Professional Documents
Culture Documents
Step 1 :
1. Resusitasi :
Suatu metode yang dilakukan untuk membantu /memperbaiki jalan nafas pada bayi yang baru lahir.
Metode yang dilakukan tim medis pada keadaan darurat untuk mencegah kematian.
3. Asfiksi :
Keadaan dimana bayi tidak dapat menangis secara spontan dan teratur, yang dapat menyebabkan
hipoksia. Biasanya terjadi gangguan transport O2.
5. APGAR score :
Penilaian pada bayi nya untuk tau keadaannya baik atau tidak. Nilai Tonus, pernafasan, denyut
jantung, warna kulit, refleks/ respon terhadap rangsangan
STEP 2
STEP 3
Menangis merupakan refleks karena telah mendapatkan udara yang masuk ke dalam paru-paru.
Bayi lahir paru-paru mengembang oksigen masuk udara melewati pita suara bayi kaget
bayi menangis
Tekanan thorak
Tkanan parsial CO2 meningkat, O2 turun
Rangsang suhu yang dingin stimulus bayi mengambil nafas
Saat di intrauterin, paru-paru berisi cairan. Fungsi menangis untuk mengeluarkan cairan yang ada
didalam paru-paru.
Menangis dirangsang karena mendapatkan O2, sebelumnya mendapatkan O2 dari darah,bukan dari
luar. Menangis merupakan kompensasi.
2. Bagaimana adaptasi dari intrauterin ke ekstrauterin pada bayi yang baru lahir?
Dipengaruhi:
Jalan pernafasan
BBLmeninjau status gizi
Adaptasi:
Sistem pernafasan
paru kolaps mengembangan kan paru. Dipengaruhi oelh usia kehamilan. Kelahiran prematur
produksi surfaktannya kurang, maka kurang baik
Kardio
Tekanan atrium ditingkatkan agar tjd penutupan foramen ovale. Ada hubungan dengan sistem
pernafasan.
Imunitas
Pengaturan suhu
GIT
1-2 jam lebih cepat hipoglikemi. Glukosa n sumber energi lainnya lebih cepat dibakar.
Neonatus mengandung mekonium. 10 jam pertama akan mengeluarkan feses dalam 4 hari.
Enzim2 sudah dibentuk kecuali enzim amilase pancreas.
Refleks dipengaruhi
- Asfiksi
- Tekanan dalam paru lebih rendah daripada luar
- Kompresi
- Peningkatan tekanan CO2 dalam pembuluh darah
3. Mengapa saat lahir tidak langsung menangis dan BBLRnya 1900 gr?
4. Kriteria BBLR?
BBL
Rendah <2500gr
Sedang 2500-4000gr
Lebih >4000gr
BBLR ada 3
Prematuritas ada 2
-prematuritas murni
-prematuritas dismaturitas
A=appearance
P=Pulse
G=grimace
A=Activity
R=Respirate
Klasifikasi Asfiksi
Berat 0-5
Sedang 6-7
Normal 8-10
Nilai
Warna kulit.
Pucat= 0
Biru= 1
Merah muda = 2
Frekuensi jantung
tidak ada = 0
<100x/menit = 1
>100x/menit=2
Usaha pernafasan
Tidak ada= 0
Ada usaha tp tidak teratur dan lambat= 1
Teratur dan menangis= 2
Tonus otot
Lemah=0
Beberapa Tungkai fleksi=1
Semua tungkai fleksi=2
Reflek
Langsung batuk/menangis=2
APGAR
Tujuan APGAR = untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan pada bayinya. Di evaluasi
sampai apgar scorenya membaik.
Menit ke 1 = 6
Menit ke 5 =7
Menit ke 10=8
7. Tanda-tanda asfiksi?
-sedang = denyut jantung >100x/menit, sianosis, tonus otot kurang baik, refleks iritabilitas tidak ada
-berat = frekuensi DJ < 100x/menit, sianosis berat, kadang2 pucat, rflek iritabilitas tidak ada,
Jika ada 1 atau lebih pertanyaan ini TIDAK, maka merupakan indikasi resusitasi
STEP 4
preterm
Adaptasi intrauterin
ke ekstrauterin
APGAR
Buruk/seda baik
ng
resusitasi
Evaluasi
APGAR
Baik buruk
STEP 5
STEP 6
STEP 7
1. Fisiologis menangis bayi
2. Bagaimana adaptasi dari intrauterin ke ekstrauterin pa.a bayi yang baru lahir?
1. Adaptasi system pernafasan
a. Fisiologi pernapasan janin
1. system pernafasan
Fisiologi
Sebelum lahir, darah dari plasenta (kira-kira 80%) jenuh dengan O2 dialirkan
kembali ke janin melalui vena umbilikalis. Pada saat mendekati hati, sebagian
besar darah ini mengalir melalui duktus venosus langsung masuk ke dalam vena
kava inferior, dengan demikian memintas dari hati. Sebagian kecil daripadanya
masuk ke sinusoid hati dan bercampur dengan darah yang berasal dari sirkulasi
portal.
