You are on page 1of 15

RINGKASAN BERITA

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memproyeksikan tambahan

dividen dari perusahaan pelat merah sebesar Rp 3 triliun pada 2017. Asumsi ini diajukan

berdasarkan kinerja berbagai perusahaan yang membaik pada semester pertama 2016.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, menyatakan dividen dalam nota keuangan yang dibacakan

Presiden Joko Widodo pada Agustus lalu diajukan Rp 38 triliun. Ketika itu

mempertimbangkan sejumlah kebijakan secara umum dan khusus.

Namun, kemudian Kementerian BUMN melihat ada perbaikan dan peningkatan

capaian laba yang diterima berbagai perusahaan pelat merah pada semester satu kemarin.

Atas hal ini Kementerian BUMN yakin dividen bagian negara dapat meningkat Rp 3 triliun.

Sehingga total target dividen negara pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)

2017 menjadi Rp 41 triliun. Sri berharap target tersebut dapat direalisasikan. Dengan

penambahan dividen, akan menambah penerimaan yang diperoleh negara di tengah situasi

perekonomian yang diprediksi masih mengalami tekanan pada tahun depan.

Diambil dari http://katadata.co.id/berita/2016/09/21/kinerja-membaik-dividen-bumn-


dinaikkan-rp-3-triliun, 29 Oktober 2016

ABSTRAK

Selama ini pendapatan bagian laba BUMN dari tahun ke tahun masih belum

menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan terhadap APBN. Di dalam APBN 2016,

pendapatan bagian laba BUMN hanya sebesar 2% dari total target penerimaan. Sebagai salah

satu penggerak utama dalam perekonomian nasional, BUMN mempunyai potensi yang sangat

besar untuk berkembang yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Oleh

karena itu, sudah sewajarnya bila potensi BUMN ke depannya harus dioptimalkan sehingga

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada penerimaan nasional.

1
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk membiayai dan melaksanakan program-program pemerintahan, negara

membutuhkan penerimaan. Sebagian besar penerimaan negara saat ini diperoleh dari sektor

pajak. Namun, jika ditilik selama sepuluh tahun ke belakang, realisasi penerimaan dari sektor

pajak tidak pernah mencapai target. Kondisi ini menyebabkan seolah-olah pemerintah hanya

terfokus pada permasalahan perpajakan semata mengenai strategi pencapaian target ke depan.

Padahal masih terdapat sumber penerimaan lain yang bisa dioptimalkan pemerintah yaitu

penerimaan dari sektor nonperpajakan (PNBP).

Bagian laba dari BUMN merupakan salah satu sumber penerimaan PNBP. Selama ini

bagian laba dari BUMN atau setoran deviden dari tahun ke tahun masih belum menunjukkan

kontribusi yang cukup signifikan terhadap APBN. Di dalam APBN 2016, pendapatan bagian

laba BUMN ditargetkan mencapai 34,164 triliun atau hanya sebesar 2% dari total target

penerimaan. Padahal penerimaan dari laba BUMN seharusnya bisa lebih dioptimalkan

mengingat saat ini sudah ada lebih dari seratus BUMN di Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu Bapak Jokowi selaku Presiden RI membacakan nota

keuangan dimana di dalam Nota Keuangan tersebut disebutkan bahwa penerimaan negara

dari bagian laba BUMN tahun 2017 ditargetkan sekitar 38 triliun. Namun Menteri Keuangan

kemudian memutuskan untuk menaikkan target setoran deviden sebesar 3 triliun setelah

melihat peningkatan capaian laba beberapa BUMN. Tentunya hal ini menjadi keuntungan

tersendiri bagi pemerintah karena bisa mendapatkan sumber penerimaan negara dari sektor

lain jika penerimaan perpajakan tidak tercapai. Pemerintah berharap target tersebut dapat

direalisasikan sehingga dapat membantu menambah penerimaan negara mengingat prediksi

situasi ekonomi untuk tahun depan masih mengalami tekanan.

