You are on page 1of 16

MAKALAH FIQIH MUNAKAHAT

R U J U K

Dosen Pengampu :
Siti Zulaikha, S.Ag., MH
Ryan Erwin Hidayat, M.H.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 12:

1. RESSA FELINDA 1502090172


2. SITI EKA WAHYUNI 1502090178
3. SITI NASRIVAH 1502090095

JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
KELAS B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


STAIN JURAI SIWO METRO
TAHUN 1438 H / 2016 M

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-NYA sehingga saya dapat menyusun makalah Fiqih
Munakahat yang berjudul Syarat dan Rukun Pernikahan. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ryan Erwin Hidayat, M.H.I yang telah member
kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini dan membantu kami dalam
penyelesaiannya. Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahat.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dan sebagai
umpan balik yang positif demi perbaikan di masa mendatang. Harapan kami
semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khusunya
di bidang Fiqih.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Metro, 11 Oktober 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3


A. Pengertian Rujuk ............................................................................... 3
B. Syarat dan Rukun Rujuk ................................................................... 4
C. Hukum Rujuk .................................................................................... 6
D. Tata Cara Rujuk ................................................................................ 9
E. Hikmah Rujuk ................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 12


A. Kesimpulan ....................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, tidak sedikit
ternyata harapan dan cita-cita perkawinan kandas ditengah jalan. Padahal
Perkara halal sangat dibenci oleh Allah adalah talaq . Begitulah hadist rasul.
Kendati demikian walau ada ungkapan seperti itu ternyata banyak juga
kehidupan berkeluarga yang mengalami perceraian.
Zaman sekarang perceraian semakin meningkat dengan tajam.
Penyebabnya bermacam-macam diantaranya dengan kata talak, lian, fasakh,
khuluk dan lainnya. Setelah jatuh talak maka perempuan akan mendapatkan
masa iddah, dan dimasa iddahlah suami dapat merujuk kembali istri jika ingin
kembali hidup bersama lagi.
Dalam perkara rujuk tidak semua orang sudah dapat memahami prosedur
dalam rujuk. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk membuat makalah
dengan judul Rujuk dalam Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Fikih Munakahat. Dalam perkara rujuk tidak semua
orang sudah dapat memahami prosedur dalam rujuk. Hal inilah yang
membuat saya tertarik untuk membuat makalah dengan judul Rujuk dalam
Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih
Munakahat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah dipaparkan
sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan rujuk?
2. Apa saja syarat dan rukun rujuk?

1
3. Apa hukum dari rujuk?
4. Bagaimana tata cara rujuk?
5. Apakah hikmah dari rujuk?

C. Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian rujuk.
2. Mengetahui syarat dan rukun rujuk.
3. Mengetahui hukum rujuk.
4. Mengetahui tata cara rujuk.
5. Mengetahui hikmah rujuk.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rujuk
Secara lughawi ruju atau rajah berarti kembali. Sedangkan definisinya
menurut al-Mahalli ialah kembali ke dalam hubungan perkawinan dari cerai
yang bukan bain, selama dalam masa iddah.1
Sebagaimana perkawinan itu adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh
agama, maka ruju setelah terjadinya perceraian pun merupakan suruhan
agama. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat al-Baqarah ayat
231:





Artinya: Dan apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).

Yang dimaksud dengan rujuk ialah mengembalikan istri yang telak ditalak
pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi karena
dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami karena
berbagai alasan. Perceraian sendiri ada tiga cara, antara lain adalah:
1. Talak tiga, dinamakan bain kubra. Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan
tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila
perempuan itu sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur,
sudah diceraikan, dan sudah habis pula iddah-nya, barulah suami yang
pertama boleh menikahinya kembali.

1
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta: Kencana, 2010)., hal. 145

3
2. Talak tebus, dinamakan pula bain sugra. Dalam talak ini suami tidak
sah rujuk lagi, tetapi boleh menikah kembali, baik dalam iddah ataupun
sesudah habis iddahnya.
3. Talak satu atau talak dua, dinamakan talak raji, artinya si suami boleh
rujuk (kembali) kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah.2

B. Rukun dan Syarat Rujuk


Unsur yang menjadi rukun dan syarat-syarat untuk setiap rukun itu adalah
sebagai berikut:3
1. Laki-laki yang meruju istrinya mestilah seorang yang mampu
melaksanakan pernikahan dengan sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat
akalnya.
2. Perempuan yang dirujuki adalah perempuan yang telah dinikahinya dan
kemudian diceraikannya tidak dalam bentuk cerai tebus (khulu) dan tidak
pula dalam talak tiga, sedabgka dia telah digauli selama dalam
perkawinan itu dan masih berada dalam masa idah.

