Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PASIEN
1. Nama : Tn. Muhammad Arpandi
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tanggal Lahir/Umur : 10 Juli 1984 (31 tahun)
4. Alamat : Desa Ruyan Decak, Sel. Lencah, Merangin
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : MTs
7. Pekerjaan : Tidak bekerja
8. Status Perkawinan : Belum menikah
9. Suku Bangsa : Melayu
II. ANAMNESIS
A. ALLOANAMNESIS
Pasien datang ke IGD RS Jiwa Jambi dibawa oleh keluarganya pada
tanggal 27 Desember 2015 pukul 07.45 WIB.
Alloanamnesis diperoleh dari:
1. Nama : Tn. Bujang
2. Umur : 37 tahun
3. Alamat : Desa Ruyan Decak, Sel. Lencah, Merangin
4. Pekerjaan : Petani
5. Pendidikan : SMP
6. Hubungan dengan pasien : Kakak kandung
7. Keakraban dengan pasien : Akrab dengan pasien (tinggal satu rumah)
8. Kesan pemeriksa terhadap keterangan yang diberikan : dapat dipercaya
2
Sebab Utama
Mengamuk, mengejar dan mau memukul tetangga sekitar lingkungan rumah
Keluhan Utama
Marah-marah dan mengamuk bertambah parah sejak 1 tahun terakhir.
3
makan dan minum, namun sudah tidak mau mandi sejak 4 bulan terakhir
dan tidak mau mengganti pakaiannya. Os sulit dibawa untuk berobat. Saat
ini merupakan pertama kali Os dibawa berobat ke RS Jiwa Jambi.
Riwayat Premorbid
- Kelahiran : Lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, ditolong
bidan desa.
- Bayi : Tumbuh kembang baik
- Anak-anak : Interaksi sosial baik, aktif dan ceria
- Remaja : Interaksi sosial baik, aktif dan ceria
- Dewasa : Pendiam, tidak terlalu banyak teman, tertutup, os sulit
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Riwayat Pendidikan
- SD : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata.
- MTs : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata.
Pasien tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) karena
keadaan ekonomi keluarga yang kurang dan pasien dituntut untuk bekerja
agar dapat membantu ekonomi keluarga.
4
Riwayat Pekerjaan
Os tidak memiliki pekerjaan, kadang hanya bekerja serabutan dan lebih
sering menganggur di rumah.
Riwayat Perkawinan
Os belum menikah.
Riwayat Keluarga
Os merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
5
(Psikopatologi)
Assalammualaikum, Pak Waalaikumsalam - compos mentis
(pemeriksa tersenyum sambil (Pasien menatap mata - kooperatif,
menatap mata pasien pemeriksa) perhatian ada
- verbalisasi jelas
Saya dokter muda yang Boleh.. - cara bicara lancar
bertugas hari ini, boleh - kontak mata, dan
ngobrol-ngobrol sebentar, verbal ada
Pak?
Nama Bapak siapa Pak? Arpandi dok
Nama lengkapnyo Pak? Muhammad Arpandi.
6
kayak mereka ni ringam
samo aku pak.
uji nyo bapak ni galak yo aku ringam be
marah-marah ye samo samo orang-orang itu
tetanggo, ngapo pak? dok, mereka tu
kayaknyo iri samo aku
dok.
Bapak galak ado dengar Ado, dok. Suaro nyo Halusinasi auditorik
bisikan atau suaro aneh? ganggu nian, dak biso
tidok dok
7
dok, aku ni takut nian
jadi dok dengan hantu.
oh iyolah kalo cak itu, men iyo dok, mokaseh.. - Kooperatif
bapak lah sembuh nian, gek - Koheren
pacak balek yo Pak, bapak di
sini tenang-tenang be dulu,
bekawan samo yang lain,
samo kawan-kawan di sini
dulu yo Pak..
samo-samo pak..
8
- Refleks Kornea : +/+
- Pemeriksaan Oftalmoskopi : tidak dilakukan
Motorik: - Tonus: eutoni - Koordinasi: baik
- Turgor: baik - Refleks fisiologi (+) normal
- Kekuatan: +5/+5
Sensibilitas : normal
Susunan Saraf Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
Keadaan Umum
Kesadaran/Sensorium : Compos Mentis Terganggu
Perhatian : Adekuat
Sikap : Kooperatif
Inisiatif : Ada
Tingkah Laku Motorik : Normoaktif
Ekspresi Fasial : Cenderung curiga
Verbalisasi : jelas
Cara Bicara : lancar
Kontak Psikis : - Kontak Fisik : Ada, adekuat
- Kontak Mata :Ada, mudah terganggu
- Kontak Verbal :Ada, adekuat
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
Keadaan Afektif
- Afek : Tumpul
- Mood : Distimik
Hidup Emosi
- Stabilitas : Labil
- Dalam-dangkal : dangkal
- Pengendalian : Terkendali (saat diperiksa)
- Adekuat-Inadekuat : Inadekuat
- Echt-Unecht : Echt
- Skala Diferensiasi : Menyempit
9
- Einfuhlung : Sulit dirasakan
- Arus Emosi : Cepat
Keadaan dan Fungsi Intelek
- Daya ingat : Amnesia tidak ada, daya ingat baik
- Daya Konsentrasi : Baik
- Orientasi : Tempat :Baik
Waktu :Baik
Personal :Baik
- Luas Pengetahuan Umum dan Sekolah : Sesuai
- Discriminative Judgement : relative terganggu
- Discriminative Insight : terganggu
- Dugaan taraf intelegensi : IQ rata-rata
- Kemunduran intelektual (demensia, dsb) : tidak ada
Kelainan Sensasi dan Persepsi
- Ilusi : (-)
- Halusinasi auditori: (+) pasien mengaku mendengar suara-suara bisikan
yang menggangu, namun tidak jelas apa isi suara-suara tersebut
- Halusinasi visual : (+) pasien mengaku melihat hantu
- Halusinasi penciuman : tidak ada
- Halusinasi pengecapan : tidak ada
- Halusinasi taktil : tidak ada
- Halusinasi somatik : tidak ada
- Depersonalisasi : tidak ada
- Derealisasi : (+)
Keadaan Proses Berpikir
- Psikomotilitas : cepat
- Mutu proses berpikir : kurang jelas
- Arus Pikiran:
(-)
10
- Kecurigaan (+)
- Rasa permusuhan/dendam
(+) (+)
- Perasaan berdosa/salah(-)
- Fobia (-)
- Hipokondria (-)
- Konfabulasi (-)
- Perasaan inferior (-) - Ide bunuh diri (-)
- Ide melukai diri sendiri (-)
- Ide melukai orang lain (+)
Pemilikan Pikiran
- Obsesi(-)
- Alienasi(-)
Bentuk Pikiran
- Autistik (-)
- Simbolik(-)
- Dereistik(-)
- Simetrik(-)
- Paralogik(-)
- Lain-lain(-)
- Konkritisasi(-)
- Vagabondage (-)
- Stupor(-)
- Pyromania(-)
- Raptus/Impulsivitas (+)
- Mannerisme (+)
- Kegaduhan Umum: saat pemeriksaan tidak ada
- Autisme(-)
- Deviasi Seksual(-)
- Logore(-)
11
- Ekopraksi (-)
- Mutisme(-)
- Ekolalia (-)
- Lain-lain (-)
12
Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (overt): tidak ada
Dekorum
- Kebersihan : kurang
- Cara berpakaian : Baik
- Sopan santun : Baik
Reality Testing Ability: RTA terganggu alam pikiran, perasaan dan
perbuatan
D. PEMERIKSAAN LAIN
- Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
- Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
- AKSIS I : F. 20.00 Skizofrenia Paranoid
- AKSIS II : F. 60.00 Gangguan kepribadian Paranoid
- AKSIS III : Penyakit telinga dan proses mastoid (Suspek OMSK AS)
- AKSIS IV : Masalah sosio-ekonomi
- AKSIS V : GAF scale tertinggi 1 tahun terakhir : 20-11
GAF scale saat MRS : 20-11
GAF scale saat follow up : 40-31
F. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
- F 20.00 Skizofrenia Paranoid
- F 06.0 Gangguan Mental Lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik (Halusinosis Organik).
G. TERAPI
Rawat inap
Indikasi utama perawatan Os di rumah sakit adalah:
- Tujuan diagnostik
- Menstabilkan medikasi
- Keamanan pasien dan orang-orang disekitar pasien
Psikofarmaka :
- Haloperidol 5 mg, 2 x 1 tab/hari (p.o)
13
- Chlorpromazine 100 mg, 1 x 1 tab/hari malam (p.o)
Psikoterapi:
Individual:
- Menjalin komunikasi interpersonal dengan pasien, sehingga
menumbuhkan rasa percaya terhadap orang lain.
- Membantu pasien dalam mempelajari kelebihan dan kelemahan diri.
- Dapat memotivasi pasien untuk minum obat secara teratur.
Keluarga:
- Memotivasi keluarga untuk membawa pasien kontrol ke dokter secara
teratur dan menciptakan suasana yang dapat membantu penyembuhan
Lingkungan:
- Tidak menjauhi pasien, membiarkan pasien berinteraksi dengan
lingkungan sehingga membantu resosialisasi.
Nonpsikoterapi
Psikoedukasi terhadap pasien jika kondisi sudah membaik:
1. Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara
pengobatan, efek samping pengobatan.
2. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
kontrol setelah pulang dari perawatan.
3. Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
4. Menggali kemampuan pasien yang bisa dikembangkan.
14
2. Menyarankan kepada keluarga agar lebih telaten dalam
pengobatan pasien dengan membawa pasien kontrol secara teratur, dan
memperhatikan pasien agar minum obat secara teratur dan memberi
dukungan agar pasien mempunyai aktivitas yang positif.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Skizofrenia merupakan sindroma klinis dari berbagai keadaan patologis yang
sangat mengganggu yang melibatkan gangguan proses berpikir, emosi dan tingkah
laku. Menurut PPDGJ-III, Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab
dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.1
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikirin dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (Inappropriate) atau tumpul
(Blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
15
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofrenia ada 5 yakni subtipe
paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual.
Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deteriorative
sederhana. Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu
katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan
depresi pasca skizofrenia. 1,2,3,4
3.2 Epidemiologi
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan
perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang
lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai
25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah
menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggua
oleh gejala negative dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik
daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenia wanita adalah
lebih baik daripada hasil akhir untuk skizofrenia laki-laki.2,3,4
Penelitian insiden pada gangguan yang relative jarang terjadi, seperti skizofrenia,
sulit dilakukan. Survei telah dilakukan diberbagai Negara, namun dan hampir semua
hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam
rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan
temuan utama dari penelitian di 10 negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk
prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang,
begitu juga untuk setiap subtipe skizofrenia.2,3,4
3.3 Etiologi
1. Model diatesis stres
Menurut teori ini skizoprenia dapat timbul karena adanya integrasi antara faktor
biologis, faktor psikososial dan lingkungan. Seorang yang rentan (diatesis) jika
dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizoprenia. 3
Faktor genetik mempunyai peranan dalam terjadinya suatu skizooprenia. Ada 7
gen yang mempengaruhi perkembangan skizoprenia. Kembar identik dipengaruhi
16
oleh gen sebesar 28% sedangkan pada kembar monozygot dan kembar dyzigot
pengaruhnya sebesar 1,8 4,1%. Skizoprenia kemungkinan berkaitan dengan
kromosom 1,3,5,11 dan kromosom X. Penelitian genetik ini dihubungkan dengan
COMT (Catechol-O- Methyl Transferse) dalam encoding dopamin sehingga
mempengaruhi fungsi dopamin. 3
Faktor pencetus dan kekambuhan dari skizoprenia dipengaruhi oleh emotional
turbulent families, stressful life events, diskriminasi, dan kemiskinan. Lingkungan
emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar pada perkembangan
skizoprenia. Stressor sosial juga mempengaruhi perkembangan suatu skizoprenia.
Diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai angka kejadian skizoprenia yang
lebih tinggi. Skizoprenia lebih banyak didapatkan pada masyarakat di lingkungan
perkotaan dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. 3
2. Faktor neurobiologis
Perkembangan awal saraf selama masa kehamilan ditentukan oleh asupan gizi
selama hamil (wanita hamil yang kurang gizi mempunyai resiko anaknya
berkembang menjadi skizoprenia) dan trauma psikologis selama masa kehamilan.3
Pada masa kanak kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma kecil, kekerasan,
hostilitas dan hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima anak, sangat
mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga anak lebih rentan
mengalami skizoprenia dikemudian hari. 3
Penelitian saat ini melihat adannya perbedaan struktur dan fungsi dari otak pada
penderita skizoprenia. Dengan Positron Emission Tomography (PET) dapat terlihat
kurangnya aktivitas di daerah lobus frontal, dimana lobus frontal itu sendiri berfungsi
sebagai memori kerja, penurunan dari aktivitas metabolik frontal dihubungkan
dengan perjalanan penyakit yang lama dan gejala negatif yang lebih erat. Penderita
skizoprenia memiliki kadar fosfomonoester (PME) yang lebih rendah dan katar
fosfodiester (PDE) yang lebih tinggi dibandingkan nilai normal. Konsentrasi fosfat
inorganik menurun dan konsentrasi ATP meningkat. Hal ini disebabkan karena
terjadinya hipofungsi di daerah korteks frontal dorsolateral. 3
Pemeriksaan dengan menggunakan PET menunjukkan gejala negatif memiliki
abnormalitas yang lebih besar di daerah sirkuit frontal, temporal dan serebelar
17
dibandingkan dengan penderita skizoprenia dengan gejala positif. Menurunnya atensi
pada penderita skizoprenia berhubungan dengan hipoaktivitas di daerah korteks
singulat anterior. Retardasi motorik berhuungan dengan hipoaktivitas di daerah basal
ganglia. 3
Gangguan bicara dan mengekspresikan emosi berhubungan dengan rendahnya
metabolisme glukosa di area Brodmann 22 (korteks bahasa asosiatif sensoris), area
Brodmann 43 (transkortikal), area Brodmann 45 dan 44 (premotorik), area Brodmann
4 dan 6 (motorik). 3
Gejala positif berhubungan dengan peningkatan aliran darah didaerah
temporomedial, sedangkan gejala disorganisasi berhubungan dengan peningkatan
aliran darah di daerah korteks singulat dan striatum. 3
Halusinasi sering berhubungan dengan perubahan aliran darah di regia
hipokampus, parahipokampus dan amgdala. Halusinasi yang kronik berhubungan
dengan peningkatan aliran darah di daerah lous temporal kiri.
Waham sering dihubungkan dengan peningkatan aliran darah didaerah lobus
temporalmedial kiri dan penurunan aliran darah didaerah korteks singulat posterior
dan lobus temporal lateral kiri. 3
Gangguan penilaian realita pada penderita skizoprenia berhubungan dengan aliran
darah didaerah korteks prefrontal lateral kiri, striatum ventral, girus temporalis
superior, dan regio parahipokampus.3 Disorganisasi veral pada penderita skizoprenia
berhubungan dengan menurunnya aktivitas didaerah korteks inferior, singulat, dan
temporal superior kiri. 3
Pada penderita skizoprenia didapati adanya penurunan fungsi kognitif. Salah satu
penurunan fungsi kognitif yang sering ditemukan adalah gangguan memori dan
fungsi eksekutif lainnya. Fungsi eksekutif yang terganggu adalah kemampuan bahasa,
memecahkan masalah, mengambil keputusan, atensi dan perencanaan. Sedangkan
gangguan memori yang sering dialami adalah gangguan memori segera dan memori
jangka pendek yang dikenal sebagai memori kerja. 3
3. Hipotesis dopamine
Skizofrenia disebabkan karena terlalu banyak aktivitas dopaminergik dan tidak
memperinci apakah hiperaktifitas dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya
18
pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine atau kombinasi
mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik didalam jalur tersebut berjalan dari badan
selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbic dan korteks
serebral.2
Peranan penting bagi dopamine dalam patofisiologi skizofrenia adalah penelitian
yang mengukur konsentrasi plasma metabolit dopamine utama, yaitu homovanillik
acid pada plasma yang meningkat.2
4. Neurotransmitter lainnya
Serotonin
Aktivitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan impulsive
yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenik.2
Norepinefrin
Sistem noradrenergic memodulasi system dopaminergic dengan cara tertentu
sehingga kelainan sistem noradrenergik predisposisi pasien untuk relaps.2
Asam amino
Neurotransmitter asam amino inhibitor gamma-aminobutiric acid (GABA)
mengalami penurunan dihipokampus yang menyebabkan hiperaktivitas neuron
dopaminergik dan noradrenergic.2
5. Neuropatologi
Sistem limbik
Sistem limbik karena peranannya dalam mengendalikan emosi. Pada penelitian
ditemukan penurunan ukuran daerah termasuk amigdala, hipokampus, dan girus
parahipokampus.2
Ganglia basalis
Karena ganglia basalis terlibat dalam mengendalikan pergerakan, dengan
demikian patologi pada ganglia basalis dilibatkan dalam patologi skizofrenia.2
3.4 Patogenesis
Pada skizofrenia terdapat penururnan aliran darah dan ambilan glukosa, terutama
di korteks prefrontalis (pada pasien dengan gejala positif) dan juga terdapat
penurunan jumlah neuron (penurunana jumlah substansi grisea). Selain itu, migrasi
neuron yang abnormal selama perkembangan otak secara patofisiologis sangat
bermakna. 5,6
Atrofi penonjolan dendrit dari sel piramidal telah ditemukan di korteks
19
prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps
glutamatergik.; sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu. Selain itu, pada area
yang terkena, pembentukan GABA dan/jumlah neuron GABAergik tampaknya
berkurang sehingga penghambatan sel piramidal menjadi berkurang. 5,6
Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan dopamin; avaibilitas
dopamin atau agonis dopamine yang berlebihan dapat menimbulkan gejala
skizofrenia, dan penghambat reseptor dopamine-D2 telah sukses digunakan dalam
penatalaksanaan skizofrenia. Disisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan di
korteks prefrontalis, dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala
negative skizofrenia, seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamine
mungkin terjadi akibat pelepasan dopamine meningkat dan hal ini tidak memiliki
efek patogenetik. 5,6
20
Gambar 2.1 Jalur Dopamin
21
otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Nigrostriatal dopamin pathways bagian
dari sistem saraf ekstrapiramidal dan berfungsi untuk mengontrol pergerakan
motorik. 3
Penurunan dopamin pada nigrostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan
gangguan pergerakan seperti ditemukan pada penyakit parkinson, yaitu rigiditas,
akinesia, atau bradikinesia (pergerakan berkurang atau pergerakan melambat) dan
tremor. 3
22
Gambar 2.2 Patofisiologi Skizofrenia
23
o Neologisme : membentuk kata baru untuk menyatakan arti yang hanya
dipahami oleh dirinya sendiri
o Mutisme : sering tampak pada pasein skizofrenia katatonik
o Blocking : kadang-kadang fikiran terhenti, tidak timbul ide lagi 2,5
3. Gangguan perilaku
o Gejala katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh dan gelisah
o Stereotipi : berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap
badan tertentu misalnya menarik-narik rambut dapat berlangsung beberapa
hari atau beberapa tahun
o Manerisme : stereotipi tertentu pada skizofrenia yang dapat dilihat dalam
bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan
o Negativism : melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang disuruh
o Otomatisme komando : menentang atau justru melakukan; semua perintah
justru dituruti secara otomatis. 2,5
4. Gangguan afek
o Kedangkalan respon emosi : pasien acuh tak acuh
o Anhedonia : perasaan halus juga hilang
o Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah
o Paramimi : penderita merasa senang dan gembira akan tetapi ia menangis
o Ambivalensi : karena terpecah-pecahnya kepribadian, maka dua hal yang
berlawanan mungkin timbul bersama-sama
o Sensitivitas emosi : menunjukan hipersensitivitas pada penolakan sering
menimbulkan isolasi social untuk menghindari penolakan. 2,5
5. Gangguan persepsi
o Halusinasi
Halusinasi paling sering adalah auditorik dalam bentuk suara manusia,
halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, dan halusinasi rabaan jarang
dijumpai 2,5
6. Gangguan pikiran
o Waham : waham sering tidak logis sama sekali.mayer gross membagi waham
dalam 2 kelompok : waham primer dan waham sekunder
o Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa
dari luar
24
o Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan
cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. 2,5
25
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
II. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja
social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
III. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
IV. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial.
26
A. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil)
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negatif,
B. Disfungsi sosial/pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai
sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan
untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan
yang diharapkan)
C. Durasi : Tanda ganguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang
jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif)
dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh
gejala negative atau 2 atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam
bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi
yang tidak lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gannguan mood. Gangguan
skizoafektif dan ganggaun mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan
karena :
(1) Tidak ada episode depresif berat, manic, atau campuran yang telah terjadi
bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau
(2) Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relative singakat dibandingkan durasi periode aktif dan residual
E. Penyingkiran zat / kondisi medis umum. Gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis lansung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu
medikasi) atau suatu kondisi medis umum
27
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive. Jika terdapat riwayat
adanya gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang
menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika
diobati secara berhasil)
28
bahwa waham-waham tersbut menetap pada saat-saat tidak terdapat
gangguan afektif itu.
c. Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
d. Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada
dan bersifat sementara.
e. Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar
pikiran, penumpulan afek, dsb)
3.7 Terapi
1. Terapi obat Anti psikotik
Farmakoterapi merupakan terapi utama dalam pasien skizofrenia.
Penggolongan obat 2,7,8,9
a. Obat Anti-Psikosis Tipikal
Karakteristik :
Generasi lama, Memblok reseptor dopamine D2, Efek samping EPS besar,
Efektif untuk mengatasi gejala positif.
Golongan obat :
1. Phenothiazine : Chlorpromazine, Perphenazine, Trifuoperazine,
Fluphenazine, Thioridazine, Pimizone
2. Butyrophenone : Haloperidol
3. Diphenul-butyl-piridine : Pimozide
b. Obat Anti Psikosis Atipikal
Karakteristik :
Generasi baru, Memblok reseptor 5HT2, efek blockade dopamine rendah,
Efek samping EPS lebih kecil, Efektif untuk mengatasi gejala baik positif
maupun negative
Golongan :
1. Benzamide : Supiride
2. Dibenzodiazepin : Clozapine, Quetiapine, Zotepine
3. Benzisoxazole : Risperidon, Aripiprazole
Indikasi penggunaan
1. Gejala sasaran : sindrome psikosis
29
Diagnosis sindrom psikosis
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas.
Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental.
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari.7
2. Sindrom psikosis dapat terjadi pada :
a. Sindrom psikosis fungsional : skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis
afektif, psikosis reaktif singkat, dll.
b. Sindrom psikosis organik : sindrom delirium, dementia, intoksikasi
alcohol dll.7
Kontraindikasi7
1. Penyakit hati (hepatotoksik)
2. Penyakit darah (hematotoksik)
3. Epileps (menurunkan ambang kejang)
4. Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
5. Febris yang tinggi (thermoregulator diSSP)
6. Ketergantungan alcohol (penekanan SSP meningkat)
7. Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak)
8. Gangguan kesadaran disebabkan CNS-depresan (kesadaran makin
memburuk
Efek samping7
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik; mulut
kering, kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, TIO
meningkat, gangguan irama jantung)
3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akhatisia, sindrom Parkinson :
tremor, bradikinesia, rigiditas)
4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolic (jaundice),
hematologic (agranulositosis), biasanya untuk pemakaian jangka panjang
Cara penggunaan7
1. Pemilihan obat :
30
Pemilihan obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat.pergantian obat disesuaikan dengan
dosis ekivalen
Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai
dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain dengan dosis ekivalennya,
dimana profil efek sampingnya belum tentu sama
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya baik
dapat digunakan kembali
2. Pengaturan dosis :
Perlu dipertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 6 jam
Waktu paruh : 12 24 jam (pemberian 1- 2 X /hari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari
efek samping sehingga tidak begitu menggangu kualitas hidup pasien7
3. Cara pemberian :
Dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikan setiap 2 3 hari
dosis efektif (timbul sindrom psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan
bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8 12
minggu diturunkan setiap 12 minggu dosis maintenance
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun tapering off (dosis diturunkan
tiap 2-4 minggu) stop7
4. Lama pemberian :
a) Pasien sindrom psikosis (multiepisode) terapi maintenance 5
tahun
b) Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda
sama sekali
c) Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah
hilang gejala dalam kurun waktu 2 minggu- 2 bulan7
5. Penggunaan perenteral :
31
a) Obat anti-psikosis yang long-action (fluphenazine decanoate 25 mg/cc
atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, im, untuk 2- 4 minggu)
penting untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat
b) Dosis mulai dari cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian
baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan7
2. Terapi psikososial 2,3
a. Terapi perilaku2,3
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
social untuk meningkatkan kemampuan sosial,kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiahyang dapat ditebus
untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan
dirumah sakit.Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptive atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian
dimasyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga2,3
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiaphari). Setelah periode
pemulangan segera, topic penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.Seringkali,
anggota keluarga didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya
yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat.Rencana yang terlalu optimistic tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan
hati.Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps.Didalam penelitian terkontrol,
32
penurunan angka relaps adalah dramatik.Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga sebesar 25-50% dan 5-10% dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok2,3
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku,terorientasi secara psikodinamika atau
tilikan atau suportif.Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas
bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara
suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual2,3
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi telah
membantu dan menambah efek terapi farmakologis.Suatu konsep
penting di dalam psikoterapi bagi pasienn skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapeutik yang dialami pasien
sebagaimana.Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya
ahli terapi,jarak emosional antara ahli terapi dan pasien dan keikhlasan
ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokte rdan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
didalam pengobatan pasien non-psikotik.Menegakkan hubungan
seringkali sulit dilakukan.Pasien skizofrenia seringkali kesepian dan
menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap
curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati.Pengamatan yangcermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati,dan kepekaan terhadap kaidah
social adalah lebih disukai daripada informalitas yang premature dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri.Kehangatan atau
33
profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
3.8 Prognosis
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10
tahun setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar
10 sampai 20 persen pasien yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang
baik. Lebih dari 50 persen pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang
buruk, dengan rawat inap yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan
mood mayor, dan percobaan bunuh diri.meski terdapat gambaran yang kelam ini,
skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang memburuk sejumlah
faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik.
Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10 sampai 60 persen, dan
taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20 sampai 30 persen dari semua pasien
skizofrenik mampu menjalani kehidupan yang kurang lebih normal. Sekitar 20
sampai 30 perse pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40 sampai 60 persen
pasien tetap mengalami hendaya secara signifikanakibat gangguan tersebut
selama hidup mereka. Pasien skizofrenia memang memiliki prognosis lebih
buruk dibandingkan pasien dengan gangguan mood, meski 20 sampai 25 persen
pasien gangguan mood juga mengalami gangguan yang parah pada tindak-lanjut
jangka panjang.2
34
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang laki laki berumur 31 tahun, belum menikah, tidak bekerja. Dibawa ke
rumah sakit oleh keluarga karena pasien mengamuk dan berusaha memukul tetangga.
Os merasa ada bahwa para tetangga tersebut menjelek-jelekan os, dan iri terhadap os.
Os juga merasa bahwa semua orang berusaha mencelakai os. Pasien sulit tidur di
malam hari. Pasien masih mampu mengurus dirinya seperti makan dan minum,
namun pasien sudah tidak mau mandi sejak empat bulan terakhir dan pasien tidak
mau mengganti pakaiannya. Pasien sulit dibawa untuk berobat.
Sejak 1 tahun yang lalu pasien mulai berubah perilaku, pasien sering terlihat
tertawa dan menangis, kemudian murung dan melamun. Pasien juga sulit tidur dan
sering berbicara sendiri tanpa ada yang mengajak bicara. Selain itu, pasien juga
mudah curiga dan sering marah-marah karena pasien merasa orang disekitarnya
sedang menjelek-jelekkannya, tidak jarang juga pasien mengamuk dengan mengacak-
acak perabotan di rumah dan mengancam orang-orang didekatnya. Pasien masih pergi
35
bekerja sebagai OB di sebuah perusahaan swasta namun beberapa kali pasien tidak
mau pergi bekerja karena alasan yang tidak jelas. Pasien masih mampu mengurus
dirinya, seperti makan, minum, dan mandi sendiri.
Dari inspeksi terlihat diborgol dan pasien tampak tidak terurus serta tidak
mandi. Os terlihat tegang dan sering memperhatikan sekitarnya, ketika dipanggil os
menjawab walaupun harus dengan suara yang keras dikarenakan os memiliki riwayat
gangguan pendengaran, ada kontak mata dengan pemeriksa.
Saat dilakukan wawancara psikiatri, os mengatakan bahwa dia sering
mendengar suara suara bisikan yang tidak jelas dan sering melihat hantu, hingga os
merasa takut terhadap hantu. Os juga mengatakan bahwa setiap orang yang ingin
mencelakakan dirinya, dan hal ini telah dikonfirmasikan dengan keluarganya bahwa
tidak benar. Ini menunjukkan bahwa pasien memiliki suatu waham yaitu waham
curiga
Berdasarkan autoanamnesis dan pemeriksaan status mental, didapatkan gejala
klinis bermakna berupa pasien sering berbicara sendiri, tidak dapat mengurus diri
sendiri, susah memulai tidur dan jika terbangun susah untuk tidur kembali, sulit
berkonsentrasi sehingga pasien dapat disimpulkan mengalami gangguan jiwa. Pada
pemeriksaan status mental ditemukan hendaya dalam menilai realita, sehingga
didiagnosis gangguan jiwa psikotik. Pada status internus tidak ditemukan kelainan
apapun. Sedangkan pada pemeriksaan status neurologi tidak ditemukan adanya
kelainan, sehingga gangguan mental organik dapat disingkirkan dan didiagnosis
gangguan jiwa psikotik non organik. Pada keadaan khusus diduga paien mengalami
OMSK AS RS jiwa Jambi. Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental
didapatkan 3 gejala kuat berupa waham curiga, halusinasi auditorik dan visual.
Selama lebih dari 1 tahun Jadi berdasarkan hal tersebut diteggak sebuah diagnosis
multiaksial berupa diagnosis aksis I yaitu F.20.0 Schizofrenia Paranoid. Dengan
diagnosis, dengan diagnosis aksis II yaitu F.60.00 berupa gangguan kepribadian
paranoid. Aksis III tidak ada diagnosis. Aksis IV yaitu masalah keluarga dan
36
pekerjaan dan dengan GAF scale tertinggi 1 tahun terakhir : 20-11, GAF scale saat
MRS : 20-11 GAF scale saat follow up: 40-31.
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan gambaran psikopatologi yang
bervariasi tetapi sangat berat, yang mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan
aspek perilaku lainnya. Manifestasi ini bervariasi di antara pasien-pasien dan pada
waktu yang berbeda, namun efeknya selalu berat dan biasanya berlangsung lama.
Istilah skizofrenia pertama kali dikenalkan oleh Eugene Bleurer.
Gambaran klinis Os memenuhi kriteria diagnosis skizofenia menurut PPDGJ
III yaitu adanya gejala yang yang amat jelas yaitu halusinasi auditorik, halusinasi
visual dan waham yang menetap, serta gejala yang harus selalu ada secara jelas yaitu
halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus. Selain itu juga memenuhi kriteria bahwa adanya gejala-gejala khas tersebut
telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodromal), dimana pada kasus ini gejala telah berlangsung
5 tahun.
Skizofreniaberdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi skizofrenia paranoid,
herbefrenik, katatonik, tak terinci, depresi pasca skizofrenia, residual, simpleks,
lainnya dan YTT. Pada kasus ini memenuhi kriteria skizofrenia paranoid dimana
terdapat halusinasi auditorik dan visual serta waham curiga yang paling menonjol
dibanding gambaran klinis lain pada pasien.
Tatalaksana Os berupa rawat inap di RSJ berdasarkan indikasi berupa tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, dan keamanan pasien dan orang-orang disekitar
pasien karena Os beresiko mencelakakan orang lain akibat perilaku Os yang kacau
dan tidak sesuai.
Pengobatan yang dilakukan kepada pasien ini adalah dengan dua pengobatan.
Pengobatan psikoterapi dan juga dengan pengobatan farmako. Pengobatan farmako
37
diberikan Haloperidol tab 2x5 mg, dan Chlorpromazine 1 x 100 mg. Pemberian
Haloperidol dikarenakan pasien ini memiliki gejala positif yang dominan sehingga
kita berikan obat untuk mengurangi gejala positif yang dialami oleh pasien ini. Sama
halnya juga dengan pemberian Chlorpromazine yang merupakan antipsikotik lini
pertama. Namun, pada kasus ini digunakan terapi dosis rendah untuk efek sedatifnya,
akan tetapi chlorpromazine ini memiliki efek samping berupa distonia.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia at malam dikarenakan onset usia
muda, progresifitas penyakit lambat, terdapat gangguan prremorbid, Os belum
menikah, dukungan keluarga dan lingkungan sekitar kurang serta GAF scale tertinggi
pasien ini dalam satu tahun terakhir adalah 20-11.
DAFTAR PUSTAKA
38
8. Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon L.B., et al. Practice Guideline for The
Treatment of Patients with Schizophrenia. 2nd ed. Arlington: American Psychiatric
Association, 2004.
9. Herz M.I., Marder S.R. Schizophrenia Comprehensive Treatment and
Management. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.
39