You are on page 1of 25

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PROSES PANGAN DAN PRODUK PERTANIAN

KUNJUNGAN PEMBUATAN GULA KELAPA SEMUT

Oleh:
Malvin Taqqi Derras
NIM A1H014049

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggorengan merupakan proses pemasakan yang unik, menarik, dan

banyak dilakukan oleh kebanyakan orang. Penggorengan sudah banyak diterapkan

sejak lama sampai kini dan banyak ragam makanan yang dimasak secara proses

tersebut. Penggorengan merupakan salah satu aktivitas penting dan banyak

dijumpai dalam industri pengolahan pangan, baik industri berskala kecil maupun

industri pangan berskala menengah. Ditinjau dari segi waktu proses pemasakan,

penggorengan adalah salah satu cara pemasakan prosuk pangan yang dilakukan

secara cepat, dan cara ini dianggap cara paling efisien mengenai proses transfer

panasnya ke produk pangan yang dimasak. Selain menggunakan media minyak,

ada juga penggorengan yang dilakukan tanpa menggunakan minyak.

Penggorengan tanpa minyak dikenal dengan metoda pemasakan kering (dry

cooking method). Pada pemasakan kering tidak terjadi penyerapan minyak dan air

ke dalam produk. Cara ini biasanya dilakukan dengan menggunakan pasir sebagai

media penghantar panas (hot sand frying).

Penggorengan tanpa minyak lazim disebut dengan penyangraian. Cara

penggorengan seperti ini proses pemanasan berlangsung melalui kontak dengan

permukaan pemanas atau melalui media panas butiran bahan padat berupa pasir

atau bahan lain. Besarnya nilai koefisien pindah panas permukaan (h) pada

penggorengan menggunakan pasir sebagai media penghantar panas sangat


tergantung oleh sifat-sifat fisik dan termis pasir yang digunakan, serta kecepatan

pengadukan selama penggorengan berlangsung.

Ditinjau dari segi proses transfer panasnya, penggorengan tanpa minyak

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Proses transfer panas terjadi melalui kontak langsung secara konduksi

antara dinding pemanas dengan produk yang di goreng. Cara seperti ini biasanya

disebut dengan penyangraian

2) Proses transfer panas terjadi melalui media penghantar panas butiran

bahan padat yang biasanya menggunakan pasir. Cara seperti ini dikenal dengan

istilah goreng pasir panas (hot sand frying).

Pasir yang dapat digunakan untuk penggorengan tanpa minyak ini berfariasi

jenisdan diameternya. Berikut adalah jenis pasir dan diameter masing-masing

jenis pasir yang dapat digunakan untuk penggorengan.

Penerapan teknologi penggorengan menggunakan pasir sangat mungkin

untuk dikembangkan kearah komersial, karena sebagai mana diketahui bahwa

salah satu kebutuhan biaya yang saat ini dirasakan cukup besar yaitu digunakan

untuk biaya pembelian minyak goreng, dan bahkan ketersediaannya sering sangat

terbatas sehingga sulit di dapat. Bagi industri penggorengan untuk produk tertentu

(misal penggorengan kerupuk, kacang, jagung) dapat meninggalkan penggunaan

minyak goreng dan menggantinya dengan pasir. Mengganti minyak dengan pasir

dapat memastikan biaya ekonomi untuk produk usaha tersebut jauh lebih murah

dan lebih kompetitif. Kondisi ini akan mendorong pertumbuhan industri skala
kecil dan menengah yang sudah ada serta akan menumbuhkan industri-industri

baru ke arah komersial.

Terdapat beberapa keuntungan apabila penggorengan dilakukan tanpa

menggunakan minyak (menggunakan pasir). Keuntungan tersebut antara lain:

1) Produk tidak mengandung minyak goreng sehingga tidak mudah tengik.

2) Pasir sebagai media penghantar panas mudah di dapat dan murah.