3. Ada ucapan ruju yang diucapakan oleh laki-laki. Karena ruju itu bukan
memulai nikah, tetapi hanya sekedar melanjutkan pernikahan. Ucapan
ruju itu menggunakan lafaz yang jelas untuk ruju.

Sebagian ulama mensyaratkan adanya kesaksian dua orang saksi


sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah. Keharusan adanya saksi ini
bukan dilihat dari segi ruju itu memulai nikah atau melanjutkan nikah, tetapi
karena adanya perintah Allah untuk itu sebagaimana terdapat dalam surat al-
Thalaq ayat 2



2
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)., hal. 418
3
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta: Kencana, 2010)., hal. 145

4


Artinya: apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.

Berdasarkan pendapat yang mensyaratkan adanya saksi dalam ruju itu,


maka ucapan ruju tidak boleh menggunakan lafaz kinayah, karena
penggunaan lafaz kinayah memerlukan adanya niat, sedangkan saksi yang
hadir tidak akan tahu niat dalam hati itu.4
Pendapat lain yang berlaku di kalangan jumhur ulama, ruju itu tidak perlu
dipersaksikan, karena ruju itu hanyalah melanjutkan perkawinan yang telah
terputus dan bukan memulai nikah baru. Perintah Allah dalam ayat tersebut di
atas bukanlah untuk wajib. Berdasarkan pendapat ini, boleh saja ruju dengan
menggunakan lafaz kinayah karena saksi yang perlu mendengarnya tidak ada.

Kemudian, yang menjadi rukun dalam melaksanakan rujuk antara lain


adalah:
1. Istri, keadaan disyaratkan:
a. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak,
terus putus pertalian antara keduanya.
b. Istri yang tertentu. Kalau suami yang menalak beberapa istrinya,
kemudian ia ruju kepada salah seorang dari mereka dengan tidak
ditentukan siapa yang dirujukkan, rujuknya itu tidak sah.
2. Suami. Rujuk itu dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri artinya
bukan dipaksa.
3. Saksi. Para ulama berselisih paham, apakah saksi itu wajib menjadi rukun
atau sunnat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain
mengatakan tidak wajib, melainkan sunat.
4. Sighat (lafadz). Sighat ada dua, yaitu:

4
Ibid., hal. 146

5
a. Terang-terangan, misalnya dikatakan, Saya kembali kepada istri
saya, atau Saya rujuk kepadamu.
b. Melalui sindiran, misalnya Saya pegang engkau, atau menikah
engkau, dan sebagainya.
c. Dengan perbuatan: Ada ikhtilaf di kalangan ulama atas hukum rujuk
dengan perbuatan.5

C. Hukum Rujuk
Ibnu Rusyd membagi hukum ruju kepada dua: hukum ruju pada talak
raji dan hukum ruju pada talak bain.
1. Hukum Ruju pada Talak Raji
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak
meruju istri pada talak raji, selama istri masih berada dalam masa iddah,
tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, berdasarkan firman Allah:


Artinya: Dan suami-suami mereka lebih berhak meruju mereka (istri-
istri) dalam masa menanti (Iddah) itu. (QS. al-Baqarah: 228)

Fuqaha juga sependapat bahwa sesudah terjadinya pergaulan (campur)


terhadap istri merupakan syarat talak raji. Namun mereka berbeda
pendapat tentang saksi, apakah menjadi syarat sahnya ruju atau tidak, dan
mereka juga berbeda pendapat, apakah ruju dapat disahkan dengan
pergaulan (campur).6
Talak yang pernah dilakukan oleh Bapak Suwadi kepada istrinya
merupakan talak raji dan bukanlah talak tiga. Dengan dalil yang ada yaitu
QS al-Baqarah ayat 228, maka Bapak Suwadi berhak mengajukan rujuk
kepada istri yang pernak ditalak dengan kemauan sendiri, karena sudah
pernah dicampuri karena memiliki anak tiga. Hal yang tidak mereka
lakukan saat rujuk hanyalah tidak mendatangkan saksi.

