You are on page 1of 29

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING KE 1

BLOK TROPICAL MEDICINE

KELOMPOK VI

G1A007100 AKHMAD FAUZAN


G1A007106 RITA EFENDI
G1A007112 YOSINOV NUR H
G1A007118 EKO DIBYO HERY R
G1A007124 KUSUMA AJENG S
G1A007130 M.RIZKI FADLAN
G1A007111 SYAZILIASNUR Q
G1A007117 AJENG T A
G1A007123 MUIZZA NUR AFIFA
G1A007129 ARYO WIDAGDHO
Tutor : dr. Busono
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
PURWOKERTO

2010

BAB I
PENDAHULUAN

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu metode pengajaran


yang melatih keaktifan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, sehingga dapat memperluas wawasan dan pengetahuan
mahasiswa. Tujuan dari kegiatan Problem Based Learning ini adalah agar
mahasiswa tidak monoton terpaku dalam materi kuliah yang diberikan oleh
dosen pada saat kuliah, tetapi lebih aktif dalam mencari sumber-sumber lain
yang relevan dengan materi kuliah. Sehingga nantinya mahasiswa akan
dapat malatih untuk berpikir kritis, berusaha mencari apa yang masih kurang
jelas, dan tentunya dapat melatih keterampilan berkomunikasi di forum
dengan peraturan-peraturan yang sudah ditentukan.
Problem Based Learnig (PBL) kasus 1 blok Tropical Medicine
merupakan suatu wadah diskusi yang digunakan oleh mahasiswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran sebagai bekal menjadi dokter umum. Dalam
PBL kali ini membahas tentang kasus cutaneus larva migrans.
Dalam diskusi ini kami sedikit mengalami hambatan karena masih
sedikit ilmu yang kita dapatkan. Oleh karena itu, disinilah perlu adanya PBL
kita lakukan agar kita dapat saling menukar ilmu dan informasi antara satu
dengan yang lain. Akan tetapi di dalam berdiskusi, informasinya harus
didasari referensi yang diakui kebenarannya, misalnya text book atau jurnal.
Mahasiswa diberikan sebuah skenario tentang sebuah masalah yang
tejadi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat memecahkan masalah
tersebut dengan menggunakan langkah-langkah yang ada.
Dengan adanya sistem pembelajaran seperti ini mahasiswa diharapkan
dapat menjadi lebih aktif dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setelah PBL
mahasiswa diharapkan dapat menguasai outline yang diberikan dalam
bentuk skenario, dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang timbul
dengan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan sistematis.
BAB II
PEMBAHASAN

INFORMASI I
Seorang Ibu S, 50 tahun datang ke tempat praktek anda dengan
keluhan gatal di telapak kaki. Gatal dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Ibu
S seorang petani dan terbiasa tidak memakai alas kaki pada saat
bekerja.
A. Klarifikasi istilah
PBL kali ini tidak menemukan istilah yang asing dan perlu diklarifikasi
karena informasi yang diberikan sudah menggunakan bhasa yang umum
dan mudah dimengerti.
B. Batasan masalah
Identitas pasien
Nama :Ny.S
Usia : 50 tahun
Keluhan utama : gatal
RPS
Onset : 1 minggu yang lalu
Lokasi : telapak kaki
RPD : tidak ada
RPK : tidak ada
RSE
Pekerjaan : petani
Kebiasaan : tidak memakai alas kaki pada saat bekerja
C. Analisis masalah
1. Penyebab gatal yang mungkin pada Ny.S
Gatal pada Infeksi Parasit
a. Strongiloidosis

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit timbul

kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang disertai dengan

rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan

pada mukosa usus muda. Infeksi ringan dengan strongiloides pada

umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena

tidakmenimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa

sakit seperti tertusuk-tusuk didaerah epgastrium tengah dan tidak

menjalar. Mungkin ada mual, muntah diare dan konstipasi saling

bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi

autoinfeksi atau hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang

hidup sebagai parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus

dan larvanya dapat ditemukan diberbagai alat dalam (paru, hati,

kandung empedu). Pada pemerikasaan darah mungkin ditemukan

eosinofilia atau hipereosinofilia meskipun pada banyak kasus

jumlah sel eosinofil normal (Supali, et al., 2009).

