Professional Documents
Culture Documents
Laporan Akhir i
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir ii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir iv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir v
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir vi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kabupaten Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam, peninggalan sejarah, seni dan
budaya yang sangat besar sebagai daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara
maupun mancanegara.Namun saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal kerena berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi.Status Wakatobi
sebagai Taman Nasional Laut tentunya menuntut perlakuan khusus dalam hal konservasi
kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam Wakatobi.Terlebih lagi sebagai
ekosistem pulau-pulau kecil, Wakatobi sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem yang
berakibat pada hilangnya spesies tertentu, sementara kehilangan spesies akan
mengurangi kualitas ekosistem dan berdampak pada penurunan jumlah pengunjung.
Kondisi aktual, permasalahan, dan berbagai kebijakan yang ada pertimbangan utama
dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi (RPPW) ini.Diharapkan,
dokumen ini dapat menjadi arahan bagi para pihak dalam mensinergikan upaya untuk
mengembangkan pariwisata Wakatobi.Rencana ini merupakan dokumen tertulis yang
disusun bersama dengan para pihak mengenai program dan kegiatan pengelolaan
kepariwisataan suatu wilayah.
Dalam proses partisipatif bersama para pihak, maka dirumuskan usulan visi pengelolaan
pariwisata Wakatobi adalah sebagai berikut: Wakatobi sebagai destinasi pariwisata
ekologis yang mendunia, berbasis alam dan budaya bahari pada tahun 2018. Untuk
mencapai visi tersebut, maka misi pengelolaan pariwisata Wakatobi dirumuskan sebagai
berikut :
1. Mengembangkan pengelolaan pariwisata yang partisipatif
2. Mengutamakan distribusi manfaat bagi masyarakat dan peningkatan ekonomi
lokal
3. Mengutamakan konservasi sumber daya alam dan kekayaan budaya
4. Meningkatkan daya saing Wakatobi sebagai destinasi pariwisata dunia
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Laporan Akhir ix
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir x
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir xi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR ISI
Lembar Adopsi ii
Daftar Isi vi
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel xi
Daftar Diagram xiii
Daftar Lampiran xiv
BAB 1
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1
Maksud dan Tujuan Rencana 2
1.2.1Maksud 2
1.2.2Tujuan 3
Lingkup Wilayah dan Lingkup Materi 3
Keluaran 4
Metodologi 4
1.5.1Tahap Persiapan dan Kajian Awal 4
1.5.2Tahap Identifikasi Potensi dan Permasalahan 5
1.5.3Tahap Analisis 6
1.5.4Tahap Perumusan Visi dan Misi 6
1.5.5Tahap Perumusan Konsep dan Rencana pengelolaan 6
Sistematika Laporan 7
BAB 2
KONDISI KEPARIWISATAAN WAKATOBI 9
2.1 Gambaran Umum Wilayah 9
2.1.1 Sejarah 9
2.1.2 Geografis dan Perwilayahan 11
2.1.3 Sosial Budaya 18
2.1.4 Ekonomi 25
2.2 Potensi Daya Tarik Wisata Alam Bawah Laut 28
2.2.1 Wangi Wangi Kapota 31
2.2.2 Kaledupa Hoga 33
2.2.3 Tomia 35
2.2.4 Binongko 37
2.3 Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir dan Daratan 38
2.3.1 Wangi wangi Kapota 38
2.3.2 Kaledupa Hoga 40
2.3.3 Tomia Tolandono 42
2.3.4 Binongko 44
2.4 Potensi Daya Tarik Wisata Budaya 45
2.4.1 Situs Situs Bersejarah 45
2.4.2 Kampung Adat dan Rumah Adat 49
2.4.3 Budaya Masyarakat Bajau 51
2.4.4 Kesenian dan Permainan Tradisional 52
2.4.4.1 Kesenian Tradisional 52
2.4.4.2 Permainan Tradisional 53
2.4.5 Kuliner 54
2.4.6 Kerajinan 54
2.5 Aksesibilitas dan Transportasi 55
2.5.1 Infrastruktur dan Akses 56
2.5.2 Moda Transportasi 57
2.5.3 Bandara, Pelabuhan dan Terminal 58
2.6 Fasilitas Pendukung Pariwisata 59
2.6.1 Akomodasi 59
2.6.2 Rumah Makan 62
2.6.3 Biro Perjalanan Wisata (BPW) 62
2.6.4 Fasilitas Hiburan 63
2.6.5 Telekomunikasi 63
2.6.6 Fasilitas Keuangan 63
2.7 Paket Wisata di Wakatobi 64
2.7.1 Paket Wisata Selam 65
2.7.2 Paket Wisata Non Selam 67
2.8 Kondisi Pasar Wisatawan 68
2.9 Studi Persepsi Komunitas Selam terhadap Pariwisata Wakatobi 75
2.10 Kawasan Pariwisata Berdasarkan Kebijakan Pengembangan Wilayah 78
2.10.1 Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi 78
2.10.2 Berdasarkan Rencana Pengembangan Pariwisata Alam
Taman Nasional Wakatobi 2012 79
2.10.3 Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Kabupaten Wakatobi 81
2.11 Persepsi Para Pihak Kepariwisataan Wakatobi 82
BAB 3
ANALISIS KEPARIWISATAAN WAKATOBI 86
3.1 Isu-isu Stategis Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi 86
3.2 Analisis Pasar Pariwisata Wakatobi 87
3.2.1 Analisis Makro Pasokan dan Permintaan 87
3.2.2 Analisis Mikro - Sisi pasar 91
3.2.3 Analisis Mikro - Sisi Produk 93
BAB 4
RUMUSAN VISI DAN MISI PENGELOLAAN PARIWISATA WAKATOBI118
4.1 Visi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi 118
4.2 Misi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi 119
BAB 5
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA 120
BAB 6
PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PARIWISATA 129
BAB 8
PEMANTAUAN DAN EVALUASI DAMPAK 145
Laporan Akhir xv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR GAMBAR
Laporan Akhir xx
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR TABEL
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2000 2011 19
Diagram 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wakatobi Tahun 2006 2010 25
Diagram 2.3 Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup di Kabupaten Wakatobi 29
Diagram 2.4 Presentase Tutupan Terumbu Karang Keras 30
Diagram 2.5 Presentase Tutupan Terumbu Karang Lunak 30
Diagram 2.6 Jumlah tamu Menginap di Wakatobi Tahun 2008-2012 61
Diagram 2.7 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wakatobi Tahun 2008 2012 69
Diagram 2.8 Responden Wisatawan Berdasarkan Asal 70
Diagram 2.9 Profil Responden yang Berkunjung ke Wakatobi 70
Diagram 2.10 Sumber Informasi Wisatawan 71
Diagram 2.11 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Akomodasi 72
Diagram 2.12 Pola Perjalanan Wisatawan 72
Diagram 2.13 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Transportasi 73
Diagram 2.14 Penilaian Umum Responden 74
Diagram 2.15 Tingkat Kepuasan pada Kondisi Daya Tarik dan Pelayanan 74
Diagram 2.16 Pola Berwisata Responden Penyelam 76
Diagram 2.17 Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai Destinasi 76
Diagram 2.18 Sebab Responden Belum Mengunjungi Wakatobi 77
Diagram 2.19 Pengalaman Wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi 78
Diagram 3.1 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi 92
Diagram 3.2 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi 93
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Status Wakatobi sebagai Taman Nasional Laut tentunya memerlukan perlakuan khusus
dalam hal konservasi kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam Wakatobi.
Permasalahan dalam perubahan guna lahan, konflik kepentingan antar pemangku
kepentingan, dampak kegiatan terhadap usaha konservasi, dikhawatirkan akan semakin
merusak potensi sumber daya alam Wakatobi. Kegiatan pariwisata dilain pihak diharapkan
dapat mengakomodir permasalahan sekaligus berdampak positif terhadap masyarakat dan
lingkungan alam Wakatobi.
Jika dilihat dari kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa daerah Wakatobi dalam lima
tahun terakhir (2005-2010), sektor pariwisata menempatkan diri di posisi terbesar kedua
setelah perikanan dan kelautan. Akan tetapi manfaat dari perkembangan pariwisata bagi
ekonomi lokal dan masyarakat setempat masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus
mendukung dan mengurangi tekananan pada konservasi keanekaragaman hayati di
Kawasan Taman Nasional Wakatobi.
Laporan Akhir 1
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Permasalahan dan isu strategis yang dihadapi Wakatobi menjadi pertimbangan utama
dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi (RPPW), atau Tourism
Management Plan (TMP) yang dapat menjadi arahan bagi para pihak dalam
mengembangkan pariwisata Wakatobi. Rencana ini merupakan dokumen tertulis yang
disusun bersama dengan para pihak mengenai program dan kegiatan pengelolaan
kepariwisataan suatu wilayah. Rencana pengelolaan didasarkan pada informasi detil
tentang kondisi sosial budaya, politik, ekonomi, dan lingkungan, yang mencakup visi dan
misi pengembangan kepariwisataan dalam jangka waktu tertentu, dan rencana kegiatan
pengelolaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut.
Laporan Akhir 2
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
1.2.2 Tujuan
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi ini bertujuan sebagai pedoman bagi seluruh
pemangku kepentingan kepariwisataan dalam mengembangkan kepariwisataan Wakatobi
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Laporan Akhir 3
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
1.5 Metodologi
Secara garis besar, penyusunan Rencana Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi ini terdiri
dari 5 (lima) tahapan, yaitu:
a) Tahap persiapan dan kajian awal,
b) Tahap identifikasi potensi dan permasalahan,
c) Tahap analisis,
d) Tahap perumusan visi dan misi, serta
e) Tahap perumusan konsep dan rencana pengelolaan, yang dilaksanakan selama 5
(lima) bulan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah:
a. Mobilisasi tim dan penyamaan persepsi tentang tujuan & sasaran, keluaran & lingkup
pekerjaan, metodologi, jadwal pekerjaan, tahapan pekerjaan, dan pembagian tugas
dan tanggung jawab tenaga ahli yang terlibat.
b. Pengembangan lingkup pekerjaan, mencakup rinci materi dan outline/garis besar isi.
c. Pengayaan substansi, dengan melakukan kajian awal terhadap dokumen-dokumen
kebijakan nasional maupun provinsi dan kabupaten, teori tentang pengelolaan
kepariwisataan dan konservasi, serta konsep-konsep pengembangan ecotourism dan
lain-lain yang terkait.
Laporan Akhir 4
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
d. Identifikasi kebutuhan studi, baik itu data dan informasi yang dibutuhkan maupun
metode dan alat analisis yang akan digunakan.
e. Persiapan survei, mencakup rancangan survei, penyiapan ceklist data, form
wawancara, dan kuesioner.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah studi literatur, diskusi, penilaian kebutuhan,
dan analisis kebijakan.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah pengumpulan data dan informasi terkait:
a. Kebijakan dan program pengembangan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi
(mencakup RTRW, Ripparda, RPJMD, Masterplan TN Wakatobi dan lain-lain yang
terkait), maupun hasil studi dan laporan kegiatan pengembangan kepariwisataan yang
telah dilakukan di Wakatobi.
b. Kondisi fisik, sosial budaya, dan ekonomi kawasan Wakatobi khususnya di lokasi-lokasi
yang memiliki potensi daya tarik wisata yang diunggulkan daerah yang dapat
mendukung pengembangan kepariwisataan wilayah.
c. Kondisi kepariwisataan wilayah Wakatobi, khususnya aspek daya tarik wisata dan
potensi pasar wisatawan eksisting maupun potensial.
d. Kondisi fasilitas pendukung pariwisata, seperti akomodasi (penginapan), restoran,
keberadaan biro perjalanan dan paket wisata yang ditawarkan.
e. Gambaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi (pengelolaan kawasan oleh berbagai
pemangku kepentingan).
f. Gambaran kondisi sosial budaya masyarakat, preferensi wisatawan, masyarakat
sekitar, dan pengusaha jasa pariwisata setempat.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah wawancara, pengamatan lapangan, survei
instansi, tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang. Pengumpulan data dan informasi dilakukan
melalui survei data sekunder maupun survei primer melalui penyebaran kuesioner,
wawancara, maupun pengamatan lapangan.
Laporan Akhir 5
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Setelah data dan informasi berhasil dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah analisis lebih
mendalam terhadap kondisi kepariwisataan Wakatobi. Sasaran yang harus dicapai pada
tahap ini adalah:
1. Terkajinya kebijakan dan rencana pengembangan kepariwisataan Wakatobi.
2. Teridentifikasinya potensi, permasalahan, dan isu-isu strategis kepariwisataan
Wakatobi.
3. Teranalisisnya kondisi pasar pariwisata Wakatobi
4. Teranalisisnya kawasan pariwisata prioritas di Wakatobi
5. Teranalisisnya kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang kepariwisataan
Wakatobi.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah kajian pustaka, diskusi multi pihak, analisis,
tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang. Workshop harmonisasi program antara para pihak
yang terkait dalam pengembangan kepariwisataan Wakatobi, dilaksanakan pada bulan
Maret 2013 untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan mengenai isu-isu strategis
pengelolaan pariwisata Wakatobi.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah:
a. Penentuan prinsip-prinsip pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
b. Perumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
c. Penyepakatan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengembangan kepariwisataan oleh
seluruh para pihak kepariwisataan Wakatobi.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pendekatan para pihak, dan diskusi para
pihak. Wawancara khusus dengan stakeholder utama kepariwisataan Wakatobi (Disbudpar
Wakatobi, Balai TN Wakatobi, Joint Program WWF-TNC) dilakukan untuk mendapatkan
masukan tentang visi pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
Laporan Akhir 6
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah:
a. Perumusan konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi,
b. Perumusan program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
c. Perumusan rencana pengelolaan dampak dan rencana pemantauan.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pendekatan para pihak, diskusi para pihak,
dan program pemetaan para pihak.
Bab 1 Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dan
sasaran rencana, lingkup wilayah dan lingkup materi, keluaran, metodologi yang
digunakan, serta sistematika laporan.
Bab 4 menjelaskan rumusan Visi dan Misi, serta tujuan Rencana Pengelolaan Pariwisata
Wakatobi.
Bab 6 akan berisikan draft rumusan program dan kegiatan untuk masing-masing tujuan
pengembangan. Rumusan ini juga dilengkapi dengan kerangka waktu dan pihak-pihak yang
terkait dalam pelaksanaannya.
Bab 7 akan berisikan konsep pengembangan untuk beberapa kawasan wisata yang
diprioritaskan pengembangannya.
Laporan Akhir 7
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 8
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 2
KONDISI KEPARIWISATAAN WAKATOBI
Pasca kemerdekaan gagasan untuk mengubah nama Kepulauan Tukang Besi menjadi
Kepulauan Wakatobi atau Bitokawa dimulai pada tahun 1959. Saat itu masyarakat
kepulauan ini menginginkan perubahan nama Kepulauan Tukang Besi yang dirasa kurang
bagus dan kesan nama pemberian Belandanya masih kuat. Perubahan nama kepulauan ini
menjadi Kepulauan Wakatobi mengacu kepada akronim nama empat pulau utama yang
ada di kepulauan ini, yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Selain empat
pulau utama tersebut, kawasan ini memiliki pulau-pulau lain yang juga berpenghuni
diantaranya adalah Pulau Kapota di Wangi-wangi; Pulau Lentea, Pulau Derawa dan Hoga di
Kaledupa, serta Pulau Tolandono dan Pulau Runduma di Tomia yang ukurannya jauh lebih
kecil.1
1
La Ode Saleh Hanan.Laporan Akhir Kampanye Bangga Koservasi Taman Nasional Laut Wakatobi Sulawesi Tenggara.
diakses dari (www.wakatobinationalpark.com)
Laporan Akhir 9
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Kawasan Wakatobi ditetapkan sebagai kabupaten terpisah dari Kabupaten Buton melalui
Undang-undang No. 29 Tahun 2003 mengenai pembentukan Kabupaten Bombana,
Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara. Pada awal
pembentukannya secara administratif Kabupaten Wakatobi terdiri dari 4 (empat)
kecamatan yang bernama sama dengan empat pulau utama di kawasan ini. Kemudian
kabupaten ini mengalami pemekaran kecamatan hingga sekarang menjadi delapan
kecamatan, yaitu: Kecamatan Wangi-wangi yang merupakan Ibu Kota kabupaten, Wangi-
wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Selatan, Binongko, dan Togo
Binongko. Jumlah desa di Kabupaten Wakatobi hingga tahun 2011 tercatat sebanyak 100
(seratus) desa.
Laporan Akhir 10
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Apabila dilihat dalam skala regional, Kepulauan Wakatobi berada tepat di jantung segitiga
karang dunia (Coral Reef Triangle). Posisi Wakatobi yang sangat strategis menjadikan
kawasan ini kaya dari sisi keanekaragaman hayati dan budaya.
Kondisi Topografis
Topografi kawasan daratan Wakatobi sangat bervariasi, terdiri dari dataran hingga
perbukitan rendah dengan jenis tanah yang juga bervariasi antara lain tanah lempung,
pasir putih dan kapur. Dataran tertinggi di kawasan ini tercatat berada di Wangi-wangi
dengan ketinggian 274 meter di puncak Waboe-Boe. Selain itu terdapat pulau bukit Lagole
di Tomia (271 m), bukit Terpadu di Binongko (222 m) dan bukit Pangilia di Kaledupa (203
m). Topografi perairannya secara umum datar hingga curam dengan kedalaman dangkal
sekitar 2 meter di atas permukaan air laut,dan titik terdalam sekitar 1.404 meter di bawah
permukaan air laut.2 Pulau-pulau yang berada di kawasan Kepulauan Wakatobi seluruhnya
berjumlah empat puluh tiga (43) buah ditambah dengan tiga (3) gosong dan lima (5) atol.
Selain empat pulau utamanya, hanya sebagian kecil pulau-pulau lainnya yang
berpenghuni. Sementara itu terumbu karangnya terdiri dari karang tepi (fringing reef),
gosong (patch reef) dan atol.
Proses terbentuknya Kepulauan Wakatobi diperkirakan terjadi dari jaman Tersier hingga
akhir jaman Miosen. Secara geologi pembentukan gugusan pulau-pulau di kawasan
Wakatobi terjadi karena adanya sesar geser, baik sesar turun maupun lipatan dari gaya
2
RPJMD Kabupaten Wakatobi tahun 2012-2016
Laporan Akhir 11
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
tektonik yang berlangsung lama dan terus menerus dari jaman dahulu hingga saat ini.
Salah satu keunikan kawasan ini adalah adanya atol yang terbentuk dari penenggelaman
lempeng dasar yang diikuti oleh pertumbuhan karang yang mengelilingi pulau sehingga
menciptakan atol-atol. Atol tersebut diantaranya adalah atol Kaledupa, atol Kapota dan
atol Tomia. Kekhasan atol yang terdapat di kawasan Wakatobi adalah adanya atol
Kaledupa yang mempunyai panjang hingga mencapai 49,26 km dan tercatat sebagai atol
terpanjang di dunia.
