Professional Documents
Culture Documents
Artinya: seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
Muqaddimah
Akidah bagi setiap muslim merupakan salah satu aspek ajaran Islam yang wajib diyakini. Dalam
al-Quran akidah disebut dengan al-Iman (percaya) yang sering digandengkan dengan al-Amal
(perbuatan baik) tampaknya kedua unsur ini menggambarkan suatu integritas dalam ajaran
Islam.
Dasar-dasar akidah Islam telah dijelaskan Nabi Muhammad Saw melalui pewahyuan al-Quran
dan kumpulan sabdanya untuk umat manusia generasi muslim awal binaan Rasullullah Saw
telah meyakini dan menghayati akidah ini meski belum diformulasikan sebagai suatu ilmu
lantaran rumusan tersebut belum diperlukan.
Pada periode selanjutnya, persoalan akidah secara ilmiah dirumuskan oleh sarjana muslim yang
dikenal dengan nama mutakallimun, hasil rumusan mutakallimun itu disebut kalam, secara
harfiah disebut sabda Tuhan ilmu kalam berarti pembahasan tentang kalam Tuhan (al-Quran)
jika kalam diartikan dengan kata manusia itu lantaran manusia sering bersilat lidah dan
berdebat dengan kata-kata untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
1.Aliran Mutazilah
Aliran Mutazilah muncul ketika ada seorang tabiin yang datang kepada kelompok Hasan al-
Bashri yang menanyakan tentang hakikat orang yang berdosa besar, Ketika Hasan Al Basri
masih berfikir, Watsil bin Atho mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: Saya
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan lah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi
mengambil posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak pula kafir. Kemudian ia berdiri
dan menjauhkan diri dari Hasan Al Basri, lalu ia pergi ke tempat lain di mesjid, disana ia
mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan Al Basri mengatakan: Watsil bin
Atho menjauhkan diri dari dari kita (itazala anna). Dengan demikian ia serta teman-temannya,
kata al-Syahrastani, disebut kaum Mutazilah.
Aliran Mutazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak Rasional, berpendapat bahwa perbuatan
Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa tuhan
tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk. Tuhan
tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di
dalam al-Quran pun jelas dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat-ayat al-Quran
yang dijadikan dalil oleh Mutazilah untuk mendukung pendapatnya diatas adalah surat al-
Anbiyaa (21):23 dan surat ar-Rum (30) : 8.
Qadi Abd al-Jabar, seorang tokoh Mutazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi
petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat baik dan yang Maha suci dari perbuatan buruk. Dengan
demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang dikenal baik,
apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu ditanya mengapa ia melakukan perbuatan baik
itu adapun ayat yang kedua, menurut al-Jabar mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak
pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, pernyataan bahwa ia
menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau
merupakan berita bohong.
Aliran Mutazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena
itu, Mutazilah menganut faham Qadariyah atau free wil.l Menurut tokoh Mutazilah manusia
yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Mutazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya
juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya
perbuatan. Jadi Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.
Aliran Mutazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan. Menurut mereka bagaimana mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang
menentukannya.
Aliran Mutazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai
pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.
Perbuatan Tuhan Menurut Mutazilah ?
Sebagai sosok pencipta, Tuhan melaksanakan segala kehendaknya , Tuhan pasti melakukan
berbagai perbuatan, perbuatan Tuhan telah dijelaskan oleh berbagai golongan tertentu didalam
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan mutlak dan keadilan Tuhan kaum Mutazilah
kewajiban itu dapat disimpulkan dalam satu kewajiban, yaitu kewajiban berbuat baik bagi
manusia.
