You are on page 1of 13

PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN WIJEN MELALUI

TEKNIK PERSILANGAN

Luluk Sulistiyo Budi1


1
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun

Abstract

Important strategy in improving the quality of agricultural commodities is through


improved varieties. Improvements in question is the improved varieties superior
properties such as crop production, plant age, branching, and others. The purpose of
this study was to determine how the model improved sesame varieties through
crossbreeding. Assessment method is used in the literature review and field
observations. The study results showed that the key to the success of improved
varieties by crossing is determined by the selection of female parent and male parent,
pollen capture time, crossing time, castration techniques, and maintenance of the
crossing.

Key words: parent, improvements, varieties, sesame, crosses,

PENDAHULUAN perdagangan antar negara di dunia.


Wijen ( Sesamun indicum L ), Kebutuhan wijen di dunia cenderung
saat ini dapat diunggulkan sebagai meningkat terutama dalam bentuk
komoditas perkebunan potensial. minyak wijen (Ketaren. 1986)
Berdasarkan hasil analisis ekonomi, Tanaman wijen di Indonesia
komoditi ini perlu mendapatkan sudah lama dikenal, sebagian besar
perhatian, karena memiliki nilai ekonomi ditanam dan diusahakan dalam skala
tinggi dan multi guna, sehingga terbatas oleh petani kecil yaitu ditanam
peranannya sangat besar dalam sebagai tanaman sela di antara palawija
memajukan pertanian umumnya dan dengan pemeliharaan yang belum
perkebunan khususnya. Tanaman wijen intensif. Produktivitas komoditas ini
merupakan tanaman minyak nabati yang masih rendah yaitu rata-rata baru
toleran terhadap iklim kering (Heyne, mencapai 350-400 kg/ha biji kering,
1987) dan telah tersebar di hampir sedangkan di Amerika Serikat berkisar
semua daerah di Indonesia terutama di antara 900 kg/ha 2240 kg/ha (Godin
lahan kering. Prospek ekonomi wijen dan Spensley ,1971). Rendahnya
cenderung makin cerah untuk diangkat produktivitas wijen tersebut di samping
sebagai komoditas perdagangan antar karena petani belum melaksanakan
negara di dunia, karena kebutuhan wijen teknis budidaya yang baik juga belum
dunia cenderung meningkat , terutama menggunakan bahan tanam yang
berupa minyak wijen. Biji wijen berkualitas.
merupakan komoditas pendukung Kenyataan di lapang
aneka industri dan menghasilkan minyak menunjukkan bahwa penggunaan bahan
makan yang berkadar lemak jenuh tanam atau benih umumnya berasal
rendah (Rismunandar, 1976). dari petani sendiri atau padagang wijen
Wijen saat ini memiliki prospek yang asal-usulnya tidak jelas. Bahan
ekonomi yang sangat cerah, karena tanam atau benih tersebut ditanam
menjadi komoditas penting dalam secara terus menerus dan belum pernah