Iklim
Kepulauan Wakatobi sebagaimana kawasan yang berada di daerah tropis memiliki suhu
harian rata-rata berkisar 23,7o C 32,4o C, dengan kelembaban rata-rata delapan puluh
persen (80%). Dua musim utama di kawasan ini yaitu musim kemarau atau musim angin
timur yang berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus, dan musim penghujan atau
musim angin barat yang berlangsung pada bulan Desember hingga Februari. Pada bulan-
bulan ini gelombang sangat besar sehingga tidak ideal untuk datang berkunjung.
Sementara itu, kunjungan ideal dilakukan pada bulan September hingga bulan November
dan bulan Maret hingga Mei. Pada bulan-bulan ini angin relatif tenang dan nyaman untuk
Laporan Akhir 12
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
melakukan perjalanan laut. Meski demikian, perubahan iklim menyebabkan pola musim ini
tidak selalu sama setiap tahunnya. Tahun 2011 tercatat bulan Desember Mei menjadi
bulan yang memiliki jumlah hari hujan yang cukup tinggi. Sementara Juni November
menjadi bulan yang memiliki hari hujan terendah sepanjang tahun. Pada saat musim angin
timur kecepatan angin sangat beragam dari 2 knots hingga yang tertinggi mencapai 5
knots. Sementara pada musim angin barat kecepatan angin relatif stabil antara 3-4 knots.
Rata-rata hari hujan per tahun di wilayah Kepulauan Wakatobi sebanyak 107 hari per
tahun. (BPS Wakatobi, 2011)
Tabel 2.2 Keadaan Cuaca Per Bulan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011
Curah Hari Tekanan Kecepatan Suhu Udara (0C)
Kelembaban
No Bulan Hujan Hujan Udara Angin
Udara (%)
(%) (Hari) (MBS) (Knots) Min Max
1.093,8/
Rata-rata 80 107/th 1.012,4 4,0 23,7 32,4
th
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Hidrologi
Seluruh pulau yang ada di kawasan Wakatobi tidak mempunyai sungai yang mengalir
sepanjang tahun, sehingga sebagian besar kebutuhan air untuk kawasan ini diperoleh dari
sumber air tanah (lihat table 2.3). Sumber air tanah di kawasan ini berbentuk goa (Topa)
yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga semakin dekat jaraknya
dengan laut maka rasanya akan semakin payau. Selain itu, air hujan oleh sebagian besar
masyarakat Wakatobi ditampung menjadi salah satu sumber cadangan air untuk keperluan
sehari-hari seperti mandi dan mencuci.
Laporan Akhir 13
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.3 Sumber Air dan Kapasitas Air Kabupaten Wakatobi Tahun 2009
Kapasitas Air
No Sumber Air Pulau Daerah Pelayanan
(Liter/Detik)
TOTAL 95
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kab Wakatobi 2012-2016
1. Karang
Perairan Wakatobi merupakan perairan yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati
laut. Di perairan ini tercatat 396 spesies karang yang terdiri dari 31 spesies karang fungi
(mushroom), 10 spesies karang keras non scleractinia atau ahermatipic, 28 jenis karang
lunak, dan sisanya merupakan karang Scleractinia hermatipic. Luas terumbu karang di
Wakatobi diperkirakan sekitar 54.500 Ha yang terdiri dari empat tipe komunitas ekologi
yaitu terumbu karang tepi, penghalang, cincin, dan gosong karang. Di kawasan ini terdapat
Laporan Akhir 14
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Karang Kaledupa yang merupakan karang atol terpanjang di Asia Pasifik dengan panjang
kurang lebih 49,26 km dan lebar 9,75 km dan merupakan salahsatu keistimewaan karang
yang ada di Wakatobi (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional
Wakatobi, 2012).
2. Ikan
Ikan merupakan salah satu kekayaan alam laut Wakatobi, karena di kawasan ini terdapat
kurang lebih 590 spesies ikan dari 52 famili. Beberapa jenis ikan yang terdapat di kawasan
ini diantaranya adalah jenis Wrasse (Labridae), Damsel (Pomacintredae), Kerapu
(Serranidae), Cardinal (Apogonidae), Kakap (Lutjanidae), Squirrel (Holocentridae), dan
Angel (Pomacanthidae) (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman
Nasional Wakatobi, 2012). Meskipun populasi jenis ikan relatif tinggi, akan tetapi dari sisi
jumlah terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan populasi ikan ini tidak terlepas
dari menurunnya kualitas habitat yang antara lain disebabkan oleh cara penangkapan ikan
yang merusak.
Laporan Akhir 15
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
4. Lamun
Lamun (Sea Grass) yang terdapat di kawasan Wakatobi umumnya merata dan terdapat di
setiap pulau dan beberapa bagian karang Kaledupa, karang Tomia, Karang Koromoha, dan
karang Koko.Lamun di kawasan ini tercatat sebanyak 11 jenis dari 12 jenis lamun yang
terdapat di Indonesia. 11 jenis lamun tersebut terdiri dari: Haludule uninervis, H. pinifolia,
Cymodoceae rotundata, C. serrulata, Thalassodendron cilatum (yang merupakan lamun
dominan di Wakatobi), Syringodium isotifelium, Enhalus acoroides, Thalassia hempirichii
dan Halophila ovalis (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional
Wakatobi, 2012).
5. Cataceans
Cataceans atau jenis paus yang terdapat di kawasan Wakatobi tercatat 5 (lima) jenis paus,
yaitu: Beaked Whale, Pilot Whale, Sperm Whale, Brydes Whale dan Melonhead Whale.
Sementara itu terdapat 6 (enam) jenis lumba - lumba, yaitu: Bottlenoose Dolphin, Lumba-
lumba kepala bundar, Risso Dolphin, Spinner Dolphin, dan Spotted Dolphin.
Laporan Akhir 16
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
6. Penyu
Kawasan Perairan Binongko (Karang Koko, Karang Koromaho, Pulau Kentiole dan Pulau
Moromaho) merupakan salah satu habitat penyu. Selain itu, pantai Pulau Runduma, Pulau
Anano, Pulau Kentiole, Pulau Tuwu-tuwu dan Pulau Moromaho juga merupakan tempat
penyu bertelur. Jenis penyu yang terdapat di kawasan ini ada 2 (dua) jenis, yaitu penyu
sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas).
7. Bakau
Terdapat 32 jenis mangrove di 1.200 Ha hutan bakau di kawasan Wakatobi. Kondisi bakau
di kawasan ini relatif baik. Pulau Kaledupa merupakan kawasan dengan luasan bakau yang
tertinggi. Kondisi hutan bakau yang relatif terjaga terdapat di Pulau Binongko karena
merupakan hutan adat atau sara. Di daerah selain Pulau Binongko hutan bakau terus
mengalami degradasi dengan laju penyusutan sebesar 464,21 Ha/tahun.
8. Burung Pantai
Kawasan Wakatobi merupakan habitat bagi kurang lebih 85 spesies burung, antara lain:
Phalacrocoracidae sp., Fregatidae sp. dan Ardeidae sp. Selain itu kawasan ini juga
merupakan tempat transit atau singggah beberapa jenis burung dari benua Australia yang
bermigrasi menuju Pasifik atau sebaliknya.
Gambar 2.5 Gejahan Penggala (kiri) dan endemik Sulawesi Grey-sided Flowerpecker
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 17
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Diolah dari Masterplan Taman Nasional Wakatobi (2012) dan Pemantauan Lokasi Pemijahan
Ikandi Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi,Indonesia (2005-2009), WWF
3
Pemantauan Lokasi Pemijahan Ikandi Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi,Indonesia (2005-2009), WWF,
Lampiran 3
Laporan Akhir 18
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Pertumbuhan penduduk Wakatobi pada kurun waktu 2011 2012 mencapai 7%, dan
merupakan pertumbuhan penduduk tertinggi yang dialami Wakatobi selama ini. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.1.
Diagram 2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2000 2012
Sumber: Proyeksi Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 2020 Kabupaten Wakatobi
Dari tabel 2.4 diketahui bahwa penduduk Kabupaten Wakatobi terkonsentrasi di Pulau
Wangi-wangi yang mencapai 48.901 jiwa atau lebih dari separuh jumlah penduduk
(51,5%). Sementara itu jumlah penduduk terendah berada di Pulau Binongko (Kecamatan
Binongko dan Kecamatan Togo Binongko) yang berjumlah 13.341 jiwa (14,1%), sisanya
berada di Pulau Kaledupa 16.958 jiwa (17,9%), dan Pulau Tomia 15.682 (16,5%).
Laporan Akhir 19
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.4 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011
Tingkat kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011
yang tertinggi terdapat di Kecamatan Kaledupa, yang mencapai 224 jiwa/km2 dan
kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Togo Binongko yang mencapai 76 jiwa/km2.
Dari data juga diketahui bahwa kepadatan penduduk di semua kecamatan di Kabupaten
Wakatobi dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami peningkatan.
Tabel 2.5 Luas Daerah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kab. Wakatobi Tahun 2010 2011
Suku Bangsa
Kabupaten Wakatobi dibangun dengan keberagaman suku dan etnis yang hidup harmonis
dan saling menghormati. Beberapa etnis yang sekarang tinggal di wilayah kepulauan
Laporan Akhir 20
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Wakatobi antara lain: Bugis, Buton, Jawa, Bajo. Mayoritas penduduk kawasan Kepulauan
Wakatobi dihuni oleh etnis Wakatobi yang mencapai 91,33% dari seluruh penduduk,
disusul etnis Bajo (7,92%) dan etnis lainnya (0,75%).
Sebagai suku asli Kepulauan Wakatobi, etnis Wakatobi merupakan salah satu dari enam
rumpun etnik Buton yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Keenam bahasa yang
berbeda tersebut adalah bahasa Moronene, bahasa Muna, bahasa Wolio, Bahasa Ciacia,
bahasa Kalisusu, dan bahasa Kaumbeda. Etnis Buton yang hidup di Wakatobi
menggunakan rumpun bahasa Kaumbeda dalam pergaulan sehari-hari.
Etnis Buton Wakatobi terbagi lagi menjadi sepuluh masyarakat adat yang tersebar di
empat pulau utama (Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko). Kesembilan
masyarakat adat tersebut adalah: masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota
(menghuni Pulau Wangi-wangi dan Kapota); masyarakat adat Barata Kahedupa yang terdiri
dari Sembilan Limbo (Limbo Langge, Tampara, Tombuluruha, Tapaa, Kiwolu ( Limbo yang
berada di wilayah timur atau yang dikenal dengan Umbosa), Ollo, Watole, Lewuto, dan
Laolua ( Limbo yang terdapat dibagian barat yang dikenal dengan Siofa) menghuni Pulau
Kaledupa); masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu (menghuni Pulau Tomia); dan
masyarakat adat Mbeda-beda dan masyarakat adat Cia-cia yang menghuni Pulau
Binongko. Selain masyarakat adat asli juga terdapat masyarakat adat pendatang, yaitu
masyarakat adat Bajo. Keberadaan beragam etnis dan masyarakat adat tersebut
menambah keragaman budaya kawasan Wakatobi, karena masing-masing masyarakat
adat mempunyai tradisi, adat-istiadat, dan bahasa yang berbeda-beda.
Dari sisi ideologi budaya, masyarakat Wakatobi sangat memegang teguh falsafah gau
satoto yang didalamnya berisi nilai-nilai pentingnya keteguhan pendirian, ketegasan sikap,
serta pentingnya kesamaan antara kata dan perbuatan. Gau satoto terdiri dari lima prinsip
utama, yaitu tara (keteguhan), turu (kesabaran), toro (komitmen), taha (keberanian), dan
toto (kejujuran). Falsafah hidup masyarakat Wakatobi ini berkaitan erat dengan kondisi
alam tempat mereka hidup, yaitu pulau-pulau yang tandus dan berbatu karang serta
ganasnya laut yang mengitari tempat mereka hidup, terutama ombak Laut Banda di musim
timur dan ombak Laut Flores di musim barat.
Sistem Kepercayaan
Masyarakat Wakatobi sebagian besar merupakan penganut agama Islam. Tingginya tingkat
kepercayaan masyarakat Wakatobi terhadap Islam ini dapat dilihat dari budaya dan
kehidupan sehari-hari yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Data BPS tahun 2009
tidak mencatat keberadaan satupun rumah ibadah selain rumah ibadah agama Islam di
Wakatobi. Sementara itu jumlah tempat ibadah umat Islam yang ada terdiri dari Masjidd
(136 buah), Mushola ( 13 buah) di seluruh wilayah Wakatobi semakin menegaskan bahwa
Islam menjadi sistem kepercayaan utama di kawasan ini.
Laporan Akhir 21
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Pendidikan
Kabupaten Wakatobi memiliki fasilitas pendidikan dari mulai tingkat dasar sampai dengan
tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang terdapat di Kabupaten Wakatobi tercatat
berjumlah lima buah baik yang berstatus swasta maupun negeri.
5. JWM Program D 1 22 33 55
Sementara itu, tingkat pendidikan rata-rata yang ditamatkan oleh penduduk Wakatobi
yang berusia 10 tahun keatas pada tahun 2011 masih rendah (49,61%). Hal ini terkait
dengan rata-rata lama sekolah masyarakat Wakatobi yang hanya 6,85 tahun jauh dibawah
rata-rata nasional yang mencapai 7,50 tahun (RPJMD Kabupaten Wakatobi). Meskipun
demikian angka ini mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Data selengkapnya dapat terlihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas di Kabupaten Wakatobi
No Tingkat Pendidikan 2009 (%) 2010 (%) 2011 (%)
Dari tabel diatas diketahui bahwa masyarakat Wakatobi pada tahun 2011 sebagian besar
menamatkan pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (16,89 %), sedangkan
yang menamatkan sampai jenjang Sekolah Menengah Atas sebesar 12,51 %, dan
Perguruan Tinggi sebesar 3,07 %. Sementara itu untuk tingkat melek huruf tercatat 90,20
% masyarakat Wakatobi telah melek huruf latin, 29,18 % melek huruf Arab, dan sisanya
(4,87%) melek huruf lainnya. Rasio ketersediaan fasilitas pendidikan dan banyaknya murid
Laporan Akhir 22
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011/2012 menunjukkan tingkat yang cukup ideal
dengan rasio murid per guru antara sembilan hingga dua belas orang.
Tabel 2.8 Rasio Ketersediaan Fasilitas Pendidikan dan Banyaknya Murid di Kab.Wakatobi
2011/2012
Kesehatan
Menurut data BPS (2011), fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Wakatobi berjumlah
276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah, dengan rincian: Rumah Sakit Umum Daerah (1
buah), Puskesmas Induk (19 buah), Puskesmas Pembantu (14 buah), Puskesmas Keliling
(11 buah), Poskesdes (70 buah), Polindes (11 buah), Posyandu (150 buah), dan Klinik
Kesehatan (1 buah). Sementara itu tenaga kesehatan yang tersedia mencapai 433 orang
yang terdiri dari dokter (14 orang), perawat (253 orang), bidan (107 orang), apoteker (54
orang), dan tenaga kesehatan lainnya (124 orang). Seluruh fasilitas kesehatan yang ada di
Kabupaten Wakatobi tersebar di semua kecamatan kecuali Rumah Sakit Umum Daerah
yang hanya terdapat di Kecamatan Wangi-wangi Selatan, dan klinik kesehatan yang hanya
terdapat di Kecamatan Wangi-wangi.
Laporan Akhir 23
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Pencurian 32 33 21 Penghinaan 3 6 9
Perkosaan - - 4 Pengeroyokan 1 6 8
Perzinahan 4 4 - Pengancaman 13 21 16
Penggelapan 1 10 - KDRT 7 16 11
Ketidaksopanan 2 11 - Kehutanan 3 6 -
Lainnya 22 62 -
Penggunaan Lahan
Kabupaten Wakatobi merupakan kawasan kepulauan dengan luas kurang lebih 19.800
km2. Dari keseluruhan luas tersebut, kawasan daratan hanya sekitar 823 km2 atau hanya
4,15% dari keseluruhan luas kabupaten. Keterbatasan lahan dan status kawasan yang
merupakan kawasan Taman Nasional menyebabkan Kabupaten Wakatobi harus mampu
menyelaraskan peruntukan lahan yang ada dengan kebutuhan pembangunan kawasan
secara keseluruhan.
Laporan Akhir 24
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Data BPS tahun 2012 menyebutkan bahwa kasus sengketa lahan tidak terjadi pada tahun
tersebut, akan tetapi pada tahun 2009 telah terjadi 5 kasus sengketa lahan, dan pada
tahun 2011 terjadi 8 kasus sengketa lahan. Begitu pula dengan kasus kehutanan tercatat
pada tahun 2009 terjadi 3 kasus dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 6 kasus. Hal ini
menunjukkan bahwa persoalan tanah dan kehutanan masih harus mendapat perhatian
dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah dan Taman Nasional Wakatobi (TNW)
sebagai pihak yang bertanggung jawab dan berwenang secara administratif. Tingkat
penggunaan lahan untuk bangunan yang tertinggi adalah di Kecamatan Tomia Timur yang
mencapai 182 Ha dari 6.790 Ha lahan yang ada di kawasan ini. Sementara penggunaan
lahan untuk bangunan yang terendah berada di Kecamatan Wangi-wangi Selatan yang
hanya mencapai 13 Ha dari luas kawasan 20.602 Ha. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
2.10. Dari data tabel 2.11 diketahui bahwa luas hutan negara yang ada di Wakatobi dari
luas total daratan Wakatobi yang seluas 82.300 Ha tercatat seluas 1.280 Ha (1,55%),
sementara penggunaan lahan untuk kepentingan lainnya mencapai 39.270 Ha (47,71%).
2.1.4 Ekonomi
Pada tahun 2009 tercatat keberhasilan pembangunan Wakatobi lebih tinggi dibandingkan
dengan angka keberhasilan pembangunan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan bahkan lebih
tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional, dengan ilustrasi pertumbuhan
digambarkan pada diagram 2.2.
Pertumbuhan ekonomi Wakatobi tercatat meningkat secara signifikan pada kurun waktu
tahun 2006 hingga tahun 2009. Sementara pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Wakatobi mengalami penurunan hingga minus 2,18 % dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi yang dicatat pada tahun 2009.
Laporan Akhir 25
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi (2012)
Inflasi
Indikator penting dalam melakukan kontrol terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara
makro adalah dengan mengukur tingkat inflasi. Secara umum tingkat inflasi suatu daerah
dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan penawaran terhadap satu atau lebih komoditas
konsumsi. Meski demikian pada kenyataannya laju inflasi ini banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung yang terkait dengan komoditas
suatu daerah.
Kabupaten Wakatobi dalam kurun waktu lima tahun (2006-2011) mempunyai rata-rata
laju inflasi sebesar 7,71 %. Sementara itu laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang
mencapai angka 15,47 %,dan laju inflasi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 2,64%.
Meski terbilang tinggi namun jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional pada tahun
yang sama (2010) yang mencapai angka 5,3%, maka inflasi yang terjadi di Kabupaten
Wakatobi masih relatif rendah.
Pengeluaran Penduduk
Salah satu indikator keberhasilan peningkatan ekonomi suatu daerah adalah peningkatan
pengeluaran perkapita penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Semakin tinggi kemampuan ekonomi penduduk, diasumsikan tingkat konsumsinya juga
akan semakin tinggi. Dari data pengeluaran per kapita penduduk Wakatobi pada tahun
2009 -2011 diketahui bahwa sebagian besar penduduk Wakatobi memiliki pengeluaran
perkapita antara Rp. 200.000,00 s/d Rp. 499.999,00 kelompok berikutnya adalah
Laporan Akhir 26
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita diatas atau sama dengan Rp. 500,00.
