You are on page 1of 9

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Etika, Moral dan susila
2.1.1. Pengertian Etika
2.1.2. Pengertian Moral
2.1.3. Pengertian Susila
2.1.4. Persamaan dan Perbedaan Etika, Moral dan Susila
2.2. Karakteristik Etika Islam
2.2.1. Definisi Karakter
2.2.2. Karakteristik Etika Islam
2.3. Hubungan Etika, Moral, dan Kesusilaan Dengan Akhlak
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalan agama Islam berbagai aspek dalam kehidupan, antara lain : fiqih, aqidah, muamalah,
akhlaq, dan lain-lain telah ada aturannya. Seorang muslim bisa dikatakan sempurna apabila
mampu menguasai dan menerapkan aspek-aspek tersebut sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang dicapai dengan cara menjalankan
syariah agama hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya
berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanyalah sebagai
formalitas saja. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pergaulan, kita mampu menilai
perilaku seseorang, apakah itu baik atau buruk. Hal tersebut dapat terlihat dari cara bertutur kata
dan bertingkah laku. Akhlak, moral, dan etika masing-masing individu berbeda-beda, hal
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal tiap-tiap individu.
Di era kemajuan IPTEK seperti saat ini, sangat berpengaruh terhadap perkembangan akhlak,
moral, dan etika seseorang. Kita amati perkembangan perilaku seseorang pada saat ini sudah
jauh dari ajaran Islam, sehingga banyak kejadian masyarakat saat ini yang cenderung mengarah
pada perilaku yang kurang baik. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-
Nya adalah yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola
tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup bersusila dan tiap-tiap perbuatan
susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak
bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat
atau merasakan diri sendiri yang berhubungan dengan baik dan buruk, membedakan halal dan
haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan. Sebagai generasi penerus Indonesia,
sangatlah tidak terpuji jika kita para generasi penerus tidak memiliki etika, moral dan akhlak.
Oleh karena itu penulis menyusun makalah ini agar menjadi acuan dalam perbaikan etika, moral,
dan akhlak masyarakat.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa pengertian Akhlak Moral dan Etika, serta bagaimana perbedaanya.
2. Bagaimana karakteristik etika dalam islam.
3. Bagaimana hubungan antara Etika, Moral, dan Kesusilaan dengan akhlak.

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami apa itu Moral, Etika, dan Susila, serta bagaimana perbedaanya.
2. Mengetahui dan memahani karakteristik etika dalam islam.
3. Memahami dan megetahui hubungan antara Etika, Moral, dan Kesusilaan dengan akhlak.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Etika, Moral dan susila

2.1.1. Pengertian Etika


Kata Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari kata "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan yaitu segala sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat
praktis (practical philosophy).
Pengertian etika lebih lanjut dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurutnya etika
adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia
semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan
perbuatan
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk
mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Jika dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai
dengan tuntunan zaman. Dengan demikian, maka etika merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik
atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan yang
baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berpikir.
Dengan demikian etika bersifat humanistis dan anthropocentris. Dalam bermasyarakat etika
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Etika Deskritif, yaitu Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai.
Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai
nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa
nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia
dapat bertindak secara etis.
b. Etika Normatif, yaitu Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang
dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk,
sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
a. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai
baik dan buruk dari perilaku manusia.
b. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada
keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu
yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
c. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif
yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak
perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi
etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.