b. Scabies

Gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau

lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Gejala ini

disebut pruritus nokturna. Tempat predileksi yaitu tempat dengan

stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,


pergelangan tangan bagian volar, siku bagian volar, lipat ketiak

bagian depan, areola mamae, umbilicus, bokong, genitalia

eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

c. Creeping eruption

Etiologi adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang

anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

caninum. Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan

panas. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus,

bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering

berkontak dengan tempat larva berada. Pada tempat tersebut,

terdapat benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul dan

terdapat papul atau vesikel di atasnya.

d. Pedikulosis, ada 3 klasifikasi

Pedikulosis capitis

Predileksi di kulit dan rambut kepala. Gejala mula yang dominan

hanya rasa gatal, terutama daerah oksiput dan temporal serta

dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi

erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi

sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan banyaknya


pus dan krusta disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.

Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau busuk.

Pedikulosis corporis

Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan

pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan lebih

intensif. Kadang-kadang timbul infeksi sekunder dengan

pembesaran kelenjar getah bening regional.

Phthirus pubis

Gejala utama berupa gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal

ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, di situ

dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan

yang disebut sebagai macula serulae. Gejala lain adalah black dot,

yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana

dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu

bangun tidur.

e. Gatal pada Infeksi Jamur

Gatal merupakan gejala klinis yang ditemukan pada penyakit akibat

infeksi jamur superfisialis, baik dermatofitosis maupun

nondermatofitosis. Kelainan lesi dermatofitosis berbatas tegas,

terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi

lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada


bagian tengah. Istilah untuk lesi dermatofitosis adalah eczema

marginatum.

Lesi dermatofitosis dapat berupa:

a. Tinea pedis; predileksinya di sela-sela jari dan telapak kaki.

b. Tinea unguium; predileksinya di kuku

a. Tinea kruris; predileksinya di lipat paha, daerah perineum, dan

sekitar anus.

c. Tinea korporis; predileksinya pad akulit tubuh tidak berambut

d. Tinea kapitis; predileksinya di kulit dan rambut kepala

Lesi nondermatofitosis dapat berupa:

a. Ptiriasis versikolor

Berupa makula atau bercak berskuama halus dalam berbagai

ukuran yang berwarna putih sampai coklat hitam, terutama

meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak,

lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, dan tempat-

tempat yang tidak tertutup pakaian. Bentuknya tidak teratur

sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut

berfluororesensi kuning keemasan bila dilihat dengan lampu

Wood. Gatal dapat dirasakan ringan, yang merupakan alasan

berobat.
b. Tinea Nigra Palmaris

Merupakan infeksi jamur superfisial yang menyerang telapak

kaki dan tangan, menimbulkan gambaran khas berupa warna

coklat kehitaman pada kulit. Penyebabnya adalah

Cladosporium werneckii. Penyakit ini dimulai dengan bintik-

bintik hitam kecoklatan pada telapak kaki atau tangan yang

makin lama makin besar hingga mencapai ukuran uang logam.

Kadang terasa nyeri atau sedikit gatal. Jika diperiksa dengan

sinar wood akan memberikan efloresensi kuning kehijauan.

c. Pitirosporum folikulitis / Malassezia folikulitis

Memberikan keluhan gatal pad atempat predileksi. Morfologinya

terlihat papul dan pustule perifolikular, berukuran 2-3 diameter,

dengan peradangan minimal. Tempat predileksi adalah dada,

punggung dan lengan atas. Kadang-kadang dapat di leher dan

jarang di muka.

d. Otomikosis

Infeksi jamur kronik atau subakut pada liang telinga luar, yang

ditandai dengan inflamasi eksudatif dan gatal. Penderita

mengeluh sangat gatal di dalam telinga. Liang telinga merah

sembab dan banyak krusta.

f. Gatal pada Infeksi Bakteri


Infeksi bakteri pada kulit umumnya dalam bentuk impetigo,

folliculitis, furuncle, carbuncle, abses dan luka lecet yang terinfeksi.

Sindroma scalded skin (luka Bakar) yang lain daripada yang lain

disebabkan oleh strain Staphylococcus aureus, sebagian besar

tergolong phage group II, yang memproduksi toksin epidermolitik.

Lesi kulit bentuk lain adalah berupa lesi diskret dan terlokalisir.

