Professional Documents
Culture Documents
Atonic Postpartum Hemorrhage: Blood Loss, Risk Factors, and Third Stage
Management
Pembimbing :
dr. Marta Isyana Dewi , Sp. OG
Disusun Oleh:
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Imelda Widyasari S G4A015095
Yudith Anindita G4A015096
Fathul Barry G4A015097
Muhammad Faishal Hidayat G4A016020
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
Metode
Peneliti melakukan studi case-control pada wanita yang bersalin pada
Januari 2011 hingga Desember 2013 di delapan fasilitas pelayanan kesehatan tersier
di Kanada. Kasus perdarahan post partum atonik dipilih dari setiap rumah sakit dan
kontrol dari setiap rumah sakit yang sama. Kasus adalah wanita dengan diagnosis
perdarahan post partum atonik yang dipilih berdasarkan rekam medis. Kontrol
yang dipilih adalah wanita tanpda diagnosis perdarahan post partum dan dilakukan
matching terhadap kelompok kasus berdasarkan waktu persalinan ( 3 hari).
Informasi mengenai kondisi maternal, riwayat obstetri, kehamilan, dan persalinan
diambil dari rangkuman rekam medis setiap kasus dan kontrol. Waktu dan estimasi
perdarahan kasus-kontrol diperoleh dari rekam medis. Diagnosis perdarahan post
partum atonik ditegakkan berdasarkan estimasi perdarahan, termasuk blood clots
dan karakteristik tambahan lain pada perdarahan. Perdarahan post partum atonik
didefinisikan sebagai kehilangan darah 500cc pada persalinan pervaginam dan
1000cc pada SC. Karena perbedaan kriteria perdarahan pada persalinan pervaginam
dan SC, analisis diaktegorikan berdasarkan jenis persalinan. Diagnosis akhir
perdarahan post partum ditentukan berdasarkan ICD-10 yang dipilih oleh dokter
penanggungjawab pasien.
Crude dan adjusted OR dengan CI 95% dipilih untuk menentukan efek dari
faktor risiko dan protektif pada perdarahan post partum atonik yang diestimasi
dengan uji regresi logistic kondisional. Tiga tahapan sekuensial uji digunakan untuk
mengidentifikasi faktor risiko independen terhadap perdarahan post partum atonik.
Pada tahapan pertama, karakteristik maternal dan riwayat obstetric dimasukan
kedalam uji. Tahap kedua dimasukan karakteristik kehamilan, komplikasi, dan
intervensi kehamilan, kemudian diuji bersama faktor risiko independen pre-
kehamilan yang berasosiasi dengan perdarahan post partum atonik (hasil uji tahap
pertama). Pada tahap terakhir ditambahkan intervensi selama persalinan, termasuk
penggunaan obat. Taraf signifikansi variabel adalah p < 0.05 pada setiap tahapan
uji, sehingga pada tahapan akhir menyertakan variabel yang signifikan pada uji
sebelumnya.
Informasi MAK III persalinan dari rekam medis tidak lengkap pada
kebanyakan tempat studi. Data dari 3 RS dengan missing values < 10%
untuk peregangan tali pusat terkendali (n = 271) menunjukan beda yang
tidak signifikan secara statistik antasa kasus dan kontrol (p = 0.40). tindakan
klem tali pusat menunjukan tidak ada pengkleman tali pusat yang
memanjang pada wanita yang dilakukan SC (n = 102). Pengkleman tali
pusat memanjang pada wanita yang bersalin pervaginam merupakan faktor
protektif yang tidak signifikan secara statistik (p = 0.06).
Diskusi
Pada penelitian ini ditemukan ketidaksesuaian yang signifikan
antara diagnosis perdarahan post partum atonik dengan volume perdarahan
post partum yang dilihat dari rekam medis. Hal ini menunjukan adanya
kesulitan untuk memperkirakan estimasi jumlah perdarahan selama
persalinan dan pemahaman mengenai perdarahan post patum atonik yang
digunakan di masing-masing RS. Analisis faktor risiko yang telah dilakukan
sesuai dengan berbagai literature yang telah dirilis sebelumnya. Persalinan
pervaginam dengan riwayat SC meningkatkan Odds kejadian, sementara SC
dan SC berulang menurunkan Odds kejadian dibandingkan persalinan
pervaginam tanpa riwayat SC. Kajian mengenai MAK III persalinan
terkendala dengan dokumentasi RS yang minim.
