You are on page 1of 26

PALPEBRA

1. ANATOMI PALPEBRA
Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama adalah
palpebra. Kelopak mata atau palpebra superior dan inferior merupakan
modifikasi lapisan kulit yang dapat menutup yang berguna untuk melindungi
bola mata bagian anterior terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola
mata. Palpebra atau kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
komea. Kelopak mata mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan
sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal.
Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena
pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka
tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata dapat membantu menyebarkan
lapisan tipis air mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk, melindungi
kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis
mata, palpebra inferior menyatu dengan pipi. Gangguan penutupan kelopak akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et
lagoftalmos.

1
Gambar. Struktur Palpebra

Kelopak mata (palpebra) terdiri dari 5 bidang jaringan yang utama. Dari
superfisial ke dalam terdapat lapisan kulit, otot rangka (orbicularis oculi),
jaringan areolar, jaringan fibrosa (lempeng tarsus), dan lapisan membran mukosa
(konjungtiva palpebralis).
a. Lapisan Kulit
Kulit palpebra berbeda dengan kulit di kebanyakan bagian tubuh lainnya
karena tipis, longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut serta tanpa
lemak subkutan.
b. Musculus Orbicularis Oculi
Fungsi musculus orbicularis oculi adalah menutup palpebra. Serat-serat
ototnya mengelilingi fissura palpebrae secara konsentris dan menyebar
dalam jarak pendek mengelilingi tepi orbita. Sebagian serat berjalan ke
pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai
pratarsal; bagian di atas septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen
di luar palpebra disebut bagian orbita. Orbicularis oculi dipersarafi oleh
nervus facialis.
c. Jaringan Areolar
Jaringan areolar submuskular yang terdapat di bawah musculus orbicularis
oculi berhubungan dengan lapisan subaponeurotik kulit kepala.

2
d. Tarsus
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa
padat yang bersama sedikit jaringan elastik disebut lempeng tarsus. Sudut
lateral dan medial serta juluran tarsus tertambat pada tepi orbita dengan
adanya ligamen palpebrae lateralis dan medialis. Lempeng tarsus superior
dan inferior juga tertambat pada tepi atas dan bawah orbita oleh fasia yang
tipis dan padat. Fasia tipis ini membentuk septum orbitale.
e. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebrae, yang melekat erat pada tarsus.

Gambar. Potongan sagital palpebra superior

Tepian palpebra
Panjang tepian palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm. Tepian ini
dipisahkan oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi tepian anterior
dan posterior.
a. Tepian anterior
Bulu mata, muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur.
Glandula Zeis, merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang
bermuara ke folikel rambut pada dasar bulu mata.
Glandula Moll, merupakan modifikasi kelenjar keringat yang
bermuara membentuk barisan dekat bulu mata.

3
b. Tepian posterior
Tepian posterior berkontak langsung dengan bola mata, dan sepanjang
tepian ini terdapat muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah
dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).
c. Punctum palpebra
Pada ujung medial tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil
dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan
inferior. Punctum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui
kanalikulusnya ke saccus lacrimalis.

Retraktor Palpebrae
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra, yang dibentuk oleh
kompleks muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, yang dikenal
sebagai kompleks levator di palpebra superior dan fasia kapsulopalpebra di
palpebra inferior. Di palpebra superior bagian otot rangkanya adalah levator
palpebrae superioris, dan otot polosnya adalah musculus Mller (tarsalis
superior). Di palpebra inferior, retraktor utamanya adalah musculus rectus
inferior dan otot polosnya musculus tarsalis inferior.
Komponen otot polos retraktor palpebrae dipersarafi oleh saraf simpatis
sedangkan levator dan musculus rectus inferior dipersarafi oleh nervus
oculomotorius.
Persarafan
Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus
trigeminus (N. V). Nervus lacrimalis, subpraorbitalis, supratrochlearis,
infratrochlearis, dan nasalia eksterna adalah cabang divis oftalika nervus kranial
kelima (nervus trigeminus). Nervus infraorbitalis, zygomaticofacialis, dan
zygomaticotemporalis merupakan cabang-cabang divisi maksilaris (kedua)
nervus trigeminus.
Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua palpebra dipersarafi
cabang zigomatikum dari nervus fasialis sedangkan muskulus levator palpebra
dan beberapa muskulus ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris. Otot
polos pada palpebra dan okuler diaktivasi oleh saraf simpatis. Oleh sebab itu,

