You are on page 1of 11

PAPER

MATA KULIAH ANALISIS REGRESI

ANALISIS EKSPOR KAKAO INDONESIA DAN FAKTOR-


FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

Disusun oleh:

Kelas 2-H

I Gusti Ngurah Rai W (15.8652)


Isabella Ratna Putri (15.8673)
Made Sri Dharmawan (15.8724)
Rifki Maulana (15.8853)

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

2017
ANALISIS EKSPOR KAKAO INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMENGARUHINYA

I Gusti Ngurah Rai W (15.8652)


Isabella Ratna Putri (15.8673)
Made Sri Dharmawan (15.8724)
Rifki Maulana (15.8853)

Abstrak

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan yang


memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional. Indonesia merupakan
negara pengekspor kakao terbesar ke-3 dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Besarnya ekspor suatu komoditas juga dipengaruhi berbagai hal seperti besarnya
produksi komoditas di negara tersebut, harga komoditas di pasar dunia beserta,
besarnya ekspor tahun sebelum. Dalam penelitian ini digunakan regresi linier
berganda dengan pendekatan fungsi Cobb-Douglas yang diestimasi secara
Ordinary Least Square (OLS) diperoleh hasil bahwa volume ekpor kakao secara
signifikan dipengaruhi oleh besarnya produksi kakao, harga kakao di pasar dunia,
serta volume ekspor tahun sebelum.
Kata kunci: kakao, ekspor, produksi, harga kakao

I. PENDAHULUAN
Indonesia termasuk ke dalam negara yang memiliki iklim tropis sehingga
menjadikan negara Indonesia memiliki keunggulan komparatif dari segi produk-
produk pertanian. Subsektor perkebunan memberi kontribusi sebesar 13 % pada
PDRB sektor pertanian dan nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa
komoditas perkebunan tersebut diantaranya kelapa sawit, kopi, karet, lada, teh, dan
kakao.
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan yang
memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara (Departemen
Perindustrian 2007). Indonesia merupakan negara pengekspor kakao terbesar ke-3
dunia, maka tidak heran, kakao telah menjadi salah satu komoditas andalan ekspor
nasional, di samping kelapa sawit dan karet..

Tabel 1.1. Negara-Negara Terbesar Pengekspor Kakao di Dunia


Kontribusi
Volume Ekspor (ton)
No Negara (%)
2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
1 Pantai Gading 917.700 790.912 1.073.282 1.011.631 812.891 921.483 31,31
2 Ghana 395.711 281.437 697.394 585.929 526.187 397.332 16.90
3 Indonesia 439.305 432.427 210.067 163.501 188.420 286.744 9.74
4 Nigeria 247.000 276.634 219.000 199.800 182.900 215.047 7,31
5 Belanda 167.521 167.081 207.773 181.739 215.717 187.966 6,39
6 Kamerun 193.973 193.881 190.214 171.794 179/933 186.359 6,33
7 Ekuador 124.404 116.318 157.782 147.329 178.272 144.821 4,92
8 Lainnya 512.064 489.960 558.820 518.447 439.648 503.780 17,11

Dunia 2.997.678 2.698.650 3.314.332 2.982.170 2.724.969 2.943.560 100,00


Sumber: FAO
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun
waktu 20 tahun terakhir. Pada tahun 2015, area perkebunan kakao Indonesia tercatat
seluas 1.724.092 hektar dengan jumlah produksi yang cenderung bertambah dari
tahun ke tahun. Sejalan dengan hal tersebut, peluang pasar ekspor kakao Indonesia
cukup terbuka.
Akan tetapi, besarnya ekspor suatu komoditas juga dipengaruhi berbagai hal.
Besarnya produksi suatu komoditas akan mempengaruhi besarnya ekspor negara.
Kegiatan ekspor akan sangat dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut di pasar
dunia, karena harga di pasar dunia biasanya akan menjadi patokan harga dalam
melakukan kegiatan ekspor. Selain itu, dalam penelitian ini juga ingin melihat
besarnya efek ekspor tahun sebelum terhadap besarnya ekspor tahun sesudahnya.

Produksi kakao (ton)

Harga kakao dunia ($/kg) Ekspor kakao (ton)

Ekspor tahun sebelum (ton)


Gambar 1.1. Kerangka penelitian
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuam untuk:
1. Mengetahui bagaimana perkembangan produksi kakao di Indonesia serta harga
kakao di pasar dunia.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh produksi kakao di Indonesia, harga kakao di
pasar dunia, beserta besarnya ekspor kakao tahun sebelum terhadap besarnya
ekspor kakao di Indonesia.

II. METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa
data time-series tahunan selama periode 1991-2015 yang diperoleh dari berbagai
macam sumber dengan rincian sebagai berikut:
1. Data volume ekspor dan volume produksi (dalam ton) kakao Indonesia
bersumber dari Badan Pusat Statistik yang diperoleh dari publikasi Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Kakao 2014-2016 Direktorat Jenderal
Perkebunan Kementrian Pertanian.
2. Data harga tahunan kakao ($/kg) di pasar dunia yang bersumber dari World
Bank yang diperoleh dari publikasi Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Kakao 2014-2016 Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian.
Penelitian ini menggunakan dua metode analisis yaitu metode analisis
deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif berguna untuk menjelaskan
perkembangan produksi kakao di Indonesia serta harga kakao di pasar dunia.
Analisis inferensia digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
volume ekspor kakao Indonesia. Metode analisis inferensia yang digunakan adalah
analisis regresi linier berganda. Dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi
Cobb-Douglas sehingga model regresi yang terbentuk sebagai berikut:
ln Yt 0 1 ln X 1t 2 ln X 2t 3 ln Yt 1 t
dimana
Yt : volume ekspor kakao (dalam ton) tahun ke-t

Yt 1 : volume ekspor kakao (dalam ton) tahun ke-(t-1)

X 1t : volume produksi kakao (dalam ton) tahun ke-t

X 2t : harga tahunan kakao ($/kg) di pasar dunia tahun ke-t


Hipotesis-hipotesis yang diharapkan berdasarkan model regresi tersebut adalah:
1. Volume produksi kakao berpengaruh secara positif terhadap volume ekspor
kakao, artinya ekpor kakao akan meningkat apabila produksi kakao meningkat.
2. Harga tahunan kakao di pasar dunia berpengaruh secara positif terhadap volume
ekspor kakao, artinya kenaikan harga tahunan kakao di pasar dunia akan
meningkat volume ekspor kakao.
3. Volume ekspor kakao tahun sebelumnya berpengaruh postifi terhadap volume
ekspor kakao, artinya kenaikan volume ekspor tahun sebelum akan mendorong
kenaikan volume ekspor pada tahun tersebut.
Selanjutnya, model regresi tersebut diestimasi dengan menggunakan
Ordinary Least Square (OLS). Pengujian asumsi klasik seperti normalitas, non-
autokorelasi, non-multikolinieritas, dan homoskedasitas diperlukan untuk menguji
validitas dari hasil estimasi model OLS tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Perkembangan Produksi Kakao Indonesia
Jika ditinjau dari tahun ke tahun produksi kakao Indonesia mengalami
fluktuatif cenderung meningkat. Trend cenderung meningkat terjadi hingga
mencapai puncak pada tahun 2010. Pada tahun 2010 produksi kakao mencapai
837.918 ton. Kemudian terjadi trend penurunan produksi kakao setelah tahun 2010.
Penurunan trend produksi kakao salah satunya disebabkan banyak pohon kakao
yang sudah tua serta perubahan iklim.
900000
800000
700000
600000
500000
Ton

400000
300000
200000
100000
0

Tahun

Sumber: Badan Pusat Statistik


Gambar 3.1. Perkembangan Produksi Kakao Indonesia Tahun 1991-2015
Perkembangan Harga Tahunan Kakao di Pasar Dunia
Harga kakao di pasar dunia selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal
ini dipengaruhi oleh jumlah permintaan ataupun penawaran terhadap komoditas
tersebut demikian pula sebaliknya. Harga kakao di pasar dunia merupakan harga
acuan dalam melakukan kegiatan ekspor.
Secara umum harga kakao di pasar dunia mengalami fluktuatif dengan trend
cenderung meningkat.
3.5
3
2.5
2
$/kg

1.5
1
0.5
0

Tahun

Sumber: World Bank


Gambar 3.2. Perkembangan Harga Tahunan Kakao di Pasar Dunia Tahun 1991-
2015

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao Indonesia


Dengan menggunakan bantuan software SPSS 22.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
- Pengujian Normalitas
Asumsi ini mensyaratkan bahwa nilai kesalahan dari penduga memiliki
sebaran normal. Uji kenormalan secara formal dapat dilakukan dengan uji
Kolmogorov-Smirnov Test.
Tabel 3.1. Uji Normalitas

Berdasarkan ouput SPSS diperoleh nilai p-value untuk uji normalitas sebesar
0,200. Dengan tingkat signifikansi 5%, dapat disimpulkan bahwa nilai
kesalahan (error) dari penduga memiliki sebaran normal.
- Pengujian Non-Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian yang
diurutkan menurut waktu seperti pada data time series) atau ruang (seperti pada
data cross-sectional).
Tabel 3.2. Uji Non-Autokorelasi

Berdasarkan output diperoleh nilai statistik Durbin-Watson sebesar 2,161


selanjutnya berdasarkan nilai tabel statistik Durbin-Watson diperoleh du = 1,66.
Karena du < 2,161 < 4 - du, dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat signifikansi
5% tidak terjadi autokorelasi.
- Pengujian Non-Multikolinieritas
Ada beberapa cara untuk mendeteksi terjadinya multikolinearitas. Salah
satunya adalah dengan menggunakan variance-inflation factor (VIF). Jika nilai
VIF lebih dari 10 maka telah terjadi masalah kolinearitas anatar variabel yang
cukup serius.
Tabel 3.3. Uji Non-Multikolinieritas

