You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STROKE NON HEMORAGIK


1. DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang bersifat lokal dan atau
global, terjadi secara akut berlangsung selama 24 jam atau lebih yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah otak. Stroke merupakan gejala dan atau tanda
gangguan fungsi otak fokal maupun global yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung progresif atau menetap hingga dapat berakhir pada kematian, tanpa
adanya penyebab lain selain dari gangguan vaskuler serta tanpa didahului trauma
atau penyakit infeksi sebelumnya. Stroke hemoragik atau stroke perdarahan
intraserebrar adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan langsung kedalam jaringan otak .1,2

2. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit
dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit
jantung dan kanker (Purve, 2004). Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini
mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah
750/ 100.000.3 Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah
stroke (15,4%), yang 16 disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera
(6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar
8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah
6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk) (Depkes, 2009).2 Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak
dibanding perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan
kematian atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA. Sekitar 10% kasus
stroke disebabkan oleh PIS.3
3. ANATOMI VASKULARISASI OTAK1,2
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan
sistem vertebral. Arteri karotis interna setelah memisahkan diri dari arteri carotis

19
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri opthalmika untuk nervus
opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis,
parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vetebral dibentuk oleh
a.vetebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.subclavia, menuju dasar
tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk
rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang a.serebelli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons,
keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok
cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris berakhir sebagai sepasang
cabang a.serebri posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri cerebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu dengan yang lainnya.
Cabang-cabangnya yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga
saling berhubungan dengan cabang-cabang a.serebri lainnya.4
Sirkulus Willlisi terletak di dalam fossa inteerpendicularis basis cranii.
Sirkulus ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua arteria carotis interna dan
kedua arteria vertebralis. Circulus Willisi memungkinkan darah yang masuk
melalui arteria carotis interna dan arteria vertebralis dapat memperdarahi semua
bagian di kedua hemispherium cerebri.4
.
Adapun gambaran aliran pembuluh darah otak dapat diamati di bawah ini:

20
Gambar 1. Sistem arteri karotis dan vertebral

Gambar 2. Sistem Willisi

21
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak1
Faktor ekstrinsik
Tekanan darah sistemik
Kemampuan jantung untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik
Kualitas pembuluh darah karotikovertebral
Kualitas darah yang menentukan viskositas
Faktor intrinsik
Autoregulasi arteri serebral
Faktor-faktor biokimiawi regional

4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan
berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable,
modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or
less well documented)5
1. Non modifiable risk factors:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Berat badan lahir rendah
d. Ras/etnik
e. Genetik

2. Modifiable risk factors:


a. Well-documented and modifiable risk factor
1) Hipertensi
2) Terpapar asap rokok
3) Diabetes
4) Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
5) Dislipidemia
6) Stenosis arteri karotis
7) Terapi hormon postmenopouse
8) Poor diet

22
9) Physical inactivity
10) Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
1) Sindroma metabolik
2) Alcohol abuse
3) Penggunaan kontrasepsi oral
4) Sleep disordered-breathing
5) Nyeri kepala migren
6) Hiperhomosisteinemia
7) Peningkatan lipoprotein (a)
8) Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9) Hypercoagulability
10) Inflamasi
11) Infeksi

5. PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK TIPE INTRASEREBRAR


Peristiwa penting yang terjadi pada stroke perdarahan adalah keluarnya
darah ke ruang ekstravaskular di otak. Tiga Faktor jyang menjadi penyebab utama
perdarahan ini adalah (1) faktor anatomi ( lesi atau malformasi pembuluh darah)
(2) faktor hemodinamik (tekanan darah), (3) faktor hemostatik ( berkaitan dengan
fungsi trombosit dan sistem koagulasi).1,5-7
Penyebab tersering perdarahan intraserebrar adalah hipertensi kronik yang
menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah berupa lipohialinosis dan
nekrosis fibrinoid. Hal tersebut mengakibatkan dinding pembuluh darah menjadi
lemah dan mudah robek.1,5-7
Pada perdarahan intraserebral terdapat perbedaan frekuensi jenis kelainan
anatomik pembuluh darah otak pada kelompok umur tertentu. Pada kelompok
umur dibawah 40 tahun, paling sering disebabkan oleh
arteriovenosusmalformation (AVM) dan mikroangioma. Pada usia 40-70 tahun
oleh karena pecahnya arteri perforans yang kecil, yang menimbulkan perdarahan
otak di struktr bagian dalam. Sedangkan pada kelompok lebih tua lagi, sering
dijumpai perdarahan lobar.1,5-7

