You are on page 1of 44

BAB I

PENDAHULUAN

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia


memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa cemas dapat datang dari
eksternal atau internal.Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan
antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal
umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri1,2
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,
kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran
terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas
juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar.Umumnya hal
tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi.2Aspek yang penting
pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan melakukan seleksi
terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka
mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

Klasifikasi gangguan cemas dapat berdasarkan Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders (DSM-V) ataupun di Indonesia menggunakan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Sedangkan berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III


gangguan cemas organik atau gangguan anxietas organik adalah gangguan yang
ditandai oleh gambaran utama dari gangguan cemas menyeluruh (F41.1),
gangguan panik (F41.0) atau campuran keduanya, tetapi timbul sebagai akibat
gangguan organik yang dapat menyebabkan disfungsi otak. Sedangkan menurut
Kaplan dan Sadock pada gangguan kecemasan karena kondisi medis umum,
individu mengalami kecemasan yang menyebabkan distres klinis atau gangguan

Page 1
fungsi yang signifikan.Kecemasan ini merupakan konsekuensi langsung, bukan
emosional, dari kondisi medik umum.

Berdasarkan studi pada lima populasi di Amerika Serikat, Inggris dan


Swedia, terdapat 2-4,7 per 100 individu yang mengalami gangguan cemas. Wanita
lebih banyak dibanding laki-laki dengan rentang usia 16-40 tahun. Tidak ada
perbedaan pada ras kecuali pada gangguan agorafobia dimana ras afrika-amerika
lebih banyak menderita gangguan cemas dibanding ras kulit putih.

Beberapa gangguan psikiatrik lainnya memiliki gejala yang mirip dengan


gangguan cemas, diantaranya: gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan
kepribadian (paranaoid, menghindar, skizoid, dependen, obsesif-kompulsif),
anoreksia nervosa, gangguan hipokondria, gangguan dismorfik tubuh dan
trikotilomania. Antara subtipe pun kadang sulit dibedakan, karenanya bisa juga
didiagnosis banding dengan sesama subtipe. Salah satu pertimbangan dalam
mendiagnosis kecemasan karena kondisi medis lain adalah untuk memastikan
kecemasan tidak terjadi hanya selama fase delirium. Ansietas akibat efek
melanjutkan penggunaan atau penyalahgunaan zat harus dipertimbangkan juga.
Penarikan (withdrawal) dari zat atau paparan zat beracun akan menyebabkan
diagnosis Anxiety Zat-Induced.

Walaupun ada subtipe gangguan cemas yang memilik prognosis baik


(gangguan panik), namun secara keseluruhan prognosis gangguan cemas tidak
banyak diketahui dan sulit diperkirakan, karena merupakan gangguan yang relatif
baru dikenali sebagai gangguan mental penting. Penentuan prognosis pada
gangguan ini dikaitkan dengan onset, perjalanan penyakit, faktor pencetus,
komorbid, gejala dan keadaan lingkungan sosial.

Page 2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
1. Nama : Ny. I S
2. Tanggal Lahir/Umur : 4 Juni 1987/ 29 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : IRT
5. Pendidikan :Tamat SLTP
6. Agama :Islam
7. Alamat : Tl. Ubi Selatan, Muara Enim
8. Status Perkawinan : Kawin
9. Warga Negara : Indonesia

A. STATUS INTERNUS
- Keadaan Umum
Sensorium : Compos mentis
Suhu : 36,5C
Nadi : 82x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Turgor : < 2 detik
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Status Gizi : Normoweight
- Sistem Kardiovaskular : tidak ada kelainan
- Sisem Respiratorik : tidak ada kelainan
- Sistem Gastrointestinal : tidak ada kelainan
- Sistem Urogenital : tidak ada kelainan
- Kelainan Khusus : tidak ada kelainan

Page 3
B. STATUS NEUROLOGIKUS
- Motorik:
o Tonus : eutoni
o Klonus : tidak ada
o Refleks fisiologis : +/+ normal
o Refleks patologis : -/-
o Kekuatan : otot lengan +5/+5, otot tungkai +5/+5
- Sensibilitas : tidak ada kelainan
- Susunan Saraf Vegetatif :tidak ada kelainan
- Fungsi Luhur :tidak ada kelainan
- Kelainan khusus :tidak ada kelainan

C. ANAMNESIS
Identitas alloanamnesis (pasien ditemui di Bangsal Lakitan 1.2 RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang)
1. Nama : Tn.P
2. Umur : 35 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pekerjaan : Buruh Tani
5. Pendidikan : Tamat SMP
6. Agama : Islam
7. Alamat : Tl. Ubi Selatan, Kab. Muara Enim
8. Hubungan dengan pasien : Suami
- Sebab Utama
Ruam merah di wajah sejak 2 minggu SMRS
- Keluhan Utama
4 bulan pasien sering mendengar bisikan-bisikan
- Riwayat Perjalanan Penyakit
7 tahun yang lalu pasien mengaku sering mengalami nyeri atau pegal-
pegal pada sendi sendi seluruh tubuh, nyeri dirasakan hilang dan sering
terjadi kaku pada sendi os. Keluhan lain yang dirasakan os yaitu

Page 4
demam, untuk mengurangi keluhan os sering meminum obat warung
merk neurodex, os juga sudah berobat ke graha spesialis RSMH
Palembang dikatakan bahwa os menderita sakit rematik. Os
mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter Sp.PD selama sebulan
dan gejala menghilang.
5 tahun yang lalu, os mengaku penglihatannya terganggu, panglihatan
kabur, tidak jelas melihat benda-benda jauh, bola mata tidak bisa diam
selalu bergerak kekiri, kekanan, keatas dan kebawah, selanjutnya pasien
berobat ke poli mata RSMH dan os mengatakan matanya juling,
selanjutnya pasien diterapi selama 5 kali. Semenjak itu os sering
kepikiran tentang kesehatannya, merasa ketakutan bakalan tidak bisa
melihat dan buta selamanya, sering murung dan melamun.
4 bulan yang lalu, os sering melamun dan mendengar bisikan-
bisikan yang menyuruh os untuk bunuh diri, bisikan dirasakan terus
menerus, keluhan dirasakan terutama malam hari Sebelum mendapat
bisikan os mengeluh mengalami sakit kepala terlebih dahulu. Suami os
mengatakan bahwa os pernah kejang lalu tidak sadar selama 2 hari
sehingga os tidak dapat beraktivitas seperti makan dan minum atau
menjalankan kegiatan sehari-hari, os belum berobat.Os juga pernah
mengamuk membanting barang-barang dirumah, os mengaku sering
melamun dan mendapat bisikan jika os mendapatkan masalah seperti ada
masalah dengan suami atau keluarganya.Os selalu memikirkan kalau
masalah yang dialami os adalah masalah besar sehingga membuat os
sering murung dan melamun.Saat os sedang memikirkan masalahnya os
mengaku berkeringat dingin dan sakit kepala. Pasien merasa kesulitan
tidur akibat bisikan-bisikan yang didengar pasien. Di rumah, pasien
jarang bicara dan tampak sering melamun. Pasien masih dapat makan dan
minum dan mengurus dirinya sendiri. Keluarga os lalu membawa os ke
dukun setempat untuk berobat dirasakan keluhan berkurang .
2 bulanyang lalu, os mengeluh sakit kepala yang terus menerus
dirasakan saat os mendapatkan masalah, kejang tidak ada, bisikan tidak

