Professional Documents
Culture Documents
PRESEPTOR
dr. Ridwan Sofyansyah, Sp.JP
Disusun oleh :
Mazaya Ekawati
(1102011158)
ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, Tanggal 15 Desember 2015 ,
Jam 07:00 WIB
ANAMNESA KHUSUS
Keluhan utama : Nyeri ulu hati sejak 2 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke RSUD dr.Slamet Garut dengan keluhan nyeri ulu ati sejak 2 bulan
SMRS. Nyeri dirasakan makin memberat sejak 1 hari SMRS sehingga os datang ke RS.
Keluhan di sertai dengan sesak nafas. Sesak timbul terutama bila pasien beraktivitas
dan sesak napas berkurang bila pasien beristirahat. Sesak napas juga muncul saat pasien
berbaring sehingga harus menggunakan 2-3 bantal saat tidur. Di malam hari pasien
sering terbangun tiba-tiba karena sesak dan batuk sehingga pasien tidak dapat tidur
dengan nyenyak. Sesak tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Os merasa lelah jika
berjalan ke kamar mandi. Nyeri juga dirasakan pada dada pasien menjalar ke punggung
dan tangan. Selain itu tangan pasien terasa kesemutan. Pasien mengeluh kedua tungkai
kaki terasa bengkak. BAB dan BAK lancar. Terdapat keluhan mual tanpa disertai
muntah. Keluhan batuk di sangkal. Sebelumnya os sudah datang ke klinik tetapi tidak
ada perbaikan
1
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama diakui pasien
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit jantung
Riwayat merokok disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal
Riwayat sakit ginjal disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Heart Rate : 110x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu :36,5 derajat celcius
Kepala dan Leher
Kepala : normocephal
Mata : mata cekung (-), udem palpebra (-), konjungtiva anemis
(-),
hiperemis (-), sklera ikterik (-)
2
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret
(-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah t.a.k, mukosa
hiperemis (-),
tonsil T1-T1 tenang
Telinga : sekret (-) serumen (+) tuli (-) lubang lapang
Leher : JVP 5+2 cm H20, KGB tidak teraba, trakea berada di
tengah
Kulit : sawo matang, jaringan parut (-), edema (-). Ikterus (-)
Thorax:
Inspeksi : Hemitoraks simetris pada keadaan statis dan dinamis, tidak
tampak adanya sikatrik, massa dan fraktur pada kedua
hemitoraks.
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal dextra = sinistra
Perkusi : Sonor mulai ICS I-ICS IV
Auskultasi : Vesikuler mulai ICS I - IV, kemudian vesikuler melemah dan
mulai menghilang di ICS V, Ronki (-) Wheezing (-)
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di linea aksilaris anterior ICS
V
Perkusi
Batas jantung kiri : linea aksilaris anterior ICS V Sinistra
Batas jantung kanan : linea midclavicula ICS IV dextra
Batas atas jantung : linea parasternalis ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung S1 = S2 murni regular
Murmur ( - ) Gallop S3 ( + )
Abdomen:
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (+) di kuadran tengah atas, Nyeri lepas (-), hepar
tidak teraba
3
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+) 10x/menit di 4 kuadran
Ekstremitas
Superior : udem -/-, sianosis -/-, teraba dingin -/-
Inferior : udem +/+, sianosis -/-, teraba dingin -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Kesan :
Radiologi
4
Kesan:
- Cor membesar ke lateral kiri dengan apex membulat pingan jantung mendatar
- Sinus dan diafragma normal
- Pinggang jantung menghilang
- Kardiomegali tanpa bendungan paru
Skor Farmingham untuk pasien ini :
Kriteria Mayor :
Kriteria Minor
5
Edema ekstremitas (+)
Batuk malam hari (+)
Dispneu deffort (+)
Hepatomegali (-)
Efusi pleura (-)
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal (-)
Takikardi (>120 x/menit) (-)
DIAGNOSA AKHIR
CHF Fc III et causa mitral regurgitasi dan atrial fibrilasi
RENCANA PENGELOLAAN
02 4 liter/menit
6
FOLLOW UP (SOAP) Tanggal 15 desember 2015,
S: os mengeluh nyeri ulu hati. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke dada dan punggung.