4
sekresi adrenalin akibat rangsangan simpatis dapat menyebabkan kontraksi otot
polos tersebut.
Pembuluh Darah Dan Limfe
Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis dan ophthalmica
melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya. Drainase vena dari
palpebra mengalir ke dalam vena ophthalmica dan vena-vena yang membawa
darah dari dahi dan temporal.
Pembuluh limfe segmen lateral palpebra berjalan ke dalam kelenjar getah
bening preaurikular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra
mengalirkan isinya ke dalam kelenjar getah bening submandibular.

II. FISIOLOGI MENGEDIP


Refleks Mengedip
Sentuhan halus pada kornea atau konjungtiva mengakibatkan kelopak mata
berkedip. Impuls aferen dari kornea atau konjungtiva berjalan melalui divisi
ophthalmica nervus trigeminus ke nucleus sensorius nervi trigemini. Neuron
internuncial menghubungkannya dengan nukleus motorik nervus facialis kedua
sisi melalui fasciculus longitudinalis medialis. Nervus facialis dan cabang-
cabangnya mempersarafi musculus orbicularis oculi yang menimbulkan gerakan
menutup mata.
Pada beberapa penelitian telah dibuktikan adanya hubungan langsung
antara jumlah dopamine di korteks dengan mengedip spontan dimana pemberian
agonis dopamin D1 menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip sedangkan
penghambatannya menyebabkan penurunan refleks kedip mata.
Refleks kedip mata dapat disebabkan oleh hampir semua stimulus perifer,
namun dua refleks fungsional yang signifikan adalah :
1) Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan konjungtiva
yang disebut refleks kedip sensoris atau refleks kornea. Refleks ini
berlangsung cepat yaitu 0,1 detik.
2) Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut refleks
kedip optikus. Refleks ini lebih lambat dibandingkan refleks kornea.

5
Gambar. Refleks mengedip

Ritme Normal Kedipan Mata


Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara reguler dengan interval
dua sampai sepuluh detik dengan lama kedip selama 0,3-0,4 detik. Hal ini
merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan kontinuitas film prekorneal
dengan cara menyebabkan sekresi air mata ke kornea. Selain itu, mengedip dapat
membersihkan debris dari permukaan okuler. Sebagai tambahan, mengedip
dapat mendistribusikan musin yang dihasilkan sel goblet dan meningkatkan
ketebalan lapisan lipid. Nilai normal frekuensi mengedip rata-rata adalah 15-20
kali/menit.

6
Penyakit dan Kelainan pada Palpebra

Infeksi dan radang pelpebra


A. Blefaritis
Blefaritis adalah peradangan subakut atau menahun tepi kelopak mata.
Dikenal 2 bentuk blefaritis antara lain blefaritis seboroik atau blefaritis skuamosa
dan blefaritis ulserativa atau blefaritis stafilokok. Blefaritis seboroik dapat
merupakan bagian dermatitis seboroik.
Blefaritis seboroik merupakan peradangan kelenjar kulit di daerah bulu mata
atau kelenjar bulu mata (akar rambut). Sering terdapat pada orang-orang yang
kulitnya berminyak dan banyak pelepasan lapisan tanduk di kulit dan daerah bulu
mata. Penyebabnya biasanya adalah kelainan metabolik atau jamur Pitirosporum
ovale, walaupun penyebab jamur ini masih diragukan. Gambaran kliniknya :
terdapat sisik yang halus-halus dan berwarna putih, penebalan kelopak yang
disertai madarosis (rontoknya bulu mata). Jika sisik halus diangkat maka terdapat
dasar permukaan kulit yang hiperemik tetapi tidak berulserasi. Pada blefaritis
skuamosa sisik yang halus dan putih berkumpul sepanjang bulu mata mudah lepas
tetapi mudah pula diganti tanpa kerusakan pada bulu matanya. Pengobatannya
dengan dibersihkan tepi kelopak mata terutama sisik yang halus dan memberikan
salep yang terdiri dari salisil 1 % dengan vehikulum minyak. Penyulitnya keratitis
dan konjungtivitis.
Berdasarkan etiologinya blefaritis dibagi atas 2 jenis blefaritis, yaitu :
1. Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat
melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus. Blefaritis
stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan Staphylococcus aureus, yang sering
ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif.
Blefaritis seboroik (non-ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosum
rosae.

