You are on page 1of 27

PEMATANGAN CERVIX (CERVICAL RIPENING)

PADA PERSALINAN PRETERM: PERAN INTERLEUKIN-8

dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG (K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2011
1
2

BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama
khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang
maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi
adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari
kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm1. Di seluruh
dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian
perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang2.
Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti.
Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada
dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi di dalam cairan
amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainan-
kelainan endokrin dan suatu respon imun yang tidak normal dari ibu maupun
janin. Lockwood (2001) mengemukakan tentang hubungan antara kejadian
persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan
desidua, korion dan amnion3.
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologis
seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris,
kelainan perilaku, dan gangguan konsentrasi. Hal ini dapat mengakibatkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Selain itu,
perawatan bayi preterm juga membutuhkan teknologi kedokteran canggih dan
mahal4.
Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua
kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran
preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua
kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%)5. Di Indonesia diperkirakan
persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian
neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm6.
3

Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan


peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan
sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu
sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8). Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar serum maternal interleukin-8
berkaitan dengan inisiasi persalinan preterm meskipun hasilnya masih
bervariasi7,8.
Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi,
pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Agen
yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin yaitu
interleukin-8. Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam
proses pematangan servik dimana proses ini terjadi pada saat onset persalinan.
Fungsi utama dari interleukin-8 adalah untuk induksi proses kemotaksis pada
target sel yaitu neutrofil9. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada servik saat
onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan yaitu proses
pematangan servik10. Para peneliti memperkirakan bahwa peran interleukin-8
dalam pematangan servik dapat menginisiasi persalinan preterm.
4

BAB II

PERSALINAN PRETERM

2.1 Batasan

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995,


persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai
37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir11.

Indikator yang sering dipakai untuk terjadinya persalinan adalah kontraksi


uterus dengan frekwensi minimal 2 kali setiap 10 menit dan lamanya kontraksi 30
detik atau lebih, disertai perubahan pada servik yang progresif, seperti: dilatasi
servik 2 cm dan penipisan 80%8. Definisi persalinan preterm lainnya yaitu
munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk
menyebabkan penipisan dan dilatasi servik sebelum memasuki usia gestasi yang
matang, antara 20 sampai 37 minggu12.

2.2 Insiden Persalinan Preterm

Di setiap negara kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di Spanyol


tahun 1997 terjadi partus preterm 7 % dari seluruh kelahiran13. Hal yang sama
terjadi terjadi juga di Inggris dan Wales dimana pada tahun 1997, 50,3% dari
seluruh kematian neonatus berhubungan dengan imaturitas14.
Di Indonesia insiden persalinan preterm belum diketahui secara pasti, tapi
di beberapa rumah sakit pemerintah pada tahun-tahun terakhir menunjukan
persentasi yang bervariasi. Di RSU DR Wahidin Sudirohusodo Makasar periode 1
Juli 2000 - 31 Juli 2003 dari 1171 persalinan didapatkan sebanyak 86 kasus
persalinan preterm 7,3%15. Di RSU Sanglah Denpasar tahun 2001-2003,
persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan16. Di RSU dr. Saiful
5

Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat insiden persalinan preterm sebesar
6,7%17.

2.3 Etiologi Persalinan Preterm

Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti dari persalinan preterm tidak


diketahui. Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mungkin menjadi
penyebab persalinan preterm1, yaitu :

1. Persalinan preterm atas indikasi ibu atau janin (iatrogenik)


Persalinan dibuat atas indikasi medis dimana kehamilannya dapat
membahayakan ibu atau janinnya. Pada kasus ini janin dilahirkan untuk
mencegah morbiditas atau mortalitas pada ibu dan atau janin tanpa
memperhatikan usia kehamilan. Kondisi ini termasuk preeklamsia,
hipertensi kronis, diabetes mellitus, plasenta previa atau solusio plasenta.
Persalinan seperti ini terjadi sekitar 20 % dari seluruh persalinan preterm.

2. Sekitar 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh pecahnya membran


koriamnion pada usia kehamilan preterm dengan atau tanpa adanya
infeksi. Kondisi ini sering didahului oleh adanya tanda-tanda persalinan
preterm spontan.
3. Sisanya 40-50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui (idiopatik).