Mual (+) muntah (-) Batuk (-) BAB/BAK (+) normal
Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/90 mmHg Nadi : 110 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit Suhu :36C
SpO2 : 98 HR : 68
7
Tanggal 16 desember 2015
S : nyeri ulu hati masih dirasakan menjalar hingga ke dada dan punggung. Mual (+)
muntah (+)sebanyak 2x/hari. Batuk (-) kedua kaki terasa pegal. BAB/BAK (+)
normal
8
Tanggal 17Desember 2015
S nyeri ulu hati dan nyeri dada sudah berkurang. Mual (+) muntah (-) kedua kaki masih terasa
pegal. BAB/BAK (+) normal
O: Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/90 mmHg Nadi : 106 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit Suhu :36.2C
Mata : Ca -/- Si -/-
Paru : Vbs ka= ki Rh -/- Wh -/-
Jantung :S1 S2 reguler murmur (-) Gallop S3 (+)
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-)
bising usus normal, asites (-)
Extremitas : akral hangat, edema pada kaki dan tangan (-)
A: CHF fc III dengan MS dan AF
Pd/
PT/ IUFD Asering 5 gtt/menit
PEMBAHASAN KASUS
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah benar ?
Diagnosis pasien ini adalah CHF f.c. III, karena menurut anamnesis di dapatkan nyeri
ulu hati , dada menjalar ke punggung dan tangan. Selain itu terdapat sesak yang
mengganggu aktivitas pasien. Dari kriteria Framingham didapatkan adanya 3 kriteria
mayor dan 3 kriteria minor. pasien mengakui bahwa memiliki keluhan yang sama
sebelumnya dan terdapat riwayat penyakit jantung .
2. Bagaimana penanganan kasus ini?
- O2 4 liter/menit
- Infus Asering 5 gtt/menit
9
Hindari pengunaan infus yang mangandung laktat seperti RL agar tidak
menambah beban cairan pada pasien. Cairan infus yang dapat di pilih
adalah asering atau NaCL yang berperan penting dalam memelihara
tekanan osmosis darah dan jaringan.
- Ranitidin 25 mg 2x1amp/iv
Menghambat kerja histamin seara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung
- Spironolactan 100mg 2x1/iv
Spironolaktan mempotensi thiazide atau diuretika kuat dengan cara
melawan kerja aldosdetrone
- Digoxin 2xo,125mg PO
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari
digitalis lanata. Mekanisme kerja digoksin ada 2 cara yaitu efek
langsung dan tidak langsung
- Farsix 1x1/iv
Farsik (furosemide) adalah derivat asam antranilat yang efektif sebagai
diuretik
- Aptor 1x100 mg PO
Tablet Salut Enterik mengandung Acetosal yang bekerja sebagai
analgetik dan antipiretik sentral, serta mempunyai efek antiinflamasi.
Dapat di gunakan pada infark myokard, nyeri jantung dan nyeri saraf.
- KSR 1x1 PO
Mengandung KCl untuk mengobati dan mencegah hypokalemia yaitu
efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan farsix
- Clobazam 10mg 2x1 PO
Ansiolitik ini berfungsi menurunkan tingkat kecemasan sehingga
perasaan gelisah dan tegang yang dialami akan berkurang.
1. GAGAL JANTUNG
1.1 DEFINISI
Gagal jantung didefinisikan sebagai sindroma yang timbul karena jantung tidak
mampu memompakan darah dalam sistim sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme seluruh jaringan tubuh, walaupun tekanan pengisian darah ke dalam
ventrikel cukup memadai. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi
diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidak seimbangan preload dan
afterload. Gagal jantung kongestif merupakan keadaan dimana terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan kegagalan mekanisme kompensatoriknya.
1.2 ETIOLOGI
11
3. Contoh : stenosis aorta, koarktasio aorta, hipertensi, stenosis pulmonal
Beban volume berlebihan (abnormal volume overload)
12
3.Contoh : anemia, tirotoksikosis, demam, beri-beri, penyakit paget,
fistula arterio-venosa
1.3 EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
Amerika heart association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di amerika serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru
setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di amerika serikat dan eropa sekitar 1 2 %.
Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya.
Meningkatkan harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah serangan
infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan. Akhirnya angka
perawatan dirumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Dari
survey registrasi di rumah sakit didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan
dengan gagal jantung sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1% untuk laki-laki. Secara
umum angka perawatan pasien gagal jantung di amerika serikat dan eropa menunjukan
angka yang semakin meningkat.
