You are on page 1of 24

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 07.04.

02 PALU

RUMAH SAKIT TK IV 07.07.01 WIRABUANA

PANDUAN KEWASPADAAN ISOLASI

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari orang yang
satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun perantara).
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat
berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai
macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang
terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke
pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi.
Penularan infeksi dapat melalui beberapa cara diantaranya melalui darah dan cairan tubuh seperti
halnya penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B.

Penyebaran virus HIV dan Hepatitis B melalui : perilaku seks bebas, penyalahgunaan narkoba;
umumnya tertular melalui penggunaan jarum suntik bersama, melalui transfusi darah, ASI, alat-
alat kedokteran, hubungan suami istri yang sudah tertular virus HIV/HVB positif, dan apabila
ada kontak antara cairan tubuh (terutama darah, semen, sekresi vagina dan ASI) dengan luka
terbuka pada seseorang yang sehat walaupun kecil. Seseorang yang mengidap penyakit ini dapat
menularkan virusnya kepada orang lain jika darah atau cairan tersebut masuk kedalam darah
orang lain melalui luka atau produk darah. (R. Syamsuhidajat dan Wim de jong, 1997).

Berdasarkan data yang dikeluarkan UNAIDS (United Nations Aquired Immuno Deficiency
Syndrom) pada 2006 yang lalu, dari prevalensi (angka kejadian) HIV/AIDS yang mencapai 40
juta orang, sekitar 75 persennya berada di Asia dan Afrika. Prevalensi kasus HIV/AIDS yang
terjadi di Indonesia periode Januari sampai dengan Maret 2007 sebesar 440 orang tertular virus
HIV dan 794 orang lainnya menderita penyakit AIDS dengan jumlah kematian sebesar 123
orang. Prevalensi kasus HIV/AIDS di Jawa Barat periode Januari sampai dengan Maret 2007
sebesar 1105 orang dengan jumlah kematian sebesar 173 orang yang menempati urutan ketiga
tertinggi di Indonesia (Ditjen PPM dan PL Depkes R.I, 2007). Kasus penyakit hepatitis B
menurut Lesmana (2007) menyatakan bahwa, jumlah penderita hepatitis B di Cina sebesar 123,7
juta orang, di India sebesar 30-50 juta orang, sedangkan di Indonesia secara keseluruhan
berjumlah 13,3 juta penderita, dengan tingkat prevalensi mencapai 5-10%.

Tenaga medis yang bekerja di fasilitas kesehatan sangat beresiko terpapar infeksi yang secara
potensial membahayakan jiwanya, karena Tenaga Medis dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien dapat kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah pasien dan dapat
menjadi tempat dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak yang kemudian
menularkan infeksi dari pasien satu ke pasien yang lainnya. Menurut penelitian apabila tenaga
medis terkena infeksi akibat kecelakaan maka resikonya 1% mengidap hepatitis fulminan, 4%
hepatitis kronis (aktif), 5% menjadi pembawa virus (Syamsuhidajat & Wim de Jong, 1997).
Tahun 1997 CDC (Center For Desease Control) melaporkan ada 52 kasus petugas kesehatan lain
HIV akibat kecelakaan di tempat kerja, sedangkan 114 orang petugas kesehatan lain di duga
terinfeksi ditempat kerja. ICN (2005) melaporkan bahwa estimasi sekitar 19-35% semua
kematian pegawai kesehatan pemerintah di Afrika disebabkan oleh HIV/AIDS. Sedangkan di
Indonesia data ini belum terlaporkan. Namun dari kejadian tersebut, resiko perawat mempunyai
andil yang paling besar untuk tertular akibat terpapar cairan dan tertusuk jarum, sehingga
berkembang upaya untuk mencegah terinfeksi dari paparan HIV (Nurmartono, 2006).

Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang rentan terhadap penularan
penyakit.Hal ini karena daya tahan tubuh pasien yang relative menurun. Penularan penyakit
terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial. Infeksi nasokomial
dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain. Pasien yang
dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat di rumah sakit.
Pemularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.