2
Sebagai salah satu penggerak utama dalam perekonomian nasional, BUMN

mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang yang sampai saat ini belum

termanfaatkan secara optimal. Keberadaan di hampir semua sektor usaha, kepemilikan aset

yang besar, serta menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan

oleh sektor swasta menjadikan nilai lebih bagi BUMN. Sudah sewajarnya bila potensi

BUMN ke depannya harus dioptimalkan sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang lebih besar pada perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan nasional pada

khususnya.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari tulisan ini adalah untuk:

1. Mengetahui penerimaan negara bukan pajak dari pendapatan laba BUMN

2. Mengetahui kendala dan masalah yang dihadapi BUMN

3. Mengetahui kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengoptimalan peran BUMN

C. Rumusan Masalah

1. Mengapa kontribusi bagian laba BUMN terhadap penerimaan negara sangat kecil?

2. Apa yang menjadi hambatan dalam mengoptimalkan laba BUMN?

3. Kebijakan apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan peran BUMN

dalam penerimaan negara?

D. Metodologi Penelitian

Tulisan ini dibuat dengan menggunakan metode kualitatif. Penulis mengumpulkan

beberapa data yang berkaitan langsung dengan topik pembahasan kemudian dilakukan

analisis sehingga diperoleh kesimpulan mengenai kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan

persoalan yang dihadapi.

3
BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Menurut UU nomor 19 Tahun 2003, yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara

yang selanjutnya disebut dengan BUMN ialah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan.

Selain berperan dalam menggerakkan perekonomian, saat ini BUMN juga mempunyai

peran penting dalam meningkatkan penerimaan negara karena pendapatan laba BUMN

merupakan salah satu komponen dari peneriman PNBP. Pendapatan BUMN yang disetor ke

kas negara merupakan laba bersih setelah pajak yang dihasilkan oleh BUMN dan perseroan

terbatas lainnya termasuk penerimaan dividen.

B. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang

BUMN, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah untuk:

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan

penerimaan negara pada khususnya;

2. Mengejar keuntungan;

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang

bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

4. Menjadi perintis kegiatankegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor

swasta dan koperasi;

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi

lemah, koperasi, dan masyarakat.

4
BAB III PEMBAHASAN

A. Kondisi BUMN saat ini

Pada awalnya BUMN merupakan hasil nasionalisasi ex-perusahaan-perusahaan asing

(Belanda) yang kemudian ditetapkan sebagai perusahaan negara. Dulu jumlah BUMN tentu

tidaklah banyak seperti sekarang ini. Seiring dengan perkembangan jaman dan adanya

tuntutan untuk menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak

swasta, menjadikan jumlah BUMN semakin banyak dan tersebar di berbagai sektor ekonomi.

Berikut tabel perkembangan jumlah BUMN selama lima tahun terakhir yang diambil dari

LKIP tahun 2015:

Sumber: LKIP 2015

Selama lima tahun terakhir, jumlah BUMN telah mencapai lebih dari seratus. Pada

tahun 2011 jumlah BUMN mencapai 141 tetapi di tahun 2015 turun menjadi 118 karena

adanya kebijakan merger pada beberapa BUMN. Namun jumlah BUMN yang banyak tidak

menjamin adanya penambahan kontribusi pada penerimaan negara. Sampai saat ini masih

terdapat BUMN yang mengalami kerugian seperti terlihat pada tabel berikut :

Sumber: LKIP 2015

5
Di tahun 2013 masih terdapat 30 BUMN yang rugi kemudian menurun di tahun 2014

dan 2015 menjadi 18 BUMN yang rugi. Walaupun jumlahnya mengalami penurunan, kondisi

ini mencerminkan bahwa selama ini masih terdapat BUMN yang kinerjanya belum efisien.

BUMN seharusnya dapat memberikan kontribusi yang lebih kepada pemerintah mengingat

pemerintah juga telah memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN.

Tujuan dari PMN salah satunya adalah agar menambah daya saing bagi BUMN itu

sendiri. Dengan adanya tambahan dana, BUMN diharapkan bisa melakukan ekspansi bisnis.

Pada tahun 2015 pemerintah telah melakukan penambahan PMN ke 33 BUMN dengan nilai

sekitar 48 triliun. Angka yang lumayan besar bila dibandingkan dengan keterbatasan dana

pemerintah dalam APBN. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan PMA ini ibarat pisau

bermata dua. Pemberian PMN yang tepat sasaran akan berdampak pada meningkatnya kinerja

BUMN dan sebaliknya.