3) Bila produk mengalami penurunan kerenyahan, dapat dilakukan

rekondisi kerenyahannya dengan cara dijemur pada sinar matahari

atau dipanaskan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (35 oC 45 oC).

4) Mengurangi ketergantungan penggorengan menggunakan minyak goreng.

B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui proses penggorengan dengan pasir.

2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip teknik pengolahan pangan

dalam proses penggorengan pasir


II. TINJAUAN PUSTAKA

Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk

mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan yang

berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang

mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan

daya awet produk akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu

makanan dan memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal

mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan

menjadi lebih baik (Ketaren, 1986). Weiss (1983) melaporkan bahwa sebagian air

akan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak.

Menurut Fellows (1990) penggorengan adalah suatu operasi mengubah

eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal

pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf

life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah

penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah

perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media

penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses

dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein,

reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan

sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu

pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan

(Suyitno, 1991).
Proses penggorengan suatu produk pada umumnya terdiri dari empat

tahap, yaitu:

1. Tahap pemanasan awal (initial heating)

Selama tahap ini bahan terendam dalam minyak panas hingga suhunya

sama dengan titik didih minyak. Perpindahan panas yang terjadi antara minyak

dengan bahan selama penggorengan ini merupakan perpindahan panas konveksi

dan tidak terjadi penguapan air dalam bahan.

2. Tahap pendidihan permukaan (surface boilling)

Tahap ini dimulai dengan proses penguapan air permukaan. Perpindahan

panas konveksi alami berubah menjadi konveksi paksa karena adanya turbulensi

minyak di sekitar bahan. Selama proses ini mulai terbentuk lapisancrustdi

permukaan.

3. Tahap laju menurun (falling rate)

Tahap laju menurun ditandai dengan adanya penguapan lebih lanjut dan

kenaikan suhu pusat sehingga mendekati titik didih minyak. Pada tahap ini terjadi

perubahan fisika kimia seperti gelatinisasi pati dan pemasakan. Lapisan crust yang

terbentuk menjadi lebih tebal dan penguapan air permukaan semakin menurun.

4. Titik akhir gelembung (bubble end point)

Apabila bahan digoreng dalam waktu yang relatif lama, maka laju

pengurangan kadar air akan semakin menurun dan tidak ada lagi gelembung udara

di permukaan bahan.

Menurut Ketaren (1986), metode penggorengan yang umum digunakan

adalah penggorengan gangsa (pan frying) dan penggorengan rendam (deep


frying). Sistem menggoreng deep fat frying adalah yaitu bahan terendam

seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk

secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang digoreng sehingga

kematangan bahan yang digoreng dapat merata. Deep fat frying merupakan

metode penggorengan yang penting karena prosesnya cepat, tepat dan

menghasilkan makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai. Deep fat frying

juga hanya memerlukan unit peralatan yang sederhana serta menghasilkan limbah

gas yang jumlahnya kecil (Lawson, 1994).

Morreira (1999), metode penggorengan deep fat frying merupakan proses

pemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung dengan minyak

panas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas

selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh permukaan bahan berinteraksi

langsung dengan minyak goreng sehingga akan menghasilkan warna dan

penampakan produk yang seragam. Menurut Fellows (1990), metode

penggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan, tetapi bahan makanan

dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak dalam volume

besar ketika diangkat dari alat penggoreng.

Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan

absorbsi minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifat-

sifat ini adalah temperatur minyak goreng. Penggunaan temperatur minyak yang

terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna coklat dan crustpada permukaan

bahan makanan tidak sempurna. Apabila temperatur yang digunakan terlalu

rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat
yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin

banyak minyak yang terabsorbsi. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis

masih layak adalah antara 163-199 C (Djatmiko dan Erni, 1985 dalam

Tursilawati, 1999).
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat penggorengan dengan pasir (hot and drying).