23
Gambar 4 : Stroke hemoragik

Gambar 5 : Patofisiologi stroke hemoragik


6. GAMBARAN KLINIS
Gejala neurologi yang timbul tergantung berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Hal ini dapat terjadi pada :
1. Sistem karotis
Gangguan penglihatan (Amaurosis fugaks / buta mendadak)
Gangguan bicara (afasia atau disfasia)
Gangguan motorik (hemiparese / hemiplegi kontralateral)
Gangguan sensorik pada tungkai yang lumpuh

24
2. Sistem vertebrobasiler
Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)
Gangguan nervi kraniales
Gangguan motorik
Gangguan sensorik
Koordinasi
Gangguan kesadaran

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke,


terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai
berikut.7
Gejala klinisnya sebagai berikut.
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah
yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan
retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese
dan dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.

7. DIAGNOSIS
1. Anamnesa, dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal. Pada anamnesis adanya defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat
aktifitas/istirahat, kesadaran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak,
riwayat hipertensi atau faktor risiko stroke lainnya, lamanya (onset), serangan
pertama/ulang.
2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologik dan internis. Ada defisit neurologis,
hipertensi/hipotensi/normotensi, aritmia jantung.

25
3. Skoring untuk membedakan jenis stroke :
Skor Hasanuddin
Skor Stroke Siriraj
Skor stroke Gadjah Mada
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS).
Skor Stroke Djoenaedi
4. Pemeriksaan Penunjang
Scan tomografik, sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut.
Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk membantu membedakan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila
scan tidak jelas.
Pemeriksaan Likuor serebrospinalis : seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik PIS maupun PSA.
Laboratorium : Bila curiga perdarahan tes koagulasi ( HT, HB, PTT,
Protrombin Time), Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum dan
Kreatinin.
EKG (Elektrokardiogram) : Untuk menegakkan adanya miokard infark,
disritmia (terutama atrium fibrilasi) yang berpotensi menimbulkan stroke
iskemik atau TIA.
Foto Rongten Thorax

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Umum8
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum
a) Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
b) Stabilisasi hemodinamik
c) Pemeriksaan awal fisik umum
d) Pengendalian peninggian tekanan intrakranial
e) Penanganan tranformasi hemoragik

26
f) Pengandalian kejang
g) Pengendalian suhu tubuh
h) Pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
2. Nutrisi
3. Pencegahan dan penanganan komplikasi
4. Penatalaksanaan medis lainnya seperti pemantauan kadar gula
darah dan lain-lain.
Penatalaksanaan khusus stroke tipe perdarahan intraserebral
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat pada perdarahan intrakranial dan
penyebabnya dengan melakukan pemeriksaan penunjang
2. Tatalaksana medis perdarahan intrakranial
3. Tekanan darah
4. Penanganan di runah sakit dan pencegahan kerusakan otak sekunder
5. Prosedur/ operasi , dilakukan penanganan dan pemantauan tekanan
intrakranial jika GCS<8 dan evakuasi hematom
6. Rehabilitasi dan pemulihan.

9. KOMPLIKASI
Peningkatan teanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteoriasi neurologis, dan perluasan dari hematom tersebut
adalah penyebab paling sering deteoriasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke bdapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.7

27
10. PROGNOSIS
Prognosis bervariasi tergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan.Apabila terdapat volume darah darah yang besar dan
pertumbuhan dari hepatoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk denga tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya
darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali liat.7

B. AFASIA
1. DEFINISI
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien
menunjukkan gangguan dalam memproduksi dan/ atau memahami bahasa. Defek
dasar pada afasia ialah pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih
tinggi. Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusaan
otak.9-10
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan
otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga
disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder
akibat gangguan pikiran primer, seperti skizofrenia.10
Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun
biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya.
Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan
membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan
misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal
(agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis
seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan
afasia atau sendiri.9