2.4 Faktor Risiko Persalinan Preterm

Sangat disayangkan jika hingga kini, sulit untuk menentukan secara dini
dan akurat seorang wanita hamil akan mengalami persalinan preterm. Bahkan
sistim skoring yang meliputi: jumlah kehamilan, status sosial ekonomi, umur
wanita saat hamil dan riwayat persalinan preterm/abortus, pernah dikembangkan
untuk menentukan wanita-wanita mana saja yang perlu mendapat pemantauan
lebih intensif. Tapi kenyataannya sistem ini belum dapat menurunkan insiden
persalinan preterm18. Meskipun demikian ada beberapa faktor risiko yang
6

diketahui meningkatkan persalinan preterm yang dibagi dalam dua kriteria19,


yaitu:

Mayor:

1. Kehamilan multipel
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. Pembukaan serviks 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu
5. Panjang serviks < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (dengan
TVS)
6. Riwayat abortus pada trimester II > 1x
7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
9. Riwayat konisasi
10. Iritabilitas uterus
11. Penggunaan cocaine atau amfetamin.
Minor :

1. Penyakit-penyakit yang disertai demam


2. Riwayat perdarahan pervaginam setelelah usia kehamialn 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2x.
Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan
preterm jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih
faktor risiko minor, atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor).
7

2.5 Patogenesis Persalinan Preterm

Partus adalah proses keluarnya janin dari uterus ke lingkungan di luar


uterus. Onset dan kemajuan dari proses ini ditandai oleh suatu peristiwa yang
kompleks dan saling mempengaruhi serta melibatkan faktor maternal, janin dan
plasenta, seperti: prostaglandin, kortisol, progesteron dan oksitosin dimana
produk-produk yang dihasilkan ini akan berinteraksi dengan sitokin dalam
memberi isyarat untuk dimulai atau dihentikannya suatu proses persalinan20.

Hal ini perlu dipahami dimana uterus yang telah dijaga ketenangannya
selama kehamilan, akan mengalami perubahan yaitu terjadinya kontraksi uterus
yang terkoordinir dan dilatasi servik yang selanjutnya akan diikuti dengan
keluarnya janin melalui jalan lahir. Agar proses persalinan ini berhasil maka
memerlukan adanya kematangan dari sistem organ janin supaya dapat bertahan
hidup di luar uterus, begitu juga pada ibu terjadi perubahan pada organ-organ
khususnya untuk persiapan laktasi pada masa postpartum. Oleh karena itu,
sinkronisasi waktu janin menjadi matur dan stimulus untuk terjadinya aktivitas
uterus meningkat harus sesuai seperti yang diinginkan, banyak bukti menyatakan
bahwa janin sendiri yang menjadi pencetus semua kejadian ini1.

Persalinan preterm mungkin lebih menunjukkan sebagai suatu sindrom


dibandingkan suatu diagnosa yang spesifik karena penyebabnya yang bervariasi.
Persalinan preterm ini juga menunjukan adanya ketidaksinkronan pada
mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan ketenangan uterus,
seperti: peran dari enzim 15 prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang
dihasilkan oleh jaringan korionik dan trofoblas yang dapat mendegradasi
prostaglandin-E2 yang diproduksi oleh amnion, sehingga mencegah prostaglandin
mencapai miometrium dan meniadakan kontraksi. Infeksi kronis menyebabkan
penurunan aktivitas dari enzim ini yang diikuti dengan peningkatan secara
kuantitatif dari prostaglandin sehingga dapat mencapai miometrium dan terjadilah
kontraksi uterus.
8

Alternatif lain adalah terjadinya suatu hubungan singkat atau karena


peningkatan yang luar biasa (overwhelming) dari kaskade yang biasa terjadi pada
persalinan normal. Tentu saja pada kaskade ini, unit fetoplasenta dapat menjadi
pencetus terjadinya persalinan preterm, seperti: jika kondisi (lingkungan) intra
uterin menjadi tidak nyaman dan mengancam kesejahteraan janin. Pada
kebanyakan kasus wanita hamil dengan infeksi, kadar produk-produk dari
lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat demikian juga kadar sitokin
meningkat, seperti: IL-6 dan IL-821,22.