Sementara itu, masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita di bawah Rp. 200.000
relatif sedikit, atau hanya 1,08% pada tahun 2011.
Peningkatan PDRB Kabupaten Wakatobi secara umum masih ditopang oleh pertumbuhan
sektor pertanian. Pada tahun 2010 sektor pertanian menyumbang 42,36% pada PDRB atas
dasar harga berlaku, dan 32,56% PDRB atas dasar harga konstan. Sumbangan terendah
diperoleh dari sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,77% untuk PDRB atas harga
konstan, dan sebesar 0,80 untuk PDRB atas dasar harga berlaku.
Sementara itu, sumbangan sektor perdagangan hotel dan restoran pada PDRB atas dasar
harga berlaku meningkat dramatis dari tahun 2006 (14,01%) hingga tahun 2010 (20,76%).
Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami dinamika
pertumbuhan yang cukup signifikan di Kabupaten Wakatobi selama kurun waktu lima
tahun terakhir.
Laporan Akhir 27
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Kemiskinan
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah tidak hanya dilihat dari tinggi
rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah seberapa
besar peningkatan pertumbuhan ekonomi mampu mengangkat masyarakat dari
kemiskinan. Tingkat kemiskinan menjadi tolak ukur yang cukup valid dalam menilai
keberhasilan perekonomian suatu daerah.
Data tahun 2006 2011 menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi secara simultan
mampu menurunkan angka kemiskinan penduduknya dari 24,53 % ditahun 2006 hingga
17,10 % pada tahun 2011. Selengkapnya perkembangan penurunan tingkat kemiskinan di
Kabupaten Wakatobi dapat dilihat pada tabel 2.14.
Tabel 2.14 Persentase Tingkat kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin di Wakatobi Tahun
2006-2011
Jumlah Persentase
Garis kemiskinan
No Tahun Penduduk Miskin Penduduk Miskin
Rp/kap/bln
(ribu orang) (ribu orang)
Laporan Akhir 28
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Taman Nasional Wakatobi yang terletak di pusat segitiga karang dunia (The heart of coral
triangle centre). Hampir 95,87% wilayah Kabupaten Wakatobi merupakan wilayah
perairan dengan luas tutupan karang 54.500 Ha. Dengan kekayaan sumberdaya laut yang
melimpah, air laut yang jernih, terumbu karang yang mempesona dan dihuni oleh beragam
hewan laut layaknya sebagai sebuah taman di lautan. Beberapa titik penyelaman dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Wilayah Taman Nasional Wakatobi dibagi menjadi enam zona dengan peruntukkan yang
berbeda, yakni perikanan, budidaya dan ekowisata. Enam zona tersebut terdiri dari tiga
zona larang ambil (Zona Inti, Zona Perlindungan Laut dan Zona Pariwisata), dua zona
pemanfaatan (lokal dan umum), serta satu zona khusus daratan yang diperuntukkan bagi
pengembangan infrastruktur untuk masyarakat dan pemerintah.
Zona Inti merupakan kawasan yang sepenuhnya dilindungi. Zona Perlindungan Bahari dan
Pariwisata terlarang bagi kegiatan perikanan, tetapi memungkinkan bagi pemanfaatan
yang tidak merusak, seperti rekreasi penyelaman, keduanya diperuntukkan untuk
melindungi sumberdaya yang penting dan berfungsi sebagai bank ikan. Zona
Pemanfaatan Lokal yang sangat luas khusus diperuntukkan bagi masyarakat lokal
Wakatobi. Zona Pemanfatan Umum diperuntukkan bagi perikanan pelagis laut dalam.
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Wakatobi tahun 2010, diketahui
bahwa presentase tutupan terumbu karang hidup terbesar secara umum pada tahun 2008
terdapat di Pulau Wangi-Wangi. Namun pada tahun 2009, presentase karang hidup di
Pulau Wang-Wangi menurun drastis hingga 48%. Sementara itu sebaliknya di wilayah
Tomia, presentase tutupan terumbu karang hidup mengalami peningkatan dari 58% pada
Laporan Akhir 29
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
tahun 2008, menjadi 64% pada tahun 2009, atau merupakan yang tertinggi di seluruh
wilayah Wakatobi.
Sumber: Indecon
Data hasil pengamatan yang dilakukan organisasi TNC/WWF pada tahun 2009 hingga 2011
menunjukkan bahwa kondisi kesehatan terumbu karang di zona larang ambil cenderung
lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi kesehatan terumbu karang di zona
pemanfaatan. Hal ini membuktikan bahwa penetapan kawasan sebagai zona larang ambil
dapat memberikan manfaat bagi proses perbaikan kondisi terumbu karang. Ancaman lain
yang muncul terhadap terumbu karang di Wakatobi adalah pengambilan karang oleh
penduduk untuk digunakan sebagai bahan bangunan.
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 30
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Berdasarkan gambar 2.7 diketahui bahwa presentase tutupan karang keras di zona larang
ambil meningkat di tahun 2011, setelah sempat mengalami penurunan pada tahun 2010.
Sementara itu pada zona pemanfaatan, presentase tutupan karang keras umumnya
meningkat, kecuali pada wilayah outer reefs.
Sumber: Indecon
Berdasarkan gambar 2.8 diketahui bahwa presentase tutupan karang lunak cenderung
mengalami penuruan dibanding tahun sebelumnya, kecuali pada wilayah main island.
Pada tahun 2011, presentase tutupan karang lunak terbesar terdapat pada wilayah south
attols. Sementara itu, pada wilayah main island dan outer reefs presentase karang lunak di
kawasan larang ambil lebih kecil dibandingkan dengan presentase karang lunak di wilayah
pemanfaatan.
Laporan Akhir 31
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Berdasarkan penelitian mandiri4 yang diadakan pada bulan oktober 2011 ditemukan
bahwa presentase tutupan terumbu karang hidup di beberapa titik penyelaman di Wangi-
Wangi dan Kapota rata-rata lebih dari 50%, atau dapat dikategorikan sebagai kondisi
baik.Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan metode Line Intercept Transect
(LIT) di enam titik penyelaman yang berada di sekitar Pulau Wangi-Wangi dan Kapota.
Pada setiap titik dilakukan dua kali transek, yakni pada kedalaman lima meter dan lima
belas meter. Data lebih rinci mengenai hasil penelitian ini dapat ditemukan pada halaman
4
Penelitian mandiri dilakukan oleh Audrey Jiwajenie dalam rangka pemenuhan disertasi pasca
sarjana dalam program Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia dengan judul
Analisis Skenario Pengelolaan Kawasan Pulau Kecil dalam Pengembangan Wisata Bahari (Studi
kasus Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara) pada Januari 2013
Laporan Akhir 32
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
lampiran.
Tabel 2.15 menjelaskan kriteria presentase tutupan terumbu karang hidup, berdasarkan
standar yang digunakan oleh Coremap:
Dari hasil pengambilan data terumbu karang, diketahui bahwa persentase tutupan
terumbu karang terbesar berada pada stasiun Kapota Ujung di kedalaman lima meter,
dengan total persen tutupan 86%. Sementara itu lokasi dengan persentase tutupan
karang lunak terbesar berada di Waha, yakni sebanyak 38%.
Dari hasil pengambilan data terumbu karang, diketahui bahwa persentase tutupan
terumbu karang terbesar berada pada stasiun Kapota Ujung di kedalaman lima meter,
dengan total persen tutupan 86%. Sementara itu lokasi dengan persentase tutupan
karang lunak terbesar berada di Waha, yakni sebanyak 38%.
Laporan Akhir 33
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Selain memiliki titik-titik untuk penyelaman dan snorkeling, Pulau Hoga mempunyai pantai
berpasir putih dengan pemandangan indah. Pulau Hoga sendiri telah dikenal oleh kalangan
wisatawan terutama para peneliti, mahasiswa dan pelajar dari Inggris karena sejak tahun
1995 hingga kini, suatu lembaga bernama Operation Wallacea mengorganisir kedatangan
para pengunjung dari Inggris ke tempat ini. Tidak mengherankan di tempat ini telah
tersedia beberapa fasilitas penunjang seperti operator selam, serta pondok-pondok
penginapan milik masyarakat.
Atol kaledupa merupakan atol dengan gugusan terumbu karang paling panjang dan luas di
wakatobi. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5 km sampai 14,6 km.
Panjang atol Kaledupa 48 km. Karang Kaledupa merupakan atol memanjang ke Tenggara
dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9,75 km (atol tunggal terpanjang di Asia Pasifik). Pada
saat tertentu terutama musim laut tenang, para nelayan pencari ikan dan biota laut
lainnya biasa berkumpul dilokasi ini.Berdasarkan informasi dari para nelayan Bajo
Kaledupa yang biasa mencari teripang di malam hari dengan menggunakan lampu
petromak, aktifitas nelayan sangat ramai sehingga cahaya lampu nelayan terlihat dari
kejauhan seperti sebuah kota di tengah lautan.
Laporan Akhir 34
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.9 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Kaledupa dan Hoga
Sumber: Indecon
Gambar 2.10 Salah satu jenis hewan unik yang dapat ditemui
di Perairan Wakatobi: Pygmi Seahorse
Laporan Akhir 35
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Danau air asin Sombano, salah satu danau di Pulau Kaledupa berbentuk memanjang
dengan air jernih yang masuk dari laut melalui pori-pori batuan kapur.Danau ini menjadi
habitat biota unik yaitu udang merah.Dasar danau ditumbuhi berbagai jenis rumput laut
atau vegetasi yang dapat hidup di air asin.Kegiatan berenang atau snorkeling dapat
menjadi suatu pengalaman unik sambil melihat kehidupan biota yang berbeda di danau
ini.Saat ini terdapat rencana untuk pembangunan bandara yang letaknya tidak jauh lokasi
danau.
Gambar 2.11 Dermaga yang menjadi tempat bersandar kapal di Pulau Hoga
Sumber: Indecon
2.2.3. Tomia
Di Pulau Tomia dan sekitarnya tercatat 28 titik penyelaman yang telah teridentifikasi dan
digunakan, yang merupakan tempat ideal bagi wisatawan yang menyukai kegiatan
penyelaman.Pulau Tomia merupakan pulau pertama di Wakatobi yang melakukan
pengembangan pariwisata melalui pembangunan Wakatobi Dive Resort di
Tolandono.Resort ini dirintis sejak tahun 1996 dan terus beroperasi hingga kini dan telah
memiliki bandara tersendiri sejak tahun 2001 untuk membawa para tamu resort.
Seperti halnya di Kaledupa, kondisi terumbu karang yang ada di Pulau Tomia juga telah
mengalami degradasi kecuali pada beberapa tempat tertentu. Kegiatan snorkeling dapat
dilakukan di lokasi-lokasi titik penyelaman, baik di atas drop off, maupun di Karang Pulau
Tolandono. Ekosistem padang lamun dan terumbu karang mengitari pulau ini, areal pasang
surut cukup luas kecuali di daerah-daerah timur-utara dimana terdapat pantai-pantai yang
membentuk tebing-tebing tinggi.
Laporan Akhir 36
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Gambar 2.13 Salah satu jenis hewan unik yang dapat ditemui di Perairan Wakatobi:
Bumphead Parrotfish
Laporan Akhir 37
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.2.4. Binongko
Pulau Binongko mempunyai 8 (delapan) titik penyelaman yang telah teridentifikasi dan
dikunjungi, sebagian besar terletak pada karang-karang berlokasi di timur Pulau
Binongko.Sementara kegiatan snorkeling banyak dilakukan pada tepian-tepian drop off di
sekeliling pulau. Kemungkinan besar masih banyak lokasi titik penyelaman di Pulau
Binongko yang belum teridentifikasi karena kurangnya kegiatan eksplorasi penyelaman
akibat aksesibilitas yang sulit dan lokasi yang cukup jauh dari pusat kota. Beberapa lokasi
pantai di Pulau Binongko mempunyai pantai pasir putih yang bersih dengan area padang
lamun yang luas. Lokasi ini merupakan tempat bertelurnya dan tempat mencari makan
(feeding ground) penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 38
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 39
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.16 Pantai Cemara/ Oa Ogu (kiri) dan Matahari Terbit di Pantai Kaluku Kapala Patuno
(kanan), Pantai One Laro
Sumber: Indecon
Selain pantai yang memanjang dan berpasir putih, pulau Wangi-wangi juga memiliki gua
serta sumber mata air atau masyarakat menyebutnya Topa (sumber mata air gua).Sumber
mata air ini sering dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti untuk mandi dan mencuci.Secara umum gua yang terdapat di pulau ini
belum dimanfaatkan sebagai tempat wisata.Jika dilihat dari ketinggian, pulau wangi-wangi
memiliki dataran tinggi atau puncak. Ada beberapa puncak yang sering dikunjungi di pulau
ini antara lain adalah puncak woru nunu yang terdapat di desa Liya Togo, puncak waha di
desa Waha, serta puncak Tindoi di desa Tindoi. Dari puncak ini terlihat panorama alam
yang sangat indah berupa deretan pulau pulau kecil sekitar pulau Wangi wangi serta
terbenamnya matahari.
Laporan Akhir 40
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Pulau Kapota adalah salah satu pulau kecil berpenghuni yang terletak di sebelah barat
pulau Wangi-wangi, dalam administrasinya pulau ini masuk kedalam kecamatan Wangi-
wangi Selatan.Pulau ini memiliki daya tarik wisata yang beragam mulai dari pantai pasir
putih, danau air asin, gua serta dataran tinggi (puncak).Pantai yang terdapat di daerah
Kapota tidak memiliki garis pantai yang panjang, serta mengalami abrasi.Danau yang
menjadi salah satu daya tarik pulau ini adalah danau tailaro tooge, danau dengan luas
sekitar 3.500 meter persegi dengan dikelilingi oleh tanaman bakau.Untuk menuju lokasi ini
ditempuh dengan berjalan kaki dan melewati hutan yang masih cukup baik serta diiringi
dengan kicauan dari berbagai macam jenis burung. Selain pantai dan danau pulau ini juga
memiliki ekosistem lain yaitu gua, gua yang terdapat di pulau ini masih memiliki ornament
yang menarik baik bentuk stalaktit maupun stalakmit. Sebagian besar gua yang ada di
Kapota dijadikan tempat berwisata oleh masyarakat lokal maupun wisatawan dari daerah
lainnya, hewan penghuni gua seperti kelelawar banyak dijumpai di gua-gua ini.
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 41
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Pulau ini juga memiliki ekosistem danau yang terletak di desa Sombano.Danau yang
berbentuk memanjang dengan air yang sangat jernih dan memiliki rasa yang asin ini,
merupakan salah satu ekosistem yang menarik.Danau ini menjadi habitat bagi beberapa
jenis biota laut seperti terumbu karang, udang merah dan beberapa jenis ikan.Letak danau
yang dikelilingi oleh batuan kapur serta hutan mangrove/ bakau membuat tempat ini
menjadi lebih menarik.Beberapa jenis burung juga sering mengunjungi danau ini.
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 42
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Desa Pajam merupakan salah satu desa yang terletak di perbukitan pulau Kaledupa.Desa
ini merupakan salah satu desa yang tertua, letaknya yang berada pada ketinggian lebih
dari 1000 mdpl ini memberikan pemandangan yang berbeda dari lokasi yang ada di pulau
Kaledupa.Dari desa ini dapat terlihat perkampungan bajo Mantigola serta bajo Sampela5,
selain itu juga dapat melihat pulau-pulau kecil yang terletak disekeliling pulau
Kaledupa.Letaknya yang tinggi menjadikan lokasi ini sebagai tempat untuk menikmati
matahari terbit dan terbenam.
Gambar 2.21 Matahari Terbenam di Desa Pajam (kiri) dan kondisi perkampungan Pajam
(kanan)
Sumber: Indecon
Hoga merupakan salah satu pulau kecil berpenghuni yang terletak di sebelah timur pulau
Kaledupa.Pulau ini terkenal sebagai salah satu titik penyelaman terbaik di Wakatobi yang
menyuguhkan kekayaan biota laut yang indah, namun tidak hanya keindahan bawah laut
yang dimilliki oleh pulau ini.Keindahan pantai pasir putih dengan garis pantai yang panjang
serta air laut yang jernih memberikan kesan tersendiri dari pulau ini.
Sumber: Indecon
5
Walaupun dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai Bajo Sampela, akan tetapi secara administrasi
kawasan ini termasuk dalam wilayah desa Sama Bahari
Laporan Akhir 43
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tomia memiliki bentang alam terbuka, didominasi oleh padang rumput, dan sedikit sekali
kantung-kantung hutan tersisa. Pada padang rumput tersebut dapat ditemukan fosil-fosil
biota laut berupa kima berukuran besar. Ekosistem padang lamun dan terumbu karang
mengitari pulau ini dengan areal pasang surut cukup luas kecuali di daerah daerah timur-
utara tempat pantai-pantai membentuk tebing-tebing tinggi. Beberapa pantai yang
memiliki pantai yang indah dan sering dikunjungi oleh wisatawan antara lain pantai
Huuntete, pantai Tee Timu yang memiliki pasir dengan tekstur yang lebih halus serta
memiliki tebing-tebing karang. Selain dua pantai ini juga terdapat beberapa pantai lain
yaitu Polio, Kampa, Mongingi, Dete, Tiroau, Antopa, Waitii, Kollo Soha dan Onemay. Dan
untuk pantai pasir putih yang terdapat di pulau kecil seperti pantai Onemobaa yang
terletak di pulau Tolandono, Pantai Tadu, One Buranga, Alanuhonu, Kineke dan Siloa di
Pulau Lentea Tomia.
Gambar 2.23 Pantai Tee Timu (Kiri) dan Pantai Huuntete (Kanan)
Sumber: Indecon
Seperti dua pulau yang lain, pulau Tomia memiliki gua dengan sumber mata air yang
digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti mencuci dan
mandi. Selain pantai di Tee Timu terdapat gua yang memiliki arti penting bagi masyarakat
desa Kulati, tempat ini merupakan tempat untuk berlindung masyarakat dari serangan
para penjajah dari Eropa.Selain gua tee timu masih ada beberapa gua yang mempunyai
sumber mata air yang di manfaatkan oleh warga seperti tee wali.
Laporan Akhir 44
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.24 Stalakmit di Gua Tee Timu (Kiri) dan Aktivitas masyarakat di
gua Tee Timu (Kanan)
Sumber: Indecon
Tomia juga mempunyai puncak yang indah untuk menikamti pemandangan yaitu Puncak
Kahiangan dan Puncak Waru Usuku di Tomia Timur. Dari puncak ini, pengunjung dapat
menikmati keindahan matahari terbenam dan matahari terbit, serta pemandangan laut
dan daratan sekitar Pulau Lentea, Pulau Tolandono serta daratan Pulau Binongko.
