You are on page 1of 16

PROSEDUR PEMBUBARAN PARPOL MELALUI MAHKAMAH

KONSTITUSI

Di buat oleh:
SUHARTONO ( 02114029 )

UNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA
2016

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... 1

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 5

1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................................... 5

1.5 Metode Penulisan ......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6

2.1 Konsep Pembubaran Partai Politik

Oleh Mahkamah Konstitusi ................................................................................................... 6

2.2 Hukum Acara Dalam Pembubaran Partai Politik

Di Mahkamah Konstitusi .................................................................................................. 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 14

3.2 Saran .............................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lebih dari satu dekade, eksistensi Mahkamah Konstitusi dalam struktur kelembagaan Republik
Indonesia makin menguat seiring dengan urgensi wewenang lembaga tersebut sebagai penguji
undang-undang. Sejarah pendiriannya pun beragam, Jimly dalam artikelnya menyebutkan bahwa
sejarah dan politik hukum pendirian Mahkamah Konstitusi diilhami dari kasus Madison vs
Marbury yang kontroversial tersebut.

Apalagi saat itu ada struktur kelembagaan Republik Indonesia belum ada lembaga khusus yang
menangani persoalan pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Judicial Review.

Tak hanya itu, kewenangan Mk pun diperluas dengan diberikannya kepercayaan untuk memutus
sengketa Pemili, Pembubaran Partai Politik, hingga memutus sengketa antara lembaga negara.
Dalam Bab IX UUD 1945 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 24 C ayat (1) dan (2)
menyebutkan : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingka pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang Hasil
pemilihan umum.

Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan langkah nyata untuk daopat saling mengoreksi
kinerja antar lembaga negara. Mahkamah Konstitusi melalui amandemen ke-4 UUD 1945 telah
menjadi salah satu pemegang kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, dan
konstitusii telah memberikan sejuumlah kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi, diantaranya

3
adalah kewenangan untuk melakukan pengujian (judicial review) suatu Undang-Undang
terdahap Undang-Undang Dasar.

Kewenangan tersebut selanjutnya diatur lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang sidahkan pada tanggal 13 Agustus 2003. Pengujian
yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 terbatas pada pengujian
apakah materi dan pembuatan suatu Undang-Undang telah sesuai dengan Undang-Undang
Dasar.

Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusional melaksanakan prinsip cheks and balances


yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat
keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaab Mahkamah Konstitusi merupakan
langkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antar lembaga negara.

Hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang ini memuat aturan umum beracara di muka
Mahkamah Konstitusi dan aturan khusus sesuai dengan karakteristik masing-maisng perkara
yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan
wewenangnya, Mahkamah Konstitusi diberik kewenangan untuk melengkapi hukum acara
menurut Undang-Undang ini.

Mahkamah Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan


memutus perkara tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni
dilakukan secara sederhana dan cepat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka dapat diangkat dan ditemukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pembubaran partai politik oleh Mahkamah Konstitusi ?
2. Bagaimana hukum acara dalam pembubaran partai politik di muka Mahkamah Konstitusi ?

1.3 Tujuan

4
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuki melatih mahasiswa dalam usaha
menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis dan untuk lebih memperdalam pemahaman dan
wawasan dibidang ketata negaraan.

1.3.2 Tujuan Khusus


Selanjtnya tujuan khusus dari penyusunnan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai konsep pembubaran partai politik oleh Mahkamah
Konstitusi.
2. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hukum acara dalam pembubaran partai politik di
Mahkamah Konstitusi.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Memberikan gambaran yang jelas tentang konsep-konsep dalam pembubaran partai politik
oleh Mahkamah Konstitusi.
2. Memberikan suatu aturan hukum beracara dalam pembubaran Partai Politik di Mahkamah
Konstitusi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat dan saran terhadap suatu pertistiwa
atau permasalahan khsusunya dalam pembuabaran Partai Politik.

1.5 Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan yuridis normatif
yaitu suatu penulisan yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalah diatas.

Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi
kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan normatif

5
maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang
hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pembubaran Partai Politik Oleh Mahkamah Konstitusi

1. Bubarnya suatu partai politik berarti berakhirnya eksistensi hukum partai politik tersebut. Hal
itu dapat terjadi karena membubarkan diri atas keputusan sendiri, menggabungkan diri dengan
partai politik lain, atau dibubarkan berdasarkan keputusan otoritas negar atau sebagai akibat dari
adanya aturan baru atau kebijakan negara. Pembubaran kategori terakhir disebut sebagai
pembubarn secara paksa (enforced dissolution).