Setelah melalui VCI yang pendek dan bercampur dengan darah yang tidak
mengandung O2 yang kembali dari anggota tubuh bawah, darah ini memasuki
atrium kanan. Disini darah dialirkan ke foramen ovale oleh katup VCI dan
sebagian besar darah mengalir langsung ke atrium kiri. Tetapi sebagian kecil darah
tidak dapat mengikuti jalan tersebut karena dihambat oleh tepi bawah septum
sekundum, yaitu Krista dividens, dan tetap berada di atrium kanan. Disini air
bercampur darah dari bagian kepala dan lengan melalui VCS.
Dari atrium kiri, darah memasuki ventrikel kiri dan aorta ascenden. Oleh karena a.
koronaria dan a. karotis merupakan cabang pertama aorta ascenden, otot-otot
jantung dan otak memperoleh darah yang kaya O2. Darah yang rendah O2 dari
VCS mengalir melalui ventrikel kanan menuju ke trunkus pulmonalis. Oleh karena
tekanan di dalam pembuluh darah pulmonal tinggi, darah mengalir langsung
melalui duktus arteriosus menuju aorta ascenden, dan bercampur dengan darah
yang berasal dari aorta proksimal. Mulai berjalan melewati aorta ascenden, darah
mengalir menuju ke plasenta melalui kedua aa. Umbilicales dengan angka
kejenuhan 58%.
b. Fisiologi system sirkulasi bayi
Perubahan yang terjaid pada sistem pembuluh darah pada saat lahir disebabkan
oleh berhentinya aliran darah dari plasenta dan dimulai pernapasan. Olh karena
pada saat yang sama duktus arteriosus menutup karena kontraksi otot-otot
dindingnya, jumlah darah yang melalui pembuluh darah paru-paru meningkat
dengan cepat. Sebaliknya hal ini akan meningkatkan tekanan di atrium kiri.
Bersamaan dengan itu, tekanan di dalam atrium kanan menurun karena
terputusnya aliran darah dari plasenta. Septum primium kemudian menutup
septum sekundum, dan dengan demikian foramen ovale menutup secara fisiologis.
Perubahan berikutnya :
a. Penutupan aa. Umbilikales, terjadi karena kontraksi otot polos di dinding
pembuluh darah tersebut dan mungkin oleh rangsangan termik dan mekanik
serta perubahan kadar O2. Secara fisiologis, kedua pembuluh darah ini
menutup beberapa menit setelah lahir.
Bagian distal aa. Umbilikalis kemudian membentuk ligamentum umbilicales
medial, dan proksimalnya tetap terbuka sebagai aa. Vesicales seperiores.
b. Penutupan vena umbilikalis dan duktus venosus terjadi segera setelah
penutupan aa. Umbilikalis. Oleh karena itu, darah dari plasenta masih dapat
memasuki tubuh bayi sampai beberapa saat setelah lahir.
Setelah terjadi obliterasi, vena umbilikalis membentuk ligamentum teres
hepatis yang berjalan pada tepi bawah ligamentum falsiformis. Duktus
venosus yang berjalan dari ligamentum teres hepatis ke VCI juga menutup dan
membentuk ligamentum venosum.
c. Penutupan duktus arteriosus oleh kontraksi otot-otot dindingnya terjadi sesaat
setelah lahir dan mungkin diperantarai oleh bradikinin ( suatu zat yang
dilepaskan dari paru-paru selam permulaan pengembangan paru).
Pada orang dewasa, duktus arteriosus yang telah menutup menjadi ligamentum
arteriosum.
d. Penutupan foramen ovale disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam
atrium kiri yang disertai penurunan tekanan di atrium kanan. Bersamaan
dengan tarikan nafas yang pertama, septum primum ditekan melekat ke septum
sekundum.
Embriologi Kedokteran Langman. Ed. 7. Sadler. EGC
Pada janin ada pirau intra kardiak (foramen ovale) dan pirau ekstra kardiak
(duktus arteriosus botali, duktus venosus arantii). Arah pirau adalah dari kanan
ke kiri yaitu dari atrium kanan ke kiri via foramen ovale. Serta dari arteri
pulmonalis menuju aorta via duktus arteriosus.
Setelah lahir dengan berhasilnya adaptasi sistem pernapasan segera diikuti
oleh adaptasi sistem kardiovaskuler dengan tidak adanya pirau tersebut diatas
baik pirau intra kardiak ataupun ekstra kardiak.
Pada sirkulasi fetal, ventrikel kanan dan kiri bekerja serentak, setelah lahir
ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.
