You are on page 1of 32

CASE REPORT

CHF FC III et causa MITRAL STENOSIS DAN ATRIAL


FIBRILASI

PRESEPTOR
dr. Ridwan Sofyansyah, Sp.JP

Disusun oleh :

Mazaya Ekawati

(1102011158)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU Dr. SLAMET GARUT
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Nomor CM : 821914
Umur : 43 tahun
Alamat : Tarogong Kidul
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Medrek : 821914
MRS : 13 Desember 2015
KRS : 17 Desember 2015
Jam Masuk : 22:02 WIB
Ruangan : Gedung Kecubung

ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, Tanggal 15 Desember 2015 ,
Jam 07:00 WIB
ANAMNESA KHUSUS
Keluhan utama : Nyeri ulu hati sejak 2 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke RSUD dr.Slamet Garut dengan keluhan nyeri ulu ati sejak 2 bulan
SMRS. Nyeri dirasakan makin memberat sejak 1 hari SMRS sehingga os datang ke RS.
Keluhan di sertai dengan sesak nafas. Sesak timbul terutama bila pasien beraktivitas
dan sesak napas berkurang bila pasien beristirahat. Sesak napas juga muncul saat pasien
berbaring sehingga harus menggunakan 2-3 bantal saat tidur. Di malam hari pasien
sering terbangun tiba-tiba karena sesak dan batuk sehingga pasien tidak dapat tidur
dengan nyenyak. Sesak tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Os merasa lelah jika
berjalan ke kamar mandi. Nyeri juga dirasakan pada dada pasien menjalar ke punggung
dan tangan. Selain itu tangan pasien terasa kesemutan. Pasien mengeluh kedua tungkai
kaki terasa bengkak. BAB dan BAK lancar. Terdapat keluhan mual tanpa disertai
muntah. Keluhan batuk di sangkal. Sebelumnya os sudah datang ke klinik tetapi tidak
ada perbaikan

1
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama diakui pasien
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit jantung
Riwayat merokok disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal
Riwayat sakit ginjal disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
RIWAYAT ALERGI
Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, cuaca tertentu, dan debu.
KEADAAN SOSIAL EKONOMI
Pasien tinggal bersama anak, dan suaminya. Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu
rumah tangga.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Heart Rate : 110x/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu :36,5 derajat celcius
Kepala dan Leher
Kepala : normocephal
Mata : mata cekung (-), udem palpebra (-), konjungtiva anemis
(-),
hiperemis (-), sklera ikterik (-)

2
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret
(-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah t.a.k, mukosa
hiperemis (-),
tonsil T1-T1 tenang
Telinga : sekret (-) serumen (+) tuli (-) lubang lapang
Leher : JVP 5+2 cm H20, KGB tidak teraba, trakea berada di
tengah
Kulit : sawo matang, jaringan parut (-), edema (-). Ikterus (-)

Thorax:
Inspeksi : Hemitoraks simetris pada keadaan statis dan dinamis, tidak
tampak adanya sikatrik, massa dan fraktur pada kedua
hemitoraks.
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal dextra = sinistra
Perkusi : Sonor mulai ICS I-ICS IV
Auskultasi : Vesikuler mulai ICS I - IV, kemudian vesikuler melemah dan
mulai menghilang di ICS V, Ronki (-) Wheezing (-)
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di linea aksilaris anterior ICS
V
Perkusi
Batas jantung kiri : linea aksilaris anterior ICS V Sinistra
Batas jantung kanan : linea midclavicula ICS IV dextra
Batas atas jantung : linea parasternalis ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung S1 = S2 murni regular
Murmur ( - ) Gallop S3 ( + )

Abdomen:
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (+) di kuadran tengah atas, Nyeri lepas (-), hepar
tidak teraba

3
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU (+) 10x/menit di 4 kuadran

Ekstremitas
Superior : udem -/-, sianosis -/-, teraba dingin -/-
Inferior : udem +/+, sianosis -/-, teraba dingin -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG

Kesan :

Radiologi

4
Kesan:
- Cor membesar ke lateral kiri dengan apex membulat pingan jantung mendatar
- Sinus dan diafragma normal
- Pinggang jantung menghilang
- Kardiomegali tanpa bendungan paru
Skor Farmingham untuk pasien ini :