Definisi perdarahan post partum berbeda di beberapa Negara. Di
Amerika dan Kanada perdarahan post partum didefinisikan sebagai
terjadinya perdarahan 500cc pada persalinan pervaginam dan 1000cc pada
persalinan SC. Inggris mendefinisikan perdarahan post partum sebagai
perdarahan 500cc pada persalinan pervaginam maupun SC, dan Australia
mendefinisikan sebagai perdarahan 500cc pada persalinan pervaginam dan
750cc pada SC. pada studi ini ditemukan bahwa diagnosis perdarahan post
partum tidak konsisten karena perbedaan kriteria perdarahan secara
signifikan.
Temuan penelitian ini bertentangan dengan sebuat laporan dari
Australia yang menyebutkan bahwa adanya underestimasi dari
freksuensidiagnosis perdarahan post partum yang diambil dari jumlah
perdarahan berdasarkan rekam medis. Penelitian ini juga menunjukan
ketidaksesuaian antara estimasi perdarahan dengan dokumentasi jumlah
gumpalan darah dan perdarahan banyak. Temuan ini menunjukan adanya
diagnosis yang subjektif atau dokumentasi yang tidak lengkap pada rekam
medis serta adanya sikap kurang cermat dan peduli dari pemberi pelayanan
kepada parturient. Adanya kesalahan diagnosis perdarahan post partum
mungkin dapat menjadi penyebab potensial peningkatan kejadian
perdarahan post partum pada beberapa Negara, namun tidak dapat
menjelaskan peningkatan kasus perdarahan post partum yang berat.
Pada penelitian ini diperoleh hasil yang sesuai antara berbagai faktor
risiko perdarahan post partum dengan berbagai literatur, namun asosiasi
antara riwayat aborsi, penggunaan vitamin dan analgesik pada perdarahan
post partum atonik memerlukan konfirmasi dari penelitian lain. Penelitian
ini juga menunjukan persalinan SC dapat menurunkan kejadian perdarahan
post partum, adanya hubungan preeclampsia dengan perdarahan post
partum, dan adanya asosiasi kuat antara penggunaan magnesium sulfat
dengan perdarahan post partum karena efek tokolitiknya, namun pada
separuh wanita pada studi ini menerima magnesium sulfat sebagai
neuroprotektor janin.
Penggunaan oksitosin selama MAK III persalinan hampir selalu
diberikan dengan dosis lebih tinggi pada kelompok kasus, meskipun pada
kasus perdarahan post partum atonik menerima uterotonika lain secara
signifikan, termasuk ergotamine dan prostaglandin. Transfuse lebih sering
dilakukan pada kelompok kasus dengan SC dibanding pervaginam, karena
jumlah perdarahan lebih banyak pada persalinan SC. peregangan tali pusat
terkendali dapat menurunkan risiko manual plasenta dan menurunkan
perdarahan sekitar 500cc atau lebih, namun manfaat maternal dari klem tali
pusat memanjang masih belum jelas.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukan bahwa diagnosis perdarahan post partum
sering mengalami misklasifikasi secara signifikan karena
ketidakkonsistenan antara kehilangan darah dan diagnosis secara signifikan
pada RM. Peningkatan kejadian perdarahan post partum dapat disebabkan
karena adanya perubahan sekuler pada pemberi pelayanan kesehatan
terhadap jumlah perdarahan. Meskipun penelitian ini menunjukan
hubungan yang lemah antara komponen MAK III persalinan dengan
kejadian, peneliti belum dapat menentukan apakah hal ini disebakan karena
dokumentasi yang kurang baik atau adanya kesalahan pelaksanaan
intervensi pada MAK III persalinan. Perbaikan dalam penulisan
dokumentasi dapat memudahkan untuk mendeteksi penyebab peningkatan
kejadian peradrahan post partum di beberapa Negara maju.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai keluarnya darah dari
vagina sebanyak minimal 500 cc setelah janin lahir pervaginam atau
minimal 1000 cc setelah persalinan perabdominam. Bila perdarahan
sebanyak minimal 1000 cc setelah persalinan pervaginam, dikatakan
sebagai perdarahan postpartum masif (Lisonkova et al, 2016; WHO, 2009).
Sedangkan untuk klasifikasinya, perdarahan postpartum dibagi menjadi
primer dan sekunder. Perdarahan postpartum primer bila berlangsung
sampai dengan 24 jam, sedangkan sekunder bila lebih dari 24 jam sampai
2 minggu (Lutomski, 2011; WHO, 2009).