Page 5
ada, os lalu berobat ke poli neurologi di RSUD Muara Enim lalu os
diberi 3 macam obat yaitu metil prednisolon, neurodex, dan vitamin B.
keluhan dirasakan berkurang dan os rutin minum obat tersebut.
2 minggu SMRS os merasakan rambut os sering rontok, nyeri
kepala kembali dirasakan, kemerahan pada pipi wajah yang semakin
bertambah jika terkena sinar matahari dan rasa terbakar terutama pada
wajah, pegal-pegal diseluruh sendi, sariawan ada, badan terasa lemas,
nafsu makan menurun, BAB dan BAK tidak ada kelainan. Selanjutnya
pasien berobat ke RSUD Muara Enim dan dirawat inap selama 10 hari.
3 hari SMRS, kemerahan pada pipi wajah pasien masih ada,
rambut os masih sering rontok, badan terasa lemas, dan mulai timbul
bintil-bintil kemerahan dilengan atas dan kaki yang berisi cairan, tidak
gatal, berwarna merah dan tidak nyeri, selanjutnya pasien di rujuk ke
RSMH Palembang

- Riwayat Premorbid
Bayi : lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh bidan
Anak-anak : tumbuh kembang baik, interaksi social baik
Remaja : interaksi social baik
Dewasa : interaksi social baik

- Riwayat Kebiasaan dan Penyakit Dahulu


Riwayat trauma kepala : tidak ada
Riwayat demam tinggi : tidak ada
Riwayat kejang : tidak ada
Riwayat darah tinggi dan kencing manis : tidak ada
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat penggunaan NAPZA : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal

Page 6
- Riwayat Pendidikan
SD : tamat SD
SMP : tamat SMP
SMA : tidak tamat

- Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai penyadap karet tetapi karena sakit 4
tahun terakhir os tidak bekerja lagi dan menjadi ibu rumah tangga

- Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah 5 tahun. Pasien juga sudah mempunyai 1 orang
anak yang berumur 4 tahun.

- Riwayat Keluarga

o Pasien merupakananak ke-2 dari 5bersaudara


o Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

- Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Darah tinggi ada (ayah pasien)

- Status Ekonomi
Status ekonomi menengah ke bawah

Page 7
AUTOANAMNESIS
Wawancara dan observasi dilakukan pada Rabu, 23November 2016 pukul
14.00 WIB di Bangsal Lakitan 1.2 Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pemeriksa
dan pasien berhadapan dengan posisi pasien duduk di kursi. Pasienmemakaibaju
tidur batik. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Palembang.
Pemeriksa Pasien Interpretasi
(Psikopatologi)
Assalammualaikum, Bu Waalaikumsalam (Pasien - compos mentis
(pemeriksa tersenyum sambil menatap mata pemeriksa - kooperatif,
menatap mata pasien dan dan menjabat tangan perhatian ada
mengajak bersalaman) pemeriksa) - verbalisasi
jelas
saya dokter muda disini, boleh - cara bicara
boleh ngobrol sebentar, Bu? lancar
- kontak fisik,
namanya siapo Bu? Iis Sudianti mata, dan
verbal ada
umurnyo berapo 29 tahun (Os langsung
menjawab)

Ibu darimano asalnyo? Talang Ubi, deket Muara - Daya ingat


Enim baik

Ibu tau sekarang lagi ado di RS dok


dimano?
- Orientasi
Hari ini hari apa bu? Tanggal Rabu, 23 November dok tempat dan
dan bulan berapa? orang baik
- Disorientasi
siapo yang bawa ibu kesini? Suami aku waktu

Page 8
Ibu keluhan nyo apa ini pening palak, pipi - RTA baik
sekarang? merah-merah badan nyeri- Dayakonsentr
nyeri asi baik
- Discriminative
Ibu pernah dak sebelumnya Ado dlu cak 4 bulan yll, insight baik
dengar suara-suara bisikan tapi Ado yang berbisik-bisik - Delusion of
katek wongnyo? control
Yo cak wong tuo
Bisikannyo cakmano? ngomong, cak nyuruh aku - Halusinasi
meninggal akustik(audito
rik)
Ibu pernah liat dak orang Dak pernah cuma suara
yang bersuara itu? be. Katek uwongnyo.

Ibu ado masalah atau beban Dak pulo dok. Cuman


pikiran dak akhir-akhir ini? sakit inilah, lah dak tahan
lagi pening palak
Ibu ngeraso kepikiran dak
dengan penyakit ibu? iyo dok, takut aku mati

ngapo sampe ibu kepikiran iyo olehny sakit aku ni


sampe ibu pacak meninggal lalamo dok, parahny nian
belakangan ini dak tahan
bae dok kadangan
ibu ni kato bapak galak iyo katek dok, Cuma
melamun, ngapo bu? Ado yg kalau ado masalah bae aku
dipikirke? kepikiran nian, mulai
pening palak aku sakit
kambuh

Page 9
apodio biasonyo masalah yo banyak dok, cak
yang galak ibu pikirke? masalah keluargo, bebala
samo laki, ngurusi anak,
terutama gara-gara
penyakit ini

oh yang pernah kejang itu ibu idak inget nian itu ak


inget dak ngapo biso ibu dak dok(pasien menjawab
sadar 2 hari sambil malu-malu dan
tersenyum)
yosuda itu be dulu ibu yo, iyo samo-samo dok
mokasih banyak

D. KEADAAN UMUM
- Kesadaran/Sensorium : Compos Mentis
- Perhatian : Adekuat
- Sikap : Kooperatif
- Inisiatif : Ada `
- Tingkah Laku Motorik : Normoaktif
- Ekspresi Fasial : Wajar
- Verbalisasi : Jelas
- Cara Bicara : Lancar
- Kontak Psik:- Kontak Fisik : Ada, adekuat
- Kontak Mata : Ada, adekuat
- Kontak Verbal : Ada, adekuat

E. KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


- Keadaan Afektif : Sesuai
- Keadaan Mood : Eutimik-hipotimik
- Hidup Emosi
Stabilitas : Stabil

Page 10
Kedalaman : Normal
Pengendalian : Terkendali
Adekuat-Inadekuat : Adekuat
Echt/Unecht : Echt
Einfuhlung : Bisa dirabarasakan
Arus emosi : normal
- Keadaan dan Fungsi Intelek
Daya ingat (amnesia, dsb) : Baik
Daya Konsentrasi : Baik
Orientasi : Baik
Luas Pengetahuan Umum dan Sekolah :Sesuai
Discriminative Judgement : Cukup
Discriminative Insight : Kurang
Dugaan taraf intelegensi : IQ rata-rata
Kemunduran intelektual (demensia, dsb) : Tidakada
- Kelainan Sensasi dan Persepsi
Ilusi : Tidak ada
Halusinasi : Ada, halusinasi akustik
(auditorik) Pasien sering
mendengar bisikan yang
memerintahkan pasien untuk
bunuh diri.
- Keadaan Proses Berpikir
Psikomotilitas :Normal
Mutu proses berpikir : Jelas
Arus Pikiran
Produktivitas : Cukup
Kontinuitas : Cukup
Hendaya berbahasa :Tidak ada
Flight of ideas : Tidakada
Inkoherensi : Tidakada

Page 11
Sirkumstansial : Ada
Tangensial : Tidakada
Terhalang : Tidakada
Terhambat : Tidak ada
Perseverasi : Tidakada
Verbigerasi : Tidakada