Gagal jantung merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Gagal jantung
kongestif juga mempunyai prevelansi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis
buruk. Prevelensi CHF adalah tergantung umur/ agedependent. Menurut penelitian,
gagal jantung jarang pada usia dibawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75-84
tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari
CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyak lansia yang
mempunyai hipertensi mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin
membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan,
menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
1.4 PATOFISIOLOGI
Sebagai respon terhadap gagal jantung terdapat tiga mekanisme kompensasi
primer sebagai berikut:
- Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
- Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
- Hipertrofi ventrikel
13
Gagal Jantung Kiri
Gagal Jantung Sistolik
14
Gambar 2.
Miokarditis
Resistensi pengosongan
Stroke volume Perfusi ginjal ventrikel
Permeabilitas epitel
alveolar
Edema alveolar
Edema paru
Gagal jantung diastolik adalah gagal jantung akibat defek pengisian ventrikel
yang diakibatkan oleh kelainan fungsi diastolik. Penyebab utama gagal jantung
diastolik adalah hipertrofi miokard yang diinduksi oleh hipertensi dan iskemik
miokardium dengan ventrikel remodeling.
Edema paru
Hipoksemia
Gagal jantung
kongestif
16
Gambar 4. Patofisiologi gagal jantung kanan (kor pulmonale)
Penyakit paru
hipoksik
Kekuatan kontraksi
ventrikel kanan
Edema perifer
Bendungan hepar
1.5 KLASIFIKASI
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan killip digunakan
pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
a. Derajat I: tanpa gagal jantung
17
b. Derajat II: gagal jantung dengan ronki basah di basal paru, S3 gallop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
c. Derajat III: gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapang paru
d. Derajat IV: syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg)
dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis, dan diaforesis)
Klasifikasi stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti
(adanya ortopnea, distensi vena jugular, ronki basah, refluks hepato jugular, edema
perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood
pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi (adanya tekanan nadi yang
sempit, pulsus alternans, hipotensi simptomatik, ekstremitas dingin, dan penurunan
kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut
kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak
disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat
kelas, yaitu:
18
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
serta gejala gagal jantung yang keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan
sangat bermakna saat istirahat meningkat saat melakukan aktifitas
walaupun sudah mendapat terapi
medis maksimal (refrakter)
19
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat.
I.
20
A. GEJALA DAN TANDA GAGAL JANTUNG KIRI
a) Dispneu (sulit bernafas)
Merupakan keluhan yang paling umum. Dispneu disebabkan oleh peningkatan
kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan
paru dan peningkatan tahanan aliran udara. Dispneu saat beraktifitas (dyspneu
deffort) menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.
b) Orthopneu
Orthopneu yang didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada posisi
berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung
dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan
dari sirkulasi splanchnik dan ekstremitas bawah kedalam sirkulasi pusat
selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmonal.
c) Batuk nocturnal (batuk malam hari)
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali
menyamarkan gejala gagal jantung yang lain
d) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak nafas yang berat dan batuk
yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur,
biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai
batuk-batuk atau whezzing, kemungkinan karena peningkatan tekanan arteri
bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema
pulmoner interstisial yang menyebabkan peningkatan resistensi saluran udara.
Diketahui bahwa ortopneu dapat meringankan setelah duduk tegak, sedangkan
21
pasien PND seringkali mengalami batuk dan whezzing yang persisten
walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.
e) Ronki
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri
khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru
karena pengaruh gaya gravitasi.
f) Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkhial yang terjadi akibat distensi vena
g) Disfagia
Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan
kompresi esofagus dan disfagia
h) Hipoperfusi ke organ-orgn nonvital
Penurunan kardiak output menimbulkan hipoperfusi ke organ organ nonvital
demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi
paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ kulit,
otot rangka, dan ginjal. Gejalanya meliputi:
Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
Demam ringan dan keringat yang berlebihan disebabkan oleh
vasokonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh
untuk melepaskan panas.
Kelemahan dan keletihan disebabkan oleh kurangnya perfusi ke
otot rangka. Gejal juga dapat diperberat oleh ketidak seimbangan
elektrolit dan cairan atau anoreksia.
Anuria akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
i) Pernafasan Cheyne-Stokes
Disebut juga sebagai pernafasan periodik atau pernafasan siklik, pernafasan
cheystokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan
dengan rendahnya cardiac output. Pernafasan cheyne-stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan
PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan
memicu depresi pusat pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi dan
hipokapnia, diikui rekurensi fase apneu. Pernafasan cheynestokes dapat
dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak nafas parah atau nafas berhenti
sementara
j) Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan gejala serebral, seperti
disorientasi gangguan tidur dan mood dapat pula diamati pada pasien dengan
gagal jantung berat terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral
dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung
dan dapat berperan dalam insomnia
22
a) Kongesti vena sistemik
Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena
leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat
secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama
inspirasi
b) Hepatomegali
Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati
c) Keluhan gastroinstestinal
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema
pada dinding usus dan atau kongesti hepar
d) Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula
tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari.
Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat
gravitasi
e) Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu
berbaring
f) Asites dan edema anasarka
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh
generalisata
1.7 FAKTRO RESIKO
23
Faktor resiko CHF menurut AHA 2012:
1. Hipertensi
2. Diabetes Melitus
3. Sindroma metabolik
4. Penyakit aterosklerosis
1.8 DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
A. Anamnesis
a) Manifestasi klinis
b) Gagal jantung ringan dan moderat:
Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukan yang datar dalam
beberapa menit
Tekanan darah sistolik dapat norman dan tinggi
c) Gagal jantung berat:
Pasien harus duduk dengan tegak
Sesak nafas
Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang
dirasakan
Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV berat
d) Peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan:
Sianosis pada bibir dan kuku
Sinus takikardi (tanda nonspesifik)
e) Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya
penurunan stroke volume
f) Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan
terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria
Framingham sebagai berikut:
24
radiologi thorax
Ronkhi paru Efusi pleura
Edema paru akut Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Gallop Takikardi (>120x/menit)
Refluks hepatojugular
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal jantung
akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi rongga jantung.
Aritmia jantung dinilai dengan EKG 12 sadapan dapat dilakukan pemanangan EKG
monitor kontinu diruang CVCU (Sudoyo, 2010).
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati
dan INR merupakan pemeriksaan awal pada HF. Analisa gas darah arteri (Astrup)
diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat. Pemeriksaan non infasif seperti
oksimetri dapat menggantikan data Astrup terutama pada pasien yang sulit diakses
arteri.(Sudoyo, 2010).
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan struktur
jantung pada gagal jantung akut pada seperti pada sindrom koroner akut. Hal penting
yang dinilai dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup,
perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan adanya massa dijantung (jarang),
tekanan arteri pulmonal, dan curah jantung. Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien stabil
untuk transfer (Sudoyo, 2010).
Treadmill test
Treadmill test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosisi gagal jantung, meskipun
demikian seseorang dengan kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan treadmill dan
tidak dalam terapi gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung.
Aplikasi utama pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah untuk menilai fungsi,
kemajuan terapi dan stratifikasi prognosis (Sudoyo, 2010).
25
1.09 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik
akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi. 13
Terapi : 14
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung
berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.)
Hentikan rokok
26
Hentikan alkohol pada kardiomiopati.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-
80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain,
digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia. 14, 15
27
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari)
dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan
fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,
takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan
hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta
cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul
pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)
atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum
ventrikel pasca infark. 13
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan
hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring
gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi
jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,
semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan
merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan
venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop
diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat
oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus
dihindari bila memungkinkan. 13
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri
dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan
tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan
dapat diulang sesuai kebutuhan. 13
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta
tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal
jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang
lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis
pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri
tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada
pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam. 13
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada
gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis
28
hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan
fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. 13
29
hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena,
nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine).
Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat
untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload
tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia
jantungharus diterapi. 13
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist
device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau
syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai
regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung
bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi
atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device
bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist
Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,
indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik. 13
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyndham CRC (2000). Atrial Fibrilation: The Most Common arrhytmia. Texas
Heart Institute Journal 27 (3):257-67
2. Atrial Fibrilation (for Professionals). American Heart Association, inc. 2008-12-04.
3. Fuster V, Ryden LE, Cannon DS, et al. (2006). ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for
the Management of Patients with Atrial Fibrilation: a report of the american College
of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines And
the European Society of Cardiology Committee for Practice Guidelines (Writing
Committee to Revise 2001 Guidelines for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation): Developed in collaboration with the European Heart Rhythm
Association and the Heart Rhythm Society. Circulation 114 (7): 257-354
4. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305
5. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712
6. Sylvia. A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit) Buku 2, ed 4. EGC: 770-89, 813-93.
7. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC:1418-
87
8. http://www.binawaluya.com/fasilitas/echocardiography. Di unggah pada tanggal 10
januari 2016 . 17:00 WIB
31