2. Kerupuk.

3. Pasir kali.

4. Alat ukur suhu.

5. Tabung gas.

6. Korek api.

7. Timbangan (Neraca)

8. Pengaduk/serok kerupuk.

9. Penyaring kerupuk.

10. Stopwatch.

11. Sumberlistrik

B. Prosedur Kerja

1. Memasukan pasir yang sudah diayak sebesar 2 mm ke dalam alat

penggoreng sebanyak 4,2 L.

2. Menghubungkan gas dengan alat sebagai bahan bakar.

3. Menyalakan alat dengan korek, lalu menghuungkan alat ke sumber listrik.

4. Memanaskan pasir 30 menit sampai suhu 200 C.


5. Menimbang berat awal gas lalu mencatatnya.

6. Menimbang berat akhir gas setelah 5 menit lalu mencatatnya.

7. Memasukan bahan berupa kerupuk 10 detik, dan kacang 10 sampai

15 menit.

8. Mengankat bahan yang telah matang dan meniriskannya


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

4
5

2 6

Gambar 1.Alatpenggoreng kerupuk tipe pasir

Keterangan :

1. Exhaust : Untuk mengeluarkan uap panas

2. Tuas Transmisi : Untuk memutar silinder

3. Dudukan : Sebagai tempat silinder

4. Termometer : Untuk mengetahui besarnya suhu di dalam alat

penggoreng

5. Silinder : Tempat dilakukannya penggorengan

6. Rantai : Untuk menghubungkan tuas dengan silinder

7. Kompor : Untuk memanaskan alat

8. Gas : Sebagai bahan bakar


Gambar 2.Kerupuk yang sudahdigoreng

Gambar 3.Pasirsebagai media untukpenggorengan

Tabel 3. Data hasil percobaan shift 2


No Suhu (0C) Waktu (menit)
1 180 0C 1,39
2 150 0C 1,16

Tabel 4. Data hasil percobaan shift 1


No Suhu (0C) Waktu (menit)
1 200 0C 12,54
2 150 0C 3,52
Grafik hubungan antara suhu dan
waktu
200
180 1.39, 180
160
1.16, 150
140
Suhu (0C)

120
100 grafik hubungan suhu
dan waktu
80
60 Linear (grafik hubungan
40 suhu dan waktu)
20
0
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Waktu (menit)

Gambar 4. Grafik hubungan antara suhu dan waktu shift 2

grafik hubungan antara suhu dan


waktu
250

200 12.54, 200


suhu (0C)

150 3.52, 150 grafik hubungan antara


suhu dan waktu
100

50 Linear (grafik hubungan


antara suhu dan waktu)
0
0 5 10 15
Waktu (menit)

Gambar 5. Grafik hubungan antara suhu dan waktu shift 1


B. Pembahasan

Kerupuk pasir merupakan jenis kerupuk dengan sistem penggorengan yang

menggunakan pasir sebagai media penggoreng. Sehingga kerupuk lebih renyah

dan tidak berminyak. Pengolahan kerupuk pasir sangat berpengaruh pada kualitas

kerupuk yang dihasilkan. Kendala yang dihadapi pada penggorengan kerupuk

pasir adalah jumlah tenaga kerja, dan waktu, selain itu juga temperature ruangan

disekitar tempat penggorengan cukup tinggi sehingga membuat pekerja mudah

lelah dan masih banyak para pengusaha home industri menggunakan penggoreng

kerupuk pasir manual dengan sumber penggerak berupa tenaga manusia. Kendala

kendala tersebut akan menambah waktu, biaya dan tenaga dalam proses

penggorengan. Tentu ini suatu masalah tersendiri yang mengurangi produktivitas

dalam menghasilkan kerupuk pasir.