Sedangkan atonia uteri sebagai salah satu penyebab perdarahan
postpartum dan merupakan yang tersering, didefinisikan sebagai kegagalan
myometrium untuk berkontraksi setelah persalinan. Kontraksi myometrium
yang kuat dan efektif sangat penting untuk menghindari perdarahan lebih
lanjut. Namun, pada atonia uteri, uterus menjadi lunak sehingga timbul
perdarahan per vaginam (Lim, 2012).
B. Etiologi
Penyebab dari perdarahan postpartum adalah atonia uteri (tonus),
inversion uteri, ruptur uteri, laserasi jalan lahir (tear), retensi plasenta atau
sisa plasenta (tissue), dan kelainan pembekuan darah (thrombin). Namun,
penyebab terbanyak adalah atonia uteri, sebanyak 80% kasus (Lutomski,
2011).
Perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri dapat
berhubungan dengan overdistensi uterus, infeksi, distorsi uterus.
Overdistensi uterus, misalnya dalam keadaan multigravida, kehamilan
multipel, dan polihidramnion, dapat menyebabkan kontraksi uterus tidak
langsung membaik.
C. Epidemiologi
Angka kejadian perdarahan postpartum diperkirakan sekitar 6-11 %
di dunia. Di Afrika prevalensinya sebanyak 10.5%, 8.9 di Amerika Latin,
6.3% di Amerika Utara dan Eropa, serta 2.6% di Asia. Sedangkan untuk
perdarahan postpartum dengan volume minimal 1000 cc prevalensinya
lebih kecil, yaitu sekitar 1.9-2.8%. Namun, kejadiannya terus meningkat di
beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat yang meningkat 26%
dalam 12 tahun. Atonia uteri sendiri menyebabkan sebanyak 75-90% kasus
perdarahan postpartum (Khan, 2006).
Menurut WHO, 2005, perdarahan postpartum masih menjadi
penyebab kematian yang cukup tinggi di dunia. Mortalitas perdarahan
postpartum terjadi di Asia (48%) dan Afrika (2006). Di Kanada dan
Amerika Serikat, prevalensinya juga meningkat 23-26% (Lim, 2012).
D. Faktor risiko
Identifikasi bagi ibu hamil yang berisiko mengalami perdarahan
postpartum atonik penting untuk diketahui dan dalam penanganan lebih
lanjut untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Faktor risiko dari
perdarahan postpartum atonik, antara lain (Bateman, 2010):
1. Usia ibu, di mana usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun lebih
berisiko untuk mengalami perdarahan post partum.
2. Multigravida
3. Kehamilan ganda
4. Polihidramnion
5. Chorioamnionitis
6. Riwayat perdarahan antepartum
7. Adanya riwayat hipertensi dalam kehamilan dan diabetes mellitus
8. Adanya riwayat aborsi sebelumnya
9. Fibroid uterus atau jaringan parut uterus
10. Partus lama
11. Persalinan perabdominam (section cesarean) atau riwayat persalinan
perabdominam sebelumnya.
Menurut Lim, 2012, faktor risiko dari perdarahan postpartum atonik dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Overdistensi uterus: kehamilan ganda, polihidramnion, makrosomia
2. Faktor terkait persalinan: induksi dan augmentasi persalinan, partus lama,
partus presipitatus, manual plasenta
3. Penggunaan relaxan uterus: anestesi, magnesium sulfat.
4. Factor intrinsik: usia lebih dari 35 tahun, obesitas, riwayat perdarahan
postpartum sebelumnya, riwayat perdarahan antepartum
E. Patofisiologi
Atonia uteri sebagai penyebab paling sering dari perdarahan
postpartum terjadi karena myometrium uterus yang terdistensi sebelumnya,
gagal untuk berkontraksi kembali ke ukurannya semula. Hal ini
menyebabkan pembuluh darah pada bagian myometrium yang seharusnya
terkonstriksi karena kontraksi otot polos myometrium, gagal terkonstriksi
sehingga menimbulkan perdarahan (Khan, 2006).