B. Penerimaan Deviden Selama Lima Tahun terakhir.

Agar pemerintah dapat memainkan peran yang lebih besar dalam penyediaan layanan

publik, pemerintah juga memerlukan penerimaan yang lebih besar. Selain meningkatkan

penerimaan dari sektor perpajakan, penerimaan dari PNBP juga perlu ditingkatkan salah

satunya dengan cara meningkatkan setoran dividen BUMN. Selama lima tahun terakhir

penerimaan negara dari setoran deviden berada di kisaran 31 triliun sampai dengan 40 triliun

sebagaimana terlihat pada grafik di bawah.

6
Sedangkan komposisi realisasi penerimaan APBN selama lima tahun terakhir tersaji dalam

tabel di bawah.

Sumber Penerimaan 2011 2012 2013 2014 2015

Penerimaan Dalam Negeri 1,205,346.00 1,332,322.90 1,432,058.60 1,545,456.30 1,758,330.90


Penerimaan Perpajakan 873,874.00 980,518.10 1,077,306.70 1,146,865.80 1,489,255.50
Pajak Dalam Negeri 819,752.00 930,861.80 1,029,850.00 1,103,217.60 1,439,998.60
Pajak Perdagangan Internasional 54,122.00 49,656.30 47,456.60 43,648.10 49,256.90
Penerimaan Bukan Pajak 331,472.00 351,804.70 354,751.90 398,590.50 269,075.40
Penerimaan Sumber Daya Alam 213,823.00 225,844.00 226,406.20 240,848.30 118,919.10
Bagian laba BUMN 28,184.00 30,798.00 34,025.60 40,314.40 37,643.70
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 69,361.00 73,458.50 69,671.90 87,746.80 90,109.60
Pendapatan BLU 20,104.00 21,704.30 24,648.20 29,681.00 23,090.20
Hibah 5,253.90 5,786.70 6,832.50 5,034.50 3,311.90
Jumlah 1,210,599.70 1,338,109.60 1,438,891.10 1,550,490.80 1,761,642.80
Sumber: bps

Selama periode 2011-2014 kinerja BUMN terus mengalami perkembangan yang

positif, baik dari sisi aktiva, ekuitas, pendapatan, maupun laba usaha. Sebagai dampak dari

perkembangan positif kinerja BUMN, kontribusi BUMN terhadap APBN dalam periode

2011-2014 khususnya dari pembayaran dividen terus mengalami peningkatan. Dalam periode

tersebut kontribusi BUMN dari pembayaran dividen terhadap PNBP meningkat rata-rata

sebesar 7,9 persen per tahun.

Dari data tabel di atas, jika diperhatikan penerimaan negara dari bagian laba BUMN

memang cenderung naik tiap tahun. Namun yang menjadi sebuah ironi adalah proporsi

penerimaan bagian laba BUMN terhadap penerimaan terbilang masih sangat kecil yaitu

berada di kisaran angka 9-14% dari total PNBP atau 2% dari total penerimaan.

Hal ini menunjukkan bahwa peran BUMN dalam menyumbang penerimaan negara belum

terlalu signifikan.

Pada tahun 2015 terdapat kebijakan pemerintah untuk meningkatkan peran BUMN

sebagai agent of development dalam rangka mendukung program prioritas pemerintah

(Nawa Cita) terutama dalam bidang kedaulatan energi, kedaulatan pangan, pembangunan

infrastruktur dan maritim. Untuk itu, pemerintah menerapkan kebijakan pay out ratio yang

7
tepat untuk mendukung penguatan permodalan BUMN. Kondisi ini berdampak pada target

pendapatan laba BUMN tahun 2016 yang mengalami penurunan dari target tahun 2015

sebesar Rp37,6 triliun menjadi sebesar Rp34,2 triliun.

Di dalam lingkup BUMN itu sendiri juga terjadi pareto condition dimana beberapa

BUMN menjadi penentu dalam penerimaan negara sedangkan yang lain hanya mempunyai

pengaruh yang kecil. Realisasi penerimaan dari bagian pemerintah atas laba BUMN pada

tahun 2015 sebesar 82% berasal dari 10 BUMN terbesar. Nilai ini menunjukkan masih

banyak BUMN yang tingkat profitabilitasnya rendah, bahkan masih ada yang tercatat merugi.