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 11


melakukan pembaharuan atau Peningkatan produksi pertanian
perbaikan bahan tanam. Varietas- saat ini dititik beratkan pada program
varietas yang di usahakan oleh petani intensifikasi, sebagaimana dicanangkan
saat ini sebagian besar adalah jenis lokal dalam program utama nasional dengan
dan telah mengalami perubahan genetis berbagai rekayasa teknologi. Program
akibat tekanan lingkungan baik biotik intensifikasi tanaman wijen khususnya
maupun abiotik. Hal tersebut perbaikan varietas bertujuan untuk
mengakibatkan produksi dalam negeri memperoleh bahan tanam yang baik
belum dapat mencukupi kebutuhan, sebagai bagian dari program pemuliaan
sehingga peluang ekspor sama sekali tanaman. Program ini merupakan salah
belum dapat dimanfaatkan. satu aspek penting dalam peningkatan
Indonesia pada tahun 1988 produksi, baik kualitas maupun kuantitas.
pernah memanfaatkan peluang ekspor Hal ini dilakukan melalui rangkaian
wijen ke Malaysia dan Singapura hingga kegiatan penelitian pemuliaan tanaman
mencapai 1.464 ton, namun tahun-tahun secara terus menerus untuk
berikutnya semakin turun. Hal ini menghasilkan dan mengembangkan
disebabkan oleh produksi wijen dalam varietas-varietas lebih baik baru yang
negeri cenderung menurun dan hanya lebih produktif dan adaptif sehingga
untuk memenuhi kebutuhan dalam mampu meningkatkan gizi masyarakat
negeri, sehingga peluang ekspor belum dan pendapatan petani (Purnawati dan
dapat dipenuhi secara optimal, bahkan Hidayat, 1996).
Indonesia justru menjadi pengimpor wijen Perbaikan varietas tanaman
(Rukmana, 1998). dapat diwujudkan dengan dihasilkannya
Peningkatan dan pengembangan varietas baru, yang resisten terhadap
komoditas ini di dalam negeri dalam kekeringan, tahan terhadap hama dan
skala besar tidak akan menimbulkan penyakit serta kelebih baikan lain yang
kelebihan produksi, karena produksi dapat menghasilkan produksi sesuai
wijen dunia selalu lebih rendah dari pada dengan harapan dan secara umum
konsumsi (Kassam, 1988). Potensi lebih baik dari varietas sebelumnya.
lahan di Indonesia yang sesuai untuk Keberhasilan menciptakan varietas baru
komoditas ini masih sangat luas, tidak terlepas dari tersedianya
terutama di Kawasan Timur Indonesia keragaman genetik hayati yang disebut
(KTI), yang sebagian besar wilayahnya sebagai plasma nutfah (Sastrapradja,
berupa lahan kering dan beriklim kering. 1988). Karakter-karakter yang penting
Kondisi ini memberikan harapan besar dalam program pemuliaan wijen adalah
dalam pengembangan dan perluasan sifat kegenjahan, percabangan, panjang
areal untuk penanaman komoditas ini. ruas, jumlah polong, panjang polong,
Pengembangan dan perluasan areal jumlah kotak, warna biji, berat 1000 biji,
tersebut bertujuan dapat memenuhi potensi hasil, kadar minyak dan
kebutuhan wijen untuk konsumsi baik ketahanan terhadap kekeringan dan
dalam negeri maupun luar negeri penyakit utama ( Suprijono, 1996),
(Sudjana, 1988). dimana karakter ini yang sering
Hasil wijen (biji), di samping digunakan dalam penentuan induk.
bernilai cukup tinggi juga mudah Sehubungan dengan hal tersebut
diproses, , tidak mudah rusak, mudah Budi 2003, telah berhasil melakukan
dikemas, dan mudah dikirim ke lain inventarisasi plasma nutfah wijen
daerah, serta produksi biomassa sebanyak 16 genotip yang potensi
mencapai 80 % dari total bahan kering dilakukan persilangan untuk
yang dihasilkan dan dapat dikembalikan menghasilkan varietas baru. Namun
ke lapangan sebagai bahan organik demikian persilangan yang dilakukan
(Soenardi, 1996). hingga saat ini belum ada yang

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 12


melakukan penelitihan tentang teknik Perbaikan varietas tanaman
persilangan agar diperoleh prosentase dapat dilakukan dengan beberapa cara,
hasil persilangan dan berkualitas baik. satu diantaranya adalah persilangan
Terkait dengan hal tersebut buatan dengan campur tangan manusia,
sangat diperlukan model perbaikan namun demikian keberhasilan melakukan
varietas tanaman wijen dengan persilangan sangat ditentukan oleh
persilangan yang diharapkan dapat karakteristik dari jenis
memperoleh hasil persilangan yang tanaman/komoditas itu sendiri. Oleh
diharapkan yaitu tingkat keberhasilan karena itu untuk tanaman wijen sangat
persilangan, yang ditunjukkan oleh memungkinkan memiliki karakteristik
prosentase polong jadi dan normal, serta yang berbeda pula dengan komoditas
elemen-elemen kunci apa saja yang lainnya. Di beberpa tanaman umumnya
mempengaruhi tingkat keberhasilan faktor penentu keberhasilan persilangan
persilangan yang harus menjadi adalah pemilihan induk betina dan
perhatian utama. Model yang dimaksud jantan, waktu pengambilan serbuk sari,
adalah prosedur penting dalam teknik kastrasi, waktu persilangan dan
melaksanakan persilangan. pemeliharaan hasil persilangan. Terkait
dengan hal tersebut kerangka pemikiran
BAHAN DAN METODE selengkapnya sebagaiman Gambar 1
Kerangka pemikiran berikut:

Gambar 1. Kerangka pemikiran model perbaikan varietas.

