Professional Documents
Culture Documents
Oleh : Syekhuddin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar filsafat, sepertinya memasuki suatu medan yang luas tiada bertepi,
tiada rambu-rambu petunjuk jelas yang dapat menuntun ke jalan keluar
yang paling tepat, sehingga semuanya menjadi serba misteri dan penuh
problema. Perkembangan terakhir dari filsafat ilmu tersebut adalah
sampainya filosof pada penelitian tentang bahasa, dan akan berkelanjutan
tanpa berujung.
Untuk itu bahasa adalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta
perantara untuk menemukan ekspresi. oleh karena itu ia sensitif terhadap
kekaburan serta cacat-cacatnya dan merasa simpati untuk menjelaskan dan
memperbaikinya. Kebanyakan orang menganggap bahasa itu satu hal yang
wajar, seperti udara yang kita isap, tetapi pada waktu sekarang, banyak ahli
termasuk didalamnya filosof-filosof yang memakai metode logical
analitik melihat bahwa penyelidikan tentang arti serta prinsip-prinsip dan
aturan-aturan bahasa merupakan problema yang pokok dalam filsafat.[5]
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Didalam kamus populer filsafat, filsafat analitik adalah aliran dalam filsafat
yang berpangkal pada lingkaran Wina. filsafat analitik menolak setiap
bentuk filsafat yang berbau metafisik. Juga ingin menyerupai ilmu-ilmu
alam yang empirik, sehingga kriteria yang berlaku dalam ilmu elsakta juga
harus dapat diterapkan pada filsafat (misalnya harus dapat dibuktikan
dengan nyata, istilah-istilah yang dipakai harus berarti tunggal, jadi
menolak kemungkinan adanya analogi). [10]
Pada pembahasan tokoh ini penulis hanya menguraikan tiga tokoh utama
dalam perkembangan filsafat analitik tersebut, sebagai berikut:
1. Gottlob Frege
Para filosof analitik berpendapat bahwa filsuf Jerman, Gottlob Frege (1848-
1925), adalah filosof terpenting setelah Immanuel Kant. Frege hendak
merumuskan logika yang rigorus sebagai metode berfilsafatnya. Dengan
kata lain, filsafat itu sendiri pada intinya adalah logika.
2. Bertrand Russell
3. Ludwig Wittgenstein
Ludwig Wittgenstein dilahirkan di wina (Austria) pada tanggal 26 April
1889 sebagai anak bungsu dari delapan anak. Ayahnya berasal dari famili
yahudi yang telah memeluk agama Kristen Protestan dan ibunya beragama
katolik. Ayahnya seorang insinyur yang dalam jangka waktu sepuluh tahun
berhasil menjadi pemimpin suatu industri baja yang besar.[24]
Pertama: Dunia itu tidak terbagi atas benda-benda melainkan terdiri atas
fakta-fakta, dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan fakta-fakta
atomis yang tertentu secara unik (khas).
Kedua: Setiap proposisi itu pada akhirnya melarut diri, melalui analisis,
menjadi suatu fungsi kebenaran yang tertentu secara unik (khas) dari
sebuah proposisi elementer, yaitu setiap proposisi hanya mempunyai satu
analisis akhir.
Pernyataan pertama:
Supaya makna bahasa kita, dapat dimengerti, kita harus menerima adanya
proposisi-proposisi elementer yang menunjuk kepada states of
affairs dalam realitas. Di kemudian hari Wittgenstein menginsafi bahwa
dalam teori pertama itu sebetulnya ia tidak memperlihatkan struktur
tersembunyi dari segala macam bahasa, melainkan hanya melukiskan jenis
bahasa tertentu. Dalam Philosophical Investigations ia menolak beberapa
hal yang dulu diandaikan begitu saja dalam teori pertama, yaitu (1) Bahwa
bahasa dipakai hanya untuk satu tujuan saja, yakni menetapkan states of
affairs (keadaan-keadaan faktual), (2) Bahwa kalimat-kalimat mendapat
maknanya dengan satu cara saja, yakni menggambarkan suatu keadaan
factual, dan (3) Bahwa setiap jenis bahasa dapat dirumuskan dalam bahasa
logika yang sempurna , biarpun pada pandangan pertama barangkali sukar
untuk dilihat.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Hartoko, Dick. Kamus Populer Filsafat, Cet. III; PT. Raja Grafindo
Persada, 2002
http://rezaantonius.wordpress.com/2008/02/24/filsafat-analitik/
Mudhofir, Ali. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, Cet I;
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996
Nolan, Richard T., Harold H. Titus, dan Marilyn S. Smith. Living Issues In
Philosophy, dialih bahasakan oleh H. M. Rasjidi dengan judul Persoalan-
Persoalan Filsafat, Cet. I; Jakarta: P. T. Bulan Bintang, 1984
[8]Ibid., h. 9
[10]Lihat Dick Hartoko, Kamus Populer Filsafat (Cet. III; PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 4
[11]Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat dan Teologi (Cet
I; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 8
[12]Lihat Kaelan M.S, Perkembangan filsafat Analitika bahasa dan
pengaruhnya Terhadap ilmu Pengetahuan (Cet. I; Yogyakarta: Paradigma,
2006) h. 7
[13]Ibid.,
[16]Ibid., h. 15
[17]http://rezaantonius.wordpress.com/2008/02/24/filsafat-analitik/
[19] Ibid.
[22]http://rezaantonius.wordpress.com/2008/02/24/filsafat-analitik/
[27]Ibid., h. 40
[28]Ibid., h. 43-44
[29]Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa (Cet. I; Jakarta: PT. Rosdakarya,
2006), h. 46