- Isi Pikiran
Pola Sentral : Tidakada
Waham : Tidak ada
Ide terfiksir : Tidakada
Fobia : Tidakada
Hipokondria : Tidak ada
Konfabulasi : Tidakada
Perasaan inferior : Tidakada
Perasaan berdosa/salah : Tidakada
Rasa permusuhan/dendam : Tidakada
Kecurigaan : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
- Pemilikan Pikiran
Obsesi : Ada
Alienasi : Tidakada
- Bentuk Pikiran
Autistik : Tidakada
Dereistik : Tidakada
Simbolik : Tidakada
Paralogik : Tidakada
Simetrik : Tidakada
Konkritisasi : Tidakada
Lain-lain : Tidak ada
- Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan

Page 12
Abulia/Hipobulia : Tidakada
Vagabondage : Tidak ada
Katatonia : Tidak ada
Kompulsi :Tidak ada
Raptus/Impulsivitas : Tidak ada
Mannerisme : Tidak ada
Kegaduhan Umum : Tidak ada
Autisme : Tidak ada
Deviasi Seksual : Tidak ada
Logore : Tidak ada
Ekolalia : Tidak ada
Ekopraksi : Tidak ada
Mutisme : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
- Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (overt):ada
- Reality Testing Ability : ada

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tanggal 21 November 2016
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 9,3 11.4-15
RBC 4.47 juta/mm3 4.0-5.70 juta/mm3
WBC 7.2 4730-10890/mm3
Hematokrit 29 35-45
Trombosit 62 189-436.103/L
Hitung Jenis Leukosit Hasil Rujukan
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 2 1-6%
Netrofil 47 50-70%
Limfosit 39 20-40%

Page 13
Monosit 12 2-8 %
MCV MCV= Ht/RBC x 10= 85-95
29/4.47 x 10= 64
MCH MCH= Hb/RBC x 10= 27-31
9,3/4,47= 20
GDS 103 <200 mg/dL
GINJAL
Ureum 46 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 1,08 0,50-0,90 mg/dL
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 7,7 8,8-10,2 md/dL
Natrium (Na) 143 135-155
Kalsium (K) 3,5 3,5-5,5 mEq/L
HATI
AST/SGOT 16 0-32 U/L
ALT/SGPT 16 0-31 U/L
URINALISIS
Urine Lengkap
Warna Kuning Kuning
Penjernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.025 1.003-1.030
pH (urine rutin) 6.0 5-9
Protein Positif +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Positif +++ Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 1 0,1-1,8
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Esterase Negatif Negatif

Page 14
Sedimen Urine:
Epitel + Negatif
Lekosit 7-11 0-5
Eritrosit 50-60 0-1
Silinder Silinder Granular + Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 November 2016


Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
ANA TEST 65% <20%
Intermediate:
20-60%

G. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
- AKSIS I : F06.4 Gangguan anxietas organik.
- AKSIS II : Z.03.2 Tidak ada diagnosis
- AKSIS III : G00-G99 Penyakit Gangguan Saraf
L00-L99 Penyakit Kulit dan Jaringan Subkutan
M00-M99 Penyakit Sistem Muskuloskletal dan Jaringan
Ikat
R00-R99 Gejala, Tanda, dan Temuan Klinis-lab.abnormal
- AKSIS IV : Masalah dengan primary support group (keluarga)
- AKSIS V : GAF Scale 80-71

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
F06.4 Gangguan anxietas organik.
F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
F05 Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lainnya

Page 15
I. TERAPI
a. Psikofarmaka
Merlopam 0,5 mg 1x1
b. Psikoterapi
Konseling : menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya
Edukasi : memotivasi pasien dan menganjurkan pasien untuk
selalu minum obat secara teratur agar penyakitnya
terkontrol dan menjelaskan kepada pasien apa yang
akan terjadi jika obat tidak diminum

c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang sekitar
tentang penyakit pasien sehingga tercipta dukungan sosial dalam
lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses penyembuhan

J. PROGNOSIS
Prognosis buruk: usia muda, stressor tidak diketahui, duda
Prognosis baik: onset akut, gejala positif.
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Page 16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Gangguan Cemas Organik


3.1.1. Gangguan Cemas
Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan.`Ia
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan
gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak
nyaman pada perut, dan gelisah.Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau
internal.Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang
dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait
dengan pikiran seseorang sendiri1
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,
kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran
terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas
juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar.Umumnya hal
tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi.Distorsi ini dapat
menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian,
menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu
hal dengan lainnya. Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang
dengan rasa cemas akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka
yang dapat membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang
menimbulkan rasa cemas.1
Ada beberapa teori mengenai patofisiologi gangguan cemas berupa teori
psikoanalitik, teori perilaku dan teori eksistensi.

a. Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya 1926 Inhibitons,
Symptoms, Anxiety bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego
bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk

Page 17
mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal,
kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap
tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah
intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul sebagai
serangan panik.1

b. Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus
lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang
dibesarkan oleh ibunya yang memperlakukannya semena-mena, akan
segera merasa cemas bila ia bertemu ibunya. Melalui proses generalisasi,
ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita. Bahkan seorang anak dapat
meniru sifat orang tuanya yang cemas.1
c. Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa
cemas yang bersifat kronis.Inti dari teori eksistensi adalah seseorang
merasa hidup di dalam dunia yang tidak bertujuan.Rasa cemas adalah
respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti.

Sedangkan berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang


mendasari timbulnya cemas yang patologis antara lain:
a. Sistem saraf otonom
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf
otonom adalah:

Sistem kardiovaskuler (palpitasi)


Muskuloskeletal (nyeri kepala)
Gastrointestinal (diare)
Respirasi (takipneu)

Page 18
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas,
terutama pada pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan
peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli
repetitif dan berlebih pada stimuli yang sedang.
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik
dan korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses
terjadinya cemas.1
Korteks Serebri
Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio
parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga
diduga berkaitan dengan gangguan cemas.Korteks temporal juga
dikaitkan dengan gangguan cemas.Hal ini diduga karena adanya
kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan
epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik,
sistem limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang
banyak.Ablasi dan stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau
sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut.Dua area
pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan
aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan
rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan
gangguan obsesif kompulsif.
b. Neurotransmiter
Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas
berupa serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic
hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi
noradrenergik.Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada
gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan
regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan

Page 19
peningkatan aktivitas yang mendadak.Sel-sel dari sistem
noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada
rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks
serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula
spinalis.Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus
pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan
inhibisi, primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut.
Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan gangguan serangan
panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik (Isoproterenol)
dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan serangan
panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.1
Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan
pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress
dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada
prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus
lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan
obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan
obsesif kompulsif.Efektivitas pada penggunaan obat buspirone
juga menunjukkan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa
cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik
ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan
menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.1
GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas
obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA
pada reseptor GABA tipe A. Walaupun benzodiazepine potensi
rendah paling efektif terhadap gejala gangguan cemas menyeluruh,
benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan clonazepam
ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik

Page 20
Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan
peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi
obat benzodiazepine.Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus
temporal kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan
panik.Beberapa studi pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan
abnormal pada hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri.fMRI,
SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien
dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan
girus hippocampal. Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan
pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas
pada amygdala.1
Klasifikasi gangguan cemas dapat berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-V) ataupun di Indonesia menggunakan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-V), gangguan cemas terdiri dari:2
1) Gangguan cemas perpisahan
2) Mutisme selektif
3) Fobia spesifik
4) Fobia social
5) Gangguan panik
6) Agoraphobia
7) Gangguan cemas menyeluruh
8) Gangguan cemas akibat zat/obat
9) Gangguan cemas karena kondisi medis lain
10) Gangguan cemas spesifik lainnya
11) Gangguan cemas yang tidak spesifik
Sedangkan berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik,
gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).3

Page 21
F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN
GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxieta Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia III, gangguan cemas juga dapat dikaitkan dalam gangguan mental
organic yaitu F06.4 Gangguan anxietas organik.3

Page 22
3.1.2. Definisi Gangguan Cemas Organik
Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
gangguan cemas organik atau gangguan anxietas organik adalah gangguan yang
ditandai oleh gambaran utama dari gangguan cemas menyeluruh (F41.1),
gangguan panik (F41.0) atau campuran keduanya, tetapi timbul sebagai akibat
gangguan organik yang dapat menyebabkan disfungsi otak.3 Sedangkan menurut
Kaplan dan Sadock pada gangguan kecemasan karena kondisi medis umum,
individu mengalami kecemasan yang menyebabkan distres klinis atau gangguan
fungsi yang signifikan. Kecemasan ini merupakan konsekuensi langsung, bukan
emosional, dari kondisi medik umum.4

3.1.3. Epidemiologi Gangguan Cemas Organik


Berdasarkan studi pada lima populasi di Amerika Serikat, Inggris dan
Swedia, terdapat 2-4,7 per 100 individu yang mengalami gangguan cemas. Wanita
lebih banyak dibanding laki-laki dengan rentang usia 16-40 tahun. Tidak ada
perbedaan pada ras kecuali pada gangguan agorafobia dimana ras afrika-amerika
lebih banyak menderita gangguan cemas dibanding ras kulit putih.4
Sedikit data yang ada yang digunakan untuk memperkirakan prevalensi
gangguan kecemasan karena kondisi medis umum. Pada individu yang sakit
secara medis umumnya diyakini memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi
dari pada populasi umum. Angka kejadian panik dan kecemasan umum tinggi
khususnya pada pasien neurologis, endokrin, dan kardiologi, meskipun temuan ini
tidak selalu membuktikan hubungan fisiologis. Sekitar sepertiga dari pasien
dengan hipotiroid dan dua pertiga pasien dengan hipertiroid mungkin mengalami
gejala kecemasan. Serta sebanyak 40 persen dari penderita dengan penyakit
Parkinson memiliki gangguan kecemasan. Prevalensi gangguan cemas lebih tinggi
pada wanita dibandingkan pada pria.4

3.1.4. Etiologi Gangguan Cemas Organik


Penyebab paling umum dalam sindrom ansietas meliputi terkait zat/substansi
(intoksikasi kafein, kokain, amfetamin, dan agen simpatomimetik lainnya;
nicotine withdrawal, obat penenang-hipnotik, dan alkohol), endokrinopati

Page 23
(terutama pheochromocytoma, hipertiroidisme), gangguan metabolik (misalnya:
hipoksemia, hiperkalsemia dan hipoglikemia) dan gangguan neurologis (termasuk
vaskular, trauma, dan degeneratif). Banyak dari kondisi ini yang bersifat
sementara dan mudah diatasi. Beberapa laporan baru-baru ini telah berusaha untuk
mengaitkan gejala obsesif-kompulsif dengan perkembangan patologi di ganglia
basal.4

3.1.4. Gambaran Klinis Gangguan Cemas Organik


Gangguan cemas adalah gangguan yang ditandai oleh adanya cemas yang
irasional dan mengganggu. Cemas adalah ketegangan memuncak yang disertai
oleh rasa takut dan ditandai oleh timbulnya gejala fisik seperti: takikardi, takipnoe
dan tremor.Walaupun gejala fisik yang muncul sama namun cemas disini berbeda
dengan cemas yang normal. Pada cemas yang normal, rasa cemas muncul sebagai
reaksi emosional terhadap suatu yang nyata, ancaman dari luar dan sebanding
dengan bahaya yang dihadapi. Sedangkan pada gangguan cemas, rasa cemas
muncul tanpa adanya ancaman dari luar atau ketika ada ancaman dari luar, reaksi
emosional yang muncul berlebihan. Penderita gangguan cemas sering merasakan
penderitaan dan mengalami kelelahan akibat reaksi emosional yang berlebihan,
sehingga menimbulkan gangguan pada pekerjaan dan interaksi sosialnya.
Penyebab timbulnya gangguan ini belum jelas namun sering dikaitkan dengan
faktor genetik, kejadian yang traumatis dan stres.4

Kecemasan yang berasal dari suatu kondisi medis umum atau zat dapat
hadir dengan keluhan fisik (misalnya, nyeri dada, palpitasi, nyeri perut,
diaphoresis, pusing, tremor, dan gangguan frekuensi kencing), gejala umum dari
rasa takut dan khawatir yang berlebihan, serangan panik yang terkait dengan rasa
takut akan kematian atau kehilangan kontrol, pikiran obsesif berulang atau
perilaku kompulsif ritualistik, atau fobia terkait dengan perilaku menghindar. 4

3.1.6. Kriteria Diagnosis Gangguan Cemas Organik


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III Gangguan cemas organik atau gangguan anxietas organik ditandai

Page 24
oleh gambaran utama dari gangguan cemas menyeluruh (F41.1), gangguan panik
(F41.0) atau campuran keduanya, tetapi timbul sebagai akibat gangguan organik
yang dapat menyebabkan disfungsi otak. 3

Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR

Penderita harus menunjukkan anxietas Ketakutan dan kecemasan berlebihan


sebagai gejala primer yang terjadi yang lebih banyak terjadi
beberapa minggu sampai bulan, yang tidak dibandingkan tidak terjadi selama
terbatas pada situasi khusus tertentu saja paling tidak 6 bulan mengenai
kejadian atau aktifitas

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup Cemas dan khawatir berkaitan dengan


unsur-unsur berikut: 3 atau lebih gejala dibawah ini (gejala
lebih banyak terjadi dibandingkan
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk,
tidak terjadi selama enam bulan
merasa seperti diujung tanduk, sulit
terakhir):
konsentrasi, dsb)
Ketegangan motorik (gelisah, sakit kegelisahan
kepala, gemetaran, tidak dapat santai) mudah lelah
Overatifitas otonom (kepala terasa sulit konsentrasi
ringan, sesak nafas,jatung berdebar- iritabel
debar) tegang otot
gangguan tidur
Catatan: Pada anak-anak hanya satu
gejala dibawah ini yang dibutuhkan

Pada anak-anak sering terlihat adanya Gangguan bukan akibat efek langsung
kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan dari zat atau kondisi medik umum
serta keluhan somatik yang menonjol lainnya dan tidak terjadi selama
periode gangguan mood, gangguan
psikotik atau gangguan perkembangan

Page 25
pervasif

Adanya gejala lain yang sifatnya Fokus ketakutan dan kecemasan tidak
sementara (untuk beberapa hari), khusunya terbatas pada gambaran gangguan axis
depresi tidak membatalkan diagnosis I.
utama gangguan anxietas menyeluruh, Cemas, khawatir dan gejala fisik yang
selama hal tersebut tidak memenuhi muncul menyebabkan penderitaan dan
kriteria lengkap dari episode depresif,
gangguan salah satu atau seluruh area
gangguan anxietas fobik atau gangguan fungsi
obsesif-kompulsif
Individu sulit untuk mengontrol
kekhawatiran tersebut