Dengan hasil survey yang telah dilakukan, masih banyak ditemukan sistem

penggorengan kerupuk pasir menggunakan penggerak berupa tenaga manusia dan

juga temperature disekitar penggorengan yang juga tidak terkontrol, sehingga

dianggap kurang efisien. Melihat keadaan tersebut, didapatkan ide untuk

memengembangkan mesin yang sudah digunakan oleh pemilik home industri

untuk membantu para pengusaha kerupuk dalam menggoreng kerupuk pasir.

Setelah di dapatkan gambar detail dari permasalahan yang ada di lapangan dan

mencoba mencari solusi dari permasalahan dengan membuat rancang bangun

Mesin Penggoreng Kerupuk Pasir Semi Otomatis dilengkapi Pengatur Suhu.

Untuk produksi rumahan dengan skala kecil dan mudah dalam pengoperasiannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah agar menghasilkan desain mesin

penggoreng kerupuk pasir yang lebih efisien dalam penggorengan dan juga lebih

efektif dalam meminimalisir bahan bakar dari penggorengan kerupuk, diharapkan

agar mesin ini benar-benar dapat bekerja sesuai dengan harapan dan keinginan

dari para petani. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan untuk

mesosialisasikan mesin penggoreng kerupuk pasir kepada masyarakat sekitar

sebagai bahan referensi dari sumber-sumber yang telah ada, Memberikan

kontribusi terhadap masyarakat Krian.

Penggorengan dengan pasir adalah penggorengan yang dilakukan dengan

menggunakan pasir sebagai media penghantar panas untuk mematangkan bahan

yang digoreng. Kelebihan dan kekurangan penggorengan dengan pasir yaitu:

1. Kelebihan penggorengan dengan pasir :

a. Produk tidak mengandung minyak goreng sehingga tidak mudah tengik.

b. Pasir sebagai media penghantar panas mudah di dapat dan murah.

c. Bila produk mengalami penurunan kerenyahan (melempem), dapat

dilakukan rekondisi kerenyahannya dengan cara dijemur pada sinar

matahari atau dipanaskan pada subu yang tidak terlalu tinggi (350C - 450C).

d. Mengurangi ketergantungan penggorengan menggunakan minyak goreng.

e. Penggorengan dengan pasir dapat mengurangi kolesterol pada bahan

makanan.

f. Pasir mudah didapat dan murah sehingga secara ekonomis penggorengan

dengan pasir dapat digunakan untuk menekan biaya produksi, yang pada

akhimya akan meningkatkan nilai kompetitif pemasarannya.


g. Pasir dapat dipergunakan berkali-kali dalam menggoreng, sedangkan

apabila dengan minyak setidaknya 2 kali pemakaian sudah harus diganti.

2. Kekurangan dari penggorengan dengan pasir :

a. Panas tidak merata, sehingga panas tidak diserap secara maksimal

b. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memanaskan pasir yaitu sekitar

30 menit hingga suhu 200OC.

c. Pada produk yang di goreng tidak mengembang dengan maksimal

d. Pada krupuk udang pengembangan kecil, tekstur keras, rasa dan

penampakan kurang baik.

e. Tidak semua bahan dapat digoreng menggunakan metode penggorengan

pasir.

f. Alat yang dipergunakan dalam penggorengan pasir yang baik (ada pengatur

kecepatan putarannya) masih terbilang cukup mahal.

g. Tahap awal yang cukup rumit, yaitu harus mencuci pasir hingga benar-benar

bersih dan menjemurnya hingga kering.

h. Rasa bahan yang digoreng dengan pasir lebih hambar jika dibandingkan

dengan rasa bahan yang digoreng dengan minyak.

i. Konsumsi gas terbilang boros untuk penggorengan dengan pasir.

Pada penggorengan menggunakan minyak, hasil yang diperoleh yaitu

minyak dapat meresap ke dalam bahan pangan (bahan yang digoreng) sehingga

rentan mengalami ketengikan. Tingkat kerenyahan pada penggorengan minyak

sangat renyah ketika pasca penggorengan, namun cepat mengalami penurunan

tingkat kerenyahan pula apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat bagi
produk tersebut. Penggorengan dengan minyak menghasilkan tingkat kematangan

yang rata pada tiap sisi produk.

