You are on page 1of 136

PENGARUH KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI

DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH


TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN WANITA
YANG MELAKUKAN PERNIKAHAN DINI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat- syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

Agustin Harrum Sari

20607004161

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011

i
PENGARUH KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DAN KEMAMPUAN

MEMECAHKAN MASALAH TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN

WANITA YANG MELAKUKAN PERNIKAHAN DINI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat- syarat memperoleh


gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Agustin Harrum Sari

NIM : 206070004161

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi


NIP. 19561223 198303 2 001 NIP. 19730328 200003 2 003

FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
1432 H/ 2011

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan


Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan wanita
yang melakukan Pernikahan Dini telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 14 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 14 September 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris

Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si


NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota :

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si


NIP. 19620724 19890 2 001

Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi


NIP. 19730328 200003 2 003

iii
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Agustin Harrum Sari


NIM : 20607004161

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh


Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah
Terhadap Kepuasan Pernikahan wanita yang melakukan Pernikahan Dini
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat
dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan- kutipan yang ada dalam
penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar
pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-
Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan
dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik- baiknya.

Jakarta, 14 September 2011

Agustin Harrum Sari


NIM : 206070004161

iv
Buah hasil kesabaran dan penantianku ini

aku persembahkan untuk kedua orang tua ku

dan semua orang yang mencintai dan

menyayangi aku....

v
ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi


(B) September 2011
(C) Agustin Harrum Sari
(D) Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan
Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang Melakukan Pernikahan
Dini
(E) 97 halaman + lampiran
(F) Tidak ada seorang wanita yang telah menikah tidak menginginkan kepuasan
di dalam pernikahannya. Namun untuk memperoleh semua itu tidaklah
mudah, karena mengingat adanya perbedaan pada setiap pasangan suami- istri
baik dalam kemampuan dalam berkomunikasinya, kemampuan dalam
memecahkan masalahnya, karakternya, kebutuhannya, dan lain- lain yang
dimiliki oleh masing- masing pasangan. Dengan perbedaan yang demikian
akan menyebabkan tercapainya suatu kepuasan pernikahan yang berbeda pula
yaitu kepuasan pernikahan yang tergolong tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini
dapat terjadi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi kepuasan
pernikahan yaitu faktor personal, faktor pemuasan kebutuhan psikologis
melalui hubungan interpersonal, faktor anak, faktor seksual, faktor ekonomi/
finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal), faktor kebersamaan, faktor
interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik, faktor hubungan dengan
keluarga besar pasangan, faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan
pengambilan keputusan dalam pernikahan, dan faktor peran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan


berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan
pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan jenis penelitian korelasional yaitu penelitian yang dirancang
untuk menentukan tingkat hubungan variabel- variabel yang berbeda dalam
suatu populasi.

Analisis data yang digunakan adalah uji regresi ganda. Subjek yang diambil
dalam penelitian ini adalah wanita yang menikah pada usia 18 tahun dan
usia pernikahannya 5 tahun. Adapun teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah accidental sampling. Instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket/ kuesioner. Instrumen yang
digunakan pada skala kepuasan pernikahan berdasarkan indikator Lauer &
Lauer, et. al (dalam Baron & Byrne, 2005) yang berjumlah 52 aitem, skala
kemampuan berkomunikasi berdasarkan indikator dari Bochner & Kelly (
dalam Joseph A. DeVito, 1997 ) yang berjumlah 36 aitem, dan skala
kemampuan memecahkan masalah berdasarkan indikator Parnes (dalam
Utami Munandar, 1999) yang berjumlah 23 aitem.

Hasil penelitian secara umum menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan


kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap

vi
kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini.
Berdasarkan data analisis regresi ganda diperoleh R Square sebesar 0.895,
yang berarti bahwa seluruh variabel independent yang diteliti memberikan
sumbangsih sebesar 89.5% terhadap kepuasan pernikahan pada wanita yang
melakukan pernikahan dini. Sedangkan 10.5% sisanya dipengaruhi oleh
faktor- faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Bagi peneliti
selanjutnya, apabila ingin meneliti dengan subjek yang menikah pada usia
dini/ 18 tahun sebaiknya meneliti subjek yang melakukan pernikahan dini
pada usia pernikahan minimal 6 bulan dan maksimal 1 tahun, agar dapat
mengetahui seberapa besar kemampuan subjek yang telah menikah di usia
dini dalam hal berkomunikasi dan memecahkan masalah pada rentangan usia
remaja awal dan akhir. Selain itu menambahkan atau menggunakan variabel
atau faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan selain
kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah seperti
pendapatan/ ekonomi, dan hubungan dengan keluarga besar pasangan.

Kata kunci : kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan


memecahkan masalah

(G) Daftar Bacaan: 36 bacaan (1978- 2009)

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia- Nya setiap saat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan
Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang
melakukan Pernikahan Dini. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat
merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D
telah banyak membantu dalam menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah.

2. Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, sebagai dosen pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berarti dengan segenap
kesabarannya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan maksimal.

3. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi sebagai dosen pembimbing II yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang teramat
bermanfaat dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Seluruh dosen dan seluruh staf karyawan Fakultas yang telah banyak
membantu dalam menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah.

5. Camat Pamulang beserta staf, terima kasih telah memberikan kemudahan


peneliti dalam melakukan penelitian di wilayah Pamulang.

6. Kepala KUA Pamulang dan staff yang telah membantu peneliti dalam
penyelesaian penelitian ini.
viii
7. Kedua orangtuaku Bapak Herika Yustiono dan Ibu Sri Murniati serta keempat
kakakku Tias Cahyo Utomo, Rika Putri Ekadwi Utami, Abang Candra dan
Kak Fitri. Terima kasih atas semua doa, dukungan, sumber inspirasi dan
semangat yang telah kalian berikan kepada peneliti untuk selalu meneruskan
perjuangan ini agar mencapai yang terbaik.

8. Kepada Panda Aditya Saputra dan keluarga, terima kasih atas doa, dukungan,
sumber inspirasi, semangat serta kesabarannya dalam membantu
penyelesaian skripsi ini.

9. Pak Chaidir dan Pak Badawi pengurus perpustakaan Fakultas Psikologi atas
segala bantuan selama penulis menuntut ilmu.

10. Teman- teman Fakultas Psikologi Non- Reguler angkatan 2006 (meja besi),
serta teman- teman seperjuanganku (Dewi, Sherny, Indri, Vera, Neta, Ita,
Tsara, Bintang, Dedeh, Iha, Kak Lidya, Mbak Yue, Kak Retno, Kak Nida)
yang telah memberikan dukungan dan saran kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari dengan segala semua kemampuan dan keterbatasan yang


dimiliki dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu peneliti mengucapkan maaf yang sebesar- besarnya. Mudah- mudahan
penelitian skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, terutama untuk
peneliti sendiri.

Akhirnya peneliti ucapkan terima kasih sekali lagi untuk semua pihak yang sudah
membantu penyelesaian skripsi ini. Wassalam.

Jakarta, September 2011

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................... iv
MOTTO.............................................................................................................. v
ABSTRAKSI...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR...................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... 1


1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................7
1.2.1 Pembatasan Masalah................................................................. 7
1.2.2 Perumusan Masalah.................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 10
1.5 Sistematika Penulisan................................................................11

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Pernikahan................................................................................ 13
2.1.1 Pengertian Pernikahan.............................................................. 13
2.2 Kepuasan Pernikahan................................................................ 15
2.2.1 Pengertian Kepuasan Pernikahan.............................................. 15
2.2.2 Faktor- faktor Kepuasan Pernikahan......................................... 16
2.2.3 Indikator Kepuasan Pernikahan............................................... 23
2.3 Kemampuan Berkomunikasi..................................................... 27
2.3.1 Pengertian Kemampuan Berkomunikasi................................... 27
2.3.2 Proses Berkomunikasi............................................................... 28
x
2.3.3 Tujuan Komunikasi................................................................... 29
2.3.4 Indikator Kemampuan Berkomunikasi..................................... 31
2.4 Kemampuan Memecahkan Masalah......................................... 34
2.4.1 Pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah....................... 34
2.4.2 Proses Memecahkan Masalah................................................... 36
2.5 Kerangka Berpikir.................................................................... 44
2.6 Hipotesis................................................................................... 47

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian.......................................................................... 50


3.1.1 Pendekatan Penelitian............................................................... 50
3.2 Variabel Penelitian.................................................................... 51
3.2.1 Identifikasi Variabel................................................................. 51
3.2.2 Definisi Konseptual Variabel.................................................... 51
3.2.3 Definisi Operasional Variabel................................................... 52
3.3 Populasi dan Sampel................................................................. 53
3.3.1 Populasi..................................................................................... 53
3.3.2 Sampel...................................................................................... 53
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel.................................................... 54
3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian................................ 54
3.4.1 Metode Pengumpulan Data...................................................... 54
3.4.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian............................................... 59
3.5 Prosedur Penelitian................................................................... 61
3.5.1 Persiapan Penelitian.................................................................. 61
3.5.2 Pengujian Alat Ukur................................................................. 62
3.5.3 Pelaksanaan Penelitian.............................................................. 66
3.5.4 Pengolahan Data....................................................................... 66

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

4.1 Gambaran Umum Responden................................................... 67


4.1.1Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Saat Menikah 67
4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan........... 67

xi
4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Subjek....................................................................................... 69
4.2 Deskripsi Data........................................................................... 69
4.2.1 Kategorisasi Kepuasan Pernikahan........................................... 70
4.2.2 Kategorisasi Kemampuan Berkomunikasi................................ 71
4.2.3 Kategorisasi Kemampuan Memecahkan Masalah.................... 73

4.3 Hasil Uji Hipotesis.................................................................... 75


4.3.1 Hasil Uji Regresi Aspek Kemampuan Berkomunikasi,
Kemampuan Memecahkan Masalah, dan Aspek Demografi
Terhadap Kepuasan Pernikahan............................................... 75

4.3.2 Hasil Uji Regresi Aspek Kemampuan Berkomunikasi Terhadap


Kepuasan Pernikahan............................................................... 78

4.3.3 Hasil Uji Regresi Aspek Kemampuan Memecahkan Masalah


Terhadap Kepuasan Pernikahan................................................ 83

4.3.4 Hasil Uji Regresi Aspek Demografi Terhadap Kepuasan


Pernikahan................................................................................ 85

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.............................................................................. 89
5.2 Diskusi..................................................................................... 90
5.3 Saran........................................................................................ 93
5.3.1 Saran Teoritis........................................................................... 93
5.3.2 Saran Praktis............................................................................ 94

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 95

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Pernyataan....................................................................... 55

Tabel 3.2 Blue Print Kepuasan Pernikahan...............................................55

Tabel 3.3 Blue Print Kemampuan Berkomunikasi....................................57

Tabel 3.4 Blue Print Kemampuan Memecahkan Masalah........................ 58

Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas..............................................60

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Skala Kepuasan Pernikahan....................... 62

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Skala Kemampuan Berkomunikasi............ 64

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Skala Kemampuan Memecahkan Masalah 65

Tabel 4.1 Gambaran Umur Responden Berdasarkan Usia Saat Menikah 67

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan........... 68

Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

Subjek....................................................................................... 69

Tabel 4.4 Skor Skala Kepuasan Pernikahan..............................................70

Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Kepuasan Pernikahan.................................. 71

Tabel 4.6 Skor Skala Kemampuan Berkomunikasi.................................. 72

Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Kemampuan Berkomunikasi....................... 73

Tabel 4.8 Skor Skala Kemampuan Memecahkan Masalah....................... 74

Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Kemampuan Memecahkan Masalah............ 75

Tabel 4.10 Model Summary Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan

Memecahkan Masalah tehadap Kepuasan Pernikahan............. 76

Tabel 4.11 Anova Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan

Memecahkan Masalah tehadap Kepuasan Pernikahan............. 77

xiii
Tabel 4.12 Coefficients Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan

Memecahkan Masalah tehadap Kepuasan Pernikahan............. 78

Tabel 4.13 Model Summary Kemampuan Berkomunikasi tehadap

Kepuasan Pernikahan................................................................ 78

Tabel 4.14 Anova Kemampuan Berkomunikasi tehadap Kepuasan

Pernikahan................................................................................ 79

Tabel 4.15 Proporsi Varian pada aspek- aspek variabel Kemampuan

Berkomunikasi.......................................................................... 80

Tabel 4.16 Model Summary Aspek Keterbukaan (Kemampuan

Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)...................... 80

Tabel 4.17 Model Summary Aspek Empati (Kemampuan Berkomunikasi

Terhadap Kepuasan Penikahan)............................................... 81

Tabel 4.18 Model Summary Aspek Sikap Positif (Kemampuan

Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)...................... 82

Tabel 4.19 Model Summary Aspek Kesetaraan (Kemampuan

Berkomunikasi Terhadap Kepuasan Penikahan)...................... 82

Tabel 4.20 Model Summary Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap

Kepuasan Pernikahan................................................................ 84

Tabel 4.21 Anova Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap Kepuasan

Penikahan.................................................................................. 84

Tabel 4.22 Model Summary Aspek Usia Subjek Saat Menikah (Aspek

Demografi terhadap Kepuasan Pernikahan)............................. 85

Tabel 4.23 Model Summary Aspek Pendidikan Terakhir Subjek saat

Menikah (Aspek Demografi Terhadap Kepuasan Penikahan) 86

xiv
Tabel 4.24 Model Summary Aspek Status Pekerjaan Subjek (Aspek

Demografi Terhadap Kepuasan Pernikahan)........................... 87

Tabel 4.25 Proporsi Varian pada Demografi............................................. 88

xv
DAFTAR GAMBAR

2.1 Gambar Proses Komunikasi...................................................................... 29

2.2 Gambar Alur Pemecahan Masalah............................................................ 37

2.3 Gambar Kerangka Berpikir Penelitian Pengaruh Kemampuan

Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan Masalah Terhadap

Kepuasan Pernikahan Wanita yang Melakukan Pernikahan Dini............. 46

xvi
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan hidup manusia, setiap manusia mengalami

perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan

dalam kehidupan manusia adalah menikah. Ada satu tahapan perkembangan

dimana tujuan besar seorang perempuan yang belum menikah adalah tahapan

untuk menjalani suatu perkawinan (Hurlock, 1991). Menikah merupakan tahapan

dari kehidupan, yang merupakan suatu usaha untuk membina hubungan dengan

orang lain dalam diri masing- masing untuk membentuk kehidupan rumah tangga.

Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah suci, sunnah Rasul, dan Ibadah. Oleh

karena itu setiap muslim seyogyanya menikah secara Islam, berumah tangga

secara Islam dan hidup secara Islami. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh

Rasulullah SAW lewat sabdanya : Hai para remaja, barangsiapa di antara

kalian telah mampu menjalankan sebuah pernikahan maka menikahlah dan

barang siapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa

akan menghindari perbuatan dosa (H.R. Muslim).

Pada prinsipnya, pernikahan diawali dengan niat atau nawaitu selain itu

pernikahan perlu didasari sikap saling asih-asah-asuh antara pasangan suami-istri.

Semua itu tidak lepas dari peran serta agama, karena agama sangatlah berperan

dalam mempererat hubungan suami-istri di dalam sebuah pernikahan.


2

Di dalam pernikahan sudah pasti setiap pasangan memiliki tujuan yang ingin

dicapai, yaitu agar dapat terpenuhinya sebagian besar kebutuhan pribadi, karna

setiap orang yang memasuki kehidupan pernikahan pastilah berdasarkan

kebutuhan, harapan dan keinginannya sendiri-sendiri. Pemenuhan kebutuhan

psikologis adalah alasan terpenting untuk memasuki pernikahan. Tujuan yang

jelas akan membimbing pasangan suami- istri untuk mewujudkan keluarga yang

harmonis, karna keharmonisan dalam keluarga tidak bisa dilepaskan dari tujuan

awal dalam membangun rumah tangga.

Semua pasangan suami istri, menginginkan memperoleh kepuasaan di dalam

pernikahannya. Karena pernikahan yang memuaskan merupakan dambaan setiap

pasangan suami istri, kepuasan pernikahan antara suami dan istri akan tercapai

jika kebutuhan- kebutuhan individu dapat terpenuhi antara lain kebutuhan sosial,

psikologis, dan biologis.

Kepuasan pernikahan seseorang merupakan penilaiannya sendiri terhadap situasi

perkawinan yang dipersepsikan menurut tolak ukur masing- masing pasangan.

Oleh sebab itu, diduga bahwa keberhasilan dalam pernikahan tergantung pada

kebahagiaan dari pribadi individu. Tidak sedikit dijumpai adanya ketidak

harmonisan di dalam hubungan pernikahan, baik yang baru menikah bahkan yang

sudah bertahun- tahun menikah (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005).

Menurut pandangan Islam di dalam surat Ar-Rum ayat 21, bahwa pernikahan

dapat menciptakan ketentraman lahir dan batin antara suami dan istri dalam

kehidupan rumah tangga yang tentram, nyaman, damai dan sejahtera, ketika

terpenuhi hak dan kewajiban suami istri dengan baik. Karena kepuasan
3

pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap orang tidak muncul dengan sendirinya,

tetapi hal tersebut harus diusahakan dan diciptakan oleh kedua belah pihak yaitu

suami dan istri.

Adapun pengertian dari Kepuasaan Pernikahan adalah suatu pengalaman

subjektif, perasaan yang kuat, dan yang didasarkan pada faktor dalam individu

yang mempengaruhi kualitas interaksi dalam pernikahan (Weiss, 2005).

Seiring dengan berjalannya waktu, dalam kehidupan pernikahan kemungkinan

akan muncul berbagai permasalahan, yang sedikit banyak mempengaruhi

keharmonisan rumah tangga. Singkatnya, setiap perkawinan tidak akan terhindar

dari konflik, kecuali bila salah satu pasangan atau bahkan kedua pasangan

memutuskan untuk mengalah (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005). Serupa dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Gurin, Geroff, Feld (dalam Michael dan

Savitri, 1994) bahwa sebesar 45 % orang yang sudah menikah mengatakan bahwa

dalam kehidupan bersama akan muncul berbagai masalah. Karena di dalam semua

perkawinan terdiri dari individu yang unik, maka keunikan inilah yang sering

menyulitkan suami- istri untuk saling mengerti, memahami dan mengakomodasi

(Izzatul Jannah, 2008 ).

Dari keunikan itulah, terkadang menimbulkan masalah jika keduanya tidak saling

berusaha memahami, beradaptasi dan menerima perbedaan yang ada. Walaupun

sudah secara matang dipersiapkan dan cukup mendalam perkenalan pribadi antara

pasangan, juga tidak luput dari perselisihan- perselisihan faham atau

pertengkaran- pertengkaran, baik itu yang berasal dari pasangan, lingkungan luar,

atau bahkan berasal dari dalam diri sendiri.