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI BERBAHASA


Mengenali dan mengklasifikasi afasia membutuhkan pemahaman fungsi
berbahasa, disini dikemukakan konsep berbahasa yang sangat disederhanakan.
Semua stimulus pendengaran dihantar dari perifer melalui system auditif ke area
auditif primer di girus hisch, pada kedua lobus temporalis. Di hemisfer dominan

28
dari area auditif di bagian posterior lobus temporalis superior. Informasi dari
hemisfer yang non dominan dihantar melalui korpus kalosum ke area asosiasi
auditif di hemisfer dominan. Area ini asosiasi auditif dapat dianggap sebagai pusat
identifikasi kata dan dikenal sebagai area Wernicke. Setelah suara diidentifikasi
sebagai symbol bahasa, informasi ini diteruskan ke area pengenalan kata yang
mungkin terletak di bagian inferior lobus parieatal di hemisfer yang dominan.
Pengenalan symbol bahasa didasarkan pada pengalaman masa silam. Fungsi area
pengenalan bahasa bukan saja mengenali symbol bahasa, namun mengenai
hubungan satu symbol dengan symbol lainya. Bila fungsi ini telah dilaksanakan,
informasi disampaika kembali ke atau melalui area Wernicke ke area-area di otak,
yang berkaitan dengan encoding atau berespon terhadap bahasa., diikuti
penyampaian informasi ke area identifikasi kata. Komonikasi ditegakkan Antara
area idenifikasi kata dengan area encoding motor melalui serabut asosiasi yang
menghubungkan bagian posterior girus temporal superior dengan area operkuler
pada lobus frontal.9-10
Area encoding motoric ( area broca ) bertanggung jawab untuk koversi
preliminier symbol bahasa ke aktivitas motor. Informasi dari area encoding motor
disampaikan ke area motor primer pada hemisfer untuk dikonfersi menjadi
gerakan motorik yang dibibutukan , yang memproduksi bicara (speech). Pada
waktu yang bersamaan, terdapat komonikasi area broca dengan area 37
suplamenter yang terletak dibagian medius girus frontal superior. Selanjutnya
terjadi komonikasi dari area motoric suplamenter ke area motoric primer.
Lengkung refleks dari area broca melalui area motorik suplamenter ke area
motorik primer tampaknya bertanggung jawab terhadap kemulusan konversi
informasi di area motorik primer menjadi impuls yang memproduksi bicara
(speech).9-10

29
3. ETIOLOGI
Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul
akibat cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal, atau
parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broca, Area Wernicke,
dan jalur yang menghubungkan keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di
hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, hemisfer kiri merupakan tempat
kemampuan berbahasa diatur. Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan
afasia disebabkan oleh stroke, cedera traumatik, perdarahan otak, dan sebagainya.
Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga
terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk
penanganan nyeri yang kronis.10

4. KLASIFIKASI
Dasar untuk mengklasifikasikan afasia beragam. Diantaranya ada yang
mendasarkannya pada:11
1. Manifestasi klinik
2. Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek
3. Gabungan pendekatan 1 dan 2
Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi
atas dasar lancarnya bicara. Pada klasifikasi ini didapatkan afasia yang berbentuk:

30
- Lancar
- Tidak lancar

Afasia yang lancar


Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik,
irama dan prosodi baik, namun sering isi bicara tidak bermakna tanpa isi. Kata
yang digunakan sering salah dan didapatkan parafasia.
Afasia yang lancar (fluent):
- Afasia reseptif
- Afasia konduksi
- Afasia amnestic
- Afasia transkortikal

Gambaran klinikmya:
- Keluaran bicara yang lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
- Anomi
- Terdapat parafasia fonemik dan semantic
- Komperhensi auditif dan membaca buruk
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tapi isinya kosong

Afasia tidak lancar


Dari berbicara spontan tidak begitu sulit bagi pemeriksa untuk
menentukan apakah afasianya jenis lancar atau tidak lancar. Penyandang afasia
yang menggunakan kalimat pendek dan kurang baik gramatikanya dianggap tak
lancar. Kebanyakan penyandang afasia yang tidak lancar mempunyai deficit
dalam artikulasi dan juga dalam irama bicara.
Gambaran klinik afasia tak lancar:

31
- Pasien tampak sulit memulai bicara
- Panjang kalimat berkurang
- Gramatika bahasa berkurang dan kurang kompleks
- Artikulasi umumnya terganggu
- Irama kalimat dan bicara terganggu
- Pemahaman lumayan baik
- Pengulangan buruk
- Kemampuan menamai dan menyebut nama benda buruk
- Terdapat kesalahan parafasia
Pada afasia yang tidak lancar output keluaran bicara terbatas, sering
disertai artikulasi yang buruk, bicara dalam bentuk yang sederhana bicara singkat
berbentuk gaya telegram. Afasia yang tidak lancar mencakup:
- Afasia ekspresif
- Afasia global

Seorang afasia yang tidak lancar mungkin akan mengatakan


manarokokbeli.. tetapi afasia yang lancar rokok beli kemana dia gimana.

