You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
Demam rematik (DR) merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi streptococcus beta
hemolyticus group A (SGA) pada saluran pernafasan bagian atas.1 Penyakit jantung
rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele)
dari demam reumatik yang ditandai dengan terjadinya cacat katup.1

Demam reumatik yang mengakibatkan penyakit jantung rematik terjadi akibat


sensitasi dari antigen streptococcus sesudah 1-4 minggu infeksi streptococcus di
faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan titer antistreptoksin O, anti DNA-ase
B yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman
SGA.1,2

Penyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit


kardiovaskular yang signifikan di Dunia, termasuk Indonesia. Di Negara maju dalam
lima tahun terakhir ini terlihat insidens prevalens penyakit jantung reumatik dan
demam reumatik menurun, tetapi sampai abad ke -21 ini masih tetap merupakan
problem medis dan public health di Dunia karena mengenai anak-anak dan dewasa
muda pada usia yang produktif. Insidens tertinggi ditemukan pada anak berumur 5-
15 tahun.2

Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan


katup jantung menghabiskan biaya yang sangat besar. Untuk penanganannya
memerlukan sarana dan prasarana dan tenaga terampil yang handal sehingga
memerlukan biaya yang sangat besar. Penanganan yang tidak sempurna
menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan
penanganan yang sempurna memerlukan biaya yang besar dan waktu yang terus
menerus sepanjang usia penderita.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam Rematik adalah sindrom klinis akibat infeksi Sterptoccocus Beta
Hemoliticus Grup A yang ditandai oleh criteria Jones2. Penyakit jantung rematik
merupakan komplikasi yang serius dari demam rematik. Proses rematik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama
Jantung, sendi dan system saraf pusat.1,2 Penyakit jantung rematik adalah suatu
kondisi dimana katup jantung terusak oleh infeksi Sterptoccocus Beta Hemoliticus
Grup A yang disebabkan Penyakit Demam Rematik terdahulu.3,4
Sebanyak 39% pasien dengan demam rematik dapat terjadi kelainan pada
jantung mulai dari insufisiensi katup jantung, gagal jantung, perikarditis, dan
kematian. Dengan penyakit jantung reumatik kronik, pada pasien bisa terjadi
stenosis katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda-beda, dilatasi atrium, aritmia
dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung reumatik masih manjadi penyebab utama
terjadinya stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang dewasa.5

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya demam reumatik/penyakit jantung rematik diperkirakan
adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh infeksi
streptococcus beta hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam rematik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik
serangan ulang.6,7

2.3 Patogenesis1
Para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;

2
yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,
streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal
erythrogenic toxin. Produk- produk tersebt merangsang timbulnya antibody. Demam
rematik diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk
ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adaya reaksi silang antibodi terhadap
streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen
streptococcus; hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20
sistem antigen-antibodi, beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang
lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untk
penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi
tunggal demam reumatik, saat kadar antibody lainnya sudah normal kembali.
ASTO (anti-streptolisin O) merupakn antibody yang paling dikenal dan paling
sering digunakan untuk indicator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang
80% penderita demam rematik/penyakit jantung rematik akut menunjukkan kenaikan
titer ASTo ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus,
maka pada 95% kasus demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan
peninggian atau lebih antibody terhadap streptococcus.
Faktor-faktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca streptokokkus ini
adalah virulensi, antigenisitas Streptokokkus, besarnya respon imun dari host dan
persistensi organisme yang menginfeksi faring. Resiko untuk kambuh sesudah
pernah mendapatkan serangan streptokokkus adalah 50-60%.6

Faktor Predisposisi3
Usia
Usia mempengaruhi insiden demam rematik. Terbanyak pada usia 5-16
tahun. Berkurangnya imunitas dan seringnya kontak dengan anak-anak lain
memudahkan anak golongan umur tersebut mendapatkan infeksi
streptokokkus.
Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik

3
Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik cenderung
rekuren. Dan serangan mengulangi serangan sebelumnya.
Faktor keluarga
Kembar monozigot lebih sering terkena dibandingkan dizigot.
Lingkungan / Overcrowded
Banyaknya orang dalam satu lingkungan menentukan penyebaran infeksi
seperti halnya rumah dan sekolah yang terlalu padat.
2.4 Patologi1,7
Pada PJR biasanya terkena ketiga lapisan endokard, miokard dan perikard
secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi. Pada endokard yang terkena
utama adalah katup-katup jantung dan 50-80% mengenai katup mitral, katup aorta
30%, tricuspid dan pulmonal kurang dari 5%,
DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferative pada jaringan ikat,
terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh
lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis
fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh
setelah beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi
tamponade. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebakan pembesaran
semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut
kolagen, infiltrasi limfosit dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul
aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR. nodul aschoff terdiri dari
area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang
besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang
dengan area yang jernih dalam membrane inti yang disebut Antischkow myocytes.
Nodul Aschoff biasa didapati pada specimen biopsy endomiokard penderita DR.
Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis reumatik kronis. Fibrin kecil, vegetasi
verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat
koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati
peradangan dan endema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding
posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek regurgitasi mitral yang
mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan

4
granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan
stenosis atau insuffisiensi katup.3

2.5 Gambaran Klinis Klinis1,5,6,7,8


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/ penyakit jantung reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta-
streptococcus hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas pada umumnya,
keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang
disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan
fisik sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan
lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini
biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para
peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita
demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari
sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.

5
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan
manifestasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jatung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik
dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis
serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun
penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

Gejala peradangan umum6,7


Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu.
Anak menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun.
Anak kelihatan pucat Karen anemi akibat tertekannya eritropoeesis. Bertambahnya
volume plasma serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula terjadi eistaksis dan
bila banyak dapat menambah berat derajat anemia.
Artalgia, rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari/mnggu juga sering
didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala
klinis lain yang dapat timbul ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat
sehingga menyepupai appendicitis akut. Sakit perut ini akan memberi respon cepat
dengan pemberian salisilat.
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi
peradangan akut berupa terdapatnya C-reactive protein dan leukositosis serta
meningginya laju endap darah. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus.
Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai pemanjangan interval P-R (blok AV derajat
I). sebagian gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan
dikelompokkan sebagai gejala minor.

6
Manifestasi Spesifik8
Diagnosis penyakit jantung rematik dibuat setelah adanya demam rematik
sebelumnya. Kriteria Jones dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis demam
reumatik sampai saat ini.2

Apabila ditemui 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor,
ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokkus sebelumnya, kemungkinan
besar menandakan adanya demam reumatik. Tanpa didukung bukti adanya infeksi
streptokokkus, maka demam reumatik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus
demam reumatik dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau
karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam reumatik baru muncul
setelah masa laten yang lama dan infeksi streptokokkus. Perlu diingat bahwa kriteria
Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai suatu pedoman dalam menentukan
diagnosis demam reumatik. Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kesalahan diagnosis.
Adapun kriteria Jones adalah :
1. Kriteria Mayor : carditis, polyarthiritis, chorea, subcutaneous nodules, dan
erythema marginatum.
2. Kriteria Minor : demam, artralgia, perpanjangan PR interval pada EKG,
peningkatan kadar reaktan fase akut (peningkatan kadar protein C reaktif dan
leukositosis).

Pemeriksaan fisik pada Penyakit Jantung Reumatik terdiri dari gejala kardiak
dan non kardiak, yaitu :
a. Manifestasi Kardiak
Pankarditis adalah komplikasi paling serius dan kedua paling umum dari
demam rematik (50%). Pada kasus yang lebih lanjut pasien dapat
mengeluhkan sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, oedem
dan batuk.

7
Bising pada karditis reumatik dapat berupa bising pansistol didaerah
apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol didaerah basal (regurgitasi
aorta) dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang
timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.
Gagal jantung kongestif dan perikarditis.
b. Manifestasi non kardiak
Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik antara
lain :
Polyartritis
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas,
dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Arthritis pada
demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak
bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu
pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan
arthritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu
yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi
(monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain
itu, agar dapat digunakan sebagai suatu suatu kriteria mayor, polyartritis
harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan
kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO
atau antibody antistretokokkus lainnya yang tinggi.

Korea sydenham
Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi
demam reumatik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan
emosi. Korea jantung dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau
setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea
Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian
penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam

8
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan
manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda
dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea
mulai timbul.

Eritema marginatum
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan
tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat dibagian tengah,
tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang
dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai
eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat,
anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah
wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-
pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat
dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda
mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.

Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di
daerah bagian ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna
vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa
millimeter sampai sekitar 2 cm. tanda ini pada umumnya tidak akan
ditemukan jika tidak terdapat karditis.
Tabel 1. Kriteria Jones3

Manifestasi Mayor Manifestasi Minor

Karditis Klinis
Poliartritis -Artralgia
Korea -Demam

9
Eritema marginatum Laboratorium
Nodulus subkutan Peninggian reaksi fase akut
(LED meningkat dan atau C
reactive protein
Interval PR memanjang
Ditambah
Disokong adanya bukti infeksi Streptokokkus sebelumnya berupa kultur
apus tenggorok yang positif atau tes antigen Streptokokkus yang cepat
atau titer ASTO yang meningkat.