4

Tetapi perbedaan- perbedaan tersebut bukanlah penghalang bagi pasangan untuk

mendapatkan kebahagiaan. Diduga, banyak pula pasangan yang melakukan

pernikahan dini yang sebenarnya tumbuh dari perbedaan- perbedaan yang ada

diantara kedua pasangan, tetapi menjadi cocok setelah beberapa saat hidup

bersama dan tidak berarti bahwa kalau seseorang cukup mengenal calon

pasangannya akan menjamin terjalinnya kehidupan perkawinan yang memuaskan

kedua belah pihak. Maka pemilihan pasangan hidup dalam pernikahan dini

dibutuhkan penyesuaian dengan pasangannya, seperti : penyesuaian minat,

temperamen, dan cara- cara mengungkapkan kasih sayang (Hurlock, 1994).

Tetapi, seringkali ditemui kenyataan bahwa pasangan suami- istri yang menikah

di usia dini memiliki perbedaan persepsi terhadap pemenuhan kebutuhan

pasangannya. Hal tersebut dapat mengakibatkan permasalahan rumah tangga

antara suami- istri. Akan tetapi pada pasangan yang menikah muda,

kecenderungan untuk berdamai kembali setelah mengalami konflik lebih tinggi

dibandingkan dengan pasangan yang berusia 40- an. Hal ini serupa dengan

Papalia & Olds (dalam M. Fauzil Adhim, 2002) mengemukakan bahwa

kecenderungan untuk rujuk atau berdamai kembali stelah mengalami konflik pada

pasangan muda sebesar 89%, sedangkan pada mereka yang berusia 40- an hanya

sebesar 31%.

Karena itu, para pasangan suami- istri yang menikah pada usia dini dalam

mengatasi permasalahan dalam pernikahan mereka membutuhkan kedewasaan,

dalam arti dewasa secara mental bukan hanya usia. Bisa saja seseorang yang

sudah dewasa usia tetapi belum memiliki kedewasaan secara mental, sebaliknya
5

seseorang atau pasangan suami- istri yang menikah pada usia 18 tahun

kedewasaan secara mental sudah ada dalam diri mereka masing- masing, karena

yang menyebabkan pernikahan usia muda rentan konflik bukan terletak pada usia,

melainkan pada aspek- aspek mental yang bersangkut paut dengan proses

pembentukkan rumah tangga (dalam M. Fauzil Adhim, 2002).

Dalam hal ini, sekecil apa pun masalah yang sedang dihadapi tidak akan bisa

selesai jika hanya dibiarkan tanpa pemecahan masalah. Pemecahan masalah

tersebut harus melibatkan usaha bersama (suami dan istri), agar dapat

memperoleh solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Salah satu solusi dalam pemecahan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga

adalah melakukan komunikasi yang efektif. Hendaknya suami dan istri yang

masuk di dalam pernikahan usia muda dapat saling memahami satu sama lain.

Walau memiliki latar belakang yang berbeda, sebagai suami istri harus bisa saling

memahami satu sama lain. Setiap masalah yang terjadi harus diselesaikan dengan

kepala dingin. Karena konflik sering muncul disebabkan oleh komunikasi yang

buruk antara suami dan istri, tetapi komunikasi juga dapat menyelesaikan masalah

jika komunikasi berjalan dengan lancar. Davis, 2004 (dalam Rita Eka

Chandrasari, 2009) menyatakan, bahwa para pasangan yang mengalami masalah

pernikahan seringkali menyebutkan kurangnya komunikasi sebagai penyebab

utama munculnya masalah antara mereka.

Dalam hal ini, pasangan suami- istri seharusnya memiliki ketrampilan komunikasi

yang lebih baik. Agar mereka dapat belajar bagaimana cara menghadapi

perbedaan-perbedaan diantara mereka. Karena, komunikasi yang baik terjadi


6

ketika masing- masing pasangan mampu mengungkapkan isi hatinya secara

terbuka dengan kontrol emosi yang baik. Olson (dalam Olson, 2002) menemukan

79 % pasangan merasa senang apabila pasangannya mampu memahami dirinya,

96% pasangan merasa senang apabila dapat mengekspresikan perasaannya, 83%

pasangan merasa senang apabila mereka menjadi pendengar yang baik, dan 79%

pasangan merasa senang apabila pasangannya menghargai setiap pendapat yang

diberikan pasangannya. Begitupun Navron & Orthner, 1976 (dalam Izzatul

Jannah, 2008) menyampaikan pendapat yang serupa, bahwa pasangan yang telah

menikah akan merasa dimengerti oleh pasangannya apabila mereka tahu

bagaimana cara menyampaikan pesan mereka.

Oleh sebab itu, betapa pentingnya pasangan suami- istri memiliki kemampuan

dalam berkomunikasi, karena kemampuan berkomunikasi yang dimiliki pasangan

suami- istri dapat mengatasi kebingungan, kesalahpahaman dan perbedaan

pendapat antara suami- istri yang dapat berujung pada permasalahan di dalam

rumah tangga. Sebagaimana hasil penelitian Namun- Mee Lim (Universitas

Tunku Abdul Rahman- Malaysia, 2011), menyatakan bahwa pada pasangan yang

menikah di usia 18 tahun semakin memiliki kemampuan komunikasi yang baik,

semakin baik pula dalam menangani konflik yang terjadi.

Jadi, dua orang yang menjalani sebuah pernikahan dan tinggal di dalam satu atap,

besar kemungkinan untuk hidup dengan suatu permasalahan, yang dapat

mempengaruhi kepuasan pernikahan. Meskipun di dalamnya terdapat komunikasi

yang intens antara suami- istri yang cukup lama akan dapat membantu

menyelesaikan masalah, tetapi dapat diduga bahwa mereka (suami- istri) tidak
7

dapat saling mengerti dan memahami pesan yang disampaikan dalam pemenuhan

kebutuhan pasangannya. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian

mengenai Pengaruh Kemampuan Berkomunikasi dan Kemampuan Memecahkan

Masalah Terhadap Kepuasan Pernikahan Wanita yang Melakukan Perniakahan

Dini.

1.2. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan pada penelitian ini tidak meluas maka penulis membatasi

permasalahan dalam penelitian, yaitu :

A. Kepuasan pernikahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini

ditandai dengan adanya hubungan persahabatan yang kuat dan

perasaan saling menyukai pribadi masing- masing, adanya

komitmen diantara pasangan, adanya persamaan dalam cara

menunjukkan kasih sayang kepada pasangan, dan penyesuaian

dalam hubungan seksual, serta adanya perasaan positif terhadap

pasangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lauer & Lauer, et.

al (dalam Baron & Byrne, 2005).

B. Kemampuan berkomunikasi dalam penelitian ini seperti yang

dikemukakan oleh Bochner & Kelly (dalam Joseph A.

DeVito,1997) adalah adanya keterbukaan, empati, sikap

mendukung, sikap positif, dan kesetaraan terhadap pasangan.

Karna adanya kesamaan antara aspek sikap mendukung dengan


8

sikap positif, maka peneliti memilih salah satu aspek yaitu aspek

sikap positif. Jadi pada variabel kemampuan berkomunikasi terdiri

dari 4 aspek, yaitu keterbukaan, empati, sikap positif, dan

kesetaraan.

C. Kemampuan memecahkan masalah dalam penelitian ini meliputi

kemampuan untuk menemukan fakta, menemukan masalah,

menemukan gagasan, menentukan solusi, menemukan

pelaksanaan/ penerimaan untuk melokasikan suatu solusi bagi

kontroversi yang terjadi, agar dapat diterima oleh semua pihak,

sebagaimana dikemukakan oleh Parnes (dalam Utami Munandar,

1999).

D. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai aspek- aspek yang

dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, maka peneliti

menambahkan aspek demografi seperti : usia saat menikah,

pendidikan terakhir saat menikah dan status pekerjaan.

D. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Pamulang, adapun

karakteristik subjek yang dijadikan responden dalam penelitian

ini memiliki dua karakteristik, yaitu:

1) Wanita yang menikah di usia 18 tahun, dan


2) Usia pernikahan subjek 5 tahun.
9

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disampaikan di atas, maka dapat

dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek empati dari variabel

kemampuan berkomunikasi kepuasan pernikahan?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek sikap positif dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek kesetaraan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan memecahkan masalah

terhadap kepuasan pernikahan?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek usia subjek saat menikah

terhadap kepuasan pernikahan?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek pendidikan terakhir saat

menikah terhadap kepuasan pernikahan?


10

9. Apakah ada pengaruh yang signifikan aspek status pekerjaan subjek

terhadap kepuasan pernikahan?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kemampuan berkomunikasi

dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan di usia remaja (usia dini).

1.3.2. Manfaat Penelitian

- Secara Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi berkembanganya Ilmu Pengetahuan khususnya bidang Ilmu Psikologi

Sosial dan Ilmu Psikologi Keluarga.

- Secara Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan

dapat menjadi bahan bacaan serta masukan, khususnya bagi penulis dan

masyarakat, sehingga dapat mengetahui dampak positif maupun dampak

negatif apabila kemampuan dalam memecahkan masalah dan kemampuan

berkomunikasi di dalam pernikahan tidak tercapai, yang lambat- laun

dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan khususnya pada pernikahan

dini.
11

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika di dalam penulisan laporan peneliitian ini adalah sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dipaparkan latar belakang permasalahan yang

menjadi topik bahasan penelitian, pembatasan serta perumusan

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab kajian teori dijelaskan variabel- variabel penelitian dan teori-

teori para ahli yang memiliki kesesuaian dengan tema penelitian, yaitu

tentang kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, kemampuan

memecahkan masalah serta kerangka berpikir di dalam laporan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab tiga memuat pendekatan yang digunakan dalam penelitian, instrumen

penelitian, teknik analisis data dan tahapan- tahapan dalam penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

Bab empat berisi hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis

terhadap penelitian tersebut berdasarkan data yang di peroleh dilapangan.


12

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Bab lima berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dillakukan,

diskusi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan saran bagi penelitian

selanjutnya.
13

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pernikahan

2.1.1. Pengertian pernikahan


Di dalam bab I UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, merumuskan pengertian

perkawinan atau pernikahan yaitu sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

( Hukum kekeluargaan nasional, 1991).

Duvall dan Miller (1985) menambahkan pendapatnya mengenai pernikahan,

bahwa pernikahan merupakan hubungan yang diketahui secara sosial antara

perempuan dan laki- laki yang berkaitan dengan hubungan seksual yang sah.

Ditinjau dari segi agama Islam pernikahan memiliki fungsi dan tujuan, salah

satunya adalah dapat melestarikan keturunan. Sebagaimana yang telah disiratkan

dalam Al-Quran surat An-Nisa: 1, Allah SWT berfirman :

Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah

menciptakan kamu dari jenis yang satu, dan dari padanya, Allah menciptakan

isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
14

perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan

(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

Mengawasi kamu. (Qurayis Shihab dalam Tafsir Al- Misbah)

Disinilah terlihat bahwa Allah SWT memberi sinyal dan tanda bahwa manusia

diciptakan oleh Allah untuk berpasang- pasangan dan dengan adanya pasangan

tersebut kita memiliki keturunan, yang diharapkan keturunan tersebut dapat

mempertahankan kelangsungan kehidupan berikutnya.

Menurut Bernard dalam Santrock (2002), pernikahan biasanya digambarkan

sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua

sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ketiga yang

baru.

Dari definisi- definisi yang dikemukakan di atas nampak bahwa pernikahan

adalah tempat pelegalan suatu hubungan antar dua manusia yang berlainan jenis

kelamin. Selain itu, pernikahan juga digunakan sebagai wahana bagi pembentukan

sebuah keluarga sakinah.


15

2.2. Kepuasan Pernikahan

2.2.1. Pengertian kepuasan pernikahan

Kepuasan pernikahan berasal dari kata kepuasan dan pernikahan. Kepuasan

(satisfaction) dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2006) diartikan sebagai

satu keadaan kesenangan dan kesejahteraan, disebabkan karena orang telah

mencapai satu tujuan atau sasaran. Sedangkan pernikahan menurut Duvall &

Miller (1985) adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang

ditujukan untuk melegalkan suatu hubungan, melegitimasi membesarkan anak,

dan membangun hubungan dalam perkembangan anak di antara sesama pasangan.

Seperti selayaknya berada dalam hubungan, tiap- tiap individu yang berada dalam

hubungan pernikahan juga menginginkan kepuasan di dalam hubungan mereka.

Kepuasan pernikahan ini tampaknya memiliki arti yang agak berbeda bagi suami

dan istri. Bagi suami, umumnya kepuasan pernikahan ini berarti terpenuhinya

perasaan dihargai, kesetiaan dan perjanjian terhadap masa depan dari hubungan

tersebut. Sedangkan bagi istri, kepuasan pernikahan berarti terpenuhinya rasa

aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya intimasi (Duvall & Miller,

1985).

Sedangkan menurut Weiss (dalam William M. Pinsof dan Jay L. Lebow, 2005)

mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan pengalaman yang

subjektif; perasaan yang kuat dan sebuah perilaku yang didasari atas faktor- faktor

antar individu yang dipengaruhi oleh kualitas interaksi di dalam pernikahan yang

dijalani.
16

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan merupakan

adanya suatu perasaan senang yang kuat yang disebabkan oleh tercapainya tujuan

yang dikehendaki oleh pasangan yang terikat dalam status pernikahan sebagai

simbol dari adanya rasa kasih sayang, kesetiaan, terbinanya intimasi, dan

keakraban emosional yang bersifat subjektif.

2.2.2. Faktor- Faktor Kepuasan Pernikahan

Baik suami ataupun istri dapat mengembangkan karakteristik atau faktor yang

dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kepuasan pernikahan (Duvall

& Miller, 1985). Faktor atau karakteristik yang mendatangkan kepuasan

pernikahan dibagi menjadi dua :

1. Karakteristik masa lalu (background characteristic)

a. Kebahagiaan dalam pernikahan orang tua

Kebahagiaan pada pernikahan orang tua merupakan salah satu

karakteristik yang mendukung terciptanya kepuasan pernikahan

yang tinggi. Pernikahan orang tua menjadi model dalam menjalani

kehidupan pernikahan anak.

b. Disiplin

Kedisplinan yang diterapkan oleh orang tua sejak kecil berada pada

tahap yang baik (adanya pemberian hukuman yang sesuai untuk

setiap kesalahan yang diperbuat, namun tidak membuat anak

merasa terancam).
17

c. Kedekatan

Adanya waktu yang cukup dan memadai untuk melakukan

pendekatan (saling mengenal antar pasangan) sebelum memasuki

pernikahan

d. Adanya pendidikan seks yang memadai dari orang tua

Pendidikan seks diberikan dalam porsi yang benar, dalam waktu

yang tepat.

e. Masa kanak- kanak

Rasa bahagia di masa kanak- kanak diperoleh melalui hubungan

anak dengan orang tua dan lingkungan sosialnya. Hubungan

dengan orang tua yang berjalan harmonis menimbulkan kelekatan

antara orang tua dengan anak, hal ini dapat mempermudah proses

penyesuaian diri mereka dalam kehidupan pernikahan.

f. Pendidikan

Untuk pendidikan formal minimal sampai pada tahap sekolah

menengah atas (SMA). Semakin tinggi pendidikan pasangan dalam

suatu pernikahan akan semakin mempermudah proses penyesuaian

diri mereka dalam kehidupan pernikahan.


18

2. Karakteristik masa kini (current characteristic)

a. Kehidupan seksual

Baik suami maupun istri saling menikmati kehidupan seksual yang

mereka jalani (hubungan seksual yang saling dinikmati oleh kedua

belah pihak).

b. Kepuasan terhadap tempat tinggal

Memiliki tempat tinggal yang relatif menetap (adanya tempat

tinggal yang relatif permanen) akan menimbulkan perasaan aman

bagi masing- masing pasangan, yang pada akhirnya akan

meminimalisasi timbulnya konflik dalam kehidupan pernikahan.

c. Pendapatan keluarga

Adanya pemasukan yang dapat mencukupi kebutuhan pokok

keluarga (penghasilan yang memadai), sehingga dapat

meminimalisasi timbulnya konflik dalam kehidupan pernikahan.

d. Tingkat kesetaraan

Tidak ada dominasi dari salah satu pasangan, baik suami maupun

istri (adanya persamaan antara suami istri (equalitarian), tidak ada

yang mendominasi pihak lain, keputusan dibuat bersama). Setiap

keputusan yang diambil dalam kehidupan pernikahan dilakukan


19

dengan kesepakatan yang setara antara suami dengan istri maupun

sebaliknya.

e. Komunikasi

Adanya komunikasi yang terbuka dan positif dari suami kepada

istri maupun sebaiknya (adanya keterbukaan, kebebasan

berkomunikasi antara kedua belah pihak secara emosional, sosial,

maupun seksual).

f. Kehidupan sosial

Keluarga memiliki kehidupan sosial yang menyenangkan (adanya

kebersamaan dalam kehidupan sosial). Misalnya ikut berpartisipasi

dalam kegiatan yang menjadi minat mereka, mempunyai teman

dan perkumpulan yang satu minat dengan mereka.

g. Ekspresi kasih sayang/ afeksi

Adanya ekspresi kasih sayang yang nyata dari suami maupun istri

(adanya keterbukaan dalam mengungkapkan afeksi antara suami

dan istri).

h. Kepercayaan

Adanya rasa saling dari suami kepada istri dan juga sebaliknya

(adanya saling percaya dan keyakinan antara kedua belah pihak).


20

Hal ini penting karena kecurigaan yang timbul diantara pasangan

dapat memicu konflik dalam kehidupan pernikahan.

Duvall dan Miller (1985) menambahkan bahwa diantara dua macam karakteristik

tersebut, karakteristik masa kini merupakan faktor yang lebih berpengaruh

terhadap tercapainya kepuasan pernikahan.

Hurlock (1980) menambahkan, bahwa ada empat faktor penunjang yang paling

umum dan paling penting bagi terwujudnya kepuasan pernikahan, yaitu melalui

penyesuaian antara lain:

a. Penyesuaian sosial terhadap pasangan

Penyesuaian hubungan interpersonal dalam pernikahan lebih sulit

dilakukan dari bentuk- bentuk hubungan sosial yang lain karena

banyaknya faktor yang mempengaruhi. Diantaranya adalah konsep

tentang pasangan ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar

belakang, adanya aktifitas atau hal tertentu yang menjadi minat kedua

belah pihak, kesamaan nilai- nilai yang dipegang, konsep tentang

peran, serta perubahan dalam pola hidup.

b. Penyesuaian seksual

Faktor- faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual antara lain

adalah sikap terhadap seks, pengalaman tentang seks di masa lalu,

keinginan atau gairah seksual, pengalaman melakukan hubungan seks


21

pra- nikah, sikap terhadap penggunaan alat- lat kontrasepsi, serta efek

dari vasektomi pada pria.

c. Penyesuaian keuangan

Ketersediaan maupun kekurangan uang mempunyai pengaruh terhadap

penyesuaian pernikahan yang harus dilakukan seseorang. Situasi

finansial bisa membahayakan penyesuaian pernikahan dalam dua area

penting. Pertama, jika istri mengharapkan suami untuk berbagai beban

kerja karena istri mulai mengalami burn out dalam mengurusi rumah

tangga. Kedua, jika ada keinginan untuk memiliki barang- barang

tertentu sebagai simbol kesuksesan, dan suami tidak mampu

memenuhinya.

d. Penyesuaian terhadap keluarga besar pasangan

Di dalam pernikahan, seseorang sekaligus juga mendapatkan sebuah

keluarga besar baru. Meskipun banyak yang mengidentifikasikan

pernikahan sebagai penyatuan dua individu, namun pada kenyataannya

pernikahan juga merupakan penyatuan dua keluarga secara menyeluruh

(Santrock, 2002). Faktor- faktor yang mempengaruhi penyesuaian

terhadap keluarga besar adalah adanya stereotype mengenai anggota

keluarga tertentu, keinginan akan independensi, kohesivitas keluarga,

mobilitas sosial, perawatan terhadap anggota keluarga yang lebih tua,

serta adanya tanggung jawab finansial terhadap keluarga.


