You are on page 1of 33

Kehamilan Ektopik Setelah Pengobatan Infertilitas

Madhuri PatilDr. Patils Fertility and Endoscopy Clinic, Bangalore, Karnataka, India

Addre s for corresponden e:


Dr. Madhuri Patil,
Dr. Patils Fertility and Endoscopy Clinic, Bangalore, Karnataka, India.
E-mail: drmadhuripatil59@ gmail.com

Received:14.03.12 Review completed: 14.03.12 Accepted:15.03.12

ABSTRACT
Komplikasi kehamilan dini lebih sering terjadi pada wanita hamil setelah
pengobatan infertilitas.Sebagian besar terjadi sebelum 12 minggu kehamilan dan
termasuk didalamnya keguguran, perdarahan vagina, hematoma intrauterine,
kematian bayi kembar, dan kehamilan ektopik (EP).Suatu kejadian kehamilan ektopik
setelah pengobatan infertilitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan
spontan. Terjadinya suatu kehamilan ektopik sangat menyedihkan untuk pasangan
yang mengalami gangguankesuburan, dimana mereka memiliki banyak harapan
penuhpada tiap hasil pengobatan, terutama karena biaya yang dikeluarkan dan trauma
fisik dan mental yang dialami yakni keduanya telah melaluiproses pengobatan.
Hubungan antara infertilitas dan kehamilan ektopik itu kompleks, karena dapat
menjadi konsekuensi dari infertilitas dan juga menjadi penyebab.Dua faktor risiko
utama untuk kehamilan ektopik ialah infeksi saluran kelamin dan pada operasi tuba.
Meskipun terdapat beberapa etiologi, tetapi pasien dengan infertilitas faktor tuba
berada pada risiko tinggi pada kehamilan ektopik.Diagnosis awal dari kehamilan
ektopik membantu untuk meningkatkan prognosis dan mengoptimalkan kesuburan
berikutnya.Hal ini penting untuk mengevaluasi kemungkinan yang terjadi pada
kehamilan ektopik berikutnya dan waspada pada saat merawat. Pilihan yang tepat
dari modalitas pengobatan harus dilakukan untuk mencegah kekambuhan tersebut.
Prediksi awal hasil kehamilan karena memiliki peran penting untuk kedua pasangan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


dan dokter.Kali ini dengan bantuan tes sensitif beta human chorionic gonadotropin
(-hCG) dan sonografi transvaginal,sebelum seseorang dapat mendiagnosa gejala
kehamilan ektopik, dan mungkin dari pengobatan konservatif untuk mengembangkan
tuba falopi. Manajemen konservatif dalam bentuk manajemen kehamilan dan medis
harus dianggap sebagai modalitas pengobatan lini pertama , asalkan gambaran klinis
secara keseluruhan menunjukkan keadaan aman untuk melakukannya. Jika tidak,
tampaknya pendekatan manajemen laparoskopi kehamilan ektopik lebih disukai
dibandingkan dengan laparotomi.

KATA KUNCI: -hCG, manajemen konservatif, kehamilan ektopik, laparoskopi,


laparotomi, faktor infertilitas tuba

PENDAHULUAN
Komplikasi kehamilan dini lebih sering terjadi pada wanita hamil setelah
pengobatan infertilitas.Sebagian besar terjadi sebelum 12 minggu kehamilan dan
termasuk didalamnya keguguran, perdarahan vagina, hematoma intrauterine,
kematian bayi kembar, dan kehamilan ektopik (EP).Suatu kejadian kehamilan ektopik
setelah pengobatan infertilitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan
spontan. Terjadinya suatu kehamilan ektopik sangat menyedihkan untuk pasangan
yang mengalami gangguankesuburan, dimana mereka memiliki banyak harapan
penuh pada tiap hasil pengobatan, terutama karena biaya yang dikeluarkan dan
trauma fisik dan mental yang dialami yakni keduanya telah melaluiproses
pengobatan.Sebuah kehamilan ektopik mengarah pasangan ke faktor infertilitas tuba
dan pengobatan yang dibantu teknologi reproduksi (ART) untuk hamil
berikutnya.Kali ini tidak ada konsensus bahwa ART diindikasikan pada wanita yang
memiliki kehamilan ektopik di masa lalu. Kita harus mendapatkan riwayat dan
menentukan penyebab serta cara pengobatan untuk merencanakan garis depan
manajemen. Ketika sebuah kehamilan ektopik terjadi selama pengobatan infertilitas,

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


menandai adanya kegagalan reproduksi, yang selalu membutuhkan konseling
psikologis sebelum perawatan lebih lanjut.Terlepas dari strategi pengobatan, hasil
yang sukses membutuhkan kehamilan intrauterin yang berlangsung untuk berikutnya,
yang merupakan tujuan akhir dari perawatan kesuburan.Sebuah kehamilan ektopik
yang dihasilkan dari perawatan kesuburan merupakan entitas tertentu, dan
pengetahuan yang lebih baik dari itu untuk membantu meningkatkan diagnosis dan
prognosis, mempermudah dalam perawatan, dan mengoptimalkan kesuburan yang
berikutnya.Kita harus ingat ketika memilih modalitas pengobatan pada kelompok
perempuan ini terutama dengan riwayat penyakit tuba distal sebelumnya berada pada risiko
yang lebih tinggi dalam mengembangkan kehamilan ektopik berulang.Sehingga kita perlu
membuat pilihan yang tepat antara pengobatan konservatif, medis, atau bedah dan
operasi tuba nonkonservatif untuk meningkatkan hasil perawatan kesuburan
berikutnya .

EPIDEMIOLOGI
Pengetahuan tentang faktor risiko seperti riwayat infeksi genital, operasi tuba,
merokok, usia wanita, dan riwayat aborsi spontan atau elektif, penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim (IUD), atau infertilitas yang meningkatkan risiko kehamilan
ektopik. Insiden ini lebih tinggi pada wanita dengan kehamilan hasil induksi ovulasi
(OI), terutama dengan clomiphene citrate. Di Amerika Serikat pada tahun 1999,
kehamilan ektopikterdapat 2,2% dari kehamilan klinis dari semua siklus IVF, terlepas
dari teknik ART yang digunakan, dan terdapat 1,9% dari ICSI (Anonymous, 2002).
Pada tahun yang sama, di Perancis, terdapat 3,4% untuk IVF dan 1,9% untuk ICSI.

ETIOLOGI

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik pada


wanita dengan infertilitas. Apa pun yang menghambat migrasi embrio ke rongga
endometrium bisa mempengaruhi perempuan untuk kehamilan ektopik. Penjelasan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


yang paling logis untuk meningkatkan frekuensi terjadinya kehamilan ektopik ialah
infeksi panggul sebelumnya. Namun, sebagian besar pasien dengan kehamilan
ektopik tidak memiliki faktor risiko yang teridentifikasi.

Faktor-faktor risiko berikut telah dikaitkan dengan terjadinya kehamilan ektopik:

Penyakit Radang Panggul

Penyebab paling umum adalah infeksiChlamydia trachomatis.Infeksi


klamidia memiliki berbagai gejala klinis, seperti servisitis asimtomatik
sampaisalpingitis dan penyakit infeksi pada panggul yaitu Pelvic Inflammatory
Disease (PID). Lebih dari 50% wanita yang telah terinfeksi tidak menyadari
eksposur. Organisme lain yang menyebabkan PID, seperti Neisseria gonorrhea,
dapat meningkatkan risiko sebuah kehamilan ektopik. Sebuah sejarah salpingitis
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik hingga empat kali lipat.
Insiden kerusakan tuba meningkat setelah episode berturut dari PID (yaitu, 13%
setelah1 episode, 35% setelah 2 episode, dan 75% setelah 3 episode).

Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya


Setelah kehamilan ektopik pertama, pasien akan mengalami peningkatan 7-
13 kali lipat kemungkinan mengalami kehamilan ektopik lain. Secara
keseluruhan, pasien dengan kehamilan sebelumnya memiliki 50% -80%
kesempatan terjadi kehamilan intrauterine berikutnya, dan 10% -25%
kemungkinan kehamilan tuba untuk selanjutnya.

Riwayat Operasi Tuba Dan Konsepsi


Sebelum operasi tuba (salpingostomy, neosalpingostomy, fimbrioplasty,
reanastomosis tuba, dan lisis adhesi peritubal atau periovarian) memiliki
peningkatan risiko untuk mengembangkan kehamilan ektopik. Hal ini pada
gilirannya tergantung pada tingkat kerusakan dan tingkat perubahan anatomi.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Penggunaan Obat Kesuburan Atau Dibantu Teknologi Reproduksi
OI dengan terapi injeksi clomiphene citrate atau gonadotropin telah
dikaitkan dengan peningkatan empat kali lipat risiko sebuah kehamilan ektopik
dalam studi kasus-kontrol.Temuan ini menunjukkan bahwa beberapa oosit dan
estrogentingkat tinggi mungkin beredar menjadi faktor yang signifikan.
Bertambahnya usia
Tingkat tertinggi kehamilan ektopik ditemukan pada wanita yang berusia
35-44 tahun.Peningkatan 3- 4 kali lipat berisiko untuk mengembangkan
terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan dengan wanita berusia 15-24 tahun.
Kemungkinan penyebab untuk tingginya insiden ini ialah hilangnya progresif
dari aktivitas myoelectrical di tuba fallopi dengan usia, serta bertanggung jawab
untuk motilitas tuba.