Ternyata makin banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga


kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi
intra uterin. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bobbit (2004) membuktikan
bahwa infeksi intra amnion subklinis sebagai penyebab persalinan preterm dimana
dengan amniosintesis didapatkan mikroorganisme patogen sekitar 20% dari
wanita-wanita yang mengalami persalinan preterm dengan membran korioamnion
yang intak dan tanpa gejala klinis infeksi23. Tempat-tempat potensial infeksi
bakteri intra uteri dapat dilihat pada gambar 2.1.

Bakteri yang sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm


adalah: Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella Ureaplasma
dan Escherchia coli, tapi kebanyakan bakteri-bakteri vagina ini virulensinya
rendah. Bakteri lain yang juga sering berhubungan dengan infeksi saluran
genitalia, seperti: N. Gonorrhoeae, C. Trachomatis, Streptococcus group B dan
E.Coli. Cara masuknya mikroorganisme penyebab infeksi intra amnion dapat
melalui24:

1. Jalur ascenden dari vagina dan servik


2. Secara hematogen melalui plasenta (transplacental infection)
3. Penetrasi langsung dari rongga peritoneum melalui tuba fallopi
4. Akibat trauma saat melakukan suatu pemeriksaan yang invasif, seperti:
amniosintesis, percutaneous fetal blood sampling, chorionic villous
sampling/shunting.
9

Cara yang paling sering untuk menyebabkan infeksi intra uteri adalah
melalui jalur ascenden. Jalur ini diperkirakan mempunyai empat tahapan, yaitu:

Tahap I : Adanya perubahan flora bakteri di vagina/servik atau adanya


organisme patologis (seperti: N. gonorrhea) pada servik. Adanya
vaginosis bakterialis dapat menunjukan awal dari tahap I.

Tahap II: Saat bakteri mampu mendapatkan akses ke intrauteri, mereka dapat
menyebakan desiduitis, korioamnionitis, koriovaskulitis.

Tahap III: Jika invasi dari infeksi dapat mencapai rongga amnion. Pecahnya
membran korioamnion bukan prasyarat terjadinya infeksi intra amnion
karena bakteri mampu melintasi membran yang intak.

Tahap IV: Saat berada di rongga amnion bakteri bisa mendapatkan akses ke janin
melalui port dentre yang beragam. Aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi dapat menyebabkan kongenital pneumonia dan bila
memasuki aliran darah janin dapat mengakibatkan bakterimia pada
janin dan sepsis.

Invasi bakteri ke dalam koriodesidua (kolonisasi bakteri koriodesidual) akan


melepaskan produk-produknya, seperti: endotoksin dan eksotoksin serta
mengaktifkan sistem monosit-makrofag pada host (janin/ibu) yang kemudian
melepaskan sejumlah sitokin seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8. Selanjutnya
sitokin, endotoksin dan eksotoksin menstimulasi biosintesis protaglandin F2-
dan E2 di desidua atau amnion dan melepaskannya. Puncak dari sintesis ini adalah
pelepasan metaloprotease dan unsur-unsur bioaktif lainnya.
10

Gambar 2.1. Tempat Potensial Infeksi Bakteri Intra Uteri1

Prostaglandin menstimulasi kontraksi uterus dan peningkatan


metaloprotease pada selaput korioamnion dapat menimbulkan pecahnya selaput
korioamnion dan pada servik dapat merubah jaringan kolagen pada servik menjadi
lebih lunak. Lebih jelasnya mekanisme persalinan preterm karena infeksi dapat
dilihat pada gambar 2.2. Hasil-hasil penelitian pada binatang, in vitro dan manusia
menunjukan hasil yang sama tentang bagaimana infeksi dapat menyebabkan
partus preterm.
11

Gambar 2.2. Jalur Potensial Koloni Bakteri Koriodesidua1

Selanjutnya persalinan preterm karena infeksi juga melibatkan janin itu sendiri
dimana akibat infeksi terjadi peningkatan aktivitas dari poros hypothalamic-
pituitary-adrenal (HPA) janin dan plasenta dalam memproduksi corticotropin
releasing hormone (CRH) yang mengakibatkan sekresi kortikotropin janin
meningkat, sehingga aktivitas adrenal janin juga meningkat dalam mensekresi
kortisol. Peningkatan kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin. Tidak
hanya kortisol, tapi juga meningkatkan sitokin dan jika ini terjadi maka janin
perlu segera dilahirkan. Peningkatan CRH secara dini pada plasenta, desidua dan
korioamnion juga terjadi karena stress yang dialami oleh ibu hamil karena faktor
lingkungan maternal dan sosiodemografi seperti, kemiskinan, status perkawinan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, tidak punya tempat tinggal,
sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm25.
12