Meningkatnya angka kejadian infeksi di rumah sakit, baik terhadap petugas kesehatan atau
pasien yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan diwujudkannya suatu langkah pencegahan
sehingga angka infeksi di rumah sakit dapat menurun. Salah satu upaya adalah dengan
menyediakan fasilitas ruang isolasi yang bertujuan untuk merawat pasien dengan penyakit
infeksi yang dianggap berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien lain, dan
memiliki aturan khusus dalam prosedur pelayanannya.

1. Definisi

Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen dari sumber
infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.

Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan
penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu dilakukan
meliputi:

1. Kewaspadaan standar

Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelumdan sesudah kontak dengan pasien
maupun alat-alat yangterkontaminasi sekret pernapasan

2. Kewaspadaan kontak

Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontakdengan pasien

Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, sepertistetoskop, termometer, tensimeter,


dan lain-lain

3. Perlindungan mata

Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabilaberada pada jarak 1 (satu) meter dari
pasien.

4. Kewaspadaan airborne

Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne,Gunakan masker N95 bila memasuki ruang isolasi.
Ruang lingkup

1. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang mengidap
penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya;

2. Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan keluarga.

Prinsip

1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya dirawat di ruang
terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi.

2. Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan petugas
kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.

3. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan sistem
imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat di ruang (terpisah) isolasi rumah
sakit.

4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa.

5. Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang rawat inap biasa apabila
telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk dokter penanggung jawap
pasien.

Kewajiban dan Tanggung Jawab

Seluruh Staf Rumah Sakit

1. Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi

Perawat Instalasi Rawat Inap

1. Melakukan pelayanan kesehatan terhadappasien di kamar isolas;i

2. Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan;


3. Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau pasien yang dirawat
di kamar isolasi.

Dokter Penanggung Jawab Pasien

1. Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien memerlukan perawatan di


ruang Isolasi;

2. Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang isolasi mendapat perawatan


secara benar

Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan

1. Memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik

2. Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Ruang Isolasi dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insiden tersebut.

Direktur

1. Memantau dan memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik.

2. Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap masalah yang


mungkin terjadi dalam pelaksanaan perawatanpasien di ruang Isolasi

Tujuan Panduan Ruang Isolasi

Tujuan Umum

Sebagai pedoman bagi Manajemen Rumah Sakit Mutiara Hati Mojokerto untuk dapat
melaksanakan Isolasi pada pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Tujuan Khusus

1. Sebagai pedoman pelaksanaan Isolasipada pasien yang merupakan salah satu upaya
rumah sakit dalam menegah infeksi nasokomial.
2. Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan.

3. Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien rawat inap atau pasien dengan penurunan daya
tahan tubuh.

TATA LAKSANA

Syarat Kamar lsolasi

1. Lingkungan harus tenang

2. Sirkulasi udara harus baik

3. Penerangan harus cukup baik

4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan
pembersihannya

5. Tersedianya WC dan kamar mandi

6. Kebersihan lingkungan harus dijaga

7. Tempat sampah harus tertutup

8. Bebas dari serangga

9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup

10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.

Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :


1. Ruang ganti umum

2. Ruang bersih dalam

3. Stasi perawat

4. Ruang rawat pasien

5. Ruang dekontaminasi

6. Kamar mandi petugas

Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal

Perawatan Isolasi (Isolation Room)

1. Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi

2. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air SuctionSystem

4. Air Sterilizer System dengan Burning & Filter

5. Modular minimal = 3 x 3 m2

Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)

1. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

2. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air SuctionSystem

4. Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2

Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)


1. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

2. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruangrawat isolasi

4. Modular minimal = 3 x 2,50 m2

Area Sirkulasi (Circulation Corridor)

1. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

2. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

4. Modular minimal lebar = 2,40 m

Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)

1. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

2. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

4. Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)

Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi

1. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi

2. Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi

3. Berbicara seperlunya

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


5. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan, dan
sandal khusus

6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi

7. Kuku harus pendek

8. Tidak memakai perhiasan

9. Pakaian rapi dan bersih

10. Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic

11. Harus sehat

Alat-alat

1. Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia

2. Selalu dalam keadaan steril

3. Dari bahan yang mudah dibersihkan

4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan

5. Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali

6. Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup

Kategori Isolasi

Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan / penyebaran
kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan, tindakan pencegahan
enterik dan tindakan pencegahan sekresi.Secara umum, kategori isolasi membutuhkan kamar
terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan kamar terpisah.
1. Isolasi Ketat

Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat menular, balk
melalui kontak langsung maupun peredaran udara.Tehnik ini kontak langsung maupun peredaran
udara.Tehnik ini mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan
dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker, dan sarung tangan Berta mematuhi aturan
pencegahan yang ketat. Alatalat yang terkontaminasi bahan infektsius dibuang atau dibungkus
dan diberi label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien
dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes Zoster diseminata atau pada
pasien imunokompromis.

Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruangperawatan isolasi ketat yaitu:

1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding tekanan di
koridor.

2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam

3. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi denganmenggunakan filter HEPA (High-
Efficiency Particulate Air)

Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak boleh membuang ludah atau
dahak di lantai -gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).

2. Isolasi Kontak

Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan melalui kontak
langsung.Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah
dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan infeksius.
Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien lain. Alat-alat yang
terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan
pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis,
pneumonia atau infeksi kulit oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh
bakteri yang resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.
3. Isolasi Saluran Pernafasan

Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara kontak
langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai
masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas / sputum, misalnya
pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru, infeksi H. influenza.

1. Tindakan Pencegahan Enterik

Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena kontak langsung atau
tidak langsung dengan tinja yang mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat
bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut
dan dubur. Tindakan pencegahan enteric dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau
gastroenteritis yang disebabkan oleh kolera, salmonella, shigella, amuba, campy/obacter,
Crytosporidium, Ecoli pathogen.

2. Tindakan Pencegahan Sekresi

Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau tidak langsung
dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian badan yang terinfeksi.Pasien tidak perlu
ditempakan di kamar tersendiri.Petugas yang berhubuangan langsung harus memakai jubah,
masker, dan sarung tangan. Tangan harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan atau
sebelum merawat pasien lain. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan pada waktu
penggantian balutan.Tindakan pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang
mengeluarkan bahan purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.

4. Isolasi Protektif (tidak ada di RS Mutiara Hati Mojokerto)

Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang yang daya
rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen,
yang biasanya dapat dilawannya.Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang
mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu.Misalnya pada pasien yang
sedang menjalani pengobatan sitoststika atau imunosupresi.
Lama Isolasi

Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium, yaitu :

1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)

2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus untuk luka
atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)

3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B, leptospirosis)

4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada
sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).

Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi

1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan Diri (APD).

2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.

3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum, masukkan dalam
kantung binatu berlabel infeksius.

4. Mandi dan cuci rambut (keramas)

5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.

6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah daripintu masuk.

Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatanbiasa :

1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.

2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat di ruang
rawat inap biasa oleh dokter.
3. Pertimbangan lain dari dokter.

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 07.04.02 PALU

RUMAH SAKIT TK IV 07.07.01 WIRABUANA

KEPUTUSAN KEPALA RS TK IV. 07.07.01 WIRABUANA

Nomor Skep/PPI/ / /2016

TENTANG
KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI

Menimbang :1 bahwa dalam upaya mencegah dan mengendalikan infeksi di


rumah sakit harus selalu berorientasi pada keselamatan pasien dan
petugas di rumah sakit.

2. bahwa untuk menunjang penerapan kewaspadaan isolasi di


setiap unit pelayanan harus tersedia sarana dan prasarana yang
diperlukan.

3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam a dan b perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala RS Tk IV
07.07.01 wirabuana

Mengingat :1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


kesehatan.

2. Keputusan Menkes RI Nomor 270/Menkes/SK/III/2007 tentang pedoman


manajerial rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 436/Menkes/SK/VI/1993 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis.

4. Kebijakan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 / Menkes /


SK / X/ 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.

5. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit


dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, Depkes RI, 2011.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT Tk IV 07.07.01 TENTANG


KEBIJAKAN PENERAPANKEWASPADAAN ISOLASI DI RS Tk IV
07.07.01 WIRABUANA

PASAL 1

: Kebijakan yang dimaksud dalam keputusan ini adalah Kebijakan


Penerapan Kewaspadaan Isolasi di Rumah Sakit Wirabuana yang
disusun oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit Wirabuana

PASAL 2

: Kebijakan ini mengatur bagaimana penerapan kewaspadaan isolasi


di unit pelayanan

PASAL 3

: Komite PPI bertanggung jawab atas pelaksanaan sosialisasi kebijakan dan


melaporkan pelaksanaan kebijakan tersebut.