Salpingitis Isthmica Nodosum


Salpingitis isthimica nodosum didefinisikan sebagai keberadaan
mikroskopis dari epitel tuba di myosalpinx atau di bawah serosa tuba. Epitel tuba
ini menjorok palung tabung, seperti diverticula kecil.Bagian histopatologi tuba
fallopi dari wanita dengan kehamilan ektopik telah dijelaskan bahwa sekitar 50%
dari pasien yang diobati dengan salpingectomy memiliki bukti salpingitis
isthmica nodosum.Salpingitis isthmica nodosum bisa berupa genetik atau sebagai
akibat dari peradangan atau endometriosis mengakibatkan perubahan tuba.

Merokok
Merokok telah terbukti menjadi faktor risiko untuk mengembangkan
sebuah kehamilan ektopik. Peningkatan risiko berkisar 1,6-3,5 kali dibandingkan
dengan bukan perokok. Atas dasar penelitian laboratorium pada manusia dan
hewan, peneliti telah dibuktikan beberapa mekanisme yang merokok yang
mungkin menjadi peran dalam kehamilan ektopik. Mekanisme ini termasuk salah

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


satu atau lebih dari berikut: ovulasitertunda, perubahanmotilitas tuba dan rahim,
atau perubahan kekebalan.

Lainnya
Faktor risiko lain yang terkait dengan peningkatan insiden kehamilan
ektopikmeliputi dietilstilbestrol(DES), uterus berbentuk T, operasi perut
sebelumnya, kegagalan kontrasepsi dengan progestin saja , dan usus buntu yang
pecah.

PATOFISIOLOGI

Sebagian kehamilan ektopik berada di tuba falopi.Daerah yang paling umum


adalah ampula tuba, di mana terjadi lebih dari 80%.Tempat yang paling umum
berikutnya adalah segmen isthmic dari tuba (12%), fimbria (5%), dan kemudian
wilayah kornu dan interstitial dari tuba (2%). Situs nontubal kehamilan ektopik
merupakan kehamilan abdominal akuntansi untuk 1,4% dari kehamilan ektopik dan
situs ovarium dan leher rahim akuntansi untuk setiap 0,2%. Pada saat kehamilan juga
bisa terjadi pada dasar tanduk dari uterus bikornu.

KLINIS
Gambaran klinis klasik dari kehamilan ektopik adalah amenore, sakit perut, dan
perdarahan vagina.Biasanya hanya 50% dari pasien yang tampak. Dokter harus
memiliki indeks kecurigaan yang tinggi jika seorang wanita muncul dengan gejala
awal kehamilan, nyeri perut bagian bawah, atau dispareunia, dan muncul nyeri di
forniks dan adanya gerakan leher rahim, dan adanya massa adenexal atau bogginess
di posterior fornix. Kali ini, jika ada darah dalam rongga peritoneum, mungkin ada
nyeri perut, kekakuan, dan menahan. Telah diamati bahwa hanya 40% -50% dari
pasien dengan kehamilan ektopik akan datang dengan pendarahan vagina; 50%teraba
adanya massa adneksa dan 75% mungkin memiliki kelembutan perut.Sebelumnya,
sekitar 20% pasien dengan kehamilan ektopik akan hemodinamik dikompromikan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


pada awal, dan adanya ruptur. Kali ini, diagnosis dibuat pada tahap awal kehamilan
dengan ketersediaan teknik diagnostik modern.Selain itu, pasien terutama mereka
yang telah menjalani pengobatan infertilitas datang lebih awal untuk beta human
gonadotropin chorionic (-hCG) dan transvaginal sonografi (TVS) untuk diagnosis
kehamilan sehingga dukungan fase luteal bisa dilanjutkan.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis meliputi:
Apendisitis
Salpingitis
Ruptur korpus luteum, kista, atau ovarium folikel
Aborsi spontan atau terancam aborsi
Ovarium torsi
Saluran kemih / penyakit ginjal
KehamilanIntrauterine dengan masalah perut atau panggul lainnya seperti
fibroid yang mengalami degenerasi.

DIAGNOSIS
Dengan munculnya TVS, pengukuran serum -hCG, dan peningkatan
algoritma klinis, kehamilan ektopik dapat didiagnosis secr dini tanpa menggunakan
langkah-langkah invasif seperti Kuldosentesis atau laparoskopi.

USG transvaginal
Ketika dokter mencurigai kehamilan ektopik, dengan bantuan TVSakan
terlihat di decidua, adnexa tampak single atau beberapa lutea corpora,
hematosalpinx, atau kantung kehamilan dekat dengan ovarium atau di kantong
Douglas (POD). Sonologist harus ingat bahwa ovarium yang dirangsang dapat
mempengaruhi diagnosis sebagai kehamilan ektopik, karena dapat menilai

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


kelembutan, atau mungkin menutupi implantasi ektopik karena ukurannya yang
besar. Cairan peritoneumsering terlihat pada wanita dengan sindrom ovarium
hiperstimulasi (OHSS) meskipun umumnya anechoic, dan adneksa yang
umumnya patologis pada ART (hydrosalpinx, endometriosis, dll), dan sulit
untuk mengidentifikasi hematosalpinx atau kantung ektopik dalam konteks ini
ialah panggul .
Salah satu untuk mencari keberadaan kehamilan heterotopic [Gambar 1],
kejadian yang lebih tinggi terutama pada kelompok wanita yang telah menjalani
pengobatan untuk infertilitas dibandingkan dengan kasus konsepsi spontan
yakni(1% -3%).Sebagian besar lebih dari satu embrio yang ditransfer, berbagai
kemungkinan bentuk kehamilan ektopik dan heterotopic telah dijelaskan: tuba
ektopikbilateral, interstitialatau ovarium heterotopic,tripleheterotopic, dan
interstitial sextupleektopik setelah salpingectomy bilateral. Oleh karena itu,
dokter harus melihat adenexa dengan adanya kantung kehamilan intrauterin
yaitu yolk sac dan fetal pole, terutama jika -hCG tidak sesuai dengan minggu
kehamilan atau (lebih tinggi).
Oleh karena itu disarankan diawal, bahwa (6-8 minggu) transvaginal
[Gambar 2] dan pemeriksaan USG sistematis dilakukan oleh dokter
spesialis.Kebanyakan spesialis melakukan scan infertilitas pada kehamilan 5
minggu ketika tingkat -hCG 1000 mIU / ml atau lebih.
Beta Human Chorionic Gonadotropin
Pada tahap awal, sulit untuk membedakan kehamilan intrauterin dan aborsi
spontan dari kehamilan ektopik menggunakan tingkat -hCG.Meskipun dengan
pengobatan infertilitas, pengetahuan tentang tanggal pembuahan yang tepat, dan
risiko kehamilan kembar lebih tinggi sehingga sulit untuk menafsirkan tingkat -
hCG. Sebuah uji hCG plasma tunggal, dari dini yakni 11-12 hari setelah transfer
embrio, secara akurat dapat membedakan kehamilan yang layak dan nonviable.
Meskipun demikian, nilai-nilai ambang batas bervariasi pada masing-masing
studi, terutama tergantungpada tesdari hari yang tepat dalam kaitannya dengan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


a b

tanggal transfer embrio atau ovulasi:


Gambar 1: Kehamilan Heterotopic. (a) Dua kantung intrauterine, (b) Dua kantung
adenexal yang tegas

a b
Gambar 2: Kehamilan tuba (a) Sac di adenexa kiri, (b) Tampak yolk sac,
dinding janin, dan jantung.