2.1.2. Pengertian Moral


Kata Moral berasal dari Bahasa Latin Moralitas, yang artinya adalah suatu istilah yang
diguakan manusia untuk menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam bentuk tindakan yang
memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral
atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan
di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu
sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki
standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun
sejak lama.
Kesadaran moral erat pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing
disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan dalam bahasa arab disebut dengan qalb,
fuad. Dan kesadaran moral itu mencakup tiga hal yaitu :
1. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Perasaan ini telah ada
dalam setiap hati nurani manusia, siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Kewajiban tersebut tidak
dapat ditawar-tawar, karena sebagai kewajiban maka andai kata dalam pelaksanaannya tidak
dipatuhi berati suatu pelanggara moral. Adanya perasaan wajib ini menunjukkan bahwa suara
batin harus selalu ditaati, karena suara batin justru sebagai kesadaran bahwa seseorang merasa
mempunyai beban atau kewajiban mutlak, untuk melaksanakan sesuatu. Orang yang memiliki
kesadaran moral dalam bentuk perasaan wajib tersebut akan senantiasa mau berusaha
menegakkan kebenaran, kejujuran, dan kesamaan, walaupun tidak ada orang lain yang
menyuruhnya. Perasaan tersebut demikian kuat, sehingga siap menghadapi siapa saja yang coba-
coba menghalanginya.
2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu perbuatan yang secara
umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang obyektif dan dapat diberlakukan secara
universal, artinya dapat di setujui, berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang
berada dalam situasi yang sejenis. Dalam masalah rasionalitas kesadaran moral itu, manusia
meyakini bahwa akan sampai pada pendapat yang sama sebagai suatu masalah moral, dengan
ketentuan manusia tersebut bebas dari paksaan dan tekanan, tidak mencari keuntungan sendiri,
tidak berpihak, bersedia untuk bertindak sesuai dengan kaidah yang berlaku umum, pengetahuan
jernih dan pengetahuan yang berdasarkan informasi yang obyektif.
3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan. Atas kesadaran moralnya
seseorang bebas untuk mentaatinya. Bebas dalam menentukan prilakunya dan didalam penentuan
itu sekaligus terpampang nilai manusia itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian tersebut kita dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral
lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau system hidup tersebut diyakini oleh masyarakat yang akan memberikan
harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman.

2.1.3. Pengertian Susila


Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an.
Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila
berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Kata Susila selanjutnya digunakan arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang
susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang asusila adalah orang yang
berkelakuan buruk. Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi
bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu
kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan
hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang
dipandang baik. Sama halnya dengan moral, yaitu sebagai pedoman untuk membimbing orang
agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat
dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.

2.1.4. Persamaan dan Perbedaan Etika, Moral dan Susila dan Akhlak
Dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa akhlak, etika, moral,
kesusilaan, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia
untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama sama menghendaki terciptanya
keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan
lahiriahnya. Objek dari akhlak, etika, moral, kesusilaan dan kesopanan yaitu perbuatan manusia,
ukurannya yaitu baik dan buruk.
Perbedaan antara etika, moral, susila dengan akhlak terletak pada sumber yang dijadikan
pijakan atau bahasan untuk menilai baik dan buruk. Dalam etika, penilaian baik/buruk
berdasarkan pendapat akal. Dalam moral dan susila didasarkan atas kebiasaan umum yang
berlaku di masyarakat. Sedangkan pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik
dan buruk adalah Al-ur'an dan Hadits. Perbedaan lain juga terlihat pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Etika lebih banyak bersifat teoritis daripada praktis. Moral dan susila lebih
banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral
dan susila bersifat lokal dan individual.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih
banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral
dan susila bersifat local dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral
dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan. (Amiruddin.2010)

2.2.Karakteristik Etika Islam

2.2.1. Definisi Karakter


Karakter (khuluk) merupakan suatu keadaan jiwa dimana jiwa bertindak tanpa di pikir atau
di pertimbangkan secara mendalam. Karakter ini ada 2 jenis yaitu :
a. Alamiah dan bertolak dari watak.
Misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal paling kecil atau takut
menghadapi insiden yang paling sepele. Juga pada orang yang terkesiap berdebar-debar di
sebabkan suara yang amat lemah yang menerpa gendang telinganya atau ketakutan lantaran
mendengar suata berita atau tertawa berlebih-lebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat
biasa yang telah membuatnya kagum, atau sedih sekali cuma karena suatu hal yang tak terlalu
memprihatinkan yang telah menimpanya.
b. Tercipta melalui kebiasaan dan latihan.
Pada mulanya keadaan ini terjadi karena di pertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian
melalui praktek terus-menerus menjadi karakter. Karenanya para cendikiawan klasik sering
berbeda pendapat mengenai karakter. Sebagian berpendapat bahwa karakter di miliki oleh jiwa
yang tidak berpikir (nonrasional). Sementara yang lain berkata bahwa bisa juga karakter itu milik
jiwa yang berpikir (rasional). Ada yang berpendapat bahwa karakter itu alami sifatnya, dan juga
dapat berubah cepat atau lamban melalui disiplin serta nasihat-nasihat yang mulia. Pendapat
yang terakhir inilah yang kami dukung karena sudah kami kaji secara langsung. Adapun
pendapat pertama akan menyababkan tidak berlakunya fakultas nalar, tertolaknya segala bentuk
norma dan bimbingan, tunduknya (kecendrungan ) orang kepada kekejaman dan kelalaian, serta
banyak remaja dan anak berkembang liar tanpa nasihat dan pendidikan. Ini tentu saja sangat
negatif.