Gejala umum jarang ditemukan, jika lesi bertambah dan meluas,

dapat timbul demam, mailase ( lesu), sakit kepala dan tidak nafsu

makan. Biasanya tidak terjadi komplikasi, tetapi bila bakteri masuk

aliran darah dapat memicu terjadinya pneumonia, abses pada

paru-paru, osteomiielitis, sepsis, endokarditis, Pyarthrosis,

meningitis atau abses otak. Sebagai tambahan pada infeksi primer

kulit, Staphylococcal conjunctivitis dapat terjadi pada bayi baru lahir

dan pada orang tua. Staphylococcal pneumonia adalah komplikasi

yang paling sering terjadi pada influensa. Staphylococcal

endocarditis dan kompikasi yang lain sebagai akibat dari

Staphylococal bacteremia karena akibat dari pemakaian obat

terlarang melalui intravena atau karena infeksi nasokomial pada

pasien yang dikateterisasi atau tindakan lain. Lesi emboli di kulit

sering menimbulkan komplikasi berupa endokarditis, dan

bakteriemia. Staphylococcus coagulase negative dapat

menyebabkan terjadinya sepsis, meningitis, endokarditis atau

infeksi saluran kemih dan makin sering ditemukan, biasanya


disebabkan pemakaian alat-alat portesa dan pemakaian kateter.

Diagnosa ditegakkan dengan adanya konfirmasi laboratorium

dengan cara isolasi dari bakteri tersebut.


Penyakit tersebut tersebar di seluruh dunia. Insiden tertinggi

ditemukan di daerah yang kebersihan perorangannya jelek (mandi

tidak menggunakan sabun dan air bersih) dan di daerah dengan

penduduk yang padat biasanya menyerang anak-anak, khususnya

pada musim kemarau. Penyakit tersebar secara sporadis dan

dapat menyebabkan wabah kecil di lingkungan keluarga dan orang

yang kamping pada musim panas, anggota keluarga yang berbeda

terkena penyakit berulang dengan strain Staphylococcus yang

sama.

a. Impetigo Krustosa

Merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana. Menyerang

epidermis, gambaran yang dominan ialah krusta yang khas,

berwarna kuning kecoklatan seperti madu yang berlapis-lapis.

Penyebabnya adalah Staphyllococcus aureus koagulase positif dan

Streptococcus betahemolyticus. Keluhan utamanya adalah rasa

gatal. Daerah yangs ering terpajan adalah wajah, tanga, leher, dan

ekstremitas. Efloresensi atau sifat-sifatnya adalah makula

eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular, sirsinar; vesikel

dan bula lentikular difus; pustula miliar sampai lentikular; krusta

kuning kecoklatan, berlapis-lapis, dan mudah diangkat.


b. Folikulitis

Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh infeksi

Staphyllococcus koagulase positif. Keluhan utamanya adalah rasa

gatal dan rasa terbakar pada daerah rambut. Berupa makula

eritematosa disertai papula atau pustula yang ditembus rambut.

c. Ektima

Adalah pioderma yang menyerang epidermis dan dermis,

membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis.

Penyebabnya adalah Streptokok piogenik. Keluhannya adalah

gatal. Lesi awal berupa vesikel atau vesikopustula di atas kulit yang

eritematosa, membesar dan pecah, terbentuk krusta tebal dan

kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Lokasinya biasa terjadi

pada ekstremitas bawah, wajah, dan ketiak.

g. Gatal pada Infeksi Virus

a. Herpes Zoster

Infeksi ini menyerang kulit dan mukosa, merupakan reaktivasi

virus yang terjadi setelah infeksi primer (varisela). Lebih sering

terjadi pada dewasa. Gatal merupakan gejala prodromal lokal

selain nyeri otot-tulang, pegal, dan sebagainya, sebelum timbul

gejala kulit. Selain gejala prodromal lokal, juga terdapat gejala

prodromal sistemik berupa di antaranya berupa demam, pusing,


dan malaise. Setelah gejala prodromal, timbul Eritema yang

berkembang dengan cepat menjadi vesikel yang berkelompok

dengan dasar kulit yang eritemtosa dan edema. Vesikel berisi

cairan jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu),

dapat menjadi pustul dan krista.kadang vesikel mengandung

darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik.

b. Herpes Simpleks

Suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang

eritema, dapat satu atau berkelompok. Penyebabnya adalah

herpes virus hominis. Awitan penyakit didahului perasaan gatal,

rasa terbakar dan eritema selama beberapa menit sampai

beberapa jam, kadang timbul nyeri saraf. Vesikel-vesikel miliar

berkelompok, jika pecah membentuk ulkus yang dangkal

dengan kemerahan pada daerah di sekitarnya.

c. Varisela

Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster, menyerang kulit

dan mukosa, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di

bagian sentral tubuh. Terutama menyerang anak-anak.


