You are on page 1of 24

JOURNAL READING

Maternal Obesity and High-Fat Diet Program Offspring Metabolic Syndrome

Pembimbing :
dr. Adi Setyawan, Sp.OG (K.FER)

Disusun Oleh:
Lathif Suryandana G4A015166
Rosiana Dian Pratiwi G4A015167
Irma Wijayaningtyas G4A015207
Raden Roro Fera Pratiwi G4A016073

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Maternal Obesity and High-Fat Diet Program Offspring Metabolic Syndrome

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Profesi Dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Lathif Suryandana G4A015166


Rosiana Dian Pratiwi G4A015167
Irma Wijayaningtyas G4A015207
Raden Roro Fera Pratiwi G4A016073

Purwokerto, Agustus 2017

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Adi Setyawan, Sp.OG (K.FER)

ii
I. PENDAHULUAN

Sindrom metabolik telah diketahui menjadi epidemi di Amerika Serikat.


Dewasa ini, 65% orang dewasa Amerika mengalami overweight dan 30% mengalami
obesitas, meskipun peningkatan signifikan kejadian obesitas terlihat pada masa anak-
anak hingga remaja. Prevalensi obesitas sebelum kehamilan juga terus meningkat.
Insidensi obesitas di antara wanita yang datang ke pelayanan prenatal telah meningkat
dua kali lipat sejak 1980. Wanita tidak hanya memulai kehamilan pada indeks massa
tubuh yang lebih tinggi, namun wanita juga mengalami kelebihan berat badan
gestasional. Dengan demikian, perawatan dokter pada ibu hamil akan meningkatkan
perawatan pada wanita dengan overweight dan obesitas.

Faktor nutrisi maternal telah diketahui melalui studi pada manusia dan hewan,
memiliki efek pada pertumbuhan janin dan pada akhirnya mempengaruhi predisposisi
obesitas keturunanya. Penelitian yang meneliti mengenai asal perkembangan obesitas
pada dewasa telah menunjukkan bahwa obesitas maternal, pertambahan berat badan
selama kehamilan, dan/atau adanya diabetes gestasional, masing-masing berhubungan
dengan peningkatan risiko keturunannya mengalami obesitas selama masa anak-anak
dan/atau saat dewasa.

Penelitian pada manusia terkini menunjukkan bahwa di antara faktor-faktor


tersebut, berat badan ibu sebelum kehamilan merupakan faktor yang paling dapat
memperkirakan terjadinya obesitas pada keturunannya. Studi pada hewan yang
meneliti tentang mekanisme pemrograman janin, membuktikan bahwa obesitas
maternal dan diet tinggi lemak budaya Barat, menyebabkan peningkatan jaringan
adiposa janin dan kemudian meningkatkan adipogenesis serta jalur saraf hipotalamus
untuk meningkatan nafsu makan dibandingkan dengan rasa kenyang.

Menyusui sangat dianjurkan untuk wanita pasca persalinan di Amerika Serikat,


dengan bukti yang menunjukan bahwa menyusui memiliki manfaat yang signifikan
pada fungsi imunitas bayi baru lahir, nutrisi, penurunan berat badan ibu, serta ikatan
ibu dan anak. Namun, air susu ibu (ASI) telah diketahui mencerminkan konsumsi
makanan ibu, obesitas maternal serta diet tinggi lemak juga dapat berpengaruh pada
peningkatan kadar lemak pada air susu ibu. Maka dari itu, obesitas maternal dapat
mempengaruhi program janin yang diinduksi ASI, terlepas dari efek obesitas maternal
pada pemrograman janin.

Mengingat potensi dari obesitas maternal selama masa kehamilan dan


menyusui, Desai et al (2014) mencari efek dari setiap periode sindrom metabolik pada
tikus. Hipotesis pada penelitian ini yaitu Ibu dengan obesitas selama kehamilan dan
menyusui, akan memberikan dampak pada anak menjadi lebih obesitas dan
menunjukkan tingkat abnormalitas metabolik yang lebih besar.

2
II. ISI JURNAL

A. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Desai et al (2014) merupakan penelitian
eksperimental dengan menggunakan hewan.. dengan pendekatan post test with
control group design. Sampel penelitian adalah tikus Sprague dawley model
obesitas maternal yang diinduksi dengan diet tinggi lemak sebelum dan selama
kehamilan dan menyusui. Hewan coba dibagi menjadi dua kelompok yaitu, induk
tikus kontrol dan induk tikus diet tinggi lemak. Pada saat lahir, anak tikus (4 jantan
dan 4 betina per kelompok) saling dialih-asuhkan, sehingga didapatkan empat jenis
diet maternal selama kehamilan/menyusui, yaitu (1) diet kontrol (Con) selama
kehamilan dan menyusui (Con/Con), (2) diet tinggi lemak (HF) selama kehamilan
dan menyusui (HF/HF), (3) diet tinggi lemak selama kehamilan saja (HF/Con),
dan (4) diet tinggi lemak selama menyusui saja (Con/HF). Pada usia 3 minggu,
anak tikus dipisahkan dari induknya dan diberi makanan dengan kadar lemak
normal (10% k/Cal).
Variabel yang diukur yaitu berat badan, asupan makan, profil plasma seperti
kadar kolesterol, trigliserida, glukosa darah, leptin, insulin, kortikosteron, serta
tekanan darah. Perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok percobaan
dibandingkan dengan tes T tidak berpasangan (neonatus usia 1 hari), pengukuran
analisis varians berulang (berat badan dan asupan makan), atau analisis varians
dengan tes Dunnetsposthoc (komposis tubuh dan hormon/metabolit plasma).
B. Hasil Penelitian
Fenotip maternal selama kehamilan dan akhir masa menyusui membuktikan
adanya peningkatan lemak tubuh dan kadar kortikosteron plasma pada induk tikus.
Induk HF dan kontrol (Con) mengalami peningkatan berat badan dengan jumlah
yang hampir sama selama kehamilan. Namun, terdapat perbedaan yang jelas
setelah melahirkan, karena kelompok induk kontrol mengalami penurunan berat
badan yang jauh lebih besar dari kehamilan hari 20 hingga hari 1 postnatal.