Selama sirkulasi fetal, ventrikel kanan memompa darah ke tempat tahanan
yang lebih tinggi yaitu tahanan sistemik tetapi ventrikel kiri melawan tahanan
yang rendah yakni plasenta.
Setelah lahir, ventrikel kanan akan melawan tahanan paru yang lebih rendah
daripada tekanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.
Pada sirkulasi janin, darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar
menuju ke aorta via duktus arteriosus, hanya sebagian kecil yang menuju ke
paru-paru. Tetapi setelah lahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru-
paru
Pada kehidupan janin, paru-paru mendapat O2 dari darah yang yang diambil
dari plasenta. Sebaliknya post natal parumemberikan O2 kepada darah.
Selama kehidupan intrauterin, plasenta merupakan tempat yang utama untuk
pertukaran gas, makanan dan ekskresi. Post natal, organ-organ lain mengambil
alih perbagai fungsi tersebut.
Selama masa fetal, plasenta menjamin berlangsungnya tahanan sirkuit yang
rendah, tetapi pada post natal hal tersebut tidak ada.
Buku Ajar Neonatologi. Ed. 1. 2008. IDAI.
2. system GIT
Pada umumnya, kemampuan neonatus untuk mencernakan, mengabsorbsi, dan
memetabolisir makanan tidak berbeda dengan anak yg lebih tua, dengan 3
perkecualian :
a. Sekresi amilase pankreas pada neonatus kurang, sehingga bayi menggunakan zat
tepung kurang adekuat.
b. Absorbsi lemak dari saluran pencernaan dalam beberapa hal kurang dari anak
lebih tua. Akibatnya, susu dengan kandungan lemak yang tinggi (susu sapi) sering
diabsorbsi kurang adekuat.
c. Karena fungsi hati belum sempurna paling sedikit selama minggu pertama
kehidupan, konsentrasi glukosa darah tidak stabil dan biasanya rendah.
Neonatus secara khusus dapat mensintesis dan menyimpan protein. Ternyata dengan
diet yg adekuat, sebanyak 90% dari asam amino yg dicerna akan digunakan untuk
pembentukan protein tubuh. Persentase ini lebih tinggi dari orang dewasa.
Traktus digestivus pada neonatus relatif lebih berat dan lebih panjang dibandingkan
dgn orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat yg berwarna
hitam kehijauan yg trdr dr mukopolisakarida (mekonium). Pengeluaran mekonium
biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah terbentuk dan
berwarna biasa. Enzim dalam trantus digestivus biasanya sudah terdapat pada
neonatus, kec amilase pankreas. Aktifitas enzim proteolitik pd neonatus dengan berat
badan lahir 4000 gr besarnya 6 kali aktifitas enzim trsbt pd neonatus dgn berat badan
lahir 1000 gr. Aktifitas lipase telah ditemukan pd fetus 7-8 bulan.
Pada bayi prematur, aktifitas lipase masih kurang bila dibandingkan bayi cukup bulan.
3. system endokrin
i. Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu.
ii. Pada waktu bayi baru lahir, kadang-kadang hormone tersebut masih
berfungsi, misalnya dapat dilihat pembesaran kelenjar air susu pada
bayi laki-laki ataupun perempuan. Kadang-kadang dapat dilihat gejala
withdrawal, misalnya pengeluaran darah dari vagina yang
menyerupai haid dari bayi perempuan.
iii. Kelenjar adrenal pada waktu lahir relative lebih besar bila
dibandingkan dengan orang dewasa (0,2% dari berat badan
dibandingkan dengan 0,1% dari berat badan pada orang dewasa)
iv. Kelenjar tiroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahir dan sudah
mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir.
Sumber : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985
3. Kriteria BBLR?
Klasifikasi
b. Dysmaturitas
Bila berat badan bayi tersebut kurang dari pada berat badan seharusnya untuk masa kehamilan
itu. Jadi bayi itu mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan.
( SMALL FOR GESTASTIONAL AGE ) atau berat badan bayi kurang dari berat badan yang
sebenarnya untuk Gestasi itu.
Contoh : Bayi lahir dengan usia kehamilan 40 minggu tetapi berat badannya mencapai 2400
gram atau kurang dari 2500 gram.
Menurut WHO :
Dari kematian periode neonatal, 70 % terjadi pada BBLR
Sampai umur 1 tahun, kematian BBLR 20 x bayi normal
Kategori BBLR
Kriteria BBLR tanpa memandang usia gestasi :
BBLR : berat lahir kurang 2500 g
BBLSR : berat lahir 1000 1500 g
BBLASR : berat lahir < 1000 g Bila usia gestasi di pertimbangkan, BBLR terdiri dari : BBLR
dengan usia gestasi < 37 minggu (NKB) BBLR dengan usia gestasi > 37 minggu (KMK)
tidak ada
meringis/menangis meringis/bersin/batuk
respons
Respons refleks lemah ketika saat stimulasi saluran Grimace
terhadap
distimulasi napas
stimulasi
lemah/tidak
Tonus otot sedikit gerakan bergerak aktif Activity
ada
menangis kuat,
lemah atau tidak
Pernapasan tidak ada pernapasan baik dan Respiration
teratur
teratur
Resusitasi
Stimulasi rujuk
Stimulasi taktil
7. Tanda-tanda asfiksi?
a. Vigorous baby.