Dalam paham ini termasuklah kewajiban-kewajban seperti kewajiban Tuhan menepati janji-
janjinya, kewajiban Tuhan mengirim Rasul untuk memberi petunjuk kepada manusia, kewajiban
Tuhan memberi rezeki kepada manusia dan sebagainya. Paham bahwa Tuhan mempunyai
kewajiban-kewajiban itu timbul sebagai akibat dari konsep kaum Mutazilah tentang keadilan
Tuhan dan adanya batasan-batasan kehendak mutlak Tuhan. Bahwa kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan itu dibatasi oleh sifat keadilan Tuhan sendiri. Karena itu Tuhan tidak bisa lagi
berbuat menurut kehendaknya sendiri menyalahi prinsip keadilan yang telah ditetapkan oleh
Tuhan sendiri. Tuhan sudah terikat pada janji-janjidan nilai-nilah keadilan, Tuhan melanggarnya,
Dalam kalangan Mutazilah dikenal satu paham ilmu kalam yang mereka sebut dengan al-shalah
atau berbuat baik dan terbik bagi manusia. Hal ini memang merupakan salah satu keyakinan
bahkan yang terbaik untuk kepentingan manusia. Keadilan erat sekali hubungannya dengan
hak. Sebab adil itu berarti memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya. Disamping
itu menurut kaum Mutazilah, keadilan itu harus dapat diterima secara rasional. Tuhan
memberikan pahala kepada seseorang sesuai dengan kebaikan yang dilakukannya, dan
menghukum seseorang sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya, itu termasuk keadilan yang
sesuai dengan pemikiran yang rasional. Karena itu Abdul Jabbar mengatakan: Kata-kata Tuhan
tidak adil, mengandung arti bahwa segala perbuatannya adalah buruk, dan Tuhan tidak mungkin
Artinya : yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang
Menurut Abd Jabbar, ayat ini mengandung dua arti. Pertama: ahsana berarti berbuat baik
dan dengan demikian semua perbuatan Tuhan merupakan kebajikan kepada manusia, dan ini
tidak mungkin, karena diantara perbuatan-perbuatan Tuhan ada yang merupakan kebajikan,
seperti siksaan yang diberikan Tuhan adalah baik. Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah
jahat.
Juga dimajukan ayat-ayat yang mengatakan bahwa manusia akan mendapat balasan atas
perbuatannya seperti:
Artinya : seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa
Sekiranya perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan dan bukan perbuatan manusia, pemberian
balasan dari Tuhan atas perbuatan manusia, seperti disebutkan dalam ayat ini,tidak ada artinya.
Agar ayat ini tidak mengandung dusta, demikian Abd Jabbar mengatakan, perbuatan-perbuatan
3.Sifat-sifat Tuhan
Mutazilah yang memahami dan membahas persoalan ini dengan berpendapat bahwa Tuhan
tidak mempunyai sifat. Mereka berargumen jika Tuhan mempunyai sifat, sifat itu mesti kekal
seperti halnya dengan dzat Tuhan. Namun jika demikian maka yang bersifat kekal bukanlah satu
lagi, tetapi banyak. Jika Tuhan itu mempunyai sifat-sifat maka akan menyebabkan paham banyak
yang kekal (Taaduddul qudama) yang selanjutnya menyebabkan sifat syirik atau polytheisme
Jadi menurut Mutazilah Tuhan itu Esa, tidak mempunyai sifat-sifat sebagaimana pendapat
golongan lain.apa yang dipandang sebagai sifat dalam pendapat golongan, bagi Mutazailah
Untuk menyucikan keesaan Tuhan, golongan Mutazilah menafikan sifat-sifat bagi Tuhan.