Setelah ART, tingkat awal hCG pada hari ke 12 setelah transfer hari 3 atau
pada hari 10 setelah transfer blastosis yaitu antara 50 dan 150 mIU / ml. Pada tingkat
ini dua kali lipat setiap 24-36 jam dan estimasi tingkat -hCG 1 minggu kemudian
memiliki nilai antara 1000 dan 1500 mIU / ml. Dengan demikian, pengukuran hCG
seri diperlukan untuk mendokumentasikan pertumbuh yang baik , berpotensi layak,
atau kehamilan nonviable dan hal ini meningkatkan nilai prediksi positif
menggunakan -hCG untuk mendiagnosa awal kehamilan atau kehamilan ektopik.
Tidak adanya kantung kehamilan intrauterin ketika konsentrasi hCG di atas zona
diskriminatif menyiratkan kehamilan abnormal. Lebih baik untuk memiliki zona
diskriminatif lebih konservatif, yaitu, tingkat hCG yang lebih tinggi, sehingga dapat
meminimalkan risiko mengakhiri kehamilan yang layak.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012
Setelah ART, tingkat awal hCG pada hari ke 12 setelah transfer hari 3 atau
pada hari 10 setelah transfer blastosis yaitu antara 50 dan 150 mIU / ml. Pada tingkat
ini dua kali lipat setiap 24-36 jam dan estimasi tingkat -hCG 1 minggu kemudian
memiliki nilai antara 1000 dan 1500 mIU / ml. Dengan demikian, pengukuran hCG
seri diperlukan untuk mendokumentasikan pertumbuh yang baik , berpotensi layak,
atau kehamilan nonviable dan hal ini meningkatkan nilai prediksi positif
menggunakan -hCG untuk mendiagnosa awal kehamilan atau kehamilan ektopik.
Tidak adanya kantung kehamilan intrauterin ketika konsentrasi hCG di atas zona
diskriminatif menyiratkan kehamilan abnormal. Lebih baik untuk memiliki zona
diskriminatif lebih konservatif, yaitu, tingkat hCG yang lebih tinggi, sehingga dapat
meminimalkan risiko mengakhiri kehamilan yang layak.

Chen et altelah mengusulkan untuk melakukan dua tes, 15 (D15) dan 22


(D22) hari setelah transfer embrio. Penelitian termasuk 198 siklus pengobatan. Hal
ini bahwa terdapat alat tes hCG plasma tunggal> 150 mIU / ml pada D15
menunjukkan kehamilan biasanya berkembang dengan nilai prediksi positif (PPV)
89% tetapi nilai prediksi negatif (NPV) hanya 51%. Ketika pengujian ini adalah 150
mIU / ml pada D15 tapi rasio hCG pada D22 ke hCG pada D15 (hCG D22: rasio D15
hCG)> 15, PPV, yaitu, kemungkinan kehamilan biasanya berkembang, mencapai
90%. Jika hCG pada D15 adalah <150 mIU / ml dan hCG D22: rasio D15 hCG <15,
NPV, yaitu, risiko bahwa kehamilan tidak akan berlanjut secara normal, ialah 84%.
Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa kemampuan untuk mengidentifikasi
kehamilan normal meningkat dengan uji ganda ini, yang memungkinkan dokter
untukmemantau kasus ini lebih dekat.Jika kantung intrauterin tidak divisualisasikan
pada tingkat -hCG 1000 mIU / ml, itu merupakan diagnostik dari kehamilan
ektopik.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Progesteron
Jika nilai progesteron (P4) rendah adalah salah satu kriteria diagnostik sebuah
kehamilan ektopik. Tetapi pada pasien yang memiliki pengobatan infertilitas, sulit
untuk menentukan nilai ambang tertentu untuk P4 karena tingkat variasi diamati pada
progesterone karena adanya beberapa korpus luteum (di inseminasi intrauterine [IUI]
dan siklus ART karena dikontrol stimulasi ovarium) terhadap korpus luteum tunggal
mensekresi progesteron dalam konsepsi spontan.

DIAGNOSIS BIOLOGI MOLECULAR PADA KEHAMILAN EKTOPIK


Beberapa tim telah melihat biologi molekuler untuk meningkatkan diagnosis
kehamilan ektopik. Mereka menyarankan penggunaan beberapa profil protein dari
sampel darah ibu untuk membedakan sebuah kehamilan intrauterine dan kehamilan
ektopik jauh lebih awal. Metode ini, jika dikonfirmasi, akan merevolusi diagnosis dan
pengelolaan kehamilan ektopik menghindari laparoskopi yang tidak perlu dan
memungkinkan perawatan medis pada kehamilan ektopik saat mulai kehamilan

Pengobatan
Diagnosis awal dari kehamilan ektopik memungkinkan medis dalam
mensukseskan pengobatan dan menghindari konservatif atau bedah radikal
pengobatan melibatkan baik laparoskopi atau laparotomi.Modalitas pengobatan
ditentukan oleh kehadiran atau tidak adanya stabilitas hemodinamik. Hemodinamik
pasien tidak stabil biasanya terbaik cepat diobati dengan laparotomi dan pasien ini
membutuhkan salpingectomy karena kerusakan tuba yang luas, tetapi terkadang bisa
diperlakukan oleh salpingotomy. Pasien hemodinamik stabil dengan kehamilan
ektopik ruptur bisa diobati baik secara medis atau dengan teknik laparoskopi. Tingkat
keberhasilan yang dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 65% sampai 95% untuk
perawatan medis dan dari 72% menjadi 95% untuk perawatan bedah konservatif.
variasi yang besar dilihat adalah karena heterogenitas pasien kriteria inklusi dan
definisi kegagalan pengobatan. Manajemen konservatif kehamilan ektopik meliputi

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


manajemen kehamilan dan manajemen medis. Sebagai prinsip umum, terutama pada
pasien dengan infertilitas, manajemen konservatif harus dianggap sebagai pengobatan
lini pertama, asalkan gambaran klinis secara keseluruhan menunjukkan bahwa itu
adalah aman untuk melakukannya. Ada beberapa ulasan yang sangat baik di
manajemen kehamilan dan medis dari kehamilan ektopik, dan ada tampaknya
menjadi konsensus yang diterima pada aspek-aspek pengelolaan. Sebaliknya, sampai
saat ini, ada sejumlah kontroversi mengenai manajemen operasi kehamilan
ektopik. Jika pengobatan bedah diperlukan, kita perlu memutuskan apakah
pendekatan harus laparoskopi atau terbuka laparotomi.Sekali lagi keputusan penting
yang harus diambil jika operasi dilakukan apakah harus salpingectomy atau
salpingotomy untuk dilakukan?

Medis
Saat ini bentuk yang paling umum digunakan pengobatan medis adalah
methotrexate (MTX) baik intramuskuler atau dalam kantung ektopik. MTX adalah
obat kemoterapi yang diberikan pada dosis 1 mg / kg atau berdasarkan perhitungan
luas permukaan dari 50 mg / m2. Ini dapat diberikan dalam dosis tunggal atau dosis
terbagi.Saat ini tidak ada uji coba terkontrol secara acak membandingkan perawatan
medis terhadap salpingectomy. Pada temuan yang didapatkan pada pasien adalah inti
dari keberhasilan pengobatan dengan MTX adalah peningkatan -hCG, ukuran massa
ektopik, dan ada tidaknya yolk sac pada USG menentukan keberhasilan terapi medis.
Meskipun telah terlihat bahwa tingkat kegagalan lebih rendah dengan -hCG tingkat
yang lebih rendah, sampai saat ini tidak ada konsensus telah dicapai mengenai tingkat
hCG mutlak yang berfungsi sebagai kontraindikasi relatif untuk terapi
MTX. Kegagalan pengobatan adalah didefinisikan sebagai kebutuhan terapi bedah
setelah terapi MTX dimulai.Penelitian terbaru menggunakan berbagai kriteria
pedoman yang disesuaikan dengan pasien dalam menentukan manajemen penanganan
medis. Hal ini termasuk serum hCG tidak lebih dari 5000 mIU / l atau 10.000 IU
tidak ada jantung janin terlihat di scan ultrasound, kehamilan ektopik ukuran yang

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


relatif kecil tidak lebih dari 3,5 cm atau 4 cm tidak ada tanda-tanda perdarahan
aktif; dan yang terpenting adalah bahwa pasien tidak memiliki gangguan fungsi hati
atau ginjal. Hal ini dihadapkan pada kontraindikasi untuk anestesi umum, beberapa
operasi panggul sebelumnya, dan obesitas morbid, perawatan medis masih
menunjukkan bahkan jika kadar hCG adalah 5000 mIU / l dan / atau massa adneksa
adalah> 4 cm. Sebelum dosis pertama MTX, harus dilakukan penyeleksian dengan
hitung darah lengkap, tes fungsi hati, serum kreatinin, dan golongan darah dan
Rh. Perempuan yang memiliki sejarah penyakit paru juga harus memiliki dada X-ray
dilakukan karena risiko pneumonitis interstitial pada pasien dengan penyakit paru-
paru yang mendasarinya. Pedoman saat ini diterbitkan oleh American Society untuk
Reproductive Medicine (ASRM) dan / atau American College of Obstetricians dan
Gynecologists (ACOG) membantu langsung Temukan pasien yang tepat. Indikasi
mutlak dan kontraindikasi sebagian besar fokus pada keselamatan pasien.MTX dapat
diberikan secara intramuskular baik dosis tunggal atau beberapa dosis terbagi.Dalam
rejimen dosis tunggal, MTX diberikan dalam dosis 1 mg / kg berat badan setelah
tingkat -hCG didokumentasikan.-hCG diulang pada hari 4 dan 7 setelah dosis
MTX, dan jika -hCG berkurang <15% antara hari 4 dan 7, dosis MTX
diulang. Dengan demikian, rejimen dosis tunggal mencakup ketentuan untuk dosis
tambahan MTX ketika respon tidak memadai. Dalam rejimen dosis terbagi, suntikan
MTX dengan dosis 1 mg / kg (pada D0, D2, D4, D6) yang diselingi dengan empat
dosis 0,1 mg / kg leucovorin IM (dari D1, D3, D5, D7), sebagai Tanaka (1982)
awalnya diusulkan. tingkat -hCG dilakukan pada hari administrasi MTX sebelum
dosis yang diberikan. MTX dilanjutkan sampai hCG turun sebesar 15% dari
puncaknya konsentrasi. Namun, dosis optimal dan waktu MTX belum
ditentukan. Dalam kedua MTX dosis ganda tunggal dan protokol pengobatan, setelah
kadar hCG telah memenuhi kriteria untuk penurunan awal, kadar hCG diikuti serial
pada interval mingguan untuk memastikan bahwa konsentrasi menurun mantap dan
menjadi tidak terdeteksi. Resolusi lengkap sebuah kehamilan ektopik biasanya
memakan waktu 2-3 minggu, tetapi juga dapat memakan waktu 6-8 minggu pada