Pada klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomic afasia


dibedakan atas:
1. Sindrom afasia peri-silvian:
- Afasia broca
- Afasia Wernicke
- Afasia konduksi
2. Sindrom afasia daerah perbatasan:
- Afasia transkortikal motoric
- Afasia transkortikal sensorik
- Afasia transkortikal campuran
3. Sindrom afasia subkortikal:
- Afasia talamik
- Afasia striatal
4. Sindrom afasia non-lokalisasi

32
- Afasiaanomik
- Afasia global
5. Selain itu, ada klasifikasi yang merujuk pada linguistic dalam hal ini afasia
dapat dibedakan atas:
- Afasia semantic
- Afasia sintaktik
- Afasia pragmatic
- Afasia jargon
- Afasia global

5. PATOFISIOLOGI
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada
manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak
pada 96-60% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang
dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar
lesi terletak pada hemisfer kiri. Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera
kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian
otak yang mengatur kemampuan berbahasa yaitu area Broca dan Wernicke.11
Area Broca atau area 44 dan 45 Broadman, bertanggung jawab atas
pelaksanaan motoric berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan
dalam artikulasi tetapi penderitra bias memahami bahasa dan tulisan.11
Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadman, merupakan area sensorik
penerima impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan
hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.11
Secara umum, afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan
bahasa di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan
afasia transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus,
yaitu penghubung antara Area Broca dan Wrnicke.11

6. DIAGNOSIS

33
Diagnosis afasia ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan
tambahan lainnya dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.

7. GAMBARAN KLINIS
AFASIA GLOBAL
Afasia global adalah bentuk afasia yang paling berat.Keadaan ini ditandai
oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa
patah kata yang diucapkan secara berulang.Komprehensi sangat terbatas misalnya
hanya mengenal namanya saja atau dua patah kata saja. Mengulang juga sama
berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga terganggu
berat. Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau
semua daerah bahasa.Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis
interna atau arteri serebri media pada pangkalnya.Kemungkinan untuk pulih
sangat buruk.Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia
yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.12

AFASIA BROCA
Afasia broca ditandai dengan bicara yang tidak lancar dan disartria serta
tampak melakukan upaya bila bicara.Pasien paling sering menggunakan kata
benda dan kata kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata
bahasa.mengulang dan membaca kuat sama terganggunya seperti berbicara
spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampak tidak terganggu,
namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang kompleks sering terganggu.
Ciri klinik:
- Bicara tidak lancar
- Tampak sulit memulai bicara
- Kalimatnya pendek
- Pengulangan
- Kemampuan menamai buruk
- Kesalahan parafasia
- Pemahaman lumayan

34
- Gramatika bahasa kurang tidak kompleks
- Irama kalimat dan irama bicara terganggu

Menamai dapat menunjukan jawaban yang parafasik.Lesi yang


menyebabkan afasia broca mencakup daerah brodman 44 dan sekitarnya. Lesi
yang menyebabkan afasia broca biasanya melibatkan operculum frontal area
brodman 45 dan 44 dan massa alba frontal dalam tidak melibatkan korteks
motoric bawah dan massa alba paraventrikular. Selain itu ada pasien dengan lesi
dikorteks peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang ekstensif. Ada pakar
yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya didaerah broca dikorteks
tanpa melibatkan jaringan disekitarnya maka tidak akan terjadi afasia.penderita
afasia broca sering mengalami perubahan emosional seperti frustasi dan depresi.
Prognosis umumnya lebih baik daripada afasia global.Karena pemahaman relative
baik, pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya.12