Kriteria Diagnostik Gangguan Panik

Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-IV-TR

Untuk diagnosis pasti harus Harus ada keduanya:


ditemukan adanya serangan
Serangan panik (panic attack) yang
anxietas berat (severe attackof
berulang dan tidak terduga (lihat di
autonomic anxiety) dalam masa 1
bawah)
bulan:
Serangan panik harus diikuti paling tidak
Pada keadaan sebenarnya tidak selama 1 bulan oleh satu atau lebih hal di
ada bahaya bawah ini:
Tidak terbatas pada situasi atau o Perhatian berlebihan akan terjadi
keadaan yang telah diketahui serangan berikutnya
sebelumnya o Khawatir terhadap akibat serangan
Keadaan yang relatif bebas pada panik yang terjadi
periode diantara serangan panik o Perubahan tingkah laku berkaitan
(umumnya dapat terjadi juga dengan serangan
anxietas antisipatorik)

Page 26
Gangguan panik baru ditegakkan Ada atau tidaknya agorafobia
sebagai diagnosis utama jika tidak Serangan panik bukan disebabkan oleh efek
ada gangguan anxietas fobik langsung dari suatu zat, keadaan medik
umum, atau gangguan mental lainnya

Serangan panik (bukan diagnosis yang


terpisah)

Periode ketakutan hebat atau ketidaknyaman


yang diikuti empat atau lebih gejala dibawah
ini yang datang tiba-tiba dan memuncak
dalam waktu 10 menit:

a. Palpitasi jantung berdebar-debar, takikardi


b. Berkeringat
c. Gemetar atau bergoncang
d. Rasa sesak nafas atau tertahan
e. Perasaan tercekik
f. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
g. Mual atau gangguan perut
h. Perasaan pusing atau bergoyang,
melayang, pingsan
i. Derealisasi atau depersonalisasi
j. Ketakutan kehilangan kendali atau
menjadi gila
k. Rasa takut mati
l. Parestesia
m. Menggigil atau perasaan panas

Page 27
Kriteria diagnosis gangguan cemas akibat kondisi medik umum berdasarkan DSM
IV-TR4:
Kecemasan yang menonjol, serangan panik, atau obsesi atau dorongan
mendominasi pada gambar klinis
Ada bukti dari sejarah, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan tersebut adalah konsekuensi langsung dari condisi medis
umum
Gangguan sebaiknya tidak dijelaskan dengan gangguan mental lain
Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama delirium
Gangguan menyebabkan distress klinis yang signifikan atau penurunan
sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang-bidang penting lainnya

3.1.7. TatalaksanaGangguan Cemas Organik


Terapi diberikan sesuai dengan penyakit yang menjadi penyebab. Selain
itu diberikan juga obat-obatan untuk menangani gangguan cemas. Tidak hanya
pemberian obat, terapi juga dilakuan melalui intervensi psikososial (psikoterapi).
Psikoterapi dan obat terbukti meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah
relaps ketika pemberian obat dihentikan.1

Saat ini ada beberapa golongan obat yang digunakan untuk mengatasi
gangguan cemas, diantaranya: SSRI (sertralin, fluoxetin, paroxetin),
benzodiazepin (alprazolam, diazepam, clonazepam), trisiklik (amitriptilin,
imipiramin), tetrasiklik, serta MAOi (phenelzine, tranylcypromine). Berdasarkan
hasil penelitian, SSRI memiliki rentang keamanan yang luas dan efek samping
yang minimal, karena itu penggunaannya lebih disukai dibandingkan golongan
obat yang lain.

Efek samping obat gangguan cemas yang paling sering muncul


diantaranya adalah efek antikolinergik (trisiklik, tetrasiklik, MAOi), hipotensi
ortostatik, disfungsi seksual (SSRI), insomnia, peningkatan berat badan
(antidepresan atipikal), penyakit jantung koroner (trisiklik, tetrasiklik), aritmia

Page 28
(tetrasiklik,trisiklik) dan reaksi agitasi inisial (SSRI). Ada beberapa cara untuk
mencegah dan mengatasinya, yakni: (1) memonitor secara berkala indeks masa
tubuh, berat badan dan profil lipid (2) memulai pemberian obat dengan dosis
kecil, (3) pengurangan dosis obat, (4) jika efek samping tetap ada atau bahkan
lebih buruk pertimbangkan penggantian obat.

3.1.8. Diagnosis Banding Gangguan Cemas Organik


Beberapa gangguan psikiatrik lainnya memiliki gejala yang mirip dengan
gangguan cemas, diantaranya: gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan
kepribadian (paranaoid, menghindar, skizoid, dependen, obsesif-kompulsif),
anoreksia nervosa, gangguan hipokondria, gangguan dismorfik tubuh dan
trikotilomania. Antara subtipe pun kadang sulit dibedakan, karenanya bisa juga
didiagnosis banding dengan sesama subtipe.1

Salah satu pertimbangan dalam mendiagnosis kecemasan karena kondisi


medis lain adalah untuk memastikan kecemasan tidak terjadi hanya selama fase
delirium. Ansietas akibat efek melanjutkan penggunaan atau penyalahgunaan zat
harus dipertimbangkan juga. Penarikan (withdrawal) dari zat atau paparan zat
beracun akan menyebabkan diagnosis Anxiety Zat-Induced. pemeriksaan
kesehatan termasuk layar narkoba akan berguna dalam situasi ini. Hal ini
dimungkinkan untuk memiliki diagnosis ganda cemas karena kondisi medis lain
dan gangguan kecemasan Zat-Induced jika kriteria untuk kedua diagnosis
terpenuhi. Selain itu gangguan cemas primer atau gangguan penyesuaian dengan
kecemasan adalah dua kondisi lain yang harus dibedakan dari kecemasan karena
gangguan kesehatan lain. Pada bagian pertama ini, tidak ada hubungan langsung
dengan kondisi medis yang menyebabkan kecemasan. Di sisi lain, timbulnya
kecemasan pada usia lanjut atau terdapat keluarga atau sejarah pribadi mudah
cemas dapat menunjukkan gangguan penyesuaian.4

3.2.8. Prognosis Gangguan Cemas Organik


Walaupun ada subtipe gangguan cemas yang memilik prognosis baik
(gangguan panik), namun secara keseluruhan prognosis gangguan cemas tidak

Page 29
banyak diketahui dan sulit diperkirakan, karena merupakan gangguan yang relatif
baru dikenali sebagai gangguan mental penting. Penentuan prognosis pada
gangguan ini dikaitkan dengan onset, perjalanan penyakit, faktor pencetus,
komorbid, gejala dan keadaan lingkungan sosial. Sebagian besar gangguan cemas
akan berkembang menjadi kronik apabila tidak dilakukan pengobatan dan
memiliki kecendrungan untuk relaps ketika terapi dihentikan.

