You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Filsafat abad modern memberikan dasar-dasar yang kokoh terhadap timbulnya filsafat
analitika bahasa. Peran rasio, indra, dan intuisi manusia sangat menentukan dalam
pengenalan pengetahuan manusia. Oleh karena itu aliran rasionalisme, empirisme,
imateralisme dan kritisme emanuel kant menjadi sangat penting sekali terhadap
timbulnya filsafat analitika bahasa.

Para ahli filsafat mengakui bahwa


filsafat bahasa itu sulit ditentukan batasan pengertiannya terutama filsafat analitika
bahasa, karena dasar-dasar filosofinya yang cukup rumit, padat dan sangat beragam.
Filsafat analitika bahasa memiliki dimensi yang sangat luas dan meliputi bergai
bidang. Pemilihan filsafat analitika bahasa ini memang sulit ditentukan ber dasarkan
priodesasi maupun wilayah karena aliran-aliran filsafat analitika memiliki keterkaitan
pengaruh antar tokoh satu dengan yang lainya, antaraaliran satu dengan lainya. Oleh
karena itu untuk mempermudah pemahaman kita tentang perkembangan filsafat
analitika bahasa, pengertian berdasarkan aliran merupakan suatu pilihan yang tepat.

B. Rumusan masalah
1. Apa maksud dari filsafat sebagai analisa bahasa?
2. Bagaimana perkembangan filsafat analitika bahasa?
3. Bagaimana pemikiran tokoh tentang filsafat analitika bahasa?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui filsafat sebagai analitika bahsa.
2. Untuk mengetahui perkembangan filsafat bahasa.
3. Untuk mengetahui pemikiran tokoh tentang filsafat analitika bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat sebagai analisa bahasa


Bahasa adalah alat yang paling utama bagi filosof serta merupakan media untuk
analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahsa sangat sensitif terhadap kekaburan serta
kelemahan-kelemahan lainya. Hal ini terutama dengan timbulnya aliran filsafat
analitika bahasa yang memandang bahwa problem-problem filosofis akan menjadi
terjelaskan manakala menggunakan analisis terminologi gramatika bahasa. Bahkan
kalangan filosof analitika bahasa menyadari bahwa banyak ungkapan-ungkapan
filsafat yang sama sekali menjelaskan apa-apa. Berdasarkan hal tersebut maka banyak
kalangan filsuf terutama para tokoh filsafat analitika bahasa menyatakan bahwa tugas
utama filsafat adalah anakisis konsep-konsep. Banyak filsu yang menengahkan
konsepnya melalui analisis bahasa, misalnya apkah kebenaran itu , apa yang
dimaksud dengan kebenaran ?, dan lain sebagainya. Kegistsn semacam itu merupakan
suatu permulaan dari suatu usaha pokok filsafat untuk mendapatkan kebenaran yang
hakiki tentang degala sesuatu termasuk manusia senderi.

Dalam pandangan beberapa filosof analitik, analisis linguistic merupakan satu-satunya