Masa penularan lebih kurang 7 hari dari timbulnya gejala kulit.

Masa inkubasi berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari

gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,

malaise dan nyeri kepala, disusul timbul erupsi kulit berupa


papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah

menjadi vesikel, berupa tetesan embun. Penyebaran terutama

didaerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke

muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lender

mata, mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat

infeksi sekunder, terdapat pembesaran kelenjar getah bening

regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

d. Variola

Penyebab variola adalah virus poxs. Penyakit ini lebih berat dari

varisela, memberi gambaran monomorf dan penyebaran dimulai

dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan kaki. Masa

inkubasinya 2-3 minggu.

h. Gatal karena Gigitan Binatang


Adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang
disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
oleh artropoda penyerang. Berupa eritema morbiliformis atau bula
yang dikelilingi eritema dan iskemia, kemudian terjadi nekrosis luas
dan gangren. Kadang- kadang berupa pustula miliar sampai
lentikular menyeluruh atau pada sebagian tubuh. Biasanya sembuh
sendiri setelah beberapa hari, minggu atau bulan.

2. Informasi tambahan yang diperlukan


Informasi yang diberikan kurang cukup untuk mementukan
diagnosis sehingga informasi tambahan yang diperlukan untuk dapat
menegakkan diagnosis, antara lain:
a. Anamnesis
1) RPS
a) Gejala gatalnya seperti apa?
b) Pola penyebaran atau gatal pertama kali muncul di daerah
mana?
c) Apakah terdapat gejala lain seperti mual, nyeri di daerah
epigastrium, demam, lemah, letih, lesu, dan lunglai.
2) RPD
a) Adakah riwayat penyakit internal seperti DM, ginjal atau
hepar?
b) Apakah ada riwayat alergi?
c) Apakah terdapat riwayat kontak dengan bahan iritan?
d) Riwayat pengobatan?
3) RPK
a) Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami hal
yang sama?
4) RSE
a) Bagaimana personal hygiene Ny. S?
b) Dimana tempat tinggalnya dan berapa anggota keluarga
yang tinggal bersama?
b. Pemeriksaan fisik
1) UKK (ujud kelainan kulit)
2) Tanda-tanda vital
3) Pemeriksaan fisik semua sistem dari kepala sampai ujung kaki
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan fungsi hati, ginjal, dan gula darah: untuk
mengetahui apakah terdapat penyakit internal
3. Pemeriksaan feses : untuk mengetahui apakah terdapat telur
cacing
4. Pemeriksaan kerokan kulit : untuk mengetahui apakah terdapat
jamur dengan menggunakan pemeriksaan KOH
5. Pemeriksaan prick test : untuk mengetahui apakah terdapat
alergi
6. Pemeriksaan sputum : untuk mengetahui apakah ada penyakit
paru yang mendasari gejala Ny.S
3. Patofisiologi gatal
Mekanisme pasti sampai saat ini belum jelas Diduga banyak
neurotransmitter yang berperan dalam proses tersebut diantaranya
Neuropeptida, VIP, dan Calcitonin. Secara Umum gatal disebabkan
oleh 4 hal, yaitu: allergen, iritan, keringat dan kelembapan.
Rangsangan gatal dapat cetuskan oleh beberapa mediator inflamasi
diantaranya histamine. Rasa gatal ditimbulkan oleh serabut ujung
saraf bebas dekat perbatasan dermis dan epidermis. Dihubungkan
secara sentripetal oleh sistem saraf afferent masuk ke corda spinalis
melewati dorsal. Saraf yang sensitive terhadap gatal, kecil,tidak
bermielin, dengan konduksi yang lambat. Rangsangan tersebut akan
sampai ke thalamus,akhirnya rangsangan terhubung pada kortex
cerebral. Misalakan area rangsang pada centralgyrus belakang.
Lokasi tersebut akan di ketahui dan dirasakan sesuai intensitas dan
kualitas gatal tersebut. Pruritus merupakan hasil stimulkasi ringan
pada sel saraf. Garukan memperingan rasa gatal, karena mengubah
ritme impuls efferen pada korpus spinalis.