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kabupaten Madiun. Pelaksanaan


Penelitian dilakukan di sentra penelitian mulai bulan Mei Agustus
pengembangan tanaman wijen di Desa 2011. Metode penelitian menggunakan
Sugihwaras Kecamatan Saradan

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 13


studi pustaka, pendapat pakar dan Hasil
pengamatan dilapang. Penentuan pemilihan plasma
nutfah untuk induk persilangan baik
TEKNIK PENGUMPULAN DAN jantan maupun induk betina tanaman
ANALISIS DATA wijen diawali dengan pengajuan
Data diperoleh dari data sekunder sejumlah alternatif yaitu genotip wijen
dari dinas terkait dan studi pustaka, data G1, G2, G3, G5, G7 dan G9. Pemilihan
primer diperoleh dari diskusi pakar dan alternatif dilakukan berdasarkan pada
pengamatan lapang. Pemilihan plasma sejumlah kriteria yaitu produksi, umur
nutfah sebagai induk tanaman tanaman, percabang, ketahanan hama
menggunakan metode perbandingan dan penyakit, warna biji, bobot 1000 biji,
eksponensial dari pakar tanaman wijen. tahan kekeringan, tingkat adaptasi dan
Data waktu pengambilan serbuk sari dan ketahanan rebah.
waktu persilangan diperoleh dari Hasil analisis menunjukkan
pengamatan di lapang menggunakan bahwa kriteria dalam pemilihan plasma
metode rancangan Acak Kelompok dan nutfah untuk induk induk persilangan
uji beda nyata Duncan. Faktor Waktu baik jantan maupun induk betina
pengambilan serbuk sari 4 level (S = berdasarkan bobot kepentingan relatif
Jam 05.00-06.00, 06.00-07.00, 07.00- tertinggi hingga terendah secara
08.00 dan 09.00-10.00) dan waktu agregatif adalah produksi , umur
persilangan 4 level (P=06.00-09.00, tanaman, percabang, ketahanan hama
09.00-12.00, 12.00-15.00, 15.00-18.00), dan penyakit, tahan kekeringan, warna
sehingga terdapat 20 kombinasi biji, bobot 1000 biji, tingkat adaptasi
perlakuan. Parameter pengamatan di dan ketahanan rebah.
lapang meliputi: prosentase polong jadi, Hasil penilaian pakar terhadap
prosentasi polong normal, prosentasi alternatif, menunjukkan bahwa alternatif
bunga gugur, prosentasi polong tidak terbaik yaitu menggunakan G1
normal, panjang polong dan jumlah biji (Genotipe MDN 001) dan G9 (Genotipe
per polong. PNG 001). Hasil analisis pemilihan
plasma nutfah untuk induk induk untuk
persilangan tanaman wijen
HASIL DAN PEMBAHASAN selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis pemilihan alternatif induk untuk persilangan


Bobot
Alternatif Induk Persilangan Agregat Prioritas
G1 (Genotipe MDN 001) 393102308,8 I
G9 (Genotipe PNG 001) 376943160,5 II
G2 (Genotipe NGW 002) 214908701,8 III
G7 (Genotipe NGK 003) 13465627,51 IV
G3 (Genotipe NGK 001) 117905048 V

Tabel 1, menunjukkan bahwa keputusan Hasil analisis ragam pengaruh


menggunakan G1 dan G9 diharapkan kombinasi perlakuan waktu pengambilan
dapat memberikan perbaikan varietas serbuk sari dan waktu persilangan
yang paling baik, karena pemilihan induk terhadap prosentase polong jadi
tersebut memiliki karakteristik atau sifat menunjukkan adanya interaksi yang
yang potensial dalam meningkatkan sangat nyata (Lampiran 1 dan 2).
kualitas sifat tanaman keturunannya. Adapun nilai rata-rata hasil pengamatan
pengaruh kombinasi perlakuan waktu

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 14


pengambilan serbuk sari dan waktu Jadi sebagaimana pada Gambar 2.
persilangan terhadap prosentase polong

Gambar 2. Prosentase Polong Jadi

Dilihat pada Gambar 2 menunjukkan Hasil analisis ragam pengaruh


bahwa kombinasi waktu pengambilan kombinasi perlakuan waktu pengambilan
serbuk sari antara pukul 05.00-06.00 serbuk sari dan waktu persilangan
(S1) dan waktu persilangan antara 06.00- terhadap prosentase polong normal
09.00 (P1) memberikan pengaruh yang menunjukkan adanya interaksi yang
sangat signifikan, dibanding dengan sangat nyata (Lampiran 1 dan 3).
kombinasi perlakuan lainnya. Secara Adapun nilai rata-rata hasil pengamatan
nyata semakin siang pengambilan serbuk pengaruh kombinasi perlakuan waktu
sari semakin menurun tingkat pengambilan serbuk sari dan waktu
keberhasilan persilangan. waktu persilangan terhadap prosentase polong
persilangan normal sebagaimana pada Gambar 3.