PASAL 4

: Memberlakukan kebijakan Penerapan Kewaspadaan Isolasi di Rumah


Sakit Wirabuana seperti tersebut dalam lampiran surat keputusan ini.
PASAL 5

: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini

Ditetapkan di : Palu

pada Tanggal : januari 2016

Kepala Rumah Sakit

dr. Hariyadi,AM Sp.PD

Letkol Ckm. NRP. 11980010240270

Lampiran Skep Karumkit Tk IV 07.07.02 Wirabuana


Nomor Skep/PPI/ / / 2016
Tanggal Januari 2016.

KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI

RUMAH SAKIT WIRABUANA PALU

1. Kebijakan Umum

a. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
b. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar
dan kewaspdaan berdasarkan transmisi.

c. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di rumah sakit
yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan APD, pemrosesan peralatan perawatan
pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, kesehatan
karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), praktek menyuntik yang
aman dan praktek untuk lumbal punksi.

d. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan


standar pada kasus kasus yang mempunyai risiko penularan melalui kontak, droplet,
airborne.

2. Kebijakan Khusus

a. Penempatan pasien tidak infeksius.


1) Menggunakan kewaspadaan standar :
a) Penempatan Pasien. Pasien bisa ditempatkan di semua ruang
perawatan kecuali ruang Isolasi di Unit Perawatan Paru.

b) Kebersihan Tangan
a) Lakukan lima saat kebersihan tangan

b) Gunakan cairan berbasis alkohol (handrub) dan sabun antiseptik


untuk kebersihan tangan

c) Sarung Tangan.
Pakai sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) bila menyentuh
darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan barang-barang terkontaminasi.
Pakai sarung tangan sebelum menyentuh lapisan mukosa dan kulit yang luka
(non-intact skin). Ganti sarung tangan di antara dua tugas dan prosedur
berbeda pada pasien yang sama setelah menyentuh bagian yang kemungkinan
mengandung banyak mikroorganisme. Lepas sarung tangan setelah selesai
melakukan tindakan, sebelum menyentuh barang dan permukaan
lingkungan yang tidak terkontaminasi, dan sebelum berpindah ke pasien
lain, dan cuci tangan segera untuk mencegah perpindahan mikroorganisme
ke pasien lain atau lingkungan.

d) Masker, Pelindung Mata,dan Pelindung Wajah.


Gunakan masker dan pelindung mata atau wajah untuk melindungi
lapisan mukosa pada mata, hidung dan mulut saat melakukan prosedur
atau aktifitas perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan
darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.

e) Gaun.
Gunakan gaun (bersih dan tidak perlu steril) untuk melindungi kulit
dan untuk mencegah ternodanya pakaian saat melakukan prosedur dan
aktifitas perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah.
Lepas gaun kotor sesegera mungkin dan cuci tangan untuk mencegah
perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.

f) Peralatan Perawatan Pasien dan ekskresi hendaknya diperlakukan


sedemikian rupa sehingga tidak bersentuhan dengan kulit dan
lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian, dan tidak memindahkan
mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan bahwa peralatan
yang dapat dipakai ulang tidak dipakai lagi untuk pasien lain sebelum
dibersihkan dan diproses selayaknya. Pastikan bahwa peralatan sekali pakai,
dan yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dibuang dengan cara
yang benar.

g) Pengendalian Lingkungan.
Lakukan prosedur untuk perawatan rutin, pembersihan, dan
desinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, tiang-tiang tempat tidur,
peralatan di samping tempat tidur, dan permukaan lainnya yang sering
disentuh, dan pastikan prosedur ini dilaksanakan.

h) Linen.
Tangani, tranportasikan dan proseslah linen yang terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi dengan baik sehingga
tidak bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori
pakaian, dan tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan
lingkungan.

i) Kesehatan Karyawan dan Penularan Penyakit Melalui Darah (Bloodborne


Pathogens )
a) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap petugas
kesehatan dan pemberian imunisasi.

b) Penatalaksanaan limbah benda tajam dan tertusuk jarum ditangani


sesuai SPO berkoordinasi dengan K3RS.

c) Peralatan yang dapat menggantikan pernafasan dari mutut ke mulut


(mouth-to-mouth resuscitation), seperti mouthpiece, kantong resusitasi,
dan peralatan ventilasi lainnya hendaknya diletakkan di tempat yang
sering dibutuhkaN

b. Penempatan pasien infeksius

1) Transmisi Airborne

a) Penempatan Pasien.