kreatifitas yang sah. Namun demikian, mereka (para filosof analitik) tidak sepaham
beberapa persoalan filsafat seperti mengenai determinisme, metafisika, behaviorisme
dan bahkan beberapa keyakinan agama. Akan tetapi dalam pekembangan selanjutnya
mereka meninggalkan seluruh proposisi metafisika yang di anggapnya sebagai sesuatu
yang tidak mengandung arti.
Namun demikian kegiatan para filsuf semacam itu dianggap tidak mencukupi karena
atidak didukung dengan pengamata dan pembuktian yang memadai untuk
mendapatkan kesimpulan yang adekuat. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan
yang fundamental tentang hakikat segala sesuaatu para filusuf berupaya berupaya
memberikan suatu argumentasi yang didukung dengan analisis bahasa yang
memenuhi sarat-sarat logis. Untuk itu terdapat tiga cara untuk memformulasikan
probkema filsafat secar analitis misalnya masalah sebab akibat. Kebenaran,
pengetahuan ataupun kewajiban moral, misalnya tentang hakikat pengetehuan
sebagaiberikut:
1) Menyelidiki pengetahuan itu.
2) Menyelidiki analisis pengetahuan itu.
3) Mebuat eksplisit kebenaran pengetehuan itu.
Untuk pemecahan yang pertama mustahil dapt dilaksanakan karena seakan-akan
filsafat itu mencari dan meneliti sesuatu kebenaran sesuatu yang disebut pengetahuan
yang berada bebas dari pikiran manusia.
Untuk yang kedua itu juga menyesatkan karena seakan-akan filsafat itu memeriksa,
meneliti dan mengamati sesuaatu yang dissebut pengetahuan. Kemuadian menentukan
bagian-bagiannya. Menentukan hubungan-hubunganya hingga menjadi suatu konsep
yang disebut pengetahuan.
Mungkin yang ketiga sebagai alteernataif yang layak dilakukan oleh filsafat, yaitu
tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep. Dengan demikian tugas filsafat
sebagai analisis konsep-konsep tersebut senantiasa melalui bahasa. Filsafat sebagai
analisis konsep-konsep tersebut senantiasa berkaitan dengan bahasa yang berkaitan
dengan makna (semantik) dan tidak turut campur dalam bahasa itu sendiri.
Problem yang muncul yang berkaitan dengan filsafat sebagai analisa konsep-konsep
yaitu kekurangan dan keterbatasan bahasa sebagaimana dihadapi oleh disiplin ilmu-
ilmu lainya.
Kedudukan filsafat sebagai analisa konsep-konsep dan mengingat peranan bahasa
yang mengingat sentral dalam mengungkapkan secara verbal pandangan-pandanga
dan pemikiran para filosofis maksa timbullah suatu masalah yaitu keterbatasan bahasa
sehari-hari yang masalah tertentu tidak mampu mengungkapkan konsep filosofis.
B. Perkembangan filsafat analitika bahasa
Analitika bahasa adalah metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan,
menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Menguraikan dan
menguji kebenaran hanya mungkin dilakukan lewat bahasa karene bahsa memiliki
fungsi kognitif. Secara historis tradisi ini sebenarnya telah berkembang sejak lama
bahkan berkembang sejak zaman pra Sokrates. Namun istilah ini mulai dikenal dan
berkembang pada abad XX hususnya di Ingris dan di Eropa umunya.
Para ahli membagi filsafatanalitika ini kedalam tiga aliran yaitu:
1. Atomisme logis
Aliran ini mulai berkembang pada awal abad XX di Inggris dan aliran ini sangat
dipengaruhi oleh aliran-aliran sebelumnya yaitu rasionalisme dan empirisme. Selain
itu aliran ini berkembang sebagai reaksi ketidak puasan adas aliran idealisme yang
pada saat itu menguasai tradisi pemikiran di Inggris.
Tokoh dari atomisme logis adalah Russel dan Wittgenstein . Nama aliran atomisme
logis dikemukakan oleh Betrand Russel dalam mengemukakan konsep filosofisnya
yang diberi nama atomisme logis,. Ia mengatakan : Saya menganggap bahwa logika
itu adalah apa yang fundamental didalam filsafat, dan bahwa aliran-aliran itu
seharusnya diwarnai oleh logikanya daripada oleh metafisikanya. Logika saya sendiri
bersifat atomis. Dan aspek inilah yang ingin saya tekankan. Oleh karena itu saya lebih
suka menyebut filsafat saya dengan nama atomisme logis daripada realisme baik
dengan atau tanpa awalan kata sifat.
Nama atomisme logis yang dipilih oleh Betrand Russel menunjukkan adanya
pengaruh dari David Hume. Struktur pemikiran atomisme diilhami oleh konsep Hume
tentang susunan ide-ide dalam pengenalan manusia. Menurut Hume semua ide yang
kompleks itu terdiri atas ide-ide yang sederhana atau ide yang atomis yang merupakan
ide yang terkecil. Hume percaya bahwa filsuf itu hendaknya melaksanakan analisis
psikologis terhadap ide. Dalam kaitan ide Betrand Russel menolak atomisme
