You are on page 1of 6

ABSTRAK

Infeksi odotogenik merupakan salah satu faktor yang dapat mencetuskan sinusitis maksilaris.
Hubungan antara sinusitis maksilaris dan infeksi odontogenik dapat disebabkan dari posisi
anatomis yang berdekatan antara sinus dan gigi rahang atas (maksilaris). Pada kebanyakan kasus,
gigi yang sering memengaruhi sinus adalah gigi molar maksilaris, terutama gigi molar pertama.
Sinusitis maksilaris odontogenik berbeda secara patofisiologi, mikrobilogi, diagnosis, dan
management dari sinusitis lainnya, maka dari itu, kegagalan dalam mengidentifikasi secara akurat
penyebab akibat masalah gigi dapat menyebabkan rekurensi gejala dari sinusitis.

Pendahuluan
Sinusitis maksilaris, secara anatomis berada di posisi intermidiet antara rongga hidung dan
rongga mulut dan paling sering rentan dimasuki bakteri pathogen melalui muara hidung atau
rongga mulut. Sinusitis maksilaris umumnya dikaitkan dengan sinusitis akut dan kronis. Sinusitis
maksilaris merupakan penyakit yang disebabkan oleh multifactorial yang dikarakteristikan oleh
inflamasi mukosa sinus maksilaris yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur di
saluran pernafasan atas. Infeksi odontogenik merupakan salah satu penyebab tersering sinusitis
maksilaris. Kejadian sinusitis odontogenik diperkirakan 10% - 12% dari keseluruhan kasus
sinusitis maksilaris. Namun, publikasi terbaru melaporkan bahwah 30-40% dari kasus sinusitis
maksilaris kronis disebabkan oleh masalah gigi.
Insiden sinusitis yang disebabkan oleh infeksi odontogenik termasuk rendah jika
dibandingkan dengan frekuensi infeksi dental. Secara normal, akar dari gigi premolar rahang atas
dan gigi molar dipisahkan dari sinus maksilaris oleh tulang kortikal padat dengan berbagai variasi
ketebalan. Namun, kadang hanya mukoperiosteum yang memisahkan sinus dari gigi, maka dari
itu sinus berada sangat dekat dengan gigi. Secara jelas, hal ini dapat menjelaskan perkembangan
sinusitis. Penyebab tersering sinusitis odontogenik adalah abses dental, penyakit periodontal, lesi
periapikal, post-ekstraksi gigi, fistula oroantral, dan impaksi gigi.
Mayoritas pasien dengan sinusitis maksilaris dikonsulkan dan diobati dengan spesialis
THT. Banyak spesialis THT gagal menemukan etilogi pasti dari sinusitis terutama dalam kasus
yang disebabkan oleh masalah odontogenik. Maka dari itu, pendapat dokter gigi sebelum
merencanakan pengobatan sangat diperlukan untuk menyembuhkan etiologi odotogenik dan
membantu memilih terapi terbaik dari sinusitis.
Anatomi Sinus Maksilaris dan Korelasi dengan Dental
Dari segi anatomi, sinus maksilaris merupakan rongga paranasal berisi udara terbesar. Sinus
berbentuk pyramid. Sinus maksilaris terletak di lateral fossa nasal dan dihubungkan melalui ostium
yang berdiameter 4mm dan Rentan terhadap oklusi apabila terjadi peradangan mukosa.
Sinus maksilaris mempunyai dinding medial yang memisahkan sinus maksila dari rongga hidung,
dinding posterior yang menghadapi tuberositas maksila, dinding bagian atas memisahkan lantai
orbit, dan dinding bagian bawah menuju proses alveolar yang merupakan bagian bawah Sinus
maksilaris. Posisi sinus maksilaris secara anatomi berbatasan inferior dengan akar dari gigi
maksila, sehingga dapat memudahkan penyebaran infeksi dari gigi maksilaris ke sinus maksilaris.
Manifestasi Klinis Sinus Maksilaris Odontogenik
Sebagian besar pasien sinusitis datang ke spesialis THT, namun hanya sekitar 10% pasien
yang berobat dokter bedah gigi. Sinusitis odontogenik dapat berupa akut maupun kronik. Sinusitis
akut ditandai dengan penyumbatan hidung, pembengkakan hidung, dan nyeri di daerah sinus
maksila, demam, malaise, sakit kepala, dan sakit gigi hilang-timbul, atau masalah gigi lainnya
pada sisi yang sama. Sinusitis maksilaris kronis odontogenik ditandai dengan penyumbatan hidung
kronis secara unilateral atau bilateral, pengeluaran cairan purulen nasal sehingga menurunkan
sensasi penciuman, cairan hidung berbau busuk, post nasal drip, kadang sakit gigi, atau masalah
gigi lainnya pada sisi yang sama.

Diagnosis Sinus Maksilaris Odontogenik


Penegakkan diagnosis sinusitis maksilaris dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis ekstra- dan

intraoral, endoscopy dan menggunakan pemeriksaan radiology (USG, radiograph, dan Imaging

3D)

Extra- and intraoral clinical examination-


Pemeriksaan pasien dengan sinusitis ektra-oral dilakukan dengan melihat adanya pembesaran di

pipi, nyeri tekan, dan rasa panas disertai kemerahan di area sinus. Pemeriksaan intaoral meliputi

permasalahan gigi yang mungkin terkait seperti periodontal disease, lesi periapikal, kista

odontogenik, periimplantitis yang tidak sembuh di tempat yang telah diekstraksi, fistula oro-antral,

dan impaksi gigi.