Dengan cara demikian, golongan Mutazilah mengklaim dirinya sebagai golongan Ahlut Tauhid
Sedangkan Mutazilah berpendapat bahwa mereka yang mengatakan bahwa orang yang
berbuat dosa besar ini tidak mukmin dan tidak juga kafir, tetapi ia berada pada tingkatan
yang ada diantara keduanya. Namun demikian, apabila ia keluar dari dunia tanpa tanpa bertaubat
5.Pengiriman Rasul-rasul
Bagi kaum Mutazilah, yang mempunyai kepercayaan, bahwa segala pengetahuan dapat
diperoleh dengan perantaraan akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran
yang mendalam. Dengan akal manusia dapat mengetahui tentang adanya Tuhan, dan dengan akal
manusia dapat mengetahui tentang mana yang baik dan mana yang buruk, karena itumenusia
Menurut kaum Mutazilah, pengiriman Rasul-rasul itu tidak begitu penting, sebab wahyu yang
dibawa oleh para Rasul itu hanya berfungsi untuk memperkuat atau menyempurnakan apa-apa
yang telh diketahui manusia oleh akalnya. Tanpa Rasul manusia dapat mengetahui tentang
hukum dan sifat-sifat Tuhan. Orang yang tidak mengetahui tentang hal-hal berarti tidak
berterima kasih kepada Tuhan, dan akan mendapat hukuman dari Tuhan.
Bagi kaum Asyariyah pengiriman Rasul itu sangat penting, karena mereka banyak bergantung
kepada wahyu untuk mengetahui Tuhan dan alam ghaib, bahkan juga untuk mengetahui hal-hal
yang bersangkutan dengan hidup keduniaan manusia. Bagi merekalah seharusnya pengiriman
Rasul-rasul mempunyai sifat wajib. Tetapi sebagaimana telah disebutkan, kaum Mutazilah
berpendapat bahwa pengiriman Rasul-rasul kepada manusia menjadi salah satu kewajiban
Tuhan. Argument yang dimajukan kaum Mutazilah untuk ini adalah keadaan akal tidak dapat
mengetahui segala apa yang harus diketahui manusia tentang Tuhan dan alam ghaib. Oleh karena
Tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia, wajiblah bagi Tuhan mengirimkan
Rasul kepada umat manusia. Tanpa pengiriman Rasul, manusia tidak dapat memperoleh hidup
baik dan terbaik, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Argument inilah yang dipakai dalam
Syarh al-Usulul Khamsah untuk menyongkong pendapat mereka tentang sifat wajibnya
ancaman (al-wad wa al-waid). Sebagamana diketahui, janji dan ancaman merupakan salah satu
dari lima dasar kepercayaan kaum Mutazilah. Hal ini erat hubungannya dengan dasar kedua,
yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil, jika ia tidak menepati janji untuk memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik, dan jika tidak menjalankan ancaman untuk memberikan
hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Juga, menurut Abd al-Jabbar, hal ini akan membuat
Tuhan mempunyai sifat berdusta. Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak
menjalankan ancaman, bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu
PERBUATAN MANUSIA ?
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok
Jabariyah dan kelompok Qadariyah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan lebih
mendalam oleh aliran Mutazilah, Asyiariyah dan Maturidiyah.
Akar dari permasalahan perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam
semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat Maha kuasa dan mempunyai
kehendak yang bersifat mutlak. Maka di sini timbullah pertanyaan, sampai di manakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam menentukan
perjalanan hidup?, dan apakah manusia terikat seluruhnya kepada kehendak dan kekuasaan
mutlak Tuhan?.
Aliran Mutazilah
Aliran Mutazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena
itu, Mutazilah menganut faham Qadariyah atau free wil.l Menurut tokoh Mutazilah manusia
yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Mutazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya
juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya
perbuatan. Jadi Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.
Aliran Mutazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan
perbuatan. Menurut mereka bagaimana mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya
yang menentukannya.
Aliran Mutazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai
pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.
DAFTAR PUSTAKA
1.Rozak, Abdul,. Ilmu Kalam, (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2006)
2.Sarjoni, ILMU KALAM Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia,
(Online) 2010. (http://sarjoni.wordpress.com/2010/01/01/ilmu-kalam-perbandingan-antar-aliran-
perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia/., diakses tanggal 19 April 2010)
3.Ahmad, Mohammad. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Media. 1998.
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Media. 2011.
http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/perbuatan-manusia-menurut-aliran.html
http://romipermadi.blogspot.com/2011/04/perbuatan-manusia-menurut-beberapa.html
Jakarta 11/12/2014