7
2. Blefaritis posterior : mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak
mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan
pada kelenjar minyak. Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis
posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik).

GAMBARAN KLINIK
Gejala :
1. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan
keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
2. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.
Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.
Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
3. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.
Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng
dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering
sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Tanda :
Skuama pada tepi kelopak
Jumlah bulu mata berkurang
Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
Sekresi Meibom keruh
Injeksi pada tepi kelopak
Abnormalitas film air mata

Tatalaksana :
- Menekan dan memeras keluar isi kelenjar meibom
- Membuang sisik-sisik dari pinggir bulu mata dan menggosok tepi kelopak
mata dengan larutan AgNo3 15 atau 2 %
- Pemberian sulfonamid dan steroid dapat memberikan hasil yang baik

8
Blefaritis ulserativa adalah peradangan tepi kelopak mata akibat infeksi. Diduga
penyebab utama penyakit ini adalah stafilokok. Gejala umum blefaritis adalah
kelopak mata merah, bengkak, perasaan seperti terbakar, dan gatal pada tepian
palpebra,terdapat keropeng kekuning-kuningan yang seolah-olah merekat bulu
mata menjadi satu. Bila keropeng dibuang maka akan terjadi ulkus yang kecil,
mudah berdarah di sekeliling dasar bulu mata. Pengobatan blefaritis ulserativa
diberikan sulfonamida, genta misin atau basitrasin dalam bentuk salap.
Pengobatan blefaritis ulserativa di tempat praktek :
- Membersihkan kelopak mata dan pengangkatan keropeng
- Menggosok lesi dengan AgNo3
- Dapat diberikan timerosol atau nitromersol sebagai obat luar
Penyulitnya ulkus dapat meluas dan mendalam, merusak akar rambut sehingga
bulu mata rontok. Dapat juga menyebabkan konjungtivitis yang menahun. Jika
ulkus menyembuh dapat membentuk jaringan parut yang akan mengakibatkan
trikiasis.

Gambar : blefaritis

9
B. Hordeolum
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang
terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan
hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar
Zeiss atau Moll.

Gb I. Hordeolum eksterna Gb II. Hordeolum interna

Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus
hordeolum.

Faktor Resiko
1. Penyakit kronik.
2. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
3. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
4. Diabetes
5. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
6. Riwayat hordeolum sebelumnya
7. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
8. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.

10
Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss
atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang
terletak di dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan
jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.

Gejala dan Tanda


Gejala
- Pembengkakan
- Rasa nyeri pada kelopak mata
- Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
- Riwayat penyakit yang sama

Tanda
- Eritema
- Edema
- Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
- Seperti gambaran absces kecil

Tatalaksana
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.
Non medikamentosa :
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau
sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat
mempercepat proses penyembuhan. Lakukan dengan mata tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan
infeksi yang lebih serius.
4. Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu
menjadi penyebab infeksi.

11
Medikamentosa :
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak
ada perbaikan, dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
1. Antibiotik topikal.
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10
hari. Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum
eksterna dan hordeolum interna ringan.
2. Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda
pembesaran kelenjar limfe di preauricular.
Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai berat.
Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari
selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan
clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin
500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.

Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan
pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di
daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
- Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
pada margo palpebra.
- Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi
jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.

12
III. Kalazion
Kalazion merupakan peradangan lipogranulomatosa kelenjar meibom yang
tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut. Pada kalazion
terbentuk nodul pada palpebra yang bersifat keras dan tidak nyeri.
Awalnya dapat berupa radang ringan dan nyeri tekan mirip hordeolum-
dibedakan dari hordeolum karena tidak ada tanda-tanda radang akut. Kalazion
cenderung membesar lebih jauh dari tepi kelopak mata daripada hordeolum.
Selain itu, kalazion berbeda dengan hordeolum dimana biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit meskipun terasa kekakuan akibat pembengkakan, serta
berbeda dari segi ukurannya. Kalazion cenderung lebih besar dari hordeolum.