Berdasarkan output, diperoleh untuk seluruh nilai VIF dari seluruh variabel
bebas < 10, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.
- Pengujian Homoskedastis
Pelanggaran terhadap asumsi ini disebut dengan heteroskedastisitas,yang
berarti varians dari error-nya tidak konstan atau berubah-ubah. Akibat adanya
heteroskedastisitas adalah varian koefisien regesi yang lebih besar sehingga
mengakibatkan interval kepercayaan semakin lebar, uji t atau uji F menjadi
tidak akurat, dan pada akhirnya membawa dampak terhadap keakuratan
kesimpulan.
Tabel 3.4. Uji Homoskedastis

Dengan menggunakan uji Breusch-Pagan Test dan statistic uji LM diperoleh


nilai LM = 2,9. Dengan membandingkan nilai LM dengan nilai chi-square
2
derajat bebas k, 0,05(3) = 7,81. Karena LM < 7,81, maka dapat disimpulkan
bahwa dengan tingkat signifikansi 5% tidak terjadi heteroskedastis.
- Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran penting dalam regresi
karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang
terestimasi.
Tabel 3.5. Koefisien Determinasi

Berdasarkan ouput nilai Adjusted R Square sebesar 0,852. Dengan kata lain,
85,2% keragaman nilai Ln Y dimana Y merupakan volume ekspor kakao, dapat
dijelaskan melalui model. Sedangkan 14,8% dijelaskan oleh faktor lain yang
tidak terdapat di dalam model.
- Overall Test (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji minimal terdapat 1 variabel bebas dalam
model yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas.
Tabel 3.6. Uji Overall Test

Berdasarkan output diperoleh bahwa nilai p-value 0. Dengan tingkat


signifikansi 5% dapat disimpulkan bahwa terdapat minimal satu variabel bebas
yang berpengaruh signifikan terhadap model.
- Uji Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tidak bebas.
Tabel 3.7. Uji Parsial t

Berdasarkan output, dapat diperoleh nilai p-value untuk seluruh variabel bebas
< 0,10. Dengan tingkat signifikansi 10% dapat disimpulkan bahwa ketiga
variabel bebas berpengaruh signifikan dalam model.
- Estimasi Hasil Regresi
Nilai estimasi fungsi regresi yang terbentuk sebagai berikut:
ln Yt 1,537 0,448 ln X 1t 0,288 ln X 2t 0,436 ln Yt 1 t

Elastisitas
Model Log-Log memiliki keunggulan dibandingkan model linier. Salah satu
keunggulan terletak pada koefisien slope regresi dimana koefisien slope tersebut
sesungguhnya merupakan nilai elastisitas Y terhadap X. Koefisien elastisitas
produksi kakao sebesar 0,448, artinya setiap kenaikan produksi kakao sebesar 1%
akan meningkatkan ekspor kakao sebesar 0,448% ceteris paribus. Koefisien
elastisitas harga tahunan kakao di pasar dunia sebesar -0,288, artinya setiap
kenaikan harga kakao di pasar dunia sebesar 1% akan menurunkan ekspor kakao
sebanyak 0,288% ceteris paribus. Koefisien elastisitas ekspor kakao tahun sebelum
sebesar 0,436, artinya setiap kenaikan ekspor kakao sebesar 1% pada tahun sebelum
maka akan meningkatkan ekspor kakao sebesar 0,436% ceteris paribus.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan sebagai berikut:
1. Secara umum produksi kakao di Indonesia mengalami trend yang meningkat.
Akan tetapi, pasca tahun 2010 mulai menunjukkan adanya trend penurunan.
2. Pada tingkat signifikansi 10 persen, volume ekspor kakao dipengaruhi oleh
volume produksi kakao, harga tahunan kakao di pasar dunia, serta volume
ekspor kakao tahun sebelum.
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh, maka dapat diajukan saran
sebagai berikut:
1. Pemerintah Indonesia, terutama Kementrian Pertanian, diharapkan memberikan
pengawasan, pelatihan, dan pemberdayaan petani kakao. Mulai menurunnya
trend produksi sejak tahun 2010 diindikasikan bahwa kurangnya peremajaan
dan perawatan terhadap perkebunan kakao. Selain itu, pemerintah diharapkan
mendukung petani untuk meningkatkan hasil produksi dengan teknologi.
2. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan model lain atau
menambahkan variabel lain yang berkaitan dengan ekspor kakao Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS).


http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/s2ui/ekonometrika/Power_Point/
k5_Model_Fungsional.ppt diakses tanggal 12 Juni 2017.
Departemen Perindustrian. (2007). Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta:
Deperindag.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Kakao 2014-2016. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Gujarati, Damodar dan Dawn C. Porteer. (2009). Basic Econometrics. 5th ed. The
McGraw-Hill Companies.
Pusdatin. 2016. Outlook Kakao. Jakarta: Kementrian Pertanian.

You might also like