Kriteria Mayor :

Paroxysmal nocturnal dyspneu (+)


Distensi vena leher (-)
Ronkhi paru (-)
Kardiomegali (+)
Edema paru akut (-)
Gallop S3 (+)
Peninggian tekanan vena jugularis (-)
Refluks hepatojugular (-)

Kriteria Minor

5
Edema ekstremitas (+)
Batuk malam hari (+)
Dispneu deffort (+)
Hepatomegali (-)
Efusi pleura (-)
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal (-)
Takikardi (>120 x/menit) (-)

DIAGNOSA AKHIR
CHF Fc III et causa mitral regurgitasi dan atrial fibrilasi

PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN


Lab CKMB
Echocardiography (prosedur diagnostik yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, serta menilai
fungsi jantung).

RENCANA PENGELOLAAN

02 4 liter/menit

IUFD Asering 5 gtt/menit


Ranitidin 2x1 i.v
Farsix 1x1 i.v
Aptor 1x100mg p.o
Ksr 1x1 p.o
Spironolacton 100mg 2x1 p.o
digoxin 2x1/2 p.o
clobazam 10mg 2x1 p.o

6
FOLLOW UP (SOAP) Tanggal 15 desember 2015,
S: os mengeluh nyeri ulu hati. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke dada dan punggung.
Mual (+) muntah (-) Batuk (-) BAB/BAK (+) normal
Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/90 mmHg Nadi : 110 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit Suhu :36C
SpO2 : 98 HR : 68

Mata : Ca -/- Si -/-


Paru : Vbs ka= ki Rh -/- Wh -/-
Jantung :S1 S2 reguler murmur (-) Gallop S3 (+)
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (+)
bising usus normal, asites (-)
Extremitas : akral hangat, edema pada kaki dan tangan (-)
A: CHF fc IV dengan MS dan AF
Pd/
PT/ 02 4liter/menit
IUFD Asering 5 gtt/menit
Ranitidin 2x1 i.v
Farsix 1x1 i.v
Aptor 1x100mg p.o
Ksr 1x1 p.o
Spironolacton 100mg 2x1 p.o
digoxin 2x1/2 p.o
clobazam 10mg 2x1 p.o

7
Tanggal 16 desember 2015
S : nyeri ulu hati masih dirasakan menjalar hingga ke dada dan punggung. Mual (+)
muntah (+)sebanyak 2x/hari. Batuk (-) kedua kaki terasa pegal. BAB/BAK (+)
normal

O: Kesadaran : Compos mentis


TD : 120/80 mmHg Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit Suhu :36.2C
Mata : Ca -/- Si -/-
Paru : Vbs ka= ki Rh -/- Wh -/-
Jantung :S1 S2 reguler murmur (-) Gallop S3 (+)
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (+)
bising usus normal, asites (-)
Extremitas : akral hangat, edema pada kaki dan tangan (-)
A: CHF fc III dengan MS dan AF
Pd/
PT/ 02 4 liter/menit

IUFD Asering 5 gtt/menit


Ranitidin 2x1 i.v
Farsix 1x1 i.v
Aptor 1x100mg p.o
Ksr 1x1 p.o
Spironolacton 100mg 2x1 p.o
digoxin 2x1/2 p.o
clobazam 10mg 2x1 p.o

8
Tanggal 17Desember 2015
S nyeri ulu hati dan nyeri dada sudah berkurang. Mual (+) muntah (-) kedua kaki masih terasa
pegal. BAB/BAK (+) normal
O: Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/90 mmHg Nadi : 106 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit Suhu :36.2C
Mata : Ca -/- Si -/-
Paru : Vbs ka= ki Rh -/- Wh -/-
Jantung :S1 S2 reguler murmur (-) Gallop S3 (+)
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-)
bising usus normal, asites (-)
Extremitas : akral hangat, edema pada kaki dan tangan (-)
A: CHF fc III dengan MS dan AF
Pd/
PT/ IUFD Asering 5 gtt/menit

Ranitidin 2x1 i.v


Farsix 1x1 i.v
Aptor 1x100mg p.o
Ksr 1x1 p.o
Spironolacton 100mg 2x1 p.o
digoxin 2x1/2 p.o
clobazam 10mg 2x1 p.o
BLPL