INFORMASI II
4. Cara penyingkiran DD dan penentuan DK setelah informasi II
a. Stongiloidosis
DD ini belum dapat ddisingkirkan karena anamnesis dan
pemeriksaan fisik hampir sesuai dengan gejala dan tanda pada
infeksi cacing strongiloides.
b. Creeping eruption
DD ini belum bisa disingkirkan karena dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik hampir sesuai dengan gejala dan tanda dari
creeping eruption., akan tetapi gejala pulmonal sangat jarang pada
infeksi cutaneus larva migrans
c. Scabies
Scabies disingkirkan sebagai DD karena predileksi dari scabies
pada orang dewasa adalah bagian tubuh yang mempunyai stratum
corneum yang tipis dan gatal juga terdapat pada alat genitalia.
Sedangkan pada pasien ini hanya mengeluh gatal pada kaki.
d. Gatal karena penyakit internal
Menyingkirkan gatal karena penyakit internal sebagai DD karena
tidak ada penyakit riwayat internal seperti ginjal, hepar, dan DM
pada penderita serta bentuk UKK tidak sampai membentuk
terowongan.
e. Dermatitis kontak alergika
DD ini disingkirkan karena ujud kelainan kulit yang tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan fisik pasien, onsetnya akut, dan tidak
terdapat riwayat kontak dengan zat yang diluar kebiasaan pasien.
f. Tinea pedis
DD ini disingkirkan karena selain UKK tidak sesuai dengan
informasi tambahan yang telah diberikan juga karena tinea pedis
sering terjadi pada orang yang suka menggunakan sepatu
tertutup, padahal didalam kasus, pasien tidak suka menggunakan
alas kaki ketika bekerja.
g. Herpes zoster
DD ini disingkirkan karena ujud kelainan kulit yang tidak sesuai
dan tidak ada gejala prodromal yang mendahului sebelum gejala
gatal dan kelainan kulit terjadi.
D. SASARAN BELAJAR
1. Siklus Hidup cacing tambang
2. Faktor Resiko Cutaneus Larva Migran
3. Patogenesis Cutaneus Larva Migran
4. Patogenesis dan patofisiologi Cutaneus Larva Migran
5. Pemeriksaan diagnostik
6. Penatalaksanaan
a) Kuratif
b) Preventif
7. Komplikasi
8. Prognosis

E. PEMBAHASAN
1. Siklus Hidup cacing tambang
a. Siklus Langsung
Larva rhabditiform yang keluar bersama tinja penderita setelah 2 - 3
hari di tanah/air bertumbuh menjadi larva filariform (bentuk infektif)
yang dapat menembus kulit.2 Bila larva filariform tersebut menembus
kulit manusia masuk ke kapiler darah, mengikuti aliran darah ke
jantung kanan lalu ke paru. Setelah sampai di paru, larva filariform
menembus dinding alveolus lalu masuk ke alveolus kemudian ke
bronchiolus, bronchus, trachea dan pharynx. Dari pharynx larva
tertelan masuk ke esofagus, lambung, usus halus lalu menjadi dewasa
di usus halus. Waktu yang diperlukan saat larva filariform menembus
kulit sampai cacing betina mengeluarkan telur kira-kira 28 hari. Daur
hidup langsung sering terjadi di daerah beriklim dingin. 3
b. Siklus Tidak Langsung
Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi
cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih
gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x
0,06mm, yang jantan berukuran 0,75mm x 0,04 mm, mempunyai ekor
melengkung dengan dua buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing
betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform.
Larva rabditiform dalam beberapa hari berubah menjadi larva filariform
yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung
ini terjadi bila lingkungan sekitarnya optimum yaitu iklim tropik dan
lembab.3
c. Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau
di daerah sekitar anus. Bila larva filariform menembus mukosa usus
atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam
hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongyloidisis
menahun pada penderita.3
2. Faktor Resiko Strongiloidosis
Faktor risiko dari strongiloidosis adalah tidak memakai alas kaki di
kebun, sawah, atau kebun yang menggunakan pupuk. Hal ini
didukung jika seseorang bekerja di perkebunan dan pertanian. Anak-
anak dan pria lebih sering ditemukan menderita pnyakit ini dibanding
wanita dan orang dewasa.