Aktivasi dari Poros Imflamasi Perdarahan Distensi Uterus yang


Desidua Patologis
Hipotalamus Ibu Janin
Kehamilan multifetal
Janin-Ibu stress Infeksi :
Polihidramnion
Onset persalinan yang - Khoriodesidua Abruption
dini/prematur - Sistemik Abnormalitas uterus

Mediator CRH TNF Thrombin Mechanical stretch


Biokemia
E1 E2 IL-1 Gap junction

IL-6 Reseptor oksitoksin

Korion
IL-8 Sintesis PG

Amnion IL-8 +

+
Protease Uterotonin
Jalur umum


Perubahan Servik

Ruptur selaput Persalinan Kontraksi
Khorioamnion
Uterus
Preterm
Gambar 2.3. Jalur Patogenesis Utama dari Persalinan Preterm3
13

BAB III
PROSES PEMATANGAN SERVIK (CERVICAL RIPENING)

Selama kehamilan, servik harus tetap terjaga konsistensinya yang kaku


dan tetap tertutup sehingga hasil konsepsi tidak keluar. Dengan dimulainya onset
pematangan servik, maka servik akan diubah menjadi lebih lunak dan mudah
berdilatasi sehingga dengan adanya kontraksi uterus maka janin dapat dilahirkan.
Proses pematangan servik ini merupakan proses awal dari adanya kontraksi
uterus26.
Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang terpisah yaitu
proses perubahan (remodelling) dari servik yang disertai dengan proses
pematangan dan dilatasi servik sehingga bayi dapat lahir melalui jalan lahir,
melemahnya dan pecahnya selaput ketuban, dan inisiasi dari kontraksi yang ritmis
disertai peningkatan amplitudo dan frekuensinya27. Proses perubahan dari servik
dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih yaitu: pelembutan,
pematangan, dilatasi dan pemulihan servik setelah melahirkan28.
Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi,
pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Proses
ini dibagi ke dalam dua fase. Adapun fase pertama adalah fase lambat (slow
ripening) atau tahap persiapan. Pada fase ini terjadi perubahan gradual dari kadar
kolagen. Fase ini berlangsung kurang lebih mulai 32 minggu, atau paling awal
pada usia 16-24 minggu. Fase kedua adalah fase cepat (rapid ripening) yang
terjadi sesaat sebelum onset persalinan27. Proses pematangan servik melibatkan
perubahan besar pada jaringan ikat di servik. Selama fase lambat terjadi
penurunan jumlah kolagen sampai 30% dan proteoglikan sampai 50%
dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Proses akhir dari pematangan servik
ini adalah melembutnya dan dilatasi dari servik. Mekanisme yang terlibat dalam
proses pematangan servik ini belum sepenuhnya diketahui29.
Proses perlunakan dari servik merupakan hasil dari peningkatan
vaskularitasnya, hipertrofi stroma, hipertrofi dan hiperplasia glandular, serta
perubahan pada matriks ekstraseluler. Selain itu pula terjadi proses perubahan
14

pada kolagen yaitu perubahan jumlah ikatan silang kovalen diantara tripel helik
kolagen yang secara normal dibutuhkan untuk stabilitas fibril kolagen11.
Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot
hanya 6-10%. Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler,
proteoglikan, hyaluronan, dan glikoprotein. Komponen fibriler terdiri dari kolagen
dan elastin. Pada servik, kolagen menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana
didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III10. Ikatan kolagen akan membentuk
kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami perubahan oleh pengaruh
enzim kolagenase.