AFASIA WERNICKE
Afasia Wernicke pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di
klinik pasien afasia wernicke ditandai dengan ketidak mampuan dalam memahami
bahasa lisan dan bila ia menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah
jawabannya salah. Ia tidak mampu memahami kata yang diucapkannya dan tidak
mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah. Maka
terjadilah kalimat yang isinya kosong berisi parafasia dan neologisme.
Pengulangan terganggu berat, naming umumnya parafasik.Membaca dan menulis
juga terganggu berat.
Gambaran klinik:
- Keluaran afasik yang lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
- Anomia
- Parafasia fonemik dan semantic
- Komperhensi auditif dan membaca buruk

35
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tapi isinya kosong

Penderita afasia Wernicke ada yang menderita hemiparese ada pula yang
tidak. Penderita yang tanpa hemiparese karena kelainannya hanya atau terutama
pada berbahasa yaitu bicara yang kacau disertai banyak parafasia dan neologisme
bisa disangka psikosis.Lesi yang menyebabkan jenis afasia Wernicke terletak di
daerah bahasa bagian posterior.Semakin berat defek dalam komperhensi auditif
semakin besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior dari girus temporal
superior.Bila pemahaman kata tunggal terpelihara namun kata kompleks
terganggu lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus
temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi
subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke
korteks temporal. Prognosisnya buruk walaupun dengan terapi wicara yang
intensif.12

AFASIA KONDUKSI
Afasia konduksi ini merupakan gangguan berbahasa yang lancar yang
ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-
kuat, gangguan dalam menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya
pemahaman bahasa lisan terpelihara.Anomianya berat.Terputusnya hubungan
antara area Wernicke dan broca diduga menyebabkan manifestasi klinik kelainan
ini.Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa pasien. Sering
lesi ada di massa arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.12

AFASIA TRANSKORTIKAL
Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik namun
fungsi bahasa lainnya terganggu.Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam
memproduksi bahasa namun komperhensinya lumayan.Ada pula pasien yang
produksi bahasanya lancar namun komperhensinya buruk.Pasien dengan afasia
motoric transkortikal mampu mengulang, memahami, dan membaca, namun
dalam bicara spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia broca. Sebaliknya

36
pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang dengan baik namun
tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulangnya. Bicara spontannya
dan memahami lancar tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke.Sesekali ada
pasien yang menderita kombinasi dari afasia transkortikal motoric dan
sensorik.Pasien ini mampu mengulangi kalimat yang panjang juga dalam bahasa
asing dengan tepat. Mudah mencetusakan repetisi pada pasien ini, dan mereka
cenderung menjadi echolalia.12
Gambaran klinik afasia sensorik:
- Keluaran lancar
- Pemahaman buruk
- Repetisi baik
- Echolalia
- Komperhensi auditif dan membaca terganggu
- Deficit motoric dan sensorik jarang dijumpai
- Didapatkan deficit lapangan pandang disebelah kanan
Gambaran klinik afasia motoric:
- Keluaran tidak lancar
- Pemahaman baik
- Repetisi baik
- Inisiasi output terlambat
- Ungkapan singkat
- Parafasia semantic
- Echolalia

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:


- Tidak lancar
- Komperhensi baik
- Repetisi baik
- Echolalia mencolok
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark
berbentuk bulan sabit didalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral
mayor.Afasia transkortikal tidak mengenai atau tidak melibatkan korteks temporal

37
superior dan frontal inferior area 22 dan 44 dan lingkungan sekitarnya dan korteks
peri sylvian parietal.Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk
kemampuan mengulang yang baik. Penyebab seringnya adalah anoksia sekunder
terhadap sirkulasi darah yang menurun seperti yang dijumpai pada henti jantung,
oklusi atau stenosisi berat arteri karotis, anoksia oleh keracunan karbon
monoksida, demensia.12

AFASIA ANOMIA
Afasia anomia ditandai dengan kesulitan dalam menemukan kata dan tidak
mampu naming benda yang ada dihadapannya.Disebut juga afasia nominal atau
amnestic. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun
sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.
Gambaran kliniknya:12
- Keluaran lancar
- Komperhensi baik
- Repetisi baik
- Gangguan dalam menemukan kata
Lesinya memiliki lokalisasi sempit. Anomia dapat begitu ringan sehingga
hampr tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian berat
sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong.Prognosisnya
tergantung pada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relative terpelihara
dan komperhensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan
lebih baik dari pada jenis afasia lain yang lebih berat. Afasia dapat juga terjadi
oleh lesi subkortikal bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di thalamus putamen
kaudatus dapat menyebabkan afasia anomik jika ada perdarahan atau infark.12
BentukEkspresi Komprehensi
Pemeriksaan Tambahan11
Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab
kerusakan otaknya. Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan
kejiwaan karena afasia merupakan tanda klinis.
Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi
lesi dan mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography)