Penggorengan menggunakan pasir menghasilkan produk yang renyah

namun apabila tingkat kerenyahan mulai menurun maka dapat dilakukan

rekondisi kerenyahannya dengan cara dijemur pada sinar mataharii atau

dipanaskan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (35 oC 45 oC). Produk yang

dihasilkan oleh penggorengan pasir tidak mengandung minyak goreng sehingga

tidak mudah tengik. Penggorengan dengan pasir menghasilkan tingkat

kematangan yang kurang merata pada tiap permukaan bahan, sehingga masih

terdapat produk hasil yang kurang matang.

Pengertian mesh adalah, banyaknya lubang yang terdapat dalam ukuran 1

inch linier jadi kalo mesh 4, berarti dalam jarak 1 inch akan terdapat 4 lubang

pada posisi vertical dan 4 lubang pada posisi horizontal. Satuan Mesh adalah

banyaknya lubang setiap 1 inchi2. Patokan ukuran lubang adalah saringan 200

mesh dan setiap lubang merupakan 2 atau 1.414 kali besar lubang dari saringan

terdahulu.

Penggorengan kerupuk dengan pasir di indonesia masih belum banyak

digunakan karena: Panas tidak merata, sehingga panas tidak diserap secara

maksimal, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memanaskan pasir yaitu

sekitar 30 menit hingga suhu 200C, pada produk yang di goreng tidak

mengembang dengan maksimal, pada krupuk udang pengembangan kecil, tekstur

keras, rasa dan penampakan kurang baik, alat yang dipergunakan dalam

penggorengan kerupuk menggunakan pasir yang baik (ada pengatur kecepatan


putarannya) masih terbilang cukup mahal, tahap awal yang cukup rumit, yaitu

harus mencuci pasir hingga benar-benar bersih dan menjemurnya hingga kering,

rasa kerupuk yang digoreng dengan pasir lebih hambar jika dibandingkan dengan

rasa bahan yang digoreng dengan minyak, konsumsi gas terbilang boros untuk

penggorengan dengan pasir.

Pasir yang dapat digunakan untuk penggorengan tanpa minyak ini berfariasi

jenis dan diameternya. Berikut adalah jenis pasir dan diameter masing-masing

jenis pasir yang dapat digunakan untuk penggorengan.

Tabel 2.1 Jenis dan Diameter Pasir yang Dapat Digunakan Untuk Penggorengan

Kisaran Diameter

Jenis Pasir Diameter FM


(in) (mm)
(mm)

0,18 0,50 1,75 0,014 0,35

Pasir kali 0,50 1,00 2,85 0,030 0,75

1,00 2,80 3,85 0,059 1,50

0,18 0,50 1,53 0,012 0,30


Pasir besi
<0,18 0,53 0,006 0,15

Sumber: Jurnal Penelitian oleh Siswantoro, Budi Raharjo et al. 2008

Jenis dan diameter pasir yang digunakan mempunyai nilai sifat fisik dan

termis yang berbeda. Berikut adalah nilai sifat fisik dan termis pasir yang dapat

digunakan untuk penggorengan pasir (tabel 2.2).