3.3. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE)
merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum
diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat
beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka
kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta
lingkungan diduga berperan dalam patoisiologi SLE.Insiden tahunan SLE di
Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara prevalensi SLE di
Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jender wanita
dan laki-laki antara 9-14:1. Di Indonesia sendiri, dari data tahun 2002 di RSUP
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total
kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS
Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien
yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010. Manifestasi klinik
SLE dapat berupa gejala konstitusional (seperti keleahan, demam dan penurunan
berat badan) serta dapat berupa gejala muskuloskeletal, kulit, ginjal,
gastrointestinal, paru-paru, jantung, retikuloendotel, hematologi dan
neuropsikiatri.5
Patogenesis dari LES masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat
banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik,
faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun.Faktor genetik
memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat
pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur

Page 30
sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada
kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta
dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat
komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang
mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan
sitokin.6
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan
dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen
MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi
spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen
komplemen, seperti C2, C4, atau C1q14-15.Kekurangan komplemen dapat
merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear
sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel
fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan
menimbulkan respon imun.6
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti
radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus.Sinar UV mengarah pada self-
immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosiskeratinosit.Selain
itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan
memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung mengubah sel
DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu
menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit.Faktor lingkungan lainnya yaitu
kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi
terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau yaitu
amino lipogenik aromatik.Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi
pada penderita lupus.Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan
apoptosis keratinosit.Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius
terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus. Virus rubella,
sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.6
Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor
hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa

Page 31
penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon
estrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga
mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien LES7.Autoantibodi
pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear (ANA dan anti-
DNA).Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit,
trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks
imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi
pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.7
Diagnosis LES dapat ditegakan berdasarkan gambaran klinik dan
laboraturium. American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982,
mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria,
maka diagnosis LES dapat ditegakan.5,8

Page 32
Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik

No Kriteria Batasan
1. Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar dan Cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
2. Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan
folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik
3. fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar
matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter pemeriksa.
4. Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat
oleh dokter pemeriksa.
5. Artitritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.
6. Serositis
a. Pleuritis Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang
didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi
pleura.
b. Karditis
Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction
rub atau terdapat bukti efusi pericardium
7. Gangguan renal Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila tidak
dilakukan pemeriksaan kuantitatif. Atau Silinder seluler : -
dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular,
tubular atau campuran
8. Gangguan Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
Neurologi gangguan misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak
seimbangan elektrolit
Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan
Metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak

Page 33
seimbangan elektrolit.)

9. Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis. Atau


hematologi b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih. Atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih. Atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan
oleh obat-obatan
10. Gangguan a. Anti -DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer
imunologik yang abnormal. Atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear
Sm. Atau
c. Temuan positif terhadap antibodi anti fosfolipid yang
didasarkan atas :
1. kadar serum antibodi anti kardiolipin abnormal
baik IgG atau IgM,
2. Tes lupus anti koagulan positif menggunakan
metoda standard,
3. hasil tes serologi positif palsu terhadap sifi lis
sekurang- kurangnya selama 6 bulan dan
dikonfirmasi dengan test imobilisasi Treponema
pallidum atau tes fluoresensi absorpsi anbodi
treponema.
11. Antibodi Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan
Anti nuklear pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
positif (ANA) pada setiap kurun waktu perjanan penyakit tanpa
keterlibatan obat yang diketahui hubungan dengan
sindroma lupu yang diinduksi obat.

Page 34
Bila didapatkan 4 kriteria dari 11 kriteria, maka bisa ditegakkan SLE yang
memiiki sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria
dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin LES dan diagnosis
bergantung pada pengamatan klinis.Bila hasil tes ANA negatif, maka
kemungkinan bukan LES. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis
lain tidak ada maka belum tentu LES, dan observasi jangka panjang diperlukan.5
Tatalaksana SLE berupa gabungan strategi pengobatan atau disebut pilar
pengobatan.Pilar pengobatan SLE ini seyogyanya dilakukan secara bersamaan
dan berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai. Pilar Pengobatan Lupus
Eritematosus Sistemik berupa:5

a. Edukasi dan konseling


Edukasi dan konseling pasien SLE berupa penjelasan tentang penyakit
lupus yaitu penyebabnya, tipe-tipe lupus, gejala-gejala fisik yang
dialami dan pengobatannya terutama mengenai penggunaan steroid
dan kompikasinya. Selain itu juga diberikan edukasi dan konseling
terkait aspek psikologis yang akan dihadapi dan cara mengatasinya.
b. Program rehabilitasi
Pada pasien SLE dapat terjadi penurunan masa otot hingga 30%
apabila pasien dengan SLE dibiarkan dalam kondisi immobilitas
selama lebih dari 2 minggu.Berbagai latihan diperlukan untuk
mempertahankan kestabilan sendi.Modalitas fisik seperti pemberian
panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri,
menghilangkan kekakuan atau spasme otot.Demikian pula modalitas
lainnya seperti transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
memberikan manfaat yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau
kekakuan otot. Secara garis besar, maka tujuan, indikasi dan tekhnis
pelaksanaan program rehabilitasi yang melibatkan beberapa maksud,
yaitu: Istirahat, terapi fisik, terapi dengan modalitas, ortotik dan lain-
lain.

Page 35
c. Pengobatan medikamentosa
Pengobatan SLE berdasarkan berat ringannya SLE yang dialami
pasien.Obat-obatan yang dipakai dapat berupa OAINS, anti malaria,
steroid, imunosupresan / sitotoksik, dan terapi lainnyya.

Page 36
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berumur 29 tahun, pekerjaan buruh tani dengan


pendidikan terakhir SMP, sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak, beragama
islam dan beralamat di Tl. Ubi Selatan, Kab. Muara Enimdibawa ke rumah sakit
oleh keluarga dengan kondisi pasien compos mentis, dengan sebab utama ruam
merah di wajah sejak 2 minggu SMRS dan dengan keluhan utama sering
mendengar bisikan-bisikan 4 bulan SMRS.
7 tahun yang lalu pasien mengaku sering mengalami nyeri atau pegal-
pegal pada sendi sendi seluruh tubuh, nyeri dirasakan hilang dan sering terjadi
kaku pada sendi os. Keluhan lain yang dirasakan os yaitu demam, untuk
mengurangi keluhan os sering meminum obat warung merk neurodex, os juga
sudah berobat ke graha spesialis RSMH Palembang dikatakan bahwa os menderita
sakit rematik. Os mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter Sp.PD selama
sebulan dan gejala menghilang.
5 tahun yang lalu, os mengaku penglihatannya terganggu, panglihatan
kabur, tidak jelas melihat benda-benda jauh, bola mata tidak bisa diam selalu
bergerak kekiri, kekanan, keatas dan kebawah, selanjutnya pasien berobat ke poli
mata RSMH dan os mengatakan matanya juling, selanjutnya pasien diterapi
selama 5 kali. Semenjak itu os sering kepikiran tentang kesehatannya, merasa
ketakutan bakalan tidak bisa melihat dan buta selamanya, sering murung dan
melamun.
4 bulan yang lalu, os sering melamun dan mendengar bisikan-bisikan
yang menyuruh os untuk bunuh diri, bisikan dirasakan terus menerus, keluhan
dirasakan terutama malam hari. Sebelum mendapat bisikan os mengeluh
mengalami sakit kepala terlebih dahulu.Suami os mengatakan bahwa os pernah
kejang lalu tidak sadar selama 2 hari sehingga os tidak dapat beraktivitas seperti
makan dan minum atau menjalankan kegiatan sehari-hari, os belum berobat.Os
juga pernah mengamuk membanting barang-barang dirumah, os mengaku sering
melamun dan mendapat bisikan jika os mendapatkan masalah seperti ada masalah

