Professional Documents
Culture Documents
Dento Mudhiarko
Anita Sri Indrawanti
Dit. Bina Teknik, Ditjen Bina Marga
Gedung Bina Marga Lt. 4, Jl. Pattimura No. 20, Jakarta Selatan
tlbintek@gmail.com
ABSTRAK
Jalan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang
untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan,
komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat
dijual kepada pasaran di luar wilayah itu. Selain itu, jalan juga mengembangkan
ekonomi lalu lintas di sepanjang lintasannya.
Di era reformasi sekarang ini jalan dan jembatan masih merupakan prasarana utama
untuk masyarakat menuju ke tempat-tempat kegiatan ekonomi, pelayanan kesehatan,
dan pendidikan. Tempat-tempat kegiatan tersebut adalah tumpuan kebutuhan dasar
masyarakat terutama menyangkut kesehatan dan pendidikan, dimana dapat terkait
dengan angka kematian ibu dan bayi atau berpengaruh ke presentase buta aksara dan
jumlah anak sekolah. Sedangkan hak hidup dan hak atas pendidikan adalah termasuk
hak dasar setiap manusia yang dijamin oleh Negara. Namun sejauh ini
penyelenggaraan jalan dan jembatan sebagai akses ke pemenuhan hak-hak dasar
tersebut masih banyak kekurangan, mengingat masih banyak jalan yang rusak
diberitakan melalui media massa di berbagai Indonesia. Dengan demikian terdapat
indikasi bahwa pemerintah telah melanggar hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dari
masyarakat dengan penyediaan infrastruktur yang buruk. Belum lagi berbagai hak
masyarakat yang dilanggar dalam proses pembebasan tanah untuk proyek-proyek
pembangunan jalan.
Dalam analisa terhadap data sekunder dari media massa, beberapa literatur dan data
aduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini penulis menjelaskan betapa pentingnya
penerapan berbagai kebijakan termasuk norma, standar, pedoman dan manual
(NSPM) dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan yang ada dalam rangka
mewujudkan peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan Hak
Asasi Manusia.
ABSTRACT
Roads increase economic activity in one area by providing access for people to go or
to send commodities to their destination. By the existence of roads, commodities flow
can run quickly into the local market and the economic product of one region can
be sold to markets outside the region. In addition, roads also develop the economic
activity along its route.
In the current reformation era, roads and bridges are still major infrastructure relied
by the community for accessing places of economic activity, health care
facilities, and education. Those places are essential as places of people's basic
needs regarding health and education, which is closely related to maternal and infant
mortality also might affect the percentage of illiteracy and the number of school
children. While the right for proper life and right for education are among the basic
human right which is guaranteed by the State. But so far the performance
of roads and bridges as access to the fulfillment of peoples basic rights are still
insufficient, considering reports from mass media regarding many roads are in poor
condition in several areas in Indonesia. Thus there are indications that
the government had violated the rights of economic, social, and cultural
rights of people with performing poor infrastructure. Additionally there is also variety of
people's rights being violated in the process of land acquisition for road construction
projects.
In a study conducted by analysis of secondary data from the mass media, literature
and the complaints data from the National Human Rights Commission, the author
describes how important the application of various policies including all norms,
standards, guidelines, and manuals (NSPM) in the implementation of the existing
road infrastructure in order to perform a Human Rights based road
and bridge development.
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Catatan hitam terkait hak asasi manusia di dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan
di Indonesia telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Pada era pemerintahan
Herman Willem Daendels, seorang Gubernur Jendral Hindia Belanda yang ke-36,
pada tahun 1808 1811 ia membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan.
Sebagian dari jalan ini sekarang menjadi Jalur Pantura (Pantai Utara) yang
membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Pembangunan jalan ini adalah
proyek monumental namun dibayar dengan praktik kerja paksa yang menelan banyak
korban jiwa.
