You are on page 1of 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERILAKU KEKERASAN

Pokok Bahasan : Keperawatan Jiwa

Sub Pokok Bahasan : Perilaku Kekerasan & peran keluarga terhadap penanganan perilaku

kekerasan

Sasaran : Keluarga yang mengalami perilaku kekerasan

Hari/Tangga : Kamis, 30 maret 2017

Waktu : 30menit

Tempat : Di Ruangan Wijaya Kusuma

I. Latar Belakang

Keperawatan jiwa merupakan bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada

ilmu keperawatan jiwa bentuk pelayanan Bio-Psiko-Sosio-Spritual yang komperhensif. Klien

dapat berupa individu, keluarga dan komunitas baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

Bentuk Asuhan keperawatan jiwa meluputi pencegahan primer adalah pendidikan kesehatan,

pengubahan lingkungan dan dukungan sistem sosial.

Keluarga sebagai orang terdekat dengan klien merupakan sistem pendukung utama

dalam memberikan pelayanan langsung pada saat klien berada dirumah. Oleh karena itu

keluarga memiliki peran penting didalam upaya pencegahan kekambuhan penyakit pada klien

jiwa. Melihat fenomena diatas, maka keluarga perlu mempunyai pemahaman mengenai cara

perawatan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah perawat dapat melaksanakan penyuluhan guna memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga.


II. Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan keluarga dapat memahami informasi

yang diberikan dalam penyuluhan dan dapat berguna dalam kehidupan sehari hari.

III. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit klien & keluarga mampu:

1. Menyebutkan definisi (pengertian) dari Perilaku Kekerasan

2. Menyebutkan penyebab dari Perilaku Kekerasan

3. Menyebutkan rentang respon marah dari Perilaku Kekerasan

4. Menyebutkan tanda dan gejala dari Perilaku Kekerasan

5. Menyebutkan akibat dari Perilaku Kekerasan

6. Menyebutkan hal-hal yang dapat di lakukan keluarga yang mempunyai keluarga

Perilaku Kekerasan

7. Menyebutkan peran keluarga dalam penanganan Perilaku Kekerasan

IV. Metode

Ceramah, diskusi/tanya jawab

V. Media

Leaflet

VI. Pengorganisasian
1. Fasilitator : Marsiana M. Iry

2. Penyaji : Martiyani Ega

3. Moderator : Nur Hayati

4. Notulen : Rahmat Candra W

5. Observer : Martha Angelina

VII. Isi Materi (materi lengkap terlampir)

1. Definisi (pengertian) Perilaku Kekerasan

2. Penyebab Perilaku Kekerasan

3. Rentang respon marah Perilaku Kekerasan

4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

5. Akibat Perilaku Kekerasan

6. Hal- hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai Perilaku Kekerasan

7. Peran keluargadalam penanganan Perilaku Kekerasan

VIII. Proses Pelaksanaan

No Kegiatan Respon Pasien/Keluarga Waktu


1 Pendahuluan
1. Memberi salam Menjawab salam 5 menit
2. Menyampaikan pokok bahasan Menyimak
3. Menyampaikan tujuan Menyimak
4. Melakukan apersepsi Memberikan feedback
2 Isi Memperhatikan & meniyimak
Penyampaian materi tentang: Memperhatikan & meniyimak 15
a. Definisi Perilaku Kekerasan Memperhatikan & meniyimak menit
b. Penyebab Perilaku Kekerasan Memperhatikan & meniyimak
c. Rentang respon marah Perilaku Memperhatikan & meniyimak
Kekerasan Memperhatikan & meniyimak
d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Memperhatikan & meniyimak
e. Akibat Perilaku Kekerasan
f. Hal- hal yang dapat dilakukan keluarga
yang mempunyai Perilaku Kekerasan
g. Peran keluargadalam penanganan
Perilaku Kekerasan

3 Penutup 10
1. Diskusi: menit
1) Memberikan kesempatan pada peserta 1. Menanyakan hal yang
penyuluhan untuk bertanya belum jelas
2) Menjawab pertanyaan peserta 2. Memperhatikan jawaban
penyuluhan yang berkaitan dengan penyuluh
materi yang belum jelas 3. Menjawab pertanyaan
3) Memberikan pertanyaan kepada yang ditujukan.
audience, mengenai:
a. Definisi Perilaku Kekerasan
b.Penyebab Perilaku Kekerasan
c. Rentang respon marah Perilaku
Kekerasan
d.Tanda dan Gejala Perilaku
Kekerasan
e. Akibat Perilaku Kekerasan
f. Hal- hal yang dapat dilakukan
keluarga yang mempunyai Perilaku Memperhatikan &
Kekerasan Menyimak
g.Peran keluargadalam penanganan
Perilaku Kekerasan
2. Kesimpulan hasil diskusi
3. Evaluasi diskusi
Memberikan informed concert pada audience.
4. Memberikan salam penutup Menjawab salam

IX. Evaluasi

1. Struktur

Kegiatan berlangsung dengan baik sesuai jadwal yang telah ditentukan, tempat

pelaksana tersusun rapi dan bersih, proses penyuluhan berjalan dengan lancar tanpa

hambatan. Pelaksana terdiri dari moderator, penyaji, fasilitator, observer dan notulen.