22

Berdasarkan teori dari Duvall dan Miller (1985), Hurlock (1980), yang telah

diuraikan sebelumnya, maka peneliti akan menyimpulkan faktor- faktor yang

secara teoritis mempengaruhi kepuasan pernikahan :

1) Faktor personal

2) Faktor pemuasan kebutuhan psikologis melalui hubungan

interpersonal

3) Faktor anak

4) Faktor seksual

5) Faktor ekonomi/ finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal)

6) Faktor kebersamaan

7) Faktor interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik

8) Faktor hubungan dengan keluarga besar pasangan

9) Faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan

dalam pernikahan

10) Faktor peran


23

2.2.3. Indikator Kepuasan Pernikahan

Lauer et. al mengidentifikasi indikator kepuasan pernikahan (dalam Baron &

Byrne, 2005). Yaitu :

1. Komitmen (commitment)

a) Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang

Banyak orang yang menginginkan adanya seseorang yang mau

mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan tulus. Pernikahan

merupakan suatu ekspresi dari tipe dedikasi ini (Stinnet, dalam Turner &

Helms, 1987).

b) Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci

Ikatan pernikahan pada budaya kita dipandang sebagai ikatan yang

langgeng dan suci. Karena banyak pasangan suami istri mengabaikan

kebutuhan pribadinya, tetapi harus tetap mempertahankan kesatuan

hubungan suami istri. (Davidoff, 1991).

c) Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial

Pernikahan menyediakan persetujuan sosial dengan respect terhadap salah

satu kebutuhan, seperti kebutuhan seksual (Stinnet, dalam Turner &

Helms, 1987).
24

2. Persamaan (similarity)

a) Mempunyai persamaan tujuan

Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil pernikahan sering

membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap

tugas dan tanggung jawab pernikahan (Hurlock, 1980). Untuk itu,

memiliki persamaan tujuan penting dalam pernikahan.

b) Mempunyai persamaan dalam menunjukkan kasih sayang

Pernikahan yang baik dapat tercapai bila di dalam pernikahan terdapat

intimasi, dan adanya rasa saling menghargai dan pengekspresiannya serta

rasa saling menyayangi. Pada pasangan suami istri dibutuhkan adanya

sebuah karena kehangatan, karena perasaan yang dirasakan suami ataupun

istri berbeda. Keluhan umum yang disampaikan istri bahwa mereka

menginginkan kehangatan lebih banyak seperti halnya keterbukaan dari

suami mereka. Tetapi suami seringkali menganggap bahwa mereka sudah

terbuka dengan istri atau diduga mereka tidak mengerti apa yang

diinginkan istri mereka (Blumstein & Schwartz, dalam Santrock, 2002).

c) Mempunyai persamaan tentang kehidupan seksual

Kehidupan seksual merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam

pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan

ketidakbahagiaan pernikahan apabila kesepakatan ni tidak dapat dicapai

dengan memuaskan (Hurlock, 1980).


25

3. Persahabatan (friendship)

a) Menganggap pasangan sebagai teman baik

Pasangan dapat dianggap sebagai teman baik, yaitu dengan adanya kerja

sama dalam suatu hubungan yang bersifat sukarela (Ahmadi dalam Bayu

Ananta, 2009).

b) Menyukai pribadi pasangan

Dalam pernikahan, kecendrungan seseorang memilih pasangan yang

memiliki kesamaan. Kita cenderung menyukai orang yang memiliki

kesamaan sikap, minat, latar belakang, termasuk kepribadiaan yang sama

dengan kita (Sears, et.al., dalam Bayu Ananta, 2009). Namun kesamaan

bukanlah segalanya. Ditemukan juga bahwa disposisi kepribadian yang

spesifik berkaitan dengan keberhasilan pernikahan. Kebutuhan- kebutuhan

tertentu dari seseorang dapat dipenuhi secara baik bukan dari pasangan

yang serupa, tetapi oleh seseorang yang dapat memuaskan kebutuhan-

kebutuhan tersebut (Baron & Byrne, 2005).

4. Perasaan positif (positive feeling)

a) Merasa pasangan menjadi lebih menarik

Cinta merupakan salah satu bentuk terpenting dari ketertarikkan antar

pribadi. Hubungan cinta ini juga mendasari berlangsungnya pernikahan

(Ahmadi dalam Bayu Ananta, 2009).


26

b) Merasakan kebahagiaan bersama pasangan

Adanya kebahagiaan dalam berbagai fase kehidupan sangatlah penting

bagi setiap orang. Banyak orang mengharapkan pernikahannya sebagai

sumber kebahagiaan. Namun, harus disadari bahwa kebahagiaan tidak

terletak pada institusi pernikahan, melainkan pada orang- orang yang

menjalaninya dan hal tersebut tergantung pada cara mereka berinteraksi di

dalam hubungan tersebut. Wanita yang menikah melaporkan mendapatkan

kebahagiaan lebih tinggi dibanding wanita yang masih sendiri. Tetapi,

pada sisi lain mereka juga mengeluh ketidakbahagiaan yang lebih dalam

pernikahan dibandingkan para suami mereka (Atwater, 1985).

c) Merasa bangga akan prestasi pasangan

Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi

kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila orang dewasa

perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia,

pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan

tersebut (Hurlock, 1980).


27

2.3. Kemampuan Berkomunikasi

2.3.1. Pengertian kemampuan berkomunikasi

Carl Hovland, Janis dan Kelley (dalam Yulia S. Gunarsa, 2009), menyatakan

bahwa komunikasi adalah suatu proses seseorang (komunikator) menyampaikan

stimulus (biasanya dalam bentuk kata- kata) dengan tujuan mengubah bentuk

perilaku seseorang. Kata atau istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris

Communication, berasal dari Bahasa Latin Communicatus atau

Communicatio atau Communicare yang berarti berbagi atau menjadi milik

bersama. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu

pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.

Raymond S. Ross, 1974 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2004) mendefinisikan

komunikasi adalah sebagai suatu proses transaksional yang meliputi pemisahan,

dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, sehingga dapat membantu orang

lain untuk mengeluarkan respon yang dirasakan oleh individu.

Kincaid (dalam Erliana Hasan, 2005) mengemukakan, komunikasi adalah proses

saling berbagi atau menggunakan informasi secara bersama dan pertalian antara

para peserta dalam proses informasi.

Brent D. Ruben (dalam Arni Muhammad, 2008) memberikan definisi mengenai

komunikasi sebagai suatu proses dimana dalam hubungan antara individu dengan

masyarakat, hubungan dengan kelompoknya yang mana di dalamnya dapat

menciptakan, mengirim, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi

lingkungannya dengan orang lain.


28

Izzatul Jannah (2008) menambahkan bahwa komunikasi merupakan sebuah proses

yang sangat kompleks, sebab tidak hanya berwujud kata- kata, tetapi berbentuk

gesture, mimik wajah, tekanan kalimat, tatapan mata, perasaan, pengalaman,

ingatan, dan masih banyak lagi.

Johnson (dalam Supratiknya, 1995) mendefinisikan komunikasi adalah sebagai

pesan yang dikirimkan secara verbal maupun non verbal kepada satu penerima

atau lebih penerima dengan maksud untuk mempengaruhi tingkah laku si

penerima.

Wikrama Iryans Abidin mendefinisikan kemampuan berkomunikasi adalah

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengemas ide, gagasan atau pesan

kepada orang lain secara efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan berkomunikasi adalah suatu kemampuan

yang dimiliki seseorang untuk memproses pertukaran informasi yang sangat

kompleks diantara individu baik secara verbal dan non verbal melalui gesture,

simbol, gambar, kata- kata, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

2.3.2. Proses berkomunikasi

Robbins (dalam Erliana Hasan, 2005), yang mengukapkan bahwa komunikasi

sebagai suatu proses, dapat juga diamati mulai dari karaketristik sumber. Sebelum

komunikai terjadi dapat diungkapkan suatu maksud sebagai pesan untuk di

sampaikan. Maksud itu bergerak antara suatu sumber (pengirim) dan penerima.

Kemudian pesan itu dikodekan atau diubah ke dalam bentuk simbolik dan

diteruskan oleh suatu medium (saluran) kepada penerima, yang menguraikan kode
29

(pengkodean) dengan diawali oleh pengirim. Hasilnya adalah suatu transfer

makna dari satu orang ke orang lain. Untuk jelasnya proses komunikasi tersebut

dapat di gambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1
Pesan

Sumber Pengkodean Saluran Pengkodean Penerima

Ya/ Tidak/ Persepsi

Pesan

2.3.3. Tujuan komunikasi

Manusia berkomunikasi dengan sesamanya karena memiliki tujuan tertentu.

Joseph A. DeVito (1997), menyatakan bahwa ada lima tujuan komunikasi, yaitu:

1. Untuk menenemukan diri

Maksud utama dari menemukan diri dalam komunikasi adalah ketika

seseorang berkomunikasi dengan orang lain sebenarnya ia sedang belajar

mengenai dirinya dan teman bicaranya, dengan berbicara mengenai dirinya

kepada orang lain ia akan memperoleh umpan balik yang berharga atas

perasaan, pikiran, dan tingkah laku.


30

2. Untuk bermain

Maksud utama dari bermain dalam komunikasi adalah menggunakan

komunikasi untuk bermain karena memiliki motif kesenangan, hiburan,

dan istirahat atau santai dengan maksud membuatnya merasa lepas dari

tekanan dan tanggung jawab.

3. Untuk berhubungan dengan orang lain

Maksud utama dari berhubungan dengan orang lain dalam komunikasi

adalah motivasi berkomunikasi untuk memelihara hubungan interpersonal

yang hangat dan akrab, karena setiap orang ingin merasa dicintai dan

mencintai orang lain. Sebaliknya komunikasi bisa digunakan untuk

menjauhi orang lain, berargumentasi dan berselisih dengan teman bahkan

untuk memutuskan suatu hubungan.

4. Untuk menolong

Maksud utama dari menolong dalam komunikasi adalah biasa dilakukan

oleh terapis, konselor, guru, orangtua, dan teman. Seseorang menjadikan

komunikasi untuk menolong ketika memberikan saran, mengekspresikan

empati, memecahkan suatu masalah, atau mendengar dengan penuh

perhatian kepada seorang pembicara.

5. Untuk mempengaruhi

Maksud utama dari mempengaruhi dalam komunikasi adalah sebagian

kecil komunikasi digunakan seseorang untuk mempengaruhi perubahan

sikap atau tingkah laku seseorang. Misalnya, seorang istri menganjurkan


31

kepada suaminya untuk membeli rumah yang dianggapnya bagus dan

menarik, atau membujuk anaknya untuk menyanyikan sebuah lagu.

2.3.4. Indikator Kemampuan Berkomunikasi

Menurut Bochner & Kelly mengidentifikasi indikator kemampuan berkomunikasi

dalam rangka menciptakan komunikasi yang baik dan efektif ( dalam Joseph A.

DeVito, 1997 ), yaitu sebagai berikut :

1. Keterbukaan

Sedikitnya ada 3 aspek dari komunikasi antarpribadi, yaitu :

a) Adanya keterbukaan komunikator kepada orang yang diajak

berinteraksi. Adanya kesediaan untuk membuka diri,

mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan antara

komunikator dengan orang yang diajak berinteraksi.

b) Kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap

stimulus yang datang. Komunikator memperlihatkan

keterbukaannya, dengan cara bereaksi secara spontan terhadap

orang lain.

c) Kepemilikkan perasaan dan pikiran. Keterbukaan dalam hal ini

adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang disampaikan

adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.

Cara baik untuk menyatakan tanggungjawab adalah dengan pesan

yang menggunakan kata Saya.


32

2. Empati

Henry Backrack (dalam Joseph A. DeVito, 1997) mendefinisikan

empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang

sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu. Orang yang

berempatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,

perasaan dan sikap, serta harapan dan keinginan untuk masa yang akan

datang.

3. Sikap mendukung

Memperlihatkan sikap mendukung berwujud dalam bentuk :

a) Deskriptif. Dalam hal berkomunikasi deskriptif membantu

terciptanya sikap mendukung, tidak merasakan adanya suatu

kejadian sebagai suatu ancaman (anda tampaknya marah kepada

saya).

b) Spontanitas. Seseorang yang berkomunikasi secara spontan dan

terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya

bereaksi dengan cara yang sama (terus terang dan terbuka).

c) Provisionalisme. Arti dari provisional adalah bersikap tentatif dan

berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang

berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan

mengharuskan.
33

4. Sikap positif

Sikap positif dalam berkomunikasi sedikitnya dapat digolongkan

dalam 2 cara, yaitu :

a) Sikap. Menunjukkan sikap dan perasaan positif dalam situasi

komunikasi pada umumnya sangat penting, karena komunikasi

akan terjadi secara efektif. Sedangkan sikap negatif dapat membuat

orang merasa terganggu dan komunikasi dengan segera akan

terputus.

b) Dorongan. Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan

pentingnya orang lain. Dorongan positif umumnya berbentuk

pujian atau penghargaan. Sedangkan dorongan negatif bersifat

menghukum dan menimbulkan kebencian.

5. Kesetaraan

Kesetaraan memiliki arti, yaitu adanya pengakuan secara diam- diam

bahwa kedua pihak sama- sama bernilai dan berharga. Selain itu Carl

Rogers (dalam Joseph A. DeVito, 1997) mendefinisikan kesetaraan

sebagai suatu bentuk penghargaan tak bersyarat kepada orang lain.


34

2.4. Kemampuan Memecahan Masalah

2.4.1. Pengertian Kemampuan Memecahkan Masalah

Solso, Otto H. Maclin & Kimberly Maclin (2007) pemecahan masalah merupakan

suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau

jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.

Menurut Bedel & Lennox, 1994 (dalam Anasatasia Retno Ayu, 2006), Problem

solving adalah proses yang dapat membantu seseorang untuk menemukan apa

yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling

efektif.

Menurut Harold J. Leavitt (1978) menambahkan bahwa, pememecahan masalah

adalah sebagai suatu proses seleksi dan proses pengambilan keputusan dan proses

mencari untuk mengetahui awal dari sebuah permasalahan.

Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan

(decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari

sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan keputusan yang

tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang

dilakukan.

Suharnan (2005) mengemukakan bahwa masalah seringkali disebut sebagai

kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau kesenjangan. Secara umum

dan beberapa ahli psikologi kognitif seperti Anderson (1980). Evans (1991),

Hayers (1978), dan Ellis&Hunt (1993) sepakat bahwa masalah merupakan suatu
35

kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan

yang diinginginkan (Suharnan, 2005).

Sedangkan, Wikipedia Dictionary mengartikan sebuah masalah sebagai berikut:


A problem is an issue or obstacle which makes it difficult to achieve a desired
goal, objective or purpose. It refers to a situation, condition, or issue that is yet
undersolved. In a broad sense, a problem exists when an individual becomes
aware of a significant difference between what actually is and what is desired.

Dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan suatu hambatan atau rintangan

yang dihadapi individu dalam mencapai suatu tujuan. Suatu masalah terjadi ketika

individu menyadari bahwa keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan harapan-

harapannya.

Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang

dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang

sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari- hari.

Pada saat menghadapi suatu masalah, seseorang biasanya terpacu untuk

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Proses pemecahan masalah

yang dilakukan oleh setiap individu tentulah berbeda- beda, tergantung dari pola

pikir yang dimiliki, jenis masalah yang dihadapi, ataupun faktor dari luar yang

mempengaruhi (seperti saran yang diberikan oleh orang lain, pengalaman yang

dialami oleh orang lain, dan sebagainya).

Sedangkan menurut Chaplin (2006), pemecahan masalah diartikan sebagai proses

yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif-

alternatif jawaban yang mengarah kepada suatu sasaran atau ke arah pemecahan

ideal.
36

Dean G Pruitt & Jeffrey Z. Rubin (1986) menambahkan bahwa kemampuan

memecahkan masalah adalah kemampuan yang dilakukan untuk melokasikan

suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, yang dapat diterima oleh semua pihak.

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah sebuah

kemampuan dimana adanya suatu usaha untuk menemukan solusi bagi

permasalahan yang terjadi, yang mengarah kepada suatu pencapaian tujuan yang

diinginkan.

2.4.2. Proses memecahkan masalah

Secara visual suatu masalah melibatkan paling sedikit tiga komponen yaitu:

keadaan sekarang, keadaan atau tujuan yang diinginkan, dan prosedur yang akan

ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Terdapat beberapa proses atau

tahapan yang harus ditempuh guna memecahkan suatu masalah (Ellis & Hunt,

dalam Suharnan, 2005) yaitu :

a. Pemahaman masalah

b. Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan masalah dan

memilih salah satu hipotesis tersebut

c. Menguji hipotesis yang dipilih dan mengevaluasi hasilnya.

Ketiga langkah pokok ini dalam proses pemecahan masalah adakalanya dapat

memerluka waktu berhari- hari, minggu dan bahkan bulan, baru dapat diperoleh

metode pemecahan. Glass dan Holyoak (dalam Suharnan, 2005) mengusulkan

alur pemecahan masalah, sebagai berikut:


37

Gambar 2.2

Alur pemecahan masalah

1. Membentuk
representasi masalah

2. merencanakan
pemecahan

Kembali ke tahap 2
setelah berhenti 3. pelaksanaan
sejenak dan evaluasi

4. masalah
selesai

Ket :

: Jika gagal

: Jika berhasil

Pada dasarnya semua proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh individu,

mempunyai gambaran yang seragam, pada awalnya individu menemukan atau

menghadapi suatu hal yang menantang, kemudian mengatasinya, mengatasi

hambatan- hambatan yang muncul dalam proses pemecahan masalah tersebut, dan

kemudian mengevaluasinya. Cara ini bukanlah suatu hal yang kaku. Dan keadaan

tertentu, langkah- langkah tersebut dapat ditiadakan atau bahkan muncul secara

tidak beraturan dan harus diulang- ulang.


38

Sebagai tambahan, sebelum mengarah ke proses pemecahan masalah, sangatlah

penting untuk memahami terlebih dahulu awal mula sebelum terjadinya sebuah

masalah. Seperti yang dijelaskan oleh Pickering dalam bukunya How to Manage

Conflict (2001), agar dapat menangani permasalahan secara efektif, diperlukan

peningkatan penguasaan, anatara lain dalam :

a. Memahami faktor- faktor munculnya suatu permasalahan.

b. Cara untuk mengatasi konflik dan pandai bermusyawarah dalam

menghadapi berbagai jenis permasalahan.

c. Mengembangkan cara- cara dan sistem pribadi untuk mengatasi

ketegangan dan tekanan.

