetapkan dalam nash, yaitu kepada 8 asnaf. Sedangkan dana di luar zakat
dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga
pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya.
b. Prinsip dan Produk inti Baitut Tamwil
Dalam Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank
Islam. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil,
yaitu:
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara
pemodal dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan
pengelola dana dan antara BMT dan penyedia dana. Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah.
Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaanya BMT
mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas
nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering
disebut margin Mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada
penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalahMurabahah dan Bai
Bitsaman Ajil.
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebijakan, prinsip ini lebih bersifat social
dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya
(non cost of money) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk
produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan.
Adapun mengenai produk inti dari BMT sebagai fungsi Baitut Tamwil adalah sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana disini, berupa jenis-jenis simpanan
yang dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-
usaha produktif. Jenis simpanan tersebut antara lain:
1. Al-Wadiah
2. Al-Mudharabah
3. Amanah
b. Produk penyaluran dana
Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaan yang
merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan
tersebut adalah:
1. Pembiayaan Mudharabah
2. Pembiayaan Musyarakah
3. Pembiayaan Murabahah
4. Pembiayaan Bai Saman Ajil
5. Pembiayaan al-Qardhul Hasan
Dari segi hukum islam, beberapa dasar hukum yang menjadi landasan bagi Baitul Mal
Wattamwil adalah sebagai berikut:
a. Menurut Al-Quran
Baitul Mal Wattamwil (BMT) dalam hukum Islam dapat bersumber pada pengaturan
terhadap konteks hukum bisnis dalam Islam. Konsep Baitul Mal lebih bersifat umum dan
tidak secara khusus ditegaskan di dalam Al-Quran, tetapi Al-Quran mengatur perbuatan-
perbuatan yang berkaitan dengan harta benda yang digunakan (dinafkahkan) susuai
tuntunan agama. Penjelasan di dalam Al-Quran yang berkaitan dengan Baitul Mal
Wattamwil (BMT) diantaranya dapat ditemukan pada QS. Al-Baqarah ayat 261 yang
artinya:Perumpamaan (nafkah) yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
butir, dan pada tiap-tiap butir (menumbuhkan) 100 biji. Allah akan melipatgandakan
ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha
Mengetahui".
Sesuai ayat diatas Baitul Mal Wattamwil digunakan untuk kemaslahatan umat, yaitu
dengan menjalin silahturahmi dalam mengadakan kerja sama bagi hasil dengan cara
membagi keuntungan yang diperoleh.
b. Menurut Hadits
Suatu perbuatan atas dasar mencari ridho illahi tentunya harus berlandaskan hukum
Islam sebagai umat muslim tentunya dasar hukum dari perbuatan adalah Al-Quran dan
Sunnah Rasul, begitu halnya terhadap Baitul Mal Wattamwil yang di dalamnya terdapat
akad, suatu perjanjian untuk berbuat bisnis harus didasarkan pada keperca yaan para
pihaknya hal ini dipertegas dengan Hadits Qudsi: Saya (Allah) pihak ketiga dari 2 (Dua)
orang yang berserikat selama salah 1(satu) dari keduanya tidak mengkhianati yang lain
Jika yang 1 (satu) mengkhianati temannya maka aku keluar dari keduanya
c. Menurut Ijma
Selain Al-Quran dan As Sunnah, Ijma yaitu (kreatifitas) dari sahabat nabi/para
ulama/cendekia untuk hal ini (mungkin) diperlukan karena perkembangan Islam yang
terus meningkat.Seperti halnya Al-Quran dan As Sunnah Ijma dapat dijadikan dasar
hukum bagi Baitul Mal Wattamwil. landasan hukum Baitul Mal Wattamwil :
Riwayat Abu Bakar Ash Shiddiq
Abu Bakar merintis embrio Baitul Mal Wattamwil dalam arti yang lebih luas.
Baitul Mal Wattamwil bukan sekedar berarti pihak (al- jihat) yang menangani harta
umat, namun juga berarti suatu tempat (al-makam) untuk menyimpan harta negara.
Abu Bakar menyiapkan tempat khusus di rumahnya berupa karung atau kantung
(ghirarah) untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke Madinah. Hal ini berlangsung
sampai kewafatan beliau pada tahun 13 H/634 M.
Umar bin Khatab
Selama memerintah, Umar bin Khathab tetap memelihara Baitul Mal
Wattamwil secara hati-hati, menerima pemasukan dari sesuatu yang halal sesuai
dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.
Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M),
penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal
Wattamwil, Umar berkata:
Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian
musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk
kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Kuraisy biasa, dan aku adalah
seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.
Ustman bin Affan
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena
pengaruh yang besar dari kaum keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan
protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal Wattamwil. Dalam hal ini, lbnu Saad
menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri, seorang yang sangat besar jasanya dalam
mengumpulkan hadis, yang menyatakan: Usman telah mengangkat sanak kerabat dan
keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa
pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah)kepada Marwan yang
kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari
penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan
Ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari
Baitul Mal sambil berkata, Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari
Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada
sementara sanak kerabatku. Itulah sebab rakyat memprotesnya.
Ali bin Abi Thalib
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal Wattamwil
ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan
dari Baitul Mal Wattamwil, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah
pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya
itu penuh dengan tambalan. Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Isl am
untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan
umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan
bertingkah laku. Sebab posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di
kalangan para mujtahid (Al-Fatwa fi Haqqil Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid).
Artinya, kedudukan fatwa bagi orang kebanyakan, seperti dalil bagi mujtahid.
Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi Islami yang
tengah ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi
syariah di Indonesia. Fatwa ekonomi syariah yang telah hadir itu secara teknis
menyuguhkan model pengembangan bahkan pembaharuan fiqh muamalah maliyah.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Profil BMT AT-TAFAKUL FPIPS UPI
Baitul Maal Wat Tamwil At-Tafakul Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia (BMT At-Tafakul FPIPS UPI) ini didirikan pada tanggal 5 April
2011 oleh Dr. Aceng Kosasih, M.Ag. sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Tujuan dan motivasi mendirikan BMT ini adalah sebagai media untuk
pembelajaran dalam berbisnis Mahasiswa khususnya Mahasiswa FPIPS UPI dan diharapkan dapat
mensejahterakan dosen-dosen dan karyawan-karyawan FPIPS UPI. BMT At-Tafakul FPIPS UPI
memiliki tiga pengurus operasional, yaitu satu manajer dan dua pengurus harian serta pengurus
internal sendiri dipegang oleh dosen-dosen FPIPS UPI. Perekrutan pengurus operasional BMT At-
Tafakul FPIPS UPI ini sendiri melalui kenalan/kepercayaan. BMT At-Tafakul FPIPS UPI ini
dikelola secara bergiliran oleh dosen-dosen program studi yang ada di FPIPS UPI, untuk periode
sekarang dikelola oleh dosen-dosen program studi Manajemen Industri Katering.
Baitul Maal Wat Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro yang dapat dan mampu
melayani kebutuhan nasabah usaha mikro kecil dan kecil-mikro berdasarkan sistem syariah atau
bagi hasil (Profit Sharing). Contohnya seperti Baitul Maal Wat Tamwil At-Tafakul yang ada di
Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (BMT At-Tafakul FPIPS UPI).
BMT At-Tafakul FPIPS UPI ini dibangun dengan tujuan sebagai media pembelajaran
mahasiswa dalam berwirausaha. Mahasiswa FPIPS maupun mahasiswa luar bisa menitipkan
barang dagangannya di BMT At-Tafakul FPIPS UPI dengan bagi hasil yang telah disepakati
bersama. Selain itu juga agar dapat mensejahterakan mahasiswa, dosen, dan karyawan FPIPS UPI
dengan produk simpan-pinjamnya dan program-program yang dimiliki BMT At-Tafakul FPIPS
UPI. BMT At-Tafakul FPIPS UPI juga berperan sebagai penyediaan pos untuk mahasiswa yang
kurang mampu, yang dapat meminjam melalui akad pinjaman (sifatnya harus dikembalikan) yang
diambil dari simpanan pokok. BMT At-Tafakul FPIPS UPI juga menyediakan peralatan beban
kerja dosen dan alat tulis kantor dengan harga yang terjangkau.
DAFTAR PUSTAKA
(2015). Sejarah Berdirinya Baitul Mal Wattamwil BMT. (Daring). Tersedia: http://www.definisi-
pengertian.com/2015/05/sejarah-berdirinya-baitul-mal-wattamwil-bmt.html (5/4/2017)
Rohmatika, Roya. 2013. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). (Daring). Tersedia:
http://royarohmatika.blogspot.co.id/2013/04/baitul-maal-wat-tamwil-bmt.html (6/5/2017)