PEMBAHASAN KASUS

PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah benar ?
Diagnosis pasien ini adalah CHF f.c. III, karena menurut anamnesis di dapatkan nyeri
ulu hati , dada menjalar ke punggung dan tangan. Selain itu terdapat sesak yang
mengganggu aktivitas pasien. Dari kriteria Framingham didapatkan adanya 3 kriteria
mayor dan 3 kriteria minor. pasien mengakui bahwa memiliki keluhan yang sama
sebelumnya dan terdapat riwayat penyakit jantung .
2. Bagaimana penanganan kasus ini?
- O2 4 liter/menit
- Infus Asering 5 gtt/menit

9
Hindari pengunaan infus yang mangandung laktat seperti RL agar tidak
menambah beban cairan pada pasien. Cairan infus yang dapat di pilih
adalah asering atau NaCL yang berperan penting dalam memelihara
tekanan osmosis darah dan jaringan.
- Ranitidin 25 mg 2x1amp/iv
Menghambat kerja histamin seara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung
- Spironolactan 100mg 2x1/iv
Spironolaktan mempotensi thiazide atau diuretika kuat dengan cara
melawan kerja aldosdetrone
- Digoxin 2xo,125mg PO
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari
digitalis lanata. Mekanisme kerja digoksin ada 2 cara yaitu efek
langsung dan tidak langsung
- Farsix 1x1/iv
Farsik (furosemide) adalah derivat asam antranilat yang efektif sebagai
diuretik
- Aptor 1x100 mg PO
Tablet Salut Enterik mengandung Acetosal yang bekerja sebagai
analgetik dan antipiretik sentral, serta mempunyai efek antiinflamasi.
Dapat di gunakan pada infark myokard, nyeri jantung dan nyeri saraf.
- KSR 1x1 PO
Mengandung KCl untuk mengobati dan mencegah hypokalemia yaitu
efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan farsix
- Clobazam 10mg 2x1 PO
Ansiolitik ini berfungsi menurunkan tingkat kecemasan sehingga
perasaan gelisah dan tegang yang dialami akan berkurang.

3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia Ad malam
Ad sanationam :Dubia Ad malam
10
TINJAUAN PUSTAKA

1. GAGAL JANTUNG
1.1 DEFINISI

Gagal jantung didefinisikan sebagai sindroma yang timbul karena jantung tidak
mampu memompakan darah dalam sistim sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme seluruh jaringan tubuh, walaupun tekanan pengisian darah ke dalam
ventrikel cukup memadai. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi
diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidak seimbangan preload dan
afterload. Gagal jantung kongestif merupakan keadaan dimana terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan kegagalan mekanisme kompensatoriknya.

1.2 ETIOLOGI

Disfungsi miokard (kegagalan miokard)


Miokard tidak mampu berkontraksi dengan sempurna stroke volume
dan cardiac output menurun.
Disebabkan oleh :
a) Primer

1. Aterosklerosis : iskemia miokard, infark miokard


2. Kardiomiopati, miokarditis, presbikardia
3. Defisiensi vitamin ( gangguan nutrisi )
b) Sekunder :
Seringkali terjadi bersama-sama atau sebagai akibat kenaikan beban
tekanan, beban volume dan kebutuhan metabolisme yang meningkat atau
gangguan pengisian jantung

Beban ventrikel yang berlebihan (ventricular overload)


Beban tekanan berlebihan (abnormal pressure overload)

1. Beban tekanan berlebihan ke dalam ventrikel pada waktu kontraksi


(sistolik) dalam batas tertentu masih dapat diatasi oleh kemampuan
kontraktilitas miokard ventrikel.
2. Beban tekanan sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel
(afterload) hambatan pengosongan ventrikel menurunkan curah
ventrikel (ventrikel output) atau isi sekuncup.