Etiologi
Kalazion disebabkan oleh minyak dalam kelenjar terlalu pekat untuk mengalir
keluar kelenjar atau saluran kelenjar minyak yang tersumbat. Oleh karena tidak
dapat mengalir keluar, produksi minyak tertimbun di dalam kelenjar dan
membentuk tembel di palpebra. Kelenjar dapat pecah, mengeluarkan minyak ke
jaringan palpebra sehingga menyebabkan inflamasi dan kadang-kadang jaringan
parut. Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di
kulit (seperti komedo, wajah berminyak). Juga mungkin terdapat akne rosasea
berupa kemerahan pada wajah (facial erythema), teleangiektasis dan spider nevi
pada pipi, hidung, dan kulit palpebra.

Gejala Klinis

Gambar: Kalazion di palpebra superior

13
Gejala yang dirasakan pasien dengan kalazion adalah sebagai berikut :

Pembengkakan di kelopak mata


Kekakuan pada kelopak mata
Sensitivitas terhadap cahaya
Peningkatan keluarnya air mata
Berat dari kelopak mata
Rasa seperti mengantuk.

Penatalaksanaan
Non medika mentosa
Kompres hangat dengan cara menempelkan handuk basah oleh air hangat
selama lima sampai sepuluh menit. Kompres hangat dilakukan empat kali sehari
untuk mengurangi pembengkakan dan memudahkan drainase kelenjar.

Medikamentosa
Obat tetes mata atau salep mata jika infeksi diperkirakan sebagai
penyebabnya.
Injeksi steroid ke dalam kalazion untuk mengurangi inflamasi, jika tidak ada
bukti infeksi
Steroid menghentikan inflamasi dan sering menyebabkan regresi dari
kalazion dalam beberapa minggu kemudian.
Injeksi 0,2 2 ml triamsinolon 5 mg/ml secara langsung ke pusat kalazion,
injeksi kedua mungkin diperlukan.
Komplikasi dari penyuntikan steroid meliputi hipopigmentasion, atropi, dan
potensial infeksi.

Eksisi kalazion
Jika perlu, buatlah insisi vertikal pada permukaan konjungtiva palpebra.
Untuk kalazion yang kecil, lakukan kuretase pada granuloma inflamasi pada
kelopak mata.
Untuk kalazion yang besar, iris granuloma untuk dibuang seluruhnya
Cauter atau pembuangan kelenjar meibom (yang biasa dilakukan)

14
Untuk kalazion yang menonjol ke kulit, insisi permukaan kulit secara
horisontal lebih sering dilakukan daripada lewat konjungtiva untuk
pembuangan seluruh jaringan yang mengalami inflamasi.

IV. Epitelioma Sel Basal (Karsinoma Sel basal)


Epitelioma sel basal adalah suatu karsinoma yang berasal dari sel basal kulit.
Karsinoma ini merupakkan jenis karsinoma kelopak mata terbanyak. Dapat
ditemukan pada semua umur. Menurut urutannya daerah yang paling sering
terkena ialah kelopak bawah, kantus internus, dan kelopak mata atas. Karsinoma
sel basal jarang ebrmetastasis dan sifat ganasnya dihubungkan dengan gambaran
histopatologik dimana ditemukan tanda-tanda keganasan. Kelenjar getah bening
preaurikuler mungkin membesar atau jika tumor terletak di kantus internus
kelenjar submaksilaris dapat membesar.
Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan sel-sel tumor yang menyerupai sel
basal epitel, sel-sel yang nukleusnya tidak mempunyai nukleoli tampak
berkelompok. Tumor ini mempunyai gambaran yang seragam dan bersifat
basofilik. Dapat dilihat pigmen melanin pada sel-sel tumor tertentu.

Gejala klinik:
Gejala objektif : tidak terdapat gambaran yang khas bagi karsinoma sel basal,
tetapi tampak sebagai tumor dengan pembesaran ke arah mendatar dengan tepi
yang agak meninggi serta berlilin. Di tengahnya sering kali berbentuk dan
induratif (tukak roden). Tumor ini tumbuh lambat, jarang mengenai jaringan yang
lebih dalam karena terdapat fasia yang bertindak sebagai barrier. Pada keadaan
yang sangat lanjut dapat berkembang sampai ke orbita, sinus, rongga hidung dan
rongga tengkorak.