Terdapat benteng Suo-suo yang merupakan benteng tua di Pulau Tomia dimana di
dalamnya terdapat kuburan penyiar agama Islam di Pulau Tomia yang bernama
Sibatara.Selain menikmati panorama alam yang indah, di lokasi ini pengunjung juga bisa
menikmati daya tarik wisata geologi. Terdapat fosil kima raksasa dan karang yang tersebar
di sekitar padang savana yang sangat luas. Keberadaan fosil kima dan karang merupakan
rekam jejak proses geologi yang terjadi jutaan tahun yang lalu dimana terjadi
pengangkatan dasar lautan ke permukaan.
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 45
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.3.4 Binongko
Binongko merupakan salah satu pulau yang terletak dibagian paling timur kepulauan
Wakatobi.Pulau ini memiliki bentang alam berupa batuan kapur serta ditumbuhi oleh
tanaman perintis. Pulau ini juga mempunyai pantai yang berbeda dengan pantai dipulau
yang lain. Pantai di Binongko memiliki batuan karang dibibir pantainya, namun ada
beberapa pantai yang terdapat di pulau ini masih memiliki pantai pasir putih yang cukup
luas sehingga menjadi tempat bertelurnya penyu hijau (Chelonia midas). Beberapa pantai
yang sering dikunjungi oleh penyu untuk bertelur antara lain Pantai Oro, Mbara-Mbara,
Buku. Pulau-Pulau kecil dalam wilayah adat Binongko yang memiliki pantai pasir belum
terjamah untuk kegiatan wisata adalah Pulau Kente Ollo 29 mil laut ke arah timur laut
Pulau Binongko serta Pulau Tuwu-Tuwu 19 mil laut ke arah timur Pulau Binongko. Selain
pantai yang indah pulau ini memiliki Taman batu yang merupakan salah satu keunikan
pulau ini, bibir pantai dengan hamparan batu - batu besar, dengan ukiran karang
memberikan cerita bagaimana proses pembentukan pulau ini.
Gambar 2.26 Taman Batu desa Waloindi (Kiri) dan Pantai batu desa Waloindi (Kanan)
Sumber: Indecon
Selain keindahan pantai serta taman batu yang terletak dibibir pantainya, di pulau
Binongko terdapat hutan mangrove Sowa yang masih terpelihara dan merupakan milik
adat sara dan dijaga agar tidak di tebang. Keunikan ekosistem mangrove di Desa Sowa
adalah habitanya daratan yang terendam air dan terpisah dari laut.Usia tanaman
mangrove merupakan tanaman tua dengan diameter diatas 50cm dan tinggi 40-60m.
Terdapat sekitar 13 (tiga belas) jenis Mangrove sejati diantaranya Rhizopora sp;
Xylocarpus sp, Sonneratia sp, Ceriop sp, serta mangrove ikutan seperti Scaevola sp, dll.
Laporan Akhir 46
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
adat/lokal, yaitu masyarakat adat Wanci, Mandati, Liya, Kaledupa, Waha, Tongano Timu,
serta Mbeda-beda. Selain itu juga terdapat dua masyarakat adat/lokal yang merupakan
pendatang yaitu masyarakat adat Bajau dan masyarakat adat Cia-cia yang berasal dari
etnis Buton.
Keragaman sosial budaya masyarakat Wakatobi menjadi daya tarik tersendiri yang
berpotensi melengkapi kegiatan berwisata di Wakatobi, sehingga wisatawan mempunyai
banyak pilihan dan dapat menambah lama tinggal di Wakatobi. Objek wisata budaya
banyak tersebar di hampir semua pulau di Wakatobi dan belum dikembangkan secara
maksimal, seperti artefak dan beberapa asrsitektur tradisional, seperti:
Di pulau Wang-wangi dan Kapota terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara
lain adalah:
Laporan Akhir 47
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Di pulau Kaledupa terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Di Pulau Kaledupa terdapat 3 (tiga) situs benteng yang terletak pada ketinggian
bukit di Desa Pajam yaitu Benteng Tobelo, Kamali dan Pangilia. Benteng Tobelo dan
Benteng Kamali terletak di Dusun Palea, Desa Pajam. Kedua benteng ini merupakan
satu kesatuan benteng yang dibangun untuk pertahanan dari serangan para
perompak dari Tobelo Maluku Utara. Benteng Tobelo berjarak sekitar 9 (sembilan)
km dari Ambeua dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua. Benteng ini
dibangun untuk menghalangi akses langsung sebelum memasuki benteng utama
(Benteng Kamali) dari serangan para pendatang dari luar. Benteng Tobelo
dilengkapi dengan lubang pengintai di sekelilingnya untuk mengetahui kedatangan
kapal-kapal dari luar. Benteng Kamali merupakan benteng utama sebagai pusat
pertahanan terakhir sebelum memasuki areal pusat kerajaan dengan luas areal
bentang 20 x 50 m. Tembok keliling benteng terbuat dari bebatuan kapur (karst)
yang disusun tanpa perekat dan dilengkapi dengan pintu masuk atau lawa. Di
dalam areal benteng terdapat kuburan tua serta lubang kecil tempat memasukkan
uang bagi para tamu atau pengunjung.
Benteng Ollo merupakan salah satu benteng yang terletak di desa Ollo Selatan dan
merupakan pusat pemerintahan Barata Kahedupa pada saat Kerajaan Buton.
Didalam benteng terdapat Baruga yang merupakan tempat musyawarah adat
dalam mengambil keputusan, dengan melibatkan seluruh kadie (wilayah adat) yang
ada di Wakatobi. Benteng memiliki 9 (Sembilan) lawa yang merupakan pintu masuk
bagi masing-masing Limbo yang ada di Barata Kahedupa dan merupakan pintu
masuk Kadie-kadie yang ada di Wakatobi. Selain itu di dalam benteng terdapat
Masjidd Tua yang memiliki arsitektur menyerupai Masjidd Keraton Buton. Situs
benteng lainnya di Pulau Kaledupa adalah Benteng La Donda di Desa Kasuwari,
Benteng Tapaa di Desa Balasuna Selatan, Benteng La Bohasi di Desa Darawa dan
Benteng Horuo di Desa Sombano.
Gambar 2.28 Lawa Benteng Ollo (Kiri) ,Masjid Tua benteng Ollo (Kanan),
Suasana Perkampungan di Benteng Ollo
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 48
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Di pulau Tomia terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Di Pulau besar Tomia terdapat 2 (dua) situs benteng besar yaitu Benteng Patua,
Benteng Suo-Suo atau Moori, serta Benteng Rambi Randa dan Benteng La
Kanamua yang terletak di Pulau Lentea Tomia. Benteng Patua terletak di Desa
Patua, Kecamatan Tomia yang berjarak sekitar 2 (dua) km dari kota kecamatan dan
dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Benteng ini terbuat dari bahan batu karang dengan memiiki 13 (tiga belas) pintu
masuk. Di dalam areal benteng terdapat sisa-sisa bangunan fondasi Masjid dan
kuburan tua. Kondisi benteng saat ini cukup terawat dan sudah dilakukan upaya
rekonstruksi. Gerbang pintu masuk dibuat dengan cukup megah dan dilengkapi
dengan lahan parkir kendaraan yang luas. Dari lokasi benteng ini dapat disaksikan
hamparan panorama laut Banda yang cukup indah. Benteng Suo-Suo berada di
Desa Kayanga (artinya ketinggian), Kecamatan Tomia Timur yang dapat dicapai
dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh sekitar 1
jam dari Tomia. Benteng ini terletak di dalam kawasan hutan, sekitar 200 meter
dpl. Dari lokasi benteng ini juga dapat disaksikan hamparan panorama laut dengan
gugusan pulau pulau Lentea, Tolandono, dan Pulau Binongko yang indah.
Sumber: Indecon
Di pulau Binongko terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Di Pulau Binongko terdapat Benteng Wali yang terletak di wilayah Kelurahan Wali
dan ditempati sebagai pemukiman penduduk, berfungsi sebagai pusat
pemerintahan di Pulau Binongko pada masa lalu. Benteng ini memiliki 7 (tujuh)
lawa (pintu gerbang). Di dalam benteng terdapat bangunan dengan arsitektur
rumah panggung berukuran 25 x 20 meter yang merupakan istana Sultan Buton
ke-33. Di samping itu juga terdapat sejumlah bangunan lainnya seperti baruga
sarano, yakni bangunan yang berfungsi sebagai tempat musyawarah, Masjidd, dan
makam keluarga sultan Buton. Di dalam kompleks rumah yang dulu digunakan
sebagi istana tersimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti senjata meriam
Laporan Akhir 49
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
badili barakati, alat musik tradisional (gong), dan guci naga. Kehidupan komunitas
penduduk dalam benteng masih mempertahankan tradisi dan budaya setempat.
Gambar 2.30 Trekking ke Benteng Koncu Patua Wali di Binongko (kanan) dan
Lawa Patua di Benteng Koncu Patua (Kiri)
Sumber: Indecon
Benteng Palahidu terletak di utara Pulau Binongko, memiliki pintu batu yang
disebut lawa dengan posisi mengarah ke laut. Di tempat ini terdapat situs berupa
batu fondasi Masjid dan kuburan tua seorang raja yang dinamakan Palahidu.
Secara historis, dulunya benteng ini merupakan bekas perkampungan warga
Palahidu. Konon, orang-orang Palahidu kemudian meninggalkan benteng ini karena
diserang wabah penyakit. Benteng Oihu terletak di timur Pulau Binongko yang
berjarak sekitar 3 (tiga) km dari pusat pemerintahan Desa Oihu. Benteng ini
memiliki 7 (tujuh) lawa dan merupakan perkampungan tua bagi warga Desa Oihu.
Di dalam benteng terdapat kuburan tua, rumah panggung tempat peristirahatan,
batu fondasi Masjid dan sebuah tiang kayu yang masih berdiri kokoh. Terdapat juga
benteng Baluara di perbukitan kampung Taipabu, benteng Tohalo di bukit antara
Wali dan Waloindi, benteng Waloindi serta benteng Taduna. Benteng Waloindi
terkenal dengan sejarah Kapitan Waloindi.
Selain 3 (tiga) benteng masih terdapat benteng lainnya yaitu benteng Taduna.
Benteng ini terletak didesa Waloindi, dengan bangunan yang memanjang hingga
akhir desa Waloindi. Benteng ini merupakan perkampungan tua bagi masyarakat
Waloindi. Berdasarkan cerita masyarakat, penduduk yang berada di perkampungan
tua itu hilang secara misterius karena terkena kutukan. Namun ada versi lain
mengatakan bahwa para penduduk di kampung itu turun ke pesisir.
Laporan Akhir 50
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Selain itu juga terdapat pondasi bekas Masjidd Wali I dan Situs Baruga Sarano Wali I yang
konon dibangun pada abad ke-15 oleh Syekh Abdul Wahid, seorang tokoh penyebar tradisi
Islami ke Pulau Binongko.Masjid ini terbuat dari susunan batu, berukuran 6x6 meter.Di
tempat ini masih terdapat bekas mimbar.Situs Baruga Sarano Wali I hanya menyisakan
bangunan baruga yaitu lawa baruga yang berupa fondasi dari batu, dan tiang kayu yang
sudah tidak berdiri lagi.Konon Baruga Sarano I ini merupakan pusat kegiatan penyebaran
agama Islam di Pulau Binongko.
Laporan Akhir 51
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 52
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Tradisi duata adalah puncak dari segala upaya pengobatan tradisional suku Bajo. Tradisi ini
dilakukan jika ada salah satu diantara mereka mengalami sakit keras dan tak lagi dapat
disembuhkan dengan cara lain termasuk pengobatan medis. Kata duata sendiri
merupakan kata saduran dari sebutan dewata.Dalam keyakinan masyarakat Bajo duata
adalah dewa yang turun dari langit dan menjelma menjadi sosok manusia.Dalam
kehidupan masyarakat Bajo saat ini pelaksanaan tradisi duata tidak terbatas pada prosesi
pengobatan tetapi juga dapat dilakukan dalam acara syukuran dan hajatan sebagai bentuk
penghargaan pada penguasa laut yang mereka sebut sebagai Mbo Janggo atau Mbi Gulli.
Selain tradisi pengobatan masyarakat Bajo Wakatobi juga memiliki sistem penangkapan
ikan tradisional, yang terdiri dari tiga sistem yaitu Palilibu, Pongka, dan Lamma.Palilibu
merupakan sistem penangkapan ikan yang areal penangkapannya berada di sekitar
perkampungan dan hasil tangkapannya dijual pada hari itu juga.Pongka merupakan sistem
penangkapan ikan yang areal penangkapannya jauh dari perkampungan dengan rentang
waktu tiga hari hingga satu minggu dengan menjual hasil tangkapannya ke kampung asal,
sedangkan Lamma merupakan sistem penangkapan yang dilakukan di areal yang jauh dari
perkampungan dengan meninggalkan kampung asalnya sampai berbulan dan hasil
tangkapannya dijual di perkampungan yang dekat dengan wilayah tangkapannya.
Laporan Akhir 53
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tarian Lariangi
Gambar 2.33 Tarian Adat Wakatobi Lariangi
Tari Lariangi berarti puncak kegembiraan
pada masa kerajaan Wa Ka Ka jaman
kejayaan Kerajaan Buton.Tarian ini
diwariskan kepada masyarakat Kaledupa
sebagai tari persembahan kerajaan untuk
menghibur para sesepuh kerajaan. Tari
Laporan Akhir 54
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
lariangi dilaksanakan dengan melibatkan 10-15 orang penari perempuan. Saat ini tari
lariangi sering ditampilkan untuk menyambut kedatangan masyarakat perantauan dan
tamu luar daerah yang diagungkan. Tarian ini identik dengan kelembutan dan kehalusan
gemulai gadis remaja nan cantik jelita.
Tari Sajomoane
Merupakan tarian tradisonal yang berasal dari desa Kulati, Tomia Timur.Tarian ini
ditampilkan pada saat upacara perkawinan, Hari raya serta penyambutan masyarakat
Kulati yang telah lama merantau.Dalam tarian sajo terdapat banyak variasi gerakan, setiap
pementasan minimal 10 orang penari perempuan dengan gerakan berpasangan.Dalam
pementasan terdapat syair yang mengartikan tentang sejarah, tradisi serta ketegaran.
Tari Lutunane
Merupakan tari tradisional yang berasal dari pulau Tomia.Dalam pementasannya
menampilkan 8 hingga 10 orang pemuda desa dengan membawa tombak.Tarian ini
menggabarkan kerasnya penentangan terhadap para penjajah yang datang ke desa.Tarian
ini ditampilkan pada saat penyambutan orang-orang yang memiliki peran penting seperti
Gubernur dan Bupati.
Tari Banda
Merupakan tari tradisonal yang ditampilkan pada saat hajatan atau penyambutan
masyarakat yang baru datang dari perantauan.Pementasan tarian ini dilaksanakan
berpasangan (pria dan wanita) oleh orang tua, tarian ini menggabarkan tentang
kebersamaan masyarakat desa.Alat musik dalam pementasan tari ini adalah alat musik
tradisional seperti gendang dan gamelan.
2.4.5 Kuliner
Sebagai daerah kepulauan serta lahan dengan sebagian besar karst membuat masyarakat
Wakatobi harus kreatif dalam mengelola sumber daya alam terutama untuk makanan
sehari-hari.Sebagian besar pertanian dan perkebunan di daerah ini adalah singkong dan
jagung.Dengan bahan yang tersedia masyarakat dapat membuat berbagai macam jenis
Laporan Akhir 55
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
makanan/ kuliner yang berbeda dengan kuliner yang ada di daerah lainnya. Beberapa
makanan khas dari daerah ini antara lain Honenga, Perangi, Soami Hugu-hugu, Soami ,
Soami Pepe, Salamu/ sakiri, Ndafu-ndafu, Kenta nidole, Kadampo, Kenta nisenga, Sira-sira
nu labu, Kansenga, Pogollu, Loku-loku, Kambalu, Waji Kananga, Jojolo, Halua, Epu-epu,
Bika bika, Onde-onde, Sinanga nu gorau, Taingkora, Kangkuru mbou, Kapusu,
Tukulamba, Pombifi. (Lampiran 4)
Gambar 2.34 Parende / sup ikan (kiri), Kasoami pepe (kanan), Kasoami (bawah)
Sumber: Indecon
2.4.6 Kerajinan
Beberapa kerajinan yang biasanya sering dijadikan oleh-oleh atau cinderamata oleh
wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi. Rata-rata kerajinan ini terbuat dari bahan-bahan
alami serta proses pembuatan dengan cara tradisional sehingga kualitas yang dihasilkan
pun dapat maksimal. Adapun kerajinan tersebut seperti; Tenun, Tikar bambu, tikar lidi,
serta beberapa kerajinan untuk penghias ruangan.
Tenun Merupakan kerjinan tradisional yang ada di seluruh daerah Wakatobi. Pengrajin
tenun di Wakatobi masih menggunakan peralatan tradisional bahkan ada yang masih
menggunakan benang dari kapuk/kapas. Motif dari kain tenun ini pun bermacam-
macam dan berbeda antara kain tenun laki-laki dan perempuan.( Lampiran 5 )
Laporan Akhir 56
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.35 Kain tenun untuk perempuan (Kiri) dan kain tenun untuk Laki-laki
(Kanan)
Sumber: Indecon
Kerajinan yang menggunakan bahan dasar Lidi yang kemudian dianyam dengan
cara tradisional menghasilkan beberapa bentuk cindera mata yang unik seperti
hiasan dinding, alat makan (piring, nampan), serta dapat dibuat tas yang unik.
Kerajinan yang menggunakan bahan dasar pandan duri yang tumbuh dipesisir ini
disulap menjadi kerajinan yang indah seperti tas wanita dan tikar.
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 57
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
2.5.1 Infrastruktur dan Akses
Pengembangan Infrastruktur jalan di Kepulauan Wakatobi masih dalam upaya pengadaan
dan perbaikan.Hingga tahun 2011 panjang jalan di Kabupaten Wakatobi mencapai 375.766
km dengan berbagai macam kondisi. Secara umum, jalan di Kabupaten Wakatobi
merupakan jalan dengan tipe III C (jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton) dan sebagian besar jalan di Wakatobi merupakan jalan yang tidak
beraspal (kerikil dan tanah). Lihat tabel 2.17 berikut.
Laporan Akhir 58
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sebagai penghubung Wakatobi dengan kawasan lainnya, selain kapal laut juga dapat
menggunakan pesawat udara. Maskapai yang saat ini melayani rute penerbangan ke
Wakatobi dari Jakarta (transit Makassar dan atau Kendari) yaitu Wings Air, dengan jadwal
penerbangan lima kali seminggu di pagi hari. Sementara itu untuk tamu Wakatobi Dive
resort mereka memiliki pesawat tersendiri dan mendarat di landas pacu di Pulau
Tomia.Jumlah maskapai dan juga jadwal yang terbatas dinilai masih belum bisa
mengakomodir jumlah kunjungan ke Wakatobi. Dengan jadwal yang hanya satu kali
penerbangan setiap harinya menyebabkan banyak pengunjung yang akan ke Wakatobi
terpaksa menggunakan akses laut yang menyita banyak waktu dan kadang terkendala
dengan cuaca sementara kecepatan akses sangat dibutuhkan. Penambahan jumlah
maskapai dan juga jadwal penerbangan akan sangat dibutuhkan kedepannya mengingkat
semakin meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi. Untuk jadwal dan harga
transportasi dari dan ke Wakatobi dapat dilihat pada lampiran 6.