psikologisnya David Hume dan analisis itu bukannya pada aspek psikologis namun
dilakukan terhadap proposi-proposi. Atas dasar alasan inilah Betran Russel memilih
nama atomisme logis daripada realisme.
2. Positivisme logis atau empirisme logis
Aliran ini menyetujui tentang konsep-konsep atomisme logis, faham ini lazimnya
dikemangkan oleh para ilmuan bidang fisika, matematika, kimia, ilmu-ilmu alam dan
lain sebagainya, faham ini berpusat di Wina. Madzhab positivisme logis sangat besar
pengaruhnya di dunia terutama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan moderen
bahkan saat ini terutama di Indonesia sendiri.
3. Filsafat bahasa biasa
Aliran ini muncul setelah perang dunia ke II, yang dipelopori oleh Wittgenstein.
Filsafat bahasa ini memiliki bentuk yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan
aliran lainya dan mempunyai pengaruh yang sangat luas baik di Inggris, Jerman,
Prancis maupun di Amerika. Walaupun pengaruh tersebut tidak secara langsung
namun aliran filsafat tersebut secara ontologis memiliki kesamaan.
C. Filsafat Atomisme Logis Betrand Russel
Formulasi analisis Russel juga diilhami oleh konsep pemikiran teman akrabnya G.E.
More sebagai seorang filsuf perintis filsafat analitik. Russel dan Moore memang
sependapat bahwa tugas filsuf adalah memberikan analisis proposi-proposi. Namun
keduanya terdapat perbedaan. Moore berdasarkan analisisnya berdasarkan akal sehat,
sedangkan Russel mencari kebenaran melalui penggunaan analisis disertai dengan
sintesa logis. Moore beranggapan bahwa bahasa sehari-sehari kiranya telah memadai
untuk berfilsafat. Sedangkan menurut Russel bahasa sehari-hari itu tidak memadai
untuk bahasa filsafat karena banyak kelemahan antara lain kekaburan, makna ganda,
tergantung pada konteks dan lain sebagainya. Atas pendapat inilah maka Russel
membangun pemikirannya melalui bahasa yang berdasarkan formulasi logika. Hal ini
meyakinkan pada diri Russel bahwa tugas filsafat adalah analisis logis yang disertai
dengan sintesa logis.
Berdasarkan prinsip-prinsip pemikiran itulah Russel menekankan bahwa konsep
atomismenya tidak didasarkan pada metafisikanya melainkan lebih didasarkan pada
logikanya karena menurutnya logika adalah yang paling dasariah dalam filsafat,
sehingga pemikirannya dinamakan atomisme logis.
1. Formulasi Logika Bahasa.
Prinsip analisis yang diterapkan Russel dalam konsep atomisme logisnya memiliki
konsekuensi dirumuskannya ungkapan bahasa yang memiliki formulasi logis atau
dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan bahasa.
Menurut Russel ada suatu kalimat yang memiliki struktur gramitikal yang sama
namun berbeda dalam hal struktur logisnya. Misalnya kalimat Lions are yellow dan
Lions are real kedua kalimat itu memiliki struktur gramatikal yang sama namun
keduanya memiliki struktur logis yang tidak sama. Lions pada kalimat 1 dan 2
bersama-sama berfungsi sebagai subjek (S), adapun yellow dan Real pada kalimat 1
dan 2 bersama-sama merupakan predikat (P), jadi secara gramatikal memiliki struktur
logisnya tidak sama. Menurut Russel bahwa dua pengertian memiliki suatu
formulasilogis yang sama bilamana dua hal itu mengandung kesesuaian. Misalnya
Sokrates dan Aristoteles memiliki formulasi logis yang sama karena Sokrates adalah
filsuf dan Aristoteles adalah filsuf, sehingga keduanya memiliki formulasi logis yang
sama. saja, melainkan disukung oleh suatu fakta yaitu sintesa logis dari fakta. Dengan
memahami formulasi logis dari ungkapan maka kita dapat membedakan antara bentuk
logis gramatikal dari suatu ungkapan dengan bentuk logis dari semantiknya.
2. Prinsip Kesesuaian (Isomorfi).
Dasar utama yang ditekankan oleh Russel adalah analisis logis. Ia berpendapat bahwa
filsafat pertama-tama harus merupakan analisis logis bilamana hendak merupakan
filsafat yang bersifat ilmiah. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan pernyataan-
pernyataan yang tersusun menjadi suatu system yang menunjukkan kepada entitas
atau unsur pada realitas dunia.
Struktur logis bahasa menunjukkan suatu susunan yang terdiri atas satuan-satuan
bahasa yang mangacu pada suatu satuan entitas karena struktur logis bahasa
menunjukkan struktur logis dunia. Oleh karena itu nama diri logis adalah merupakan
suatu deskripsi minimal yang mengacu pada acuan tunggal atau referensi tunggal.
Adapun pembedaan referensi tunggal itu adalah sebagai berikut: 1.Nama diri:
Napoleon, Ciliwung 2. Kata-kata deiktik: kata-kata penunjuk: ini, itu (ruang dan
waktu) nanti, tadi (kata-kata ganti): aku, dia 3.Deskripsi penunggal: pemenang hadiah
Nobel, perintis kemerdekaan, pembela hak asasi
Menurut Russel analisis bahasa yang benar akan menghasilkan suatu pengetahuan
yang benar pula tentang hakikat realitas dunia. Formulasi logis bahasa yang memiliki
kesesuaian struktur dengan realitas dunia ini dikembangkan lebih lanjut oleh Russel
dalam pengertian proposi-proposi yang tersusun atas proposi atomis menjadi proposi
yang bersifat mejemuk atau kompleks.
3. Struktur proposisi
Dunia pada hakikatnya merupakan suatu keseluruhan fakta-fakta dan fakta-fakta
tersebut terungkapan melalui bahasa yang disebut proposisi. Hakikat keseluruhan
fakta-fakta yang merupakan dunia tersebut memiliki struktur logis dan oleh karena
berkesesuaian dengan bahasa maka struktur bahasa yang melukiskan dunia juga
memiliki struktur logis. Oleh karena itu hakekat fakta-fakta tadi terlukiskan melalui
proposisi. Fakta-fakta itu sendiri sebenarnya tidak dapat bersifat benar atau salah,
yang dapat diberikan kualifikasi benar atau salah adalah proposisi-proposisi yang
mengungkapkan fakta-fakta. Dengan perkataan lain proposisi merupakan simobol dan
bukan merupakan bagian dunia. Proposisi memiliki struktur yang memiliki atas
sejumlah kata, dan kata-kata itu menunjuk kepada suatu data inderawi (sense data)
dan unirversalia (universals) yaitu ciri-ciri atau relasi-relasi.
Menurut Betrand Russell terdapat juga pengertian proposisi molekuler misalnya
inilah putih, inilah merah dan menunjuk kepada fakta-fakta atomis. Namun perlu
diingat bahwa tidak terdapat pengertian fakta morekuler. Kebenaran atau
ketidakbenaran proposisi-proposisi morekuler tergantung pada kebenaran atau
ketidakbenaran proposisi atomis yang terdapat didalamnya. Jadi fakta-fakta atomis
menentukan benar atau tidaknya proposisi apapun juga (baik atomis maupun
molekuler).
Selain fakta atomis yang diungkapkan melalui proposisi atomis juga terdaat
pengertian fakta umum yang kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang secara
umum diketahui benar.
D. Filsafat Atomisme Logis Ludwig Wittgenstein
Filusuf kelahiran Wina Austria ini memiliki reputasi karya filsafat yang spesifik.
Tractacus Logico Philosophicus sebagai suatu karya besar di bidang filsafat. Uraian
dalam buku ini berupa uraian-uraian singkat, Makna yang tergantung dalam proposisi-
proposisi itu sangat padat, sehingga kadang-kadang karena padatnya makna yang
terkandung didalamnya menjadi kurang dapat dipahami.
1. Peranan Logika Bahasa
Wittgenstein sependapat dengan gurunya bahwa tugas utama filsafat adalah
memberikan analisis logis dan disertai dengan sintesa logis. Dalam Teractus ia
menjelaskan bahwa filsafat bertujuan untuk penjelasan logis dan pikiran.Uraian
Wittgenstein dalam pendahuluan tulisannya ia menyatakan bahwa persoalan filsafat
itu timbul karena para filsuf terdahulu belum memecahkan dan merumuskan
problema-problema filsafat kurang memahami logika bahasa yang digunakan dalam
filsafat.
2. Pemikiran Filosofis Tractatus
Konsep pemikiran Wittgenstein dalam buku Tractatus terdiri atas pernyataan-
pernyataan yang secara logis memiliki hubungan, pernyataan tersebut diungkapkan
sebagai berikut:
Pertama: dunia itu tidak terbagi atas benda-benda melainkan terdiri atas fakta-fakta,
dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan fakta-fakta atomis yang tertentu secar
unik (khas).
Kedua: setiap proposisi itu pada akhirnya melarut diri, melalui analisis, menjadi suatu
fungsi kebenaran yang tertentu secara unik (khas) dari sebuah proposisi elementer
yaitu setiap proposisi hanya mempunyai satu analisis akhir.
2. Struktur Logika Bahasa
Proposisi-proposisi dasar adalah bangunan akhir dari baama hasa karena jumlah
keseluruhan proposisi itu adalah bahasa sebuah proposisi dasar itu adalah suatu
proposisi, yang seluruhnya terdiri atas nama-nama. Dalam pengertian ini istilah
nama memiliki pengertian teknis dan menurut Wittgenstein tidak digunakan dalam
arti biasa, seperti nama orang atau nama sesuatu. Sebuah nama tidak dapat dipecah-
pecah lebih lanjut dengan cara definisi. Nama dalam pengertian ini menurut istilah
Wittgenstein adalah sebagai tanda pertama (primitif) jadi misalnya nama Sokrates
bukanlah nama dalam pengertian teknis ini, karena Sokrates dapat didefinisikan
sebagai misalnya seorang laki-laki, seorang filsuf Yunani yang hidup di Athena dan
lain sebagainya.