3
Diet maternal HF selama kehamilan terbukti meningkatkan kadar lemak pada
anak tikus, meskipun berat badannya tetap normal. Konsumsi diet HF selama
kehamilan tidak meningkatan berat badan, sedangkan anak tikus yang terpapar diet
HF saat menyusui menunjukkan peningkatan berat badan saat dewasa, tetapi tidak
ketika masih menyusui. Sedangkan, diet maternal HF selama kehamilan dan
menyusui meningkatkan kadar lemak dan berat badan anak tikus. Kadar
trigliserida plasma anak tikus meningkat pada 3 grup yang terpapar diet HF. Selain
itu, 3 grup yang terpapar diet HF menunjukkan peningkatan kadar glukosa, leptin
dan insulin di kedua jenis kelamin. Kadar kortikosteron plasma meningkat secara
signifikan pada anak tikus jantan dan betina kelompok HF/HF dan HF/Con.
Hiperglisemia, muncul pada seluruh kelompok yang terpapar diet HF (selama
kehamilan, dan/atau menyusui), namun tes toleransi glukosa menunjukkan bahwa
anak tikus jantan dan betina kelompok HF/Con menunjukkan area di bawah kurva
yang paling besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Peningkatan tekanan
darah terjadi pada seluruh kelompok anak tikus.
C. Pembahasan
Hasil penelitian Desai et al (2014) menunjukkan pengaruh yang jelas dari
obesitas maternal/diet HF terhadap komposisi tubuh keturunannya dan risiko
sindrom metabolik. Terutama, perbedaan efek pada fenotip keturunan bergantung
pada ada tidaknya paparan terhadap obesitas maternal selama kehamilan, selama
menyusui, atau selama kedua periode tersebut.
Seperti kehamilan pada manusia, kedua induk HF dan Con menunjukkan
peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida plasma dibandingkan dengan tikus
yang tidak hamil dan dengan kadar pada saat masa laktasi selesai. Metabolisme
lemak telah diketahui berbeda pada wanita hamil kurus dan obesitas, dengan
wanita obesitas menunjukan pergantian fase anabolik ke katabolik yang lebih awal
dan lipolisis yang tinggi bila dibandingkan dengan wanita kurus. Meskipun
hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida maternal selama kehamilan dipercaya
dapat berkontribusi pada risiko aterosklerosis atau hipertensi jangka panjang,
peningkatan kolesterol dan asam lemak selama masa menyusui juga dapat

4
memiliki risiko yang sama (Heerwagenetal, 2010; Palinskietal, 2007). Kadar
kortikosteron plasma yang meningkat pada induk HF pada hari kehamilan 20,
menandakan bahwa efek diet dan/atau obesitas maternal merupakan faktor stres
yang signifikan.
Pemeriksaan berat badan anak tikus menunjukkan efek pemrograman pada
diet maternal selama kehamilan dan menyusui. Konsumsi diet HF selama
kehamilan saja tidak berpengaruh pada berat badan anak tikus saat dewasa.
Konsumsi diet HF selama menyusui berhubungan dengan peningkatan berat badan
anak tikus jantan dan betina, menandakan bahwa diet HF tidak mengganggu
produksi ASI. Namun, konsumsi diet HF selama kehamilan dan menyusui
(HF/HF) mengakibatkan peningkatan berat badan terus menerus pada anak tikus
bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Oleh karena itu, diet HF selama
kehamilan berpotensi pada pertumbuhan keturunan apabila anak tersebut juga
diasuh oleh induk yang mengonsumsi diet HF.Hal tersebut dapat disebabkan oleh
efisiensi metabolik dan/atau pengeluaran energi yang kemungkinan telah
terprogram oleh perubahan makanan induk selama kehamilan dan/atau masa
menyusui. Penelitian pada binatang pengerat dan domba menunjukkan adanya
efek pemrograman diet maternal pada pengeluaran energi keturunannya yang telah
dewasa (Donovan et al, 2013).
Kadar korikosteron plasma meningkat pada anak tikus HF/HF dan HF/Con
menandakan adanya efek pemrograman diet HF selama kehamilan pada ekspresi
glukortikoid endogen anak tikus. Hampir sama, diet HF selama kehamilan
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dan kadar insulin plasma pada tiga
kelompok yang terpapar HF. Anak tikus yang terpapar diet HF selama kehamilan
dan menyusui menunujukkan adanya hiperglikemia dan hiperinsulinemia, yang
menandakan diabetes tipe resistensi insulin. Sedangkan kelompok yang terpapar
diet HF selama kehamilan atau menyusui saja menandakan adanya sekresi insulin
yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan hiperglikemia.
Seluruh kelompok anak tikus jantan dan betina yang terpapar diet HF
menunjukkan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut menandakan bahwa