Moda transportasi lokal (darat) untuk pengunjung umum yang terdapat di pulau-pulau
utama Kabupaten Wakatobi menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp. 3.000,- s/d Rp.
100.000,- tergantung jarak dan medan yang ditempuh. Selain itu, persewaan kendaraan
roda empat juga tersedia dengan tarif yang sangat bervariasi dengan kisaran harga Rp.
300.000,- s/d Rp. 400.000,- atau tergantung dengan kesepakatan dan jenis kendaraan yang
di sewa.
Laporan Akhir 59
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Resort (WDR-Tomia) digunakan terbatas untuk tamu mereka dan terbang langsung dari
Bali.
Gambar 2.38 Pesawat Komersial dan Kapal Feri yang Mendarat di Wakatobi
Sumber: Indecon
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 60
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Target pemerintah di tahun 2014 adalah menjadikan Matahora sebagai bandara transit
untuk penerbangan ke Indonesia Timur, mengingat Wakatobi terletak di antara Laut Banda
dan Flores. Selama ini penerbangan ke Indonesia Timur melalui Makassar memiliki jarak
tempuh cukup panjang, diharapkan dengan melalui Wakatobi menjadi lebih singkat. Selain
itu juga ada pembangunan landas pacu (airstrip)di Kaledupa oleh Pemerintah Daerah,
meskipun lokasinya di daerah dekat Danau Sombano yang merupakan daerah konservasi
mangrove. Tahun 2013 ini fasilitas pelabuhan penyeberangan antar pulau sedang dalam
proses pengembangan dengan menambah lebar jalan menuju pelabuhan dan
penambahan tempat sandar kapal.
2.6.1. Akomodasi
Salah satu kendala yang dihadapi Wakatobi sebagai sebuah destinasi adalah minimnya
sarana akomodasi yang memadai dan memiliki standar pelayanan minimal bagi
wisatawan, baik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.Sebagian besar
sarana akomodasi yang ada di Wakatobi masih berupa penginapan sederhana dan
homestay yang dikelola secara mandiri oleh sebagian masyarakat.Hotel dan Resort pun
masih sangat terbatas jumlahnya.
Dari tabel 2.20 diketahui bahwa konsentrasi fasilitas akomodasi di Kabupaten Wakatobi
masih berada di Pulau Wangi-wangi (70,15%), diikuti Kaledupa (27,25%) dan Tomia
(12,25%). Sementara Pulau Binongko tercatat tidak memiliki satupun hotel ataupun
penginapan komersial, hanya terdapat rumah penduduk yang sewaktu-waktu bisa
dijadikan penginapan jika ada wisatawan yang membutuhkan.
Sumber : Indecon
Laporan Akhir 61
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.19 Kisaran Harga dan Tingkat Hunian Akomodasi di Wangi-wangi 2013
No Nama Hotel Kisaran Harga Tingkat Okupansi
Rata-rata 9,10%
Sumber: Hasil Survey (2013)
Penginapan 4 1 3 -
Resort 1 1 1
Hotel 8 - - -
Kamar 169 15 61 -
Bed 240 30 70 -
Sumber: Survey Indecon, 2013
Laporan Akhir 62
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sementara itu, tingkat okupansi beberapa hotel yang berada di kawasan Wangi-wangi
selama ini sangat rendah.Seluruh hotel dan penginapan yang berhasil diidentifikasi tingkat
hunian rata-rata berada dibawah 10%.Hal ini menunjukkan bahwa tamu atau wisatawan
yang datang berkunjung ke Wakatobi belum merata dan berkelanjutan sepanjang tahun.
Keadaan ini tentu saja akan sangat mempengaruhi keberadaan hotel dan penginapan di
masa yang akan datang. Tingkat hunian beberapa hotel yang ada di Pulau Wangi-wangi
dapat dilihat pada Tabel 2.19. Secara keseluruhan dalam kurun waktu lima tahun (2008-
2012) tercatat jumlah tamu yang menginap di Wakatobi mengalami fluktuasi, terutama
pada periode tahun 2010-2012. Pada periode ini fluktuasi jumlah tamu yang menginap di
Wakatobi sangat tajam, baik kenaikan maupun penurunannya. Penurunan paling tajam
terjadi pada periode tahun 2011-2012 yang mencapai 18,37 %.
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 63
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Binongko -
Tomia 2
Kaledupa -
Wangi-wangi 23
Jumlah 25
Sumber: Data Hasil Survey (2012)
Laporan Akhir 64
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sebagian besar paket yang ditawarkan oleh BPW ini adalah paket menyelam dan berbagai
aktivitas yang terkait dengan olahraga air.Selain paket-paket wisata tersebut, beberapa
BPW juga menyediakan jasa persewaan alat transportasi darat (mobil/motor) dan alat
transportasi laut (kapal boat) serta penjualan tiket perjalanan baik udara maupun laut bagi
masyarakat maupun wisatawan.
2.6.5 Telekomunikasi
Kemajuan teknologi telah berkembang dengan pesat dan pemakaian internet telah
memudahkan setiap orang untuk mengakses informasi dan berkirim kabar dengan cepat
dan mudah. Jaringan telekomunikasi tersedia melalui telepon dan internet. Terdapat
beberapa operator telekomunikasi yang menyediakan jasa seperti telkom (di Wanci) dan
operator seluler (telkomsel, indosat) akan tetapi pelayanan jaringan kadang jelek atau
bahkan terputus, terutama jika cuaca buruk. Di kawasan Wakatobi terdapat 7 buah pos
yang terdiri dari kantor pos pembantu sebanyak dua buah yang terletak di Wangi-wangi
dan Binongko; rumah pos (2 buah) yang terletak di Tomia, Kaledupa dan Wangi-wangi; pos
keliling (satu buah) yang terdapat di Wangi-wangi serta satu buah bis surat yang terdapat
di Kecamatan Wangi-wangi.
Laporan Akhir 65
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Jumlah 5 3 2
Sumber: Survey Indecon, 2013
Laporan Akhir 66
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Pulau Jawa yaitu Jakarta dan Bandung, selain terdapat juga wisatawan yang berasal dari
Makassar.Waktu kunjungan wisatawan lokal berkisar antara bulan Juli hingga Agustus,
sedangkan musim sepi kunjungan berkisar antara Januari hingga Februari.
Sebagian besar penyedia jasa lokal belum memiliki media online yang mumpuni sehingga
masih kurang optimal pemasarannya.Sementara itu wisatawan yang datang menggunakan
BPW lokal ini biasanya mendapatkan rekomendasi dari teman dan atau kerabat yang
sudah pernah menggunakan jasa BPW tersebut.
Paket wisata selam menjadi produk utama BPW lokal yang ditawarkan kepada
wisatawannya.Meskipun demikian, tidak semua waktu wisatawan digunakan untuk
menyelam, dikarenakan ada batasan dan rentang waktu minimal 24 jam yang dibutuhkan
oleh wisatawan untuk kembali menyelam dan atau sebelum mereka kembali dengan
menggunakan pesawat. Jika hal itu dilanggar akan membahayakan diri wisatawan. Oleh
karenanya, para penyedia jasa wisata kemudian juga mempersiapkan produk tambahan
yang dijadikan satu dengan paket wisata utama yang mereka tawarkan kepada wisatawan,
seperti mengunjungi desa-desa, situs sejarah dan aktivitas lainnya yang dilakukan di
daratan.
Selain BPW lokal yang menjual paket wisata di Wakatobi, terdapat kelompok masyarakat
di beberapa desa/pulau di Wakatobi yang juga memilliki inisiasi untuk membuat paket
wisata dengan mengedepankan produk unggulan yang dimiliki oleh desa/pulau masing-
masing. Rata-rata paket wisata yang dibuat lebih menjual kawasan daratan yang memiliki
keunikan lain dibandingkan dengan alam bawah lautnya.
Kelompok masyarakat di Kapota, Waha, Liya, Mola Raya, Kaledupa dan Tomia adalah
kelompok masyarakat yang berusaha untuk mengembangkan paket wisata berbasis alam
dan budaya, seperti tarian, keseharian masyarakat lokal, fenomena alam yang unik,
warisan sejarah, kuliner khas dan lainnya.
Laporan Akhir 67
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Wilayah cakupan kegiatan menyelam dan snorkeling yang ditawarkan oleh operator wisata
di Wakatobi hampir mencakup seluruh kawasan, namun lebih banyak di titik-titik selam
yang sudah dibuatkan zona khusus berdasarkan peta kawasan selam.Titik selam yang
sering menjadi kunjungan wisatawan biasanya adalah Mari Mabuk, Waha, Tomia, Hoga
dan masih banyak titik lainnya yang selanjutnya dapat dilihat pada gambar 2.8 (lihat Bab 2)
yang memperlihatkan persebaran titik selam di pulau-pulau utama di Wakatobi.
Kendala yang dihadapi oleh sebagian penyedia jasa selam adalah minimnya transportasi
yang menghubungkan pasar wisatawan dengan daya tarik wisata.Selain itu kondisi cuaca
yang mudah berubah menyebabkan sering berubahnya jadwal kegiatan selam.
Tabel 2.23 Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Paket Wisata yang Ditawarkan
No Nama BPW Pulau Jenis Paket Wisata Harga Keterangan
Tandiono
1.500.000/org/hari/
1. Wakatobi Tomia Diving
3 X Dive
Dive Center
Snorkling 175.000/org
Laporan Akhir 68
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Photography 1.500.000,-
4 hari 3 malam.
hari 1:
datang,check in,
makan siang 2 X
5. Alexa Scuba Diving Trip 5.500.000/paket/org dive;
hari 2:3 X dive;
hari 3: 2 X dive +
Land trip;
hari 4: pulang
1.600.000/org/day KarangGuritadanM
3 Dive daytrip
(min 2Pax) atahora
Kapota,Waha,Som
1.000.000/org/day bu,Wandoka
2 Dive daytrip
(min 2Pax) Karang Gurita dan
Matahora
Sumber: Data Hasil Survey (2013)
Paket wisata non selam awalnya ditawarkan kepada wisatawan sebagai pengisi waktu
kosong dalam rentang waktu penyelaman.Namun kemudian kegiatan tersebut memiliki
daya tarik tersendiri yang cukup menarik minat wisatawan untuk datang, akhirnya
dijadikan satu rangkaian paket yang saling melengkapi.
BPW lokal rata-rata mengkombinasikan paket selam mereka dengan paket non selam yang
ada. Selain BPW, seperti dijelaskan sebelumnya di atas, kelompok masyarakat pun
mengembangkan paket yang siap untuk dikolaborasikan dengan paket selam sebagai
paket utama. Paket yang dijual oleh kelompok masyarakat rata-rata berdurasi 1 (satu)
hingga 2 (dua) hari. Paket ini berkembang sebagai paket pendukung, dan jika dikemas
dengan baik akan menjadi daya tarik utama yang dapat diminati oleh wisatawan selain
selam.
Laporan Akhir 69
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Produk wisata yang ditawarkan dalam paket non selam ini antara lain melihat benteng,
trekking, berkunjung ketempat pembuatan souvenir, melakukan aktivitas masyarakat lokal
seperti menangkap gurita, memancing dan lainnya, piknik di pinggir pantai, melihat
pertunjukan seni, mengunjungi pemukiman Suku Bajo, atau hanya bersantai saja di pinggir
pantai. Paket wisata non selam yang dibuat oleh operator lokal biasanya terakomodir
dalam satu paket besar yang digabungkan dengan paket wisata selam dan snorkeling.
Untuk tiap paket wisata non selam yang dimiliki oleh BPW rata-rata tidak ada harga khusus
tapi tergantung permintaan.
Akan tetapi untuk beberapa kegiatan yang dirasakan memiliki nilai jual kemudian dijadikan
paket wisata tersendiri adalah kegiatan pengamatan lumba-lumba dan fotografi.Begitupun
dengan paket yang dijual oleh kelompok masyarakat, mereka menyusun dan memiliki
agenda dan variasi harga yang disesuaikan dengan jenis paket yang ditawarkan. Paket yang
dijual oleh kelompok masyarakat ditawarkan dengan kisaran Rp.450,000 hingga
Rp.4,500,000 tergantung dari paket yang diambil dan juga durasi waktunya. Paket wisata
non selam sampai saat ini belum cukup kuat untuk bisa berdiri sendiri, karena dilihat dari
posisi Wakatobi dan kekuatan daya tarik serta pengemasan produknya, belum bisa
mendukung paket wisata non selam menjadi setara dengan paket selam.
Melihat kemajuan sektor pariwisata serta pariwisata merupakan sektor utama yang
dikembangkan di Wakatobi, membuat beberapa masyarakat membuat kelompok kerja
untuk mengembangkan objek yang ada di desa mereka dengan membuat produk wisata
non selam dengan memadukan kegiatan trekking dengan kekayaan potensi yang dimiliki
oleh masing-masing desa. Paket non selam yang ditawarkan oleh masyarakat antara lain
adalah paket tour sejarah, tour budaya serta trekking menuju puncak. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada lampiran 6.
Laporan Akhir 70
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 71
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Survey pasar oleh tim DMO dan Joint Program TNC-WWF (Juni - Desember 2013) terhadap
68 wisatawan nusantara yang berkunjung ke Wakatobi, memperlihatkan profil wisatawan
umumnya adalah lelaki (53%). Kisaran umur wisatawan rata-rata dewasa, yaitu kelompok
umur 36-45 tahun (43%) dan 26-35 tahun (34%).Responden ini ditemui di berbagai fasilitas
pariwisata, seperti hotel, restoran, dan bandara. Sebagian besar wisatawan nusantara
berasal dari berbagai kota di Sulawesi (30%) dan Jakarta (27%).
Laporan Akhir 72
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sebagian besar wisatawan mendapat informasi dari internet (40%) dan teman atau
anggota keluarga (41%).Hal ini membuktikan pentingnya menjaga kepuasan wisatawan
yang berkunjung karena sejauh ini rekomendasi wisatawan adalah pemasaran
terbesar.Akan tetapi, sayangnya sebagian besar menilai informasi tentang daya tarik masih
kurang baik. Hal ini perlu dipelajari lebih lanjut untuk memperbaiki sistem informasi wisata
di Wakatobi, seperti informasi apa yang dibutuhkan oleh wisatawan.
Sebagian besar wisatawan menginap di hotel bintang (60%) dan tampaknya masih relative
sedikit yang memanfaatkan rumah inap penduduk.Biaya akomodasi cenderung dianggap
normal (46%) hingga mahal (45%) oleh sebagian besar wisatawan.Tingkat kepuasan
relative berada di titik tengah (lihat diagram) dengan banyaknya wisatawan yang menilai
cukup, kurang, dan sangat kurang sehinga kualitas akomodasi sangat perlu ditingkatkan.
Profil pengeluaran wisatawan sangat sulit untuk didapatkan datanya; karena sebagian
responden tidak dapat memberikan jawaban karena berbagai alasan.
Laporan Akhir 73
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Mungkin berkat baiknya kualitas informasi di internet, sebagian besar dari responden
mengatur sendiri (48%) perjalanannya ke Wakatobi. Pengunjung yang pengaturan
perjalannya dilakukan oleh kantor (31%) tampaknya adalah pengunjung dengan tujuan
pekerjaan atau penelitian. Tingkat pengulangan kunjungan masih sangat rendah (hanya
26%) dan lama tinggal (length of stay) terbesar adalah 2-3 hari.Durasi ini sangat singkat jika
memperhitungkan waktu perjalanan ke dan di dalam Wakatobi.Diperlukan strategi untuk
meningkatkan lama kunjungan wisatawan.
Laporan Akhir 74
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 75
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Diagram 2.15 Tingkat Kepuasan pada Kondisi Daya Tarik dan Pelayanan
Laporan Akhir 76
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Di samping cuaca yang merupakan factor alam, ketersediaan informasi dan, transportasi,
serta ketersediaan listrik adalah kendala-kendala besar bagi Wakatobi. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.14. Peningkatan kualitas pelayanan yang disarankan
seperti:
Dari 30 orang responden penyelam, sebanyak 63% menjawab belum pernah mengunjungi
Wakatobi, sementara 37% sudah pernah mengunjungi Wakatobi.
Laporan Akhir 77
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Para responden penyelam sebagian besar (44%) mengaku bepergian keluar kota sebanyak
2-3 kali setiap tahunnya. Sementara 33% responden mengaku bepergian rata-rata
sebanyak 3-4 kali dalam setahun, dan 23% responden mengaku bepergian sebanyak lebih
dari 5 kali dalam setahun.Sebanyak 65% responden merasa bahwa tipe akomodasi yang
paling sesuai dengan perjalanan wisata mereka adalah hotel berbintang 1-3. Sementara
23% responden lebih memilih untuk menginap di homestay, 8% responden memilih untuk
menginap di hotel berbintang 4-5, dan 4% responden merasa lebih nyaman dengan
kegiatan camping.
Waktu yang dirasa ideal oleh mayoritas responden penyelam (63%) untuk berwisata ke
Wakatobi yakni selama 6-8 hari perjalanan. Sementara 20% responden merasa 3-5 hari
merupakan waktu yang ideal, dan 17% responden merasa lebih nyaman dengan
perjalanan selama lebih dari 9 hari.
Laporan Akhir 78
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Dari 19 responden penyelam yang mengaku belum pernah mengunjungi Wakatobi, sebanyak 42%
responden mengaku alasan mereka belum mengunjungi Wakatobi karena masih ada tujuan
wisata lainnya yang lebih menarik. Sementara 37% responden mengaku belum ada waktu, dan
21% responden mengaku akses yang sulit menyebabkan mereka enggan berwisata ke
Wakatobi.Kegiatan wisata selain menyelam yang ingin dilakukan oleh sebagian besar
responden yakni mengunjungi obyek wisata alam (47%). Sementara 36% responden lebih
memilih untuk menyaksikan kehidupan suku Bajo, dan 10% responden memilih untuk
mengunjungi bangunan bersejarah, dan 7% responden memilih untuk mengunjungi obyek
wisata lainnya.
Sebanyak 63% responden penyelam menjawab bahwa anggaran yang dirasa ideal untuk
berwisata di Wakatobi yakni tidak lebih dari 5 juta rupiah. Sementara 30% responden
bersedia untuk mengeluarkan 6-10 juta rupiah, dan 7% responden bersedia untuk
mengeluarkan 10-15 juta rupiah untuk mendapatkan pengalaman berwisata ke Wakatobi.
Laporan Akhir 79
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Dari 11 orang responden yang pernah berkunjung ke Wakatobi, sebanyak 73% mengaku
mengalami kesulitan dalam hal akses, 9% mengalami kesulitan menyangkut akomodasi,
sementara 9% responden menyatakan tidak mengalami kesulitan saat berkunjung ke
Wakatobi.
Cara yang ditempuh responden pada saat merencanakan perjalanan ke Wakatobi, yakni
sebanyak 27% membeli paket perjalanan dari tour operator di daerah asalnya, 18%
membeli paket perjalanan setibanya di Wakatobi, dan 46% responden tidak membeli
paket wisata, melainkan merancang sendiri perjalanannya, dan 9% responden
menggunakan cara lainnya.