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


pretreatment pada kadar hCG yang lebih tinggi. Ketika menurun kadar hCG
meningkat lagi, diagnosis dari kehamilan ektopik terus-menerus dibuat. Tingkat
kegagalan meningkat tajam dengan tingkat -hCG yang lebih tinggi antara 2000-4999
mIU /ml dan 5000-9999 mIU / ml: 3.77% (interval kepercayaan 95% [CI]: 1,04%,
9,38%) vs 14,29% (95% confidence interval:5,94%, 27,24%), masing-masing. Odds
rasio membandingkan perawatan gagal antara dua rentang hCG ini adalah juga
temuan-satunya signifikan secara statistik mencatat setelah perbandingan dibuat
antara rentang hCG sempit: 3,79 (95% confidence interval: 1.16, 12.33; P = 0,018).
Tidak ada percobaan acak langsung membandingkan dua protokol pengobatan MTX
berbeda. Dalam metaanalisis termasuk data dari 26 artikel dan 1.327 kasus, tingkat
keberhasilan keseluruhan untuk pengobatan MTX adalah 89%. Tingkat keberhasilan
dari rejimen beberapa dosis ganda adalah 92,7% (95%CI 89-96), yang secara statistik
signifikan lebih tinggi dari yang dicapai dengan regimen dosis tunggal (88,1%; 95%
CI 86-90). Setelah mengontrol nilai hCG awal dan adanya aktivitas jantung embrio,
tingkat kegagalan untuk terapi dosis tunggal lebih tinggi dari itu untuk dosis
pengobatan multiple (odds ratio 4,75; 95% CI 1,77-12,62). Uji klinis acak kecil juga
mencatat bahwa single Terapi dosis memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi,
tetapi perbedaan lebih kecil (RR 1,50; 95% CI 0,44-5,01). MTX- embriopati
diinduksi bertujuan untuk meghindari komplikasi yang mungkin timbul saat
kehamilan yang layak adalah salah didiagnosis sebagai EP, dan karena itu diagnosis
yang benar adalah penting sebelum pengobatan dimulai.

Efek samping dari terapi MTX


MTX dapat menyebabkan penurunan trombosit, sel darah merah, dan jumlah
sel darah putih, peningkatan enzim hati, stomatitis, nyeri kolik gastrointestinal, sakit
dada, dan meningkatkan sensitivitas pada matahari.

TERAPI BEDAH
Terapi bedah dianjurkan jika pasien hemodynamicaly tidak stabil, tingkat

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


hCG> 10.000,massa adneksa> 4 cm, ada kontraindikasi untuk terapi medis, dan jika
rutin rawat jalan tindak lanjut tidak memungkinkan. Operasi mungkin menawarkan
banyak keuntungan dalam pengelolaan kehamilan ektopik sebagai diagnosis yang
benar dari ada atau tidak adanya suatu kehamilan ektopik dapat dibuat. Selain itu,
tindak lanjut kurang menuntut dan pasien dapat mencoba untuk segera hamil setelah
dia pulih dari operasi kontras dengan masa tunggu dari 3 bulan setelah terapi medis
karena potensi efek teratogenic.

Laparoskopi atau laparotomi

Operasi laparoskopi [Gambar 3] lebih baik dari laparotomi, karena


mengurangi kehilangan darah, tinggal di rumah sakit lebih singkat, waktu operasi
lebih singkat, membutuhkan analgesia yang lebih sedikit, dan periode pemulihan
lebih pendek. Di India, terutama di daerah pedesaan, laparotomi masih dilakukan
untuk EP karena kurangnya fasilitas untuk operasi laparoskopi dan keahlian yang
dibutuhkan untuk hal yang sama. The Cochrane melaporkan bahwa salpingotomy
laparoskopi kurang berhasil dibandingkan salpingotomy laparotomi dalam
penghapusan kehamilan tuba (RR 0,90; 95% CI 0,83-0,97). Hal ini disebabkan kadar
tinggi dari jaringan trofoblas pada kelompok bedah laparoskopi (RR 3,6, 95% CI
0,63-21). Namun, tidak ada perbedaan dalam konsepsi masa depan (RR 1,2, 95% CI
0,88-1,5) atau tingkat berulang EP (RR 0,43, 95% CI 0,15-1,2) antara kelompok
laparoskopi dan kelompok laparotomi

Haruskah pengobatan laparoskopi konservatif atau radikal?


Kemungkinan kehamilan intrauterin berikutnya adalah sama untuk semua
pasien kehamilan ektopik, terlepas dari apakah mereka pengobatan konservatif atau
radikal meskipun beberapa studi telah menunjukkan tingkat kehamilan yang lebih
tinggi untuk salpingotomy sebagai dibandingkan dengan salpingectomy. Hingga saat
ini, tidak ada uji coba terkontrol secara acak membandingkan dua teknik bedah.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Bouyer et al. melaporkan tingkat kehamilan intrauterine 68% untuk operasi
konservatif dibandingkan dengan 48% untuk radikal operasi pada populasi pasien
dari 835 kehamilan ektopik. The Royal College of Obstetricians dan Gynaecologists
merekomendasikan salpingotomy yang harus dipertimbangkan sebagai pengobatan
utama di hadapan tuba normal atau Penyakit tuba kontralateral kecuali ada bukti
bruto hydrosalpinx atau tuba yang rusak parah di ipsilateral tuba. Jika tidak
salpingotomy mungkin membahayakan keberhasilan in vitro fertilization (IVF).Salah
satu masalah salpingectomy adalah gangguan suplai darah ke ovarium dan dengan
demikian sebuah penurunan aliran darah ovarium. Masalah lain dengan pengobatan

bedah penyakit trofoblas persisten (PTD).


Gambar 3: Kehamilan Ektopik bagian Ampulla mengalami kebocoran dari ujung fimbrie serta
penurunan sirkulasi darah ke ovarium dan dengan demikian cadangan ovarium menurun

Hal ini sangat jarang terjadi pada wanita yang mengalami salpingectomy, tapi
dapat terjadi pada sampai dengan 8% dari wanita yang menjalani salpingotomy. Oleh
karena itu, penting untuk menindaklanjuti pasien yang menjalani salpingotomy
dengan pengukuran -hCG sehingga pengobatan dapat dievaluasi jika konsentrasi -
hCG tidak mengalami penurunan seperti yang diinginkan. Dalam kasus tersebut,
pengobatan MTX muncul efektif dalam dosis tunggal 50 mg / m 2 atau 1 mg / kg.
Tapi salah satu kebutuhan yang perlu diingat bahwa dalam kasus perdarahan jika
diathermy luas digunakan, mukosa tuba mungkin rusak mengakibatkan perlengketan,
hydrosalpinx, dan juga meningkatkan insiden kehamilan ektopik berulang. Terjadinya

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


ruptur tuba dianggap sebagai indikasi yang ketat untuk salpingectomy. Jika kerusakan
tuba tidak terlalu besar dan pecah dalam bentuk linear dan terbatas, situs rupture
dapat digunakan untuk mengevakuasi trofoblas

Rekurensi pada Kehamilan ektopik

Pada awalnya para ilmuwan berpikir melakukan salpingectomy bukan


salpingotomy adalah salah satu cara menghilangkan kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopi. Namun, Yao dan Tulandi dalam metaanalisis dari sembilan studi
melaporkan bahwa tingkat kehamilan ektopik berulang setelah salpingectomy adalah
9,9%, yang hanya sedikit lebih rendah dari 14,8% setelah salpingotomy. Ini adalah
sebanding dengan studi oleh Clausen et al. yang melaporkan tingkat kehamilan
ektopik berulang 15% setelah salpingotomy dibandingkan dengan 10% setelah
salpingectomy. Hanya ketika dokter bedah teliti dalam teknik bedah nya, setelah
seleksi kasus yang akurat dan tepat diagnosis, risiko kehamilan ektopik dapat
berulang pada sisi yang sama menjadi berkurang.