Radiological imaging-

X RAY: Radiological imaging is an important tool for establishing the diagnosis of sinus diseases.
X-Ray: Gambaran radiologi merupakan alat yang penting untuk menegakkan diagnosis sinusitis.
Waters view: Routinely Waters view is done for maxillary sinusitis. It shows partial or complete
haziness or mucosal thickening. Mucosal thickening in the floor of maxillary sinus raise the
suspicion of Maxillary Sinuitis. This view also reveals dental fillings and implants in
approximation to the sinus.

Rontgent posisi Waters: merupakan pencitraan radiografik yang diambil dengan cara melewatkan
sinar X-Ray melalui dagu dari satu sudut sehingga mendapatkan gambaran x-ray berupa struktur
tulang bagian depan kepala terutama gambaran sinus maksilaris dan sinus frontal.
Secara rutin, rontgen posisi Waters banyak dilakukan pada sinusitis maksilaris. Rontgen posisi
Waters menunjukkan sebagian atau seluruh penebalan mukosa. Penebalan mukosa di dasar sinus
maksilaris meningkatkan kecurigaan akan maksilaris sinusitis. Posisi ini juga dapat melihat
tambalan gigi dan implan pada aproksimasi sinus.

Sinar X periapikal intraoral menunjukkan kedekatan anatomi gigi dengan sinus, lesi periapikal,
periodontitis, patologi lain yang berhubungan dengan gigi terutama di daerah gigi rahang atas.

Orthopantomogram (OPG): Pencitraan ini mengevaluasi hubungan gigi maksila dengan sinus,
pneumatisasi, dan pseudokista. Tumpang tindih tulang langit-langit (palatum) membatasi
kegunaan x-ray untuk evaluasi menyeluruh. OPG lebih berguna untuk mengidentifikasi akar, gigi,
atau benda asing di sinus, dan kista odontogenik. Namun, ini kurang akurat dibandingkan posisi
Water dalam mengidentifikasi sinusitis maksila, namun memberikan informasi lebih rinci mengeni
etiologi gigi. (Gambar 1)
Computed Tomography (CT scan)-

CT scan adalah gold standard dalam diagnosis penyakit sinus maksila karena resolusi tinggi dan
kemampuannya untuk membedakan tulang dan jaringan lunak. CT harus lebih disukai bila temuan
klinis sangat menyarankan sinusitis tetapi sinar-X langsung gagal mendeteksi sinusitis. CT sangat
membantu untuk mengevaluasi hubungan akar gigi maksila dengan sinus maksila.
Pada saat ini, cone beam computed tomography (CBCT) telah menjadi alat baru untuk pencitraan
dental dan maxillofacial, yang memiliki beberapa keunggulan dibanding CT tradisional, dan
menggunakan dosis radiasi dan proses chairside yang lebih rendah.

Endoscopy-

Endoskopi memungkinkan pemeriksaan langsung sinus maksilaris dan rongga hidung. Endoskopi
sinus (sinuscopy) digunakan sebagai ukuran diagnostik pada temuan radiologis yang tidak jelas,
peradangan, dugaan tumor, dan untuk tindak lanjut setelah operasi.
Tatalaksana Sinusitis Maksilaris Odontogenik
Sinusitis maksilaris odontogenik harus ditangani dengan pendekatan medis dan bedah bersamaan
dengan penatalaksanaan etiologi odontogenik. Langkah pertama terdiri dari penanganan patologi
gigi. Prosedur penatalaksanaan etiologi meliputi ekstraksi gigi, drainase abses periodontal, operasi
periodontal, dan pengobatan lesi periapikal. Penatalaksanaan sumber infeksi diperlukan untuk
mencegah kambuhnya sinusitis. Prosedur elevasi dasar sinus harus dilakukan sebelum penempatan
implan kapanpun dibutuhkan.
Seperti halnya infeksi odontogenik, sinusitis maksilaris odontogenik bersifat polimikroba dan
campuran penyakit menular aerobik / anaerobik. Sinusitis maksila akut odontogenik oleh bakteri
menyebabkan perawatan medis bertujuan untuk menatalaksana organisme aerobik karena dapat
mendominasi pada fase akut. Pada fase kronik organisme campuran aerobik dan anaerobik
mendominasi, maka antibiotik dipilih antibiotic sesuai kultur bakteri agar dapat menatalaksana
keduanya. Pengobatan lainnya adalah dekongestan dan obat anti-inflamasi.

Jika sinusitis masih belum dapat diatasi, maka Operasi sinus endoskopik Fungsional/ Functional
endoscopic sinus surgery (FESS) harus dilakukan, untuk memperluas ostium sinus maksilaris dan
membersihkan muscosa berpenyakit dari sinus maksilaris dan sinus lainnya yang terlibat. Operasi
sinus endoskopi minimal invasif lebih aman, lebih cepat, kurang berdampak pada pembersihan
lendir sinus, memprovokasi pendarahan yang kurang, dan memungkinkan waktu rawat inap yang
lebih pendek.

Kesimpulan
Kedekatan sinus maksilaris ke gigi bagian atas membuatnya mendapatkan perhatian klinis yang
umum bagi spesialis THT dan dokter gigi. Untuk alasan ini, spesialis THT dan dokter gigi harus
terbiasa dengan etiologi odontogenik dan anatomi, fisiologi dan patologi daerah sinus. Manajemen
bersamaan dari faktor etiologis odontogenik dan sinusitis yang terkait memastikan
penatalaksanaan lengkap infeksi sinus dan dapat mencegah kekambuhan dan komplikasi penyakit
sinus.

You might also like