3. Patofisiologi Strongiloidosis
Bila larva filariform menembus kulit, timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang
hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus
muda. Infeksi ringan terjadi pada umunya tanpa diketahui hospesnya
karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan
rasa sakit seperti di tusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah.
Mungkin disertai mual dan muntah, diare dan konstipasi saling
bergantian. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai
parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus dan larvanya
dapat ditemukan pada paru, hati, dan kandung empedu.
4. Patofisiologi Gatal Karena Strongyloides stercolaris.

Cacing
menembus
kulit

\
INFLAMASI

RESPON
IMUN
HUMORAL

Produksi Ig E

Degranulasi
sel mast
Meningkatnya
sekresi
histamin

Rangsangan
GATAL
serabut sraf
bebas

5. Patofisiologi Loffler syndrome


Infeksi Strongyloides yang melewati siklus paru akan menimbulkan
respon imun non spesifik diantara sel sel imun yang paling
berperan dalam melawan infeksi cacing tersebut adalah sel
eosinofil, sel ini akan meningkat ketika infeksi cacing terjadi.
Respon infalmasi akan meningkatkan produksi mucus yang
dihasilkan dari proses inflamasi tersebut. Timbunan mucus terbeut
akan merangsang serabut saraf batuk yang akan menimbulkan
terjadinya batuk dan sesak nafas karena terdapat sumbtan mucus.
Kumpulan gejala batuk, eosinofilia, dan sesak nafas ini dikenal
sebagai Loffler syndrome.
Kelanan suara nafas yang terdengar pada strongiloidosis adalah
ronki basah halus, Hal ini disebabakn infesi strongilodes dapat
menyebabkan infesi parenkim paru dan meningkatkan produksi
mucus hasil proses inflamasi yang terdengar sebagai ronki basah
halus.

6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang biasa diusulkan adalah
pemeriksaan kadar eosinofilia karena pada infeksi parasit kadar
eosinofilia kan meningkat. Selain pemeriksaan eosinofilia, larva
filariform dari cacing tambang juga bisa ditemukan pada
pemeriksaan sputum bila terjadi komplikasi berupa pneumonitis
pada pasien, akan tetapi, komplikasi ini jarang sekali ditemukan.
Selain itu, larva juga dapat ditemukan pada pemeriksaan bilas
lambung. Pada pemeriksaan tinja dapat ditemukan telur atau dari
cacing tambang.

7. Morfologi Cacing Tambang


Morfologi Cacing tambang (Etiologi Cutaneus Larva Migrans)
Gambar Keterangan
Ancylostoma duodenale Panjang badannya 1 cm,
menyerupai huruf C
Di bagian mulutnya terdapat 2
pasang gigi
Cacing jantan mempunyai
bursa kopulatriks pada bagian
ekornya
Cacing betina ekornya runcing

Necator Americanus Panjang badannya 1 cm,


menyerupai huruf S
Di bagian mulutnya terdapat
benda kitin
Cacing jantan mempunyai
bursa kopulatriks pada bagian
ekornya
Cacing betina ekornya runcing

Telur cacing tambang Telurnya berukuran 70x45


mikron
bulat lonjong, berdinding tipis,
kedua kutub mendatar,
didalamnya terdapat beberapa
sel.

Larva rabditiform Panjangnya 250 mikron


Rongga mulut panjang dan
sempit, oesofagus dengan dua
bulbus dan menempati 1/3
panjang badan bagian anterior

Larva filariform Panjangnya 500 mikron


Rongga mulut tertutup,
oesofagus dengan dua bulbus
dan menempati panjang
badan bagian anterior
Ancylostoma braziliense Mulutnya mempunyai sepasang
gigi besar dan sepasang gigi
kecil
Badan cacing jantan
panjangnya 4,7-6,3 mm
Badan cacing betina
panjangnya 6,1-8,4 mm

Ancylostoma caninum Mulutnya mempunyai tiga


pasang gigi besar
cacing jantan panjangnya 10
mm
cacing betina panjangnya 14
mm

Strongyloides stercoralis Panjangnya 1 mm


oesofagus pendek dengan 2
bulbus,
cacing jantan ekornya
melingkar dengan spikulum
cacing betina ekornya
runcing,uterus berisi telur.