Medis terhadap pengobatan bedah

Kedua pembedahan konservatif dan terapi medis mungkin dipandang sebagai


terapi lini pertama yang sesuai. tingkat keberhasilan dan kesuburan setelah perawatan
sebanding untuk medis terapi dan pengobatan bedah konservatif tetapi ada banyak
keuntungan dari perawatan medis yang melebihi operasi. Ini relatif noninvasif,
mungkin lebih murah, dan relative "Skill" untuk mengelola. Beberapa dosis
pengobatan MTX memiliki tingkat kegagalan yang lebih rendah dari pada terapi dosis
tunggal.Cochrane menggabungan empat kontrol acak percobaan yang melibatkan 265
wanita dengan tuba ruptur kecil pada EP. Hal ini menunjukkan bahwa satu dosis
tunggal MTX sistemik intramuskuler secara signifikan kurang berhasil dibandingkan
salpingotomy laparoskopi dalam penghapusan kehamilan ektopik tuba (OR 0,38,
95% CI 0,20-0,71). Namun, dengan regimen dosis yang multiple, tingkat

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


keberhasilan pengobatan meningkat, dan hasil gabungan menunjukkan tidak ada
bukti perbedaan dengan salpingotomy laparoskopi (OR 1,1, 95% CI 0,52-2,3) Tiga
studi meneliti potensi tuba dalam total 115 wanita dan tidak menemukan perbedaan
yang signifikan antara single / multi-dosis pengobatan MTX dibandingkan
laparoskopi salpingotomy. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam angka
kehamilan intrauterin berikutnya. Ada tidak ada efek samping pada kelompok
laparoskopi meskipun dalam kelompok MTX, terdapat efek samping terdapat dua
kasus ulserasi labia minor, dua kasus mata kering, dan kasus lebih lanjut kekeringan
pada vagina

LAPORAN KASUS
Melalui studi kasus akan memberi tahu kita bagaimana menilai dan mengobati pasien
dengan EP yang telah menjalani pengobatan infertilitas.
1. KASUS 1
Mrs TA berusia 28 tahun sudah menikah sejak 1 tahun, ingin hamil
tetapi siklus haid tidak teratur akibat dari PCOS. Menarche padausia 12 tahun,
siklus haid 1-2 hari selama 34-45 hari. Memiliki sakit pramenstruasi,
ketegangan dan bercak dengan disminorea. Sudah menjalani ureteroscopy dua
kali Karena batu ginjal yang dialaminya. Dia juga memiliki riwayat keluarga
dengan hemofilia yaitu dua saudara laki-lakinya dengan ibu sebagai
pembawa.Tiga paman dari pihak ibu juga dengan hemofilia.
Mrs TA obesitas dengan hirsutis memoderat. Secara klinis, rahimnya
berukuran normal, berbatas tegas dan mobile dengan forniks yang jelas. Pada
pemeriksaan USG. Ukuran Rahim 70.6 /33.2/42.2 mm ketebalan endometrium
6,1 mm. kedua ovarium diperbesar dengan beberapa folikel dan peningkatan
stroma.
Kadar hormone pada hari kedua siklus yaitu : follicle stimulating
hormone (FSH) -5,6 mIU / ml, Luteinizing hormone (LH) -5,3 mIu / ml,
dehydroepiandrosulfat (DHEAS) -780 ng / ml, androstenedione -2,7 ng/ ml,

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


estradiol (E2) -20,73 pg/ml, progesterone (P4) -3,68 ng/ml, thyroid
stimulating hormone (TSH) -9,4 UIU/ ml T4 bebas (FT4) 1,25, insulin
puasa (FI) -15,8 uU /ml. Puasa tingkat insulin di ulang setelah tiga bulan
metformin, (500 mg dua kali sehari) yang 3,1 uU/ ml. analisis air mani
dilakukan mengingat sejarah keluarga dengan hemofilia, dievaluasi untuk
menyingkirkan adanya carrier. Waktu prothrombin (PT) adalah 13,2 s
(control 12 s ) diaktifkan waktu partial thromboplastin (aPTT) 33 s (control
30 s) factor VIII c aktivitas 86% (60-150), factor IX c assay -60 % (60-150)
dan factor VIII skrining menunjukan gumpalan stabil, hasilnya PCR unuk
carrier bahwa Mrs TA tidak pembawa untuk hemofilia.
Hysterosalphingography (HSG) menunjukan rongga Rahim normal mengisi
dengan baik dari kedua tabung dengan tumpahan bilateral. Morfologi tabung
kanan normal dengan dilatasi ringan dan penggumpalan akhir distal dari
tabung kiri.
Mrs TA memulai dengan 50 ug tablet eltroxindan tablet metformin 500
mg BD. Metformin dihentikan setelah 2 bulan Karena efek gastrointestinal.
Siklus pertama dipantau tanpa obat OI, tanpa adanya ovulasi
didokumentasikan setelah terpantau sampai hari 21 dari siklus, pada siklus
kedua chlompene citrate (CC) 100 mg diberikan dari hari 2 sampai 6, dan
ovulasi didokumentasikan pada hari 15 dan 17, dalam tiga siklus berikutnya
letrazole 5 mg diberikan dari hari 3-7 dan ovulasi didokumentasikan pada hari
ke14 atau 15. Karena tidak terjadi pembuhan bahkan dengan letrazole, CC
diberikan kembali pada siklus ketujuh, ada tiga folikel matang, pada hari 12,
ketika HCG 5000iU dierikan intramuskuler dan ovulasi didokumentasikan
pada hari 14 dan 15 micronized progesterone pessaries vagina diberikan untuk
mendukung fase luteal. 20 hari setelah ovulasi, B-hcg dilakukan pada 19
november 2007, 410 mIU / ml. B-hcg diulang lagi pada tanggal 22 november
2007, telah meningkat menjadi 1.085 mIU /ml.
Gambaran usg menggambarkan satu intrauterine (IU) sac dengan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


diameter (GSD) 4,4 mm (5 minggu 1 hari). Pada tanggal 26 november 2007
TVS ulangan tidak menunjukan peningkatan GSD (5,8 mm = 5 minggu 2 hari
). Tidak terlihat yolk sac maupun janin. Ulangi tvs setelah seminggu pada
tanggal 3 desember 2007, memperlihatkan kantung kehamilan dari 8,4 mm (5
minggu 4 hari) tanpa yolk sac ataupun tiang janin, ada nyeri ringan pada
fornix, tetapi tidak ada kehamailan ektopik kadar B-hcg pada hari itu adalah
9515 mIU / ml terlalu tinggi untuk kehamilan anembryonic. B-hcg di ulang
pada 6 desember 2007, dan 11.342 mIU /ml TVS memperlihatkan GS 10,5
mm (5 minggu 6 hari) tanpa tiang janin ataupun yolk sac terlihat. Ada GS
kecil lain terlihat berukuran 4 mm. Ada juga dua kantung kecil berukuran 4
dan 6 mm, terlihat tepat di adnexa, adnexa tampak normal, tidak ada cairan
bebas di POD. Tidak ada nyeri perut atau pun nyeri di semua forniks. Pada
tanggal 8 desember 2007, B-hcg 12.947 mIU /ml dengan IU GS 10,5 mm (5
minggu 6 hari) tanpa tiang janin atau yolk sac. Dua kantung di adnexa
meningat masing- masing dengan ukuran 8 dan 6 mm. Tidak ada cairan bebas
di POD. Secara klinis pasien tampak asimptomatis dan stabil, sehingga
keputusan untuk terapi medis di ambil. Inj MTX 1 mg/ kg diberikan IM
dengan Inj. Leucovorine 0,1 / kg diberikan IM pada hari alternatif. pengobatan
di lanjutakan secara klinis dan juga TVS. Kemudian monitor B-hcg,
haemoglobin (HB), hitung darah lengkap (CBC), tes fungsi hati (LFT) dan
pap perifer.
Tingkat B-hcg setelah diberi MTX injeksi adalah sebagaiberikut : 12
desember 2007, 11967 mIU/ml.
14 Desember 2007, 10.164 mIU/ml
17Desember 2007, 6292 mIU /ml
20 Desember 2007, 3232 mIU /ml
22 Desember 2007, 1088 mIU/ml
24 Desember 2007, 791 mIU/ml
28 Desember 2007, 90 mIU/ml