5
paparan terhadap lingkungan yang obesitas/tinggi lemak baik saat kehamilan
dan/atau menyusui dapat berdampak buruk pada kesehatan anak. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, kadar kortikosteron plasma meningkat pada anak tikus
yang terpapar diet HF, menandakan bahwa peningkatan glukokortikoid mungkin
berkontribusi dalam mekanisme hipertensi pada kelompok tersebut. Namun,
terdapat mekanisme lain yang dapat menyebabkan hipertensi pada anak tikus yaitu
selain yang diperantarai oleh glukokortikoid (OReganet al, 2004). Karena
vaskulogenesis tetap berlanjut selama masa pengasuhan induk yang terpapar diet
HF, kemungkinan perubahan pada perkembangan vaskular dan /atau jantung dapat
mempengaruhi regulasi tekanan darah (Tokunaga et al, 1996; Dong et al, 2013).
Obesitas pra kehamilan dan diet tinggi lemak memiliki dampak buruk yang
signifikan terhadap kesehatan jangka panjang janin dan ibu. Paparan terhadap diet
HF baik selama kehamilan dan menyusui berakibat pada perubahan fenotip dan
obesitas yang berlebihan dibandingkan dengan diet HF selama kehamilan saja.
Meskipun begitu, paparan diet HF pada kehamilan saja juga memiliki dampak
buruk yang signifikan, menandakan bahwa menyarankan ibu yang obesitas/diet
tinggi lemak untuk membatasi menyusui atau menyarankan untuk memberikan
susu formula kepada bayinya, kemungkinan tidak dapat memperbaiki efek
pemrogramman selama kehamilan. Sebaliknya, penurunan berat badan sebelum
konsepsi sangat optimal untuk mempromosikan efek menguntungkan dari
lingkungan kehamilan.

6
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diet Tinggi Lemak

1. Definisi

Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing-


masing mempunyai fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Sebagian besar
(99%) lemak tubuh adalah trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan
asam-asam lemak. Disamping mensuplai energi, lemak terutama trigliserida,
berfungsi menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan
menyediakan asam-asam lemak esensial. Selain itu juga berfungsi penting
dalam metabolisme zat gizi, terutama penyerapan karoteniod, vitamin A, D, E
dan K (Boyle and Roth, 2010).

2. Klasifikasi
Lemak adalah suatu ester trigliserida (TG) dari gliserol dengan 3 asam
lemak terikat pada rantai utamanya. Asam lemak yang berikatan dengan
trigliserida pada dasarnya merupakan rantai karbon (C) dengan gugus
karboksil (COOH) pada salah satu ujungnya yang dapat bereaksi (berikatan)
dengan molekul lain. Asam lemak digolongkan berdasarkan (Tuminah, 2009):
a. Panjang rantai karbon
1) Rantai pendek (C2C6)
2) Rantai sedang (C8C12)
3) Rantai panjang (C 14C24)
b. Derajat Kejenuhan
1) Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA)
Asam lemak dengan rantai hidrokarbon tanpa ikatan rangkap.
Contoh : Asam Stearat
2) Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MonoUnsaturated Fatty
Acid/MUFA)

7
Asam lemak dengan satu ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbonnya.
3) Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PolyUnsaturated Fatty
Acid/PUFA)
Asam lemak yang rantai hidrokarbon yang mempunyai 2 (dua)
atau lebih ikatan rangkap.
c. Isomer Geometrik
1) Asam Lemak Tak Jenuh "Cis" (bentuk alami)
Jika atom-atom hidrogen pada ikatan rangkap terletak disisi
yang sama dari rantai hidrokarbon. Contoh: asam oleat.
2) Asam Lemak Tak Jenuh "Trans" (bentuk tidak alami)
Jika atom-atom hidrogen pada ikatan rangkap terletak disisi
yang berlawanan dari rantai hidrokarbon. Contoh: asam elaidat.

Sistem syaraf pusat kaya dengan turunan dua asam lemak. Asam lemak
esensial, yaitu asam linoleat dan asam alfa-linolenat (Brown, 2011). Omega-
3 (seperti asam linolenat, EPA dan DHA) dan Omega-6 (seperti asam linoleat
dan AA) merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (long chain fatty
acids) yang berfungsi sebagai anti-inflamasi, anti-clotting sehingga penting
bagi kelancaran aliran darah dan fungsi sendi (IOM, 2005).