Gambar 3. Prosentase Polong normal

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 15


Dilihat pada Gambar 3 serbuk sari dan waktu persilangan
menunjukkan bahwa kombinasi waktu terhadap prosentase jumlah bunga yang
pengambilan serbuk sari antara pukul gugur menunjukkan adanya interaksi
05.00-06.00 (S1) dan waktu persilangan yang sangat nyata (Lampiran 1 dan 4).
antara 06.00-09.00 (P1) memberikan Adapun nilai rata-rata hasil pengamatan
pengaruh yang sangat signifikan, pengaruh kombinasi perlakuan waktu
dibanding dengan kombinasi perlakuan pengambilan serbuk sari dan waktu
lainnya. Secara nyata semakin siang persilangan terhadap prosentase jumlah
pengambilan serbuk sari semakin bunga yang gugur sebagaimana pada
menurunkan prosentase polong normal. Gambar 4.
Hasil analisis ragam pengaruh
kombinasi perlakuan waktu pengambilan

Gambar 4. Prosentase jumlah bunga yang gugur

Dilihat pada Gambar 4 menunjukkan Hasil analisis ragam pengaruh


bahwa kombinasi waktu pengambilan kombinasi perlakuan waktu pengambilan
serbuk sari antara pukul 05.00-06.00 serbuk sari dan waktu persilangan
(S1) dan waktu persilangan antara 06.00- terhadap prosentase polong tidak normal
09.00 (P1) memberikan pengaruh yang menunjukkan adanya interaksi yang
sangat signifikan, dibanding dengan nyata (Lampiran 1 dan 5). Adapun nilai
kombinasi perlakuan lainnya. Secara rata-rata hasil pengamatan pengaruh
nyata semakin siang pengambilan serbuk kombinasi perlakuan waktu pengambilan
sari semakin meningkatkan prosentase serbuk sari dan waktu persilangan
bunga yang gugur (gagal persilangan). terhadap prosentase polong tidak normal
sebagaimana pada Gambar 5.

Gambar 5. Prosentase Polong tidak normal

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 16


Dilihat pada Gambar 5 menunjukkan Hasil analisis ragam pengaruh
bahwa kombinasi waktu pengambilan kombinasi perlakuan waktu pengambilan
serbuk sari antara pukul 06.00-07.00 serbuk sari dan waktu persilangan
(S2) dan waktu persilangan antara 15.00- terhadap panjang polong menunjukkan
18.00 (P4) memperoleh prosentase adanya interaksi yang sangat nyata
polong terbesar, dan berbeda nyata (Lampiran 1 dan 6). Adapun nilai rata-
dengan kombinasi perlakuan lainnya, rata hasil pengamatan pengaruh
tetapi tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan waktu pengambilan
kombinasi pelakuan waktu pengembilan serbuk sari dan waktu persilangan
serbuk sari antara 08.00-09.00 (S3) terhadap panjang polong sebagaimana
dengan waktu persilangan 06.00-09.00 pada Gambar 6.
(P1).

Gambar 6. Panjang Polong

Dilihat pada Gambar 6, menunjukkan (S3) dan waktu persilangan antara 06.00-
bahwa kombinasi waktu pengambilan 09.00 (P1).
serbuk sari antara pukul 05.00-06.00 Hasil analisis ragam pengaruh
(S1) dan waktu persilangan antara 06.00- kombinasi perlakuan waktu pengambilan
09.00 (P1) memberikan nilai rata-rata serbuk sari dan waktu persilangan
panjang polong tertinggi dibanding terhadap jumlah biji per polong
dengan kombinasi perlakuan lainnya, menunjukkan adanya interaksi yang
tetapi tidak berbeda nyata dengan sangat nyata (Lampiran 1 dan 7).
kombinasi perlakuan waktu pengambilan Adapun nilai rata-rata hasil pengamatan
serbuk sari antara pukul 05.00-06.00 pengaruh kombinasi perlakuan waktu
(S1) dan waktu persilangan antara 12.00- pengambilan serbuk sari dan waktu
15.00 (P3) dan waktu pengambilan persilangan terhadap jumlah biji per
serbuk sari antara pukul 08.00-09.00 polong sebagaimana pada Gambar 7.