2. Pembubaran partai politik adalah pembubaran secara paksa oleh adanya tindakan, keputusan
hukum, kebijakan atau aturan negara yang mengakibatkan hilangnya eksistensi partai politik
sebagai subjek hukum penyandang hak dan kewajiban. Pembubaran mengakibatkan perubahan
eksistensi hukum suatu partai politik dari ada menjadi tidak ada. Pembubaran secara paksa
meliputi pembubaran yang dilakukan oleh otoritas negara baik secara langsung berupa keputusan
hukum, maupun secara tidak langsung melalui aturan atu kebijakan yang mengakibatkan adanya
peristiwa pembubaran partai politik.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), Bab XVII Pembubarn dan
Penggabungan Partai Politik, Pasal 41, menentukan partai Politik bubar apabila: a.
Membubarkan diri atas keputusan sendiri; b. Menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; c.
Dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

4. Pasal 44 ayat (1) UU Parpol menentukan pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 diberitahukan kepada Menteri, ayat (2) menentukan Menteri mencabut status
badan hukum Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

6
5. UU MK Pasal 73 ayat (1) Pelaksanaan putusan pembubaran partai Politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71, dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah.

6. Jadi, pembubaran partai politik adalah keputusan hukum yang mengakibatkan pembatalan
pendaftaran pada Pemerintah atau pencabuitan status badan hukum Partai Politik. Pembubaran
partai Politik menyebabkan hilangnya eksistensi partai politik sebagai subjek hukum penyandang
hak dan kewajiban sebagai akibat pencabutan status badan hukum Partai Politik.

7. Partai politk memuat Pasal 1 ayat (1) UU Parpol adalah organisasi yang bersifat nasional
dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

8. Unsur terpenting dari pengertian Partai Politk memuat unsur-unsur: a. Organisasi yang
bersifat nasional; b. Dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita; dan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik.

9. Objek dari tindakan pembubaran ini adalah partai politik. Oleh karena itu, perlu pemahaman
teoritik mengenai pengertian partai politik. Beberapa pengertian partai politik menurut para
sarjana :

a. Miriam Budiardjo (1981-2008); Partai Politik adalah suatu kelompok terorganisasi yang
anggota-anggitanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sma. Tujuan kelompok
ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya)
dengan cara konstitusional politik untuk melaksanakan programnya.

b. Carl J.Friedrich (dalam Miriam Budiardjo 1981 dan 2008); Partai Politik adalah sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan

7
terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan
kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil.

c. Sigmund Neumann (dalam Miriam Budiardjo 1981 dan 2008); Partai Politik adalah
organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan-
golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

d. Giovani Sartori (dalam Miriam Budiardjo 1981 dan 2008); Partai Politik adalah suatu
kelompok politik yang mengiikuti pemilihan umum dan mellaui pemilihan umum itu, mampu
menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

e. Ichlasul Amal (1996); Partai Politik dalam pengertian modern dapat diidentifikasi sebagai
suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat
sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan.

f. Mark N.Hagopian (dalam Ichlasul Amal 1996); Partai Politik adalah suatu organisasi yang
dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijakan publik dalam kerangka prinsip-
prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan negara secara langsung
atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.

g. Ichlasul Amal (1996) menegaskan bahwa basis sosiologis suatu partai politik adalah ideologu
dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha untuk memperoleh kekuasaan. Tanpa kedua
elemen itu partai politik tampaknya tidak akan mampu mengidentifikasi dirinya dengan para
pendukunganya.

10. Jadi, Partai Politik adalah suatu organisasi yang bertujuan memperoleh kekuasaan politik
sehingga dapat mempengaruhi proses dan karakter kebijakan publik. Untuk memperoleh
kekuasaan politik itu biasanya dilakukan secara konstitusional seperti mengikuti pemilihan
umum.

8
Dalam kaitannya dengan pembubaran partai politik, maka ketika suatu partai politik dibubarkan,
maka status badan hukumnya dicabut, yang menyebabkan tidak bisa mengikuti pemilihan umum.
Ini dapat disimak dalam Pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012
Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu) :

(1) Partai Politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk menjadi
calon Peserta Pemilu kepada KPU;

(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan suirat yang
ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lain pada kepengurusan
pusat partai politik;

(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapai dengan dokumen persyaratan
yang lengkap;

(4) Pasal 15 UU Pemilu menentukan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (3) meliputi antara lain : a. Berita Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa
partai politik tersebut terdaftar sebagai badan hukum;....