Score APGAR 7-10
Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa
b. Mild moderate asphyxia (asfiksia sedang)
Score APGAR 4-6
Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung >100
/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. 1. asfiksia berat.
Score APGAR 0-3.
Pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung < 100
/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang2
pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
2. asfiksia berat dg henti jantung
dimaksudkan dg henti jantung ialah keadaan :
Gejala Asfiksia
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu (1,5):
Fase dispneu / sianosis
Fase konvulsi
Fase apneu
Fase akhir / terminal / final
Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat
rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida
akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan
tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah
terukur meningkat.
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik
kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan
darah turun.
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya depresi
pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung
beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.
KLASIFIKASI KEJANG
KEJANG TONIK
Kejang ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai desebrasi, atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortifikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
desebrasi haris dibedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh
rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
KEJANG KLONIK
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinik kejang fokal berlangsung
antara 1 - 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran,
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini disebabkan oleh
kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensefalopati metabolik.
KEJANG MIOKLONIK
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai gerakan refleks moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG kejang mioklonik pada
bayi tidak spesifik.
8. Apa indikasi dilakukannya resusitasi? (BUAT ALGORITMA RESUSITASI-ASFIKSI)
-memakai VTP
3. mempertahankan sirkulasi
-rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan
pengobatan.
RESUSITASI
LANGKAH AWAL
Berikan kehangatan dengan cara meletakkan bayi di bawah
pemancar panas
Posisikan kepala setengah ekstensi
Bersihkan jalan napas
Keringkan, rangsang, perbaiki posisi
Memberi Kehangatan
10. Mengapa setelah di resusitasi, bayinya asfiksi?
Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan upaya
tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan syaraf pusat dan
kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral yang adekuat Secara
hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami masalah dan musibah yang terjadi
serta berikan dukungan moral sesuai adat dan budaya setempat
11. Hubungan preterm dengan BBLR dan asfiksi?
KPDusia 35 minggu (prematuritas murni: < 37 minggu)kematangan organ paru masih
kekurangan surfaktan terutama fosfolipid menyebabkan alveoli kolepsGangguan
nafas (respiratory distress).
Kadri N : Tata kerja dan desain unit neonatologi. Kumpulan naskah lengkap kongres Perinasia I
, Yogyakarta 25-28 Mei 1983.
(Perinasia, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah
umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-
eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
dengan usia <>
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol
dan ibu pengguna narkotika.
Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-
ekonomi dan paparan zat-zat racun.
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun
kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,
dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi
sehat (20-34 tahun)
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil
(Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313.)
Umur ibu mempengaruhi pada hormon estrogen dan pogesteron yang berkurang sehingga
koodinasi antara ibu dengan bayi kurang baik termasuk pasokan oksigen dan nutrisi sehingga
berat bayi lahir rendah.
Estrogen merupakan prekusor pembentukan oksitosin yang jika berkurang maka akan
mengurangi kontraksi dari uterus saat proses persalinan.
Kehamilan serotinus menyebabkan kalsifikasi pada placenta sehingga sirkulasi utero-
placenta menurun dan menyebabkan asfiksi serta BBLR pada bayi.
Grandemultigravidaplacenta menempel di bagian uterus yang kurang banyak
vaskularisasinyaaliran utero-placenta berkurangBBLR
Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan lebih dari 35 tahun.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah sbb:
- Diabetes gestational : risiko meningkat 2 kali lipat pd usia > 35 tahun, DG
akan memiliki bayi besar (makrosomia), risiko injuri saat persalinan,
masalah pernapasan
- Hipertensi
- Placenta previa : risiko 3 kali pd usia 40 tahunan. Plasenta previa dapat
menyebabkan perdarahan hebat selama persalinan.
- Keguguran
- Cacat bawaan
- Prematuritas dan BBLR
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari esofagus.
Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi
pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara kapiler dan
rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi
pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 34 minggu. (4)
Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum mencapai
permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul
setelah 35 minggu kehamilan. (9)
FUNGSINYA !!!!
Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru
dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta
berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi. (4),(9)
teori yang menyatakan bahwa salah satu penyebab asfiksia neonatorum adalah
persalinan preterm (JPKNR-NR 2007 : 108). Timbulnya asfiksia neonatorum pada bayi preterm
dikarenakan belum maksimalnya tingkat kematangan fungsi sistem organ tubuh sehingga sulit
untuk beradaptasi dengan kehidupan ekstra uterine. Kesukaran bernapas pada bayi preterm ini
dapat disebabkan karena belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru
yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru.
Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan (Surasmi,
2003 : 43).
Hal serupa juga dikemukakan oleh Wiknjosastro bahwa asfiksia neonatorum
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Persalinan preterm juga mengakibatkan bayi mengalami suhu tubuh yang tidak stabil
karena bayi preterm tidak dapat menghasilkan panas yang cukup dikarenakan kekurangan
lemak tubuh. Suatu kenyataan lain ialah bagian otak yang mengendalikan suhu tubuh bayi
preterm belum berfungsi secara wajar.
Persalinan preterm membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat terhadap
pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir sangat diharapkan, sehingga dapat
mencapai wellborn baby dan wellhealth mother dengan demikian menunjang terhadap
penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
12. Mengapa saat foto thorax didapatkan hasil Hyalin Membran Disease grade 1?
Patofisiologi HMD
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang dengan baik
mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena
jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons. Edema interstitial terjadi sebagai resultan dari
meningkatnya permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga
laveoli yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat respirasi belum
berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah. (13)
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan edema interstitial
mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan
saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena diafragma turun dan
tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi.
Semua hal tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi prematur
yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan rendah dibandingkan bayi matur, berlawanan
dengan kecenderungan alami dari paru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan
paru-paru mencapai volume residu, cencerung mengalami atelektasis. (9)
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi yang kecil
dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli
memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan hipoksia. Berkurangnya
compliance paru, tidal volume yang kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha
bernafas, dan tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi hiperkarbia,
hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan meningkatnkan pirau dari
kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru
berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler
menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli. (9)
Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas lemah dapat
menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi
pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan asidosis metabolik.
Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran
darah paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru
yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus arteriosus memperburuk
hipoksemia. (4)
Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat karena berkurangnya resistensi
vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah paru
meningkat karena akumulasi cairan dan protein di interstitial dan rongga alveolar. Protein pada
rongga alveolar dapat menginaktivasi surfaktan. (4)
Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan compliance paru merupakan
karakteristik HMD. Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa terisi
cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi premature mengalami grunting yang
memperpanjang ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang. Compliance paru <>(4)
Bomsel membagi HMD ke dalam 4
-Grade 1: Gambaran retikulogranular yang sangat halus dan sulit dilihat dengan sedikit gambaran air
-Grade 2: Gambaran retikulogranular yang secara homogen terdistribusi di kedua lapang paru. Gambaran
air bronchogram jelas, luas, dan bertumpang tindih dengan bayangan jantung. Ada penurunan aerasi
-Grade 3: Pengelompokan alveoli yang kolaps membentuk gambaran nodul-nodul berdensitas tinggi yang
cenderung menyatu. Pada keadaan yang sangat ekstensif, gambaran air bronchogram terlihat di bawah
diafragma. Radiolusensi paru sangat menurun sehingga bayangan jantung sulit
-Grade 4: Opasitas yang komplit pada kedua lapang paru dengan gambaran air bronchogram yang
ekstensif. Bayangan jantung tidak dapat dilihat lagi
13. Apa hubungan ketuban pecah >6 jam, jumlah cukup jernih, dengan bau khas, disertai his
teratur dengan skenario?
14. Bagaimana cara menilai score Ballard dan Dubowitz?
15. Bagaimana perawatan(asuhan) pada bayi yang baru lahir?(apa yang diberikan?)
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/01/PANDUAN-YANKES-BBL-
BERBASIS-PERLINDUNGAN-ANAK.pdf
18. Mengapa harus dinilai plasenta lahir spontan, kotiledon lengkap, infark (-),hematome ()
? N.O.R.M.A.L
19. Mengapa tetap diberi ASI?Dosis cairan hari pertama bayi lahir?Kandungan
asi?(manajemen Gizi)
Kandungan ASI
ASI Kaya Akan Zat Penting Bila dibandingkan ASI dengan produk susu kalengan atau formula untuk
sang buah hati, ASI tetap terunggul dan tak terkalahkan. Karena ASI memiliki semua kandungan zat
penting yang dibutuhkan oleh sang bayi seperti; DHA, AA, Omega 6, laktosa, taurin, protein,
laktobasius, vitamin A, kolostrum, lemak, zat besi, laktoferin and lisozim yang semuanya dalam
takaran dan komposisi yang pas untuk bayi, oleh karenanya ASI jauh lebih unggul dibandingkan
dengan susu apapun.