Adapun 10 BUMN penyumbang terbesar yang berperan dalam mendukung tercapainya

anggaran pemerintah adalah sebagai berikut:

C. Kendala yang dihadapi BUMN.

BUMN didirikan untuk memberikan kontribusi pada perekonomian nasional. Kinerja

BUMN salah satunya dapat diukur dari kontribusi yang diberikan kepada pemerintah melalui

pemberian deviden yang dibagikan dari laba bersih. Sayangnya sampai dengan saat ini

BUMN dinilai masih kurang signifikan dalam menyumbang negara. Banyak pihak yang

mulai meragukan tentang kualitas dan kinerja dari BUMN. Terlepas dari benar dan tidaknya

tentang kerugian yang dialami BUMN, menjadikan publik bersifat skeptis terhadap BUMN.

8
Beberapa masalah yang sering dihadapi BUMN adalah sebagai berikut:

1. Kinerja Pengelolaan BUMN yang belum optimal. Kondisi ini disebabkan karena

ketidakefisienan, kelebihan karyawan, dan produktivitas yang rendah. Masalah ini

biasanya menjadi masalah yang dominan.

2. Kualitas barang dan jasa yang rendah disebabkan kurang mutakhirnya teknologi yang

digunakan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut.

3. Tidak responsif terhadap kebutuhan publik yang disebabkan oleh lambannya proses

pengambilan keputusan di lingkungan manajemen BUMN.

4. Kurangnya dana investasi untuk melakukan ekspansi bisnis.

5. Pemanfaatan dan kinerja aset yang tidak optimal.

D. Kebijakan untuk mengoptimalkan peran BUMN

Seiring dengan perkembangan zaman BUMN menghadapi beberapa tuntutan antara lain

BUMN dituntut untuk dapat memberikan sumbangsih penerimaan yang signifikan terhadap

APBN melalui setoran deviden, BUMN dituntut untuk menghasilkan barang dan jasa yang

murah dan berkualitas tinggi, serta dituntut untuk ekonomis dan efisien sehubungan dengan

kinerjanya. BUMN diharapkan dapat melakukan perannya sebagai agent of development

secara optimal sehingga dapat ikut serta dan menjadi garda terdepan bersama pemerintah

membangunan perekonomian nasional. Dengan peranan tersebut, BUMN diharapkan tumbuh

menjadi perusahaan yang besar, kuat dan lincah.

Kondisi BUMN di Indonesia saat ini memang belum sepenuhnya menggembirakan. Dari

jumlah yang ada, banyak diantaranya yang perlu dipertanyakan eksistensinya karena kinerja

yang buruk, inefisiensi dan tidak sehat. Meskipun ada beberapa BUMN yang dapat bersaing

di pasar global, namun jumlahnya sangat kecil. Pengelolaan yang belum optimal ini akan

menimbulkan potensi bagi BUMN untuk membebani fiskal ke depannya. BUMN yang

memiliki kinerja kurang baik, pada akhirnya hanya akan membebani pengeluaran negara.

9
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai BUMN bermasalah. Walaupun

sudah lebih dari 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN belum menunjukkan kinerja

yang menggembirakan. Berkaca dari kondisi itu, sudah sewajarnya perlu dilakukan

pembenahan dalam tubuh BUMN. Kebijakan yang dapat diambil dalam upaya mengatasi

permasalahan yang ada adalah dengan melakukan restrukturisasi dan privatisasi.

Restrukturisasi

Menurut Pasal 1 Angka 11 UU nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Restrukturisasi

adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu

langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja

dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi BUMN mempunyai tujuan untuk:

1. Mengubah kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by

process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result). Pengontrolan atas BUMN

tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas aturan dan perijinan, akan tetapi melalui

penentuan target-target kualitatif dan kuantitatif yang harus dicapai oleh manajemen

BUMN, seperti ROE (Return On Asset), ROI (Return On Investment) dan lainnya.