11
3. Contoh : stenosis aorta, koarktasio aorta, hipertensi, stenosis pulmonal
Beban volume berlebihan (abnormal volume overload)

1. Beban isian ke dalam ventrikel yang berlebihan pada waktu diastolik


dalam batas tertentu masih dapat ditampung oleh ventrikel (preload
yang meningkat).
2. Preload berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel volume dan
tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel meningkat.
3. Prinsip Starling : curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai
dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus
bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung
akan menurun kembali.
4. Contoh :
- AI/AR (beban volume ventrikel kiri)

- MI/MR (beban volume ventrikel kiri)


- TI/TR (beban volume ventrikel kanan)
- transfusi berlebihan
- hipervolemia sekunder

Hambatan Pengisian Darah ke Ventrikel (Restriction of Ventricular


Filling)
1. Gangguan aliran darah untuk masuk ke dalam ventrikel atau
gangguan aliran balik vena (hambatan venous return) pengeluaran
atau output ventrikel berkurang curah jantung menurun
2. Contoh :
Primer: gangguan distensi diastolik, misalnya : perikarditis konstriktif,
kardiomiopati restriktif, tamponade jantung
Sekunder: menurunnya daya tampung ventrikel sehingga tekanan pada
fase akhir diastolik meningkat, misalnya: stenosis mitral, stenosis
trikuspid

Kebutuhan Metabolik Meningkat


1.Bila kebutuhan metabolik tubuh meningkat, maka jantung akan bekerja
lebih keras untuk menambah sirkulasi (high output state).
2.Namun bila kebutuhan metabolik tersebut semakin meningkat melebihi
kemampuan daya kerja jantung, maka akan terjadi gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi (high output failure).

12
3.Contoh : anemia, tirotoksikosis, demam, beri-beri, penyakit paget,
fistula arterio-venosa
1.3 EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
Amerika heart association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di amerika serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru
setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di amerika serikat dan eropa sekitar 1 2 %.
Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya.

Meningkatkan harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah serangan
infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan. Akhirnya angka
perawatan dirumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Dari
survey registrasi di rumah sakit didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan
dengan gagal jantung sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1% untuk laki-laki. Secara
umum angka perawatan pasien gagal jantung di amerika serikat dan eropa menunjukan
angka yang semakin meningkat.

Gagal jantung merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Gagal jantung
kongestif juga mempunyai prevelansi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis
buruk. Prevelensi CHF adalah tergantung umur/ agedependent. Menurut penelitian,
gagal jantung jarang pada usia dibawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75-84
tahun.

Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari
CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyak lansia yang
mempunyai hipertensi mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin
membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan,
menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.

1.4 PATOFISIOLOGI
Sebagai respon terhadap gagal jantung terdapat tiga mekanisme kompensasi
primer sebagai berikut:
- Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
- Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
- Hipertrofi ventrikel

Namun pada akhirnya mekanisme kompensasi tersebut akan memperburuk


tingkat gagal jantung dengan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokard beban jantung meningkat dekompensasi

13
Gagal Jantung Kiri
Gagal Jantung Sistolik

Pada gagal jantung sistolik terjadi ketidakmampuan jantung untuk


menghasilkan curah jantung yang adekuat untuk perfusi jaringan tubuh akibat
penurunan kontraktilitas otot jantung. Penyebab tersering adalah infark miokard.
Patofisiologi dari gagal jantung sistolik digambarkan pada gambar 2 berikut:

14
Gambar 2.

Miokard infark Hipertensi

Miokarditis

Kontraktilitas jantung Tahanan vaskular perifer

Resistensi pengosongan
Stroke volume Perfusi ginjal ventrikel

Volume akhir Aktivasi sistem


Kerja ventrikel kiri
diastolik ventrikel Renin-
kiri (preload ) Sistem saraf
simpatis Hipertrofi miokardium
Dilatasi jantung teraktivasi

Tekanan atrium Kontraktilitas


kiri
Vasokonstriksi
Tekanan kapiler
sistemik
dan vena paru Perfusi ginjal
vasokonstriksi
kranialisasi Aktivasi sistem
Renin-angiotensin

Tek. hidrostatik >


tek. Onkotik Retensi sodium
vaskular dan air
Afterload peningkatan
Transudasi cairan ke
vol.plasma &
interstisial
tahanan vaskular
edema interstisial,
perifer
efusi

Kec. Transudasi >


kec. Drainase Kontraktilitas Preload
limfatik

Permeabilitas epitel
alveolar
Edema alveolar

Edema paru

Gagal jantung kongestif


Hipoksemia
Penurunan perfusi ke otak
dan organ lain
15
Gagal Jantung Diastolik

Gagal jantung diastolik adalah gagal jantung akibat defek pengisian ventrikel
yang diakibatkan oleh kelainan fungsi diastolik. Penyebab utama gagal jantung
diastolik adalah hipertrofi miokard yang diinduksi oleh hipertensi dan iskemik
miokardium dengan ventrikel remodeling.