Diagnosis : ditegakan dengan pemeriksaan patologik anatomik


Pengobatan :
1. Operasi secara total yang diikuti dengan pemeriksaan potong beku.
Pengangkatan ini dilakukan sampai terbukti bahwa tepi sayatan bebas sel

15
tumor. Pada umumnya pengangkatan dengan sayatan 4-5 mm dari tepi
karsinoma sudah memberikan daerah bebas sel tumor.
2. Penyinaran hampir sama efektifnya dengan operasi, tetapi mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu ada beberapa lesi yang radioresisten sifatnya.
Keburukan lain penyinaran ialah akan memberikan hasil kosmetik yang
buruk.
3. Pembedahan dingin (cryo-surgery)
Denan pendinginan yang hebat, sel tumor diharapkan mati beku dan
dikatakan eksisi dengan cara ini memberikan hasil yang baik.

Gambar : epitelioma sel basal

V. Herpes Zoster Oftalmik


Herpes zoster oftalmik ialah penyakit infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion Gasseri yang menerima serabutsaraf dari cabang
oftalmik saraf trigeminus. Terlibatnya bola mata pada herpes zoster oftalmik
ditemukan pada 50% kasus. Mengenai orang tua umur di atas 50 tahun dan
kadang-kadang dapat pula mengenai orang muda. Kelompok kelainan yang terjadi
pada herpes zoster oftalmik bersifat unilateral dibatasi dengan tegas oleh garis
tengah. Cabang maksilaris dan mandibularis saraf trigeminus jarang terkena. Bila
terdapat kelainan pada puncak hidung ini menunjukan sudah terkenanya cabang
nasosiliaris saraf oftalmik (Hutchinson sign). Hal ini merupakan petunjuk bahwa
penyulit intraokuler akan segera timbul.

16
Gambaran klinik :
Gejala subjektif : infeksi diawali dengan rasa nyeri pada kulit, lesu, gejala-gejala
influensa pada umumnya walaupun gejala apda kulit belum timbul.gejala
prodroma tersebut terdapat 1-3 hari sebelum kelainan kulit timbul.
Gejala objektif : tampak kelompok vesikel pada kulit yang dipersarafi oleh saraf
oftalmik. Vesikel menjadi pustul kemudian terjadi jaringan parut dengan derakat
yang berbeda-beda yang ditemukan pada kelopak mata.
Kelainan pada mata berupa :
- Vesikel di kulit dan pustulasi yang kemudian menjadi ulkus dan
menyembuh dengan menimbulkan keropeng dan parut.
- Edema palpebra
- Konjungtiva hiperemis
- Kornea keruh akibat infiltrat yang terletak subepitelial atau stromal.
Infiltrat dapat berbentuk dendrit.

Pengobatan herpes zoster tidak menggunakan obat spesifik tetapi hanya


simptomatik. Pengobatan steroid superfisialis tanpa masuk ke dalam mata akan
mengurangkan gejala radang. Infeksi herpes zoster diberikan analgetik untuk
mengurangi rasa sakit. Penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoter oftalmik
adalah uveitis, parese otot penggerak mata, glaukoma dan neuritis optik.

gambar : HZ Oftalmica

17
Deformitas Anatomik Kelopak Mata

1. Entropion
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata ke arah dalam,
dapat disebabkan oleh involusi, sikatriks atau kongenital. Entropion sikatriks
dapat mengenai kelopak atas atau bawa dan disebabkan oleh jaringan parut di
konjungtiva dan tarsus, gangguan ini biasanya pada penyakit-penyakit kronik
seperti trachoma.pengobatannya operasi plastik atau suatu tindakan tarsotomi
pada entropion akibat trakoma.

Klasifikasi
- Involusi

Paling sering terjadi sebagai akibat dari proses penuaan. Seiring dengan
meningkatnya usia maka terjadi degenerasi progresif jaringan fibrous dan
elastik kelopak mata bawah. Gangguan ini paling sering ditemukan pada
kelopak bawah dan merupakan akibat gabungan kelumpuhan otot-otot
retraktor kelopak bawah, migrasi ke atas muskulus orbikularis preseptal,
dan melipatnya tepi tarsus atas

Gambar: Entropion involusi kelopak mata atas

- Sikatrik
Dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah dan disebabkan oleh
jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Patologi dasarnya yaitu
memendeknya lamella posterior akibat berbagai sebab. Gangguan ini

18
paling sering ditemukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti
trakoma.
- Kongenital
Entropion kongenital merupakan anomali yang jarang ditemukan.
Entropion kongenital dapat menyebabkan erosi kornea kronik dan
blefarospasm. Dapat terjadi trauma pada kornea yang menyebabkan
terbentuknya ulkus pada bayi. Pada entropion kongenital, tepi kelopak
mata memutar kearah kornea, sementara pada epiblefaron kulit dan otot
pratarsalnya menyebabkan bulu mata memutari tepi tarsus. Entropion
kongenital sering sering juga terdapat kelainan pada system
kardiovaskular, musculoskeletal, dan system saraf pusat. Entropion
kongenital berbeda dengan entropion didapat. Entropion didapat terjadi
pada usia remaja dan diturunkan secara autosomal dominan.

Gejala klinis
Keluhan yang sering timbul adalah rasa tidak nyaman, mata berair, mata
merah, iritasi mata, gatal dan fotofobia. Entropion kronis dapat
menyebabkan sensitifitas terhadap cahaya dan angin, dapat menyebabkan
infeksi mata, abrasi kornea atau ulkus kornea.

Tatalaksana
Pengobatan entropion adalah operasi plastik atau suatu tindakan tarsotomi
pada entropion akibat trakoma. Pembedahan untuk memutar keluar kelopak
mata efektif pada semua jenis entropion.

19
II. Trikiasis
Trikiasis adalah suatu keadaan dimana bulu mata tumbuh mengarah pada
bola mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva. Bulu mata dapat
tumbuh dalam posisi yang abnormal sementara palpebra tetap pada posisi normal.
Pertumbuhan bulu mata ke arah bola mata yang disertai dengan keadaan
melipatnya margo palpebra ke arah dalam (entropion) disebut pseudotrikiasis.

Gambar : Bulu mata dengan trikiasis

GAMBARAN KLINIS
Pada trikiasis, posisi tepi palpebra dapat normal, atau jika tidak, dapat
dihubungkan dengan entropion. Bulu mata yang melengkung ke dalam
menyebabkan pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola
mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, fotofobia, dan lakrimasi
merupakan gambaran yang sering ditemukan. Pada kasus yang lebih berat dapat
ditemukan ulkus kornea.

KOMPLIKASI
1. Keratitis
Suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknya bulu mata dan
tepi kelopak ke kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Bila ini
berlanjut terus dapat mengakibatkan terjadinya ulserasi kornea, kemudian
sembuh dengan sikatrik kornea.
Jaringan parut yang terbentuk dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan. Komplikasi lebih lanjut dapat menyebabkan ulkus kornea
menetap.

20
2. Vaskularisasi kornea

Gambar: Trikiasis dengan vaskularisasi kornea

PENATALAKSANAAN

Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, epilasi mekanik dapat menangani
sementara. Pertumbuhan baru biasanya dalam tiga hingga empat minggu.
Penanganan permanen merusak folikel bulu mata yang terlibat. Hal ini dilakukan
dengan elektrolisis atau cryotherapy.

III. Ektropion
Ektropion adalah penurunan dan terbaliknya palpebra inferior ke arah luar,
umumnya bilateral dan sering ditemukan pada orang tua. Ektropion akan
memberikan keluhan epifora, mata merah dan meradang. Akibat ektropion tidak
jarang terjadi lagoftalmus sehingga akan terjadi konjungtivitis dan keratitis. Gejala
klinis dari ektropion jika terlalu banyak gesekan akan terjadi pengeluaran air mata
yang berlebihan, lepasnya lapisan kulit pada palpebra, terdapat cairan yang kotor
pada mata dan akan terjadi iritasi pada mata.

PEMERIKSAAN

Ada beberapa pemeriksaan pada ektropion, yaitu :

1. Snap-back test

Test ini berfungsi untuk mengukur kelemahan palpebra inferior.


Palpebra yang sehat akan kembali ke posisi normal dengan dengan
cepat, jika membutuhkan waktu yang lama untuk kembali ke posisi
normal maka terdapat kelemahan pada palpebra.

21
Terdapat 4 tingkat yaitu tingkat 0 IV, pada tingkat 0 kelemahan
masih dalam batas normal, pada tingkat IV kelemahan sangat
berat.