3. Teori Gambar
Konsep Wittgenstein tentang teori gambar yang menjelaskan tentang hubungan antara
proposisi yang diungkapkan melalui bahasa yang realitas keberadan suatu peristiwa,
selanjutnya akan nampak sikap pandangannya tentang realitas fakta dengan unsur
metafisik yang hal itu ditolak oleh Wittgenstein.
4. Tipe-tipe Kata
Perbedaan itu dapat terjadi karena memiliki susunan satuan kata yang menyusun
kalimat tersebut. Dalam penentuan tipe-tipe kata ilmiah yang perlu dibedakan
pengertian konsep nyata,yaitu tipe kata yang termasuk memiliki acuan konkrit seperti
:meja, kursi, mobil, tongkat, bola, dan lain sebagainnya

.BAB III
KESIMPULAN
Analitika bahasa adalah metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan,
menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Menguraikan dan
menguji kebenaran hanya mungkin dilakukan lewat bahasa karene bahsa memiliki
fungsi kognitif. Secara historis tradisi ini sebenarnya telah berkembang sejak lama
bahkan berkembang sejak zaman pra Sokrates. Namun istilah ini mulai dikenal dan
berkembang pada abad XX hususnya di Ingris dan di Eropa umunya. Para ahli
membagi filsafatanalitika ini kedalam tiga aliran yaitu:
1. Atomisme logis
Aliran ini mulai berkembang pada awal abad XX di Inggris dan aliran ini sangat
dipengaruhi oleh aliran-aliran sebelumnya yaitu rasionalisme dan empirisme. Selain
itu aliran ini berkembang sebagai reaksi ketidak puasan adas aliran idealisme yang
pada saat itu menguasai tradisi pemikiran di Inggris. Tokoh dari atomisme logis
adalah Russel dan Wittgenstein.
2. Positivisme logis atau empirisme logis
Aliran ini menyetujui tentang konsep-konsep atomisme logis, faham ini lazimnya
dikemangkan oleh para ilmuan bidang fisika, matematika, kimia, ilmu-ilmu alam dan
lain sebagainya, faham ini berpusat di Wina. Madzhab positivisme logis sangat besar
pengaruhnya di dunia terutama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan moderen
bahkan saat ini terutama di Indonesia sendiri.
3. Filsafat bahasa biasa
Aliran ini muncul setelah perang dunia ke II, yang dipelopori oleh Wittgenstein.
Filsafat bahasa ini memiliki bentuk yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan
aliran lainya dan mempunyai pengaruh yang sangat luas baik di Inggris, Jerman,
Prancis maupun di Amerika. Walaupun pengaruh tersebut tidak secara langsung
namun aliran filsafat tersebut secara ontologis memiliki kesamaan.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Kaelan, Filsafat Bahasa, (2002) Yogyakarta: Paradigma.


Asep ahmad hidayat, filsafat bahasa mengungkap hakikat bahasa, makna dan tanda,
(2009). Bandung: PT remaja rosdakarya.
Prof. Chaedar Alwasiah, Filsafat Bahasa Dan Pendidikan (2010). Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
John B. Thompson, Filsafat Bahasa dan Hermeneutik (2005). Surabaya: Visi
Humanika.

You might also like