Gambar 3. Patofisiologi gagal jantung diastolik

Kemampuan ventrikel kiri untuk


mengembang (compliance)

Volume akhir diastolik ventrikel kiri normal

Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

Tekanan yang meningkat ini direfleksikan


kembali ke dalam sirkulasi pulmonal

Edema paru

Hipoksemia

Gagal jantung
kongestif

Gagal Jantung Kanan


Gagal jantung kanan dapat diakibatkan oleh gagal jantung kiri, dimana terjadi
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang menyebabkan refleksi yang sangat
berat ke sirkulasi pulmonal. Timbulnya gagal jantung kanan juga bisa tanpa disertai
adanya gagal jantung kiri (kor pulmonale), biasanya diakibatkan oleh penyakit paru
hipoksik seperti PPOK.

16
Gambar 4. Patofisiologi gagal jantung kanan (kor pulmonale)

Penyakit paru
hipoksik

Resistensi Suplai oksigen


vaskular paru

Kekuatan kontraksi
ventrikel kanan

Kebutuhan oksigen Hipoksia otot ventrikel kanan


ventrikel kanan

Kekuatan kontraksi ventrikel


kanan

Tekanan akhir diastolik


ventrikel kanan

Preload ventrikel kanan

Preload atrium kanan

Edema perifer

Bendungan hepar

1.5 KLASIFIKASI
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan killip digunakan
pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
a. Derajat I: tanpa gagal jantung

17
b. Derajat II: gagal jantung dengan ronki basah di basal paru, S3 gallop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
c. Derajat III: gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapang paru
d. Derajat IV: syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg)
dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis, dan diaforesis)
Klasifikasi stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti
(adanya ortopnea, distensi vena jugular, ronki basah, refluks hepato jugular, edema
perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood
pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi (adanya tekanan nadi yang
sempit, pulsus alternans, hipotensi simptomatik, ekstremitas dingin, dan penurunan
kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut
kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak
disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat
kelas, yaitu:

1. Kelas I(A) : kering dan hangat (dry-warm)


2. Kelas II (B) : basah dan hangat (wet-warm)
3. Kelas III (L) :kering dan dingin (dry-cold)
4. Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet-cold)

Menurut ACC/AHA Menurut NYHA


(Tingkatan gagal jantung (Tingkatan berdasarkan gejala dan aktifitas fisik)
berdasarkan struktur dan kerusakan
otot jantung)
Stadium A Kelas I
Memiliki resiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam melakukan
berkembang menjadi gagal jantung, aktifitas fisik sehari hari biasa. Seperti
namun tidak ada gangguan berjalan, naik tangga, dan sebagainya.
struktural atau fungsional jantung,
tidak terdapat tanda atau gejala.
Stadium B Kelas II
Mengalami penyakit struktur Terdapat gejala ringan (sesak nafas
jantung yang berhubungan dengan ringan/angina).terdapat keterbatasan ringan
perkembangan gagal jantung, dalam aktivitas fisik sehari-hari.
namun tidak terdapat tanda atau
gejala.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatik Terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari
berhubungan dengan penyakit karena adanya gejala gagal jantung pada
structural jantung yang mendasari tingkatan yang lebih ringan. Misalnya dengan
berjalan 20-100 m. pasien hanya merasa ringan
saat beristirahat.

18
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
serta gejala gagal jantung yang keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan
sangat bermakna saat istirahat meningkat saat melakukan aktifitas
walaupun sudah mendapat terapi
medis maksimal (refrakter)

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :


Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan
fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik
adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung
diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%.
Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik: gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe
restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure


Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-
beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena
jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2
ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik


Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

19
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :


Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.

Gambar 1. Manifestasi Klinis Gagal Jantung

I.