Taman Nasional Wakatobi (TNW) dikelola dengan sistem zonasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) No. SK. 149/IV-
KK/2007 tanggal 23 Juli 2007, terdiri dari: zona inti (1.300 ha), zona pemanfaatan bahari
Laporan Akhir 80
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
(36.450 ha), zona pariwisata (6.180 ha), zona pemanfaatan lokal (804.000 ha), zona
pemanfaatan umum (495.700 ha) dan zona khusus darat (46.370 ha). Sebagai kawasan
konservasi, TNW memiliki obyek dan daya tarik wisata alam berupa kekayaan flora, fauna,
bentangan alam yang indah dan ekosistem bawah laut yang menarik, serta sejarah dan
peninggalan kebudayaan yang potensial untuk dikembangkan menjadi lokasi pariwisata
alam.
Tabel 2.25 X Zona Pariwisata dalam Taman Nasional Wakatobi
SPTN Lokasi Potensi Wilayah
SPTN Wilayah Terdapat di bagian ujung timur Karang Lokasi penyelaman
I Wangi-wangi Kaledupa
Sebagian wilayah pesisir sebelah timur Lokasi penyelaman
Pulau Wangi-Wangi (di Pantai Suosu)
Sebagian wilayah pesisir sebelah timur Ruang usaha
Pulau Wangi-Wangi (disekitar Pantai Lokasi dermaga
Suosu) tepatnya dari bibir pantai
sampai dengan tubir dan lebar 100 m
SPTN Wilayah Karang Otiolo Lokasi penyelaman
2 Kaledupa Karang Desa Sombano (ujung barat Lokasi penyelaman
utara Pulau Kaledupa)
Sebagian wilayah sebelah selatan pesisir wisata mangrove
Desa Sombano
Sebagian kecil wilayah sebelah selatan wisata mangrove
pesisir Desa Sombano
Sebagian besar Pesisir Sebelah barat Lokasi penyelaman
Pulau Hoga
Sebagian kecil pesisir sebelah barat Ruang Usaha
Pulau Hoga (dikelola oleh Yayasan Pembangunan dermaga
Mitra Alam Wakatobi)
SPTN Wilayah Bagian timur Karang koromaho Lokasi penyelaman
III Tomia Pesisir Ujung selatan Pulau Binongko Lokasi penyelaman
Pesisir Ujung selatan Pulau Binongko Lokasi penyelaman
Pesisirujung Barat pulau Binongko Lokasi penyelaman
Ujung Karang Tomia bagian selatan Lokasi penyelaman
Ujung Karang Tomia bagian Utara Lokasi penyelaman
Pesisir Pulau Tolandono sebelah barat Lokasi penyelaman
(WDR)
Sebagian kecil Pesisir Pulau Tolandono Ruang Usaha
sebelah barat Lokasi WDR dan
dermaga
Karang Mari mabuk Lokasi penyelaman
Pemanfaatan zona pariwisata dibagi menjadi peruntukan ruang public dan ruang
usaha.Ruang public didesain pada kawasan yang terletak di kawasan luar; sementara
ruang usaha didesain pada kawasan pesisir.Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
potensi dan kondisi wilayah dalam beberapa titik di zona pariwisata yang berada di pesisir
telah dilakukan usaha pariwisata alam dan dimungkinkan untuk pembangunan sarana
pariwisata secara terbatas seperti pembangunan dermaga, mouring buoy dan
Laporan Akhir 81
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
sejenisnya.Luasan pembangunan dermaga atau sejenisnya tidak lebih dari ukuran panjang
menyesuaikan dengan panjang tubir pantai dan lebar 100 m.
Selain itu, TN Wakatobi juga menetapkan zona khusus daratan difokuskan pada 5 (lima)
lokasi Model Desa Konservasi (MDK) yang saat ini menjadi binaan Balai Taman Nasional
Wakatobi. Sementara untuk wilayah daratan lainnya mengacu pada Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Wakatobi. Terdapat 5 (lima)
kawasan MDK yang dikembangkan, yaitu:
Pengembangan MDK dimaksudkan sebagai salah satu alternative daerah tujuan wisata di
TNW, sehingga diperlukan penguatan pembangunan di dalamnya.Kegiatan yang dilakukan
berupa pelatihan manajemen kelembagaan dan pelatihan keterampilan teknis.
Laporan Akhir 82
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
2.10.3 Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Wakatobi
Dalam Ripparda Kabupaten Wakatobi telah ditetapkan 6 (enam) kawasan pariwisata
prioritas yang terbagi menjadi 2 tahapan prioritas pengembanganya itu sebagai berikut:
Laporan Akhir 83
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 84
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Oleh karenanya, dalam pengembangan kepariwisataan di wilayah ini sangat perlu untuk
melibatkan semua desa yang ada dan juga pihak lembaga adat setempat, selain
pemerintah kecamatan, desa, lembaga agama, dan kelompok nelayan; dan juga
berkoordinasi dan bersinergi dengan program DMO (Destination Management
Organisation).
Para pihak secara umum mendukung kegiatan pariwisata di Kaledupa, sebagai alternatif
pendapatan diluar perikanan dan pertanian.Namun demikian disadari bahwa pemahaman
masyarakat tentang pariwisata masih sangat kurang.Oleh karenanya diperlukan kegiatan
sosialisasi ke masyarakat terkait tujuan dan manfaat dari kegiatan pariwisata bagi
masyarakat dan lingkungan.Diperlukan kontinuitas dari kegiatan-kegiatan pengembangan
pariwisata yang dilakukan berbagai pihak, serta keterbukaan dan kejelasan dari pihak
pelaksana program.
Laporan Akhir 85
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Mereka menyadari besarnya potensi sumber daya wisata yang dimiliki.Namun karena
pemahaman dan kemampuan mereka yang terbatas, mereka kesulitan dalam
mengembangkan potensi tersebut.Untuk itu mereka mengharapkan pemda dapat
melakukan sosialisai tentang pariwisata, dan dukungan pembangunan infrastuktur
khususnya jalan.Lebih lanjut, para pihak menginginkan pariwisata yang berkembang di
Binongko harus mengikuti dan menghormati aturan serta tradisi setempat.
Laporan Akhir 86
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai para pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Pemerintah Daerah pada dasarnya mendukung pengembangan pariwisata di Wakatobi,
dengan menjadikan sektor ini sebagai salah satu sektor andalan pembangunan
wilayah.Pihak TN juga mulai mendukung kegiatan wisata dengan beberapa program awal,
termasuk di tahun 2012 dengan menyusun master plan pariwisata Wakatobi.
Masyarakat pun secara umum mendukung dan ingin terlibat dan mendapatkan manfaat
dari pembangunan kepariwisataan Wakatobi.Namun mereka menyadari kekurangan
dalam hal pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan pariwisata, selain juga
kondisi sarana dan prasarana pendukung yang masih kurang.Masyarakat mengharapkan
peningkatan kapasitas dan kegiatan pendampingan di masyarakat yang langsung dan
berkelanjutan, sehingga pariwisata dapat memberikan manfaat dan keuntungan yang
nyata bagi masyarakat, tanpa membawa pengaruh negatif terhadap tradisi dan budaya
setempat.
Pihak industri juga sangat mengharapkan kepariwisataan daerah Wakatobi dapat lebih
dikembangkan.Kondisi sarana prasarana yang terbatas menjadi permasalahan yang
mereka rasakan pula saat ini.Seperti juga yang diharapkan masyarakat dalam hal
pendampingan, pihak industri juga mengharapkan pendampingan dalam penyusunan
paket-paket wisata.
Laporan Akhir 87
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 3
ANALISIS KEPARIWISATAAN WAKATOBI
Laporan Akhir 88
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Berikut akan dikaji kondisi setiap destinasi pesaing khususnya terkait (a) aksesibilitas, (b)
ketersediaan fasilitas hotel, (c) ketersediaan rumah sakit -sebagai fasilitas penunjang yang
cukup penting bagi destinasi wisata bahari, (d) paket wisata, dan (e) permintaan.
i. Aksesibilitas; Seluruh destinasi pesaing mempunyai tingkat kesulitan yang relatif
sama; yaitu: (i) tidak mempunyai penerbangan langsung (dari Jakarta atau Bali
sebagai sumber pasar utama wisman maupun wisnus); (ii) harga yang relatif mahal
karena jarak dan ketersediaan penerbangan yang terbatas; (ii) seringkali masih
harus dilanjutkan dengan moda transportasi lain (kapal), misalnya Banda,
Derawan, dan Raja Ampat.
Pada harga tertinggi, hanya tiket penerbangan ke Bunaken (Manado) yang lebih
murah daripada ke Wakatobi. Penerbangan hanya mengantarkan wisatawan
hingga kota penghubung terdekat; sementara untuk mengakses lokasi
penyelaman wisatawan masih harus mengeluarkan biaya untuk sewa kapal.
Perbandingan harga tiket pesawat untuk menuju ke destinasi pesaing Wakatobi
dapat dilihat pada tabel 3.1.
Laporan Akhir 89
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
ii. Ketersediaan fasilitas hotel di Wakatobi jauh tertinggal dibanding para pesaing
utamanya. Beberapa pesaing utama mempunyai lokasi yang strategis karena kota
kedatangan destinasi tersebut termasuk kategori kota besar dan memiliki fasilitas
yang lebih baik; misalnya Bunaken yang dapat mengandalkan fasilitas di Kota
Manado, sebagai ibukota provinsi. Dari seluruh pesaing utama, Komodo (Labuan
Bajo) dan Bunaken (Manado) memiliki ketersediaan fasilitas yang relatif paling
baik. Berdasarkan ketersediaan fasilitas hotel di destinasi pesaing terdapat
beberapa kecenderungan utama, yaitu:
Di destinasi yang sangat tergantung pada wisata bawah laut (misal: Derawan,
Raja Ampat, dan Banda), pasokan hotel didominasi oleh resort individual kelas
atas (dengan kisaran harga kamar di atas Rp. 1.000.000,-), dan penginapan (di
bawah Rp. 250.000,-). Pasokan hotel kelas menengah (harga antara Rp.
300.000 Rp.1.000.000 per malam) hanya terdapat di kota penghubung
terdekat (Waisai, Sorong dan Ambon, yang berjarak 3-4 jam perjalanan
dengan kapal). Wisatawan lazimnya akan menginap 1-2 malam di kota ini
sebelum berwisata ke destinasi tujuan.
Di destinasi yang mempunyai varian kegiatan wisata lain (seperti Komodo dan
Bunaken) pasokan hotel lebih bervariasi, khususnya yang paling banyak ada di
kisaran harga Rp. 500.000 Rp.750.000 per malam. Kota Manado mempunyai
banyak pasokan hotel dengan kisaran harga Rp. 500.000 -Rp 1.000.000, karena
juga merupakan ibu kota provinsi.
Laporan Akhir 90
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Jayakarta,
1. Komodo Labuan Bajo 0 45 276 26 0 Ecolodge,
Luwansa
Resort individu
3. Derawan Berau 104 76 0 0 17
kelas atas
iii. Fasilitas penunjang lain yang sangat penting untuk wisata bahari adalah rumah
sakit (layanan kesehatan) khususnya fasilitas dekompresi untuk mengantisipasi
kecelakaan akibat dekompressi yang sering dialami penyelam. Lokasi rumah sakit
terdekat di destinasi-destinasi tersebut yang memiliki fasilitas ini adalah :
RSP Balikpapan (10 jam perjalanan darat dari Derawan, Berau)
RSU Manado
RSAL Halong Ambon (4 jam perjalanan kapal dari Banda)
RS Petromer Sorong (4 jam perjalanan kapal dari Raja Ampat)
RSU Makasar (4 jam penerbangan dari Wakatobi, via Kendari)
Fasilitas kesehatan di kota terdekat seluruh destinasi pesaing adalah Rumah Sakit
Umum Daerah dengan fasilitas yang terbatas; di Labuan Bajo bahkan RSUD masih
dalam proses pembangunan (sumber:www.rsaldrmintohardjo.com).
Laporan Akhir 91
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir 92
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Secara umum, tingkat permintaan untuk destinasi wisata bahari pesaing masih
cukup baik; hal ini juga ditunjang dengan citra Indonesia sebagai salah satu jantung
wisata selam di dunia.Namun dari data-data tersebut terlihat bahwa beberapa
destinasi yang cukup berkilau 10 tahun lalu, mulai menunjukkan gejala penurunan
jumlah kunjungan wisatawan.
Sumber: http://rajaampatkab.bps.go.id/file
Laporan Akhir 93
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sisi negatif dari kecenderungan ini adalah lonjakan wisatawan nusantara membutuhkan
pengelolaan pengunjung yang jauh lebih kaku, penegakan sanksi yang jauh lebih keras,
serta sumber daya manusia yang lebih cakap dengan jumlah yang banyak.Hal ini
dikarenakan secara umum pengetahuan dan pemahaman wisatawan nusantara tentang
pariwisata yang bertanggung jawab dan pentingnya konservasi belum cukup baik.Kegiatan
promosi tentang pariwisata Wakatobi harus sekaligus diisi dengan muatan kampanye
penyadaran lingkungan.
Laporan Akhir 94
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
1. < 100.000 28 5 13 23 54
2. 100.001 -300.000 67 2 18 47 85
3. 300.001 - 500.000 15 - 10 5 25
4. 500.001 - 1.000.000 33 - 17 16 50
Jumlah 7 58 91 214
Sumber: survey lapangan (2013)
Ditinjau dari ketersediaan fasilitas akomodasi dan jumlah wisatawan, kapasitas akomodasi
di Wangi-wangi masih cukup; akan tetapi sangat perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya.
Berdasarkan catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, total
keseluruhan okupansi hotel dan penginapan di Wakatobi pada tahun 2012 adalah 8.684
orang. Jika diasumsikan okupansi maksimal seluruh hotel di atas adalah 314.630 orang
(862 orang x 365 hari); maka tingkat okupansi rata-rata di Wakatobi adalah
2,76%.Berdasarkan hasil survei untuk hotel dan penginapan di Wangi-wangi, tingkat rata-
rata okupansi hotel jauh lebih tinggi, walaupun tetap rendah (9%). Hotel dengan kisaran
harga antara Rp. 100.000 Rp. 300.000 cukup tinggi tingkat okupansinya.
Laporan Akhir 95
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Rata-rata 9,10%
Sumber: survey lapangan (2013)
Paket wisata yang ditawarkan di Wakatobi didominasi paket wisata menyelam dan
snorkeling. Kegiatan wisata lainnya masih terbatas dan banyak dikelola masyarakat,
dengan varian tur trekking, mengunjungi desa, dan fotografi. Untuk paket wisata selam,
harganya cukup bersaing (Rp. 350.000 Rp. 1.500.000) dibanding destinasi lain.
Sementara paket-paket yang ditawarkan oleh masyarakat belum banyak dijual atau
diserap oleh pasar .
Beberapa paket wisata, seperti dari kelompok Mola dan Liya mempunyai keunggulan
karena menawarkan atraksi budaya dan kehidupan masyarakat adat Bajau dan Liya. Lokasi
yang ditawarkan pun masih di Pulau Wangi Wangi, dapat dijangkau dengan mudah. Oleh
karena itu paket wisata Mola dan Liya bisa menjadi alternatif wisata bagi wisatawan non
penyelam atau wisatawan yang mempunyai keterbatasan waktu selama di
Wakatobi.Namun dari sisi harga paket yang ditawarkan masih terlalu mahal.Sementara
paket buatan kelompok masyarakat Kaledupa kurang memiliki variasi dan harga yang
ditawarkan masih terlalu mahal.Selain itu, waktu pelaksanaan kurang efisien sehingga
penyusunan paket perlu perlu meninjau ulang konektivitas transportasi dari Wangi-Wangi
menuju Kaledupa.
Paket yang ditawarkan Kapota terlalu padat, kurang memiliki keunikan, dan belum
memikirkan sasaran pasar dari produk tersebut sehingga kurang memiliki daya saing.Paket
wisata di Waha sesungguhnya tidak terlalu mahal, namun demikian perlu diperiksa
kelayakan dari lokasi-lokasi yang ditawarkan (benar-benar memiliki daya tarik sesuai
Laporan Akhir 96
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
sasaran pasar).Paket wisata dari kelompok Tomia sudah cukup baik dengan
memperhitungkan kondisi transportasi dari Wangi-wangi ke Tomia dan memiliki harga
yang bersaing.Penjabaran rinci tentang paket dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan analisis yang disampaikan dalam subbab di atas, jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Wakatobi sempat mengalami kenaikan, meskipun sekarang ini jumlahnya
cenderung menurun, dengan wisnus yang mulai mendominasi.Hal ini tentunya menuntut
pengelolaan dampak yang cermat, penyadartahuan yang berkelanjutan tentang pariwisata
berkelanjutan; serta peningkatan kualitas produk, sarana prasarana, dan pelayanan.
Dilihat dari segi daya tarik wisata, potensi kearagaman daya tarik wisata laut sangat tinggi
variasi jenis dan keunikannya. Demikian juga dengan potensi sumber daya wisata di
daratan, yang sayangnya masih belum siap untuk dipasarkan, terkait pengemasan dan
kualitas pelayanan yang ditawarkan ke wisatawan.
Sementara itu dibanding dengan destinasi pesaing, hotel di Wakatobi paling rendah jumlah
maupun kualitas dan pilihannya. Saat ini pasokan hotel di Wakatobi memang masih
memenuhi kebutuhan, namun memerlukan peningkatan kualitas pelayanan kepada
tamunya.Paket wisata selam di Wakatobi cukup bersaing dibandingkan destinasi pesaing,
namun untuk paket non selam masih memerlukan pengemasan produk agar menjadi lebih
menarik.Strategi yang harus dipertimbangkan adalah menjadi pengikut, atau paket non
selam dikemas dengan paket selam.Secara keseluruhan, peningkatan kualitas pelayanan
tentunya perlu diimbangi pula dengan pembangunan, perbaikan dan peningkatan sarana
prasarana pariwisata.
Laporan Akhir 97
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
menarik wisatawan untuk berkunjung.Kondisi ini biasanya jika kawasan tersebut dikemas
dengan pendekatan untuk menarik wisatawan kelas atas. Artinya kawasan tersebut
dikemas dan dikelola dengan khusus untuk mendatangkan wisatawan minat khusus yang
berani membayar lebih, untuk sebuah suasana tenang, nyaman dan sekaligus dapat
menikmati daya tarik berkualitas, seperti terumbu karang yang masih sangat baik; atau
hutan hujan tropis yang masih dihuni berbagai keanekaragaman hayati yang endemik
maupun menyajikan keragaman pemandangan yang indah-indah dan menakjubkan.
Namun pendekatan ini tentunya memerlukan invetasi khusus, sehingga memerlukan
adanya investor yang memiliki visi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam bisnis
pariwisata.