Gambar 3.1. Proses Pembentukan Kolagen11


15

Kolagen merupakan komponen utama dari servik dan bertanggung jawab


terhadap struktur servik. Setiap molekul kolagen mengandung tiga rantai
dimana ketiganya berikatan satu sama lain membentuk prokolagen. Molekul tripel
helik kolagen berikatan silang satu sama lain dengan bantuan aktivitas enzim lisil
oksidase yang dapat membentuk fibril yang panjang. Fibril kolagen berinteraksi
dengan proteoglikan ukuran kecil yaitu dekorin dan biglikan serta protein seluler
yaitu tromboposdin-2. Interaksi ini akan mengakibatkan fibril kolagen menjadi
satu kesatuan yang kompak11,30.
Kolagen yang terdapat dalam servik terutama kolagen tipe I, III dan IV.
Kolagen tipe I dan III merupakan komponen jaringan ikat utama, sedangkan yang
tipe IV ditemukan berhubungan dengan otot polos dan vaskuler. Dengan
bertambahnya umur kehamilan maka serat kolagen, otot polos dan fibroblas
tersusun dengan rapat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan atau daya
regang jaringan sehubungan dengan bertambahnya berat janin30.

Gambar 3.2. Peran Dekorin dalam Pematangan Servik11


16

Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta


penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya
regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini
yaitu terjadi penurunan kadar dekorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang
menyebabkan separasi dari serat kolagen. Kedua hal inilah yang mengakibatkan
proses perlunakan servik30.

Gambar 3.3. Matriks Ekstraseluler Pada Servik11

Dengan proses pematangan servik, terjadi penurunan jumlah kolagen.


Selain itu terjadi pula perubahan pada konsentrasi proteoglikan. Yang utama
adalah penurunan konsentrasi dekorin dan peningkatan kadar kondroitin sulfat
proteoglikan vercican, sedikit sulfat proteoglikan biglikan dan sulfat proteoglikan
heparan. Versican dapat menarik air dan berikan dengan hyaluronan serta
menghasilkan disintegrasi dari ikatan kolagen dan perubahan pada struktur
fisiknya sehingga menghasilkan jaringan yang lunak dan elastis yang nantinya
akan diikuti dengan proses dilatasi servik10.
17

Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan


kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya
pematangan servik maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum
bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan dengan segmen bawah
rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan tempat
dimana proses pematangan servik menjadi maksimal31.

Gambar 3.4. Ostium Uteri Internum Sebagai Tempat Dimulainya Pematangan


Servik31

Terdapat interaksi hormonal pada proses ini yaitu terjadi peningkatan


kadar enzim siklooksigenase-2 yang mengakibatkan peningkatan kadar
prostaglandin E2 (PGE2) lokal di servik. Hal ini akan mengakibatkan:
- Dilatasi dari pembuluh darah kecil di servik
- Peningkatan degradasi kolagen
18

- Peningkatan asam hyaluronidase


- Peningkatan kemotaksis leukosit yang mengakibatkan degradasi kolagen
- Peningkatan pelepasan interleukin-827,30.

Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah


kemokin yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam
menstimulasi pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease
desktruktif yang lainnya. Kecepatan produksi neutrofil sekitar 1011 perhari
sehingga neutrofil merupakan sumber yang tak terbatas dari kolagenase32.
Interleukin-8 dapat bekerja secara sinergis dengan prostaglandin dalam
merangsang proses pematangan servik.