Enzym Lipase Selain itu AA dan DHA yang terkandung di dalam ASI juga dilengkapi dengan enzim
lipase sehingga bisa dicerna oleh tubuh bayi. Sedangkan pada susu formula memang ada AA dan DHA
tapi tidak ada enzimnya. Hal ini karena enzim lipase baru dibentuk saat bayi berusia 6-9 bulan.
ASI mengandung antibodi ASI mengandung antibodi dalam jumlah besar yang berasal dari tubuh
seorang ibu. Antibodi tersebut membantu bayi menjadi tahan terhadap penyakit, selain itu juga
meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi. Karena ASI memiliki banyak keunggulan kandugan zat-zat
penting yang terkandung didalamnya yang membuat bayi berkembang dengan optimal. ASI juga
mempunyai keunggulan lain untuk pembentukan sistim Imun sang bayi. Sistem imum merupakan
sistim yang sangat krusial untuk sang bayi, semakin baik sistim imun anak maka akan membuat anak
jarang sakit. Dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan asupan ASI, bayi yang mendapatkan asupan
ASI mempunyai sistim imun atau sistim kekebalan tubuh yang jauh lebih baik.
ASI pertama yang keluar disebut kolostrum atau jolong dan mengandung banyakimmunoglobulin
IgA yang baik untuk pertahanan tubuh bayi melawan penyakit.
Manfaat lain dari ASI yang tidak didapatkan dari susu formula adalah kandungan kolostrum yang
keluar di awal-awal bayi menyusu. Kolostrum yang keluar saat bayi menyusu mengandung 1-3 juta
leukosit (sel darah putih) dalam 1 ml ASI.
Pertahanan nonspesifik ASI Di dalam ASI terdapat banyak sel, terutama pada minggu-minggu
pertama laktasi. Kolostrum dan ASI dini mengandung 1-3 x 106leukosit/ml. Pada ASI matur, yaitu ASI
setelah 2-3 bulan laktasi, jumlah sel ini menurun menjadi 110 3 /ml. Sel monosit/makrofag sebanyak
59-63%, sel neutrofil 18-23% dan sel limfosit 7-13% dari seluruh sel dalam ASI. Selain sel terdapat
juga faktor protektif larut seperti lisozim (muramidase), laktoferin, sitokin, protein yang dapat mengikat
vitamin B12, faktor bifidus, glyco compound, musin, enzim-enzim, dan antioksidan
Sel makrofag Sel makrofag ASI merupakan sel fagosit aktif sehingga dapat menghambat multiplikasi
bakteri pada infeksi mukosa usus. Selain sifat fagositiknya, sel makrofag juga memproduksi lisozim,
C3 dan C4, laktoferin, monokin seperti IL-1, serta enzim lainnya. Makrofag ASI dapat mencegah
enterokolitis nekrotikans pada bayi dengan menggunakan enzim yang diproduksinya.
Sel neutrofil Pada vakuola neutrofil ASI ditemukan juga sIgA sehingga sel ini merupakan alat transport
IgA ke bayi. Sel neutrofil ASI merupakan sel yang teraktivasi. Peran neutrofil ASI pada pertahanan
bayi tidak banyak, respons kemotaktiknya rendah. Antioksidan dalam ASI menghambat aktivitas
enzimatik dan metabolik oksidatif neutrofil. Diperkirakan perannya adalah pada pertahanan jaringan
payudara ibu agar tidak terjadi infeksi pada permulaan laktasi. Pada ASI tidak ditemukan sel basofil, sel
mast, eosinofil dan trombosit, karena itu kadar mediator inflamasi ASI adalah rendah. Hal ini
menghindarkan bayi dari kerusakan jaringan berdasarkan reaksi imunologik.
Lisozim Lisozim yang diproduksi makrofag, neutrofil, dan epitel kelenjar payudara dapat melisiskan
dinding sel bakteri Gram positif yang ada pada mukosa usus. Kadar lisozim dalam ASI adalah 0,1
mg/ml yang bertahan sampai tahun kedua laktasi, bahkan sampai penyapihan. Dibanding dengan susu
sapi, ASI mengandung 300 kali lebih banyak lisozim per satuan volume.
Komplemen Komplemen C3 dapat diaktifkan oleh bakteri melalui jalur alternatif sehingga terjadi lisis
bakteri. Di samping itu C3 aktif juga mempunyai sifat opsonisasi sehingga memudahkan fagosit
mengeliminasi mikroorganisme pada mukosa usus yang terikat dengan C3 aktif. Kadar C3 dan C4 pada
kolostrum adalah sekitar 50-75% kadar serum dewasa (C3 = 80 mg/dl, C4 = 20 mg/dl). Pada laktasi
dua minggu kadar ini menurun dan kemudian menetap, yaitu kadar C3 = 15 mg/dl dan C4 = 10mg/dl).