Laporan Akhir 98
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Para pihak dari kalangan pemerintah juga menyepakati perlunya pembentukan kelompok
kerja pengembangan pariwisata untuk mempercepat pembangunan sektor ini, mengingat
sektor pariwisata sudah dicanangkan sebagai salah satu sektor unggulan, selain sektor
perikanan. Hal ini juga akan mempermudah sektor lain untuk melakukan prioritas
kawasan pembangunannya, seperti dinas pekerjaan umum, dinas perhubungan dan
sebagainya. Hasil konsultasi dan pertemuan para pihak beberapa kali, pada akhirnya
menyepakati beberapa wilayah prioritas pengembangan pariwisata Wakatobi
berdasarkan pada beberapa kriteria yang dijabarkan di bawah ini:
1. Daya Tarik Wisata; keunikan daya tarik wisata alam daratan, pesisir dan bawah
laut; juga daya tarik seni dan budaya, kuliner dan cara hidup masyarakat sehari
hari.
2. Aksesibilitas; infrastruktur pendukung seperti jalan dan kemudahan dengan
ketersediaan moda transportasi, serta frekuensi dan fasilitas penunjang untuk
menjangkau kawasan tersebut.
3. Dukungan Masyarakat; masyarakat di daerah tersebut mendukung adanya
pengembangan sektor pariwisata sebagai kendaraan pembangunan ekonomi lokal
dan membuka peluang kerja serta usaha bagi masyarakat.
4. Sarana dan Prasarana; ketersediaan sumber daya yang menunjang untuk
pengembangan fasilitas pendukung.
5. Kerentanan; memiliki kerentanan yang lebih rendah sehingga lebih mampu
menunjang pengembangan pariwisata.
6. Konservasi Lingkungan; berperan dalam menunjang konservasi sumber daya
alam.
Hasil konsultasi dan pertemuan dengan para pihak juga memperlihatkan bahwa semua
pihak sepakat untuk mengakomodir beberapa segmen pasar wisata, diantaranya:
wisatawan lokal, yaitu penduduk dari Kabupaten Wakatobi yang ingin berlibur
antar pulau di dalam Kabupaten
wisatawan nusantara, yaitu wisatawan Indonesia yang datang dari pulau-pulau
diluar Wakatobi
wisatawan mancanegara, yaitu wisatawan asing yang datang dari berbagai negara.
Dibawah ini dijabarkan kawasan prioritas pengembangan yang dihasilkan dari proses
konsultatif dengan berbagai pihak:
Laporan Akhir 99
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
100
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
101
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Sumber: Indecon
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
102
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Jalan untuk menuju lokasi ini sudah cukup baik, namun untuk frekuensi moda transportasi
umum menuju daerah ini masih cukup sulit, kecuali menggunakan kendaraan pribadi.
Untuk menuju pantai- pantai yang berada di kawasan ini dapat menggunakan kendaraan
bermotor dari pusat kota Wangi-wangi. Jarak tempuh dari kota Mandati (Pusat Kota
Wangi-wangi) menuju pantai Patuno sekitar 30 menit dengan kecepatan rata-rata 60 km/
jam menggunakan kendaraan bermotor, sedangkan menuju pantai Sousu sekitar 45 menit
dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Sedangkan untuk menuju hutan longa dapat
ditempuh dengan kisaran waktu 45 menit menggunakan kendaraan bermotor.
Untuk sarana dan prasarana yang ada di beberapa titik kawasan prioritas Matahora
seperti di pantai Sousu sudah terdapat pintu gerbang selamat datang menuju desa Sousu,
dan di kawasan hutan Longa sudah didirikan Gazebo/ rumah untuk beristirahat.Kawasan
yang terletak di sebelah timur pulau Wangi-wangi ini memiliki kerentanan terhadap
abrasi.Untuk konservasi lingkungan di kawasan prioritas ini cukup baik, hal ini
diperlihatkan dengan berkurangnya jumlah penambangan pasir liar di sekitar pantai
Sousu serta upaya perlindungan hutan Longa terhadap penebangan liar.
Jalan untuk menuju daerah ini cukup baik dan akses menuju lokasi cukup mudah, namun
untuk moda transportasi masih cukup sulit karena jarangnya frekuensi kendaraan umum
ke lokasi ini. Pantai Waha berjarak 8 km dari ibukota kabupaten (Mandati), dan 15 km
dari bandara Matahora. Dengan jarak tersebut, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 20
menit dari Mandati, menggunakan kendaraan bermotor.
Laporan Akhir
103
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Masyarakat di daerah ini sangat mendukung bidang pariwisata, hal ini terlihat dengan
adanya kelompok ekowisata yang berdiri di desa Waha sejak tahun 2011.Selama ini WTC
telah melakukan pengelolaan dan menyediakan jasa pemandu wisata, operator
speedboatdengan speedboat nya yang semuanya berasal dari masyarakat setempat.Akan
tetapi masih terdapat kendala khususnya dalam standar pelayanan pengunjung.Oleh
karena itu perlu dilakukan peningkatan pengetahuan, keterampilan yang dilakukan secara
berkelanjutan dalam program pendampingan yang tidak terputus.
Di Waha telah terdapat penginapan (home stay), penyewaan alat snorkeling dan selam,
penyewaan speed boat dan kapal yang dapat disewa pengunjung. Sumber daya listrik yang
terpasang di Kecamatan Wangi-wangi mencapai 7.380.820 Kwh, sementara konsumsi
masyarakat di kawasan tersebut mencapai 6.828.789 Kwh. Kawasan ini juga sudah
memiliki fasilitas air bersih dari PDAM serta jaringan komunikasi yang cukup baik untuk
pengguna operator Telkomsel. Kawasan Waha yang terletak di bagian utara Pulau Wangi-
wangi termasuk kawasan yang mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap
bencana tsunami dan abrasi. Dalam RTRW Kabupaten Wakatobi, Kawasan Waha termasuk
kedalam kawasan rawan bencana yang ditetapkan seagai kawasan lindung kabupaten.
Kawasan Liya Raya merupakan kawasan yang rentan terhadap abrasi dan pergerakan
tanah, namun tidak memiliki kerawanan terhadap bencana tsunami. Dalam RTRW
Kabupaten Wakatobi, Kawasan Liya termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang
Laporan Akhir
104
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
ditetapkan sebagai kawasan lindung kabupaten. Dalam bidang konservasi daerah ini
masyarakat sangat menyadari akan pentingnya nilai konservasi dalam pengembangan
pariwisata. Hal ini terlihat dari penjagaan asset budaya seperti Benteng dan rumah adat,
serta berkurangnya intensitas penambangan pasir disekitar pantai Liya.
d. Kawasan Pulau Kapota
kawasan prioritas Pariwisata meliputi pantai-pantai di sebelah utara maupun barat pulau
Kapota serta danau.Diantaranya adalah pantai Bata, pantai Onemeha, pantai Oawolio
yang terletak di desa Kabita serta pantai Kampa.Selain pantai pasir putih pulau ini memilki
hamparan karang berupa gugusan atol, yang dapat dijadikan titik terbaik untuk
penyelaman.Selain itu juga terdapat hutan lindung serta danau air asin.
Untuk menuju pulau ini dapat diakses menggunakan speedboat / kapal kayu regular,
dengan jarak tempuh sekitar 20 menit menggunakan kapal regular dari pelabuhan kota
Mandati. Untuk menuju pantai serta danau dapat ditempuh menggunakan kendaraan
roda dua dengan keadaan jalan yang cukup bervariasi mulai dari beraspal hingga berbatu,
dengan jarak tempuh berkisar antara 15 hingga 20 menit.
Dukungan dari masyarakat khusunya dalam bidang pariwisata cukup baik, hal ini terlihat
dengan adanya kerjasama antara pihak BTNW (Balai Taman Nasional Wakatobi) dengan
masyarakat setempat dengan membentuk SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan)
dengan program unggulannya adalah pengembangan pariwisata desa.Sarana dan
Prasarana ditempat ini cukup menunjang mulai dari sekertariat, pengelola, jaringan
telekomunikasi serta air bersih.
Terdapat dua titik kerawanan tsunami yaitu di wilayah Kapota dan Kolio.Dalam RTRW
Kawasan Kapota termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang ditetapkan sebagai
kawasan lindung kabupaten.Desa ini merupakan salah satu MDK (Model Desa Konservasi)
yang dibentuk oleh BTNW sehingga nilai nilai konservasi sudah mulai diterapkan oleh
masyarakat, walaupun masih sering terjadi penambangan pasir liar dipantai-pantai sekitar
pulau Kapota.
Laporan Akhir
105
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sementara itu, fasilitas yang tersedia di kawasan ini adalah restoran, homestay, diving
resort, meeting room, dan fasilitas pendidikan yang dikelola pemerintah daerah melalui
operasi Wallacea.Selain itu jaringan komunikasi, air bersih serta listrik juga sudah
memadai. Tingkat abrasi di daerah ini dikategorikan sedang dengan kualitas air dan pasir
yang sangat baik. Gelombang di pantai ini termasuk kategori cukup besar.Kawasan Pulau
Hoga mempunyai tingkat kerawanan terhadap bencana tsunami.
Masyarakat desa ini sangat mendukung kegiatan pengembangan pariwisata hal ini terlihat
dari keaktifan masyarakat desa dalam mengikuti berbagai kegiatan pelatihan tentang
pariwisata, serta telah terbentuknya kelompok dan paket wisata yang dibuat oleh
masyarakat desa Pajam. Daerah ini memiliki fasilitas air bersih yang masih diambil dari
bebrapa sumber mata air sekitar desa, fasilitas listrik hanya menyala dari jam 6 sore hingga
jam 6 pagi, jaringan komunikasi hanya menggunakan operator tertentu dan terkadang
jaringan komunikasi terganggu. Beberapa rumah-rumah terletak di pinggir tebing sehingga
rawan terhadap bencana longsor.
Laporan Akhir
106
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Masyarakat desa ini sangat mendukung kegiatan pariwisata dengan aktifnya beberapa
masyarakat dalam kegiatan pelatihan serta membuat kelompok ekowisata.Daerah ini juga
merupakan salah satu MDK dari BTNW seksi III (wilayah Tomia-Binongko). Ketersediaan
sarana dan prasarana ditempat ini sudah baik dengan masuknya PDAM sehingga
kebutuhan air tercukupi walaupun masih terbatas, namun untuk listrik desa ini masih
mengandalkan genset yang hanya menyala dari pukul 18.00 24.00 WITA. Jaringan
komunikasi didesa ini juga telah tersedia.Masyarakat desa ini sangat peduli terhadap
lingkungan terutama tentang perlindungan satwa maupun penambangan pasir, hal ini
terlihat dari adanya lokasi penangkaran penyu serta tidak adanya pengambilan pasir
disekitar pantai Boku dan Oro.
Laporan Akhir
107
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
masyarakat terhadap pengembangan pariwisata daerah ini cukup baik, hal ini terlihat dari
adanya kelompok ekowisata serta kepedulian masyarakat adat terhadap pengembangan
daerah ini menjadi daerah pariwisata.Desa ini masih mengandalakan air hujan sebagai
sumber mata airnya sedangkan untuk listrik sudah masuk jaringan PLN. Kawasan ini
rentan terhadap gelombang pasang.
Sumber: diolah dari Masterplan Taman Nasional Wakatobi, Rencana Tata Ruang Wakatobi, Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah Kab. Wakatobi
Laporan Akhir
108
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
teknologi
Penetapan Wakatobi sebagai
Adanya Bandara Makasar yang
para
Banyaknya program penelitian
menghubungkan dengan daerah
luang
Adanya Tren pariwisata
komunikasi di dunia
wisatawa n selam
maupun Nasional
Adanya waktu
Berkembangnya
yang meningkat
tingkat
berbagai kota.
dunia
baik
lain
Kekuatan 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Memanfaatkan konektifitas bandara Matahora dengan bandara Hasanudin Makasar, dengan
menjadikan Bandara Hasanudin sebagai simpul utama promosi Wakatobi.
Letak geografis yang strategis 1
2. Memanfaatkan kekayaan sejarah dan budaya serta alam daratan, untuk dikembangkan sebagai
produk wisata berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan
selam dalam mengisi waktu luang.
Keanekaragaman Hayati yang
tinggi
2 3. Memanfaatkan pesona bawah laut yang indah serta citra yang baik, untuk dikembangkan menjadi
produk wisata pantai dan snorkeling berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan nusantara yang memiliki waktu disela kegiatan bisnis.
Pesona bawah laut yang indah
3 4. Memanfaatkan dukungan berbagai pihak pemerintah dan lembaga sosial untuk mengembangkan
fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan
Keragaman sejarah dan budaya menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer
dunia oleh UNESCO.
4
5. Menyusun dan Menerapkan program peningkatan kapasitas mssyarakat di bidang pariwisata,
Citra yang baik sebagai untuk menangkap peluang dari meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi.
destinasi selam
5
6. Menyusun standar sarana dan prasana untuk meningkatkan kualitas fasilitas pariwisata di
Wakatobi.
Dukungan oleh berbagai pihak
pemerintah dan lembaga social 7. Memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi sebagai media untuk pemasaran produk wisata
6
Wakatobi, yang dapat mendorong promosi bersama.
Memiliki Bandara Udara yang 8. Menyusun strategis investasi di bidang pariwisata, yang sesuai dengan prinsip prinsip ekowisata.
terhubung dengan Makasar.
7 9. Membangun forum lintas stakeholder untuk memfasilitasi arah pengembangan pariwisata
Wakatobi.
Dikenalnya Wakatobi sebagai 10. Memanfaatkan label Cagar Biosfer sebagai salah satu nilai tambah strategi promosi Pariwisata
lokasi selam Dunia 8 Wakatobi.
terkait
ketidakpuasan
masyarakat
dengan pihak TNW
perairan Wakatobi
kepemilikan lahan
lingkungan.
Munculnya
wisatawan
tinggi
dan
Kekuatan 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1. Membuat peraturan (code of conduct) untuk pengelola pariwisata agar memperhatikan
Letak geografis yang strategis daya dukung dan kontribusi terhadap pelestarian sumber daya alam.
Keanekaragaman Hayati yang 2
tinggi 2. Membuat peraturan (code of etic) untuk wisatawan agar memperhatikan adat istiadat
Pesona bawah laut yang indah 3 serta mengajak wisatawan untuk berkontribusi terhadapa pelestarian lingkungan.
Keragaman sejarah dan budaya 4 3. Membuat pelatihan kepada para pelaku pariwisata di Wakatobi untuk meningkatkan
pelayanan di berbagai sektor pariwisata.
Citra yang baik sebagai destinasi 5
selam
4. Pihak TNW dengan pemerintah daerah membuat peraturan dalam penggunaan lahan di
Dukungan oleh berbagai pihak 6 Wakatobi agar memberikan kepastian akan kepemilikan lahan untuk investor.
pemerintah dan lembaga sosial
Memiliki Bandar udara yang 7 5. Melaksanakan patroli berjadwal yang rutin oleh pihak Taman Nasional bekerjasama
terhubung dengan Bandar udara dengan Pemerintah Daerah, untuk mengurangi kegiatan pemanfaatan SDA yang bersifat
Makasar destruktif yang dilakukan masyarakat.
Masih kuatnya hukum adat di
6. Desiminasi peraturan pemerintah dan peraturan adat kepada masyarakat Wakatobi untuk
Masyarakat
8 mengurangi kerusakan alam yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
internasional
teknologi
cagar biosfer dunia oleh UNESCO
luang
Adanya Tren pariwisata
komunikasi di dunia
wisatawa n selam
maupun Nasional
Adanya waktu
Berkembangnya
yang meningkat
tingkat
berbagai kota.
dunia
baik
lain
Kelemahan 1 2 3 4 5 6 7 8
Belum tegasnya kewenangan 1 1. Membentuk forum bersama (pemerintah, Taman Nasional, tokoh dan kelompok masyarakat)
pengelolaan wilayah antara Pemda untuk secara periodic melakukan harmonisasi program dari berbagai pihak, dalam upaya
mengoptimalkan pengelolaan pembangunan berkelanjutan di Wakatobi.
Kabupaten dengan TNW.
2. Memperbaiki jaringan transportasi dari dan ke Wakatobi baik udara, maupun laut untuk
Jaringan transportasi yang masih 2 meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi.
minim.
3. Memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan perbaikan fasilitas seperti air dan listrik.
Aksesibilitas yang sulit dan mahal 3
4. Menyusun dan menerapkan program pelatihan kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan
Ketersediaan infrastruktur / sarana 4 kualitas sumber daya manusia dalam bidang pelayanan publik.
prasarana yang minim, serta
keterbatasan daya dukung (khususnya 5. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
air dan listrik) pariwisata yang berwawasan konservasi.
6. Melaksanakan pengumpulan data dasar dan menyusun sistem data dasar kepariwisataan.
Kualitas SDM yang masih lemah 5 7. Menyusun program pelatihan IT kepada SDM di Wakatobi untuk meningkatkan teknik promosi
pariwisata yang berbasis tehnologi informasi.
10. Membuat kios informasi pariwisata Wakatobi di jalur pintu masuk, seperti bandara udara
Kemitraan dengan masyarakat masih 8 Hasanudin di Makasar, bandara udara Soekarno Hatta di Jakarta, pelabuhan Bau-bau, Kendari
belum optimal dan Bali.
Lemahnya kualitas data dan informasi 9
mengenai kepariwisataan Wakatobi
Terbukanya kawasan lindung TNW 10
Munculnya ketidakpuasan
menurunnya daya dukung
kegiatan.
karang
KELEMAHAN 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Pengembangan kegiatan pariwisata di Wakatobi harus dijaga agar sesuai prinsip prinsip ekowisata, dan tidak
Aksesibilitas yang sulit
1 berkembang kearah pariwisata massal.
dan mahal, yang masih
terbatas.
a. Menyusun kebijakan bagi pembangunan sarana prasarana pariwisata, agar tetap bersifat ramah
Ketersediaan
lingkungan.
infrastruktur / sarana 2
b. Menyusun kebijakan tentang standar pelayanan wisata bagi seluruh pengusaha pariwisata.
prasarana yang minim
c. Memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan bisnis pariwisata berskala kecil maupun
Kualitas SDM yang menengah, dengan pelayanan berkualitas internasional. Bentuk fasilitas ini dapat berupa pelatihan
3
masih lemah, pariwisata terhadap masyarakat, ataupun kemudahan peminjaman modal lunak untuk membuka usaha.
Masih rendahnya d. Menanamkan keyakinan pada masyarakat bahwa alam Wakatobi merupakan aset pariwisata yang luar
kesadaran masyarakat 4 biasa besar, sehingga harus dijaga kelestariannya.
terhadap pariwisata.
Masih rendahnya 2. Perbaikan jaringan transportasi antar pulau, karena aksesibilitas merupakan salah satu pertimbangan utama
kesadaran masyarakat bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata.
mengenai arti penting 5 a. Penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau dengan jadwal yang tetap.
Taman Nasional b. Memfasilitasi dan mengawasi pemeliharaan sarana transportasi yang telah tersedia.
Wakatobi sebagai
kawasan konservasi
Lemahnya kualitas data 3. Memasukkan pendidikan konservasi sebagai salah satu kurikulum wajib di sekolah-sekolah di Wakatobi.
dan informasi
mengenai 6 4. Rehabilitasi terumbu karang, sebagai usaha perlindungan terhadap aset utama pariwisata Wakatobi.
kepariwisataan a. Menawarkan program adopsi terumbu karang kepada wisatawan penyelam, sebagai bagian dari atraksi
Wakatobi wisata.