2. Proses

Diharapkan kehadiran peserta penyuluhan 100%. Diharapkan keantusiasan peserta

mendengarkan dan memahami Perilaku Kekerasan mencapai 75% terlihat dari keaktifan

bertanya dan dapat menyimpulkan penyakit hipertensi tersebut. Kegitan dilaksanakan tepat

waktu dan sesuai jadwal

3. Hasil

Kehadiran peserta penyuluhan yakni 70%, terdiri dari keluarga pasien dan pasien itu

sendiri. Pasien dan keluarga pasien telah memahami tentang Perilaku Kekerasan, terlihat dari

mereka aktif dalam menyimpulkan hasil dari penyuluhan yang telah dilakukan. Kegitan

dilakukan pada pukul 10.30dan berlangsung 30 menit.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Cegah dan hindari kekerasan, diakses tanggal 2 Mei 2013. Jam 14.30 dari

http://www.orangtua.org/cegahdanhidarikekerasan=804

Dadang Hawari. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia. FKUI:

Jakarta.

Keliat Budi Ana.1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta : EGC

Keliat Budi Ana.1999. Gangguan Konsep Diri. Edisi I. Jakarta : EGC

Stuart GW, Sundeen.1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).St.Louis

Mosby Year Book

WF Maramis. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta :EGC

Keliat, Budi Anna, Akemat, dkk. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.

Jakarta: EGC
LAMPIRAN MATERI

PERILAKU KEKERASAN

1. Definisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini perilaku kekerasaan

dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Perilaku kekerasaan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu perilaku kekerasaan saat sedang

berlangsung atau perilaku kekerasaan terdahulu (riwayat perilaku kekerasaan). (Keliat, Budi

Anna, Akemat, dkk. 2010, 126)

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak

konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).

Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri

sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).

II. Penyebab Perilaku Kekerasan

Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,

cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

1. Faktor Predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,

artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut

dialami oleh individu :

1) Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat

timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu

perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi penganiayaan juga berpengaruh.

Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang

diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.

Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa

mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya

dengan kekerasan.

2) Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini

menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada umumnya

mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan


diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan prestise juga

mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan

3) Sosial budaya

Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial

yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah

perilaku kekerasan diterima (permisive).

4) Bioneurologis

Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal

dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku

kekerasan

2. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi

dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),

keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab

perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,

kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan

dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif

dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai

kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya

individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu

tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan

ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

III. Rentang Respon Marah

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi

oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak

menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap

marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan

menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang

lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa

bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan

pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau

agresif dan ngamuk.

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang

respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).

1. Assertif

Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa

merendahkan harga diri orang lain.

2. Frustasi

Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang tidak realistis.

Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman

tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

3. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

4. Agresif

Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang

agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap

orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan

perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang

masih terkontrol.

5. Mengamuk

Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan

ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Tindakan

destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.

IV. Tanda Dan Gejala Perilaku Kekerasan

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut:

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/ pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku

f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

f. Ketus

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendiri/orang lain

d. Merusak lingkungan

e. Amuk/agresif

4. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak

berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

V. Akibat Perilaku Kekerasan

Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi

dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan

perabot, membakar rumah dll.

VI. Hal-Hal Yang Dapat Dilakukan Keluarga Yang Mempunyai Perilaku Kekerasan

1. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat bakat

anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga diharapkan

dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.

2. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait

contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan konflik

sebelum terjadi tindakan kekerasan.

3. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan

melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku kekerasan

terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.

VII. Peran Keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan


1. Mencegah terjadinya perilaku amuk :

a. Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga

b. Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang

berada dalam kesulitan

c. Saling menghargai pendapat dan pola pikir

d. Menjalin keterbukaan

e. Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan

f. Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki

kekurangan tersebut

g. Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada anggota

keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien dalam

menyelesaikan masalah yang konstruktif.

h. Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota

dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya minum

obat dalam mempercepat penyembuhan.

i. Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah

dilatih di rumah sakit.

j. Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah.

k. Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga

risiko pelaku kekerasan.


l. keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan

melakukan perilaku kekerasan

2. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :

a. Menarik nafas dalam

b. Memukul-mukul bantal

c. Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang tidak

disukai klien

d. Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu dan shalat

e. Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.

3. Bila Klien dalam PK

Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien ke

rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahakan dan utamakan keselamatan diri

klien dan penolong.

You might also like