2. Medial canthal laxity test

Normal nya seharusnya 0-1 mm.

Terdapat 4 tingkat yaitu tingkat 0 IV, pada tingkat 0 kelemahan


masih dalam batas normal, pada tingkat IV kelemahan sangat berat

3. Lateral canthal laxity test

Normal nya seharusnya 0-2 mm.

Terdapat 4 tingkat yaitu tingkat 0 IV, pada tingkat 0 kelemahan


masih dalam batas normal, pada tingkat IV kelemahan sangat berat

4. Schirmer test

Untuk membedakan mata yang kering karena ektropion satu dari


beberapa kondisi di antara diagnosis banding dari epifora.

5. Fluorescein test untuk kornea

Digunakan pada korne dan permukaan kornea dan dianalisa dengan


cahaya gelap untuk melihat perubahan kornea atau laserasi.

DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Slit lamp : evaluasi kondisi kornea sebelum melakukan
operasi agar tidak terjadi abrasi ataupun tanda-tanda kekeringan, juga cek
tanda-tanda lagofthalmos.
2. Bell phenomenon : Instruksikan kepada pasien agar berusah menutup mata
ketika pemeriksa membuka palpebra, jika mata bergerak berarti positif
terdapat bell phenomenom.
3. Nervus fasialis : pada bell palsy nervus fasialis dan lower motor neuron
mengalami kelumpuhan, bagian ipsilateral dari alis dan otot-otot bagian
bawah wajah akan mengalami kelemahan. Jika adanya kelumpuhan pada
nervus fasialis dengan upper motor neuron, akan terjadi elevasi alis karena
inervasi bilateral pada wajah bagian atas. Pada pasien dengan kelumpuhan

22
nervus fasialis disarankan test disfungsi orbicularis oris dengan cara
menyuruh pasien untuk perlihatkan giginya dari pada senyum. Bandingkan
elevasi dari sudut bibir, jika ptosis terdapat afek pada sisi bibir bagian
ipsilateral.

Penatalaksaan non-bedah :

1. Non farmakologi
Pada kasus ringan tidak diperlukan pengobatan
Disarankan jangan menggesek palpebra karena akan
menambah kelemahan pada palpebra.
Kedua palpebra diplester pada malam hari, karena ada resiko
terkena paparan benda asing pada kornea.
Memakai contact lens (hidrogel, silikon hidrogel, diameter besar
pada korne atau sklera) adalah indikasi untuk melindungi kornea
dari benda asing.
2. Farmakologi
Obat tetes mata untuk defisiensi air mata atau untuk mengurangi
gejala yang ada (digunakan pada siang hari, pada malam hari waktu
tidur tidak digunakan).

IV. Xantelasma
Xantelasma adalah kelainan yang terdapat pada permukaan anterior
palpebra, umumnya bilateral di dekat sudut medial mata. Xantelasma merupakan
bentuk degenerasi lemak pada kulit kelopak nasal bawah dan atas sehingga
memberikan gambaran kupu-kupu yang berwarna kuning jingga pada pangkal
hidung. Kelainan ini berhubungan erat dengan kadar kolesterol dalam serum,
hiperlipidemi esensial atau pasien diabetes melitus. Pengobatannya dengan
ekstirpasi pada xantelasma tersebut.
Xanthelasma secara klinis terlihat sebagai plak kekuningan berbentuk oval
yang berlokasi pada regio periorbital. Seringkali pada canthus medial kelopak
mata bagian atas, meskipun dapat juga terlihat pada kelopak mata bagian bawah,
dan juga biasanya bersifat bilateral.Inspeksi dan palpasi memperlihatkan tekstur
yang lunak, semisolid atau kalsifikasi.

23
Pasien xanthelasma biasanya datang karena pertimbangan kosmetik, atau
dideteksi pada pemeriksaan rutin mata. Lesi ini tidak menyebabkan peradangan
maupun nyeri, meskipun lesi ini cenderung untuk membesar namun tidak terdapat
kecenderungan malignansi. Pada kasus yang sangat jarang, xanthelasma yang
berukuran besar dapat mengganggu fungsi kelopak mata, menyebabkan ptosis
atau lagophthalmus.