2.2 Hukum Acara Dalam Pembubaran Partai Politik Di Mahkamah Konstitusi

1. Mengajukan Permohonan

Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya
kepada Mahkamah. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua
belas) rangkap. Permohonan sekurang-kurangnya memuat :

a. Identitas lengkap pemohon dan kuasanya jika ada yang dilengkapi surat kuasa khusus untuk
itu;

9
b. Uraian yang jelas tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan partai plitik yang
dimohonkan pembubaran yang dianggap bertentnagan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Alat-alat bukti yang mendukung permohonan.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 tahun 2008 tentang
Prosedur Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik.

2. Regitrasi Perkara dan Penjadwalan Sidang

Panitera memeriksa kelengkapan permohonan. Permohonan yang belum memenuhi


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilengkapi oleh pemohon dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan kekurang lengkapan
permohonan tersebut diterima oleh pemohon. Panitera mencatat permohonan yang sudah
lengkap dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Panitera mengirimkan satu berkas
permohonan yang sudah diregistrasi kepada termohon disertai permintaan tanggapan tertulis
termohon atas permohonan pemohon.

Tanggapan tertulis termohon dibuat dalam 12 (dua belas) rangkap dan ditandatangani
oleh termohon atau kuasanya, serta sudah harus diterima oleh Panitera paling lambat satu hari
sebelum sidang pertama dimulai (Pasal 5 ayat (1) ayat (5) PMK 12/2008).

Mahkamah menetapkan hari sidang pertama paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
permohonan dicatat dalam Buku Register Perkara Konstitusi (BRPK). Penetapan hari sidang
pertama diberitahukan kepada para pihak (pemohon dan termohon) dan diumumkan kepada
masyarakkat melalui penempelan salinan pemberitahuan di papan pengumuman Mahkamah yang
khusus untuk itu (Pasal 6 ayat (1) - ayat (2) PMK 12/2008)

3. Persidangan

10
Pemeriksaaan permohonan dilakukan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang
sekurang-kurangnya dihadiri oleh 7 (tujuh) orang hakim Konstitusi. Sidang Pleno sebagaimana
dimaksud dipimpin oleh Ketua Mahkamah. Ketentuan tentang pimpinan sidang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi.

Sidang pertama adalag sidang pemeriksanaan pendahuluan untuk memeriksa


kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, serta wajib memberi nasihat kepada pemohon
untuk melengkapi dan /atau memperbaiki permohonan jika dipandang perlu dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari.

Persidangan selanjutnya ditentukan oleh Ketua Sidang. Dalam persidangan pemohon dan
termohon diberikan kiesempatan yang sama untuk menyampaikan dalil-dalilnya, baik secara
lisan amaupun tertulis, dengan dilengkapi bukti-bukti. Alat-alat bukti yang diajukan para pihak
dapat berupa surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak,
petunjuk, dan alat alat bukti lainya (Pasal 7 ayat (1) ayat (7) PMK 12/2008).

4. Rapat Permusywaratan Hakim

Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah


pemeriksaan persidangan oleh Ketua Mahkamah dipandang cukup. Rapat Permusyawaratan
Hakim dilakukan secara tertutup oleh Pleno Hakim dengan sekurang-kurangnya dihadiri 7
(tujuh) orang hakim Konstitusi.
Pengambilan keputusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara musyawarah
untuk mufakat. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, keputusan diambil dengan suara
terbanya. Dalam hal putusan tidak dapat dicapai dengan suara terbanya, suara terakhir Ketua
Rapat Permusyawaratan Hakim menentukan (Pasal 8 ayat (1)- ayat (5) PMK 12/2008).

5. Putusan

a. Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Tidak dipenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan

11
tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 28 ayat (5) dan ayat (6) UU MK). Ditegaskan
kemabali dalam PMK 12/2008, putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan
Hakim diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum (Pasal 9 ayat (1) PMK
12/2008).
b. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pembubaran partai politik wajib
diputus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan
dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (Pasal 71 UUMK; (Pasal 9 ayat (2) PMK
12/2008).
c. Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat[1],
amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Dalam hal Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan
permohonan dikabulkan. Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan
tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak (Pasal 70 UUMK). Dengan
perkataan lain, amar putusan Mahkamah dapat menyatakan:

a. Permohonan tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard) apabila tidak memenuhi syarat[2];
b. Permohonan dikabulkan apabila permohonan beralasan;
c. Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan (Pasal 9 ayat (3) PMK 12/2008).
d. Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan :
a. Mengabulkan permohonan pemohon;
b. Menyatakan membubarkan dan membatalkan status badan hukum partai politik yang
dimohonkan pembubaran;
c. Memerintahkan kepada Pemerintah untuk;
1. Menghapuskan partai politik yang dibubarkna dari daftar pada Pemerintah paling lambat
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan Mahkamah diterima;
2. Mengumumkan putusan Mahkamah dama Berita Negar Republik Indonesia paling lambat
14(empat belas) hari sejak Putusan diterima;