38
Scan efektif untuk mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang
sudah lebih dari 48 jam. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi
stroke sesegera mungkin sampai 1 jam setelah onset. Penggunaan kontras
mungkin perlu untuk mendeteksi tumor.

8. PENATALAKSANAAN9,10,11
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya,
misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya. Tidak ada
penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti
mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia
adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara.
Prinsip umum dari terapi wicara adalah:
Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika
intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika
pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari dibandingkan dengan
melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak
pula.
Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai
bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan
stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini
sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti
sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.
Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan,
seperti:
Terapi kognitif linguistik. Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-
komponen emosional bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan
mengharuskan pasien untuk menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan
nada emosi yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan
arti kata seperti kata "gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien
mempraktekkan kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada
pemahaman komponen emosi dari bahasa.

39
Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori.
Termasuk gambargambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat
kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.
Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada
semantik (arti) dan sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang
digunakan selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu,
peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan
pengulangan.
Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks
sosial untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka
pelajari selama sesi pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan
balik dari para terapis dan pasien lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan
anggota keluarga. Efeknya akan sama sekaligus juga mempererat komunikasi
pasien dengan orang-orang tercinta mereka.
PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness). Ini merupakan
bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan
sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis.
Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan
lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan
digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam
percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide
mereka.
Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Terapi ini dilakukan dengan
mendekatkan magnet langsung ke area otak yang diduga menghambat pemulihan
kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak
tersebut, maka pemulihan diharapakan akan semakin cepat. Beberapa studi telah
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan studi yang
lebih besar untuk membuktikan efektivitas terapi ini.

9. PROGNOSIS

40
Prognosis hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia.
Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil,
sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat
baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.9
Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada
ukuran lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan
tanda klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik.
Afasia Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada
afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit
disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk.2

41
BAB III
KESIMPULAN

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak


yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke adalah
sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
Disatria merupakan ganguan artikulasi disebabkan paralisis nervus V, VII,
IX, X dan XII. Untuk mengucapkan kata-kata dibutuhkan otot-otot arkulasi yaitu
mulut (maseter, orbikularis oris), otot lidah, otot laring dan faring. Artikulasi
merupakan kerjasama antara N V, VII, IX, X, dan XII. Kelumpuhan saraf-saraf
(otot-otot) ini dapat mengakibatkan penderita tidak mampu mengucapkan kata
dengan baik.
Penatalaksanaan disatria terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya,
misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya. Tidak ada
penanganan atau terapi untuk disatria yang benar-benar efektif dan terbukti
mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati disatri
adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. Stroke dalam Neurologi Klinis


dalam Praktek umum. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat; 2009.

42
2. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Laporan Nasional.
[Online]. 2007 ; Available from : http://images/stories/laporanNasional.pdf
3. Hemphill, J.C ,Bonovich,D.C. ,Besmertis L. ,Manley,G.T. ,Johnston,C.
and Tuhrim,S. .The ICH Score : A Simple,Reliable Grading Scale for
Intracerebral Hemorrhage Stroke. 2001;(32):891-897
4. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. Edisi 5. Jakarta : EGC; 2006
5. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes: Neurologi, Edisi 8. Jakarta. Erlangga;
2007.
6. Price, S.A & Wilson. L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC; 2006.
7. Nasissi,Denise. Hemorragic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available
from : http:// emedicine.medscape.com/article/793821-overview..
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guaideline
Stroke. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
9. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia
Sebagai Gangguan Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
10. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia.
2009. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-
print
11. National Institute On Deafness and Other Communication Disorders.
Aphasia, Voice, Speech and Language Health Info. 2010. Available from:
http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/aphasia.html
12. Lumbatobing. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
FKUI;2009.

43

You might also like