PENATALAKSANAAN
Xantelasma dapat dibedah apabila mengganggu, tetapi mungkin bisa
kambuh. Xantelasma dapat dihilangkan dengan pengelupas trichloroacetic acid
(TCA), bedah, laser atau cryoterapi. Penghilangan xantelasma dapat menyebabkan
timbulnya skar dan perubahan pigmen, tetapi tidak jika menggunakan
trichloroacetic acid (TCA). Komponen herediter yang diturunkan menyebabkan
timbulnya xanthelasma ini, mengindikasikan tingginya kolesterol dalam darah
atau bisa juga tidak. Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita
xantelasmata maka biasanya mengindikasikan jumlah kolesterol yang tinggi
dalam darah dan mungkin berhubungan dengan resiko timbulnya atherosclerosis.

V. Ptosis
Keadaan dimana kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka
sehingga celah kelopak mata menjadi lebih kecil dibandingkan dengan keadaan
normal. Terutama akibat tidak baiknya fungsi muskulus levator palpebra,
lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula akibat jaringan
penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke
belakang atau enoftalmus. Penyebab ptosis antara lain kongenital, miogenik, dan
neurogenik. Bila ptosis kongenital tidak segera di atasi dapat mengakibatkan
terjadinya ambliopia eks anopsia pada mata bayi tersebut. Pengobatan dengan
pembedahan. Pada ptosis kongenital unilateral pengobatan harus dilakukan
secepatnya sebelum usia 1 tahun. Pada yang bilateral boleh ditunda sampai umur
3-6 tahun. Pembedahannya adalah dengan memperpendek otot levator sehingga
tarsus akan terangkat.

24
Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata
atas dengan atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, horner syndrom
ataupun penyakit sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan
ambliopia sekunder.
Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang
karena mata bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa
orang (utamanya pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi dengan cara
memiringkan kepalanya ke belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat
melihat dibalik palpebra superior yang menghalangi pandangannya. Biasanya
penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata (mengerutkan dahi). Ini
biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup seluruhnya, dapat
terjadi ambliopia.
Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan
tapi progresif yang akhirnya menjadi komplit.

Gambar : Jatuhnya kelopak mata atas adalah keluhan utama pasien ptosis

Penatalaksanaan
Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan kosmetik dan tidak
terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang,
lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi.
Penanganan ptosis pada umumnya adalah pembedahan. Pada anak-anak
dengan ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap
diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah
terjadinya ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika
hanya untuk memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan
dapat ditunda hingga anak berumur 3-4 tahun.

25
Daftar Pustaka

1. Belden MD. Chalazion. Taken from : www.emedicine.com. 2010


2. Camara JG, Nguyen LT, Sangalang-Chuidian M et al. Involutional lateral
entropion of the upper eyelids. Arch. Ophthalmol 2002; 120: 1682-4
3. Gangopadhyay DN, Dey SK, Chanda M, Et al. Serum lipid profile in
Xanthelasma palpebrarum. Indian J Dermatol. 1998; 43(2):53-7.
4. Habif TP. Xanthoma and Dislipoproteinemia. In: Clinical Dermatology: A
Color Guide to Diagnosis and Therapy. U.S: Mosby; 2004. p. 902-3.
5. Ilyas S. Entropion. Dalam: Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta,
FKUI: 2005
6. Ilyas, Sidharta (ed). Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2.
Sagung Seto. Jakarta. 2002.
7. Jain A, Goyal P, Nigram PK, Gurbaksh H, Sharma RC. Xanthelasma
Palpebrarum-Clinical and Biochemical Profile in a Tertiary Care Hospital
of Delhi. Ind J .of Clinical Biochemistry. 2007/22(2)151-3.
8. Ptosis. Steen-Hall Eye Institute. Available at http://www.steen-
hall.com/ptosis.html.
9. Sullivan JH. Palpebra dan apparatus lakrimalis. Dalam: Vaughan D,
Asbury T. Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Alih bahasa: Ilyas
S. Edisi 14. Jakarta, Widya Medika: 2000
10. Vaugham, Daniel. Ptosis. Dalam General Opthalmology. edisi 9, lange
Medical Publications, California, 1980, hal : 50
11. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika,
Jakarta, 2000: Hal 17-20
12. Wessels IF. Chalazion. Taken from : www.emedicine.com. 2010.

26

You might also like