Sitokin IL-l yang diproduksi makrofag akan mengaktifkan sel limfosit T. Demikian pula TNF- yang
diproduksi sel makrofag akan meningkatkan produksi komponen sekretori oleh sel epitel usus dan
TNF- akan merangsang alih isotip ke IgA, sedangkan IL-6 akan meningkatkan produksi IgA.
Semuanya ini akan meningkatkan produksi sIgA di usus.
Laktoferin Laktoferin yang diproduksi makrofag, neutrofil dan epitel kelenjar payudara bersifat
bakteriostatik, dapat menghambat pertumbuhan bakteri, karena merupakan glikoprotein yang dapat
mengikat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri aerobik seperti stafilokokus
dan E. coli.Laktoferin dapat mengikat dua molekul besi ferri yang bersaing dengan enterokelin kuman
yang juga mengikat besi. Kuman yang kekurangan besi ini pembelahannya akan terhambat sehingga
berhenti memperbanyak diri. Efek inhibisi ini lebih efektif terhadap kuman patogen, sedangkan
terhadap kuman komensal kurang efektif. Laktoferin bersama sama sIgA secara sinergistik akan
menghambat pertumbuhan E. coli patogen. Laktoferin tahan terhadap tripsin dan kimotripsin yang ada
pada saluran cerna. Kadar laktoferin dalam ASI adalah 1-6 mg/ml dan tertinggi pada kolostrum.
Pada ASI juga ditemukan protein yang dapat mengikat vitamin B12 sehingga dapat mengontrol flora
usus secara kompetitif. Pengikatan vitamin B12 oleh protein tersebut mengakibatkan kurangnya sel
vitamin B12 yang dibutuhkan bakteri patogen untuk pertumbuhannya. Laktosa ASI yang tinggi, kadar
fosfat serta kapasitas bufferyang rendah, dan faktor bifidus dapat mempengaruhi flora usus, yang
menyokong ke arah tumbuhnya Lactobacilus bifidus. Hal ini akan menurunkan pH sehingga
menghambat pertumbuhan E. coli dan bakteri patogen lainnya. Oleh karena itu kuman komensal
terbanyak dalam usus bayi yang mendapat ASI sejak lahir adalahLactobacilus bifidus. Pada bayi yang
mendapat susu sapi, flora ususnya adalah kuman Gram negatif terutama bakteroides dan koliform, dan
peka terhadap infeksi kuman patogen. ASI juga mengandung glyco compound seperti glikoprotein,
glikolipid, dan oligosakarida yang berfungsi analog dengan sedikit bakteri pada mukosa sehingga dapat
menghambat adhesi bakteri patogen seperti Vibrio cholerae, E. coli, H.influenzae, dan pneumokokus
pada mukosa usus dan traktus respiratorius. Glyco compound ini juga dapat mengikat toksin.
Musin ASI juga mempunyai sifat antimikroba, dapat menghambat adhesi E. coli danRotavirus.ASI
mengandung enzim PAF-hidrolase yang dapat memecah PAF yang berperan pada enterokolitis
nekrotikans. ASI juga mengandung lipase yang sangat efektif terhadap Giardia
lamblia dan Entamoeeba histolytica.
Antioksidan dalam ASI, seperti tokoferol-, karotin- juga merupakan faktor anti inflamasi. Air susu
ibu mengandung faktor pertumbuhan epitel yang merangsang maturasi hambatan (barrier)
gastrointestinal sehingga dapat menghambat penetrasi mikroorganisme maupun makromolekul. Fraksi
asam ASI mempunyai aktivitas antiviral. Diperkirakan monogliserida dan asam lemak tak jenuh yang
ada pada fraksi ini dapat merusak sampul virus.
Faktor antistafilokok Dalam ASI terdapat faktor ketahanan terhadap infeksi stafilokokus yang
dinamakan faktor antistafilokok dan komponen yang menyerupai gangliosid yang dapat
menghambat E. coli dan mengikat toksin kolera dan endotoksin yang menyebabkan diare.
Limfosit T Sel limfosit T merupakan 80% dari sel limfosit yang terdapat pada ASI dan mempunyai
fenotip CD4 dan CD8 dalam jumlah yang sama. Sel limfosit T ASI responsif terhadap antigen K1 yang
ada pada kapsul E. coli tetapi tidak responsif terhadap Candida albicans. Sel limfosit T ASI,
merupakan subpopulasi T unik yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sistem imun lokal. Sel T
ASI juga dapat mentransfer imunitas selular tuberkulin dari ibu ke bayi yang disusuinya. Hal ini
diperkirakan melalui limfokin yang dilepaskan sel T ASI yang menstimulasi sistem imun selular bayi.
Sel limfosit T ASI tidak bermigrasi melalui dinding mukosa usus.