Page 37
dengan suami atau keluarganya.Os selalu memikirkan kalau masalah yang dialami
os adalah masalah besar sehingga membuat os sering murung dan melamun.Saat
os sedang memikirkan masalahnya os mengaku berkeringat dingin dan sakit
kepala. Pasien merasa kesulitan tidur akibat bisikan-bisikan yang didengar pasien.
Di rumah, pasien jarang bicara dan tampak sering melamun. Pasien masih dapat
makan dan minum dan mengurus dirinya sendiri. Pasien tidak pernah melihat
seseorang yang tidak bisa dilihat orang lain. Keluarga os lalu membawa os ke
dukun setempat untuk berobat dirasakan keluhan berkurang .
2 bulanyang lalu, os mengeluh sakit kepala yang terus menerus
dirasakan saat os mendapatkan masalah, kejang tidak ada, bisikan tidak ada, os
lalu berobat ke poli neurologi di RSUD Muara Enim lalu os diberi 3 macam obat
yaitu metil prednisolon, neurodex, dan vitamin B. keluhan dirasakan berkurang
dan os rutin minum obat tersebut.
2 minggu SMRS os merasakan rambut os sering rontok, nyeri kepala
kembali dirasakan, kemerahan pada pipi wajah yang semakin bertambah jika
terkena sinar matahari dan rasa terbakar terutama pada wajah, pegal-pegal
diseluruh sendi, sariawan ada, badan terasa lemas, nafsu makan menurun, BAB
dan BAK tidak ada kelainan. Selanjutnya pasien berobat ke RSUD Muara Enim
dan dirawat inap selama 10 hari.
3 hari SMRS, kemerahan pada pipi wajah pasien masih ada, rambut os
masih sering rontok, badan terasa lemas, dan mulai timbul bintil-bintil kemerahan
dilengan atas dan kaki yang berisi cairan, tidak gatal, berwarna merah dan tidak
nyeri, selanjutnya pasien di rujuk ke RSMH Palembang
Saat dilakukan wawancara psikiatri, pasien bisa menyebutkan nama, umur,
alamat dan yang mengantar dengan benar. Pasien mengetahui bahwa dirinya sakit
dan alasan dibawa berobat.Pasien tampak terlihat murung. Ketika ditanya yang
dirasakannya saat ini, pasien mengaku baik-baik saja tetapi kadang-kadang os
mengaku kepikiran tentang penyakitnya, merasa takut akan hal buruk terjadi pada
dirinya karena penyakit tersebut. Pasien juga terlihat memiliki perasaan bersalah,
kepikiran dan merasa takut karena masalahnya tersebut.Pasien sempat mendengar
bisikan-bisikan yang tidak jelas. Pasien dan keluarga mengatakan bahwa pasien

Page 38
tidak pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Pasien dan keluarga
pasien juga mengakui bahwa pasien mulai mengalami perubahan sikap seperti
melamun, mendengar bisik-bisikan dan membanting barang-barang dirumah
ketika mulai timbul penyakit-penyakit organic pada pasien tersebut. Riwayat
penyakit yang sama di keluarga disangkal. Riwayat penyakit fisik lain ada seperti
rematik, gangguan saraf, gangguan penglihatan dan gangguan kulit. Pasien
mengatakan bahwa dia tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras atau
menggunakan zat terlarang.
Berdasarkan autoanamnesis/alloanamnesis dan pemeriksaan status mental,
didapatkan gejala klinis bermakna berupa pasien sering melamun, menyenderi,
merasa ketakutan, kepikiran perihal yang buruk, susah memulai tidur jika
mendengar bisikan-bisikan, sering sakit kepala, berkeringat dingin,emosi yang
labil dan kadang-kadang mengamuk. Status psikiatri, keadaan umum kompos
mentis, murung, perhatian dan konsentrasi adekuat, kontak psikis yang kooperatif,
mood/afek eutimik-hipotimik/sesuai.Bentuk pikir logis realis, arus pikir
sirkumtansial, isi pikir preokupasi terhadap masalah yang dihadapi.Persepsi
halusinasi auditorik ada.Dorongan instingtual insomnia ada.Dapat disimpulkan
pasien tidak memiliki kelainan kesadaran dan kelainan perhatian, tetapi
mempunyai kelainan persepsi sensorik serta kelainan pikiran dan perasaan
sehingga pasien dapat disimpulkan mengalami gangguan anxietas.
Pada status internus ditemukan adanya kelainan yang ditandai dengan
penemuan klinis dan hasil laboratorium perihal suatu penyakit (nefritis, alopesia,
malarrash, arthritis dan ulkus oral sedangkan pada pemeriksaan penunjang
laboratorium didapatkan hasil ANA test 65% / +) sehingga dapat disimpulkan
pada pasien ini menderita SLE. Pada penderita SLE dapat ditemui gangguan
system saraf sehingga dapat menyebabkan gejala neurologi maupun psikiatri
(Neuropsichiatric SLE). Gejalagejala dapat mengenai system saraf pusat
(meningitis aseptic, disfungsi kognitif, pusing, korea, kejang, gangguan cemas,
gangguan mood, psikosis, sindrom demieleniasi, mielopati, CVD) maupun
peripheral (gangguan autonomik, mononeuropati, cranial neuropati, polineuropati,
plexopati, gullian barre syndrome, myasthenia gravis), yang pada pasien ini

Page 39
berupa gangguan cemas. Sehingga pada pasien ini dapat disimpulkan gangguan
anxietas organik dapat ditegakkan dan didiagnosis dengan ganguan anxietas ec
kondisi medik.
Dari autoanamnesis dan aloanamnesis serta pemerikan status mental,
ditemukan pada os dengan gejala primer yaitu adanya ketakutan yang sifatnya
internal yang terjadi beberapa minggu sampai bulan, dimana juga ditemukan
kecemasan/khawatir akan nasib buruk, sulit konsentrasi, sakit kepala dan jantung
yang berdebar-debar. Oleh karena itu, diagnosis banding pasien ini adalah
gangguan cemas menyeluruh dan delirium bukan akibat alcohol dan psikoaktif
lainnya.
Dari autoanamnesis/alloanamnesis dan pemeriksaan status mental
didapatkan 2 komponen utama gejala-gejala ansietas yaitu kesadaran terhadap
sensasi fisiologis (palpitasi atau berkeringat, sakit kepala) dan kesadaran terhadap
rasa gugup atau takut ketika pasien mengalami suatu masalah terutama perihal
kesehatan diri sendiri sejak 4 bulan SMRS, disertai beberapa gejala tambahan
berupa sering melamun, pernah kejang sampai tidak sadar sehingga mengganggu
aktivitas selama 2 hari, mengamuk (episode panik), tidur teganggu, dan nafsu
makan berkurang. Gejala tersebut disertai adanya halusinasi auditorik. Perihal
kesehatan diri sendiri yang selalu menjadi pikiran (cemas dan panik) adalah
adanya riwayat penyakit gangguan saraf, penyakit mata dan adneksia, penyakit
kulit dan jaringan subkutan, penyakit sistem muskuloskletal dan jaringan ikat, dan
ditemukannya gejala,tanda dan temuan klinis-lab abnormal.
Kemudian gejala pada pasien ini diklasifikasikan berdasarkan Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), yang meliputi gangguan
cemas perpisahan, mutisme selektif, fobia spesifik, fobia social, gangguan panic,
agoraphobia, gangguan cemas menyeluruh, gangguan cemas akibat zat/obat,
gangguan cemas karena kondisi medis lain, gangguan cemas spesifik lainnya, dan
gangguan cemas yang tidak spesifik. Maka didapatkan gangguan cemas pasien ini
kedalam gangguan cemas karena kondisi medis lain.
Sehingga berdasarkan PPDGJ III dapat ditegakkan diagnosis aksis I
sebagai Gangguan Anxietas Organik (F06.4).Diagnosis aksis II tidak ada