B. Tinjauan Pustaka
1 Data aduan HAM dalam klasifikasi sengketa lahan yang diterima olehKomnas HAM RI.
menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga
negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi
manusia tersebut, tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan
persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan; hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak; kemerdekaan berserikat dan berkumpul; hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; kebebasan memeluk agama dan
untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; juga hak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi dan Sosial
Budaya (EKOSOB) di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Tidak
seperti halnya hak-hak sipil dan politik (SIPOL) yang dapat ditunda pemenuhannya,
hak EKOSOB itu sesuatu yang harus diberikan, karena merupakan hak yang bersifat
positif yaitu hak atas, yang mensyaratkan intervensi Negara dalam rangka
memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan distribusi hak . Karena itu
untuk memenuhi hak-hak itu negara berkewajiban secara bertahap untuk
memenuhinya, walaupun adanya keterbatasan sumber daya tidak membuat Negara
terbebas dari kewajiban tersebut. Berbeda dengan hak-hak SIPOL yang lebih
dipahami dalam istilah negatif; bebas dari dan menuntut minimnya campur tangan
Negara, maka dalam pemenuhan hak-hak EKOSOB Negara wajib untuk terlibat lebih
banyak untuk memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan tingkat
distribusi nilai-nilai yang dikandungnya.2
2
Weston, Burns H, Hak-hak Asasi Manusia dalam Lubis, 1993, T Mulya, Hak-hak Asasi
Manusia dalam Masyarakat Dunia: Isu dan Tindakan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.
Hal 14-15
Di dalam Arah Kebijakan dan Strategi yang terdapat dalam Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian PU 2010 2014 juga telah terdapat visi Terwujudnya
Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.
1. Kesejahteraan Rakyat. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat,
melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya
saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya
bangsa. Tujuan penting ini dikelola melalui kemajuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Demokrasi. Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang demokratis,
berbudaya, bermartabat dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung
jawab serta hak asasi manusia.
3. Keadilan. Terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan
oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh
seluruh bangsa Indonesia.
C. Metodologi
Jenis penulisan ini adalah analisa deskriptif terhadap data sekunder pemberitaan
media dan juga data aduan masyarakat mengenai pelanggaran HAM terkait bidang
infrastruktur jalan dan jembatan untuk menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran HAM
apa saja yang (dapat) terjadi di sektor infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu akan
dipaparkan juga kebijakan yang ada termasuk dari segi Norma Standar Pedoman dan
Manual/ Kriteria (NSPM/K) yang telah mendukung tegaknya HAM sehingga
penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berlangsung saat ini dapat
dinyatakan telah berwawasan HAM, meskipun masih di tingkat kebijakan.
Penyelenggaraan jalan nasional oleh Direktorat Jenderal Bina Marga untuk periode
pembangunan tahun 2010 2014 memiliki visi Terwujudnya sistem jaringan jalan
yang handal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Adapun misi yang diemban adalah:
(1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas,
aksesibilitas dan keselamatan yang memadai;
(2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan di
kawasan perkotaan; dan
(3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam
menyelenggarakan jalan daerah.
Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka
ditetapkan Tujuan dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran
utama yang ingin dicapai antara lain yaitu prosentase jaringan jalan dalam kondisi
mantap meningkat menjadi 94%, penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat
Kegiatan Nasional sebesar 5%, panjang penambahan lajur kilometer sebesar 13.000
lajur-kilometer, panjang peningkatan kapasitas jalan sebesar 19.370 kilometer, serta
panjang penambahan jaringan jalan bebas hambatan sebesar 700 kilometer.3
Melalui peran penting jalan dalam membentuk struktur wilayah, penyelenggaraan jalan
pada hakikatnya dimaksudkan untuk mewujudkan perkembangan antardaerah yang
seimbang dan pemerataan hasil pembangunan (road infrastructures for all).
yang terkena pembebasan lahan akibat proyek (PTP) berpotensi menjadi korban
pelanggaran HAM akibat distorsi informasi yang diterima, ketidakjelasan proses ganti
kerugian, serta potensi terlanggarnya hak-hak EKOSOB lainnya.