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 17


Gambar 7. Jumlah Biji Per Polong

Dilihat pada Gambar 7, menunjukkan dan mempunyai mutu minyak yang lebih
bahwa kombinasi waktu pengambilan unggul dibanding warna wijen hitam
serbuk sari antara pukul 05.00-06.00 (Abajoglou, K. 1981). Sedangkan G9
(S1) dan waktu persilangan antara 12.00- (Genotipe PNG 001) memiliki sifat unggul
15.00 (P3) memberikan nilai rata-rata disisi pertumbuhan (tanaman lebih
jumlah biji per polong tertinggi yaitu tinggi), sedikit bercanag dan polong
sebesar 103 dan berbeda nyata dengan serta biji berukuran lebih besar (Budi,
dengan kombinasi perlakuan lainnya, 2003).
tetapi tidak berbeda nyata dengan Berdasarkan hasil analisis
beberapa kombinasi perlakuan waktu pengaruh kombinasi kombinasi
pengambilan serbuk sari pukul 09.00- perlakuan waktu pengambilan serbuk
10.00 (S4) dan waktu persilangan antara sari dan waktu persilangan menunjukkan
06.00-09.00 (P1) dan waktu pengambilan perbedaan yang nyata pada semua
serbuk sari antara pukul 05.00-06.00 parameter pengamatan. Dari beberapa
(S1) dan waktu persilangan antara 15.00- parameter tersebut terutama prosentase
18.00 (P4). Sedangkan nilai rata-rata polong jadi, prosentasi polong normal,
terendah dicapai oleh kombinasi dan prosentase bunga gugur, semakin
perlakuan waktu pengambilan serbuk siang pengambilan srbuk sari
sari pukul 06.00-07.00 (S2) dan waktu berpengaruh negatif terhadap tingkat
persilangan antara 12.00-15.00 (P3) keberhasilan persilangan, hal ini
sebesar 89,66. disebabkan semakin siang atau semakin
meningkatnya terik matahari maka,
Pembahasan semakin meningkatkan kecepatan
Hasil analisis pemilihan induk pematangan serbuk sari, kemudian
untuk persilangan berlandaskan pada mengering akhirnya gugur, sehingga
kriteria-kriteria dan pembobotan kondisi ini menyebabkan serbuk sari
berfungsi untuk memperoleh keputusan yang digunakan untuk melakukan
yang tepat, agar terhindar dari persilangan semakin terbatas dan
kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. kualitasnya semakin menurun.
Induk yang tepilih sebagai bahan Sebaliknya semakin meningkat intensitas
persilangan diharapkan memberikan penyinaran matahari proses persilangan
perubahan sifat yang signifikan. Hasil justru lebih baik, mengingat bahwa putik
pemilihan alternatif plasma nutfah induk pada induk betina justru semakin matang
wijen G1 (Genotipe MDN 001) memiliki dan siap untuk di buahi yang ditunjukkan
karakteristik jumlah produksi tinggi, oleh kepala putik membuka sempurna.
warna biji putih lebih disukai konsumen

