Professional Documents
Culture Documents
1. DEFINISI
Fistula ani adalah terbentuknya saluran kecil yang memanjang dari anus
sampai bagian luar kulit anus, atau dari suatu abses sampai anus atau daerah perianal.
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel. Fistula ani
adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus
(ataupun ke organ lain seperti ke vagina). Pada permukaan kulit bisa terlihat satu
atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula tersebut dapat keluar nanah ataupun
kotoran saat buang air.
Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 40 tahun, berkisar 1-3
kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak
semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula.
2. ETIOLOGI
4. ANATOMI FISIOLOGI
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar dari pada usus kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran
kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada
abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura
lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri
bila diberi enema.
Bagian usus besar besar yang terakhir dinamakan rektum yang terbentang dari
kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari
rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus.
Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm). Usus besar dibagi menjadi
belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima.
Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri ( sepertiga distal kolon transversum,
ascendens dan sigmoid, dan sebagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan
untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior
dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis. Alir
balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan
inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang
mengalirkan darah ke hati.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Usus besar
mempunyai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah
hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sfingter eksterna
berada di bawah kontrol voluntar. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar
otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan
relaks, dan keinginan untuk berdefekasi akan menghilang. Rektum dan anus
merupakan lokasi dari penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada manusia.
Daerah anorektal sering merupakan tempat abses dan fistula. Kanker kolon dan
rektum merupakan kanker saluran cerna yang paling sering terjadi.
5. PATOFISIOLOGI
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang menjelaskan bahwa
fistula ani merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan
membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar
dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan
itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat
terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi. Apabila
kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk abses di dalam
rongga intersfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan
meninggalkan fistula, dimana fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan
anus dan rektum, dan lobang lain di perineum di kulit perianal.
Klasifikasi fistula:
a. Intersphinteric fistula
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna dan bermuara
berdekatan dengan lubang anus.
b. Transphinteric fistula
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna, kemudian
melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara sepanjang satu atau dua inchi di
luar lubang anus, membentuk huruf U dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada
di kedua belah lubang anus (fistula horseshoe)
c. Suprasphinteric fistula
Berawal dari ruangan diantara muskulus sfingter eksterna dan interna yang membelah
ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara puborektal dan muskulus levator ani
lalu muncul satu atau dua inchi di luar anus.
d. Ekstrasphinteric fistula
Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah, melewati
muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistula ini biasa disebabkan oleh
abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohns Disease.
6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta
profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.
Terapi pembedahan:
a. Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan
terbuka,sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.
b. Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya
terbuka.
c. Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam
Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong
otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan
supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri
setelah beberapa bulan.
d. Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya
tidak terlalu besar.
e. Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran
fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin
glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun
keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.
f. Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi.
Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari.
Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi
untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi
meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan
penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara
lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu
dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali
menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka
sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. Komplikasi yang
dapat langsung terjadi antara lain:
Perdarahan
Impaksi fecal
Hemorrhoid
Komplikasi yang tertunda antara lain adalah:
Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang terpotong,
khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi dan letak
posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak saraf-saraf
kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran fistulotomi
tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang mengakibatkan bocornya gas
dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita.
Rekurens
Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau
mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari bukaan
interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya fistula.
Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita.
Stenosis kanalis
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal. Penyembuhan luka
yang lambat. Penyembuhan luka membutuhkan waktu kurang lebih 12 minggu,
kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti penyakit Crohn).
9. PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit ini sangat baik setelah sumber infeksi dan fistula
teridentifikasi. Fistula akan menetap bila tidak didrainase dengan benar. Dengan
tindakan yang tepat dan mengikuti anjuran , maka prognosis dari fistula ani baik. Komplikasi pun
dapat terhindarkan.
Pada pasien yang telah menjalani fistulotomi standar, dilaporkan angka
rekurensnya berkisar antara 0-18% dan angka inkontinensia antara 3-7%. Pasien yang
menjalani penggunaan seton, angka rekurensnya 0-17% dan angka inkontinensia
antara 0-17%. Sedangkan yang menjalani advancement flap, angka rekurensnya
berkisar antara 1-10% dan angka inkontinensia antara 6-8%.
3. Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat.
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau
riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya bisul pada daerah anus.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran
vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung
tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
immobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor
jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan fistula ani
yang baru di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
i. Pemeriksaan Kulit
Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran
mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji
yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah
satu komponen kulit
Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi
primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat
yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna
dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak
cocok, intake cairan yang inadekuat.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
. Pre operasi:
1. Nyeri pada daerah perianal berhubungan dengan adanya luka pada perianal.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang mungkin
terkontaminasi.
3. Kecemasan berhubungan dengan physiologi faktor akibat proses peradangan.
4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan tindakan yang akan
didapatnya.
Post operasi:
1. Nyeri area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi.
2. Perubahan pola eliminasi konstipasi/diare berhubungan efek anestesi,
pemasukan cairan yang tidak adekuat.
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan risiko prosedur invasive, luka yang
mungkin terkontaminasi.
INTERVENSI
4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan tindakan yang akan
didapatnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil: Klien mampu mengungkapkan tentang proses penyakit dan
penanggulangannya. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan regimen.
Intervensi
Kaji persepsi klien tentang proses penyakitnya.
Rasional: menentukan tingkat pengetahuan klien dan kebutuhan informasi yang
diperlukan.
Ulangi penjelasan tentang proses penyakit, penyebab, tanda dan gejala
penyakit serta penanggulangannya.
Rasional: dengan memberikan penjelasan yang memadai klien tahu proses penyakit
dan tindakan yang akan didapatnya, sehingga klien dapat menerima tindakan yang
didapatnya.
Tekankan pentingnya menjaga kebersihan kulit, seperti : tehnik cuci tangan yang
baik dan perawatan kulit perianal.
Rasional: mengurangi penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit dan
infeksi.
Post Operasi
1. Nyeri pada area operasi berhubungan dengan adanya eksisi luka operasi.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
(ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC