You are on page 1of 50

I.

PENDAHULUAN
A. SEJARAH PERKEMBANGAN
JALAN RAYA
Awal mulanya jalan hanya berupa jejak
manusia dalam menjalani kehidupannya
dan berinteraksi dengan manusia lain
(jalan setapak).
Baru setelah manusia menggunakan alat
transportasi (hewan, kereta dll) jalan
setapak tersebut mulai dibuat lebih lebar
dan rata.
Di Indonesia sejarah perkembangan jalan
dimulai dari dibangunnya jalan pada
jaman kolonial Belanda dari Anyer
(Banten) Panarukan (Banyuwangi).

Jalan tersebut (dikenal dengan jalan


Deandles) belum direncanakan menurut
kaidah teknik jalan terutama lapisan
perkerasannya.
Perkembangan lapisan perkerasan jalan
raya dimulai dari Skotlandia dengan
ditemukannya konstruksi perkerasan Telford
(oleh Thomas Telford 1757 1834) dan
konstruksi perkersan Macadam (oleh John
Louden Mac Adam 1756 1836).

Kedua konstruksi perkerasan tersebut pada


intinya terdiri dari batu pecah atau batu kali
yang disusun tegak, kemudian atasnya
ditutupi batu yang lebih kecil/halus untuk
menutupi pori.
Perkerasan jalan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat sebenarnya sudah
ditemukan pada tahun 625 SM (di
Babilonia), namun mulai berkembang
dengan pesat pada tahun 1920.

Di Indonesia penggunaan lapisan


perkersanan beraspal diawali dengan
memberi lapisan aspal pada konstruksi
perkerasan Telford dan Macadam yang
kemudian ditaburi pasir kasar (kemudian
muncul istilah burtu, burda dan buras).
Lapisan perkerasan dengan semen sebagai
bahan pengikat mulai ditemukan pada tahun
1928 (di London), tapi mulai berkembang
pesat sejak tahun 1970 (perkerasan kaku =
rigid pavement).

Perencanaan geometrik jalan baru dikenal


sekitar pertengahan tahun 1960 dan
kemudian mengalami perkembangan yang
cukup pesat sejak tahun 1980.
B. KLASIFIKASI JALAN
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi pergerakan lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun
2006 Tentang Jalan).

Jalan dapat diklasifikasikan menurut sistem jaringan


jalan, fungsi jalan, status jalan, kelas jalan, dan
menurut medan jalan .
1. Klasifikasi jalan menurut fungsinya

a. Jalan Arteri.

Yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan


ciri-ciri perjalanan jauh, kecepatan rata-rata tinggi,
dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

Biasanya jaringan jalan ini melayani lalu lintas


tinggi antara kota-kota penting.

Jalan dalam golongan ini harus direncanakan


dapat melayani lalu lintas cepat dan berat.
b. Jalan Kolektor.

Yaitu jalan yang melayani angkutan


setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.

Biasanya jaringan jalan ini melayani


lalu lintas cukup tinggi antara kota-
kota yang lebih kecil, juga melayani
daerah sekitarnya.
c. Jalan Lokal

Yaitu jalan yang melayani angkutan


setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
pendek, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Biasanya jaringan jalan ini digunakan


untuk keperluan aktifitas daerah, juga
dipakai sebagai jalan penghubung antara
jalan-jalan dari golongan yang sama atau
berlainan.
2. Sistem jaringan jalan
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas
jalan yang saling menghubungkan dan mengikat
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarki.

a. Sistem Jaringan Jalan Primer


i) Jalan Arteri Primer
Jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang ke satu yang terletak
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kedua.
Karakteristik jalan arteri primer :

Didesain paling rendah dengan kecepatan 60


km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang 8,00 meter
Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas
rata-rata
Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas ulang alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal
Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga
kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap
terpenuhi
Persimpangan harus dapat memenuhi ketentuan
kecepatan dan volume lalu lintas
ii) Jalan Kolektor Primer
Jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan
kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

Karakteristik jalan kolektor primer :


Didesain untuk kecepatan rencana paling rendah 40
km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang 7,00 meter
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata
Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan
sehingga dapat dipenuhi kecepatan paling rendah
40 km/jam
Jalan tidak terputus walaupunn memasuki kota
iii) Jalan Lokal Primer
Jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persil atau menghubungkan kota
jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan
kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga
dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga
sampai persil.

Karakteristik jalan lokal primer :


Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 20 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang 6,00 meter
Jalan tidak terputus walaupunn memasuki desa
Kota jenjang kesatu :
Kota yang berperan melayani seluruh satuan wilayah
pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan
jasa yang paling tinggi dalam satuan wilayah
pengembangannya serta memiliki orientasi keluar
wilayahnya.

Kota jenjang kedua :


Kota yang berperan melayani sebagian dari satuan
wilayah pengembangannya dengan kemampuan
pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang
kesatu dalam satuan wilayah pengembangannya dan
terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.
Kota jenjang ketiga :
Kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah
pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang
lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang
kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke
kota jenjang kesatu.

Kota di bawah jenjang ketiga :


Kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah
pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang
lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan
serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.
Tabel 1. Hubungan Antar Hirarki Kota Dengan Peranan
Ruas Jalan Dalam Sistem Jaringan Jalan Primer
Gambar 1. Hirarki fungsi jalan pada sistem jaringan jalan primer
b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
i) Jalan Arteri Sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

Karakteristik jalan arteri sekunder :


Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
Lebar badan jalan tidak kurang 8,00 meter
Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
Persimpangan jalan dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.
ii) Jalan Kolektor Sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder
kedua atau menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga.

Karakteristik jalan kolektor sekunder :


Didesain berdasarkan kecepatan paling
rendah 20 km/jam
Lebar badan jalan tidak kurang 7,00 meter
iii) Jalan Lokal Sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, atau menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan perumahan, atau
menghubungkan kawasan sekunder ketiga dengan
perumahan.

Karakteristik jalan lokal sekunder :


Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10
km/jam
Lebar badan jalan tidak kurang 5,00 meter
Dengan kecepatan paling rendah 10 km/jam, bukan
diperuntukan untuk roda tiga atau lebih
Yang tidak diperuntukan kendaraan roda tiga atau lebih
harus mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 3,5
meter.
Kawasan :
Wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup
pengamatan fungsi tertentu.

Kawasan Primer :
Kawasan kota yang mempunyai fungsi primer yaitu
fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan
kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan
pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya.

Kawasan Sekunder :
Kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder yaitu
fungsi kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap
warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam
dan jangkauan lokal.
Tabel 2. Hubungan Antara Kawasan Kota Dengan Peranan Ruas Jalan
Dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Gambar 2. Hirarki fungsi jalan pada sistem jaringan jalan sekunder
Gambar 2. Hirarki fungsi jalan pada sistem jaringan jalan primer dan sekunder
3. Klasifikasi jalan menurut kelas
Klasifikasi jalan menurut kelas berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan
sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.

Tabel 3. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota, Ditjen Bina Marga, 1997.
4. Klasifikasi menurut medan jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi
sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak
lurus garis kontur.

Tabel 4. Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota, Ditjen Bina Marga, 1997.
5. Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan

Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP


Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, bahwa wewenang pembinaan
jalan dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten, jalan kota, jalan desa/nagari, dan jalan khusus.

a. Jalan Nasional
Yang termasuk kelompok jalan nasional adalah :
Jalan arteri primer
Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibu kota
provinsi
Jalan tol
Jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan
nasional.

Penetapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan


dengan Keputusan Menteri.
b. Jalan Provinsi
Yang termasuk kelompok jalan Provinsi adalah :
Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibu
kota Provinsi dengan ibu kota Kabupaten atau
Kota.
Jalan Kolektor primer yang menghubungkan
antar ibu kota Kabupaten atau Kota.
Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis
terhadap kepentingan Provinsi.
Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang
tidak termasuk jalan Nasional.

Penetapan status suatu jalan sebagai jalan Provinsi


dilakukan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
atas usul Gubernur yang bersangkutan.
c. Jalan Kabupaten
Yang termasuk kelompok jalan Kabupaten adalah :
Jalan lokal primer yang menghubungkan ibu kota
Kabupaten dengan ibu kota Kecamatan, ibu kota
Kabupaten dengan Pusat Desa/Nagari, antar ibu
kota Kecamatan, ibukota Kecamatan dengan
Desa/Nagari, dan antar Desa/Nagari.
Jalan sekunder (arteri sekunder, kolektor sekunder,
dan lokal sekunder) dan jalan lain yang tidak
termasuk dalam kelompok jalan Nasional, jalan
Provinsi.

Penetapan status suatu jalan sebagai jalan Kabupaten


dilakukan dengan Keputusan Gubernur, atas usul
Pemerintah Kabupaten yang bersangkutan.
d. Jalan Kota
Yang termasuk kelompok jalan Kota adalah
jaringan jalan sekunder di dalam kota.

Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder


dan atau ruas jalan kolektor sekunder sebagai
jalan kota dilakukan dengan keputusan Gubernur
atas usul Pemerintah Kota yang bersangkutan.

Penetapan status suatu ruas jalan lokal sekunder


sebagai jalan Kota dilakukan dengan Keputusan
Walikota yang bersangkutan.
e. Jalan Desa/Nagari

Jalan Desa/Nagari adalah jalan lingkungan


primer dan jalan lokal sekunder yang tidak
termasuk jalan Kabupaten di dalam kawasan
Pedesaan/Nagari, dan merupakan jalan umum
yang menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam Desa/Nagari.
f. Jalan Khusus
Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah
jalan yang dibangun dan dipelihara oleh
instansi/badan hukum/perorangan untuk
melayani kepentingan masing-masing.
Penetapan status suatu ruas jalan khusus
dilakukan oleh instansi/badan
hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan
khusus tersebut dengan memperhatikan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Pekerjaan Umum.
Tugas (dikumpulkan) :

Sebutkan dan uraikan klasifikasi jalan menurut :


a. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota No. 038/TBM/1997
b. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006
TENTANG JALAN
c. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN
THE END
Klasifikasi jalan berdasarkan besarnya volume serta
sifat lalu lintas yang menggunakan jalan (Peraturan
Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970) :

1. Kelas I
Jalan ini mencakup semua jalan utama dan
dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat
dan berat.

Ciri-ciri :
a. Komposisi lalu lintasnya tidak terdapat
kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor.
b. Merupakan jalan raya yang berlajur banyak .
c. Konstruksi perkerasannya dari jenis yang
terbaik.
2. Kelas II
Jalan ini mencakup semua jalan-jalan
sekunder.

a. Kelas II A
Dua lajur atau lebih
Konstruksi permukaan jalan dari aspal
beton (hot mix) atau yang setara
Komposisi kendaraan tedapat kendaraan
lambat tapi tanpa kendaraan tak
bermotor
Untuk lalu lintas lambat disediakan jalur
sendiri.
b. Kelas II B
Dua lajur
Konstruksi permukaan dari penetrasi
berganda atau setara.
Komposisi lalu lintas terdapat kendaraan
lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor.

c. Kelas II C
Dua lajur
Konstruksi permukaan dari penetrasi
tunggal.
Komposisi lalu lintas terdapat kendaraan
lambat dan kendaraan tak bermotor.
3. Kelas III
Mencakup semua jalan-jalan penghubung .
Ciri-ciri :
Berlajur tunggal atau dua
Konstruksi perkerasan dengan pelaburan
aspal.

Tugas (dikumpulkan) :
Sebutkan dan uraikan klasifikasi jalan menurut :
a. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota No. 038/BM/1997
b. Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/1985.
c. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004.
KARAKTERISTIK KENDARAAN
Jenis kendaraan berdasarkan fungsinya
sebagai alat angkutan :
1. Angkutan pribadi
Kendaraan untuk mengangkut individu
pemilik kendaraan atau keluarga.
2. Angkutan umum
Kendaraan untuk mengangkut orang umum
atau masyarakat (penumpang) .
3. Angkutan barang
Kendaraan untuk mengangkut segala jenis
barang.
Jenis/kelompok kendaraan berdasarkan
karakteristik dimensi dan berat adalah :
1. Mobil penumpang
2. Bus/truk
3. Semi trailer
4. Trailer

Jenis kendaraan tersebut berpengaruh


terhadap perencanaan geometrik (lebar
lajur lalu lintas) dan dinamakan kendaran
rencana.
Ukuran kendaran rencana berbagai kelompok
diperlihatkan pada gambar dan tabel.
KARAKTERISTIK VOLUME LALU LINTAS
Kendaraan yang digunakan sebagai standar
dalam menghitung volume lalu lintas dan
hubungannya dengan kapasitas jalan
adalah mobil penumpang.

Pengaruh yang ditimbulkan dari mobil


penumpang dijadikan sebagi satuan
kendaraan yang dikenal dengan istilah
Satuan Mobil Penumpang (smp).
Konversi satuan setiap kendaraan ke dalam smp adalah
(Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya
PPGJR) :
Sepeda = 0,5
Mobil penumpang/sepeda motor = 1
Truk ringan ( < 5 ton) = 2
Truk sedang ( > 5 ton) = 2,5
Bus = 3
Truk berat ( > 10 ton) = 3
Kendaraan tak bermotor = 7

Nilai tersebut untuk jalan-jalan di daerah datar, untuk


jalan di perbukitan dan pegunungan dapat dinaikkan,
sedang untuk kendaraan tak bermotor tak perlu
dihitung.
KECEPATAN RENCANA
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang
dipilih untuk keperluan perencanaan
geometrik jalan.

Kecepatan tersebut adalah kecepatan


tertinggi (konstan) di mana kendaraan
dapat berjalan dengan aman.
Tabel kecepatan rencan (VR)
(Sesuai dengan fungsi dan medan jalan)
Fungsi Kecepatan rencana VR (km/jam)
Jalan Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 30

Catatan : Sumber dari Tata Cara Perencanaan


Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/T/BM/1997
Untuk kondisi medan yang sulit, VR
suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan
tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

You might also like