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 18


Selanjutnya hasil analisis pada iinduk dan menguji dan penilaian hasil
parameter prosentasi polong tidak penggabungan sifatnya.
normal, juga disebabkan oleh menurunya
kualitas serbuk sari dan juga dapat
disebabkan kurang matangnya kepala DAFTAR PUSTAKA
putik untuk membuka serta akibat dari Abajoglou, K. 1981. Sesame breeding
keterampilan pemulia yang kurang At The Cotton Research
(kurang teliti melakukan prosedur Intitute in Greece. Dalam
operasionalnya). Disamping itu juga Sesame Status And
dapat disebabkan karena gangguan Improvement. Proc. Of
hama dan atau penyakit yang pada saat Excpert Consultation. 8-12
proses pertumbuhan embrio (Beech, Desember 1980. FAO. Rome.
1981). Italy. P. 132-133.
Sedangkan panjang polong dan Beech, D.F. 1981. Sesame: Sesame
jumlah biji perpolong, juga menunjukkan Agronomic Approach To
perbedaan yang nyata, hal ini lebih Yeald Improvement. Dalam
dominan disebabkan oleh kondisi Sesame Status And
tanaman dan kondisi lingkungan Improvement. Proc. Of
(Poespodarsono, 1986). Meningat Excpert Consultation. 8-12
bahwa pertumbuhan tanaman baik tinggi Desember 1980. FAO. Rome.
tanaman, ukuran polong dan bobot biji Italy. P. 121-126.
sangat didominasi oleh faktor nutrisi Budi. LS. 2003. Identifikasi Sifat
tanaman (Godin dan Spensley. 1971). Agronomis Plasma Nutfah
Tanaman Wijen (Sesamum
KESIMPULAN indicum L.).[Thesis]. Jember.
Hasil analisis di atas dapat Program Pascasarjana
disimpulkan bahwa perbaikan varietas Universitas Negeri Jember.
tanaman wijen melalui persilangan Godin,V.J. and P.C. Spensley. 1971. TPI
sangat ditentukan oleh banyak faktor. Crop and Product Digest. The
Faktor kunci diantaranya adalah induk Tropical Products Institute.
yang mempunyai potensi unggul yang Foereign and Commenwealth
ditunjukkan oleh sifat-sifat yang menonjol Office (132-137). London WC
diataranya produksi tinggi, tahan IX SLU, England.
kekering, toleran dari serangan hama Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna
dan penyakit, dan umur yang genjah. Indonesia III. Terjemahan
Disamping itu penentuan waktu Badan Litbang Kehutanan.
pengambilan serbuk sari sebaiknya Jakarta: Yayasan
dilakukan sebelum matahari terbit atau Saranawanajaya. P. 1747-
intensitasnya nyata, dan pelaksanaan 1751
persilangan semakin siang akan Ketaren. S (1986). Minyak dan Lemak
memberikan peluang yang sangat besar Pangan, Ui-Press, Jakarta
tingkat keberhasilannya. Di sisi lain Kassam A.H. 1988. Crops of the West
pemulia sendiri mutlak memiliki African semi-arid tropics.
keterampilan yang handal sesuai dengan International Crops Intitute for
standar operasional prosedur. the Semi-arid Tropics.
Poespodarsono, S. 1986. Pemuliaan
SARAN Tanaman I. Malang :
Berdasarkan hasil penelitian Departemen Pendidikan dan
masih memerlukan penyempurnaan Kebudayaan . Fakultas
penelitian perbaikan varietas tanaman Pertanian, Universitas
dengan menggunakan banyak variasi Brawijaya Malang

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 19


Rismunandar, 1976. Bertanam Wijen. Soenardi. 1996. Budidaya Tanaman
Penerbit Terate. Bandung Wijen. Balai Penelitian
Rukmana, R.1998. Budidaya Wijen. Tembakau dan Serat, Badan
Yogyakarta: Penerbit Penelitian dan
Kanisius. Pengembangan Pertanian,
Purnawati, E. Dan Hidajat, J.R. 1996. Malang. Monograf BALITTAS
Karakterisasi Plasma Nutfah NO 2.
Kedelai, Prosiding , Makalah Sastrapradja, S. 1988. Plasma Nutfah
Seminar Hasil Penelitian Nabati untuk Ketahanan
Plasma Nutfah Pertanian , Nasional dan Kemanusiaan.
Bogor, 13 Maret 1996. Kursus Pemanfaatan dan
Sudjana, A. 1988. Pelestarian dan Pelestarian Plasma Nutfah.
Pemanfaatan Plasma Nutfah Bogor. 22 Februari-12 Maret
Jagung. Disampaikan pada 1988.
Kursus Pemanfaatan dan
Pelestarian Plasma Nutfah
Jagung 19p.

Lampiran-Lampiran

Lampiran 1. ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Si g.


Pr osentasi Between Groups 305.250 15 2 0.350 36.178 .000
Pol ong Jadi
Within Groups 18.000 32 .563

Total 323.250 47

Pr osentasi Between Groups 360.000 15 2 4.000 54.857 .000


Pol ong Within Groups 14.000 32 .438
Normal
Total 374.000 47

Pr osentase Between Groups 13.917 15 .928 2.227 .028


Pol ong Ti dak Within Groups 13.333 32 .417
Normal
Total 27.250 47
Panj ang Between Groups 1.922 15 .128 1.611 .126
Pol ong Within Groups 2.545 32 .080

Total 4.467 47
Juml ah Biji Between Groups 697.646 15 4 6.510 1.821 .076
Per Polong Within Groups 817.333 32 2 5.542
Total 15 14.979 47
Pr osentase Between Groups 305.250 15 2 0.350 36.178 .000
Bung a Gugur Within Groups 18.000 32 .563