Parnes (dalam Utami Munandar, 1999) mengembangkan proses pemecahan

masalah secara kreatif. Proses ini mempunyai lima langkah :

a. Tahap menemukan fakta

Pada tahap ini akan didahului dengan ungkapan pikiran dan perasaan

mengenai masalah yang dirasakan sebagai pengganggu, tetapi masalah

tersebut masih terlihat belum jelas. Untuk mengetahui lebih jelas

masalah yang sedang dihadapi dapat dimulai dengan memunculkan

pertanyaan : Masalah apa yang sebenarnya sedang saya hadapi?

setelah dapat melihat jelas masalah apa yang sedang dihadapinya,

dapat diteruskan dengan mendaftar semua fakta yang diketahui

mengenai masalah yang sedang dihadapi, dapat diteruskan dengan

mendaftar semua fakta yang diketahui mengenai masalah yang ingin


39

dipecahkan dan menemukan data baru yang diperlukan untuk

memecahkan msalah yang sedang dihadapi.

b. Tahap menemukan masalah

Pada tahap ini diusahakan untuk memunculkan pertanyaan : Dengan

cara- cara apa saya dapat memecahkan masalah yang sedang saya

hadapi?. dengan munculnya pertanyaan tadi dapat memunculkan

gagasan atau ide baru untuk mencari cara bagaimana memecahkan

masalah yang sedang dihadapi. Setelah itu diharapkan individu dapat

mengembangkan dan menemukan bagian- bagian dari masalah yang

sedang dihadapi llau merumuskan kembali (Redifinition) masalah

yang sedang dihadapi. Selain itu juga masalah disederhanakan atau

dipersempit.

c. Tahap menemukan gagasan

Pada tahap ini diusahakan untuk mengembangkan gagasan pemecahan

masalah sebanyak mungkin. Salah satu cara untuk mengembangkan

gagasan adalah dengan cara sumbang saran (Brainstorming). Dari

sumbang saran yang dilakukan biasanya dilakukan oleh kelompok

kecil, tetapi tetap dapat dilakukan sendiri oleh individu.

d. Tahap menentukan solusi

Pada tahap ini individu dapat menyeleksi gagasan- gagasan yang telah

dihasilkan sebelumnya berdasarkan kriteria evaluasi (misalnya


40

berdasarkan waktu, biaya dan tenaga yang diperlukan untuk

melaksanakan gagasan tersebut) yang mempunyai hubungan dengan

masalah yang sedang dihadapi. Setiap gagasan dapat dinilai

berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Untuk kriteria

yang dianggap penting dapat diberi bobot penilaian. Penilaian dapat

dilakukan dengan memberi angka, kata atau huruf.

e. Tahap penerimaan/ pelaksanaan

Pada tahap akhir ini individu yang telah memilih satu gagasan yang

telah diseleksi dan mengambil gagasan tersebut sebagai suatu

keputusan untuk solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapinya

dan diharapkan untuk menerima dan menjalankan gagasan tersebut,

sehingga masalah yang sedang dihadapinya dapat dipecahkan.

Sebagai upaya pemecahan masalah Lubis (2005), menambahkan ada beberapa

proses dalam menyelesaiakan masalah rumah tangga yang dapat diselesaikan

tanpa harus menimbulkan konflik atau pertengkaran., diantaranya:

a. Tenangkan diri dan introspeksi. Begitu merasa ada masalah, sebelum

mengambil keputusan dan tindakan lanjutan, berhentilah sejenak

sebagai langkah awal untuk menata emosi, agar hati menjadi tenang.

b. Komunikasikan segera. Bila masalah yang muncul masih dianggap

cukup mengganggu, sebaiknya jangan menunggu hingga berlarut-

larut, apalagi sampai meninggikan ego. Mengungkapkan masalah

yang sedang dihadapi adalah dengan cara mengkomunikasikannya


41

secara efektif. Yang dimaksud dengan komunikasi yang efektif adalah

dengan tidak tergantung pada mengapa dan bagaimana

menyampaikannya. Menggunakan bahasa komunikasi yang sama

dengan pasangan, membuat pesan yang disampaikan dapat dipahami

sepenuhnya oleh masing- masing pasangan.

c. Cari penengah yang terpercaya. Adakalanya permasalahan suami istri

sudah semakin jauh sehingga sulit untuk diperbaiki. Dalam situasi

seperti ini diperlukan seorang penengah yang bisa bersikap netral,

misalnya orang tua, mertua, Ustadz, BP4 (Badan Penasihatan

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) atau psikolog. Tetapi sebelum

kita meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalah,

sebaiknya masalah itu diselesaikan dulu sendiri.

d. Mengalah untuk menang. Sangatlah wajar jika dalam sebuah

permasalahan masing- masing pihak merasa paling benar, dan

karenanya dirinya harus memperoleh kemenangan. Oleh karena itu,

kelanggengan pernikahan sangat dipengaruhi oleh banyaknya toleransi

yang terbangun antara suami istri, yang kadang- kadang diartikan

sebagai mengalah. Memilih mengalah jelas tidak akan menjadi

masalah, bila diambil untuk memperoleh kebaikan, karena dengan

bertoleransi kita sadar bahwa apa yang kita harapakan tidak selalu sama

dengan apa yang kita terima.


42

Singgih D. Gunarsa dalam bukunya Psikologi Untuk Keluarga (2007),

menambahkan beberapa cara yang perlu diingat dalam usaha untuk mengurangi

sumber permasalahan di dalam keluarga, antara lain :

a. Mencari tahu. Bila timbul pertengkaran, usahakan mencari sebab mengapa

peristiwa tersebut telah menimbulkan pertengkaran.

b. Kemampuan dalam memahami pasangan. Bila telah ditemukan penyebab

pertengkaran, selama pihak suami atau istri sedang mengemukakan sebab-

sebab kesalahannya, usahakanlah (suami atau istri) mendengarkan dengan

tenang dan sabar.

c. Kejujuran. Pikirkan dengan sejujurnya arti munculnya perstiwa tersebut,

tanpa memberikan alasan- alasan untuk menutupi atau membenarkan diri

sendiri.

d. Apabila ternyata peristiwa tersebut tidak berarti, maka dapat diselesaikan.

Tetapi bila peristiwa tersebut sangat berarti, maka perlu pemikiran yang

lebih mendalam bahkan kemungkinan perlunya bantuan orang lain untk

mengatasinya.

e. Dalam usaha penyelesaian persoalan maka pemikiran harus dipusatkan dan

ditujukan ke pemecahan masalah, agar tidak menyimpang dan mencari

kekurangan- kekurangan dan kesalahan masing- masing. Hindarkan

sedapat- dapatnya ucapan- ucapan yang mungkin mengandung sindiran

atau yang sangat peka dirasakan pihak yang lain.

f. Penyelesaian masalah. Usahakan penyelesaian masalah secara konstruktif

dengan dasar kasih sayang. Kasih sayang yang disalurkan melalui

keinginan untuk membantu suami atau istri agar dapat membuatnya


43

merasa dirinya lebih kuat, lebih aman dengan menjauhkan diri dari

ucapan- ucapan dan tindakan- tindakan yang mungkin dapat menimbulkan

rasa malu.

g. Akhirnya berpedomanlah pada dasar bahwa: Kasih sayang berarti

panjang sabar. Kesabaran yang telah terlatih sejak sebelum pernikahan,

harus dibina terus sesudah menikah. Dengan kesabaran dan porsi toleransi

yang makin besar, maka kekurangan- kekurangan dan perbedaan-

perbedaan tidak dianggap sebagai sumber persoalan lagi dan masalah-

masalah pun akan berkurang.

Selain itu menurut Vuchinich (1987), permasalahan dalam keluarga dapat

diselesaikan dengan beberapa cara, sebagai berikut :

a. Submission, salah satu orang di dalam keluarga yang memiliki

permasalahan memberikan masukkan berupa persetujuan kepada

pasangannya.

b. Compromise, perdebatan di dalam keluarga memberikan sedikit dan

menemukan jalan tengah agar keduanya dapat menerimanya.

c. Standoff, memberhentikan masalah tanpa resolusi berupa menyetujui yang

tidak disetujui.

d. Withdrawal, permasalahan di dalam keluarga dapat mengacaukan adalah

efek yang negatif, tidak seperti 3 metode sebelumnya, keluarga tidak

mampu untuk mengalihkan kegiatan yang lain dengan mudah.


44

Dengan teratasinya permasalahan- permasalahan, maka usaha penyesuaian diri

dapat terus dilakukan dari hari ke hari untuk mencapai rumah tangga yang sesuai

dengan harapan (sakinah, mawaddah, warahmah).

2.5. Kerangka Berpikir

Pada umumnya wanita yang belum menikah menginginkan adanya sebuah

pernikahan. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang suci yang mengikat seorang

laki- laki dengan seorang wanita sebagai pasangannya dan menjadi ikatan suami-

istri untuk membentuk sebuah sistem keluarga secara keseluruhan untuk mencapai

keluarga yang penuh kasih sayang dengan adanya tanggungjawab yang sesuai,

pembagian tugas, terpenuhinya hubungan seksual, pengakuan sosial dan

pengesahan untuk memiliki anak.

Agar dapat tercapainya tujuan- tujuan di dalam pernikahan dan dapat membentuk

keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, maka dibutuhkan adanya

komitmen, persamaan, persahabatan, dan perasaan positif. Aspek tersebut dapat

melahirkan sebuah kepuasan di dalam pernikahan antar pasangan suami istri.

Karena di dalam pernikahan selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang

mendalam, kesediaan untuk saling menerima pasangannya masing- masing, maka

dibutuhkan penyesuaian terhadap pasangannya.

Namun dalam perjalanannya, kehidupan pernikahan sering didera oleh masalah-

masalah yang kerap kali mengganggu keharmonisan rumah tangga. Dapat

dibayangkan sulitnya dua manusia yang berbeda dapat menyatu dengan harmonis

dan memperoleh kepuasan dalam ikatan pernikahan, karena banyaknya faktor


45

yang mempengaruhi hubungan yang harmonis diantara pasangan suami- istri, baik

dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari luar.

Dalam hal ini, pasangan suami istri harus memiliki kemampuan dalam

mengkomunikasikan permasalahan yang muncul di dalam pernikahannya dengan

intens. Karena, komunikasi yang kurang efektif dapat memunculkan

permasalahan di dalam sebuah hubungan. Maka keterbukaan, empati, sikap

mendukung, sikap positif, dan kesetaraan terhadap pasangan merupakan aspek-

aspek berkomunikasi yang dibutuhkan pasangan suami- istri.

Namun, tidak hanya sampai pada komunikasi yang efektif saja yang dapat

menyelesaikan masalaha. Dibutuhkan pula proses memecahkan masalah secara

kreatif, diantaranya: menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan

gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan.

Menurut Dean G. Pruitt & Jeffrey Z. Rubin (1986) kemampuan memecahkan

masalah adalah kemampuan dalam melokasikan suatu solusi bagi pertentangan

yang timbul, yang dapat diterima oleh semua pihak.

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui faktor lain yang memberikan pengaruh

terhadap kepuasan pernikahan. Maka peneliti menambahkan aspek demografi,

seperti : usia saat menikah, pendidikan terakhir saat menikah, dan status

pekerjaan subjek.

Dapat diduga bahwa apabila wanita yang menikah dini memiliki kemampuan

berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah yang baik dengan

pasangan akan dapat merasakan kepuasan dalam pernikahan, sedangkan apabila


46

wanita yang menikah dini kurang memiliki kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah dengan pasangan, maka kepuasan

pernikahannya akan berkurang. Namun demikian dugaan ini masih perlu

dibuktikan.

Gambar 2.3
BAGAN KERANGKA BERPIKIR

KEMAMPUAN
BERKOMUNIKASI (X1)

a. Keterbukaan,

b. Empati,

c. Sikap mendukung

d. Sikap positif

e. Kesetaraan.

KEMAMPUAN
MEMECAHKAN MASALAH
(X2) KEPUASAN
menemukan fakta, PERNIKAHAN
menemukan masalah, (Y)
menemukan gagasan,

menemukan solusi, dan

ASPEK DEMOGRAFI

a. Usia subjek saat menikah

b. Pendidikan terakhir subjek


saat menikah

c. Status pekerjaan subjek


47

2.6. HIPOTESIS

Ha : Ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan

wanita yang melakukan pernikahan dini

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan

wanita yang melakukan pernikahan dini

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ho1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan aspek empati dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ho2 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek empati dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini


48

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan aspek sikap positif dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ho3 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek sikap positif dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan aspek kesetaraan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ho4 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek kesetaraan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan wanita

yang melakukan pernikahan dini

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan kemampuan memecahkan masalah

terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan

dini

Ho5 : Tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan memecahkan

masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan

pernikahan dini

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan aspek usia saat menikah terhadap

kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini


49

Ho6 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek usia saat menikah

terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan

dini

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan aspek pendidikan terakhir saat

menikah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan

pernikahan dini

Ho7 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek pendidikan terakhir saat

menikah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan

pernikahan dini

Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan aspek status pekerjaan subjek

terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan

dini

Ho8 : Tidak ada pengaruh yang signifikan aspek status pekerjaan subjek

terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan

dini
50

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas mengenai pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi

konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengambilan

sampel, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh kemampuan berkomunikasi

dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan pada wanita

yang menikah dini, sehingga dalam penelitian digunakan pendekatan kuantitatif,

dimana penelitian ini menekankan analisisnya pada data- data numerikal (angka)

yang diolah dengan statistika.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Penelitian

korelasional (dalam Sevilla, 1993) yaitu penelitian yang dirancang untuk

menentukan tingkat hubungan variabel- variabel yang berbeda dalam suatu

populasi.

Melalui penelitian ini dapat memastikan berapa besar yang disebabkan oleh suatu

variabel dalam hubungannya dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain.
51

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Identifikasi Variabel

Menurut Kerlinger (2006), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya

kita melekatkan bilangan atau nilai yaitu variabel bebas (independent variable)

dan terikat (dependent variable), dalam penelitian ini variabel- variabelnya adalah:

Variabel Independent 1 (X1) : Kemampuan berkomunikasi

Variabel Independent 2 (X2) : Kemampuan memecahkan masalah

Variabel Dependent (Y) : Kepuasan pernikahan

3.2.2. Definisi Konseptual

Kepuasan Menikah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah adanya

hubungan persahabatan yang kuat dan perasaan saling menyukai pribadi masing-

masing, adanya komitmen diantara pasangan, adanya persamaan dalam cara

menunjukkan kasih sayang kepada pasangan, dan penyesuaian dalam hubungan

seksual, serta adanya perasaan positif terhadap pasangan, sebagaimana

dikemukakan oleh Lauer & Lauer, et. al (dalam Baron & Byrne, 2005).

Kemampuan Berkomunikasi dalam penelitian ini adalah adanya keterbukaan,

empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan terhadap pasangan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bochner & Kelly ( dalam Joseph A.

DeVito, 1997 ).
52

Kemampuan memecahkan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan

untuk menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menentukan

solusi, menemukan penerimaan untuk melokasikan suatu solusi bagi kontroversi

yang terjadi, agar dapat diterima oleh semua pihak, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Parnes (dalam Utami Munandar, 1999).

3.2.3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel kepuasan pernikahan adalah skor yang diperoleh

melalui alat ukur skala kepuasan pernikahan dengan aspek- aspek sebagai berikut:

1. Komitmen (commitment),

2. Persamaan (similarity),

3. Persahabatan (friendship), dan

4. Perasaan positif (positive feeling).

Definisi operasional variabel kemampuan berkomunikasi adalah skor yang

diperoleh melalui alat ukur skala kemampuan berkomunikasi dengan aspek- aspek

sebagai berikut :

1. Keterbukaan, 3. Sikap positif, dan

2. Empati, 4. Kesetaraan.

Definisi operasional variabel kemampuan memecahkan masalah adalah skor yang

diperoleh melalui alat ukur skala kemampuan memecahkan masalah dengan

aspek- aspek sebagai berikut :


53

1. Menemukan fakta, 4. Menentukan solusi, dan

2. Menemukan masalah, 5. Menemukan penerimaan.

3. Menemukan gagasan,

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang menikah di usia 18 tahun,

dengan usia pernikahan subjek 5 tahun dan berdomisili di wilayah Kecamatan

Pamulang. Adapun jumlah populasi wanita yang menikah pada usia 18 tahun

tidak diketahui, karena KUA Pamulang hanya memiliki data wanita yang menikah

pada usia 20 tahun, selain itu tidak semua populasi sudah menjalani pernikahan

5 tahun. Sehingga tidak semua populasi berkesempatan menjadi sampel

penelitian.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan

teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling. Teknik sampling berguna

agar: 1) mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili

populasinya (representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat

dipertanggung jawabkan, 2) lebih teliti menghitung yang sedikit daripada yang

banyak, 3) menghemat waktu, tenaga, biaya, dan lain sebagainya.

Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan

oleh Gay, bahwa untuk penelitian korelasi diambil dari 30 subjek atau lebih
54

(Sevilla, 1993). Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) ukuran sampel dalam

penelitian deskriptif korelasional adalah 30 subjek. Peneliti mengambil sampel

sebanyak 80 subjek (40 orang try out dan 40 orang field tes) karena untuk

menganalisa data penetapan sampel yang lebih besar mengurangi bias yang timbul

dibandingkan dengan menggunakan sampel dalam jumlah sedikit.

3.3.3. Teknik pengambilan sampel

Untuk menghemat waktu dan keterbatasan data wanita yang menikah 18 tahun,

maka dalam penelitian peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah teknik sampling secara non-probability sampling yaitu dengan

teknik accidental sampling. Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (2009)

bahwa teknik accidental sampling adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan

secara kebetulan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang

atau benda yang kebetulan ada atau dijumpai.

3.4. Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian

3.4.1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data data dalam penelitian ini penulis menggunakan skala

kemampuan berkomunikasi, skala kemampuan memecahkan masalah dan skala

kepuasan pernikahan. Ketiga skala ini menggunakan alat tes Skala Likert atau

dikenal juga dengan The Method of Summated Rating, dengan variasi jawaban

sebanyak empat (4) pilihan, yaitu : sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat

tidak sesuai. Adapun skor untuk masing- masing pilihan jawaban pada tabel 3.1 :
55

Tabel 3. 1
Skor Pernyataan

Pernyataan Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai Sangat tidak


sesuai
(SS) (S) (TS)
(STS)

Favorebel 4 3 2 1

Unfavorebel 1 2 3 4

1. Skala Kepuasan Pernikahan

Pada skala kepuasan pernikahan ini, peneliti akan membuat pernyataan-

pernyataan yang berkaitan dengan 4 aspek kepuasan pernikahan, yaitu :

persahabatan, komitmen, persamaan, dan perasaan positif.