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


2 januari 2008, 9 mIU/ml
TVS serial dilakukan regresi menunjukan tepat pada intrauterine dan
kantung adnexa. Setelah kadar B-hcg kurang dari 1000 mIU/ ml, pasien
mengalami perdarahanpervagina. TVS menunjukan produk dalam kanal
serviks kemudian dikeluarkan untuk tindakan pencegahan aseptik. Sebanyak
enam suntikan MTX diberikan.Parameter seluruh darah normal. Setelah B-hcg
dibawah 10 mIU/ml, ia disarakan untuk tidak hamil selama 6 bulan, dengan
B-hcgsetelah 1 dan 2 bulan yang normal.
Setelah 6 bulan, diberikan cc lagi untuk OI, dan ovulasi
didokumentasikan pada hari 15. Dia hamil dalam siklus pengobatan kedua
dengan hubungan seks yang terjadwal, jumlah hcg 20 hari setelah ovulasi
yaitu 3571 mIU/ml dengan IU GS dari 9 mm sesuaidengan 5 minggu 3 hari
tampak di TVS. Korpus luteum tampak disebelah kanan tanpa patologi pada
adnexa lainnya. B-hcgsetelah 1 minggu15.000 mIU/ ml

2. KASUS 2
Mrs SS dengan infertilitas sekunder selama 6 bulan. Dengan riwayat
persalinan normal melahirkan bayi perempuan cukup bulan berusia 4,5 tahun
hidup dan sehat, setelah itu ia mengguanakan kontrasepsi penghalang selama
3 tahun dan AKDR selama 1,5 tahun. HSG dilakukan pada tanggal 7 februari
2007, tampak tuba kanan dengan tabung sebelah kiri mengisi buruk.Kanulasi
dilakukan dibawah pengawasan fluoroscopic, Endometrium positif untuk TB
PCR.Mrs SS telah menjalani empat siklus induksi ovulasi.Dua dengan
clomiphene citrate dan dua dengan gonadotropin. Berovulasi dalam semua
siklus tetapi endometrium menjadi tipis dan lebih kecil dari 7,5 mm di semua
empat siklus.
Peninjauan pertama kali dilakukan diklinik kami pada hari ke 19 dari
siklus menstruasi. Rahim tampak normal tapi ukuran endometrium tebal

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


hanya 7,8 mm. Kedua ovarium normal dengan volume 4,96 dan 4,20 cm3 dan
jumlah folikel antral (AFC) tujuh. Denangkagan laporan riwayat dan
penelitian kasus.pasien direncanakan untuk OI dengan IUI. Dua siklus IUI
dilakukan dengan tablet Letrazole 5 mg diberikan dari hari ke 3-7. Ovulasi
terjadi pada hari 13 dan 15.ketebalanendometrium pada hari IUI itu 12,8 dan
12,3 mm.Kami melakukan dua siklus lebih dari IUI dengan
gonadotropin.Ovulasi didokumentasikan pada hari 11 dan 14 dari siklus dan
ketebalan endometrium adalah 11,6 dan 11,1 mm, karena tidak terjadi
kehamilan, pasien dikonsultasikan untuk fertilisasi in vitro (IVF).Histeroskopi
dilakukan sebelum IVF, memperlihatkan perlengketan pada fundus dan kedua
kornu.Endometrium fibrotic tampak seperti mutiara berwarna putih sebagian
kecil di dinding anterior.
Rongga lebih kecil dari ukuran normal, Adhesiolisis dilakukan dan pasien
dalam kondisi terkonjugasi estrogen (premarin)1,25 mg dua kali sehari selama
25 hari dengan medroxyprogesterone 10 mg dua kali sehari selama 10 hari,
Terapi hormon pengganti (HRT) diberikan selama 3 bulan, histeroskopi
dilakukan ulang setelah 3 bulan menunjuka adanya reformasi adhesi pada
fundus yang potong menggunakan gunting kemudian HRT diberikan lagi
selama 3 bulan, Sebelum IVF, histeroskopi tidak menunjukkan perlengketan
apapun tetapi endometrium tampak tipis dan adanya fibrosis pada dinding
posterior.Protokol yang digunakan untuk IVFselama luteal down-regulasi dari
hari 21 dengan gonadotropin dimulai pada hari ke 3 dari siklus ketika
estradiol 18 pg / ml dan progesteron 1,15 ng / ml. Dia memulai kemih FSH
300 IU sebagai tingkat estradiol pada hari ke 8 dari siklus yaitu 6 pg / ml dan
ukuran folikel 8-12 mmdosis meningkat sebesar 75 IU dan terus meningkat
sampai hari ke 13Pada hari ke-14 , Rec. hCG 250 mcg diberikan secara
subkutanketika ada enam folikel yang berukuran 16-18 mm, hcg pada hari
itu. estradiol berjumlah 3265 pg / ml dan progesteron adalah 2,8 ng / ml.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Pengambilan oosit dilakukan 35 jam kemudian, Penunjang fase luteal
diberikan dengan inj intramuscular. Gestone 100 mg (Ferring Farmasi,
India)Fase luteal dipantau untuk sindrom hiperstimulasi ovarium
(OHSS)Sepuluh hari setelah ETSepuluh hari setelah ET, -hCG berjumlah 53
mIU / ml dan setelah 7 hari di ulangi berjumlah 1.030 mIU / mlPada saat itu,
sebuah kantung kehamilan tunggal terlihat dengan diameter rata-rata kantung
kehamilan(MGSD) dari 4,5 mm sesuai dengan 5 minggu dan 1 hari. Dua hari
kemudian, pasien mengeluh perdarahan per vaginum yang minimal. angka -
hCG adalah 1258 mIU / ml, MGSD adalah 4,6 mm dan kedua adenexa
menunjukkan beberapa lutea corporaTidak tampak kantung kehamilan pada
adenexa tersebutSatu minggu kemudian, MGSD telah meningkat menjadi 8,5
mmselama 5 minggu 5 hari,tapi janin tak terlihat terlihat dan perdarahan telah
berhenti, Meskipun terjadi peningkatan MGSD Dua hari kemudian, pasien
mengalami tiga kali serangan singkopPada pemeriksaan, tanda-tanda vital
normal tetapi ada nyeri paada fossa iliaka kanan dan forniks. Pada TVS,
terlihat kantung IU dengan yolk sac , tetapi tampak juga massa kompleks 90
70 mm di adenexa dengan cairan bebas di POD berwarna keruh kemudian
di ambil keputusan untuk dilakukan laparoskopi. Pada laproscopy
salpingectomy parsial tepat dilakukan untuk EP yang ruptur. Satu minggu
kemudian, TVS tampak dengan kantung kehamilan yang tidak teratur dan
MGSD 5,8 mm dan tingkat -hCG yaitu 820 mIU / ml. Tingkat hCG ulangan
setelah 5 hari adalah 418 mIU / ml dan kantung kehamilan tidak mengalami
peningkatan dalam ukuran. Lalu Di ambil keputusan untuk dilakukan
kuretase. Satu minggu kemudian, tingkat -hCG menjadi 5 mIU / ml, Sebuah
transfer embrio beku dilakukan dalam siklus alami, dan kehamilan biokimia
didokumentasikan pada tingkat -hCG 378 mIU / ml.
3. KASUS 3
VM, seorang wanita 34 tahun menikah sudah 14 tahun.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Memperkenalkan kepada kita mengenai infertilitas primer pada tahun 2004.
Siklus menstruasinya 7-15 hari setiap 45-60 hari. HSG dilakukan padaa tahun
1994 Suaminya pernah melakukan pemeriksaan semen dengan hasil
oligoasthenospermia yang parah dengan hitungan 6 juta dengan motilitas 22
% pemeriksaan panggul normal, uterus berukuran 78 43 58 mm; kedua
ovarium normal dengan jumlah folikel antral yaitu 5. Adnexa kanan
menunjukan hydrosalphinx. Kemudian diambil Keputusan untuk
hysterolaparoscopy. Pada histeroskopi, ada polip di dinding lateral kiri yang
dipotong, Ostia, cornu, fundus, rongga, dan endometrium normal, Pada
laparoskopirahim, saluran, dan ovarium yang normal,Tuba kanan memiliki
kista paratubal yang besar yang mensimulasikan hydrosalpinx di TVS. Pada
hari 2, tes hormon dilakukan dengan hasil sebagai berikut: FSH - 3,5 mIU /
ml; LH - 2,2 mIU / ml; prolaktin - 21,4 ng / ml; TSH - 3,3 UIU / mlPasien
yang mengalami dua siklus IUI, yang dilakukan dengan CC 150 mg dari hari
2 sampai 6 dari MC.Ada satu satu folikel dominan, di sebelah kanan pada
siklus pertama, dan di sebelah kiri pada siklus kedua. Saat ia gagal untuk
hamil, ICSI direncanakan. Pada hari 2, estradiol (E2) 36,6 pg / ml dan
progesteron 1,4 ng / ml. pengendalian ovarium stimulasi (COS) dimulai
dengan FSH 150 IU dan hMG 75 IU.Pada hari 5, tingkat E2 adalah 33,6 dan
hanya satu folikel ukuran 8,3 mm terlihat di sisi kiri.dosis hMG ditingkatkan
menjadi 150 IU. Pada hari ke 10 dari COS, hanya ada satu folikel 10,5 mm
ukuran dan tingkat E2 adalah 34 pg / ml. Keputusan untuk membatalkan
siklus itu diambil dan darah untuk AMH dikirim. Nilai-nilai AMH adalah 0,04
ng / ml. Keputusan untuk donasi oosit diambil sebagai cadangan ovarium
sedikit. Donasi oosit dilakukan dalam agonis siklus HRT yang panjang
GnRH. Tiga kelas 1 embrio - dua 10-cell dan satu 8-cell - dipindahkan.
Pertama tingkat -hCG 14 hari setelah ET adalah 68 mIU / ml. Delapan hari
kemudian, tingkat -hCG adalah 9781 mIU / ml dan kantung kehamilan
berukuran 4 3,3 3,8 mm sesuai dengan 5 minggu 2 hari terlihat, tetapi