2. Peningkatan kinerja aparatur dalam menjalan tugas dan fungsinya antara lain dengan

perubahan budaya dan pola kerja serta peningkatan kualitas dan kapasitas SDM BUMN,

salah satunya dengan cara memberdayakan manajemen BUMN (empowerment) melalui

peningkatan profesionalisme pada jajaran Direksi dan Dewan Komisaris.

3. Melakukan reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam

rangka menghadapi era globalisasi melalui proses penyehatan, konsolidasi, penggabungan

(merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan holding company secara selektif.

4. Mengkaji berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, salah satunya dengan

melakukan perbaikan-perbaikan sistem dan pengelolaan manajemen kinerja sehingga

10
kinerja setiap unit dan individu dapat terukur serta dapat diberikan reward dan

punishment yang sesuai.

Sesuai dengan arah kebijakan dan rencana strategis pemerintah, kebijakan utama terkait

dengan pengembangan BUMN adalah rightsizing BUMN secara bertahap dan

berkesinambungan. Rightsizing adalah kebijakan untuk melakukan restrukturisasi BUMN

menuju jumlah yang ideal. Kebijakan rightsizing salah satunya dilaksanakan melalui holding

yang bertujuan untuk peningkatan daya saing BUMN, penciptaan nilai tambah, dan

peningkatan profesionalisme BUMN. Pemerintah berencana akan merealisasikan

pembentukan induk usaha (holding) pada tujuh sektor sebagai bagian dari peta jalan BUMN

tahun 2015-2019. Jumlah BUMN nantinya akan berkurang dari jumlah saat ini

sebanyak 119 perusahaan, menjadi sebanyak 85 perusahaan pada tahun 2019.

Tujuan pembentukan holding bagi BUMN adalah konsolidasi potensi untuk

meningkatkan daya saing, memperkuat kemampuan pendanaan, serta efisiensi dan efektivitas

usaha yang bermuara pada peningkatan kinerja perusahaan. Dengan operasi yang lebih

efisien, diharapkan pendapatan dan laba akan meningkat, sehingga secara langsung dapat

meningkatkan peran BUMN dalam perekonomian nasional.

Privatisasi

Pada hakekatnya privatisasi adalah melepas kontrol monopolistik pemerintah atas

BUMN. Menurut Peacock (1930an) privatisasi diartikan sebagai pemindahan kepemilikan

industri dari pemerintah ke sektor swasta yang berimplikasi kepada dominasi kepemilikan

saham akan berpindah ke pemegang saham swasta. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 74

Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN tujuan dari privatisasi adalah

meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta

masyarakat dalam pemilikan saham Persero.

11
Selama ini kebijakan privatisasi memang mengundang pro dan kontra di kalangan

masyarakat. Banyak pihak berpendapat privatisasi dianggap merugikan negara dan tidak

nasionalis. Namun terlepas dari pro dan kontra itu sendiri, sebenarnya privatisasi memberikan

manfaat yang baik bagi BUMN maupun pemerintah. Kebijakan privatisasi akan membantu

pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN sekaligus

menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak swasta di dalam

pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian.

Dalam jurnal yang ditulis Kuntoro Mangkusubroto, setidaknya ada empat manfaat yang

diperoleh dari kebijakan privatisasi antara lain:

1. Dampak terhadap peningkatan kinerja perusahaan

Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa delapan dari sembilan kasus

pasca privatisasi di negara berkembang yang diteliti menunjukkan peningkatan kinerja.

Kinerja dari perusahaan-perusahaan yang telah diprivatisasikan tersebut pada umumnya

meningkat. Privatisasi juga menghilangkan hambatan pada investasi baru dan akses

terhadap sumber-sumber permodalan.

2. Berkurangnya utang Negara

Beberapa negara telah menghimpun sejumlah dana hasil privatisasi, misalnya di Amerika

Latin dana hasil privatisasi terkumpul hingga 15% dari pendapatan pajak tahunannya.

Arus dana hasil privatisasi ini dapat dipakai untuk melanjutkan program stabilisasi

ekonomi makro dan membayar sebagian besar utang negara. Privatisasi juga telah

mengurangi kebutuhan pemerintah untuk melanjutkan subsidi bagi BUMN, yang berarti

menyehatkan fiskalnya secara signifikan.