Kegagalan dari kontraksi uterus ini tidak diketahui secara pasti
penyebabnya. Beberapa hormon yang dapat dikaitkan dengan kontraktilitas
uterus adalah oksitosin dan prostaglandin. Selama persalinan, distensi
uterus dan cervix merangsang pelepasan oksitosin. Kemudian oksitosin
akan berikatan dengan reseptornya di myometrium, dan meningkatkan
kontraksi uterus. Prostaglandin juga berperan sebagai stimulan unuk
kontraksi myometrium. Dalam kehamilan, prostaglandin dihasilkan oleh
jaringan desidua, plasenta dan membrane fetus. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa pelepasan prostaglandin meningkat saat persalinan kala
3 (Khan, 2006).
Atau
G. Penegakan Diagnosis
Gejala dan tanda yang Gejala dan tanda DD
selalu ada yang kadang ada
1. Uterus tidak berkontraksi syok Atonia uteri
dan lembek
2. Perdarahan Post Partum
Primer (segera setelah
anak lahir)
1. Perdarahan post partum Pucat Robekan jalan lahir
primer Lemah
2. Perdarahan segera Menggigil
3. Uterus kontraksi baik
4. Plasenta lahir lengkap
1. Plasenta belum lahir Tali pusar putus Retensio plasenta
setelah 30 menit akibat traksi
2. Perdarahan post partum berlebihan
primer Inversio uteri akibat
3. Uterus kontraksinya baik tarikan
Perdarahan lanjutan
1. Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi Sisa plasenta
selaput (mengandung tetapi TFU tidak
berkurang
pembuluh darah) tidak
lengkap
2. Perdarahan post partum
primer
1. Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri
2. Lumen vagina terisi pucat
massa
3. Tampak tal pusat (jika
plasenta belum lahir)
4. Perdarahan post partum
primer
5. Nyeri ringan-berat
1. Sub involusi uterus Anemia Perdarahan
2. Nyeri tekan perut bawah Demam terlambat
3. Perdarahan >24jam Endometritis
setelah persalinan Sisa plasenta
(sekunder)
4. Perdarahan bervariasi (R-
B) atau tidak teratur dan
berbau (jika disertai
infeksi)
1. Perdarahan post partum Syok Ruptur uteri
primer Nyeri tekan perut
2. Nyeri perut berat Denyut nadi ibu cepat
Tabel. (Fransisca, 2010)
H. Tata Laksana
1) Tatalaksana Atonia Uteri
I. Komplikasi
Komplikasi pada perdarahan post partum adalah kehilangan banyak
darah sehingga dapat terjadi syok hipovolemi, anemia, infeksi masa nifas serta
kegagalan fungsi organ seperti ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Bateman, B. T., Mitchell F. B., Laura E. R., Lisa R. L. 2010. The Epidemiology of
Postpartum Hemmorhage in A Large, Nationwide Sample of Deliveries.
Society for Obstetric Anaesthesia and Perinatology Vol 110;No. 5. www.
Anaesthesia-analgesia.org
FIGO, 2012. Prevention And Treatment Of Postpartum Hemorrhage In Low
Resource Settings in International Journal of Gynecology and Obstetrics.
Available in www.elsevier.com/locate/ijgo
Fransisca, S. 2010. Perdarahan Post Partum. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma
Iman, B. 2011. Perdarahan Post Partum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Khan, R.U. and El-Refaey, H., 2006. Pathophysiology of postpartum hemorrhage
and third stage of labor. Postpartum Hemorrhage, pp.62-69.
Leduc, D., Vyta, S., Andre, B., 2009. Active Management Of The Third Stage Of
Labour: Prevention and Treatment of Postpartum Hemorrhage in Journal of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada Vol 31 (10): 980-993.
Lim, P. S. 2012. Uterine Atony: Management Strategies. Dapat dilihat di:
http://cdn.intechopen.com/pdfs/32726/InTech-
Uterine_atony_management_strategies.pdf
Lutomski, J.E., Byrne B. M., Devianne D., Greene R. A. 2011. Increasing Trends
in Atonic Postpartum Haemorrhage in Ireland: An 11-Year Population-
Based Cohort Study. BJOG: An International Journal of Obstetrics &
Gynaecology, Vol 119, Issue 3. Irlandia: National Perinatal Epidemiology.
Dapat dilihat di: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1471-
0528.2011.03198.x/pdf
Queensland, H. 2013. Primary Post Haemorrhage in Queensland Maternity and
Neonatal Cinical Guidline Program. Available in
www.health.gld.gov.au/gcg
WHO. 2009. Guidelines for the Management of Postpartum Haemorrhage and
Retained Placenta. Dapat dilihat di:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44171/1/9789241598514_eng.pdf