Professional Documents
Culture Documents
R U J U K
Dosen Pengampu :
Siti Zulaikha, S.Ag., MH
Ryan Erwin Hidayat, M.H.I
JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
KELAS B
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-NYA sehingga saya dapat menyusun makalah Fiqih
Munakahat yang berjudul Syarat dan Rukun Pernikahan. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ryan Erwin Hidayat, M.H.I yang telah member
kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini dan membantu kami dalam
penyelesaiannya. Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dan sebagai
umpan balik yang positif demi perbaikan di masa mendatang. Harapan kami
semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khusunya
di bidang Fiqih.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, tidak sedikit
ternyata harapan dan cita-cita perkawinan kandas ditengah jalan. Padahal
Perkara halal sangat dibenci oleh Allah adalah talaq . Begitulah hadist rasul.
Kendati demikian walau ada ungkapan seperti itu ternyata banyak juga
kehidupan berkeluarga yang mengalami perceraian.
Zaman sekarang perceraian semakin meningkat dengan tajam.
Penyebabnya bermacam-macam diantaranya dengan kata talak, lian, fasakh,
khuluk dan lainnya. Setelah jatuh talak maka perempuan akan mendapatkan
masa iddah, dan dimasa iddahlah suami dapat merujuk kembali istri jika ingin
kembali hidup bersama lagi.
Dalam perkara rujuk tidak semua orang sudah dapat memahami prosedur
dalam rujuk. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk membuat makalah
dengan judul Rujuk dalam Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Fikih Munakahat. Dalam perkara rujuk tidak semua
orang sudah dapat memahami prosedur dalam rujuk. Hal inilah yang
membuat saya tertarik untuk membuat makalah dengan judul Rujuk dalam
Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih
Munakahat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah dipaparkan
sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan rujuk?
2. Apa saja syarat dan rukun rujuk?
1
3. Apa hukum dari rujuk?
4. Bagaimana tata cara rujuk?
5. Apakah hikmah dari rujuk?
C. Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian rujuk.
2. Mengetahui syarat dan rukun rujuk.
3. Mengetahui hukum rujuk.
4. Mengetahui tata cara rujuk.
5. Mengetahui hikmah rujuk.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rujuk
Secara lughawi ruju atau rajah berarti kembali. Sedangkan definisinya
menurut al-Mahalli ialah kembali ke dalam hubungan perkawinan dari cerai
yang bukan bain, selama dalam masa iddah.1
Sebagaimana perkawinan itu adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh
agama, maka ruju setelah terjadinya perceraian pun merupakan suruhan
agama. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat al-Baqarah ayat
231:
Artinya: Dan apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).
Yang dimaksud dengan rujuk ialah mengembalikan istri yang telak ditalak
pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi karena
dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami karena
berbagai alasan. Perceraian sendiri ada tiga cara, antara lain adalah:
1. Talak tiga, dinamakan bain kubra. Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan
tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila
perempuan itu sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur,
sudah diceraikan, dan sudah habis pula iddah-nya, barulah suami yang
pertama boleh menikahinya kembali.
1
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta: Kencana, 2010)., hal. 145
3
2. Talak tebus, dinamakan pula bain sugra. Dalam talak ini suami tidak
sah rujuk lagi, tetapi boleh menikah kembali, baik dalam iddah ataupun
sesudah habis iddahnya.
3. Talak satu atau talak dua, dinamakan talak raji, artinya si suami boleh
rujuk (kembali) kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah.2
3. Ada ucapan ruju yang diucapakan oleh laki-laki. Karena ruju itu bukan
memulai nikah, tetapi hanya sekedar melanjutkan pernikahan. Ucapan
ruju itu menggunakan lafaz yang jelas untuk ruju.
2
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)., hal. 418
3
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta: Kencana, 2010)., hal. 145
4
Artinya: apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
4
Ibid., hal. 146
5
a. Terang-terangan, misalnya dikatakan, Saya kembali kepada istri
saya, atau Saya rujuk kepadamu.
b. Melalui sindiran, misalnya Saya pegang engkau, atau menikah
engkau, dan sebagainya.
c. Dengan perbuatan: Ada ikhtilaf di kalangan ulama atas hukum rujuk
dengan perbuatan.5
C. Hukum Rujuk
Ibnu Rusyd membagi hukum ruju kepada dua: hukum ruju pada talak
raji dan hukum ruju pada talak bain.
1. Hukum Ruju pada Talak Raji
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak
meruju istri pada talak raji, selama istri masih berada dalam masa iddah,
tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, berdasarkan firman Allah:
Artinya: Dan suami-suami mereka lebih berhak meruju mereka (istri-
istri) dalam masa menanti (Iddah) itu. (QS. al-Baqarah: 228)
5
Beni Ahmad Saebani. Fiqh Munakahat. (Bandung: Pustaka Setia, 2001)., hal. 102
6
Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana, 2003)., hal. 290
6
Mengenai saksi, Imam Malik berpendapat bahwa adanya saksi dalam
meruju disunnatkan, sedangkan Imam Syafii berpendapat, hal itu wajib.