Tempatkan pasien di isolasi yang memiliki syarat sebagai berikut ;

(1) Ruangan bertekanan udara negatif dibandingkan dengan


ruangan sekitarnya

(2) Bila ruangan dengan tekanan negatif penuh, tempatkan pasien


di ruangan ventilasi alami dengan pertukaran udara 6 sampai 12
kali per jam

(3) Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang


memadai atau memiliki sistem penyaringan udara yang efisien
sebelum udara disirkulasikan ke ruang lain. Pintu harus selalu tertutup dan
pasien tersebut ada di dalamnya. Bila tidak tersedia kamar tersendiri,
tempatkan pasien bersama dengan pasien lain yang terinfeksi aktif dengan
mikroorganisme yang sama, kecuali bila ada rekomendasi lain.
(4) Dilarang menempatkan pasien dengan pasien jenis infeksi lain. Bila
tidak tersedia kamar tersendiri dan perawatan gabung tidak diinginkan,
konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi sebelum menempatkan
pasien.

b) Perlindungan Pernafasan (Masker).

Gunakan masker partikulat N-95 bila memasuki kamar pasien yang


diketahui atau dicurigai menderita airborne disease (Tbc, Varicela, rubella
dll). Orang-orang yang sensitif dilarang memasuki kamar pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita airborne disease. Petugas yang kebal
pada measles (rubeola) atau varicella tidak perlu memakai perlindungan
pernafasan. Pasien harus selalu menggunakan masker medik/bedah.

c) Pemindahan Pasien.

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus


tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang
dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet
dengan memakaikan masker bedah pada pasien bila memungkinkan.

2) Transmisi Droplet.

(a) Penempatan Pasien.

Pasien dengan droplet diseases bisa ditempatkan disemua ruang


perawatan kecuali ruang isolasi dengan kamar tersendiri. Bila tidak tersedia
kamar tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien
yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak
memungkinkan ditempatkan dengan pasien kasus yang sama maka
tempatkan pasien bersama dengan pasien dengan kasus yang lain(kecuali
pasien dengan airborne diseases) tetapi dengan jarak sedikitnya 3 kaki
(kira-kira 1 m) dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak dibutuhkan
penanganan udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap
terbuka

(b) Masker.
Gunakan masker bedah bila bekerja dalam jarak kurang dari 1 m
dari pasien.

(c) Pemindahan Pasien.


Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang
dibutuhkan pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet
dengan memakaikan masker bedah pada pasien, bila memungkinkan.

3) Transmisi kontak
(a) Penempatan Pasien.
Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan. Tempatkan
pasien di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan
pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan
mikroorganisme yang sama. tetapi bila tidak memungkinkan dengan jarak
sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 meter) dengan pasien lainnya dan
pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi khusus,
dan pintu boleh tetap terbuka.

(b) Sarung Tangan dan Cuci Tangan.


Pakailah sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) saat
memasuki kamar dan merawat pasien, ganti sarung tangan setelah
menyentuh bahan-bahan terinfeksi yang kira-kira mengandung
mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (faeces dan drainase luka).
Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan lingkungan pasien dan
segera lakukan kebersihan tangan dengan cuci tangan atau handrub.

(c) Gaun.
Pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar
pasien

(d) Pemindahan Pasien.


Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk hal yang sangat
penting saja. Bila memang dibutuhkan pemindahan dan transportasi,
pastikan kewaspadaan tetap terjaga untuk meminimalkan kemungkinan
penyebaran mikroorganisme ke pasien lain dan kontaminasi permukaan
lingkungan dan peralatan

(e) Peralatan Perawatan Pasien.