3. Dampak bagi konsumen

Peningkatan efisiensi pada industri yang diatur oleh pemerintah berdampak pada

penyaluran harga barang kepada konsumen dengan harga yang lebih rendah. BUMN yang

12
diprivatisasikan berupaya secara lebih agresif untuk meningkatkan mutu dan

mengenalkan produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

4. Dampak bagi pekerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan memperoleh manfaat dari privatisasi.

Manfaat tersebut dapat berupa peningkatan kesempatan kerja setelah privatisasi,

peningkatan remunerasi termasuk bonus, dan sebagian besar karyawan memperoleh gain

dari pembelian saham BUMN yang diprivatisasikan.

Selain privatisasi, pengelolaan BUMN berdasarkan prinsip Good Corporate

Governance juga mutlak dilakukan terkait dengan fungsinya untuk melayani masyarakat.

Sudah sepatutnya BUMN memiliki kinerja dan pengelolaan yang baik untuk memastikan

pengelolaan yang transparan, akuntabel dan efisien. Apabila Good Corporate Governance

dapat diterapkan pada seluruh BUMN, tidak menutup kemungkinan bahwa kinerja BUMN

akan optimal yang pada akhirnya dapat meningkatkan laba BUMN dan penerimaan negara

semakin besar.

13
BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa selama ini pendapatan laba

BUMN dari tahun ke tahun masih belum menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan

terhadap APBN atau sekitar 2% dari total penerimaan. Padahal penerimaan dari laba BUMN

seharusnya bisa lebih dioptimalkan mengingat saat ini sudah ada lebih dari seratus BUMN di

Indonesia. Kondisi ini terjadi karena pada umumnya BUMN belum dikelola secara optimal

sehingga masih banyak BUMN yang tidak perform dan mengalami kerugian.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja dari BUMN,

kebijakan yang dapat diambil antara lain dengan restrukturisasi dan privatisasi. Kebijakan

privatisasi dan restrukturisasi akan membantu pemerintah dalam menopang penerimaan

negara dan menutupi defisit APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable

dengan melibatkan pihak swasta di dalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi

persaingan yang sehat dalam perekonomian.

Selain itu BUMN juga harus dikelola berdasarkan prinsip Good Corporate Governance

untuk memastikan pengelolaan yang transparan, akuntabel dan efisien. Apabila Good

Corporate Governance dapat diterapkan pada seluruh BUMN, tidak menutup kemungkinan

bahwa kinerja BUMN akan optimal yang pada akhirnya dapat meningkatkan laba BUMN dan

penerimaan negara semakin besar.

14
REFERENSI

Bastian, Indra. 2002. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba
Empat

G.T. Suroso. 2014. BUMN dan Penerimaan Negara.


http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/20137-
bumn-dan-penerimaan-negara, 2 November 2016

Gunoto Saparie. Privatisasi dan Reformasi BUMN.


http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F18593/Privatisasi%20
Dan%20Reformasi%20BUMN.htm, 2 November 2016

Kementerian BUMN. 2016. Laporan Kinerja Kementerian BUMN Tahun 2015. Kementerian
BUMN. Jakarta

Kementerian Keuangan. 2016. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015 (Audited).
Kementerian Keuangan. Jakarta

Mangkusubroto, Kuntoro. 2011. Privatisasi Sebagai kecenderungan Lingkungan Usaha


BUMN. Jurnal Manajemen Teknologi Vol.10,
http://journal.sbm.itb.ac.id/index.php/mantek/article/view/135, 2 November 2016.

Republik Indonesia. 2015. Buku II Nota Keuangan Beserta Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Republik Indonesia. Jakarta

Republik Indonesia. 2016. Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. Republik Indonesia. Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara. 19
Juni 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70. Jakarta

Unggul Budi Susilo. 2014. Optimalisasi Penerimaan Negara dari Sektor PNBP.
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/optimalisasi-penerimaan-negara-dari-sektor-pnbp,
2 November 2016

http://bumn.go.id/halaman/241/Kinerja.BUMN, 2 November 2016

http://katadata.co.id/berita/2016/09/21/kinerja-membaik-dividen-bumn-dinaikkan-rp-3-
triliun, 29 Oktober 2016

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1286, 2 November 2016

15

You might also like