2.2.2. Karakteristik Etika Islam


Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan,susila. Jadi moral adalah perilaku
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum di terima, meliputi kesatuan
sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik
dan buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.
Didalam islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk
b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya
perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Quran dan al-Hadits yang shohih.
c. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh
seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
d. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia
serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.

2.3.Hubungan Etika, Moral, dan Kesusilaan Dengan Akhlak


Dapat dilihat dengan sangat jelas bahwa etika, moral, susila berasal dari produk rasio dan
budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi
kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang
berdasarkan petunjuk al-Quran dan al-hadis. Dengan kata lain jika etika, moral, dan susila
berasal dari manusia, sedangkan akhlak berasal dari Tuhan. Sehingga etika, moral, susila dan
akhlak akan tetap saling berhubungan dan membutuhkan.
Dalam pelaksanaannya norma akhlak yang terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah itu
sifatnya dalam keadaan belum siap pakai. Jika al-Quran misalnya menyuruh kita berbuat baik
kepada ibu-bapak, menghormati sesame kaum muslimin, dan menyuruh menutup aurat, maka
suruhan tersebut belum dibarengi dengan cara-cara, sarana, bnetuk dan lainnya. Bagaimanakah
cara menghormati kedua orang tua tidak kita jumpai dalam al-Quran dan al-hadis.
Demikian pula bagaimana cara kita menghormati sesama muslim dan menutup aurat juga
tidak kita jumpai dalam al-Quran. Cara-cara untuk melakukan ketentuan akhlak yang ada dalam
al-Quran dan al-hadis itu memerlukan penalaran atau ijtihad para ulama dari waktu kewaktu.
Cara menutup aurat, model pakaian, ukuran dan potongannya yang sesuai dengan ketentuan
akhlak jelas memerlukan hasil pemikiran akal pikiran manusia dan kesepakatan masyarakat
untuk menggunakannya. Jika demikian adanya maka ketentuan baik dan buruk yang terdapat
dalam etika, moral dan susila yang merupakan produk akal pikiran dan budaya masyarakat dapat
digunakan sebagai alat untuk menjabarkan ketentuan akhlak yang terdapat dalam al-Quran.
Tanpa bantuan usaha manusia dalam bentuk etika, moral dan susila , ketentuan akhlak yang
terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah akan sulit dilaksanakan.
Dengan demikian keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka
menjabarkan dan mengoprasionalkan ketentuan akhlak yang terdapat didalam al-Quran.
Disinilah letak peranan dan etika, moral, dan susila terhadap akhlak.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan
mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran. moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah
moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan
perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut.
Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila
berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Kata Susila selanjutnya digunakan arti sebagai
aturan hidup yang lebih baik. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya
membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai
dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.Kesusilaan menggambarkan
keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik
.Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup
segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk
dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Keempat hal tersebut (etika, moral, susila dan akhlak) merupakan hal yang paling penting
dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi
pekertinya adalah Rasulullah S.A.W. Anas bin Malik radhiallahu anhu seorang sahabat yang
mulia menyatakan: Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik
budi pekertinya.(HR.Bukhari dan Muslim).

3.2. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun diharapkan dapat
menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan
sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W, setidaknya kita termasuk
kedalam golongan kaumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.


Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera: Jakarta.
Asmaran As. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers
Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa: Bandung
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1966), hlm.138
Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam. Kalam
Mulia. Jakarta.
Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung.
Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta : Kanisius
Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988 (artikel ini disadur dari
persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)

http://aprianiika.blogspot.co.id/2014/11/hubungan-moral-etika-dan-sulila-pada.html

You might also like