Terhadap akibat hukum putusan Mahkamah yang mengabulkan permohonan sebagaimana


dimaksud yang antara lain berkaitan dengan :

12
a. Pelanggaran hak hidup partai politik dan penggunaan simbol-simbol partai tersebut di seluruh
Indonesia;
b. Pemberhentian seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang berasal dari partai politik yang dibubarkan;
c. Pelanggaran terhadap mantan pengurus partai politik yang dibubarkan untuk melakukan
kegiatan politik;
d. Pengambilalihan oleh negara atas kekayaan partai politik yang dibubarkan (Pasal 10 ayat (1)-
ayat (2) PMK 12/2008).
e. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran partai politik disampaikan kepada
Partai politik yang bersangkutan (Pasal 72 UU MK). Diperluas dalam PMK 12/2008,
Putusan Mahkamah tentang pembubaran partai politik disampaikan kepada Pemerintah
sebagai pemohon, termohon, Komisi Pemilihan Umum, Dewan Perwakilan Rakyat,
Mahkamah Agung, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung (Pasal 11 PMK
12/2008).
f. Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud diumumkan oleh Pemerintah dalam
Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
sejak putusan diterima (Pasal 73 ayat (2) UU MK).

6. Pelaksanaan Putusan

a) Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik[3], dilakukan dengan membatalakan


pendaftaran pada Pemerintah (Pasal 73 ayat (1) UU MK).
b) Bandingkan dengan UU Parpol, pembubaran partai politik diatur sebagai berikut ; Partai
Politik Bubar apabila :
a. Membubarkan diri atas keputusan sendiri;
b. Menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau
c. Dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (Pasal 41 UU Parpol).
Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diberitahukan kepada
Menteri. Menterimencabut status badan hukum Partai Politik bersangkutan (Pasal 44 ayat (1)
ayat (2) UU Parpol.

13
c) Interpretaso secara sistematis, membatalkan pendaftaran partai politik pada Pemerintahan
bermakna mencabut status badan hukum partai politik bersangkutan.
d) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia oleh kementrian (Pasal 45 UU Parpol).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan urian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Bahwa Partai Politik adalah suatu organisasi yang bertujuan memperoleh kekuasaan politik
sehingga dapat mempengaruhi proses dan karakter kebijakan publik. Pembubaran partai
politik adalah pembubaran secara paksa oleh adanya tindakan, leputusan hukum, kebijakan
atau aturan negara yang mengakibatkan hilangnya eksistensi partai politik sebagai subjek
hukum penyandang hak dan kewajiban.

2. Bahwa hukum acara pembubaran partai politk di Mahkamah Konstitusi berdasarkan


Peraturan mahkamah Konstitusi Nomor 12 tahun 2008 tentang Prosedur Beracara Dalam
Pembubaran partai Politik yaitu: a. Pengajuan permohonan; b. Registrasi perkara dan
Penjadwalan sidang; c. Persidangan; d. Rapat permusyawaratan Hakim; e. Putusan; f.
Pelaksanaan Putusan.

3.2 Saran

Mengenai permasalahan yang diuraikan diatas, maka dapat diberikan saran yaitu :

14
1. Ketentuan terbaru yang mengatur partai politik, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
perlu diatur lebih detail mengenai alasan-alasan pembubaran dan prosedur pembubaran,
serta akibat hukum pembubaran partai politik. Selain itu juga perlu diatur kemungkinan
pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus partai politik tingkat daerah atau organisasi
sayap politik.

2. Mengenai persidangan pembubaran partai politik, perlu diatur lebih detail mengnai acara
pemeriksaan di dalam perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.

[1] Sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 UU MK

[2] Yang ditentukan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PMK 12/2008

[3] Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 UU MK

15
DAFTAR PUTAKA

Buku

Mahendra Wija Atmaja & Mas Aryani, Hukum Peradilan Konstitusi, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, 2014.

Perundang-Undangan

Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013


tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5456).

Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 Tahun 2008 tentang Prosedur Beracara Dalam
Pembubaran Partai Politik.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5189).

16

You might also like