Gambar 3.5. Proses Pematangan Servik31


19

BAB IV
INTERLEUKIN-8

Interleukin-8 merupakan anggota dari sitokin kemokin yang pertama kali


diidentifikasi pada tahun 1986-1987. Interleukin-8 merupakan faktor solubel yang
terdapat dalam larutan supernatan setelah adanya stimulasi endotoksin terhadap
monosit. Bioaktivitas dari interleukin-8 ditandai dengan keterlibatannya dalam
aktivasi leukosit polimorfonuklear (neutrofil) yaitu sebagai kemotaksis dan
pelepasan granula33.
Interleukin-8 dalam menjalankan aktivitasnya melalui dua reseptor dengan
afinitas tinggi yaitu IL-8RA dan IL-8RB. Kedua reseptor ini dikenal saat ini
dengan nama CXC reseptor kemokin 1 dan 2 (CXCR1 dan CXCR2). Reseptor ini
merupakan anggota dari reseptor transmembran terkait protein-G dan mempunyai
kesamaan asam amino sebanyak 77%. Meskipun interleukin-8 dapat berikatan
dengan kedua reseptor tersebut dengan afinitas tinggi, tetapi hanya tipe 1 saja
yang spesifik untuk interleukin-8, sedangkan reseptor tipe 2 dapat berikatan
dengan kemokin lain yaitu GRO, NAP-2 dan ENA-7833,34.
Kemokin adalah kelompok dari protein proinflamasi dengan massa
molekul rendah yang sesuai dengan kadar asam aminonya. Selain itu disertai
dengan aktivitas kemotaktik yang poten terhdapa leukosit baik in vivo maupun in
vitro. Kelompok ini terbagi dalam dua subfamili utama berdasakan struktur
molekul, yaitu kemokin- dan kemokin-. Kemokin- (C-X-C) merupakan
kelompok dengan asam amino berada pada dua residu sistein yang pertama,
sedangkan kemokin- (C-C) mengandung lebih sedikit asam amino pada posisi
ini. Interleukin-8 merupakan kelompok kemokin-, sedangkan kelompok
kemokin- adalah MCP-1 (Monocyte Chemotactic Peptide-1) atau RANTES
(Regulated on Activation, Normal T cell-expressed and Secreted). Terdapat
perbedaan fungsi dari kedua kemokin ini. Kemokin- menunjuukan efek
kemotaktiknya terhadap neutrofil dan juga sel lain termasuk sel mononuklear
tetapi tidak pada monosit. Sedangkan kemokin- mempunyai efek kemotaktik
terhadap sel mononuklear termasuk monosit dan juga granulosit31,33,34.
20

Terdapat banyak sel yang telah terbukti menghasilkan interleukin-8. Sel-


sel tersebut adalah monosit, makrofag, sel endotel, limfosit, sel epitel, sel otot
polos, sel mesangial ginjal, kondrosit, sel sinovial, hepatosit, keratinosit, astrosit,
neutrofil, berbagai sel tumor yang menginduksi terbentuknya melanoma, kanker
ovarium, dan sel kanker paru33.
Sitokin inflamasi juga berperan dalam menginduksi interleukin-8 yaitu
interleukin-1, interleukin-1, interleukin-2, interleukin-7, TNF-, dan
lipopolisakarida (LPS). Selain itu produksi interleukin-8 juga distimulasi oleh
beberapa keadaan yaitu hipoksia, radiasi dengan sinar ultraviolet B, infeksi virus,
dan infeksi bakteri34,35.

Gambar 4.1. Struktur Interleukin-89

Interleukin-8 ditandai dengan kemampuannya dalam menginduksi aktivasi


neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis.
Fungsi lainnya yaitu dengan meregulasi ekspresi molekul adesi pada permukaan
sel neutrofil yang mengakibatkan perubahan vital dalam migrasi sel in vivo.
Neutrofil ditranspotasikan melalui pembuluh darah dengan cara menggunakan
molekul adesi yaitu L-selectin, mengadakan kontak dengan endotel, kemudian
21

akan menempel pada permukaan endotel tersebut. Ikatan selektin dengan endotel
relatif lemah sehingga neutrofil dapat dibawa oleh aliran darah ke tempat
terjadinya infeksi. Terdapat hipotesa bahwa pada saat neutrofil mengadakan
kontak dengan gradien interleukin-8 yang solid yang berikatan dengan endotel
maka akan muncul sinyal melalui reseptor interleukin-8 sehingga terjadi
penyebaran dari L-selectin disertai peningkatan regulasi dari integrin molekul
adesi yaitu LFA-1 dan Mac-1 pada permukaan neutrofil. Ikatan integrin ini
merupakan ikatan yang kuat dengan molekul adesi interseluler (ICAM) pada
endotel sehingga pergerakan neutrofil berhenti. Kemudian terjadi migrasi sel
melalui mekanisme haptotaktik menembus endotelium menuju ke tempat
kemoatraktan33,34.