3. Sumber Pangan
Omega-6 banyak terdapat dalam minyak nabati seperti minyak kedele,
minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak biji kapas dan minyak
safflower. Omega-3 banyak terdapat dalam minyak ikan, ikan laut dalam
seperti lemuru, tuna, salmon, cod, minyak kanola, minyak kedelai, minyak
zaitun dan minyak jagung. Lemak/gajih, minyak kelapa, mentega (butter),
minyak inti sawit dan coklat banyak mengandung lemak jenuh. Asam-asam
lemak yang tidak jenuh dapat menjadi jenuh atau sebagian tetap tidak jenuh
tetapi berubah menjadi trans-fatty acids, yang tidak baik bagi kesehatan,

8
karena proses pengolahan pangan (hidrogenisasi) atau cara menggunakannya
(Brown, 2011).

4. Kecukupan lemak dan diet tinggi lemak


Secara umum pola konsumsi pangan remaja dan dewasa yang baik
adalah bila perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan
lemak adalah 50-65% : 10- 20% : 20-30%. Rata-rata konsumsi lemak yang
dianjurkan yaitu 47 gram/kapita/hari atau 25 persen dari total konsumsi
energi. Jika konsumsi lemak melebihi jumlah yang dianjurkan maka bisa
dikatakan diet tinggi lemak (Riskesdas, 2010).

Tabel 3- 1. Tabel Anjuran Proposi Energi dari Protein, Lemak, dan Karbohidrat (IOM, 2005)

5. Efek Asam Lemak bagi Kesehatan


Hasil penelitian yang telah dilakukan di Universitas Maryland dan
instansi-instansi lain, menunjukkan bahwa konsumsi asam lemak trans dari
minyak/lemak nabati yang dihidrogenasi sebagian guna memadatkan
minyak/lemak mempunyai banyak pengaruh buruk terhadap kesehatan seperti
penyakit jantung, kanker, diabetes, imunitas, reproduksi, laktasi serta
kegemukan. Pengaruh buruk tersebut dijelaskan pada paparan berikut, yaitu
(Tuminah, 2009):
a. Jantung
Para peneliti dari Universitas Harvard telah melakukan evaluasi
pada lebih dari 85.000 wanita dalam penelitian prospektif jangka
panjang. Mereka menemukan bahwa secara signifikan ada asupan asam
lemak trans dengan kadar tinggi pada wanita-wanita yang menderita

9
penyakit jantung. Penelitian terhadap komposisi plak (ateroma) pada
dinding arteri pasien dengan penyakit jantung koroner menemukan
bahwa ester kolesterol yang terdapat pada plak ini terbukti mengandung
asam lemak tak jenuh sebanyak 74%, sedangkan asam lemak jenuhnya
hanya sebesar 26%.
b. Kanker
Asam lemak trans memicu perubahan buruk dalam aktivitas
sistem enzim sitokrom oksidase P-448/450 pada metabolisme zat-zat
kimia karsinogen dan obat-obatan. Pada dua penelitian dari Amerika
Serikat dan Kanada menemukan bahwa asam linoleat asam lemak tak
jenuh jamak yang banyak terdapat dalam minyak sayur meningkatkan
resiko tumor payudara. Selain itu, minyak tak jenuh jamak dalam kulit
segera dioksidasi oleh radiasi ultra violet dari matahari dan membentuk
radikal bebas yang merugikan. Hal ini dapat merusak DNA sel dan
menyebabkan kanker kulit.
c. Diabetes
Penelitian pada manusia dan primata menunjukkan bahwa asam
lemak trans menurunkan respon sel darah merah terhadap insulin,
sehingga rnenimbulkan efek diabetogenik.
d. Imunitas
Asam lemak trans berpengaruh buruk terhadap respon imun
dengan menurunkan efisiensi respon dari sel B dan meningkatkan
proliferasi sel T. Penelitian ini dilakukan di Maryland menggunakan
mencit. Namun masalah disfungsi imunitas pada manusia, tetap masih
perlu dievaluasi secara sistematis.
e. Reproduksi dan Laktasi (menyusui)
Penelitian terbaru di luar Amerika telah menunjukkan bahwa
asam lemak trans berdampak pada organ-organ reproduksi dan
menurunkan jumlah susu baik pada manusia maupun semua spesies
yang sedang laktasi.

10
f. Kegemukan
Pada dasarnya asam lemak trans menyebabkan perubahan fungsi
homeostasis membran sel, misal dalam mengambil alih transport
membran dan cairan membran. Isomer-isomer asam lemak tersebut
mengubah ukuran sel adiposa, jumlah sel, komposisi asam lemak dan
golongan lemak.

B. Obesitas Maternal

1. Definisi

Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body Mass


Index (BMI) 30 kg/m2 dimana angka tersebut diperoleh dari rumus Berat
Badan dalam Kg dibagi oleh tinggi badan dalam meter dikuadratkan (Davies,
2010).

Penentuan obesitas dengan BMI lebih lazim digunakan dibandingkan


dengan metode lain seperti pengukuran ketebalan lipatan lemak dan lingkar
pinggang (waist circumferrencia), penghitungan rasio waist-to-hip
circumferrencia, termasuk juga dengan menggunakan alat-alat seperti USG
(Ultrasonografi), CT-scan (Computed Tomography Scanning) dan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) (Davies, 2010).

Obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe android (central body obesity)
yang merujuk pada distribusi lemak ke pusat tubuh dan tipe gynoid (lower
body obesity) dimana distribusi lemak kearah bawah yaitu femoral dan
gluteal. Diantara kedua tipe tersebut tipe android lebih berisiko terjadi
kelainan metabolik seperti insulin resisten, dislipidemia, hipertensi, diabetes
(metabolik sindrom). Hal tersebut disebabkan oleh karena lemak pada visceral
(central body obesity) lebih aktif terjadi lipolisis dan sensitivitas terhadap
insulin menurun (Huda, 2010).

11
2. Epidemiologi

Wanita hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan


kehamilan dengan 8% dikategorikan sebagai Extremely obese (BMI 40
kg/m2) dan jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun.
Keadaan ini menunjukan suatu kondisi yang sangat serius mengingat
komplikasi yang ditimbulkannya baik terhadap ibu, fetus, neonatus serta
potensial komplikasi yang dapat ditimbulkannya pada kehidupan selanjutnya
serta secara ekonomi akan membutuhkan biaya yang lebih banyak
(Gunatilake, 2011).

Obesitas pada perempuan usia > 18 tahun di Indonesia pada tahun


2013 sebesar 32,9 persen, meningkat 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan
17,5 persen dari tahun 2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa
Tenggara Timur (5,6%), dan prevalensi tertinggi di Sulawesi Utara
(19,5%)(Balitbangkes, 2013).

3. Patofisiologi

Obesitas berisiko tinggi menimbulkan abortus, gestasional diabetes


mellitus, hipertensi dalam kehamilan, gangguan pernafasan pada ibu, bayi
makrosomia, trauma persalinan baik pada ibu maupun bayi, kelainan
kongenital, fase persalinan yang lambat, tindakan operasi pervaginam,
distosia bahu, persalinan dengan seksio sesaria, perdarahan post partum,
trombosis dan infeksi (Jensena, 2009). Wanita obesitas yang menjalani seksio
sesaria memiliki risiko morbiditas bahkan mortalitas lebih tinggi
dibandingkan wanita dengan berat badan normal sehubungan dengan
kehilangan darah yang lebih banyak, komplikasi dari tindakan anestesi,
kesulitan dari teknik operasi dan komplikasi berkaitan dengan penyembuhan
luka (Gunatilake, 2011).

Distribusi jaringan lemak pada berbagai organ yang berbeda juga akan
memberikan implikasi morbiditas yang berbeda pula. Secara spesifik, lemak

12
yang berlebihan di daerah abdomen dan intraabdomen berimplikasi terhadap
morbiditas lebih signifikan dibandingkan lemak berlebih di daerah bokong
atau ekstremitas bawah. Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas
pada wanita seperti diabetes mellitus, hipertensi, resistensi insulin dan
hiperlipidemia berhubungan erat dengan distribusi lemak yang berlebih di
daerah intraabdomen/tubuh bagian atas dibandingkan dengan dibagian lain,
mekanisme bagaimana hal tersebut dapat terjadi sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas tetapi fakta menunjukan bahwa lemak di daerah
abdomen bersifat lebih lipolytically active dibandingkan dengan lemak di
daerah yang lainnya. Lepasnya asam lemak bebas dalam sirkulasi dapat
menyebabkan efek yang buruk terhadap metabolisme terutama di hati,
adipokines dan cytokines yang disekresikan oleh adiposit viseral yang
berperan terhadap terjadinya komplikasi dari obesitas sampai saat ini masih
dalam penelitian (Flier, 2008).

Bukti menunjukan bahwa berat badan dipengaruhi oleh regulasi


endokrin dan komponen saraf dalam pembentukan energi dan
penggunaannya. Regulasi dari sistem yang komplek tersebut sangat penting
karena jika sedikit saja terjadi ketidakseimbangan antara pembentukan dan
penggunaan energi maka akan berpengaruh besar terhadap berat badan.
Obesitas terjadi jika ada ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan
aktivitas fisik. Regulasi utama terjadinya respon adaptasi tersebut adalah
leptin yang merupakan derivate hormone adiposit, yang mana mempengaruhi
otak terutama daerah hipotalamus terhadap nafsu makan, penggunaan energi,
dan fungsi neuroendokrin (Flier, 2008)

Nafsu makan dipengaruhi oleh banyak faktor di otak terutama di


hipotalamus, sinyal-sinyal tersebut akan saling bertautan di pusat hipotalamus
termasuk neural aferen, hormon (leptin, insulin, kortisol dan peptide), dan
metabolit. Nervus vagus membawa informasi yang penting dari organ viseral
termasuk saluran pencernaan. Hormon seperti ghrelin yang mana terbentuk

13
diabdomen yang distimulasi oleh makanan, peptide yy (PYY) dan
cholecystokinin yang dibentuk di usus halus sinyalnya akan dihantarkan
secara langsung ke otak atau melalui nervus vagus. Sedangkan untuk
metabolit seperti glukosa mempengaruhi nafsu makan melalui efek seperti
keadaan hipoglikemi tetapi efek tersebut bukan merupakan regulasi utama
yang mempengaruhi nafsu makan (Gunatilake, 2011).