Dalam skala ini, pernyataan- pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari

2 jenis pernyataan, yaitu : pernyataan favorable dan unfavoreble dan

jumlah aitem yang digunakan sebanyak 52 aitem. Adapun blue print skala

kepuasan pernikahan dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2
Blue print kepuasan pernikahan

NO ASPEK INDIKATOR FAV UNFAV JML

1. Menganggap 7, 14 17
pasangan
sebagai teman
baik
2, 12, 18, 26, 35, 45
Persahabatan Menyukai
9
pribadi
pasangan
56

2. Menganggap 11, 19 29, 37


pernikahan
sebagai
komitmen
jangka panjang
Komitmen 12
21, 52 1, 25
Menganggap
pernikahan
sebagai sesuatu
yang suci

Menganggap 4, 20 13, 27
suatu
pernikahan
penting sebagai
stabilitas sosial

3. Mempunyai 43, 50 3, 23, 30


Persamaan persamaan
tujuan 17

Mempunyai 33, 39, 48 8, 22, 28


persamaan
dalam
menunjukkan
kasih saying

Mempunyai 24, 38, 51 5, 32, 36


persamaan
tentang
kehidupan
seksual

4. Merasa 41, 47 6, 16 14
Perasaan pasangan
positif menjadi lebih
menarik

Merasakan 10, 15, 34 40, 46, 49


kebahagiaan
bersama
pasangan

Merasa bangga
akan prestasi 31, 44 9, 42
pasangan

Jumlah 26 26 52
57

2. Skala Kemampuan Berkomunikasi

Pada skala kemampuan berkomunikasi ini, peneliti akan membuat

pernyataan- pernyataan yang berkaitan dengan 4 aspek kemampuan

berkomunikasi, yaitu : keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan.

Dalam skala ini, pernyataan- pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari

2 jenis pernyataan, yaitu : pernyataan favorable dan unfavorable dan

jumlah aitem yang digunakan sebanyak 36 aitem. Adapun blue print skala

kemampuan berkomunikasi dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3
Blue print kemampuan berkomunikasi

NO ASPEK INDIKATOR FAV UNFAV JML


Adanya keterbukaan 5, 8, 15, 3, 13, 20,
dan kejujuran 24, 29 26, 31, 35
1. Keterbukaan komunikator kepada
pasangan yang
diajak berinteraksi 18

Kepemilikan
perasaan dan pikiran 1, 11, 18 9,25,32,36

2. Empati 2, 7, 16 23, 27, 33 6

6, 10, 19, 14, 17, 21,


3. Sikap positif 8
28 34

4. Kesetaraan 4, 12 22, 30 4

Jumlah 17 19 36
58

3. Skala Kemampuan Memecahkan Masalah

Pada skala kemampuan memecahkan masalah ini, peneliti akan membuat

pernyataan- pernyataan yang berkaitan dengan 5 aspek kemampuan

memecahkan masalah, yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah,

menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan pelaksanaan/

penerimaan.

Dalam skala ini, pernyataan- pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari

2 jenis pernyataan, yaitu : pernyataan favorable dan unfavorable dan

jumlah aitem yang digunakan sebanyak 23 aitem. Adapun blue print skala

kemampuan memecahkan masalah dapat dilihat pada tabel 3.4

Tabel 3.4

Blue print kemampuan memecahkan masalah

NO ASPEK INDIKATOR FAV UNFAV JML

1. Mampu Mampu melihat jelas


menemukan masalah pernikahan 5 20
fakta yang sedang dihadapi

Mampu menemukan 5
data baru yang
diperlukan untuk 2 10, 21
menemukan masalah
pernikahan

2. Mampu Mampu
menemukan memunculkan
masalah gagasan atau ide
7 15, 19
untuk mencari cara
memecahkan masalah
dalam pernikahan 5
Mampu
menyederhanakan
masalah yang 1 9
dihadapi suami dan
istri
59

3. Mampu Mampu
menemukan mengembangkan
gagasan gagasan pemecahan 4 16 5
masalah pernikahan
sebanyak mungkin

Menggunakan cara-
cara kreatif untuk
mengembangkan 23, 11 8
gagasan pemecahan
masalah

4. Mampu Menyeleksi gagasan-


menemukan gagasan berdasarkan
solusi kriteria evaluasi 3 22
terhadap masalah
yang dihadapi 4

Memberi penilaian
terhadap masing- 17 12
masing gagasan

5. Mampu Mampu memilih satu


menemukan gagasan yang telah
penerimaan/ diseleksi 14 6
pelaksanaan Mampu mengambil 4
gagasan tersebut
untuk solusi 13 18
pemecahan masalah
yang dihadapi

Jumlah 11 12 23

3.4.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian

Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan

uji reliabilitas alat ukur penelitian (try out) pada 40 wanita yang melakukan

pernikahan di usia 18 tahun.


60

1. Uji Validitas

Analisa data- data yang digunakan adalah analisa statistika sebagai cara

untuk mengetahui hubungan antara variabel indeppendent 1 atau X1 yaitu

kemampuan berkomunikasi dan variabel independent 2 atau X2 yaitu

kemampuan memecahkan masalah, variabel dependent atau Y1 yaitu

kepuasan pernikahan yang menggunakan SPSS 11.5.

2. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui sejauh mana reliabilitas dari skala yang telah dibuat,

maka penulis menggunakan teknik Alpha Cronbach. Adapun dalam

penghitungannya menggunakan program SPSS 11.5.

Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kriteria Koefisien Reliabilitas


Sangat Reliabel >0,9

Reliabel 0,7- 0,9

Cukup Reliabel 0,4- 0,7

Kurang Reliabel 0,2- 0,4

Tidak Reliabel <0,2

3. Uji Regresi

Regresi merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur ada

atau tidaknya korelasi antar variabel. Analisis regresi ini, lebih akurat

dengan analisis lainnya. Pada analisis regresi, memperdiksikan seberapa


61

jauh perubahan nilai variabel dependent, bila nilai variabel independent

dirubah- rubah (Sugiyono, 2009).

Hasil perhitungan diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi

dengan program SPSS versi 11.5 yang diinterpretasikan apabila F hitung <

F tabel maka tidak terdapat korelasi antar kedua variabel, maka Ho

diterima dan Ha ditolak.

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Persiapan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat tahapan yang digunakan dalam

prosedur penelitian, yakni sebagai berikut :

1. Dimulai dengan perumusan masalah,

2. Menentukan variabel,

3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori

yang tepat mengenai variabel penelitian, dan

4. Menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang digunakan dalam

penelitian yaitu skala kepuasan pernikahan, skala kemampuan berkomunikasi,

dan skala kemampuan memecahkan masalah.


62

3.5.2. Pengujian Alat Ukur

Setelah alat ukur kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan

kemampuan memecahkan masalah dibuat, peneliti melakukan uji coba skala. Uji

coba skala dilakukan untuk melihat tingkatan validitas dan reliabilitas alat ukur.

Uji coba dilakukan pada tanggal 13 Juni 2011 pada wanita yang melakukan

pernikahan dini, yang memiliki karakteristik sama dengan responden penelitian

sebanyak 40 orang.

Uji coba dilakukan dengan menyebar angket skala kepuasan pernikahan,

kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah pada 40

orang responden. Setelah uji coba dilakukan, peneliti melakukan uji validitas dan

uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 11.5.

Adapun distribusi aitem setelah dilakukan uji validitas pada skala kepuasan

pernikahan, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah,

dikemukakan pada tabel 3.6, tabel 3.7, dan tabel 3.8 sebagai berikut :

1. Hasil Uji Coba (try out) Skala Kepuasan Pernikahan

Tabel 3. 6
Blue print kepuasan pernikahan

NO ASPEK INDIKATOR FAV UNFAV JML

1. Menganggap 7, 14* 17*


pasangan sebagai
teman baik
Persahabatan Menyukai pribadi 2, 12, 18, 26*, 35*, 45 4
pasangan
63

2. Menganggap 11, 19 29*, 37*


pernikahan
sebagai komitmen
jangka panjang
Komitmen
Menganggap
21*, 52* 1*, 25* 8
pernikahan
sebagai sesuatu
yang suci

Menganggap 4, 20 13*, 27*


suatu pernikahan
penting sebagai
stabilitas sosial

3. Mempunyai
Persamaan 43, 50* 3*, 23*, 30 13
persamaan tujuan

Mempunyai
persamaan dalam
menunjukkan 33, 39*, 8*, 22*, 28*
kasih sayang 48*

Mempunyai 24*, 38*, 5*, 32, 36*


persamaan 51*
tentang
kehidupan
seksual

4. Merasa 41*, 47 6*, 16*


Perasaan pasangan
positif menjadi lebih
menarik

Merasakan 10, 15*,


kebahagiaan 40*, 46*, 49
34*
bersama 9
pasangan

Merasa bangga
akan prestasi 9*, 42*
pasangan 31, 44

Jumlah 12 22 34

Keterangan : * item yang valid

Setelah dilakukan uji validitas, pada skala kepuasan pernikahan dari 52 aitem

yang diuji cobakan, terdapat 34 aitem yang valid dan sisanya 18 aitem yang tidak

valid. Dengan koefisien reliabilitas 0,9093 ( Reliabel ) dan taraf signifikansi 0,3.
64

2. Hasil Uji Coba (try out) Skala Kemampuan Berkomunikasi

Tabel 3.7
Blue print kemampuan berkomunikasi

NO ASPEK INDIKATOR FAV UNFAV JML


Adanya keterbukaan 5*, 8*, 3, 13*, 20,
dan kejujuran 15, 24, 29 26, 31,
1. Keterbukaan komunikator kepada 35*
pasangan yang
diajak berinteraksi

Kepemilikan 9*, 25*, 7


perasaan dan pikiran 1, 11, 18* 32, 36
yang terbuka

2. 2*, 7*, 16 23, 27*, 4


Empati 33*

6, 10*, 14, 17*,


3. Sikap positif 5
19*, 28 21*, 34*

4. Kesetaraan 4, 12* 22*, 30* 3

Jumlah 8 11 19

Keterangan : * item yang valid

Setelah dilakukan uji validitas, pada skala kemampuan berkomunikasi didapat 19

aitem yang valid dengan koefisien reliabilitas 0,7650 ( Reliabel ) dan taraf

signifikansi 0,3 dari total 36 aitem yang diberikan.


65

3. Hasil Uji Coba (try out) Skala Kemampuan Memecahkan Masalah

Tabel 3.8
Blue print kemampuan memecahkan masalah

NO ASPEK INDIKATOR FAV UNFAV JML

1. Mampu Mampu melihat jelas


menemukan masalah pernikahan 5* 20*
fakta yang sedang dihadapi

Mampu menemukan 4
data baru yang
diperlukan untuk 2* 10, 21*
menemukan masalah
pernikahan

2. Mampu Mampu
menemukan memunculkan
masalah gagasan atau ide
7* 15*, 19*
untuk mencari cara
memecahkan masalah
dalam pernikahan 4

Mampu
menyederhanakan
masalah yang 1* 9
dihadapi suami dan
istri

3. Mampu Mampu
menemukan mengembangkan
gagasan gagasan pemecahan 4* 16* 4
masalah pernikahan
sebanyak mungkin

Menggunakan cara-
cara kreatif untuk
mengembangkan 23, 11* 8*
gagasan pemecahan
masalah

4. Mampu Menyeleksi gagasan-


menemukan gagasan berdasarkan
solusi kriteria evaluasi 3* 22
terhadap masalah
2
yang dihadapi

Memberi penilaian
terhadap masing- 17 12*
masing gagasan
66

5. Mampu Mampu memilih satu


menemukan gagasan yang telah
penerimaan/ diseleksi 14 6*
pelaksanaan Mampu mengambil 2
gagasan tersebut
untuk solusi 13 18*
pemecahan masalah
yang dihadapi

Jumlah 7 9 16

Keterangan : * item yang valid

Setelah dilakukan uji validitas, pada skala kemampuan memecahkan masalah dari

23 aitem yang diberikan didapat 16 aitem yang valid dengan koefisien reliabilitas

0,8427 ( Reliabel ) dan taraf signifikansi 0,3.

3.5.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian yang sesungguhnya dilakukan pada tanggal 27 Juni 2011. Peneliti

menyebarkan sebanyak 40 angket kepada wanita yang melakukan pernikahan dini

di wilayah Kecamatan Pamulang.

3.5.4. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah disi oleh responden.

2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat

tabel data.

3. Melakukan uji hipotesis.


67

BAB IV

PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini dibahas mengenai gambaran umum responden penelitian, deskripsi

data, uji persyaratan, pengujian hipotesis, dan uji regresi.

4.1. Gambaran umum responden penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah wanita yang melakukan pernikahan di usia

18 tahun atau pernikahan dini sebanyak 40 orang.

4.1.1. Gambaran responden berdasarkan usia saat menikah

Berikut ini disajikan gambaran responden berdasarkan usia wanita saat melakukan

pernikahan yang jumlah keseluruhannya adalah 40 reponden.

Tabel 4.1

Gambaran responden berdasarkan usia saat menikah

Usia Frekuensi Persentase

18 tahun 15 37,5 %

17 tahun 10 25 %

16 tahun 6 15 %

15 tahun 9 22,5 %

Total 40 100 %

Peneliti mengambil usia 18 tahun dikarenakan penelitian ini membahas tentang

pernikahan dini dan usia tersebut masuk kedalam remaja akhir.


68

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian ini

adalah 40 orang, 15 orang berusia 18 tahun dengan persentase 37,5%, 10 orang

berusia 17 tahun dengan persentase 25%, 6 orang berusia 16 tahun dengan

persentase 15% dan 9 orang berusia 15 tahun dengan persentase 22,5%.

4.1.2. Gambaran responden berdasarkan pendidikan


Berikut ini disajikan gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir saat

melakukan pernikahan yang jumlah keseluruhanya adalah 40 responden.

Tabel 4.2
Gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

SMA 25 62,5%

SLTP 15 37,5%

Total 40 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah reponden dalam penelitian

ini adalah 40 orang, 25 orang yang memiliki pendidikan terakhir SMA saat

melakukan pernikahan dan 15 orang yang memiliki pendidikan terakhir SLTP saat

melakukan pernikahan.
69

4.1.3 Gambaran responden berdasarkan status pekerjaan subjek

Berikut ini disajikan gambaran responden berdasarkan status pekerjaan subjek

yang jumlah keseluruhanya adalah 40 responden.

Tabel 4.3
Gambaran responden berdasarkan status pekerjaan

Status Jumlah Persentase

Bekerja 15 37,5%

Ibu Rumah Tangga 25 62,5%

Total 40 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden dalam penelitian

ini adalah 40 orang, 15 orang yang bekerja dan 25 orang yang hanya menjadi ibu

rumah tangga atau tidak bekerja.

4.2. Deskripsi Data

Kategorisasi kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan

kemampuan memecahkan masalah

Deskripsi data hasil penelitian dijelaskan lebih dahulu berdasarkan kategorisasi

kepuasan pernikahan, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memecahkan

masalah. Data skor perolehan skala kepuasan pernikahan (variabel terikat), skala

kemampuan berkomunikasi (variabel bebas) dan kemampuan memecahkan

masalah (variabel bebas) diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada


70

wanita yang menikah di usia dini. Berikut ini diuraikan deskripsi kategorisasi

tersebut pada tabel 4.4, tabel 4.5, tabel 4.6, tabel 4.7, dan tabel 4.8, tabel 4.9

4.2.1. Kategorisasi Kepuasan Pernikahan

Tabel 4.4
Skor skala kepuasan pernikahan
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


KEPUASAN
40 102,00 157,00 137,6500 13,62793
PERNIKAHAN
Valid N (listwise) 40

Untuk mengetahui kategori kepuasan pernikahan yang diperoleh responden tinggi

atau rendah, maka disajikan norma skor kemampuan berkomunikasi

minimum=102.00, maximum=157.00, mean =137.6500, dan standar deviasi

=13,628

Untuk mengetahui kepuasan pernikahan responden, peneliti menggunakan

kategorisasi rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi menjadi tiga

interval dengan kategorisasi rendah, sedang, dan tinggi. Adapun tingkat kepuasan

pernikahan pada responden, dapat dilihat pada tabel 4.5

Rentangan = nilai maximum nilai minimum


Jumlah kategori
= 157 102
3

= 18,3
71

Tabel 4.5
Kategorisasi skor kepuasan pernikahan

Kategori Rentangan Jumlah responden Persentase (%)

Rendah 102 120 5 12,5%

Sedang 121 139 16 40%

Tinggi 140 158 19 47,5%

Total 40 100%

Karena rentangan skor yang didapatkan 18.3, maka peneliti membulatkan

rentangan angka tersebut menjadi 18, sebagai berikut : untuk kategorisasi rendah

102 120, kategorisasi sedang 121- 139, dan kategorisasi tinggi 140 158.

Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di atas dapat kita lihat bahwa

dari 40 responden terdapat 5 responden (12,5%) memiliki skor dalam kategori

kepuasan pernikahan yang rendah, 16 responden (40%) memiliki skor dalam

kategori kepuasan pernikahan yang sedang, sedangkan 19 responden (47,5%)

memiliki skor dalam kategori kepuasan pernikahan yang tinggi.

4.2.2. Kategorisasi kemampuan berkomunikasi

Perolehan data skor skala kemampuan berkomunikasi diperoleh melalui kuesioner

yang disebar kepada para wanita yang melakukan pernikahan usia dini. Berikut ini

deskripsi kemampuan berkomunikasi yang dibantu dalam bentuk tabel sebagai

4.6:
72

Tabel 4.6
Skor skala kemampuan berkomunikasi
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


KEMAMPUAN
40 55,00 107,00 85,9500 15,36388
BERKOMUNIKASI
Valid N (listwise) 40

Untuk mengetahui kategori kemampuan berkomunikasi yang diperoleh responden

tinggi atau rendah, maka disajikan norma skor kemampuan berkomunikasi

diketahui nilai minimum =55.00, maximum =107.00, mean =85.9500, dan standar

deviasi =15,37

Untuk mengetahui kemampuan berkomunikasi responden, peneliti menggunakan

kategorisasi rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi menjadi tiga

interval dengan kategorisasi rendah, sedang dan tinggi. Adapun tingkat

kemampuan berkomunikasi pada responden, dapat dilihat pada tabel 4.7 :

Rentangan = nilai maximum nilai minimum


Jumlah kategori
= 107 55

3
= 17,3
73

Tabel 4.7
Kategorisasi skor kemampuan berkomunikasi

Kategori Rentangan Jumlah responden Persentase (%)

Rendah 55 72 8 20%

Sedang 73 90 14 35%

Tinggi 91 108 18 45%

Total 40 100%

Karena rentangan skor yang didapatkan 17.3, maka peneliti membulatkan

rentangan angka tersebut menjadi 17, sebagai berikut : untuk kategorisasi rendah

55 -72, untuk kategorisasi sedang 73- 90, dan untuk kategorisasi tinggi 91 108.

Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data diatas dapat kita lihat bahwa

dari 40 responden terdapat 8 responden (20%) memiliki kemampuan

berkomunikasi yang masuk dalam kategori rendah, 14 responden (35%) memiliki

kemampuan berkomunikasi yang masuk dalam ketegori sedang dan 18 responden

(45%) memiliki kemampuan berkomunikasi dalam kategori tinggi.