Perbedaan pendapat antara Imam Malik dan Imam Abu Hanifah
disebabkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ruju itu
mengakibatkan halalnya penggaulan, karena dipersamakan dengan istri
yang terkena ila (sumpah tidak akan menggauli istri) dan istri yang
terkena zhihar (pengharaman istri untuk dirinya), di samping karena hak
milik atas istri belum terlepas daripadanya, dan oleh karena itu terdapat
hubungan saling mewarisi antara keduanya. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa menggauli istri yang tertalak raji adalah haram,
sehingga suami merujunya. Oleh karena itu diperlukan niat.
7
Ibid., hal. 293
7
daripadanya tanpa dapat menggaulinya, lalu ia pun menceraikannya.
Maka Rifaah (suaminya yang pertama) bermaksud hendak
mengawininya dan berkata: Tamimah tidak halal bagimu sehingga ia
merasakan madu (berjima dengan suami lain).
b. Nikah muhallil
Dalam kaitan ini fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah
muhallil. Yakni jika seorang lelaki mengawini seorang perempuan
dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang
pertama.
Imam Malik berpendapat bahwa nikah tersebut rusak dan harus
difasakh, baik sesudah maupun sebelum terjadi pergaulan. Demikian
pula syarat tersebut rusak dan tidak berakibat halalnya perempuan
tersebut. Dan baginya, keinginan istri untuk menikah tahlil tidak
dipegangi, tetapi keinginan lelaki itulah yang dipegangi.
Imam Syafii dan Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah muhallil
dibolehkan, dan niat menikah itu tidak mempengaruhi sahnya. Pendapat
ini dikemukakan pula oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka
berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkab kehalalan istri
yang dicerai tiga kali.
Segolongan fuqaha lain berpendapat bahwa pernikahan muhallil itu
dibolehkan, tetapi syarat untuk menceraikan istri dan menyerahkan bagi
suami pertama adalah batal. Yakni bahwa syarat tersebut tidak
menyebabkab kehalalan istri yang dikawin tahlil. Pendapat ini
dikemukakan oleh Abi Laila dan diriwayatkan pula oleh Al-Tsaury.
8
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya
(suami istri).
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
5. Sunat, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan istrinya,
atau rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya (suami istri).8
8
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)., hal. 418
9
(1) Dalam hal rujuk dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat
Nikah daftar rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani
masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim
kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahinya, disertai surat-
surat keterangan yang diperlukan untuk dicatat dalam Buku
Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
(2) Pengiriman lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sesudah rujuk dilakukan.
(3) Apabila lembar pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua,
dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya.
9
Instruksi Presiden R.I Nomor 1 Tahun 1991. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
(Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama R.I, 2000)., hal. 77
10
E. Hikmah Rujuk
Rujuk merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, karena ada kalanya
seseorang menceraikan istrinya tapi kemudian menyesali tindakannya itu. Hal
ini disinggung oleh Allah SWT dalam firman-Nya, Kamu tidak tahu,
baragkali Allah menjadikan sesudah itu sesuatu yang baru. (QS. Ath-Thalaq
ayat 1).
Di saat itulah dibutuhkan kesempatan untuk mengembalikan hubungan
seperti semula. Jika tidak ada rujuk, maka dia tidak dapat menjalin kembali
hubungan tersebut karena bisa saja sang istri tidak bersedia untuk menikah
kembali dengannya, sedangkan dia sendiri tidak dapat menahan kesabaran
untuk bersua dengannya, sehingga bisa saja terjerumus dalam perbuatan zina.
Karena itulah syariat membenarkan adanya rujuk untuk memperbaiki
hubungan antara pasangan suami istri. Dan karena itu pula, syariat tidak
membenarkan wanita yang diceraikan untuk keluar dari rumah suaminya -
tidak seperti kenyataan yang terjadi saat ini karena masih ada harapan yang
sangat besar untuk kembalinya hubungan mereka seperti sediakala, setelah
hilangnya faktor yang memicu terjadinya talak tersebut.10
10
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Fiqih Sunah untuk Wanita. (Jakarta: Al-Itishom
Cahaya Umat, 2007)., hal. 774
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan rujuk ialah mengembalikan istri yang telak
ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi
karena dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami
karena berbagai alasan.
Sebagian ulama mensyaratkan adanya kesaksian dua orang saksi
sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah. Keharusan adanya saksi ini
bukan dilihat dari segi ruju itu memulai nikah atau melanjutkan nikah, tetapi
karena adanya perintah Allah untuk itu sebagaimana terdapat dalam surat al-
Thalaq ayat 2.
Hukum rujuk menurut Sulaiman Rasyid:
Wajib
HaramMakruh
Jaiz (boleh)
Sunat
B. Saran
Menikah merupakan suatu ibadah dan kebutuhan, sehingga dalam
pernikahan harus ada kesungguhan dan kesetiaan bersama. Talak merupakan
12
hal yang tidak disukai oleh Allah, sehingga syariat membenarkan adanya
rujuk agar pasangan suami istri dapat kembali lagi. Oleh karena itu suami istri
hendaknya saling menjaga keharmonisan dalam rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Fiqih Sunah untuk Wanita. Jakarta: Al-
Itishom Cahaya Umat, 2007
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2013
13