Page 40
diagnosis (Z.03.2). Aksis III penyakit gangguan saraf (G00-G99), penyakit kulit
dan jaringan subkutan (L00-L99), penyakit system muskuloskletal dan jaringan
ikat (M00-M99), gejala, tanda, dan temua klinis-lab abnormal (R00-R99). Aksis
IV Masalah dengan primary support group(keluarga). Aksis V GAF scale saat
ini 80-71.
Gangguan cemas organik atau gangguan anxietas organik adalah gangguan
yang ditandai oleh gambaran utama dari gangguan cemas menyeluruh (F41.1),
gangguan panik (F41.0) atau campuran keduanya, tetapi timbul sebagai akibat
gangguan organik yang dapat menyebabkan disfungsi otak.Sedangkan menurut
Kaplan dan Sadock pada gangguan kecemasan karena kondisi medis umum,
individu mengalami kecemasan yang menyebabkan distres klinis atau gangguan
fungsi yang signifikan.Kecemasan ini merupakan konsekuensi langsung, bukan
emosional, dari kondisi medik umum.

Gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III meliputi penderita


harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang terjadi beberapa minggu
sampai bulan, yang tidak terbatas pada situasi khusus tertentu saja.Gejala-gejala
biasanya mencakup unsur-unsur berikut:Kecemasan (khawatir akan nasib buruk,
merasa seperti diujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb), ketegangan motorik
(gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan overatifitas otonom
(kepala terasa ringan, sesak nafas,jatung berdebar-debar).

Gangguan delirium bukan akibat alcohol dan zat psikoaktif lainnya


berdasarkan PPDGJ-III meliputi onset yang cepat dengan perjalanan penyakit
hilang timbul sepanjang hari (<6 bulan), selain itu adanya gangguan
kesadaran/perhatian, gangguan kognitif secara umum, gangguan psikomotor,
gangguan siklus tidur-bangun dan gangguan emosional. Gangguan emosional
berupa depresi, anxietas, lekas marah atau rasa kehilangan akal.

Sedangkan kriteria diagnostic gangguan panic berdasarkan PPDGJ-III


meliputi ditemukan adanya serangan anxietas berat (severe attackof autonomic
anxiety) dalam masa 1 bulan:Pada keadaan sebenarnya tidak ada bahaya, tidak

Page 41
terbatas pada situasi atau keadaan yang telah diketahui sebelumnya dan keadaan
yang relatif bebas pada periode diantara serangan panik (umumnya dapat terjadi
juga anxietas antisipatorik). Dan gangguan panic bisa ditegakkan jika tidak
ditemukan adanya anxietas fobik.

Untuk diagnosis gangguan cemas akibat kondisi medic umum berdasarkan


DSM IV-TR meliputi kecemasan yang menonjol, serangan panic atau obsesi atau
dorongan mendominasi pada gambar klinis; ditemukannya bukti dari sejarah,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan tersebut adalah
konsekuensi langsung dari kondisi medis umum; dan gangguan menyebabkan
distress klinis yang signifikan atau penurunan sosial, pekerjaan, atau fungsi
bidang-bidang penting lainnya.

Penyebab dari gangguan cemas organik terdiri dari faktor zat/substansi,


endokrinopati, gangguan metabolic dan gangguan neurologis. Banyak dari kondisi
ini yang bersifat sementara dan mudah diatasi. Beberapa laporan baru-baru ini
telah berusaha untuk mengaitkan gejala obsesif-kompulsif dengan perkembangan
patologi di ganglia basal.
Pada gangguan cemas organik yang sering terdapat pikiran-pikiran
ketakutaan, maka sebaiknya penderita dengan emosi yang tidak dapat
dikendalikan sebaikanya dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi
psikoterapi dan obat anti anxietas. Selain itu, perawatan dirumah sakit juga sesuai
berdasarkan penyakit yang dialami oleh pasien.Psikoterapi bermanfaat untuk
mengurangi atau menghilangkan keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya pola
perilaku maladaptif atau gangguan psikologik.Psikoterapi dapat diberikan secara
individual, kelompok, atau pasangan sesuai dengan gangguan psikologis yang
dialaminya.
Pemberian antianxietas yang terutama adalah golongan
benzodiazepine.Merlopam mengandung lorazepam dan merupakan termasuk
golongan benzodiazepine. Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil
kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama sedasi, hypnosis, pengurangan
terhadap ransangan emosi (ansietas), relaksasi otot dan konvulsi, sedangkan efek

Page 42
perifer yaitu vasodilatasi coroner (pemberian IV) dan blockade neuromuscular
(pemberian dosis tinggi). Kerja benzodiazepim terutama merupakan interaksi
dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh asam gamma
amino butirat (GABA).Reseptor GABA merupakan protein yang terikat pada
membrane dan dibedakan dalam 2 bagian besar sup-tipe yaitu reseptor GABAa
dan reseptor GABAb. Reseptor GABAa berperan pada sebagian besar
neurotransmitter di SSP dan reseptor GABAb di transmembran, digabungkan
terhadap mekanisme signal transduksi oleh protein-G.benzodiazepim bekerja pada
reseptor GABAa bukan di GABAb. Benzodiazepim berikatan langsung pada sisi
spesifik reseptor GABAa, sedangkan GABA berikatan pada subunit lainnya (a
dan b), pengikatan ini akan menyebabkan peningkatan potensial elektrik
sepanjang membrane sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi
Walaupun ada subtipe gangguan cemas yang memilik prognosis baik
(gangguan panik), namun secara keseluruhan prognosis gangguan cemas tidak
banyak diketahui dan sulit diperkirakan, karena merupakan gangguan yang relatif
baru dikenali sebagai gangguan mental penting.Penentuan prognosis pada
gangguan ini dikaitkan dengan onset, perjalanan penyakit, faktor pencetus,
komorbid, gejala dan keadaan lingkungan sosial. Sebagian besar gangguan cemas
akan berkembang menjadi kronik apabila tidak dilakukan pengobatan dan
memiliki kecendrungan untuk relaps ketika terapi dihentikan.

Page 43
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis


Edisi 2. Jakarta: ECG, 2010. H; 233-241.
2. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders DSM-5.
3. Maslim, R. 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta : PT Nuh Jaya.
4. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety
Disorder in : Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott
Williams & Wilkins: 2007.
5. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Diagnosis dan Pengelolaan
Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta.
6. Mok CC, Lau CS. 2003. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus
page. J Clin Pathol; 481-490.
7. DCruz D, Espinoza G, Cervera R. 2010. Systemic lupus
erythematosus:pathogenesis, clinical manifestations, and diagnosis.
Tersedia di
http://www.eular.org/myuploaddata/files/Compendium_sample_chapter.
pdf. Diakses tanggal 28 Nov 2016.
8. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic
lupus erythematosus guidelines. Arthritis Rheum 1999;42(9):1785-96.

Page 44

You might also like