Jika disokong adanya bukti infeksi Streptokokkus sebelumnya, adanya 2


manifestasi mayor atau adanya 1 manifestasi mayor ditambah 2
manifestasi minor menunjukkan kemungkinan besar adanya demam
rematik.

Kriteria WHO tahun 2002-2003 untuk diagnosis demam rematik dan penyakit
jantung rematik berdasarkan (revisi kriteria jones)9

Kategori diagnostik Kriteria

10
Demam rematik serangan Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
pertama ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumya

Demam rematik serangan Dua mayor atau satu mayor dan dua minor
rekuren tanpa PJR ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumya

Demam rematik serangan Dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA
rekuren dengan PJR sebelumya Tidak diperlukan kriteria mayor
Korea rematik lainnya atau bukti infeksi SGA

PJR (stenosis mitral murni atau Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
kombinasi dengan insufisiensi mendiagnosis sebagai PJR
mitral dan atau gangguan katup
aorta)

2.6 Pemeriksaan Penunjang7,8,10,11


1. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat
dideteksi :
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA
negative pada fase akut. Bila positif ini pun belum pasti membantu
diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan dari kuman SGA itu
atau infeksi Streptokokkus dengan strain lain.
Antibody Streptokokkus lebih menjelaskan adanya infeksi
streptokokkus dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-ase.
Titer ASTO positif bila besarnya >210 Todd pada orang dewasa dan >
320 Todd pada anak-anak, sedangkan titer pada DNA-ase 120 Todd
untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak. Dan antibody ini
dapat terdeteksi pada minggu kedua-ketiga setelah fase akut DR atau
4-5 minggu setelah infeksi kuman SGA di tenggorokkan.

11
Pada fase akut dapat ditemukan leukositosis laju endap darah yang
meningkat, protein C-reaktif, mukoprotein serum.

2. Pemeriksaan Ekokardiografi PJR


Saat ini pemeriksaan ekokardiografi memegang peranan penting pada
bidang kardiologi, karena pemeriksaan ini mudah dilakukan, hasilnya cepat
diperoleh dengan tingkat akurasi yang tinggi. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan
alat yang harganya relative mahal dan memerlukan keterampilan tinggi dalam
melakukan dan menilai hasilnya. Pada DR dan PJR pemeriksaan ini juga
memegang peranan, walaupun pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan
standard dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan 2D echo-doppler dan colour
flow Doppler echocardiography cukup sensitive dan memberikan informasi yang
spesifik terhadap kelainan jantung. Pemeriksaan M-mode echocardiography dapat
memberikan informasi mengenai fungsi ventrikal. Pemeriksaan 2D
echocardiography dapat memberikan informasi mengenai gambaran structure
anatomi jantung secara realistic, sedangkan pemeriksaan 2-dimensional echo-
Doppler dan colour flow Doppler echocardiography cukup sensitive untuk
mengenali adanya aliran darah yang abnormal dan regurgitasi katup jantung.
Pada pemeriksaan orang normal bisa didapati regurgitasi katup yang
fisiologis yang bervarisi : misalnya pada regurgitasi mitral didapati 2,4-45 %,
regurgitasi aorta 0-33 %, regurgitasi tricuspid 6,3-95 % dan regusgitasi pulmonal
21,9-92%. Memperhatikan hal tersebut untuk menghindarkan misinterpretasi maka
WHO mengumakakan peranan pemeriksaan ekokardiografi dalam diagnosis
karditas pada DR dan pemeriksaan regugitasi katup.
Pemeriksaan ekokardiografi pada karditis rematik bisa diperoleh keadaan
mengenai ukuran atrium, ventrikel, penebalan katup, daun katup yang prolaps dan
disfungsi ventrikel.pada karditas DR akut didapati nodul pada daun katup sekitar
25% dan dapat menghilang pada follow-up. Gagal jantung konmgestif pada DR
yang ada berhubungan dengan insufisiensi katup mitral dan aorta dan disfungsi
miokard. Pada mitral regurgitasi didapati kombinasi valvulitis, dilatasi annulus mitral,
prolaps daun katup, dengan atau tanpa pemanjangan kordae tendinea.