Tabel 2.2 Nilai Sifat Fisik dan Termis Pasir


Diameter Pasir Besi Diameter Pasir Kali

Sifat Fisik dan Termis (mm) (mm)

0,15 0,3 0,35 0,75 1,5

Massa Jenis (kg/m3) 2373 2143 1477 1434 1395

Panas jenis (J/kg.C) 794 807 886 890 988

Konduktivitas panas (J/dt.m.C) 0,443 0,422 0,362 0,349 0,311

Sumber: Jurnal Penelitian oleh Siswantoro, Budi Raharjo et al. 2008

Hasil pengukuran nilai h dengan variasi perlakuan tersebut kemudian

dimodelkan dengan bentuk hubungan fungsi bilangan tak berdimensi ()

menggunakan persamaan (2) serta diselesaikan secara matrik (Steel and Torrie,

1981) sehingga diperoleh model matematik secara empirik dengan

bentuk model sebagai berikut:

Model matematik yang dihasilkan mempunyai validasi cukup tinggi untuk

pengukuran nilai kontak pasan permukaan (h), hal ini dapat dilihat dari rata-rata

penyimpangan hasil pengukuran (observasi) dan pendugaan (prediksi) sebesar

2,67 %, dengan standard deviasi 3,14 %. Hasil pengukuran (observasi) dan

pendugaan (prediksi) nilai koefi sien kontak panas permukaan dengan

menggunakan model matematik mempunyai nilai koefi sien determinasi R2 =

0,98, serta ditampilkan dalam bentuk grafi k seperti dapat dilihat pada
Cara kerja mesin penggoreng krupuk dengan pasir.

Ini hanyalah sebuah alat sederhana dan praktis , hanyalah sebuah engkol besi yang

letaknya berada di sisi kiri tabung, engkol tersebut diteruskan ke tabung dengan

bantuan sebuah rantai yang posisinya berada di belakang tabung, ketika engkol

diputar, maka tabung juga akan ikut berputar. saat proses penggorengan dengan

menggunakan media pasir , ketika engkol diputar maka pasir dan kerupuk yang

ada di dalamnya juga akan ikut berputar juga


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses pengolahan dengan pasir pada dasarnya adalah penyaluran panas yang

berasal dari kompor ke alat penggoreng pasir, kemudian alat tersebut akan

menyalurkan panas yang diterimanya ke pasir. Dimana selanjutnya pasir akan

menyalurkan panas ke bahan yang digoreng, sehingga membuat bahan yang

digoreng menjadi matang.

2. Mekanisme kerja dari alat penggorengan pasir yaitu pasir dimasukkan kedalam

alat penggoreng dengan bentuk silindris, kemudian gas disalurkan ke bagian

alat, lalu dinyalakan menggunakan api. Alat dihubungkan ke sumber listrik,

kemudian alat akan berputar secara otomatis dan pasir yang ada didalamnya

pun akan berputar. Kecepatan putarannya dapat diatur sesuai kebutuhan.

Setelah alat berputar secara terus-menerus maka akan menimbulkan panas.

Panas tersebut yang digunakan untuk menggoreng produk

B. Saran

. Praktikum berjalan lancar, hanya saja tempat yang digunakan untuk

praktikum kurang luas sehingga sedikit sempit dan mengganggu jalannya

praktikum. Perlu dilakukan di tempat yang cukup luas dan leluasa agar praktikum

berjalan lebih lancar lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Mulono. 2003. Chemistry of Frying Oils. Tesis. Program Studi Teknik
Pertanian. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada: Jogjakarta

Ayu Dewi Sartika, Ratu. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep
Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara, Sains, Vol.
13, No. 1, April 2009: 23-28

Blumenthal, M.M. and Stier, R.F. 1991. Optimization of deep fat frying
operations. Trend Food Sci.

Krokida, M.K., Oreopoulou,V., Maroulis, Z.B., and Marinos-Kouris, D.


2001. Colour changes during deep fat frying. Journal of Food
Engineering, 48, 219-225.

Lastriyanto, A. 1998. Sistem peng-gorengan hampa dengan water jet. Fakultas


Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Perkins, E.G. Lipid oxidation of deep fat frying, in Food Lipids and
Health,McDonald, R.E. andMin, D.B.,Eds., Dekker, New York, 1996, p.
139.

Rossell, J. B. 2001. Frying. Woodhead Publishing Limited, Abington Hall,


Abington, Cambridge, England.

You might also like