You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini
dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi
tubuh. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk
mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya,
misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek
retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.
Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan
oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid
yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya
nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak
berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang
efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya
terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi
yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah
digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan
elektrolit terlalu besar.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu
kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya
akan lebih banyak membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal
adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang
memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek
pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit, melicinkan, atau
mendinginkan area yang dirawat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian
korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH)
yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem
fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan
tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar
elektrolit darah, serta tingkah laku.
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla,
sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa.
Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa.
Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat
juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi
yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah
digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan
elektrolit terlalu besar. Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua
yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal.

2
POTENSI KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Nama Konsentrasi dan BentukDosis


Sediaan
Potensi Sangat Tinggi
Clobetasol Propionate 0,05% krim, salep, aplikasi kulit1 - 2 x/hari
kepala
Halcinonide 0,1% krim, solution 2 - 3 x/hari
Potensi Tinggi
Amcinonide 0,1% krim 2 -3 x/hari
Beclometasone dipropionate 0,025% krim 2 x/hari
Betamethasone dipropionate 0,05% krim, salep, cair 0,064%1 - 3 x/hari
krim, salep, solution
Betamethasone valerate 0,025% krim 2 - 3 x/hari
Betamethasone valerate 0,1% krim, gel, lotion, salep,1 - 3 x/hari
solution
Desoximetasone 0,05% gel, 0,025% krim, salep 1 - 3 x/hari
Difluocortolone valerate 0,3% salep berlemak 2x/ hari
Difluocortolone valerate 0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 3 x/hari
Fluclorolone acetonide 0,025% krim 2 x/hari
Fluocinolone acetonide 0,025% krim, gel, salep 0,03%1 - 3 x/hari
salep
Fluocinolone acetonide 0,2% krim 2 - 3 x/hari
Fluocinolone acetonide 0,005% krim 0,01% krim, salep1 - 3 x/hari
0,0125% krim
Fluocinonide 0,05% krim, salep 2 - 3 x/hari
Fluocortolone/ fluocortolone0,25%/0,25% krim 1 - 3 x/hari
caproate
Fluocortolone pivalate/0,25%/0.25% salep 1 - 3 x/hari
fluocortolone caproate
Fluticasone propionate 0,05% krim, 0,005% salep 1 - 2 x/hari
Hydrocortisone aceponate 0,127% krim 1 - 2 x/hari
Methylprednisolone 0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 2 x/hari
aceponate
Mometasone furoate 0,1% krim, salep, lotion 1 x/hari
Prednicarbate 0,25% krim 1 - 2 x/hari

3
Potensi Sedang
Alclometasone dipropionate 0, 05% krim, salep 2 - 3 x/hari
Clobetasone butyrate 0,05% krim, salep Sampai 4
x/hari
Desonide 0,05% krim, salep, lotion 2 x/hari
Fluprednidene acetate 0,1% krim, solution 2 x/hari
Triamcinolone acetonide 0,1% krim, salep, lotion 0,2%2 - 3x/hari
krim, 0,02% krim
Potensi Rendah
Hydrocortisone 0,5% krim, 1% lotion, gel, krim2 - 3 x/hari
2,5% krim
Hydrocortisone acetate 1% krim, salep 2,5% krim 2 - 3 x/hari

Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal


Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan
target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan
bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini
menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini
merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa
dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya
berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau struktur-struktur yang
bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi
lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae),
efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler
(telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi
yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-
proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam
inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut
mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat
membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-
proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat

4
mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak
jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion,
salep berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di
daerah yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom
yang menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan
melepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek
anti-inflamasi kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa
khasiat utama anti radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara
diredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan
dihentikan, penyakit akan kambuh.
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan
penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan
vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan
struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di
dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak
menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak
tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya
molekul hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten.
Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat
tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty
ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah
pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison

5
yang diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah
lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83
kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali
yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi
ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada
penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk
penetrasi.
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
1. vasokontriksi,
2. efek anti-proliferasi,
3. immunosupresan, dan
4. efek anti-inflamasi.

Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial


dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi
ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini
digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.
Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan
mitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang
terdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor
inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga
dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat
merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme
yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa
kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa
menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti.
Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan
menghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik.

6
Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah
menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-sel fagosit.

Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi

Indikasi

Prinsip pemberian kortikosteroid

7
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan
untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat
paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.
Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta,
dermatitis numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan
dermatitis solaris (fotodermatitis).
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai
dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi.(11) Dermatosis yang kurang responsif
ialah lupus erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis
lipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid,
eksantema fikstum.
Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping
sedikit dan harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan,
yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit,
luas / tidaknya lesi, dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga
dipertimbangkan umur penderita.

8
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah
menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-
ulang ; berupa toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah
diistirahatkan beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang
lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,
sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah
salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan
hidrokortison asetat 1%.
3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab
(panacea) untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak
jelas, jangan pakai kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan
ruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan
scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian
kortikosteroid.

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan


perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan
menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan
abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan
efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di
absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan
kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat dari
dokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan
kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan.Kortikosteroid juga hati-hati
digunakan pada anak-anak
Efek Samping
Efek samping dapat terjadi apabila :

9
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan
ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang
lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana
harus digunakan jika menggunakan yang lebih paten.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae
atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,
hipopigmentasi, dermatitis peroral.

10
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat
yaitu :
Efek Samping Topikal
a. atrofi
b. striae atrofise
c. telangiektasis
d. purpura
e. dermatosis akneformis
f. hipertrikosis setempat pertumbuhan rambut dalam tubuh yang
jumlahnya dianggap abnormal.
g. hipopigmentasi
dermatitis peroral

Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,
suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari
konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin
topikal secara konkomitan.

11
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.
Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal
yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini
nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia
kulit prematur.

Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,
inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anigbogu AN, Maibach HI. Topikal Coeticosteroid Therapy. In : Milikan LE
editor.Drug Therapy In Dermatology. New York: Marcel Dekker Inc; 2000. p. 1-23.
2. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009.
http://doctorology.net/?p=61
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
keenam. Balai penerbitan FKUI. Jakarta: Universitas Indonesia 2013

12
4. Lee M, Marks R. The Role of Corticosteroids in Dermatology. Aust Prescr 2008; 21:
9-10.
5. Wolff, Klaus. Fitzpatrick dermatology in general medicine. edisi ketujuh. The
McGraw-Hill companies US. 2008

13

You might also like