4. Komplikasi
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya perdarahan dan infeksi
postpartum, termasuk kegagalan dalam proses laktasi, hal tersebut mungkin
disebabkan oleh respon prolaktin pada wanita dengan obesitas sehingga akan
meningkatkan penggunaan susu formula yang mana cenderung menimbulkan
obesitas pada bayi tersebut (Depaiva dkk., 2012). Dari beberapa literatur
menunjukkan bukti bahwa kontraksi uterus pada wanita obesitas terganggu
(Huda, 2010). Pada obesitas terjadi gangguan proliferasi limfosit dan
penurunan produksi CD8+ dan NKT sel sehingga meningkatkan risiko
terjadinya infeksi luka jahit paska persalinan, infeksi saluran kemih, serta
penggunaan antibiotik yang lebih lama dibandingkan dengan wanita berat
badan normal (Sarbattama dkk., 2013).

C. Sindroma Metabolik

1. Definisi

Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult


Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik adalah seseorang
dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal (lingkar
pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); 2). Peningkatan
kadar trigliserida darah ( 150 mg/dL, atau 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan
kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada
wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L); 4). Peningkatan tekanan darah
(tekanan darah sistolik 130 mmHg, tekanan darah diastolik 85 mmHg atau

14
sedang memakai obat anti hipertensi); 5). Peningkatan glukosa darah puasa
(kadar glukosa puasa 110 mg/dL, atau 6,10 mmol/ L atau sedang memakai
obat anti diabetes) (Adult Treatment Panel III, 2015).

Hingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah diajukan, yaitu definisi
World Health Organization (WHO), NCEP ATP-III dan International
Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama
yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda.

Tabel 3- 2. Kriteria diagnosis Sindrom metabolik menurut WHO (World Health


Organization), NCEP-ATP III dan IDF

Criteria
Kriteria diagnosis
diagnosis ATP
Komponen WHO: IDF
III : 3 komponen
Resistensi insulin plus :
di bawah ini
Obesitas Waist to hip ratio : Lingkar perut : Lingkar perut :
abdominal/ Laki-laki : > 0,9 Laki-laki: 102 cm Laki-laki: 90 cm
sentral Wanita : > 0,85 atau Wanita : >88 cm Wanita : 80 cm
IMB >30 Kg/m
Hiper- 150 mg/dl ( 1,7 150 mg/dl (1,7 150 mg/dl
trigliseridemia mmol/L) mmol/L)
Hipertensi TD 140/90 mmHg atau TD 130/85 TD sistolik 130
riwayat terapi anti mmHg atau mmHg
hipertensif riwayat terapi anti TD diastolik 85
hipertensif mmHg
Kadar glukosa Toleransi glukosa 110 mg/dl GDP 100mg/dl
darah tinggi terganggu, glukosa
puasa terganggu,
resistensi insulin atau
DM
Mikro- Rasio albumin urin dan
albuminuri kreatinin 30 mg/g atau
laju eksresi albumin 20
mcg/menit

15
2. Etiologi

Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis


menyatakan bahwa penyebab primer dari SM adalah resistensi insulin.
Penyebab sindrom metabolik adalah(Khan et al., 2015):

a. Gangguan fungsi sel dan hipersekresi insulin untuk mengkompensasi


resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya komplikasi makrovaskuler
(komplikasi jantung).
b. Kerusakan berat sel menyebabkan penurunan progresif sekresi insulin,
sehingga menimbulkan hiperglikemia.

Hal ini menimbulkan komplikasi mikrovaskuler (nephropathy


diabetica). Sedangkan, Faktor risiko untuk Sindrom Metabolik adalah halhal
dalam kehidupan yang dihubungkan dengan perkembangan penyakit secara
dini.lain adalah gaya hidup (pola makan, konsumsi alkohol, rokok, dan
aktivitas fisik), sosial ekonomi dan genetik serta stres(Khan et al., 2015).

3. Patofisiologi

Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM, namun mekanisme


yang jelas belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan
meningkatnya metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive
Oxygen Species (ROS) meningkat baik di sirkulasi maupun di sel adiposa.
Meningkatnya ROS di dalam sel adipose dapat menyebabkan keseimbangan
reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim antioksidan
menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif.
Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan
merupakan awal patofisiologi terjadinya SM, hipertensi dan aterosklerosis
(Sartika, 2012).