Dalam data aduan pelanggaran HAM yang diterima oleh Komisi Nasional (Komnas)
HAM RI tercatat 19 kasus pada tahun 2010 dan 20 kasus pada tahun 2011 merupakan
kasus-kasus terkait dengan sengketa lahan di bidang infrastruktur jalan dan jembatan.
Komposisi kasus-kasus tersebut dapat dilihat di Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1
Data Aduan yang diterima Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan
Tahun 2010
Jalan Non-Tol Total Aduan TOTAL
Jalan Aduan Bid Selain ADUAN
Keterangan Tidak
Tol Nasional Lainnya Jalan Bid. Jalan
disebut
Jumlah
14 0 0 5 19 800 819
Kasus
Tahun 2011
Jalan Non-Tol Total Aduan TOTAL
Jalan Aduan Selain ADUAN
Keterangan Tidak
Tol Nasional Lainnya Bid Jalan Bid. Jalan
disebut
Jumlah
7 2 3 8 20 1044 1064
Kasus
(Diolah dari: Data Aduan Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan Th. 2010 &2011)
Penyelenggaraan Jalan Tol menjadi sumber aduan kasus yang paling banyak
dibandingkan dengan jalan Nasional ataupun Provinsi/ Kabupaten. Meskipun demikian
secara keseluruhan aduan kasus di bidang jalan hanya sekitar 2% dari seluruh aduan
sengketa lahan yang masuk ke data Komnas HAM pada setiap tahunnya. Berbagai
kasus sengketa lahan selain di bidang jalan banyak terjadi pada sektor perkebunan,
pertambangan, dan lain sebagainya.
Adapun berdasarkan lokasi sumber surat aduan kasus sengketa lahan terkait bidang
jalan tersebut masuk ke Komnas HAM, pada tahun 2010 Provinsi Jawa Barat
menempati urutan pertama dengan 5 kasus. Sedangkan di tahun 2011 Provinsi Jawa
Tengah, Jawa Barat dan Lampung menempati posisi paling atas dengan masing-
masing 3 kasus. Komposisi aduan pelanggaran HAM terkait infrastruktur Jalan
berdasarkan lokasi kejadian kasus dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2
Data Kasus Berdasarkan Lokasi Sumber Aduan
Tahun 2010
No. Provinsi Jumlah Kasus
1 Jawa Barat 5
2 Jawa Tengah 4
3 Jawa Timur 4
4 Jambi 2
5 Sulawesi Selatan 2
6 Sumatera Barat 1
7 DKI Jakarta 1
TOTAL 19
Tahun 2011
No. Provinsi Jumlah Kasus
1 Jawa Tengah 3
2 Jawa Barat 3
3 Lampung 3
4 Jawa Timur 2
5 DKI Jakarta 2
6 Jambi 2
7 Sulawesi Selatan 2
8 Sumatera Barat 1
9 Riau 1
10 Kalimantan Selatan 1
TOTAL 20
(Diolah dari: Data Aduan Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan Th. 2010 & 2011)
Melihat sebaran lokasi sumber surat aduan mengenai pelanggaran HAM terkait bidang
jalan yang masuk ke Komnas HAM pada tahun 2010 & 2011 tersebut menjelaskan dua
kemungkinan, pertama bahwa mayoritas aduan yang berasal dari Indonesia bagian
barat tersebut memang karena banyak kasus pelanggaran terjadi di bagian barat
Indonesia atau kemungkinan kedua yaitu karena tingkat kesadaran HAM masyarakat
di bagian timur Indonesia masih rendah sehingga meskipun terjadi hal serupa
(pelanggaran HAM) namun masyarakat tidak ada yang melaporkan karena tidak
mengetahui bahwa hak-hak mereka telah dilanggar atau tidak mengetahui mekanisme
pengaduan HAM ini.