20
A. GEJALA DAN TANDA GAGAL JANTUNG KIRI
a) Dispneu (sulit bernafas)
Merupakan keluhan yang paling umum. Dispneu disebabkan oleh peningkatan
kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan
paru dan peningkatan tahanan aliran udara. Dispneu saat beraktifitas (dyspneu
deffort) menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.
b) Orthopneu
Orthopneu yang didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada posisi
berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung
dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan
dari sirkulasi splanchnik dan ekstremitas bawah kedalam sirkulasi pusat
selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmonal.
c) Batuk nocturnal (batuk malam hari)
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali
menyamarkan gejala gagal jantung yang lain
d) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak nafas yang berat dan batuk
yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur,
biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai
batuk-batuk atau whezzing, kemungkinan karena peningkatan tekanan arteri
bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema
pulmoner interstisial yang menyebabkan peningkatan resistensi saluran udara.
Diketahui bahwa ortopneu dapat meringankan setelah duduk tegak, sedangkan

21
pasien PND seringkali mengalami batuk dan whezzing yang persisten
walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.
e) Ronki
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri
khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru
karena pengaruh gaya gravitasi.
f) Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkhial yang terjadi akibat distensi vena
g) Disfagia
Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan
kompresi esofagus dan disfagia
h) Hipoperfusi ke organ-orgn nonvital
Penurunan kardiak output menimbulkan hipoperfusi ke organ organ nonvital
demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi
paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ kulit,
otot rangka, dan ginjal. Gejalanya meliputi:
Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
Demam ringan dan keringat yang berlebihan disebabkan oleh
vasokonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh
untuk melepaskan panas.
Kelemahan dan keletihan disebabkan oleh kurangnya perfusi ke
otot rangka. Gejal juga dapat diperberat oleh ketidak seimbangan
elektrolit dan cairan atau anoreksia.
Anuria akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
i) Pernafasan Cheyne-Stokes
Disebut juga sebagai pernafasan periodik atau pernafasan siklik, pernafasan
cheystokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan
dengan rendahnya cardiac output. Pernafasan cheyne-stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan
PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan
memicu depresi pusat pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi dan
hipokapnia, diikui rekurensi fase apneu. Pernafasan cheynestokes dapat
dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak nafas parah atau nafas berhenti
sementara
j) Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan gejala serebral, seperti
disorientasi gangguan tidur dan mood dapat pula diamati pada pasien dengan
gagal jantung berat terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral
dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung
dan dapat berperan dalam insomnia

B. GEJALA DAN TANDA GAGAL JANTUNG KANAN

22
a) Kongesti vena sistemik
Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena
leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat
secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama
inspirasi
b) Hepatomegali
Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati
c) Keluhan gastroinstestinal
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema
pada dinding usus dan atau kongesti hepar
d) Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula
tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari.
Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat
gravitasi
e) Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu
berbaring
f) Asites dan edema anasarka
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh
generalisata
1.7 FAKTRO RESIKO

23
Faktor resiko CHF menurut AHA 2012:
1. Hipertensi
2. Diabetes Melitus
3. Sindroma metabolik
4. Penyakit aterosklerosis

1.8 DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

A. Anamnesis
a) Manifestasi klinis
b) Gagal jantung ringan dan moderat:
Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukan yang datar dalam
beberapa menit
Tekanan darah sistolik dapat norman dan tinggi
c) Gagal jantung berat:
Pasien harus duduk dengan tegak
Sesak nafas
Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang
dirasakan
Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV berat
d) Peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan:
Sianosis pada bibir dan kuku
Sinus takikardi (tanda nonspesifik)
e) Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya
penurunan stroke volume
f) Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan
terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria
Framingham sebagai berikut:

Kriteria Mayor Kriteria Minor


Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Edema ekstremitas (biasanya pada
pergelangan kaki bilateral)
Distensi vena pada leher Batuk pada malam hari
Peningkatan tekanan vena jugularis Dyspnea d effort
Kardiomegali pada pemeriksaan Hepatomegali

24
radiologi thorax
Ronkhi paru Efusi pleura
Edema paru akut Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Gallop Takikardi (>120x/menit)
Refluks hepatojugular

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahui irama jantung, etiologi gagal jantung
akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi rongga jantung.
Aritmia jantung dinilai dengan EKG 12 sadapan dapat dilakukan pemanangan EKG
monitor kontinu diruang CVCU (Sudoyo, 2010).