5
Beni Ahmad Saebani. Fiqh Munakahat. (Bandung: Pustaka Setia, 2001)., hal. 102
6
Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana, 2003)., hal. 290

6
Mengenai saksi, Imam Malik berpendapat bahwa adanya saksi dalam
meruju disunnatkan, sedangkan Imam Syafii berpendapat, hal itu wajib.
Perbedaan pendapat antara Imam Malik dan Imam Abu Hanifah
disebabkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ruju itu
mengakibatkan halalnya penggaulan, karena dipersamakan dengan istri
yang terkena ila (sumpah tidak akan menggauli istri) dan istri yang
terkena zhihar (pengharaman istri untuk dirinya), di samping karena hak
milik atas istri belum terlepas daripadanya, dan oleh karena itu terdapat
hubungan saling mewarisi antara keduanya. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa menggauli istri yang tertalak raji adalah haram,
sehingga suami merujunya. Oleh karena itu diperlukan niat.

2. Hukum Ruju pada Talak Bain


Talak bain kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak yang kurang
dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan
lagi, dan pada istri yang menerima khulu dengan terdapat perbedaan
pendapat di dalamnya. Dan masih diperselisihkan pula, apakah khulu
dapat terjadi tanpa harta pengganti.
Hukum ruju setelah talak tersebut (talak bain) sama dengan nikah
baru, yakni tentang persyaratan adanya mahar, wali dan persetujuan.
Hanya saja jumhur fuqaha berpendapat bahwa untuk perkawinan ini tidak
dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.
Hukum ruju pada talak bain dapat dirinci menjadi dua:7
a. Talak bain karena talak tiga kali
Mengenai istri yang ditalak tiga kali, para ulama mengatakan
bahwa ia tidak halal lagi bagi suaminya yang pertama, keuali sesudah
digauli (oleh suami lain) berdasarkan hadis Rifaah bin Samaual:
Sesungguhnya Rifaah menceraikan istrinya, Tamimah binti Wahb
pada masa Rasulullah SAW tiga kali, maka Tamimah kawin dengan
Abdurrahman bin Zubeir. Kemudian Abdurrahman berpaling

7
Ibid., hal. 293

7
daripadanya tanpa dapat menggaulinya, lalu ia pun menceraikannya.
Maka Rifaah (suaminya yang pertama) bermaksud hendak
mengawininya dan berkata: Tamimah tidak halal bagimu sehingga ia
merasakan madu (berjima dengan suami lain).

b. Nikah muhallil
Dalam kaitan ini fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah
muhallil. Yakni jika seorang lelaki mengawini seorang perempuan
dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang
pertama.
Imam Malik berpendapat bahwa nikah tersebut rusak dan harus
difasakh, baik sesudah maupun sebelum terjadi pergaulan. Demikian
pula syarat tersebut rusak dan tidak berakibat halalnya perempuan
tersebut. Dan baginya, keinginan istri untuk menikah tahlil tidak
dipegangi, tetapi keinginan lelaki itulah yang dipegangi.
Imam Syafii dan Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah muhallil
dibolehkan, dan niat menikah itu tidak mempengaruhi sahnya. Pendapat
ini dikemukakan pula oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka
berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkab kehalalan istri
yang dicerai tiga kali.
Segolongan fuqaha lain berpendapat bahwa pernikahan muhallil itu
dibolehkan, tetapi syarat untuk menceraikan istri dan menyerahkan bagi
suami pertama adalah batal. Yakni bahwa syarat tersebut tidak
menyebabkab kehalalan istri yang dikawin tahlil. Pendapat ini
dikemukakan oleh Abi Laila dan diriwayatkan pula oleh Al-Tsaury.

Sedangkan Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqh Islam


mengkategorikan hukum rujuk menjadi:
1. Wajib, terhadap suami yang menalak salah seorang istrinya sebelum dia
sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
2. Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si istri.

8
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya
(suami istri).
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
5. Sunat, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan istrinya,
atau rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya (suami istri).8

D. Tata Cara Rujuk


Pelaksanaan rujuk berbeda dengan pelaksanaan pernikahan, karena rujuk
itu bersifat kembali. Tata cara pelaksanaan rujuk diatur oleh negara dalam
kitab kompilasi hukum Islam di Indonesia, yaitu terdapat dalam:
1. Pasal 167 ayat ke:
(1) Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke
Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang
mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa penetapan
tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.
(2) Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri di hadapan Pegawai Pencatat
Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
(3) Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah
memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu
memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hukum munakahat, apakah
rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam iddah talak raji, apakah
perempuan yang akan dirujuk itu adalah istrinya.
(4) Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran
Rujuk.
(5) Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah menasehati suami istri tentang hukum-hukum
dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk.