Sel limfosit B di lamina propria payudara, atas pengaruh faktor yang ada, terutama akan
memproduksi IgA1 yang disekresi berupa sIgAl. Komponen sekret pada sIgA berfungsi untuk
melindungi molekul IgA dari enzim proteolitik seperti tripsin, pepsin, dan pH setempat sehingga tidak
mengalami degradasi. Stabilitas molekul sIgA ini dapat dilihat dari ditemukannya sIgA pada feses bayi
yang mendapat ASI. Sekitar 20-80% sIgA ASI dapat ditemukan pada feses bayi.
Kadar sIgA Kadar sIgA ASI berkisar antara 5,0-7,5 mg/dl. Pada 4 bulan pertama bayi yang mendapat
ASI eksklusif akan mendapat 0,5 g sIgA/hari, atau sekitar 75-100 mg/kgBB/hari. Angka ini lebih besar
dari antibodi IgG yang diberikan sebagai pencegahan pada penderita hipogamaglobulin sel (25 mg
IgG/kgBB/minggu). Konsentrasi sIgA ASI yang tinggi ini dipertahankan sampai tahun kedua laktasi.
Kadar IgG (0,03-0,34 mg/ml)dan IgM (0,01-0,12 mg/ml)ASI lebih rendah kadar sIgA ASI, dan pada
laktasi 50 hari kedua imunoglobulin ini tidak ditemukan lagi dalam ASI. Imunoglobulin D dalam ASI
hanya sedikit sekali, sedangkan IgE tidak ada.
SIgA ASI dapat mengandung aktivitas antibodi terhadap virus polio, Rotavirus,echo, coxsackie,
influenza, Haemophilus influenzae, virusrespiratori sinsisial (RSV);Streptococcus pneumoniae;antigen
O, E. coli, klebsiela, shigela, salmonela, kampilobakter, dan enterotoksin yang dikeluarkan oleh Vibrio
cholerae, E. coli sertaGiardia lamblia juga terhadap protein makanan seperti susu sapi dan kedelai
(tergantung tentu pada pajanan ibunya). Oleh karena itu, ASI dapat mengurangi morbiditas infeksi
saluran cerna dan saluran pernapasan bagian atas.
Fungsi utama sIgA adalah mencegah melekatnya kuman patogen pada dinding mukosa usus halus dan
menghambat proliferasi kuman di dalam usus. Adanya titer antibodi yang masih tinggi terhadap virus
polio pada kolostrum perlu dipertimbangkan pada pemberian imunisasi polio per oral. Pada keadaan ini
sebaiknya ASI tidak diberikan 2 jam sebelum dan sesudah pemberian vaksin polio per oral pada polio I,
agar tidak terjadi netralisasi vaksin polio oleh sIgA kolostrum.
Imunoglobulin Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi tetapi berperan memperkuat sistem imun
lokal usus. ASI juga dapat meningkatkan sIgA pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar saliva
bayi pada 4 hari pertama kehidupan. Ini disebabkan karena faktor dalam kolostrum yang merangsang
perkembangan sistem imun lokal bayi. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya penyakit otitis media,
pneumonia, bakteriemia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi yang mendapat ASI
dibanding bayi yang mendapat PASI. Fakta ini lebih nyata pada 6 bulan pertama, tetapi dapat terlihat
sampai tahun kedua. Demikian pula angka kematian bayi yang mendapat ASI lebih rendah dibanding
bayi yang mendapat PASI.
Menghambat diabetus melitus tipe I Air susu ibu juga dapat menghambat diabetus melitus tipe I
(dependen insulin). Hal ini disebabkan karena pada albumin susu sapi terdapat antigen yang bereaksi
silang dengan protein yang terdapat pada permukaan sel pankreas.
Aktivitas antibodi terhadap bakteri enteral. Sebagian besar imunoglobulin ASI mengandung
aktivitas antibodi terhadap bakteri enteral. Hal ini terjadi karena limfosit B ibu pada plak Peyer yang
teraktivasi oleh bakteri enteral pada usus ibu, bermigrasi ke lamina propria payudara. Pada payudara,
sel B aktif ini berdiferensiasi menjadi sel plasma dan menghasilkan imunoglobulin yang disekresi pada
ASI. Selain itu ASI juga mengandung antibodi terhadap jamur, parasit dan protein dalam diet.
Mencegah Alergi Selain sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme, ASI juga dapat mencegah
terjadinya penyakit alergi, terutama alergi terhadap makanan seperti susu sapi. Dengan menunda
pemberian susu sapi dan makanan padat pada bayi yang lahir dari orang tua dengan riwayat alergi
sampai bayi berumur 6 bulan, yaitu umur saat barier mukosa gastrointestinal bayi dianggap sudah
matur, maka timbulnya alergi makanan pada bayi dapat dicegah.
Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah persentilke-10.
Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara persentilke-10 dan
ke-90.
Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil ke-90 pada
kurva pertumbuhan janin