Gambar 4.2. Proses Aktivasi Makrofag dan Fibroblas34

Transduksi sinyal dari reseptor diterima melalui ikatan dengan protein-G,


dan melibatkan aktivasi protein kinase C (PKC) serta mobilisasi kalsium
intraseluler. Pada neutrofil, reseptor akan berikatan dengan interleukin-8 melalui
protein-G. Melalui aktivasi dari fosfotidil inositol yang spesifik terhadap
22

fosfolipase C, terbentuk dua second messengers yaitu diasilgliserol dan inositol


1,4,5-trifosfat (IP3). Diasilgliserol mengaktivasi proterin kinase C sementara IP3
akan melepaskan kalsium dari penyimpanan intraseluler sehingga terjadi
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang bersifat transien dimana hal ini
diperlukan dalam menginduksi proses eksositosis28,31,33.
Perubahan struktur servik saat persalinan yang ditandai dengan penurunan
konsentrasi kolagen, berkurangnya matriks dan peningkatan kandungan air
menandakan bahwa jaringan servik memberikan tahanan yang rendah. Selama
kontraksi uterus jaringan servik mengalami proses penipisan dan dilatasi. Pada
saat pematangan servik terjadi proses disosiasi dan degradasi kolagen yang
mengakibatkan perubahan struktur kolagen selama periode ini. Perubahan
katalitik dari kolagen ini dimediasi oleh enzim kolagenase (matriks
metaloproteinase) yang telah dibuktikan pada beberapa penelitian bahwa kadarnya
meningkat pada serviks saat partus26.
Kolagenase yang terpenting adalah matriks metaloproteinase-8 yang
dilepaskan lebih besar dari granula neutrofil yang spesifik dibandingkan dengan
yang disintesa oleh stroma fibroblas servik. Terjadi infiltrasi neutrofil ke dalam
stroma servik saat inpartu dan mengakibatkan proses degranulasi. Interleukin-8
merupakan suatu kemokin yang berfungsi untuk mengikat dan mengaktifkan
neutrofil. Proses ekstravasasi neutrofil terjadi dengan cara proses adesi dan
diapedesis melalui endotel pembuluh darah. Hal ini akan diikuti dengan proses
aktivasi neutrofil oleh interleukin-8. Pada beberapa penelitian terhadap kelinci dan
manusia, pemberian injeksi interleukin-8 akan menginduksi eksudasi plasma dan
infiltrasi neutrofil yang masif, tetapi tidak komponen leukosit yang lainnya.
Akumulasi neutrofil ini biasanya paling banyak ditemukan di sekitar vena.
Penelitian yang dilakukan pada babi dan kelinci mendapatkan bahwa pemberian
interleukin-8 pada servik ternyata dapat merangsang pematangan servik26.
Interleukin-8 merupakan kemokin yang dihasilkan oleh makrofag dan tipe
sel lainnya seperti sel epitel dan sel endotel. Fungsi utama dari interleukin-8
adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil9.
Interleukin-8 diproduksi oleh endometrium, koriodesidua, desidua plasenta dan
23

miometrium, pada servik wanita hamil dan tidak hamil. Ekspresi interleukin-8
meningkat sesuai dengan pertambahan usia kehamilan dan pada saat inpartu.
Interleukin-8 juga berperan dalam pematangan servik, berperan dalam
pembentukan segmen bawah rahim pada kehamilan lewat waktu dan sebagai
mediasi dalam infiltrasi sitokin inflamasi ke dalam miometrium selama inpartu.
Kadar interleukin-8 meningkat enam kali lipat bila dibandingkan dengan keadaan
servik ibu yang tidak hamil. Selain itu kadarnya meningkat sampai 11 kali lipat
pada ibu hamil yang menjalani proses persalinan pervaginam36.
Interleukin-8 adalah kemotaktik ampuh dan merupakan faktor pengaktif
neutrofil10,35,37. Kemokin ini merupakan bagian dari respon ditimbulkan dalam
host terhadap invasi mikroba, itulah sebabnya mengapa diperkirakan bahwa IL-8
bertanggung jawab atas pelepasan neutrofil pada selaput ketuban dan plasenta
selama terjadi infeksi intrauterin38. Konsentrasi interleukin-8 meningkat pada
servik saat onset dari persalinan dan terlibat dalam proses perubahan jaringan10.