12
Pemeriksaan eko-Doppler dan eko berwarna dapat membantu diagnosis rematik
karditis akut pada pasien dengan bising jantung yang kurang jelas atau dengan
poliartritis dan minor manifestasi yang kurang jelas.

Derajat regurgitasi katup yang terjadi berdasarkan pemeriksaan


ekokardiografi dan angiografi secara tradisional dibagi atas 5 skala (0+, 1+, 2+, 3+,
dan 4+). Tetapi berdasarkan colour flow Doppler mapping dibagi atas 6 skala yaitu :
0 : Nil, yaitu physiological or trivial regurgitant jet <1.0 cm, terbatas, kecil,
durasinya pendek, bersifat early systolic pada katup mitral atau early diastolic pada
katup aorta.
0+ : Regurgisi jet yang sangat ringan, lebih dari 1.0 cm, lebar, berlokasi tepat di
atas atau di bawah katup, terdapat pada fase systole di katup mitral atau fase
diastole di katup aorta sedangkan secara klinis bising jantung tidak terdengar.
1+ : Regurgitasi ringan.
2+ : Regurgitasi sedang, dengan area lebih panjang dan lebih lebar
3+ : Regurgitasi sedang-berat dan mencapai dinding atrium kiri (regurgitasi mitral)
atau ventrikel kiri (regurgitasi aorta)
4+ : Regurgitasi jet berat, diffuse kedalam atrium kiri yang membesar dengan aliran
sistolik balik ke vena pulmonal (katup mitral) ; pembesaran ventrikel kiri yang diisi
dengan regurgitasi (katup aorta).
Keuntungan dan kerugian pemeriksaan ekokardiografi Doppler pada DR
jelas diketahui manfaatnya dalam mendeteksi adanya valvulitis pada DR, dimana
dengan pemeriksaan auskultasi rutin tidak selamanya dapat dikenali adanya
regurgitasi valvular. Keuntungan kedua dari pemeriksaan ekokardiografi dapat
mendeteksi struktur katup dan juga gangguan fungsi katup yang disebabkan non
reumatik (seperti kolapps katup mitra, bicuspid katup aorta) dan mencegah salah
diagnosis sebagai karditis reumatik. Pemeriksaan ekokardiografi Doppler sangat
sensitive untuk menegakkan diagnosis regurgitasi katup, sehingga dapat
menyebabkan over diagnosis regurgitasi katupfisiologis sebagai disfungsi organic
atau sebaliknya. Dan harus diingat di Negara berkembang dimana DR dan PJR

13
masih menjadi beban kesehatan yang berat penyediaan alat ekokardiografi belum
dapat tersedia secara luas.

2.7 Diagnosis Differensial5


Arthtritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak di bawah 3 tahun atau lebih sering pada
arthritis rheumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi,
simetris, tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil
dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1
minggu meskipun sudah diberi salisil ditambah adanya rheumatoid factor
maka diagnosis kearah artritir reumatiod.
Sickel Cell Anemia/leukemia
Terjadi pada anak di bawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang
significant (<7 g/dl), Leukositosis yang adanya tanda-tanda randang,
peradangan pada metatarsal dan metacarpal, splenomegali, pada
perjalanan yang kronis ditemukan kardiomegali, diperlukan pemeriksaan
pada sumsum tulang.
Artritis et causa infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
Karditis et causa virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat
menyebabkan miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan
gagal jantung. Kardiomegali didapat bising sistolik (MI). tidak terdapat
murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pda
virus disertai dengan valvulitis.
Keadaan mirip chorea
Multiple tics yaitu merupakan kebiasaan berupa gerakan-gerakan repetitif.
Cerebral palsy dimana gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik.

14
Anamnesa : kelumpuhan motorik yang sudah dapat dilihat semenjak awal
bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis yang perlu pemeriksaan laboratorium lebih lanjut, etiologi
yang bermacam-macam. Gejala klinis berupa : kaku kuduk, letargi, sakit
kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
Kelainan konginetal
Kelainan konginetal yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel
septum defect) dan ASD (atrium septum defect).
Gambaran klinis yang mendasari :
Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising
pansistolik murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IV
prasternal kiri.
Adanya keluhan sesak nafas akibat gagal jantung.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini diperlukan anamnesis yang
teliti terhadap tumbuh kembang anak. Biasanya berat badan anak
menurun (pada kasus berat) dan terdeteks dini anak lebih kecil (< 1 thn).