Foto Thorax dan pencitraan lain


Ro thorax dilakukan untuk evaluasi kelainan tambahan paru (infeksi, tanda kongesti)
maupun jantung (bentuk dan ukuran) dan kongesti paru. Juga diperlukan untuk konfirmasi
dignosis, dan tindak lanjut untuk evaluasi adanya perbaikan atau perburukan. CT scan dan
scintigrafi toraks dilakukan untuk mengetahui emboli paru atau penyakit paru lainnya
serta Ekokardiografi Transesofageal dan MRI untuk menyingkirkan diseksi aorta di centre
yang memiliki fasilitas (Sudoyo, 2010).

Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati
dan INR merupakan pemeriksaan awal pada HF. Analisa gas darah arteri (Astrup)
diperiksa pada semua pasien dengan GJA yang berat. Pemeriksaan non infasif seperti
oksimetri dapat menggantikan data Astrup terutama pada pasien yang sulit diakses
arteri.(Sudoyo, 2010).

Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan struktur
jantung pada gagal jantung akut pada seperti pada sindrom koroner akut. Hal penting
yang dinilai dengan ekokardiografi : fungsi ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup,
perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan adanya massa dijantung (jarang),
tekanan arteri pulmonal, dan curah jantung. Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien stabil
untuk transfer (Sudoyo, 2010).

Treadmill test
Treadmill test memiliki kemampuan terbatas dalam diagnosisi gagal jantung, meskipun
demikian seseorang dengan kapasitas fisik maksimal pada pemeriksaan treadmill dan
tidak dalam terapi gagal jantung dapat disingkirkan dalam diagnosis gagal jantung.
Aplikasi utama pemeriksaan treadmill pada gagal jantung adalah untuk menilai fungsi,
kemajuan terapi dan stratifikasi prognosis (Sudoyo, 2010).

25
1.09 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik
akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi. 13
Terapi : 14
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung
berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.)
Hentikan rokok

26
Hentikan alkohol pada kardiomiopati.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-
80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain,
digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia. 14, 15

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling


sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan
tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,
dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu
sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian
dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan
kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan
sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta
yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan
bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi
terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,
digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan
emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi
ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial
kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic
Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama
amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan
untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis
untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

27
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari)
dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan
fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,
takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan
hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta
cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul
pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)
atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum
ventrikel pasca infark. 13
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan
hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring
gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi
jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,
semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan
merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan
venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop
diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat
oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus
dihindari bila memungkinkan. 13
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri
dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan
tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan
dapat diulang sesuai kebutuhan. 13
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta
tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal
jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang
lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis
pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri
tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada
pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam. 13
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada
gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis

28
hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan
fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide


adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.
Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,
aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume
karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1
menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit. 13
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator
digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg.
Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan
pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan
afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan
arteri rata - rata > 65 mmHg. 13
Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian
5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan
meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang
reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt,
untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien
yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15
20 g/kg/mnt. 13
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi
AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering
digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk
terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi
penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg
bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25
0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt. 13
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang
disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok
kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan
tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah
epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5
g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt. 13
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah
penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan

29
hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena,
nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine).
Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat
untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload
tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia
jantungharus diterapi. 13
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist
device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau
syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai
regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung
bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi
atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device
bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist
Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,
indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik. 13

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyndham CRC (2000). Atrial Fibrilation: The Most Common arrhytmia. Texas
Heart Institute Journal 27 (3):257-67
2. Atrial Fibrilation (for Professionals). American Heart Association, inc. 2008-12-04.
3. Fuster V, Ryden LE, Cannon DS, et al. (2006). ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for
the Management of Patients with Atrial Fibrilation: a report of the american College
of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines And
the European Society of Cardiology Committee for Practice Guidelines (Writing
Committee to Revise 2001 Guidelines for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation): Developed in collaboration with the European Heart Rhythm
Association and the Heart Rhythm Society. Circulation 114 (7): 257-354
4. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305
5. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712
6. Sylvia. A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit) Buku 2, ed 4. EGC: 770-89, 813-93.
7. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC:1418-
87
8. http://www.binawaluya.com/fasilitas/echocardiography. Di unggah pada tanggal 10
januari 2016 . 17:00 WIB

31

You might also like