Larva rabditiform Panjangnya 225 mikron


Ruang mulut terbuka, pendek
dan lebar
Esophagus dnegna dua bulbus,
ekor runcing

Larva filariform Panjangnya 700 mikron


Langsing, tanpa sarung
Ruang mulut tertutup
Esophagus mnempati
panjang badan
Bagisn ekor tumpul berlekuk

8. Penatalaksanaan
a) Kuratif
1) Creeping eruption: Krioterapi dengan liquid nitrogen dan
Kloretilen spray, tiabendazol topikal selama 1 minggu. Coulau
dkk (1982) mengobati 18 kasus cutaneus larva migrans dengan
albendazol 400 mg seaa 5 har berturut-turut, mendapaatkan
hasil yang sangat memuaskan
2) Pengobatan terhadap cacing dewasa: dibangsal anak RS
Pringadi medan, pengobatan yang digunakan adalah gabungan
pirantel-pamoat dengan mebendazol, ddengan cara pirantel
pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB diberikan pda pagi harinya
diikuti denga pemberian maben dazol 100 mg dua kali sehari
selama 3 hari berturut-turut, terutama bila dijumpai adanya
infeksi campuran dengan cacing lain (Kazura,2007).
3) Obat-obat lain yang dapat digunakan :
Pirantel pamoat, dosis tunggal 10 mg/kgBB
Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari berturut-
turut
Albendazol, pada anak usia diatas 2 tahun dapat diberikan
400 mg (2 tablet) atau steara dengan 20 ml suspensi,
sedangkan pada anak yang kecil diberikan dengan dosis
separuhnya, dilaporkan hasi cukup memuaskan
Antihistamin dapat diberikan untuk mengurang rasa gatal
(Kazura,2007).
4) Terapi Penunjang
Pemberian makanan yang bergizi dan preparat besi
dapat mencegah terjadinya anemia. Pada keadaan anemia
yang berat (Hb<5 g/dL), preparat besi diberikan sebelum dimulai
pengobatan dengan obat cacing. Besi lementer diberikan
secara oral dengan dosis 2 mg/kgBB tiga kali sehari sampai
tanda-tanda anemia hilang (Kazura,2007).
b) Preventif
Cuci tangan sebelum makan dengan sabun
Cuci kaki sampai ke sela-sela jari dengan sabun
Menggunakan sandal saat keluar rumah
Membuang kotoran di jamban

9. Komplikasi
Gambar 8. Target deposit larva migrans (Efendi, 2007)

10. Prognosis
Penyakit ini memiliki prognosis yang baik, karena bukan merupakan
penyakit yang serius. Penderita sebaiknya mematuhi nasehat dokter
untuk meminum obat supaya lekas sembuh, dan juga melakukan
tindakan preventif terhadap dirinya sendiri dengan melaksanakan
prinsip hidup bersih dan sehat,khusus untuk petani maupun pekerja
perkebunan sebaiknya menggunakan alas kaki saat bekerja supaya
tidak terjadi infeksi ulang.
Sehingga secara garis besar prognosis pasien dengan cutaneus
larva migran bergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a)Pasien diberi pengobatan atau tidak
b)Pemilihan obat, apakah sesuai dengan karakteristik pasien atau
parasit yang menginfeksi atau tidak.
c) Cara pemakaian obat
d),Faktor predisposisi (hygiene). Sebagian besar, penyakit ini terjadi
karena higienitas dari penderita kurang baik seperti jarang
memakai alas kaki.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini penderita mengalami strongiloidosis.
2. Penyakit ini terutama disebabkan oleh Strongiloides Stercolaris,
yaitu sejenis cacing tambang yang umum ditemukan pada daerah
tropis.
3. Manusia adalah hospes definitive.
4. Tindakan preventif yang mudah yaitu memakai alas kaki jika keluar
rumah (kontak dengan tanah) dan mencuci tangan dan kaki dengan sabun
sampai ke sela-sela jari.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like