2.8 Penatalaksanaan8
Pengobatan yang terbaik adalah mencegah relaps dari demam rematik,
karena demam rematik merupakan penyebab dari penyakit jantung rematik.

Tabel 2. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Rematik8,9

Cara Pemberian Jenis antibiotik Dosis


Frekuensi

Pencegahan Pimer : pengobatan terhadap faringitis streptokokkus untuk mencegah


serangan primer demam reumatik

Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit Satu kali


(600.000 unit untuk BB < 27 kg)

15
Oral Penisilin V 250 mg/400.000 unit 4 kali sehari
selama 10
Hari
Eritromisin 40 mg/kg BB/hari 3-4 x/hari
selama 10
(jangan lebih dari 1 gr/hr) hari
Yang lain seperti dosis bervariasi
Klindamisin, Nafsilin, Amoksislin,
Sefaleksin

Pencegahan Sekunder : pencegahan berulangnya demam reumatik

Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit Setiap 3-4


minggu
Oral Penisilin V 250 mg 2 kali
sehari
Sulfadiazin 500 mg sekali
sehari
Eritromisin 250 mg 2 kli
sehari

Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan Anti Infamasi7


Hanya Karditis Karditis
Karditis
Artritis Minimal Sedang
Berat

16
Prednison 0 0 2-4 minggu* 2-6
minggu
Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu+ 6-8 minggu 2-4
bulan

Dosis : Prednison 2 mg/kg BB/hari dibagi 4 dosis


Aspirin 100 mg/kg BB/hari dibagi 6 dosis
*Dosis prednison ditappering dan aspirin dimulai selama minggu akhir
+Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kg BB/hari setelah 2 minggu pengobatan.

Lama pencegahan demam rematik sekunder yaitu sebagai berikut:7,9


Kategori pasien Durasi

17
Demam rematik tanpa karditis Sedikitnya sampai 5 tahun setelah serangan
terakhir atau hingga usia 18 tahun

Demam rematik dengan karditis tanpa bukti Sedikitnya sampai 10 tahun setelah
adanya penyakit jantung residual/ kelainan serangan terakhir atau hingga usia 25 tahun,
katup dipilih jangka waktu terlama

Demam rematik dengan karditis dan penyakit Sedikitnya 10 tahun sejak episode terakhir
jantung residual/ kelainan katup persisten atau sedikitnya hingga usia 40 tahun dan
kadang-kadang seumur hidup

Setelah operasi katup seumur hidup

2.9 Prognosis
Prognosis Penyakit jantung rematik terdiri dari lama penyakit, kesempatan dari
penyakit, kemungkinan hasil, prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk
penyakit penyakit, harga hidup, tingkat kematian, dan hasil kemungkinan lainnya
dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung rematik.8

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta; 2007.
2. Kisworo B. Demam reumatik. Cermin dunia kedokteran. No 116. Jakarta.
1997
3. Siregar AF. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik permasalahan di
Indonesia. http://www.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 1 juni 2011.
4. Chin TK. Rheumatic Heart Disease. http://www.emedicine.com. Diakses
pada tanggal 1 Juni 2011.
5. Todd J. streptococcal infections. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics.
Behrman,kliegman, Arvin, penyunting. Edisi kelimabelas.WB Saunders:
Phiiladelphia, Tokyo, 1996.h. 750-4
6. Anthony BF. Group B Streptococcal Infections. Dalam: Pediatric Infectious
Disease. Feigin, Cherry, penyunting. Edisi ketiga. WB. Saunders:
Phiadelphia: Tokyo 1992.h.1305-16
7. Kaplan EL. Group A Streptococcal Infections. Dalam: Pediatric Infections
Desease. Feigin, Cherry, penyunting. Edisi ketiga. WB. Saunders:
Philadelphia: Tokyo 1992.h.1296-305
8. Pusponegoro, Hardiono D. Hadinegoro, Srireki S. Firmanda D, dkk. Standar
pelayanan medis kesehatan anak. Ed 1. Badan penerbit IDAI. 2004.h.149-
154.
9. Red book 2000. Report of the Committee on Infectious Disease. Pickering LK,
Peter G, Baker CJ, WWalter AO, Patriarca P, penyunting. Group A
streptococcal Infections. American Academy of pediatrics:Elk grove Village
2000.h.526-36
10. World health organization. Rheumatic fever and rheumatic heat disease.
http://www.who.int. Diakses pada tanggal 1 Juni 20011
11. Ong Wt, Patasil GB. Acute Rheumatic fever. Cardiology Blue book.
Philippine: Cacho Hermanos Inc.2001. 210-211.

19

You might also like