Pada keadaan diabetes, stres oksidatif menghambat pengambilan


glukosa di sel otot dan sel lemak serta menurunkan sekresi insulin oleh sel-
pankreas. Stres oksidatif secara langsung mempengaruhi dinding vaskular

16
sehingga berperan penting pada patofisiologi terjadinya diabetes tipe 2 dan
aterosklerosis(Cameron et al, 2014). Dari beberapa penelitian diketahui
bahwa akumulasi lemak pada obesitas dapat menginduksi keadaan stress
oksidatif yang disertai dengan peningkatan ekspresi Nicotinamide Adenine
Dinucleotide Phosphatase (NADPH) oksidase dan penurunan ekspresi enzim
antioksidan(Khan et al., 2015).
Pada kultur sel adiposa, peningkatan kadar asam lemak meningkatkan
stres oksidatif melalui aktivasi NADPH oksidase sehingga menyebabkan
disregulasi sitokin proinflamasi IL-6 dan MCP-1. Akumulasi peningkatan
stresoksidatif pada sel adiposa dapat menyebabkan disregulasi adipokin dan
keadaan SM (Sartika, 2012).

Gambar 3- 1. Etiologi patofisiologi resistensi insulin dan sindroma metabolik

17
D. Hubungan Obesitas Meternal dengan Sindrom Metabolik pada Keturunan

Beberapa peneletian menyatakan bahwa obesitas pada rodent disebabkan oleh


mutasi gen. Produk dari gen obesitas adalah peptide leptin yang asal katanya dari
bahasa Yunani Leptos yang berarti tipis, leptin disekresikan oleh sel adipose dan
bertindak secara primer di hipotalamus selain itu juga leptin dihasilkan oleh
plasenta (Flier, 2008).

Dalam kehamilan kadar leptin akan meningkat selama trimester I dan II serta
stabil pada akhir trimester II dan III, kadarnya akan menurun saat postpartum.
Fungsi leptin dalam reproduksi antara lain seperti transport nutrisi di plasenta,
plasenta angiogenesis, mitogenesis dari trofoblas dan imunomodulasi dimana
semua fungsi tersebut penting untuk perkembangan janin dan fungsi plasenta yang
adekuat (Gunatilake, 2011).

Proses terjadinya obesitas dimulai dengan penimbunan lemak dalam sel lemak
sehingga terjadi hipertropi sel tersebut. Bila hipertropi sel lemak (adiposit) ini
mencapai tingkat tertentu akan terjadi rangsangan pembentukan sel lemak baru
dari bakal sel lemak (preadiposit) sehingga terjadi hiperplasi. Protein tertentu yang
diproduksi reticulum endoplasmic sel lemak yaitu adipose differentiation related
protein (ADRP) dan perilipin diduga berperan dalam diferensiasi
adiposit(Batubara, 2010). Pada orang dewasa terbukti bahwa hipertropi sel lemak
akan menyebabkan resistensi insulin pada jaringan otot dan adiposa sehingga
meningkatkan produksi insulin oleh pancreas. Resistensi insulin menyebabkan
peningkatan glukosa plasma dan keadaan ini akan merangsang lagi peningkatan
sekresi insulin oleh pancreas sehingga mengakibatkan hiperinsulinemia lebih
lanjut. Keadaan hiperinsulinemia ini akan merangsang sekresi enzim lipoprotein
lipase (LPL) sehingga penimbunan lemak dalam adiposit akan makin bertambah
dan proses terjadinya obesitas pun akan berlangsung terus. Perlu diketahui bahwa
obesitas merupakan salah satu penyebab terjadinya sindrom metabolik(Renaldi,
2009).

18
Sindrom metabolik adalah kelompok dari abnormalitas metabolik baik lipid
maupun non-lipid pada seorang individu yang merupakan faktor resiko penyakit
jantung koroner. Sindrom metabolik atau sindrom X merupakan kumpulan dari
faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada
seorang individu. Faktor resiko tersebut meliputi(Pasifico, 2011):

1. Obesitas sentral

Terjadi karena berkurangnya aktivitas fisik dan perubahan pola makan.


Peningkatan jumlah lemak yang tersimpan terdeteksi dengan mengukur
lingkar perut dan membandingkannya dengan keliling pinggul.

2. Dislipidemia aterogenik

Kadar trigliserida meningkat dan kadar kolesterol HDL (High density


lipoprotein) rendah. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk
trigliserida. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak
akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya
ke dalam pembuluh darah. HDL membantu menghilangkan timbunan lemak
dalam pembuluh darah. Semakin banyak kadar HDL dalam darah, semakin
baik untuk jantung. Kadar kolesterol HDL yang rendah dapat meningkatkan
risiko terjadinya serangan jantung hingga stroke.

3. Hipertensi

Jika hipertensi terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka pembuluh
darah akan menebal, dan menjadi kurang fleksibel, disebut juga
arterosklerosis. Menurut The fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure in Childrenand Adolescent (2004), definisi
hipertensi pada anak adalah apabila tekanan darah sistolik atau diastolik di
atas atau sama dengan persentil 95 menurut umur, jenis kelamin, dan tinggi
badan.

4. Resistensi insulin

19
Suatu keadaan dimana ambilan glukosa yang distimulasi oleh insulin
di berbagai jaringan seperti liver, jaringan lemak, otot skeletal berkurang
sehingga mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kadar
glukosa yang tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan disfungsi endotel
dan akhirnya dapat mempercepat proses aterosklerotik. Untuk kadar insulin
yang lebih banyak daripada normal untuk mempertahankan keadaan
normoglikemi (euglikemi).