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


kantung ditempatkan di bagian bawah rongga rahim (kehamilan serviks) ).
Lima hari kemudian, dia datang dengan bercak; MGSD adalah 6,6 mm, yolk
sac terlihat tapi tidak ada janin. . Tingkat -hCG adalah 11.875 mIU / ml
yang dikurangi menjadi 9.781 setelah 2 hari, dan pada TVS, kantung di bagian
bawah rahim memperluas ke leher rahimdengan ukuran yang tidak teratur.
Tampak kehamilan serviks, kami memutuskan untuk memperlakukan pasien
dengan inj. MTX 60 mg IM. Sebanyak lima dosis MTX bergantian dengan
leucovorin, . Butuh waktu hampir 2 bulan untuk kadar -hCG mencapai 10
mIU / ml, Siklus kedua donasi oosit lagi-lagi dilakukan 10 bulan kemudian
dalam siklus HRT sebagai pasien sedang haid.Kali ini kami melakukan hari
ke 5 Transfer dan dua blastokista.Pertama kadar -hCG setelah 10 hari adalah
134 mIU / ml dan kedua 7 hari kemudian adalah 1168 mIU / ml.Meskipun
beta hCG menjadi> 1000 mIU / ml, tidak ada kantung rahim terlihat. Lima
hari kemudian, dia datang dengan rasa sakit di perut bagian bawah, pusing,
dan muntah.Parameter penting nya normal, dan tidak ada nyeri perut dan
kekakuan.Pada TVS, ketebalan endometrium yakni 20 mm tanpa kantung
kehamilan; kantung kecil divisualisasikan tepat adenexa, meskipun tidak ada
nyeri tekan pada pemeriksaan. Tingkat -hCG adalah 5654 mIU / ml.
Keputusan untuk terapi medis diambil dan dia mulai inj. MTX 1 mg /
alternating kg dengan leucovorin. Sebanyak empat dosis diberikanbutuh 50
hari untuk tingkat -hCG untuk menjadi negatif. Lima bulan kemudian, siklus
lain donasi oosit dilakukan dalam siklus HRT. Dua kelas 1 embrio delapan sel
dipindahkan. Kali ini juga, tingkat -hCG pertamanya adalah positif, dan 1
minggu kemudian, meningkat menjadi 1.359, dan kantung kehamilan IU
sesuai dengan 5 minggu dan 3 hari divisualisasikan. Sayangnya, keguguran
pada 7 minggu kehamilan dengan jantung janin pertama menjadi lambat
selama 2 hari, dan kemudian berhenti. Sebuah aborsi medis dilakukan. Pada
bulan Juni 2011, tingkat FSH nya pada hari 2 adalah 0.44 dan LH adalah 0,01;
satu siklus lebih dari COH dengan FSH150 IU + hMG 300 IU diadili. Tidak

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


ada pertumbuhan folikel terlihat setelah 10 hari dengan tingkat E2 dari 24 pg /
ml; sehingga siklus itu dibatalkan.Setelah satu bulan, satu lagi siklus donasi
oosit dilakukan. Itu transfer hari 3 di mana satu kelas 10-sel A dan satu 8-cell
kelas B blastokista dipindahkan. Dukungan LP diberikan dengan kedua
progesteron dan estrogen. Tingkat -hCG pertama adalah 503 dan yang kedua
setelah 1 minggu adalah 6148 mIU / ml. Meskipun tingkat -hCG dari 6148
mIU / ml, tidak ada kantung kehamilan di rongga rahim atau sekitar adenexal
terlihat. sehingga diagnosis kehamilan lokasi yang tidak diketahui dibuat.
Sekali lagi dia diperlakukan dengan inj. MTX ketika kadar b hcg tidak turun.

KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah masalah medis dan emosional utama dalam
kehidupan reproduksi wanita. Ini sering menjadi penyulit untuk pengobatan
infertilitas, oleh sebab itu, strategi diperlukan untuk mengoptimalkan kesuburan.
Kita tahu bahwa infeksi, riwayat operasi, dan penggunaan obat-obatan untuk
stimulasi ovariummerupakan faktor etiologi penting terjadinya EP. Hal ini terbukti
dari gambaran kasus diatas.Dalam kasus 2. Infeksi tuberkulosis dari tabung dan
endometrium yang menyebabkan EP. Tidak ada faktor etiologi tetapi pasien
mengalami EP berulang. Hal ini terbukti dari kasus 3, tubanormal dan endometrium
juga normal pada pemeriksaan histeroskopi
Kombinasi TVS dan hCG assay sensitif dan lebih spesifik untuk mendiagnosa
EP. Dalam populasi yang telah mendapatkan pengobatan infertilitas, kombinasi TVS
dan hCG dapat mengurangi jumlah pasien EP tetapi dengan tambahan biaya yang
cukup besar.tetapi dapat mengurangi jumlah operasi EP. Karena dapat ditangani
secara medis. Selanjutnya siklus kehamilan menjadi meningkat, hal ini terbukti dari
pembahasan pada kasus 1 diatas.
Dengan demikian, ada tempat untuk perawatan medis pada wanita dengan
konsentrasi hCG rendah dan kantung kehamilan kecil tanpa tiang janin terlihat di
adenexa tersebut. Variabel-dosis regimen MTX lebih efektif dibandingkan dengan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


regimen dosis tunggal, tetapi rejimen beberapa dosis tetap dikaitkan dengan tingkat
efek samping tinggi.

Pilihan pengobatan dengan pembedaghan yaitu salphingotomy bukan


salpingektomi karena dikaitkan berhubungan dengan tingkat kehamilan yang tinggi,
meskipun kemungkinan EP berulang sedikit lebih tinggi dan tingkat penyakit
trofoblas persisten lebih tinggi.kurangnya Kerja sama antara suplai darah ovarium
dan fungsi ovarium. Pembersihan perut dan juga panggul dengan laparoskopi
mencegah resiko pembentukan adhesi pasca operasi dan implantasi trofoblas. Untuk
itu penting untuk memonitor ketat tingkat hCG sampai benar-benar tiak terdeteksi
setelah pengobatan laparoskopi konservatif. Setelah perasi, profilaksis, MTX dosis
tunggal dapat mengurangi kejadian EP persisiten setelah salpingotomy.

Jika salpingektomy dipertimbangkan, salpingektomi diutamakan pada wanita


yang kelak menginginkan ARTs. Hal ini akan mengurangi kejadian kehamilan tuba
yang berulang meskipun kehamilan interstitial masih dapat terjadi. Apakah pasien
pernah salpingektomy atau salpingotomi, ppasien harus diberi konseling tepat untuk
resiko EP berulang dikehamilan berulang berikutnya. Prognosis untuk kesuburan
secara signifikan berhubungan dengan riwayat pasien dan juga faktor usia. Terlepas
dari jenis perawatan bedah dan penyakit tuba yang meningkatkan resiko. Selanjutnya
pada semua pasien yang dalam perawatan infertilitas, disarankan melalukan tes B-
hcG dan TVS 20 hari setelah ovulasi akan membantu kita dalam mendiagnosis EP.
Sehingga dengan perakuan secara medis memungkinkan untuk memiliki tingkat
konsepsi yang lebih tinggi dalam siklus brikutnya dengan atau tanpa pengobtan