Total 323.250 47

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 20


L am p i ra n 2 . P r o s e n t a s e p o l o n g ja d i
a
D uncan

S u b s e t f o r a lp h a = 0 .0 5
P e r la k u a n N 1 2 3 4 5
S4P4 3 1 .3 3 3 3
S4P2 3 2 .0 0 0 0

S4P3 3 2 .0 0 0 0
S4P1 3 2 .3 3 3 3

S3P4 3 4 .3 3 3 3
S3P1 3 5 .3 3 3 3 5 .3 3 3 3
S3P2 3 5 .3 3 3 3 5 .3 3 3 3

S3P3 3 6 .0 0 0 0 6.0000

S2P1 3 6 .3 3 3 3 6.3333
S2P3 3 6 .3 3 3 3 6.3333

S2P2 3 7.0000
S2P4 3 7.0000

S1P1 3 7.3333

S1P2 3 9.0000
S1P4 3 9.0000
S1P3 3 9.3333

Sig. .1 4 5 .1 3 2 .1 5 4 .063 .6 13

M e a n s f o r g r o u p s in ho m o g e n e o u s s u b s e t s a r e d is pl a y e d .
a . U s e s H a r m o ni c M e a n S a m p le S i z e = 3 , 0 0 0 .

L am pi ra n 3 . P r os e n ta s e P o lo ng N orm a l
a
D unc an
S u b se t f o r a lp h a = 0 .0 5
P e rla ku a n N 1 2 3 4 5 6
S4P2 3 1.0000
S4P3 3 1.0000
S4P4 3 1.0000
S4P1 3 1.3333
S3P1 3 3 .6 6 6 7
S3P2 3 4 .3 3 3 3 4 .3 3 3 3
S3P4 3 4 .3 3 3 3 4 .3 3 3 3
S3P3 3 5 .3 3 3 3 5.3333
S2P4 3 5 .3 3 3 3 5.3333
S2P1 3 6.0000
S2P2 3 6.3333 6.3333
S2P3 3 6.3333 6.3333
S1P1 3 7.3333
S1P2 3 8 .6 6 6 7
S1P4 3 8 .6 6 6 7
S1P3 3 9 .3 3 3 3
Si g. .580 .2 5 3 .0 9 9 .107 .089 .2 5 3

M e a n s f o r g ro u p s in ho m o g e n e o u s s u b se t s a re d is pl a ye d .

a . U s e s H a rm o ni c M e a n S a m p le Si ze = 3 , 0 0 0 .

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 21


L a m p i ra n 4 . P r o s e n ta s e B u n g a G u g u r
a
D uncan

S u b s e t fo r a l p h a = 0 . 0 5

P e r la k u a n N 1 2 3 4 5

S1P3 3 .6 6 6 7

S1P2 3 1 .0 0 0 0

S1P4 3 1 .0 0 0 0

S1P1 3 2.666 7

S2P2 3 3.000 0

S2P4 3 3.000 0

S2P1 3 3.666 7 3 .6 6 6 7

S2P3 3 3.666 7 3 .6 6 6 7

S3P3 3 4.000 0 4 .0 0 0 0

S3P1 3 4 .6 6 6 7 4.6667

S3P2 3 4 .6 6 6 7 4.6667

S3P4 3 5.6667

S4P1 3 7.66 67

S4P2 3 8.00 00

S4P3 3 8.00 00

S4P4 3 8.66 67

Sig. .6 1 3 .06 3 .1 5 4 .132 .1 4 5

M e a n s f o r g r o u p s in ho m o g e n e o u s s u b s e t s a r e d is pl a y e d .

a . U s e s H a r m o ni c M e a n S a m p le S i z e = 3 , 0 0 0 .

L a m p i r a n 5 . P r o s e n t a s e P o lo n g T id a k N o r m a l
a
D unc an

S u b s e t fo r a l p h a = 0 . 0 5

P e r la k u a n N 1 2

S 1P 1 3 .0 0 0 0

S 1P 3 3 .0 0 0 0

S 2P 3 3 .0 0 0 0

S 3P 4 3 .0 0 0 0

S 2P 1 3 .3 3 3 3

S 1P 2 3 .3 3 3 3

S 1P 4 3 .3 3 3 3

S 4P 4 3 .3 3 3 3

S 2P 2 3 .6 6 6 7 .6 6 6 7

S 3P 3 3 .6 6 6 7 .6 6 6 7

S 4P 1 3 1 .0 0 0 0 1 .0 0 0 0

S 3P 2 3 1 .0 0 0 0 1 .0 0 0 0

S 4P 2 3 1 .0 0 0 0 1 .0 0 0 0

S 4P 3 3 1 .0 0 0 0 1 .0 0 0 0

S 3P 1 3 1 .6 6 6 7

S 2P 4 3 1 .6 6 6 7

S ig. .1 2 1 .1 1 1

M e a n s f o r g r o u p s in h o m o g e n e o u s s u b s e t s a r e
d i s p la y e d .

a . U s e s H a r m o ni c M e a n S a m p le S i z e = 3 , 0 0 0 .