Gambar 4.3. Peranan Sitokin Proinflamasi27

Masuknya neutrofil ke dalam servik telah dipostulasikan sebagai bagian


integral dari onset persalinan, dimana kolagenase berperan dalam proses
24

pematangan servik yang dihasilkan dari neutrofil perifer dan jumlahnya


meningkat selama proses ini. Peningkatan kadar interleukin-8 sebelum onset
persalinan dapat membantu proses masuknya neutrofil (recruitment) ke servik.
Interleukin-8 dan PGE2 bekerja secara sinergis dalam proses ini. Neutrofil
diaktivasi oleh interleukin-8 dan mengakibatkan pelepasan enzim litik yaitu
kolagenase dan elastase36.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian interleukin-8 in vivo
baik melalui intradermal maupun intraperitoneal menghasilkan infiltrasi neutrofil
di tempat pemberian33. Neutrofil merupakan sumber dari enzim kolagenase yang
terdapat dalam granula spesifik yang dapat diproduksi melalui proses degranulasi
yang diperantarai oleh sitokin yaitu interleukin-8. Dua fungsi utama dari
interleukin-8 inilah yaitu proses masuknya neutrofil (recruitment) dan
menstimulasi neutrofil untuk memproduksi kolagenase menjadikan interleukin-8
ini merupakan agen yang kuat untuk proses inisiasi pengaturan matriks
ekstraseluler pada proses pematangan servik. Kadar neutrofil dalam darah cukup
tinggi yaitu 6x106 mL dengan produksi harian rata-rata 1011 perhari32.

Gambar 4.4. Peran Interleukin-8 dalam Pematangan Servik40


25

Interleukin-8 merupakan faktor kemotaktik yang terlibat dalam proses


pematangan servik dan pecahnya selaput ketuban. Berdasarkan penelitian terakhir,
didapatkan bahwa tingginya kadar interleukin-8 menggambarkan tingginya risiko
persalinan preterm (RR 3,7 (1,1-12,1)) dan kadarnya lebih tinggi pada ibu hamil
yang mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu hamil preterm yang
tidak mengalami proses persalinan39.
Penelitian yang dikerjakan oleh Senntrom dkk dengan cara melakukan
biopsi pada servik sebanyak > 300 mg yang diambil dari servik anterior yang
dikerjakan 10-15 menit pasca persalinan pervaginam dan dari wanita yang tidak
hamil. Dari biopsi tersebut didapatkan kadar rata-rata interleukin-8 pada wanita
yang tidak hamil sebesar 330 pg/mL (110-1250). Pada wanita pasca melahirkan
didapatkan kadar rata-rata 26.100 pg/mL (6.800-128.000)29,35.
26

BAB V
RINGKASAN

Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah yang utama
khususnya pada bagian obstetri dan perinatologi. Baik di negara berkembang
maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus tertinggi
adalah akibat adanya bayi yang lahir preterm, dimana kurang lebih 75% dari
kematian neonatus disebabkan oleh karena bayi yang lahir preterm. Di seluruh
dunia ditemukan sekitar 70% persalinan preterm merupakam penyebab kematian
perinatal dan hampir separuhnya mengalami kelainan neurologis jangka panjang.
Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti.
Pada pasien-pasien dengan gejala klinis persalinan preterm menunjukan
peningkatan berbagai sitokin di dalam serum maternal sehingga diperkirakan
sitokin memainkan peranan penting dalam inisiasi persalinan preterm. Salah satu
sitokin peradangan pada serum adalah interleukin-8 (IL-8).
Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi,
pendataran dan dilatasi servik. Pematangan servik behubungan dengan
berkurangnya kadar kolagen serta penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga
terjadi proses penurunan daya regang dari matriks ekstraseluler dari servik.
Terdapat perubahan pada proses ini yaitu terjadi penurunan kadar dekorin
(dermatan sulfat proteoglikan 2) yang menyebabkan separasi dari serat kolagen.
Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah interleukin-8.
Dapat disimpulkan bahwa peran interleukin-8 adalah menginduksi aktivasi
neutrofil sehingga mengalami degranulasi, perubahan bentuk dan kemotaksis.
Neutrofil tersebut yang nantinya akan melepaskan enzim kolagenase yaitu matriks
metaloproteinase-8 (MMP-8) yang dapat mencerna serat kolagen pada servik.
Selain itu interleukin-8 juga bekerja sinergis dengan prostaglandin dalam
menginisiasi persalinan preterm melalui proses pematangan servik.
27

You might also like