4.2.3. Kategorisasi kemampuan memecahkan masalah

Skala kemampuan memecahkan masalah diperoleh melalui kuesioner yang

disebar kepada wanita yang melakukan pernikahan usia dini. Berikut ini akan

diuraikan deskripsi hasil penelitian statistik skor sampel penelitian kemampuan

memecahkan masalah yang dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel 4.8 :
74

Tabel 4.8
Skor skala kemampuan memecahkan masalah
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


KEMAMPUAN
MEMECAHKAN 40 44,00 101,00 75,6250 15,87400
MASALAH
Valid N (listwise) 40

Untuk mengetahui kategori kemampuan memecahkan masalah yang diperoleh

responden tinggi atau rendah, maka disajikan norma skor kemampuan

memecahkan masalah skor minimum =44.00, maximum =101.00, mean

=75.6250, dan standar deviasi =15,87

Untuk mengetahui kemampuan memecahkan masalah responden, peneliti

menggunakan kategorisasi rentangan untuk setiap responden. Rentangan dibagi

menjadi tiga interval dengan kategorisasi rendah, sedang dan tinggi. Adapun

tingkat kemampuan memecahkan masalah pada responden, dapat dilihat pada

tabel 4.9:

Rentangan = nilai maximum nilai minimum


Jumlah kategorisasi
= 101 44
3

= 19
75

Tabel 4.9
Kategorisasi skor kemampuan memecahkan masalah

Kategori Rentangan Jumlah responden Persentase (%)

Rendah 44 63 8 20%

Sedang 64 - 83 18 45%

Tinggi 84 103 14 35%

Total 40 100%

Rentangan yang didapatkan 19, adapun kategorisasi yang diperoleh sebagai

berikut : untuk kategorisasi rendah 44 63, kategorisasi sedang 64 83, dan

kategorisasi tinggi 84 - 103. Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di

atas dapat kita lihat bahwa dari 40 responden terdapat 8 responden (20%)

memiliki skor kemampuan memecahkan masalah yang masuk dalam kategori

rendah, 18 responden (45%) memiliki kemampuan memecahkan masalah yang

masuk dalam ketegori sedang, dan 14 responden (35%) yang memiliki skor

kemampuan memecahkan masalah dalam kategori tinggi.

4.3. Hasil Uji Hipotesis

4.3.1. Hasil uji regresi aspek kemampuan berkomunikasi dan kemampuan

memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan

Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh pengaruh

variabel independent terhadap variabel dependent, dengan cara mencari nilai

koefisien determinasi. Koefisien determinasi ( R square ) merupakan suatu nilai

yang menggambarkan seberapa besar sumbangsih dimensi- dimensi Kemampuan

Berkomunikasi dan variabel Kemampuan Memecahkan Masalah terhadap


76

Kepuasan Pernikahan pada wanita yang melakukan Pernikahan Dini. Hasil

perhitungannya akan ditampilkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.10
Model Summary kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah
terhadap kepuasan pernikahan

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R
Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,946(a) ,895 ,880 4,72918 ,895 57,971 5 34 ,000
a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah, empati, keterbukaan, sikap positif,
kesetaraan

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang

didapat adalah sebesar 0.895. Hal ini berarti bahwa keempat aspek dari variabel

kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah, memberikan

sumbangsih sebesar 89.5% bagi perubahan variabel kepuasan pernikahan. Dengan

demikian 10.5% dipengaruhi oleh aspek lain selain keempat aspek dari variabel

kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah yang tidak

terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan perubahan terhadap variabel

kepuasan pernikahan.

Setelah dilakukan perhitungan R square maka diketahui sumbangsih dari keempat

aspek dari kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah

terhadap kepuasan pernikahan, kemudian dilakukan penghitungan Anova untuk

mengetahui aspek- aspek pada model persamaan regresi ini. Hasilnya disajikan

pada tabel Anova (b) :


77

Tabel 4.11
ANOVA(b)

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 6482,686 5 1296,537 57,971 ,000(a)
Residual 760,414 34 22,365
Total 7243,100 39
a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah, empati, keterbukaan, sikap positif,
kesetaraan
b Dependent Variable: kepuasan pernikahan

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa F hitung yang didapat adalah sebesar

57.971 sementara nilai F tabel dengan df 5 dan 34 adalah sebesar 2.49, maka nilai

Fhitung yang di dapat > Ftabel dan dapat disimpulkan bahwa model persamaan

regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan. Sementara nilai

probabilitas hitung atau taraf signifikansi yang di dapat adalah sebesar 0.000.

Karena taraf signifikansi < 0.05, maka persamaan regresi yang dipergunakan

dapat diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan

kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap

kepuasan pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini.

Setelah diketahui nilai F hitung untuk menguji persamaan regresi, kemudian

dilakukan penghitungan uji signifikansi konstanta dari aspek- aspek variabel

independent yang diukur. Hasilnya disajikan pada tabel Coefficients (a) berikut :
78

Tabel 4.12
Coefficients(a)

Mod Unstandardized Standardized


el Coefficients Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta


1 (Constant) 48,916 13,728 3,563 ,001
Keterbukaan ,409 ,395 ,085 1,035 ,308
Empati ,998 ,980 ,090 1,017 ,316
Sikap positif 1,809 ,966 ,155 1,873 ,070
Kesetaraan -2,016 1,492 -,164 -1,351 ,186
Kemampuan memecahkan
,729 ,072 ,849 10,185 ,000
masalah
a Dependent Variable: Kepuasan pernikahan

4.3.2. Hasil uji regresi aspek kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan

pernikahan

Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh pengaruh

variabel independent terhadap variabel dependent, dengan cara mencari nilai

koefisien determinasi. Koefisien determinasi ( R square ) merupakan nilai yang

menggambarkan seberapa besar sumbangsih aspek- aspek Kemampuan

Berkomunikasi terhadap Kepuasan Pernikahan pada wanita yang melakukan

Pernikahan Dini. Hasil perhitungannya akan ditampilkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.13

Model Summary kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan

Std. Error
Mod R Adjusted of the
el R Square R Square Estimate Change Statistics
R Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,758(a) ,575 ,526 9,38168 ,575 11,823 4 35 ,000
a Predictors: (Constant), kesetaraan, sikap positif, keterbukaan, empati

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang

didapat sebesar 0.575. Hal ini berarti bahwa keempat aspek dari kemampuan
79

berkomunikasi memberikan sumbangsih sebesar 57.5% bagi perubahan variabel

kepuasan pernikahan. Dengan demikian 42.5% dipengaruhi oleh faktor lain, selain

keempat aspek dari kemampuan berkomunikasi yang tidak terukur dalam

penelitian ini.

Setelah dilakukan perhitungan nilai R square, maka diketahui sumbangsih

keempat aspek dari kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan,

kemudian dilakukan penghitungan Anova untuk mengetahui aspek- aspek pada

model persamaan regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel Anova (b) berikut :

Tabel 4.14

ANOVA(b)

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 4162,543 4 1040,636 11,823 ,000(a)
Residual 3080,557 35 88,016
Total 7243,100 39
a Predictors: (Constant), kesetaraan, sikap positif, keterbukaan, empati
b Dependent Variable: kepuasan pernikahan

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai F hitung yang didapat adalah

sebesar 11.823 sementara F tabel dengan df 4 dan 35 adalah sebesar 2.63, maka

nilai F hitung yang didapat > F tabel dan dapat disimpulkan bahwa model

persamaan regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan.

Sementara nilai probabilitas hitung atau taraf signifikansi yang didapat adalah

sebesar 0.000. Karena taraf signifikansi < 0.05, maka persamaan regresi yang

dipergunakan dapat diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada pengaruh

signifikan kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan pada wanita

yang melakukan pernikahan dini.


80

Tabel 4.15
Proporsi Varian Pada Aspek- Aspek Variabel Kemampuan Berkomunikasi

IV R2 R2Change Fhitung Df Ftabel Signifikansi


X1 0.339 0.339 19 1,38 4.1 Signifikan
X12 0.421 0.082 5.26 1,38 4.1 Signifikan
X123 0.572 0.151 12.7 1,38 4.1 Signifikan
X1234 0.575 0.003 0.25 1,38 4.1 Tidak Signifikan
Total 0.575

Keterangan :

X1 = Keterbukaan
X12 = Empati
X123 = Sikap positif
X1234 = Kesetaraan

Dari tabel di atas dapat di lihat besarnya kontribusi masing- masing aspek

kemampuan berkomunikasi, sebagai berikut :

1. Kontribusi aspek keterbukaan dari variabel kemampuan berkomunikasi

terhadap kepuasan pernikahan

Tabel 4.16

Model Summary Aspek Keterbukaan

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R
Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,583(a) ,339 ,322 11,22189 ,339 19,517 1 38 ,000
a Predictors: (Constant), Keterbukaan

Rumus F hitung :

F= R21 : k1 = 0.339 : 1 = 19.5


(1- R21) : n- k1 1 (1- 0.339) : 40- 1- 1

Aspek keterbukaan di atas dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap

kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 19 pada signifikansi 0.000 lebih


81

besar dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek keterbukaan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang

tidak signifikan.

2. Kontribusi aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi

terhadap kepuasan pernikahan

Tabel 4.17

Model Summary Aspek Empati

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R
Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,649(a) ,421 ,390 10,64494 ,421 13,460 2 37 ,000
a Predictors: (Constant), empati, keterbukaan

Rumus F hitung :

F= R212 R21 : k12- k1 = 0.421- 0.339 : 1 = 5.26


(1- R212) : n- k12 1 (1- 0.421) : 40- 2- 1

Aspek empati dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan

pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 5.26 pada signifikansi 0.000 lebih besar

dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek empati dari variabel kemampuan

berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang signifikan.


82

3. Kontribusi aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi

terhadap kepuasan pernikahan

Tabel 4.18

Model Summary Aspek Sikap Positif

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R
Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,756(a) ,572 ,536 9,28013 ,572 16,035 3 36 ,000
a Predictors: (Constant), sikap positif,empati,keterbukaan

Rumus F hitung :

F= R2123 R212 : k123- k12 = 0.572- 0.421 : 1 = 12.7


2
(1- R 123) : n- k123 1 (1- 0.572) : 40- 3- 1

Aspek sikap positif dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan

pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 12.7 pada signifikansi 0.000 lebih besar

dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek sikap positif dari variabel kemampuan

berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang signifikan.

4. Kontribusi aspek kesetaraan dari variabel kemampuan berkomunikasi

terhadap kepuasan pernikahan

Tabel 4.19

Model Summary Aspek Kesetaraan

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,758(a) ,575 ,526 9,38168 ,575 11,823 4 35 ,000
a Predictors: (Constant), kesetaraan, sikap positif, keterbukaan, empati
Rumus F hitung :

F= R21234 R2123 : k1234- k123 = 0.575- 0.572 : 1 = 0.25


(1- R21234) : n- k1234 1 (1- 0.575) : 40- 4- 1
83

Aspek kesetaraan di atas dari variabel kemampuan berkomunikasi terhadap

kepuasan pernikahan diperoleh Fhitung sebesar 0.25 pada signifikansi 0.000 lebih

kecil dengan Ftabel 4.1, sehingga pengaruh aspek kesetaraan dari variabel

kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang

tidak signifikan.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sumbangsih masing- masing aspek

dari variabel kemampuan berkomunikasi adalah sebagai berikut :

1. F hitung sebesar 19.5 pada aspek keterbukaan

2. F hitung sebesar 5.26 pada aspek empati

3. F hitung sebesar 12.7 pada aspek sikap positif

4. F hitung sebesar 0.25 pada aspek kesetaraan

4.3.3 Hasil uji regresi aspek kemampuan memecahkan masalah terhadap

kepuasan pernikahan

Peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui lebih jauh pengaruh

variabel independent terhadap variabel dependent, dengan cara mencari nilai

koefisien determinasi. Koefisien determinasi ( R square ) merupakan nilai yang

menggambarkan seberapa besar sumbangsih aspek- aspek Kemampuan

Memecahkan Masalah terhadap Kepuasan Pernikahan pada wanita yang

melakukan Pernikahan Dini. Hasil perhitungannya akan ditampilkan pada tabel

4.20 :
84

Tabel 4.20

Model Summary aspek kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R
Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,937(a) ,877 ,874 4,83423 ,877 271,935 1 38 ,000
a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai koefisien determinasi (R square) yang

didapat sebesar 0.877. Hal ini berarti bahwa kemampuan memecahkan masalah

memberikan sumbangsih sebesar 87.7% bagi perubahan variabel kepuasan

pernikahan. Dengan demikian 12.3% dipengaruhi oleh faktor lain, selain

kemampuan memecahkan masalah yang tidak terukur dalam penelitian ini.

Setelah dilakukan perhitungan nilai R square, maka diketahui sumbangsih dari

kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan, kemudian

dilakukan penghitungan Anova untuk mengetahui aspek- aspek pada model

persamaan regresi ini. Hasilnya disajikan pada tabel Anova (b) berikut :

Tabel 4.21

ANOVA(b)

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


1 Regression 6355,050 1 6355,050 271,935 ,000(a)
Residual 888,050 38 23,370
Total 7243,100 39
a Predictors: (Constant), kemampuan memecahkan masalah
b Dependent Variable: kepuasan pernikahan

Hasil penghitungan dari tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai F hitung yang

didapat adalah sebesar 271.935 sementara F tabel dengan df 1 dan 38 adalah

sebesar 4.10, maka nilai Fhitung yang didapat > Ftabel dan dapat disimpulkan bahwa
85

model persamaan regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat

diterapkan. Sementara nilai probabilitas hitung atau taraf signifikansi yang didapat

adalah sebesar 0.000. Karena taraf signifikansi < 0.05, maka persamaan regresi

yang dipergunakan dapat diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada

pengaruh signifikan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan

pernikahan pada wanita yang melakukan pernikahan dini.

4.3.4. Hasil uji regresi demografi terhadap kepuasan pernikahan

Dalam hasil uji regresi pada penelitian ini, selain dari keempat aspek kemampuan

berkomunikasi dan variabel kemampuan memecahkan masalah, kepuasan

pernikahan diukur juga berdasarkan demografi yaitu di lihat berdasarkan usia saat

menikah, pendidikan terakhir subjek saat menikah, dan status pekerjaan subjek.

Berikut ini diuraikan hasil penelitian berdasarkan usia saat menikah, pendidikan

terakhir saat menikah, dan status pekerjaan subjek.

1. Berdasarkan usia saat menikah dari aspek demografi terhadap kepuasan

pernikahan

Tabel 4.22

Model Summary Usia Subjek Saat Menikah terhadap Kepuasan Pernikahan

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,458(a) ,210 ,189 12,27135 ,210 10,099 1 38 ,003
a Predictors: (Constant), usia saat menikah

Kontribusi aspek usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan

ditunjukkan oleh R2 ( R square ) sebesar 0.210. Artinya aspek usia subjek saat
86

menikah memiliki kontribusi sebesar 21% dalam mempengaruhi kepuasan

pernikahan.

Rumus F hitung :

F= R21 : k1 = 0.21 : 1 = 10.1


(1- R21) : n- k1 1 (1- 0.21) : 40- 1- 1

Demografi berdasarkan usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan di

atas diperoleh Fhitung sebesar 10.1 pada signifikansi 0.003 lebih besar dengan Ftabel

4.1, sehingga pengaruh demografi berdasarkan usia subjek saat menikah terhadap

kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang signifikan.

2. Berdasarkan pendidikan terakhir saat menikah dari aspek demografi

terhadap kepuasan pernikahan

Tabel 4.23
Model Summary Aspek pendidikan terakhir terhadap kepuasan pernikahan
Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R
Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,511(a) ,261 ,242 11,86456 ,261 13,454 1 38 ,001

a Predictors: (Constant), pendidikan terakhir saat menikah

Kontribusi aspek usia subjek saat menikah terhadap kepuasan pernikahan

ditunjukkan oleh R2 ( R square ) sebesar 0.261. Artinya aspek pendidikan terakhir

subjek saat menikah memiliki kontribusi sebesar 26.1% dalam mempengaruhi

kepuasan pernikahan. Dibawah ini hasil uji regresi demografi berdasarkan status

pekerjaan subjek, yaitu :

Rumus F hitung :

F = R212- R21 : k12- k1 = 26.1 0.21 : 1 = - 38


(1- R212) : n- k12 1 (1- 26.1) : 40- 2- 1
87

Demografi berdasarkan pendidikan terakhir subjek terhadap kepuasan pernikahan

diperoleh Fhitung sebesar - 38 pada signifikansi 0.001 lebih kecil dengan Ftabel 4.1,

sehingga pengaruh demografi berdasarkan penididikan terakhir subjek terhadap

kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang tidak signifikan.

3. Berdasarkan status pekerjaan subjek dari aspek demografi terhadap

kepuasan pernikahan

Tabel 4.24

Model Summary aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan

Std. Error
R Adjusted of the
Model R Square R Square Estimate Change Statistics
R Square F df df Sig. F
Change Change 1 2 Change
1 ,751(a) ,564 ,553 9,11309 ,564 49,215 1 38 ,000
a Predictors: (Constant), status pekerjaan

Kontribusi aspek status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan

ditunjukkan oleh R2 ( R square ) sebesar 0.564. Artinya aspek status pekerjaan

subjek memiliki kontribusi sebesar 56.4% dalam mempengaruhi kepuasan

pernikahan.

Rumus F hitung :

F = R2123- R212 : k123- k12 = 56.4 26.1 : 1 = - 19.7


(1- R2123) : n- k123 1 (1- 56.4) : 40- 3- 1

Demografi berdasarkan status pekerjaan subjek terhadap kepuasan pernikahan

diperoleh Fhitung sebesar 19.7 pada signifikansi 0.000 lebih kecil dengan Ftabel

4.1, sehingga pengaruh demografi berdasarkan status pekerjaan subjek terhadap

kepuasan pernikahan terdapat pengaruh yang tidak signifikan.


88

Tabel 4.25

Proporsi Varian Pada Demografi

IV R2 R2Change Fhitung Df Ftabel Signifikansi


X1 0.21 0.21 10.1 1,38 4.1 Signifikan
X12 0.261 0.051 - 38 1,38 4.1 Tidak signifikan
X123 0.564 0.303 - 19.7 1,38 4.1 Tidak signifikan
Total 0.564 1,38 4.1

Keterangan :

X1 = Usia saat menikah

X12 = Pendidikan terkahir saat menikah

X123 = Status pekerjaan subjek

Dari hasil regresi yang telah dilakukan berdasarkan demografi, dapat disimpulkan

bahwa dari ketiga demografi yaitu usia subjek saat menikah, pendidikan terakhir

subjek, dan status pekerjaan subjek didapatkan bahwa hanya usia subjek saat

menikah yang memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap kepuasan

pernikahan, sedangkan pendidikan terakhir subjek dan status pekerjaan subjek

tidak memberikan sumbangsih terhadap kepuasan pernikahan.


89

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab terakhir ini peneliti menyimpulkan semua hasil penelitian serta

mendiskusikan hasil penelitian yang berkaitan dan juga menggunakan saran untuk

penelitian yang sejenis dengan apa yang penulis teliti agar lebih berkembang dan

tentu saja lebih baik dari penelitian yang sudah ada.