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 22


L a m p i r a n 6 . P a n ja n g P o l o n g
a
D uncan

S u b s e t fo r a l p h a = 0 . 0 5

P e rla k u a n N 1 2 3

S2P3 3 16.5333

S4P3 3 16.5667 1 6 .5 6 6 7

S1P2 3 16.6833 1 6 .6 8 3 3 1 6 .6 8 3 3

S2P2 3 16.8000 1 6 .8 0 0 0 1 6 .8 0 0 0

S3P4 3 16.8000 1 6 .8 0 0 0 1 6 .8 0 0 0

S2P4 3 16.8667 1 6 .8 6 6 7 1 6 .8 6 6 7

S4P4 3 16.9000 1 6 .9 0 0 0 1 6 .9 0 0 0

S4P1 3 16.9333 1 6 .9 3 3 3 1 6 .9 3 3 3

S4P2 3 16.9433 1 6 .9 4 3 3 1 6 .9 4 3 3

S1P4 3 17.0000 1 7 .0 0 0 0 1 7 .0 0 0 0

S3P2 3 17.0333 1 7 .0 3 3 3 1 7 .0 3 3 3

S2P1 3 17.0667 1 7 .0 6 6 7 1 7 .0 6 6 7

S3P3 3 1 7 .1 0 0 0 1 7 .1 0 0 0

S3P1 3 1 7 .1 3 3 3

S1P3 3 1 7 .1 6 6 7

S1P1 3 1 7 .2 3 3 3

S ig. .059 .0 5 9 .0 5 3

M e a n s f o r g r o u p s in ho m o g e n e o u s s u b s e t s a r e d is pl a y e d .

a . U s e s H a r m o ni c M e a n S a m p le S i z e = 3 , 0 0 0 .

L a m p ir a n 7 . J u m la h B i ji P e r P o lo n g
a
D uncan

S u b s e t f o r a lp h a = 0 . 0 5

P e r la k u a n N 1 2 3 4

S2P3 3 8 9 .6 6 6 7

S1P2 3 9 1 .3 3 3 3 9 1.3333

S4P3 3 9 2 .3 3 3 3 9 2.3333 92.333 3

S3P4 3 9 4 .6 6 6 7 9 4.6667 94.666 7 9 4 .6 6 6 7

S2P2 3 9 5 .0 0 0 0 9 5.0000 95.000 0 9 5 .0 0 0 0

S4P4 3 9 7 .0 0 0 0 9 7.0000 97.000 0 9 7 .0 0 0 0

S3P3 3 9 7 .3 3 3 3 9 7.3333 97.333 3 9 7 .3 3 3 3

S2P1 3 9 7 .6 6 6 7 9 7.6667 97.666 7 9 7 .6 6 6 7

S4P2 3 9 7 .6 6 6 7 9 7.6667 97.666 7 9 7 .6 6 6 7

S3P1 3 9 8 .0 0 0 0 9 8.0000 98.000 0 9 8 .0 0 0 0

S2P4 3 9 8 .6 6 6 7 9 8.6667 98.666 7 9 8 .6 6 6 7

S3P2 3 10 0.3333 1 0 0 .3 3 3 3 1 0 0 .3 3 3 3

S1P1 3 1 0 1 .3 3 3 3 1 0 1 .3 3 3 3

S1P4 3 1 0 1 .6 6 6 7 1 0 1 .6 6 6 7

S4P1 3 1 0 2 .0 0 0 0 1 0 2 .0 0 0 0

S1P3 3 1 0 3 .0 0 0 0

Sig. .0 7 3 .073 .05 7 .099

M e a n s f o r g r o u p s in ho m o g e n e o u s s u b s e t s a r e d is pl a y e d .

a . U s e s H a r m o ni c M e a n S a m p le S i z e = 3 , 0 0 0 .

Agri-tek Volume 13 Nomor 1 Maret 2012 PERBAIKAN VARIETAS TANAMAN . 23

You might also like