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


REFERENSI

1. Society for Assisted Reproductive Technology and American Society for


Reproductive Medicine. 1999. Assisted reproductive technology in the
United States: results generated from the American Society for Reproductive
Medicine/Society for Assisted Reproductive Technology Registry. Fertil Steril
78:918-93.
2. Abusheikha N, S, O, & Brinsden, P. 2002. Extra-uterine pregnancy following
assisted conception treatment. Hum Reprod Update;6;80-92.
3. AtriM, et al. 1996 Roleof endovaginal sonography in the diagnosis and
management of ectopic pregnancy. Radiographics;16:755-75.
4. Bonatz, G. 1994. Managemen tof patients with persisten tbeta hCGvalues
following laparoscopic surgical and local drugtreatment forectopic pregnancy.
Int J Gynaecol Obstet;47:33-8.
5. AdoniA, et al . 1986. Decliningbeta-HCGlevels: Anindicatoret forex pectant
approachi nectopic pregnancy.IntJFertil;31:40-2.
6. JohnsonN, et al. 1998. Hetero topic pregnancy complicating in vitro
fertilization. Aust N Z J Obstet Gynaecol;38:151-5.
7. StrandellA, et al. 1999. Risk factor sforectopic pregnancy inassisted
reproduction.FertilSteril;71:282-6.
8. Vourts, A. et al. 1999. Endovaginal color doppler sonographic evaluation of
ectopic pregnancy in women after in vitro fertilization and embryo transfer.
Eur Radiol.1999;9:1208-13
9. HeinerJS, et al. 1992 Canasingle, earlyquantitative human chorionicgonadotropin
measure mentinan invitro fertilization-gamete intrafallopian transfer program
predict pregnancy outcome FertilSteril;58:373-7.
10. SchmidtLL, et al. 1994. The predictive valueofa single beta human chorionic
gonadotropin in pregnancies achieved by assisted reproductive technology.
Fertil Steril;62:333-8.
11. Fridstrom M, et al. 1995. Human chorionic gonadotropin patternsin early
pregnancy after assisted reproduction. Acta Obstet Gynecol Scand;74:534-8.
12. QasimSM, et al. 1996. The predictive value of aninitial serum beta human
chorionic gonadotropin level for pregnancy outcome following in vitro
fertilization. J Assist Reprod Genet;13:705-8.
13. BjerckeS, et al. 1999. Humanchorionic gonadotrophin concentrations in early
pregnancy after in-vitro fertilization.HumReprod;14:1642-6.
14. PoikkeusP, et al. 2002. Serum HCG 12 days after embryo transferin predictin

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


gpregnancy outcome.HumReprod;17:1901-5.
15. Barnhart KT, S et al. 2004. Symptomatic patients with an early viable intrauterine
pregnancy:hCG curves redefined. Obstet Gyneco l;104:505. 1997
16. Chen CD, Ho et al. 1997. Paired human chorionic gonadotrophin determinations
for the prediction fpregnancy outcome in assisted reproduction. Hum
Reprod;12:2538-41.
17. Fernandez H, et al. 1995.Ultrasound-guide dinjection of metho trexate versus
laparoscopic salpingotomy in ectopic pregnancy. Fertil Steril1995;63:25-9.
18. FernandezH,P. et al. 1996 Roleof conservative therapy and medical treatment in ectopic
pregnancy: Literaturereviewand clinical trial comparing medical treatment and
conservative laparoscopic treatment. Contracept Fertil Sex;24:297-302.
19. MaymonR, et al. 1996. Contro versies and problems in the current management
of tubal pregnancy.HumReprodUpdate;2:541-51.
20. Hajenius PJ, et al. 1997. Randomised trial of systemic methotrexatevers us
laparoscopic salpingostomy in tubal pregnancy.Lancet1997;350:774-9.
21. Fernandez, H, et al. 1998. Fertility after radical surgery for tubal pregnancy.
FertilSteril;70:680-6.
22. Fernandez H, et al. 1998. Randomized trial of conservative laparoscopic
treatment and methotrexate administration in ectopic pregnancy and
subsequent fertility.Hum Reprod;13:3239-43.
23. Nieuwkerk PT, et al. 1998. Systemic methotrexate therapy versus laparoscopic
salpingostomy in patients with tubal pregnancy. Part I. Impact on patients
health-related quality of life. Fertil Steril;70:511-7.
24. Nieuwkerk P, T, et al. 1998. Systemic methotrexate therapy versus
laparoscopic salpingostomy in tubal pregnancy Part II Patient preferences for
systemic methotrexate. Fertil Steril;70:518-22.
25. Saraj A,J, et al. 1998. Resolution of hormonal marker so fectopic
gestation:Arandomized trial comparing single-dose intramuscular
methotrexate with salpingostomy. Obstet Gynecol;92:989-94.
26. Dias Pereira, G, et al. Fertility outcome after systemic methotrexate and
laparoscopic salpingostomyfortubalpregnancy.Lancet;353:724-5.
27. Mol B, W, et al. 1999. Implementation of probabilistic decision rules
improves the predictive values of algorithms in the diagnostic management
of ectopic pregnancy. Hum Reprod;14:2855-62.
28. SowterMC, 2001.Aneconomic evaluation of single

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Dose systemic methotrexateand laparoscopic surgery for the treatment
of unruptured ectopic pregnancy.BrJObstetGynecol;108:204-12.
29. Sowter MC, Farquhar CM, Petrie KJ, Gudex G. et al. 2001. A
randomised trial comparing single dose systemic methotrexate and
laparoscopic surgery for the treatment of unruptured tubal
pregnancy.BrJObstetGynecol 108:192-203.
30. Hajenius PJ, Mol BW, Bossuyt PM, Ankum WM, Van Der Veen F.
et al. 2000. Interventions fortubal ectopic pregnancy.Cochrane
DatabaseSyst Rev;(2):CD000324.
31. El-Sherbiny M, et al. 2003 Methotrexate versuslaparoscopic surgery
for the management of unruptured tubal pregnancy.Middle
EastFertilSocJ;8:256-62.
32. Bulletin-Medica lman agement of tubal pregnancy. 1999
No.3,Dec1998. Clinical management guidelines for obstetrician
gynecologists. Int J Gynaecol Obstet;65:97-103.
33. Stovall TG, Ling FW, Gray LA. et al. Single-dose methotrexate for
treatment of ectopic pregnancy. Obstet Gynecol1991;77:754-7.
34. StovallTG,LingFW,BusterJE. et al. 1989. Ou tpatient chemotherapy of
unruptured ectopicpregnancy.FertilSteril ;51:435-8.
35. Mol B,W, F, et al. 1999. Treatment of tubal pregnancy in the
Netherlands: an economic comparison of systemic methotrexate
administration and laparoscopic salpingostomy. Am J Obstet
Gynecol;181:945-51.
36. Lipscomb ,G H,. et al. 1998. Analysisof three hundred fifteen
ectopic pregnancies treated withsingle-dose methotrexate. Am J
Obstet Gynecol;178:1354-8.
37. BarnhartKT,. et al. 2003, Themedicalmanagement of ectopic
pregnancy: A meta-analysis comparing single doseand
multidose regimens. Obstet Gynecol;101:77884.
38. Pisarska MD, et al.. 1998. Ectopic pregnancy. Lancet;351:1115-
20.
39. Menon S. et al. 2007. Establishing a human chorionic
gonadotropin cut off to guide methotrexate treatment of ectopic
pregnancy: Asystematicreview.FertilSteri;87:481-4.
40. AlleyassinA, et al. 2006. Comparison of success rates in the medical
managementof ectopic pregnancy with single-dose and multiple-
doseadministration of methotrexate: A prospective, randomized
clinical trial. Fertil Steril;85:1661-6.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


41. Bouyer, J. 2000. Fertility following radical,conservative-surgical or
medical treatment fortubal pregnancy: A population-based study.
BJOG;107:714-21.
42. Royal Collegeof Obstetricians and Gynaecologists. et al. 1999. The
management of tubal pregnancies.In:GreentopGuidelineNo. 21.London:
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists;.
43. Ozmen , B. et al. 2007; Hydrosalpinx and IVF: Assessment of treatments
implemented prior to IVF. Reprod Biomed Online 14:235-41.
44. Lass, A, ,et al. 1998. Effec to fsalping ectomyonovarian response to supero
vulationinanin vitro fertilizationembryo transfer program. Fertil Steril;70:1035-8.
45. Chan ,C.C,. et al. 2003. Impaired ovarian blood flowan dreduced antral follicle
count following laparoscopic salpingectomy for ectopic pregnancy.Hum
Reprod;18:2175-80.
46. Meng XH,. et al. 2006. Effect of salpingectomy on ovarian function.
Zhejiang Da XueXueBaoYiXueBan;35:555-9.
47. Pouly JL, Chapron C, Manhes H, Canis M, Wattiez A, Bruhat M.
et al. 1991 Multifactorial analysis of fertility after conservative
laparoscopic treatment of ectopic pregnancy inaseries of
223patients.FertilSteril;56:453-60.
48. Dubuisson, J. B. et al. 1996. Salpingectomy the laparoscopic
surgica lchoic eforec topic pregnancy.HumReprod;11:1199-203.
49. Job-Spira N,. et al. 1999Ruptured tubal ectopic pregnancy: Risk factors and
reproductive outcome: Resultsofapopulation-basedstudyinFrance.AmJObstet
Gynecol;180:938-44.
50. Yao M, Tulandi T. et al. 1997 Current status of surgical and nonsurgical
management of ectopic pregnancy. Fertil Steril;67:421-33.
51. Clausen I. et al. 1996 Conservative versus radical surgery for tubal pregnancy. A
review. Acta Obstet Gynecol Scand;75:8-12.
52. Nardo LG. The dilemma of recurrent ectopic pregnancy aftertubal
surgeryandin-vitrofertilization.Whattodo?ReprodBiomedOnline
2005;10:300.

Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012


Journal of Human Reproductive Sciences / Volume 5 / Issue 2 / May - Aug 2012

You might also like