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis yang telah dikemukakan

pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini

adalah :

1. Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan kemampuan berkomunikasi

dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan

wanita yang melakukan pernikahan dini.

2. Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan kemampuan berkomunikasi

terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini.

Teapi dari keempat aspek kemampuan berkomunikasi (keterbukaan,

empati, sikap positif, dan kesetaraan), hanya aspek kesetaraan yang tidak

memberikan pengaruh atau kontribusi terhadap kepuasan pernikahan.

3. Ada pengaruh atau kontribusi yang signifikan kemampuan memecahkan

masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan

dini.
90

4. Ada pengaruh atau kontribusi dari aspek demografi terhadap kepuasan

pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini, tetapi tidak secara

signifikan. Karena dari ketiga aspek demografi (usia saat menikah,

pendidikan terakhir saat menikah, dan status pekerjaan subjek) hanya aspek

usia saat menikah dari demografi saja yang memberikan pengaruh terhadap

kepuasan pernikahan wanita yang melakukan pernikahan dini

5.2. DISKUSI

Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti pada wanita yang melakukan

pernikahan dini, membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan kemampuan

berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan

pernikahan.

Berdasarkan data yang diperoleh, sumbangsih dari aspek kemampuan

berkomunikasi dan variabel kemampuan memecahkan masalah dapat dilihat dari

uji regresi pada tabel model summary yang hasilnya didapatkan koefisien

determinasi R square yang menunjukkan kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah 0.895 atau 89.5%. Hal ini berarti bahwa aspek-

aspek kemampuan berkomunikasi, yaitu: keterbukaan, emapati, sikap positif, dan

kesetaraan. Serta kemampuan memecahkan masalah memberikan sumbangsih

secara signifikan terhadap perubahan variabel kepuasan pernikahan.

Sedangkan 10.5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian

ini. Dapat diduga faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan wanita yang

melakukan pernikahan dini pada penelitian ini adalah lamanya usia pernikahan
91

yang sudah dijalani oleh subjek, karena dengan begitu wanita yang menikah di

usia 18 tahun mendapatkan pengalaman setelah menikah 5 tahun dengan

pasangan. Selain itu dapat di duga bahwa faktor hubungan seksual dan faktor

ekonomi juga dapat mempengaruhi, karena dengan terpenuhinya kebutuhan

psikologis pasangan lebih mudah untuk mengutarakan perasaannya dan mampu

mengendalikan emosi saat menentukan pemecahan masalah.

Sehingga kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan masalah

meningkat, dan kepuasan pernikahannya pun meningkat seiring dengan

bertambahnya pengalaman yang sudah dialami dan dirasakan oleh subjek.

Hasil dari analisis regresi variabel kemampuan berkomunikasi terhadap kepuasan

pernikahan memberikan sumbangan sebesar 0.575 atau 57.5%. Hal ini

menyatakan bahwa dalam kepuasan pernikahan variabel kemampuan

berkomunikasi memberikan sumbangan yang signifikan. Hal ini senada dengan

penelitian sebelumnya yaitu pada Journal of sex & marital 31 : 409 - 424

Exploring relationship among communication, sexual satisfaction, and marital

satisfaction by Samantha Litzinger & Kristina Coop Gordon, Departement of

psychology University of Tennessee USA (2005) menyatakan bahwa apabila

keberhasilan dalam berkomunikasi mempengaruhi kepuasan pernikahan tetapi hal

tersebut ditunjang dengan faktor lain yaitu kepuasan seksual, karena apabila

pasangan suami- istri mengalami kesulitan dalam komunikasi tetapi puas secara

seksual, maka pengalaman mereka akan kepuasan pernikahan bertambah. Dapat

dikatakan bahwa komunikasi dapat memberikan pengaruh terhadap kepuasan


92

pernikahan, tetapi kepuasan seksual memberikan pengaruh yang besar terhadap

kepuasan pernikahan.

Sedangkan pada variabel kemampuan memecahkan masalah juga mempengaruhi

kepuasan pernikahan. Dalam penelitian ini variabel kemampuan memecahkan

masalah memberikan sumbangan sebesar 0.877 atau 87.7%, yang berarti variabel

kemampuan memecahkan masalah terhadap kepuasan pernikahan memberikan

sumbangan yang signifikan. Sebagaimana sesuai dengan penelitian sebelumnya

yaitu Problem solving skils and affective exspressions as predictors of change in

marital satisfaction (Erika Lawrence and Matthew D. Johnson, Journal of

Consulting and Clinical Psychology. 73.1 (2005): 15-27), menyatakan bahwa dari

172 pasangan yang diteliti, diperoleh hasil kemampuan atau keterampilan dalam

berkomunikasi yang dimiliki oleh masing- masing pasangan dapat memberikan

perubahan yang positif terhadap kepuasan pernikahan.

Dengan demikian, secara garis besar bahwa aspek- aspek kemampuan

berkomunikasi (keterbukaan, empati, sikap positif, dan kesetaraan) dan

kemampuan memecahkan masalah memiliki kontribusi terhadap kepuasan

pernikahan. Sehingga para wanita yang telah melakukan pernikahan dini bisa

menerapkan aspek- aspek dari variabel kemampuan berkomunikasi dan variabel

kemampuan memecahkan masalah, agar dapat memperoleh kepuasan pernikahan

yang sesuai dengan keinginan para wanita yang melakukan pernikahan dini.

Bagaimanapun penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam

menentukan teori yang sesuai, seperti teori dari kepuasan pernikahan. Landasan

teori yang digunakan dalam penelitian ini kurang menggambarkan kepuasan


93

pernikahan secara mendalam, sehingga di harapkan pada penelitian selanjutnya

untuk memilih teori lain yang lebih sesuai dapat menggambarkan kepuasan

pernikahan pada pernikahan di usia dini, dan mencari faktor lain yang dapat

mempengaruhi kepuasan pernikahan, seperti : pendapatan/ ekonomi keluarga dan

hubungan dengan keluarga besar pasangan.

5.3. SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan dengan mempertimbangkan hasil

analisis statistik beserta kesimpulannya, penulis mengajukan beberapa saran

teoritis dan saran praktis yang dapat menyempurnakan penelitian lanjutan yang

akan dilakukan. Penulis membagi saran tersebut menjadi saran teoritis dan saran

praktis. Saran teoritis diajukan kepada pihak- pihak yang ingin menyempurnakan

penelitian yang penulis lakukan. Sedangkan saran praktis penulis ajukan kepada

para wanita yang menikah di usia dini agar dapat merasakan kepuasan pernikahan

yang diharapkan sesuai dengan keinginannya.

5.3.1. Saran Teoritis

Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan :

1. Disarankan untuk dapat menggunakan teori dan indikator lain yang lebih

dapat menggambarkan kepuasan pernikahan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan memecahkan masalah serta kepuasan pernikahan wanita yang

melakukan pernikahan dini pada rentangan waktu yang tidak terlalu lama,

maka dipilih responden dengan usia pernikahan antara 6 bulan - 1 tahun.


94

3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat menghubungkan

faktor atau aspek lain yang berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan

seperti pendapatan/ ekonomi dan hubungan dengan keluarga besar

pasangan.

5.3.2. Saran Praktis

1. Kepada para wanita yang ingin melakukan pernikahan, untuk dapat

memiliki kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memecahkan

masalah secara baik dan matang, maka usia wanita untuk menikah berada

pada fase dewasa awal ( 21 tahun).

2. Kepada para wanita yang melakukan pernikahan dini, diharapkan

memperhatikan faktor- faktor apa saja yang dapat mencapai kepuasan di

dalam pernikahan. Misalnya dengan meningkatkan kemampuan dalam

berkomunikasi, tidak hanya dengan pasangan tetapi dengan anak dan

keluarga besar, agar dapat memperoleh kepuasan pernikahan yang

seutuhnya.

2. Kepada unsur- unsur yang terkait dengan kepuasan pernikahan khususnya

pada wanita yang melakukan pernikahan dini diharapkan meningkatkan

kemampuan dalam memecahkan masalah yang dilakukan secara berurutan

sesuai dengan tahapannya, yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah,

menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan/

pelaksanaan, agar dalam setiap masalah yang sedang dihadapi dapat

diselesaikan dengan sebaik- baiknya tanpa merugikan diri sendiri dan

orang lain.
95

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, W.I. Buku panduan tentang Hubungan media dan ketrampilan


berkomunikasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI

Adhi, M. Fauzil. (2002). Indahnya pernikahan dini. Jakarta: Gema Insani


Adryanto & Soekrisno. (1994). Antropologi sosial. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga
Ayu, Anasatasia Retno. (2006). Hubungan antara dukungan sosial dari teman
sebaya dengan problem solving pada remaja, dalam
http://www.gunadarma.ac.id/library/abstract/gunadarma_10599015-
skripsi_fpsi.
Diunggah 1 September 2010, 13:27 PM.

Baron, Robert A. & Byrne, Donn. (2005). Psikologi sosial . Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Chandrasari, Rita Eka. (2009). Hubungan antara kualitas komunikasi seksual dengan
kepuasan pernikahan. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Dalam http://etd.eprints.ums.ac.id/3755/.
Diunggah 19 Januari 2011,12:46 PM

Chaplin. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


DeVito, A. Joseph. (1997). Komunikasi antarmanusia. Edisi Kelima. Jakarta:
Professional Books
Duvall & Miller. (1985). Marriage and family development. Edisi Keenam. New
York: Harper & Row, Publishers
Gunarsa, S.D & Y. Singgih D.G. (2007). Psikologi untuk keluarga. Edisi Keenam
Belas. Jakarta: Gunung Mulia
Gunarsa, Y. Singgih. (2009). Asas- asas psikologi keluarga idaman. Jakarta:
Gunung Mulia
Gupta, Bayu Ananta. (2008). Hubungan kecerdasan seksual dengan kepuasan
pernikahan. Skripsi. (Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta)

Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi perkembangan suatu pendekatan


sepanjang rentang kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Jannah, Izzatul. (2008). Psiko- harmoni rumah tangga. Surakarta: Indiva Pustaka
96

Lawrence, Erika & Johnson, Matthew D. "Problem-solving skills and affective


expressions as predictors of change in marital satisfaction." Journal of
consulting and clinical psychology 73.1 (2005): 15-27. Diunggah 22 Juli
2011, 22:15 PM

Leavitt, Harold J. (1978). Psikologi manajemen. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga

Litzinger, Samantha & Gordon, Kristina Coop. (2005). Exploring relationship


among communication, sexual satisfaction, and marital satisfaction.
Journal of sex & marital 31 : 409 424. Departement of psychology,
University of Tennessee, USA. Diunggah 14 Juli 2011, 15:22

Lubis, Yati Utoyo. (2005). Kelola konflik dengan cantik. Dalam


http://www.eramuslim.com. Diunggah 19 Januari 2011, 13:40 PM

Muhammad, Arni. (2008). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara


Munandar, Utami. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta:
Rineka Cipta
Olson, David H.L. (2006). Marriages & families intimacy, diversity, and
strengths. Fifth Edition. New York: McGraw- Hill, Publishers
Pruitt, Dean G. (2004). Teori konflik sosial. Yoyakarta: Pustaka Pelajar

Pickering. (2001). How to manage conflict. Jakarta: Erlangga


Pinsof & Lebow. (2005). Family psychology. Oxford: University Press
Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja
Rosadakarya

Sadarjoen, Sawitri S. (2005). Konflik marital : pemahaman konseptual, aktual dan


alternatif solusinya. Bandung: Refika Aditama
Santrock, John W. (2002). Life- span development perkembangan masa hidup.
Edisi 5 jilid II. Jakarta: Erlangga
Segrin & Flora. (2005). Family communication. London: Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers

Sevilla. G. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI Press


Solso, Robert L. (2007). Psikologi kognitif. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga
Sudarsono. (1991). Hukum kekeluarga nasional. Jakarta: Rineka Cipta
Suharnan. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi
Sulistiyono. (2006). Buku ajar Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI
Supratiknya. (1995). Komunikasi antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius
97

Usman, Husaini & Akbar. (2009). Pengantar statistika. Jakarta: Bumi Aksara
Yulistya, Diah. (2009). Hubungan antara komitmen pernikahan dengan
kemampuan memecahkan masalah rumah tangga. Skripsi. (Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta)
Angket Field Test

Assalamualaikum Wr. Wb

Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.

Skala ini merupakan instrumen yang digunakan untuk dapat mengungkap tema yang
sesuai dengan judul penelitian tersebut. Oleh karenanya, saya sangat mengharapkan
jawaban anda sejujur- jujurnya dan sesuai dengan yang anda alami dan anda rasakan.

Dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, semua jawaban adalah benar
sejauh jawaban tersebut benar- benar mencerminkan pribadi anda. Skala ini hanya untuk
tujuan ilmiah, setiap jawaban yang anda berikan akan terjamin kerahasiaannya.

Baca dengan seksama petunjuk pengisian yang ada, agar tidak terjadi kesalahan
pengisian. Setelah selesai, teliti sekali lagi jawaban anda agar tidak terdapat penyataan
yang terlewat/ tidak diisi.

Saya sangat mengharapkan kesungguhan anda dalam mengisi skala ini, karena data yang
anda berikan sangat penting artinya bagi penelitian ini. Sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan terima kasih atas kerjasama dan waktu yang anda berikan untuk membantu saya
dalam menyelesaikan penelitian ini.

Salam

Agustin Harrum Sari


Petunjuk pengisian :

Berikut ini terdapat pernyataan- pernyataan dari suatu kondisi, dimana saudara/i harus
memberikan checklist () pada kolom pernyataan sesuai dengan pendapat saudara/i.

Keterangan :

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Nama : Status pekerjaan :

Usia saat menikah : Lamanya menikah :

Pendidikan terakhir :

Skala Kepuasan Pernikahan

NO ITEM SS S TS STS
1. Pernikahan yang saya dan pasangan jalani
terjadi karena keterpaksaan bukan berdasarkan
janji suci dihadapan Tuhan YME
2. Ketidakharmonisan pernikahan saya dan
pasangan terjadi karena tidak adanya kesamaan
tujuan di dalam pernikahan yang ingin kami
capai
3. Saya dan pasangan tidak memiliki persamaan
dalam kehidupan seksual kami
4. Saya merasa pasangan saya bukanlah orang
yang menarik, dan tidak selalu membuat saya
tertarik

5. Saya tidak mencintai pasangan sepenuh hati

6. Walaupun banyak prestasi yang dihasilkan


pasangan, tidak ada rasa bangga saya kepada
pasangan

7. Pernikahan saya dengan pasangan, membuat


hubungan kami dengan keluarga mengalami
kesulitan saat sedang berkumpul

8. Pernikahan saya dengan pasangan, membuat


kami semakin kompak layak sahabat sejati

9. Walau bagaimanapun sifat dan kelakuan saya,


pasangan selalu mengutarakan bahwa ia bahagia
bersama saya
10. Walaupun pasangan banyak memberikan
kejutan, tidak menambah rasa ketertarikkan saya
kepada pasangan
11. Hubungan saya dan pasangan hanya sebatas
pada hubungan yang mengikat sebagai pasangan
yang kaku, dan saya menganggap hubungan
saya dan pasangan tidak seperti sahabat yang
baik

12. Saya dan pasangan menganggap pernikahan


kami dilandasi atas janji suci yang tidak dapat
dipisahkan

13. Hubungan pernikahan yang saya jalani tidak di


dasari rasa saling sayang

14. Setelah menikah, tidak ada kecocokan antara


saya dan pasangan dalam menyatukan pikiran
dan pendapat

15. Hubungan seksual yang saya dan pasangan


lakukan tanpa adanya keterpaksaan

16. Hubungan antara saya dengan pasangan hanya


sebatas pada komitmen pernikahan bukan
dilandasi dengan janji suci kepada Tuhan YME

17. Saya adalah orang yang keras kepala dan hal


tersebut membuat pasangan saya tidak nyaman
berada disamping saya
18. Pasangan tidak memberikan saya kebebasan
untuk mengikuti kegiatan di luar rumah bersama
teman- teman saya

19. Saya tidak memberikan rasa cinta saya kepada


pasangan dengan sepenuh hati

20. Hubungan pernikahan saya dengan pasangan


tidak dapat dipertahankan, karena bukan atas
komitmen jangka panjang akan tetapi hanya
sebatas pada keterpaksaan

21. Saya dan pasangan bahagia dengan pernikahan


yang kami jalani

22. Saya tidak nyaman dengan sifat- sifat yang


dimiliki oleh pasangan saya

23. Pasangan saya memaksakan keinginannya,


ketika sedang berhubungan seksual

24. Saya dan pasangan tidak memiliki komitmen


yang kuat dalam pernikahan, apalagi komitmen
jangka panjang

25. Saya menikmati hubungan intim yang kami


lakukan

26. Saya mencurahkan cinta dan kasih sayang


kepada pasangan saya dengan sepenuh hati

27. Kekurangan yang dimiliki pasangan, membuat


tidak bahagia hidup bersamanya

28. Usia pernikahan kami, membuat ketertarikkan


saya terhadap pasangan semakin bertambah

29. Saya tidak bangga atas apa yang pasangan saya


kerjakan
30. Kebahagiaan saya hidup bersama pasangan

tidak bertambah

31. Pernikahan yang saya jalani dengan pasangan,


didasari dengan rasa saling sayang dan cinta
32. Saya dan pasangan merasa pernikahan kami
memiliki kesamaan dalam berbagai hal

33. Saya dan pasangan mampu menyesuaikan


keinginan dan kebutuhan kami dalam hubungan
seksual

34. Walaupun banyak permasalahan, saya dan


pasangan mempertahankan ikatan suci
pernikahan yang kami jalani
Skala Kemampuan Berkomunikasi

NO ITEM SS S TS STS
1. Ketika pasangan saya sedang kesulitan
menyelesaikan masalah, saya mencoba untuk
mengajaknya berdiskusi guna menemukan solusi
pemecahan masalah
2. Ketika saya tidak setuju dengan keputusan yang
dipilih oleh pasangan, saya menyampaikannya
kepada pasangan
3. Saya membantu pasangan, ketika ia sedang
mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan
anak- anak

4. Sejak awal pernikahan, saya terbuka


menceritakan masalah pribadi saya dengan
pasangan

5. Walaupun sudah banyak pengorbanan yang


pasangan berikan, saya tidak bisa
mengungkapkan rasa terima kasih saya

6. Saya mendukung pendapat pasangan tentang


banyak hal

7. Ketika saya sedang menasihati anak, saya


memberikan kesempatan pasangan saya untuk
berbicara kepada anak

8. Saya dan pasangan mengalami kesulitan untuk


terbuka menceritakan tentang kegiatan- kegiatan
di luar rumah

9. Ketika pasangan saya sedang menasihati anak,


saya tidak mendukung perkataan suami saya
dengan membela perbuatan anak yang dianggap
pasangan salah
10. Saya tidak mengeluarkan kata- kata kasar saat
sedang emosi kepada pasangan