Dalam data aduan kasus tersebut hampir semuanya memiliki modus serupa yaitu
berupa kesewenangan dan ancaman dalam pembebasan tanah serta pembebasan
tanah yang dilakukan tanpa ganti kerugian yang wajar. Dengan demikian hak-hak
EKOSOB yang dilanggar oleh negara dalam proses penyelenggaraan infrastruktur
jalan dan jembatan setidaknya meliputi Hak Atas Informasi, Hak Atas Rasa Aman dan
Hak Atas Kesejahteraan.
Dari tindakan yang berupa ancaman yang terjadi dalam proses pembebasan lahan
untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan menjadikan Negara gagal
menyediakan rasa aman bagi masyarakat. Ketidakmampuan Negara menjamin rasa
aman di masyarakat ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya
hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas rasa
aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
Akibat tindakan yang diduga telah menghilangkan hak-hak atas kepemilikan warga dan
belum memperoleh penyelesaian secara resmi, mengindikasikan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas kesejahteraan sebagaimana
diatur dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga,
bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum dan Tidak boleh
seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan
hukum.
Di sisi lain dari peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan, kondisi jalan dan
jembatan yang tersedia sebagai akses masyarakat menuju tempat pendidikan, sarana
kesehatan serta pusat kegiatan ekonomi tidak selalu dalam keadaan mantap. Dari segi
pemberitaan oleh berbagai media massa target jalan mantap sebesar 94% sepertinya
masih jauh dari tercapai. Dalam kurun waktu kuartal pertama tahun 2012 ini saja
melalui media massa harian online dapat kita temukan banyak artikel mengenai
kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di berbagai daerah di Indonesia. 4
Kerusakan infrastruktur tersebut bukan hanya sebatas lubang-lubang kecil, namun
kerusakan yang cukup mengganggu distribusi perekonomian atau bahkan berakibat
pada terputusnya akses.
4Berdasarkan artikel dari berbagai website koran on-line sepanjang tahun 2012,
diakses pada tanggal 16 April 2012.
khususnya Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) yang tercantum dalam
pertimbangan UU No 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekosob, sejalan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam setiap proses pembangunan, warga Negara punya hak untuk terlibat di
berbagai turunan aktivitasnya. Keterlibatan tersebut sebagai manisfestasi hak asasi
warga Negara mulai dari proses perencanaan, implementasi hingga pemanfaatan
fasilitas yang dibangun. Hal itu sesuai dengan bunyi pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999
yaitu:
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat,
permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka
pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun
dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Metode pelibatan partisipasi aktif warga negara ini merupakan pendekatan belajar
sosial yang paling positif dan relevan bagi perencanaan pembangunan yang
berwawasan HAM. Melalui proses belajar sosial yang melibatkan partispasi
masyarakat -- termasuk organisasi masyarakat sipil -- dalam proses pembangunan,
selain akan menghasilkan produk pembangunan yang tepat guna namun juga
mendorong transparansi dan akuntabilitas tugas dan fungsi pemerintah sebagai
pelaksana pemenuhan HAM. Karakteristik bangsa Indonesia yang heterogen dari segi
adat, tradisi dan dinamika sosial tentu beragam pula aspirasi dan kebutuhannya akan
ekonomi, sosial dan budayanya. Dikaitkan dengan pembangunan jalan dan jembatan
juga memerlukan pendekatan yang sama. Perlu diperhatikan berbagai aspek dan juga
konsultasi dengan masyarakat. Misalnya jika melihat dari segi sosial dan budaya, ada
wilayah atau areal tertentu yang amat bernilai tinggi bagi masyarakat setempat secara
ekonomi, sosial atau budaya, bahkan menjadi warisan budaya bangsa yang
pemanfaatannya tidak bisa dialih fungsikan menjadi atau jembatan dengan alasan
apapun.
Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan, sebagai lampiran dari
Peraturan Menteri PU Nomor 5 tahun 2012 tentang Penanaman Pohon pada
Sistem Jaringan Jalan. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dengan melaksanakan
pembangunan nasional yang berkelanjutan ataupun berwawasan lingkungan,
maka kegiatan tersebut juga merupakan salah satu upaya penegakan HAM,
dimana hak masyarakat untuk hidup layak tidak terganggu. Pedoman penanaman
pohon ini dimaksudkan agar pada saat pelaksanaan pembangunan memperhatikan
juga pengelolaan lingkungan sekitar lokasi pembangunan jalan sehingga
kenyamanan masyarakat di sekitarnya tidak terganggu. Adapun tujuan penanaman
pohon di ruang milik jalan adalah untuk meningkatkan fungsi jalur hijau pada
Ruang Milik Jalan (RUMIJA) dalam menciptakan suasana lingkungan sepanjang
jalan yang lebih nyaman, indah dan untuk mengurangi tingkat pencemaran udara
serta kebisingan.
Dari penjelasan beberapa NSPM ke-bina margaan tersebut, terlihat bahwa dalam
tahapan pembangunan infrastruktur jalan, aspek keberlangsungan ekosistem serta
praktik humanis partisipatoris dalam arti lebih mengedepankan aspek dan dimensi
manusiawi sebagai tujuan utama pembangunan. Praktik tersebut memberi akses
kepada warga negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai
bidang kehidupan melalui panduan keselamatan pekerja dan pengguna jalan,
kesetaraan gender dalam setiap proses pembangunan, hingga konsultasi publik dalam
hal AMDAL. Kurang lebih praktik ini juga bagian dari pengamalan pasal 44 UU No. 39
Tahun 1999 yang dijelaskan di poin sebelumnya.
Upaya pengakuan internasional atas status pembangunan sebagai HAM yang bersifat
kolektif telah dilakukan oleh negara-negara berkembang sejak tahun 1970-an. Upaya
tersebut menuai hasilnya pada saat Sidang PBB pada tahun 1986 mengeluarkan
Deklarasi HAM atas Pembangunan. Herry Priyono (1992) mencatat bahwa Deklarasi
tersebut antara lain berisi pengakuan HAM sebagai alat sekaligus tujuan
pembangunan, tuntutan atas perluasan partisipasi rakyat sebagai manifestasi HAM
atas pembangunan, dan kewajiban badan-badan pembangunan nasional serta
internasional untuk menempatkan HAM sebagai fokus utama dalam pembangunan.5
Tabel 3.
Tahapan Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Aspek HAM
5Herry Priyono, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Kompas, Edisi Kamis, 10 Desember
1992, hal. 4.
2 Pra Studi Kelayakan Koordinasi dengan PEMDA dan Survei awal melingkupi
ketersediaan dan status kepemilikan tanah.
Ketiga, dari sisi pembangunan kebijakan, kebijakan yang relevan untuk dikembangkan
sejalan dengan nilai-nilai HAM adalah model humanis partisipatoris. Manifestasi dari
model pembangunan kebijakan ini adalah memberi perhatian pada aspek dan dimensi
manusiawi sebagai tujuan utama pembangunan yang memberi akses kepada warga
negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan.
Kebijakan memberi alokasi wewenang yang lebih besar kepada warga negara untuk
menentukan realisasi dirinya sebagai subjek, bukan objek yang dibentuk dan dikontrol
oleh subjek lain. Penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan juga sudah
melibatkan masyarakat dalam perencanaan berupa konsultasi publik dan dalam tahap
konstruksi berupa pengikutsertaan masyarakat lokal dalam konstruksi sesuai keahlian
dan keterampilannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Bina Marga, 2009. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.
Priyono Herry, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Kompas, Edisi Kamis, 10
Desember 1992, hal. 4.
Lubis, 1993, T Mulya, Hak-hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Dunia: Isu dan
Tindakan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Dian, 2012.
http://serpong.kompas.com/berita/detail/1597/Spanduk.Protes.Jalan.Rusak.Di
ganti.Spanduk.Minta.Maaf diakses tanggal 16 April 2012.
Junaedi. 2012.
http://regional.kompas.com/read/2012/03/22/10503830/Jalan.Rusak.Parah.98.
Kilometer.Ditempuh.6.jam diakses tanggal 16 April 2012.