Penggunaan peralatan non-kritikal hanya untuk satu pasien saja (atau


digunakan bersama dengan pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi
dengan patogen yang sama yang membutuhkan kewaspadaan) untuk
mencegah penggunaan bersama dengan pasien lain. Bila penggunaan
bersama tidak dapat dihindari, maka bersihkan dan desinfeksi peralatan
tersebut sebelum digunakan oleh pasien lain.

Ditetapkan di : Palu

pada Tanggal : Januari 2016

Kepala Rumah Sakit

dr. Hariyadi AM Sp.PD

Letkol Ckm. NRP. 11980010240270


Arat

PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR DAN ISOLASI DI RS


WIRABUANA PALU

No. Dokumen No. Revisi Halaman

Rumah Sakit ................ ......... 1 dari 2


Wirabuana palu

Ditetapkan oleh :

Kepala RS Wirabuana Palu


STANDAR

PROSEDUR 4 januari 2016

OPERASIONAL

( SPO )
dr HARYADI AM, Sp.PD

Mayor CKM NRP 11890010240270

Kewaspadaan standa adalah upaya untuk mengurangi resiko terinfeksi


penyakit menular pada petugas kesehatan dari sumber infeksi yang sudah
dikeahui maupun yang belum diketahui meliputi :

1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
PENGERTIAN 3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan peralatan line
6. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygine respirasi / etika batuk
9. Praktek penyuntikan aman
10. Pencegahan infeksi untuk LP
1. Untuk melindungai semua orang (petugas, pasien, keluarga & pengunjung
TUJUAN rumah sakit) terhindar dari penularan penyakit infeksi
2. Untuk melindungi pasien terhadap penyebaran infeksi melalui petugas
Semua petugas keehatan yang melakukan tugas di RS Wirabuana Palu
KEBIJAKAN menggunakan pedoman kewaspadaan standar untuk memotong mata rantai
penularan infeksi

REFERENSI 1. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya. Dep.Kes RI 2007
2. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya. Dep. Kes RI 2009

Arat

PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR DAN ISOLASI DI RS


WIRABUANA PALU

No. Dokumen No. Revisi Halaman

Rumah Sakit ............ ......... 2 dari 2


Wirabuana palu
1. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan petugas membersihkan tangan
dengan cairan berbasis alcohol atau air mengalir dengan sabun antiseptic
2. Gunakan alat pelindung diri (APD) bila mungkin terkontaminasi darah,
cairan tubuh, sekret dan bahan terkontaminasi mukus membran dan kulit
yang tidak utuh untuk yang potensial terkontaminasi
3. Peralatan perawatan pasien.
Alat non kritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai, alat semi
kritikal didisinfeksi dan DTT, alat khritikal harus didisinfeksi dan sterilisasi

4. Pengendalian lingkungan dilakukan secara rutin untuk pembersihan,


sedinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping
tempat tidur dan pinggirna, permukaan yang sering tersentuh
5. Penatalaksaanan lien.
Gunakan APD untuk menangani linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, eksresi dan masukkan linen infeksius kedalam kantong plastik
warna huning

6. Perlindungan petugas kesehatan.


Jagan recepping jarum yang telah dipakai memanipulasi jarum dengan
tangan mnekuk jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit, buang
PROSEDUR jarum, spuit, pisau scapel dan peralatan tajam habis pakai kedalam tempat
tahan tusukan

7. Penempatan pasien.
Tempatkan pasien sesuai dengan jenis kewaspadaan terhadap transmsi
infeksi

8. Etika batuk
Saat batuk tutuplah dengan tangan/lengan baju sebelah dalam,sapu
tangan atau tisu, buang ketempat sampah medis, bila ada masker bedah
gunakan

9. Praktek penyuntikan yanga amana


Guankan jarum suntik sekali pakai pada setiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan dan terapi

10. Praktek lumbal punksi


Gunakan masker dan duk lobang pada saat melakukan insersi kateter
atau injeksi suatu obat kedalam spina / epidural untuk mencegah transmisi
droplet flora orofaring

11.
FORMULIR

1. SPO praktek kebersihan tangan


DOKUMEN TERKAIT
2. SPO penggunaan APD
3. SPO penempatan pasien berdasarkan kewaspadaan transmisi

UNIT TERKAIT IRJ, IRNA, IRD, Rawat khsus, IBS, Instalasi Gizi, Instalasi radiologi

You might also like