11. Walaupun berbeda pendapat saat berinteraksi,


saya menghargai pendapat pasangan saya

12. Saya tidak mengungkapkan rasa bangga saya


kepada pasangan, ketika ia sukses di dalam
pekerjaannya

13. Saya tidak memberikan kesempatan berbicara


kepada pasangan, ketika terjadi pertengkaran di
antara kami

14. Dari tahun ke tahun, tidak perkataan saya yang


membuat pasangan merasa senang

15. Masalah pekerjaan yang saya hadapi, tidak saya


ceritakan kepada pasangan

16. Ketika pasangan saya sedang berbicara, saya


tidak memperhatikan dan mendengarkan
perkataannya

17. Saya tidak memberi pasangan saya peranan


penting ketika kami sedang menasihati anak-
anak
18. Ketika pasangan saya membutuhkan teman
untuk berdiskusi, saya tidak bersedia menjadi
teman berbicara pasangan saya

19. Ketika saya mempunyai suatu pilihan, saya tidak


bersedia mendengar usul dari pasangan saya
Skala Kemampuan Memecahkan Masalah

NO ITEM SS S TS STS
1. Ketika pasangan tidak berperan dalam mengasuh
anak, saya memilih tenang dan tidak emosi dalam
menghadapi masalah tersebut

2. Ketika pasangan berusaha menutupi masalah


pekerjaan kantornya kepada saya, saya berusaha
mencari tahu pemicu timbulnya masalah tersebut

3. Ketika saya salah paham dengan orang tua,


sebelum mengambil keputusan saya meminta
pendapat pasangan terlebih dahulu

4. Saat sedang menghadapi masalah pendidikan


anak, saya memiliki banyak cara untuk
menentukan pilihan solusi terbaik dalam
menyelesaikan masalah tersebut

5. Ketika saya merasa hubungan pernikahan kami


sedang tidak harmonis, saya bisa mengenali
masalah yang sebenarnya sedang terjadi diantara
saya dan pasangan

6. Saat hubungan saya dengan pasangan dalam masa


krisis, saya kebingungan untuk melakukan
tindakan apa yang harus saya lakukan

7. Saat masalah dalam mengasuh anak sering terjadi


di dalam pernikahan kami, saya dan pasangan
memikirkan banyak solusi pemecahan masalah
tersebut

8. Ketika prestasi anak kami rendah, emosilah yang


saya dan pasangan gunakan dan saling
menyalahkan satu sama lain

9. Ketika saya dan pasangan tidak memiliki waktu


mengurus anak, saya merencanakan liburan
keluarga agar dapat memberikan perhatian yang
lebih kepada anak

10. Ketika saya dan pasangan sedang bertengkar, saya


dan pasangan tidak berusaha untuk bertukar
pikiran dalam menentukan penyelesaian masalah
yang sedang terjadi

11. Saat anak- anak membutuhkan bimbingan dari


saya dan pasangan, kami memilih orang lain
untuk membantu memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh anak- anak

12. Ketika pasangan menyalahkan saya dalam


mengasuh anak, meninggalkan rumah menjadi
alternatif yang saya pilih untuk menyelesaikan
masalah tersebut

13. Saat saya dan pasangan sedang berselisih paham,


saya dan pasangan tidak melakukan tindakan
apapun untuk memperbaiki hubungan kami

14. Ketika pasangan kebingungan dalam memilih


lembaga pendidikan untuk anak, saya
menyerahkan sepenuhnya kepada pasangan apa
yang ingin pasangan pilih

15. Ketika hubungan yang saya jalani dengan


pasangan sedang tidak nyaman, saya tidak
mengetahui masalah apa yang sebenarnya sedang
terjadi

16. Ketika saya mendapat informasi pasangan


berselingkuh dengan teman kerjanya, saya tidak
berusaha mencari tahu fakta yang sebenarnya
terjadi
Angket Try Out

Assalamualaikum Wr. Wb

Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.

Skala ini merupakan instrumen yang digunakan untuk dapat mengungkap tema yang
sesuai dengan judul penelitian tersebut. Oleh karenanya, saya sangat mengharapkan
jawaban anda sejujur- jujurnya dan sesuai dengan yang anda alami dan anda rasakan.

Dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, semua jawaban adalah benar
sejauh jawaban tersebut benar- benar mencerminkan pribadi anda. Skala ini hanya untuk
tujuan ilmiah, setiap jawaban yang anda berikan akan terjamin kerahasiaannya.

Baca dengan seksama petunjuk pengisian yang ada, agar tidak terjadi kesalahan
pengisian. Setelah selesai, teliti sekali lagi jawaban anda agar tidak terdapat penyataan
yang terlewat/ tidak diisi.

Saya sangat mengharapkan kesungguhan anda dalam mengisi skala ini, karena data yang
anda berikan sangat penting artinya bagi penelitian ini. Sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan terima kasih atas kerjasama dan waktu yang anda berikan untuk membantu saya
dalam menyelesaikan penelitian ini.

Salam

Agustin Harrum Sari


Petunjuk pengisian :

Berikut ini terdapat pernyataan- pernyataan dari suatu kondisi, dimana saudara/i harus
memberikan checklist () pada kolom pernyataan sesuai dengan pendapat saudara/i.

Keterangan :

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Nama : Status pekerjaan :

Usia saat menikah : Lamanya menikah :

Pendidikan terakhir :

Skala Kepuasan Pernikahan

NO ITEM SS S TS STS
1. Pernikahan yang saya dan pasangan jalani
terjadi karena keterpaksaan bukan berdasarkan
janji suci dihadapan Tuhan YME

2. Walau watak saya dan pasangan sangat berbeda,


saya merasa bahagia menjalani hidup bersama
pasangan

3. Ketidakharmonisan pernikahan saya dan


pasangan terjadi karena tidak adanya kesamaan
tujuan di dalam pernikahan yang ingin kami
capai

4. Pasangan saya memberikan kebebasan kepada


saya untuk mengikuti kegiatan di luar rumah
bersama teman- teman
5. Saya dan pasangan tidak memiliki persamaan
dalam kehidupan seksual kami

6. Saya merasa pasangan saya bukanlah orang


yang menarik, dan tidak selalu membuat saya
tertarik

7. Hubungan saya dan pasangan tidak sebatas pada


hubungan yang mengikat sebagai pasangan yang
kaku, tetapi juga hubungan layaknya sahabat
yang baik

8. Saya tidak mencintai pasangan sepenuh hati

9. Walaupun banyak prestasi yang dihasilkan


pasangan, tidak ada rasa bangga saya kepada
pasangan

10. Saya akan selalu mendampingi pasangan dan


mendedikasikan hidup saya untuknya

11. Saya menganggap komitmen pernikahan yang


saya jalani bersama pasangan tidak akan
berakhir

12. Saya mengagumi kepribadian yang dimiliki


pasangan saya

13. Pernikahan saya dengan pasangan, membuat


hubungan kami dengan keluarga mengalami
kesulitan saat sedang berkumpul

14. Pernikahan saya dengan pasangan, membuat


kami semakin kompak layak sahabat sejati

15. Walau bagaimanapun sifat dan kelakuan saya,


pasangan selalu mengutarakan bahwa ia bahagia
bersama saya
16. Walaupun pasangan banyak memberikan
kejutan, tidak menambah rasa ketertarikkan saya
kepada pasangan
17. Hubungan saya dan pasangan hanya sebatas
pada hubungan yang mengikat sebagai pasangan
yang kaku, dan saya menganggap hubungan
saya dan pasangan tidak seperti sahabat yang
baik

18. Pasangan saya adalah seseorang yang penyabar


dan membuat saya nyaman saat saya sedang
berada disampingnya
19. Pernikahan saya dengan pasangan memiliki
komitmen jangka panjang yang harus dijaga,
walaupun ada permasalahan di dalam
pernikahan kami

20. Saya dengan pasangan memiliki prioritas hidup


masing- masing dan kami tidak saling
mengganggu

21. Saya dan pasangan menganggap pernikahan


kami dilandasi atas janji suci yang tidak dapat
dipisahkan

22. Hubungan pernikahan yang saya jalani tidak di


dasari rasa saling sayang

23. Setelah menikah, tidak ada kecocokan antara


saya dan pasangan dalam menyatukan pikiran
dan pendapat

24. Hubungan seksual yang saya dan pasangan


lakukan tanpa adanya keterpaksaan

25. Hubungan antara saya dengan pasangan hanya


sebatas pada komitmen pernikahan bukan
dilandasi dengan janji suci kepada Tuhan YME

26. Saya adalah orang yang keras kepala dan hal


tersebut membuat pasangan saya tidak nyaman
berada disamping saya

27. Pasangan tidak memberikan saya kebebasan


untuk mengikuti kegiatan di luar rumah bersama
teman- teman saya

28. Saya tidak memberikan rasa cinta saya kepada


pasangan dengan sepenuh hati

29. Hubungan pernikahan saya dengan pasangan


tidak dapat dipertahankan, karena bukan atas
komitmen jangka panjang akan tetapi hanya
sebatas pada keterpaksaan

30. Tidak terdapat tujuan yang menjadi tujuan


bersama antara saya dan pasangan dalam
pernikahan yang saya jalani

31. Apabila pasangan berhasil dalam tugas


pekerjaannya, hal tersebut menjadi kebanggaan
tersendiri bagi saya

32. Saya dan pasangan tidak memiliki kecocokkan


dalam hubungan seksual

33. Saya berusaha terbuka terhadap pasangan dalam


menunjukkan perasaan sayang untuk menjaga
kehangatan hubungan kami

34. Saya dan pasangan bahagia dengan pernikahan


yang kami jalani

35. Saya tidak nyaman dengan sifat- sifat yang


dimiliki oleh pasangan saya

36. Pasangan saya memaksakan keinginannya,


ketika sedang berhubungan seksual

37. Saya dan pasangan tidak memiliki komitmen


yang kuat dalam pernikahan, apalagi komitmen
jangka panjang

38. Saya menikmati hubungan intim yang kami


lakukan

39. Saya mencurahkan cinta dan kasih sayang


kepada pasangan saya dengan sepenuh hati

40. Kekurangan yang dimiliki pasangan, membuat


tidak bahagia hidup bersamanya

41. Usia pernikahan kami, membuat ketertarikkan


saya terhadap pasangan semakin bertambah

42. Saya tidak bangga atas apa yang pasangan saya


kerjakan

43. Saya menyukai pasangan karena ia mampu


mengerti dan memahami mengenai kebutuhan-
kebutuhan saya

44. Saya bangga atas apapun yang pasangan


kerjakan dan tunjukkan kepada saya

45. Saya kurang suka dengan kepribadian pasangan


saya
46. Kebahagiaan saya hidup bersama pasangan
tidak bertambah

47. Ketertarikkan saya terhadap pasangan dari tahun


ke tahun semakin bertambah

48. Pernikahan yang saya jalani dengan pasangan,


didasari dengan rasa saling sayang dan cinta

49. Saya tidak merasakan kebahagiaan di dalam


pernikahan yang saya jalani bersama pasangan

50. Saya dan pasangan merasa pernikahan kami


memiliki kesamaan dalam berbagai hal

51. Saya dan pasangan mampu menyesuaikan


keinginan dan kebutuhan kami dalam hubungan
seksual

52. Walaupun banyak permasalahan dalam


pernikahan, saya dan pasangan
mempertahankan ikatan yang suci pernikahan
yang kami jalani
Skala Kemampuan Berkomunikasi

NO ITEM SS S TS STS
1. Saya menunjukkan perasaan sayang saya
terhadap pasangan dengan mengucapkan kata-
kata sayang

2. Ketika pasangan saya sedang kesulitan


menyelesaikan masalah, saya mencoba untuk
mengajaknya berdiskusi guna menemukan
solusi pemecahan masalah

3. Sulit bagi saya menceritakan dengan terusterang


kepada pasangan sesuatu yang sedang saya
pikirkan

4. Dalam menentukan setiap keputusan, saya


meminta pendapat pasangan

5. Ketika saya tidak setuju dengan keputusan yang


dipilih oleh pasangan, saya menyampaikannya
kepada pasangan

6. Saya menghargai pendapat pasangan ketika ia


memberikan solusi masalah pernikahan yang
kami hadapi

7. Saya membantu pasangan, ketika ia sedang


mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan
anak- anak

8. Sejak awal pernikahan, saya terbuka


menceritakan masalah pribadi saya dengan
pasangan

9. Walaupun sudah banyak pengorbanan yang


pasangan berikan, saya tidak bisa
mengungkapkan rasa terima kasih saya

10. Saya mendukung pendapat pasangan tentang


banyak hal

11. Saya dan pasangan saling jujur dalam


mengungkapkan perasaan yang sedang kami
rasakan

12. Ketika saya sedang menasihati anak, saya


memberikan kesempatan pasangan saya untuk
berbicara kepada anak

13. Saya dan pasangan mengalami kesulitan untuk


terbuka menceritakan tentang kegiatan- kegiatan
di luar rumah

14. Ketika sedang marah, saya tidak


menyampaikannya kepada pasangan

15. Saya berkata terusterang, ketika membutuhkan


batuan pasangan dalam menyelesaikan
pekerjaan saya

16. Saat pasangan saya sedang ada masalah dengan


anak, saya mencoba mengajak pasangan saya
dan anak untuk berbicara guna menemukan inti
permasalahan

17. Ketika pasangan saya sedang menasihati anak,


saya tidak mendukung perkataan suami saya
dengan membela perbuatan anak yang dianggap
pasangan salah

18. Saya tidak mengeluarkan kata- kata kasar saat


sedang emosi kepada pasangan

19. Walaupun berbeda pendapat saat berinteraksi,


saya menghargai pendapat pasangan saya

20. Saya tertutup kepada pasangan, saat sedang


membicarakan masalah pribadi keluarga saya
21. Saya tidak mengungkapkan rasa bangga saya
kepada pasangan, ketika ia sukses di dalam
pekerjaannya

22. Saya tidak memberikan kesempatan berbicara


kepada pasangan, ketika terjadi pertengkaran di
antara kami

23. Sulit bagi saya menunjukkan perhatian ketika


pasangan saya sedang membutuhkan teman
untuk berdiskusi

24. Saat saya sedang ada masalah dengan pasangan,


saya dengan pasangan berbicara dan bertukar
pikiran untuk menyelesaikan masalah

25. Dari tahun ke tahun, tidak perkataan saya yang


membuat pasangan merasa senang

26. Saya berbohong kepada pasangan ketika saya


sedang mengalami permasalahan

27. Ketika pasangan saya sedang berbicara, saya


tidak memperhatikan dan mendengarkan
perkataannya

28. Ketika pasangan saya membutuhkan bantuan,


saya mengungkapkan kesediaan saya untuk
membantunya

29. Ketika berkomunikasi dengan pasangan, tidak


ada hal yang perlu saya sembunyikan

30. Saya tidak memberi pasangan saya peranan


penting ketika kami sedang menasihati anak-
anak

31. Keterbukaan antar saya dengan pasangan sudah


tidak bisa dibangun kembali
32. Hubungan pernikahan yang saya jalani
terhambat, karena tidak adanya keterbukaan
saya dalam mengutarakan perasaan cinta kepada
pasangan

33. Ketika pasangan saya membutuhkan teman


untuk berdiskusi, saya tidak bersedia menjadi
teman berbicara pasangan saya

34. Ketika saya mempunyai suatu pilihan, saya tidak


bersedia mendengar usul dari pasangan saya

35. Masalah pekerjaan yang saya hadapi, tidak saya


ceritakan kepada pasangan

36. Perasaan sayang saya terhadap pasangan, tidak


bisa saya ungkapkan dan tunjukkan kepadanya
Skala Kemampuan Memecahkan Masalah

NO ITEM SS S TS STS
1. Ketika pasangan tidak berperan dalam
mengasuh anak, saya memilih tenang dan tidak
emosi dalam menghadapi masalah tersebut

2. Ketika pasangan berusaha menutupi masalah


pekerjaan kantornya kepada saya, saya
berusaha mencari tahu pemicu timbulnya
masalah tersebut

3. Ketika saya salah paham dengan orang tua,


sebelum mengambil keputusan saya meminta
pendapat pasangan terlebih dahulu

4. Saat sedang menghadapi masalah pendidikan


anak, saya memiliki banyak cara untuk
menentukan pilihan solusi terbaik dalam
menyelesaikan masalah tersebut

5. Ketika saya merasa hubungan pernikahan kami


sedang tidak harmonis, saya bisa mengenali
masalah yang sebenarnya sedang terjadi
diantara saya dan pasangan

6. Saat hubungan saya dengan pasangan dalam


masa krisis, saya kebingungan untuk
melakukan tindakan apa yang harus saya
lakukan

7. Saat masalah dalam mengasuh anak sering


terjadi di dalam pernikahan kami, saya dan
pasangan memikirkan banyak solusi
pemecahan masalah tersebut

8. Ketika prestasi anak kami rendah, emosilah


yang saya dan pasangan gunakan dan saling
menyalahkan satu sama lain

9. Ketika tidak memiliki persamaan dalam hal


pola asuh anak, saya berpikir tidak ada
kecocokan lagi dengan pasangan

10. Ketika pasangan lebih senang menghabiskan


waktunya berada dikantor, saya tidak mencari
tahu penyebab

11. Ketika saya dan pasangan tidak memiliki waktu


mengurus anak, saya merencanakan liburan
keluarga agar dapat memberikan perhatian
yang lebih kepada anak

12. Ketika saya dan pasangan sedang bertengkar,


saya dan pasangan tidak berusaha untuk
bertukar pikiran dalam menentukan
penyelesaian masalah yang sedang terjadi

13. Ketika hubungan pernikahan saya dan


pasangan terjadi perbedaan pendapat,
berdiskusi dengan keluarga dapat membantu
memberikan solusi terbaik untuk
menyelesaikan masalah

14. Ketika saya kesulitan menyelesaikan masalah


dengan pasangan, saya dapat memikirkan solusi
terbaik yang telah diberikan oleh keluarga

15. Saat anak- anak membutuhkan bimbingan dari


saya dan pasangan, kami memilih orang lain
untuk membantu memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh anak- anak

16. Ketika pasangan menyalahkan saya dalam


mengasuh anak, meninggalkan rumah menjadi
alternatif yang saya pilih untuk menyelesaikan
masalah tersebut

17. Saat saya dan pasangan mengalami kesulitan


mengurus anak, lebih tepat bila meminta
keluarga bergantian membantu mengasuh anak-
anak

18. Saat saya dan pasangan sedang berselisih


paham, saya dan pasangan tidak melakukan
tindakan apapun untuk memperbaiki hubungan
kami

19. Ketika pasangan kebingungan dalam memilih


lembaga pendidikan untuk anak, saya
menyerahkan sepenuhnya kepada pasangan apa
yang ingin pasangan pilih

20. Ketika hubungan yang saya jalani dengan


pasangan sedang tidak nyaman, saya tidak
mengetahui masalah apa yang sebenarnya
sedang terjadi

21. Ketika saya mendapat informasi pasangan


berselingkuh dengan teman kerjanya, saya tidak
berusaha mencari tahu fakta yang sebenarnya
terjadi

22. Saat hubungan saya dengan keluarga sedang


tidak baik, saya mengambil keputusan untuk
menjauh dari mereka ketika sedang ada
pertemuan keluarga

23. Ketika pasangan kelelahan dalam mengasuh


anak, saya memberi dukungan dan menghibur
pasangan dengan melakukan kegiatan yang
disukai oleh pasangan

You might also like