Wanita hamil dengan obesitas sangat berisiko untuk mengalami penyakit-


penyakit seperti hipertensi dalam kehamilan, gestasional diabetes, gangguan
pernafasan dan tromboemboli, berkaitan dengan proses persalinannya sendiri
wanita tersebut akan membutuhkan waktu persalinan yang lebih lama dengan
risiko tindakan seksio sesaria lebih tinggi, selain itu juga sehubungan dengan
operasi akan mengalami kesulitan dalam tindakan pembiusan dan penyembuhan
luka (Yao dkk., 2014). Dan terhadap bayinya risiko untuk terjadi komplikasi
seperti kelainan kongenital, makrosomia, stillbirth, distosia bahu dan
kemungkinan menderita obesitas dan diabetes pada saat dewasa menjadi lebih
besar (Rowlands dkk., 2010).

Obesitas merupakan suatu keadaan gangguan keseimbangan antara asupan


kalori dan penggunaannya (Gunatilake, 2011). Oleh karena itu banyak komplikasi
yang ditimbulkan oleh keadaan obesitas baik itu bagi ibu maupun terhadap janin
atau bayi yang dikandungnya entah itu pada trimester awal maupun usia kehamilan
selanjutnya, pada saat antepartum, intrapartum atau postpartum, bahkan juga
berpengaruh terhadap kehidupan bayi tersebut pada usia dewasa nantinya dengan
segala konsekuensi penyakit metabolik yang akan dideritanya berdasarkan pada
beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa keadaan tersebut sudah terprogram
sejak proses konsepsi (Wuntakal, 2009).

20
DAFTAR PUSTAKA

[IOM] Institute of Medicine. 2005. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate,
Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the
Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of
Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the
Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes.
Washington DC: National Academies Press.

Adult Treatment Panel III. 2014. Expert Panelon Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of the Third Report
of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults
(Adult Treatment Panel III). Journal American Medical Association.
285(16):248696.

Batubara, JR, AAP BT, Pulungan AB, editors. Buku Ajar Endokrinologi Anak. 1 ed.
Jakarta. 2010.

Balitbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.


2013. 263-265

Boyle, M.A., and Roth, S.L. 2010. Personal Nutrition. Seventh Edition. Belmont:
Wadsworth Cengage Learning.

Brown, J.E. 2011. Nutrition Through the Life Cycle. Fourth Edition. Belmont:
Wadsworth Cengage Learning.

Cameron AJ, Shaw JE, Zimmet PZ. 2014. The Metabolic Syndrome Prevalence in
Worldwide Populations. Journal of Endocrinol Metabolic. 33(2): 35175.

Davies, G.A.L.; Maxwell, C.; McLeod, L. Obesity in Pregnancy.SOGC clinical


practice guidelines.International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2010.
110:167173

Flier, J.S.; Maratos-Flier, E. Biology of obesity. Harrisons Principles of Internal


Medicine. 17thedition .McGraw Hill. 2008. 74: 362-367

Gunatilake, R.P.; Perlow, J.H. Obesity and pregnancy: clinical management of the
obese gravid. American Journal of Obstetrics and Gynecology.Februari 2011.
106-119

21
Huda, S.S.; Brodie, L.E.; Sattar, N. Obesity in pregnancy: prevalence and metabolic
consequences. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine.Elsevier. 2010. 15:70-
76

Khan R, Buse J, Ferrannini E, Stern M. The metabolic Syndrome: Time for a Critical
Appraisal: Join Statement from the American Diabetes Association and the
European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care 2015; 28: 2289-
2304

Pasifico L, Anania C, Martino F, Poggiogale. dkk. Management of metabolic syndrome


in children and adolescents. Nutrition, metabolism, & cardiovascular disease.
2011.21, h: 455-66

Renaldi O. Peran Adiponektin terhadap kejadian resistensi insulin pada sindrom


metabolik. Medical Review. Medicinus vol.22 No.1, Edisi Juni-Agustus 2009

Rowlands, L.; Graves, N.; De Jersey, S.; McIntyre, H.D.; Callaway, L., Obesity on
pregnancy: outcomes and economics. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine
15. 2010. 94-99

Sarbattama, S.; Iyer, C.; Klebenov, D.; et al. Obesity impairs cell-mediated immunity
during the second trimester of pregnancy. American Journal Obstetric and
Gynecology. 2013. 208:139.e1-8

Sartika, Cyntia R. 2012. Penanda Inflamasi, Stress Oksidatif dan Disfungsi Endotel
pada Sindroma Metabolik.Forum Diagnosticum. Prodia Diagnostics
Educational Services. No. 2.

Tuminah, S. 2009. Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh Trans
terhadap Kesehatan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 19:2.

Wuntakal, R.; Hollingworth, T. The implications of obesity on pregnancy. Obstetrics,


Gynecology and Reproductive Medicine 19. Elsevier. 2009. 12: 344-349

Yao, R.; Ananth, C.V.,; Park, B.Y.,; Pereira, L.; Plante, L.A. Obesity and the risk of
stillbirth: a population-based cohort study. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2014. 210:475.e1-9

22

You might also like