2. Pasal 168 ayat ke:

8
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)., hal. 418

9
(1) Dalam hal rujuk dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat
Nikah daftar rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani
masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim
kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahinya, disertai surat-
surat keterangan yang diperlukan untuk dicatat dalam Buku
Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
(2) Pengiriman lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sesudah rujuk dilakukan.
(3) Apabila lembar pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua,
dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya.

3. Pasal 169 ayat ke:


(1) Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya
rujuk dan mengirimkannya kepada Pengadilan Agama di tempat
berlangsungnya talak yang bersangkutan, dan kepada suami dan istri
masing-masing diberikan Kutipan Buku Pendafaran Rujuk menurut
contoh yang ditetapkan oleh Menteri Agama.
(2) Suami istri atau kuasanya dengan membawa Kutpan Buku Pendaftaran
Rujuk tersebut datang ke Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya
talak dahulu untuk mengurus dan mengambil Kutipan Akta Nikah
masing-masing yang bersangkutan setelah diberi catatan oleh
Pengadilan Agama dalam ruang yang telah tersedia pada Kutipan Akta
Nikah tersebut, bahwa yang bersangkutan benar telah rujuk.
(3) Catatan yang dimaksud ayat (2) berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal
rujuk diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk
dan tanda tangan Panitera.9

9
Instruksi Presiden R.I Nomor 1 Tahun 1991. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
(Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama R.I, 2000)., hal. 77

10
E. Hikmah Rujuk
Rujuk merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, karena ada kalanya
seseorang menceraikan istrinya tapi kemudian menyesali tindakannya itu. Hal
ini disinggung oleh Allah SWT dalam firman-Nya, Kamu tidak tahu,
baragkali Allah menjadikan sesudah itu sesuatu yang baru. (QS. Ath-Thalaq
ayat 1).
Di saat itulah dibutuhkan kesempatan untuk mengembalikan hubungan
seperti semula. Jika tidak ada rujuk, maka dia tidak dapat menjalin kembali
hubungan tersebut karena bisa saja sang istri tidak bersedia untuk menikah
kembali dengannya, sedangkan dia sendiri tidak dapat menahan kesabaran
untuk bersua dengannya, sehingga bisa saja terjerumus dalam perbuatan zina.
Karena itulah syariat membenarkan adanya rujuk untuk memperbaiki
hubungan antara pasangan suami istri. Dan karena itu pula, syariat tidak
membenarkan wanita yang diceraikan untuk keluar dari rumah suaminya -
tidak seperti kenyataan yang terjadi saat ini karena masih ada harapan yang
sangat besar untuk kembalinya hubungan mereka seperti sediakala, setelah
hilangnya faktor yang memicu terjadinya talak tersebut.10

10
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Fiqih Sunah untuk Wanita. (Jakarta: Al-Itishom
Cahaya Umat, 2007)., hal. 774

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan rujuk ialah mengembalikan istri yang telak
ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi
karena dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami
karena berbagai alasan.
Sebagian ulama mensyaratkan adanya kesaksian dua orang saksi
sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah. Keharusan adanya saksi ini
bukan dilihat dari segi ruju itu memulai nikah atau melanjutkan nikah, tetapi
karena adanya perintah Allah untuk itu sebagaimana terdapat dalam surat al-
Thalaq ayat 2.
Hukum rujuk menurut Sulaiman Rasyid:
Wajib
HaramMakruh
Jaiz (boleh)
Sunat

Syariat membenarkan adanya rujuk untuk memperbaiki hubungan antara


pasangan suami istri. Dan karena itu pula, syariat tidak membenarkan wanita
yang diceraikan untuk keluar dari rumah suaminya - tidak seperti kenyataan
yang terjadi saat ini karena masih ada harapan yang sangat besar untuk
kembalinya hubungan mereka seperti sediakala

B. Saran
Menikah merupakan suatu ibadah dan kebutuhan, sehingga dalam
pernikahan harus ada kesungguhan dan kesetiaan bersama. Talak merupakan

12
hal yang tidak disukai oleh Allah, sehingga syariat membenarkan adanya
rujuk agar pasangan suami istri dapat kembali lagi. Oleh karena itu suami istri
hendaknya saling menjaga keharmonisan dalam rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2003

Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Fiqih Sunah untuk Wanita. Jakarta: Al-
Itishom Cahaya Umat, 2007

Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2010

Beni Ahmad Saebani. Fiqh Munakahat. Bandung: Pustaka Setia, 2001

Instruksi Presiden R.I Nomor 1 Tahun 1991. Kompilasi Hukum Islam di


Indonesia. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama R.I,
2000

Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2013

13

You might also like