Luasnya lahan Taman b. Mengadakan kegiatan transplantasi karang secara terus-menerus, dan mewajibkan seluruh pengusaha
Nasional Wakatobi wisata selam untuk berpartisipasi.
tidak berbanding lurus c. Menawarkan program tanam mangrove kepada wisatawan, sebagai bagian dari atraksi wisata, serta
7
dengan kegiatan untuk mengurangi terjadinya abrasi.
pengawasan oleh
petugas kawasan. 5. . Penambahan fasilitas pengawasan di kawasan Taman Nasional.
Masih kurangnya a. Penyediaan sarana pengawasan yang layak (speed boat, sirine, senjata) dan jumlah yang mencukupi bagi
promosi terhadap petugas pengawas, agar kegiatan patroli dapat dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah TN Wakatobi.
8
pariwisata Wakatobi. b. Peningkatan kapasitas petugas pengawas, agar kegiatan pengawasan dapat berjalan secara lebih efektif.
Masih kurangnya 6. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas menyusun sistem informasi
sarana kesehatan yang yang lengkap mengenai Wakatobi (website) untuk memudahkan wisatawan memperoleh informasi.
memadai.
7. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas mempromosikan pariwisata
Wakatobi, baik melalui media cetak maupun elektronik.
9 8. Tersedianya sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan bagi wisatawan untuk
berkunjung ke lokasi wisata. Untuk itu perlu dipertimbangkan:
a. Dibangunnya Rumah Sakit 24 jam dengan fasilitas yang memadai untuk menangani pasien gawat
darurat.
b. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, agar fasilitas kesehatan yang sudah tersedia dapat dipergunakan
secara optimal.
c. Dibentuknya organisasi penjaga pantai, untuk menjaga keamanan wisatawan di wilayah pantai.
d. Pembekalan mengenai prosedur penyelamatan dalam aktivitas air, terhadap para penjaga pantai.
Dari analisis SWOT yang telah dilakukan ada beberapa strategi yang dapat dilaksanakan
untuk kemajuan kepariwisataan di Wakatobi. Beberapa strategi tersebut adalah:
3. Memanfaatkan pesona bawah laut yang indah serta citra yang baik, untuk
dikembangkan menjadi produk wisata pantai dan snorkeling berbasis masyarakat
dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan nusantara yang
memiliki waktu disela kegiatan bisnis.
11. Membuat peraturan (code of etic) untuk wisatawan agar memperhatikan adat
istiadat serta mengajak wisatawan untuk berkontribusi terhadap pelestarian
lingkungan.
13. Pihak TNW dengan pemerintah daerah membuat peraturan dalam penggunaan
lahan di Wakatobi agar memberikan kepastian akan kepemilikan lahan untuk
investor.
14. Melaksanakan patroli berjadwal yang rutin oleh pihak Taman Nasional
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, untuk mengurangi kegiatan
pemanfaatan SDA yang bersifat destruktif yang dilakukan masyarakat.
16. Membentuk forum bersama (pemerintah, Taman Nasional, tokoh dan kelompok
masyarakat) untuk secara periodic melakukan harmonisasi program dari berbagai
pihak, dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan pembangunan berkelanjutan di
Wakatobi.
17. Memperbaiki jaringan transportasi dari dan ke Wakatobi baik udara, maupun laut
untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi.
a. Memfasilitasi penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman dan
terjangkau dengan jadwal yang tetap.
b. Memfasilitasi dan mengawasi pemeliharaan sarana transportasi yang telah
tersedia.
19. Menyusun dan menerapkan program pelatihan kepada masyarakat lokal untuk
meningkatkan kulitas dalam bidang pelayanan publik.
21. Menyusun kebijakan bersama antara Taman Nasional dan Pemerintah Daerah
untuk program penelitian di kawasan Taman Nasional Wakatobi, agar hasil
penelitian berdaya guna bagi pembangunan dan masyarakat Wakatobi.
23. Membuat kios informasi pariwisata Wakatobi di jalur pintu masuk, seperti
bandara udara Hasanudin di Makasar, bandara udara Soekarno Hatta di Jakarta,
pelabuhan Bau-bau, Kendari dan Bali.
24. Pengembangan kegiatan pariwisata di Wakatobi harus dijaga agar sesuai prinsip
prinsip ekowisata, dan tidak berkembang kearah pariwisata massal.
a. Menyusun kebijakan bagi pembangunan sarana prasarana pariwisata, agar
tetap bersifat ramah lingkungan.
b. Menyusun kebijakan tentang standar pelayanan wisata bagi seluruh pengusaha
pariwisata.
c. Memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan bisnis pariwisata
berskala kecil maupun menengah, dengan pelayanan berkualitas internasional.
Bentuk fasilitas ini dapat berupa pelatihan pariwisata terhadap masyarakat,
ataupun kemudahan peminjaman modal lunak untuk membuka usaha.
d. Menanamkan keyakinan pada masyarakat bahwa alam Wakatobi merupakan
aset pariwisata yang luar biasa besar, sehingga harus dijaga kelestariannya.
e. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap pariwisata yang berwawasan konservasi.
25. Memasukkan pendidikan konservasi sebagai salah satu kurikulum wajib di sekolah-
sekolah di Wakatobi.
26. Rehabilitasi terumbu karang, sebagai usaha perlindungan terhadap aset utama
pariwisata Wakatobi.
a. Menawarkan program adopsi terumbu karang kepada wisatawan
penyelam, sebagai bagian dari atraksi wisata.
b. Mengadakan kegiatan transplantasi karang secara terus-menerus, dan
mewajibkan seluruh pengusaha wisata selam untuk berpartisipasi.
c. Menawarkan program tanam mangrove kepada wisatawan, sebagai bagian
dari atraksi wisata, serta untuk mengurangi terjadinya abrasi.
28. Tersedianya sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan
bagi wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata. Untuk itu perlu
dipertimbangkan:
a. Dibangunnya Rumah Sakit 24 jam dengan fasilitas yang memadai untuk
menangani pasien gawat darurat; khususnya fasilitas chamber agar dapat
berfungsi dengan baik dan siap setiap saat untuk digunakan apabila ada
penyelam yang mengalami dekompresi.
b. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, agar fasilitas kesehatan yang sudah
tersedia dapat dipergunakan secara optimal.
c. Dibentuknya organisasi penjaga pantai, untuk menjaga keamanan wisatawan di
wilayah pantai.
d. Pembekalan mengenai prosedur penyelamatan dalam aktivitas air, terhadap
para penjaga pantai.
BAB 4
RUMUSAN VISI DAN MISI
PENGELOLAAN PARIWISATA WAKATOBI
4.1 Visi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Visi adalah suatu penjelasan tentang kondisi ideal yang diinginkan di masa yang akan
datang untuk kawasan sebagai titik tujuan pengembangan akan dilakukan. Oleh karena
perwujudannya membutuhkan waktu dan mempengaruhi banyak pihak;maka sebaiknya
visi dirumuskan dan disepakati oleh seluruh pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan pariwisata Wakatobi.Penyusunan visi pengembangan pariwisata Wakatobi
dilakukan dengan mempertimbangkan visi dan misi pengembangan kepariwisataan dalam
dokumen perencanaan pariwisata, yaitu RPJMD Kabupaten Wakatobi, Master Plan TN
Wakatobi, Rippda Kabupaten Wakatobi yang ringkasannya dapat dilihat dalam tabel 4.1
berikut; masukan dari Joint Program WWF-TNC; masukan dari kelompok-kelompok
masyarakat dalam forum pertemuan dan diskusi.
Berdasarkan hasil kajian dan diskusi dengan para pihakkepariwisataan Wakatobi, maka
dirumuskan usulan visi pengelolaan pariwisata Wakatobi adalah sebagai berikut :
Penjelasan dari beberapa kata kunci di dalam visi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pariwisata ekologis
Pariwisata ekologis adalah pariwisata yang bertanggung jawab, dan mampu meningkatkan
kepuasan pengunjung sekaligus memberikan dampak nyata dalam peningkatan
b. Cagar Biosfer
Cagar Biosfer adalah kawasan konservasi ekosistem daratan atau pesisir yang diakui oleh
program Man and Biosfer (MAB) UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan
hubungan antara manusia dan alam.Cagar Biosfer melayani perpaduan fungsi kontribusi
konservasi, lansekap, ekosistem, jenis, dan plasma nutfah; mempercepat pembangunan
berkelanjutan; mendukung penelitian, pemantauan, pendidikan dan pelatihan yang
terkait dengan masalah konservasi6.
c. Budaya bahari
Budaya bahari adalah seluruh budaya yang masih sangat kuat berorientasi kepada bahari,
baik meliputi aktifitas kehidupan sehari-hari masyarakat, kesenian, adat istiadat,
bangunan, dan situs.
d. Alam
Alam adalah seluruh ekosistem di kawasan Wakatobi yang memiliki nilai keunikan dan
kelangkaan sehingga berpotensi sebagai daya tarik wisata, yaitu hutan, karst, goa, danau,
pesisir, mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
e. Dunia
Dunia merupakan sasaran yang ingin dicapai sektor pariwisata Wakatobi dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun kedepan (2018). Target ini dimaksudkan untuk mendorong para
pihak untuk terlibat dalam meningkatkan kualitas destinasi.
6
Sumber: http://www.mab-indonesia.org
BAB 5
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA
Pengembangan pariwisata Wakatobi harus diupayakan agar sejalan dengan konsep dan
prinsip pembangunan berkelanjutan, mengingat Kabupaten Wakatobi merupakan
gugusan pulau-pulau kecil yang relatif rentan secara ekosistem, maka pengembangan
pariwisatanya perlu menerapkan kaidah-kaidah sebagai berikut:
Kaidah-kaidah di atas seyogyanya menjadi prinsip utama bagi semua pihak, termasuk
pemerintah daerah, pelaku wisata, dan masyarakat dalam pengembangan
pariwisata.Penyusunan rencana pengelolaan pariwisata ini merupakan salah satu upaya
untuk mencapai visi pengembangan pariwisata berkelanjutan di Wakatobi tersebut.
f. Pelibatan Masyarakat
Potensi sumber daya laut yang menjadi daya tarik utama, juga merupakan sumber
utama masyarakat Wakatobi yang berprofesi sebagai nelayan.Pengembangan
pariwisata di arahkan agar melibatkan masyarakat sejak perencanaan serta
mendorong para pelaku wisata dan pemerintah untuk bekerjasama dengan
masyarakat, termasuk upaya peningkatan kapasitas dan pengelolaan daya tarik
atau usaha mikro sebagai penunjang pariwisata.
g. Konservasi Lingkungan
Kualitas lingkungan hidup merupakan asset utama Wakatobi dan sekaligus syarat
mutlak untuk keberlanjutan pariwisata.Pengembangan pariwisata didorong untuk
menjamin keberlanjutan upaya-upaya konservasi lingkungan dan memberikan nilai
lebih dari konservasi itu sendiri bagi masyarakat.
adalah hal yang mutlak diperlukan untuk menjawab tantangan pasar. Sementara
pengelolaan pariwisata multi pihak dirasakan sebagai konsep yang paling cocok untuk
mewadahi keragaman dan dinamika pelaku pariwisata di Wakatobi. Berikut penjabaran
dari 4 (empat) konsep utama pengembangan pariwisata di Wakatobi:
Selain itu semua pihak juga perlu memahami tingkatan partisipasi, karena seringkali
tahapan sosialisasi sudah dikatagorikan sebagai tahapan partisipasi yang
sesungguhnya. Sementara beberapa tingkatan partisipasi dapat dilihat sebagai
berikut:
yang memberikan keterbatasan. Hal ini perlu disadari oleh banyak pihak di
Wakatobi, karena kondisi tersebut akan mempengaruhi wisatawan yang datang dan
atau dijadikan target pasar.
Beberapa kelompok pasar, seperti pelajar dan backpacker sangat rentan pada
elemen harga.Dengan biaya tinggi, sangat sulit bagi produk masyarakat untuk
menargetkan kelompok pasar ini.Sementara saat ini Wakatobi lebih banyak
dikunjungi oleh wisatawan dengan tujuan menyelam, yang biasanya dikatagorikan
sebagai wisatawan minat khusus dan memiliki kemampuan membayar yang
baik.Namun demikian wisatawan selam tidak secara otomatis mempunyai
ketertarikan pada produk wisata non selam seperti budaya atau kerajinan, seperti
yang banyak dikembangkan masyarakat; kecuali kegiatan wisata tersebut
dikombinasi dengan kegiatan wisata berbasis menyelam. Cara lain keterlibatan
masyarakat adalah dengan mencari peluang untuk bekerja di berbagai sektor
penunjang pariwisata, seperti penyedia jasa makanan, penyedia jasa transportasi
darat maupun laut, jasa pemanduan dan sebagainya.
Dalam hal ini berarti peluang terbesar bagi masyarakat dalam pariwisata adalah
menyediakan jasa dan usaha pendukung yang bersifat mengikuti (follower) tren
pasar yang ada. Artinya masyarakat lebih fokus pada ceruk pasar yang ada dan
mengemas berbagai kegiatan wisata atau jasa usaha lain untuk mampu menarik
wisatawan yang datang dengan tujuan utama yang lain.
Salah satu contoh di Wakatobi adalah kegiatan Proyek Wallacea, dimana setiap
tahunnya puluhan bahkan ratusan sukarelawan bersedia membayar untuk
membantu kegiatan konservasi, seperti penelitian terumbu karang, membantu
masyarakat dalam kegiatan perikanan maupun berinteraksi dengan masyarakat
untuk ikut dalam kegiatan sehari-hari. Peluang ini sebenarnya terbuka luas bagi
masyarakat untuk menata informasi dan mengemas kegiatan untuk dijadikan daya
tarik wisata, sekaligus mengembangkan nilai manfaatnya melalui kegiatan
Pariwisata.Peluang yang kemudian dapat dikembangkan juga adalah menghidupkan
kembali cara-cara tradisional masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam
laut secara lestari.Hal ini menjadi kegiatan yang disukai wisatawan karena
mempelajari kearifan lokal masyarakat wakatobi dalam mengelola sumber daya
alamnya.
Namun demikian konsep pariwisata berbasis resor juga harus diikuti oleh kebijakan
dari Pemerintah daerah, agar pembangunannya dapat dikontrol dan tidak
menimbulkan dampak negatif baik lingkungan maupun sosial budaya.Oleh karena
itu, dimanapun sebuah resor direncanakan, maka harus dilakukan kajian dampak
sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, serta kajian konservasi lingkungan
(seperti analisis dampak lingkungan, analisis daya dukung lingkungan, dan
sebagainya).Pemerintah daerah dapat menyusun peraturan-peraturan yang
mengatur hal-hal ini.
Standar minimum yang dikembangkan akan lebih menjamin kualitas produk dan
pelayanan wisata, sehingga memberikan garansi pada wisatawan bahwa pelayanan
yang diberikan di satu daya tarik dan daya tarik lainnya memiliki standar minimum
yang sama. Penerapan konsep ini juga perlu dibarengi dengan kebijakan di tingkat
Kabupaten. Saat ini, secara nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
telah mengeluarkan beberapastandard tingkat nasional7 dalam bidang
kepariwisataan, khususnya untuk sub sektorbiro perjalanan wisata; spa; Restoran,
Bar dan Jasa Boga Bidang Industri Jasa Boga; Pimpinan Perjalanan Wisata;
Kepemanduan Wisata Selam; Kepemanduan Wisata; Kepemanduan Museum;
Kepemanduan Ekowisata; dan Kepemanduan Arung Jeram.Pemerintah daerah
dapat mengacu kepada standard nasional ini dan mengembangkan standar
minimum pelayanan sesuai dengan kondisi lokal.
7
http://www.parekraf.go.id
BAB 6
STRATEGI, PROGRAM, DAN KEGIATAN
PENGEMBANGAN PARIWISATA
Sesuai dengan konsep pengembangan yang diuraikan di atas serta untuk mencapai visi
dan misi serta melaksanakan konsep pengembangan pariwisata tersebut, maka
disusunlah beberapa strategi pengembangan sebagai berikut:
Strategi 11. Memberikan dukungan bisnis bagi industri pariwisata skala lokal dan
kelompok masyarakat
Strategi 12. Mengembangkan sistem informasi pariwisata
Strategi 13. Mengembangan sistem pemasaran yang inovatif sesuai target pasar
Penjabaran dari program tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut.
DURASI
2
NO INDIKATOR PROGRAM KEGIATAN PIC 20 20 20 20 0
14 15 16 17 1
8
1 Membangun sistem pengelolaan pariwisata yang mendorong kolaborasi multi pihak LWG DMO Wakatobi
i Terbentuknya Forum Pengembangan Pariwisata Workshop pembentukan Forum Disbudpar Kabupaten
Wakatobi. Pengembangan Pariwisata Wakatobi.
Terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah Sosialisasi pengurus dan Program BPPD ( Badan Disbudpar Kabupaten
ii
Promosi Pariwisata Daerah)
Tersosialisasinya pengurus dan program Perhimpunan Sosialisasi Pengurus dan Program PHRI Disbudpar Kabupaten
iii
Hotel dan Restoran Indonesia cabang Wakatobi Wakatobi di masyarakat.
Iv Pembentukan organisasi multi pihak untuk Workshop seluruh stakeholders kepariwisataan Disbudpar Kabupaten,
pengembangan pariwisata (yang berfungsi sebagai Wakatobi DMO, JP
penggerak dan harmonisasi program para pihak)
Adanya Sinergitas dan harmonisasi program antar Rapat koordinasi rutin antar Disbudpar,DMO,JP,BTNW
instansi dan pihak instansi/stakeholders
V
Pendampingan Masyarakat dalam pengelolaan LWG DMO Wakatobi
pariwisata
Vi Adanya kemitraan antar lembaga terkait untuk Workshop peningkatan kualitas pelayanan Tim DMO Wakatobi
meningkatkan kualitas pelayanan transportasi udara transportasi udara, darat dan laut
dan laut
Vii Adanya Integrasi daya dukung lingkungan dalam Sosialisasi daya dukung lingkungan ke Disbudpar, BLH, TNW,
pengembangan pariwisata stakeholders terkait Kehutanan, DKP
viiii Penerapan pengelolaan yang adaptif Workshop penyusunan sistem tata kelola Disbudpar , BLH, LWG
Pariwisata Wakatobi.
Pertemuan dan monitoring kegiatan Disbudpar , BLH, LWG
pengelolaan kepariwisataan Wakatobi
Pemutakhiran data dasar pariwisata Disbudpar , BLH, LWG
2 Mengembangkan produk dan pelayanan pariwisata yang berdaya saing dan berkontribusi terhadap Disbudpar Kab. Wakatobi,
konservasi lingkungan (alam dan budaya) asosiasi industri pariwisata
(ASITA, PHRI, HPI)
Workshop penyusunan standar minimum DMO Wakatobi, JP
produk dan pelayanan Pariwisata ekologis
I Adanya standar produk dan pelayanan Pariwisata Menyusun kode etik untuk wisatawan dan Disbudpar, PHRI, HPI,
standar operasi prosedur untuk pengelola dan DMO Wakatobi, Lembaga
pemandu (yang lalu disosialisasikan melalui Sara
media informasi - point 6)
Menyusun paket wisata ekologis berbasis Disbudpar Kabupaten,
masyarakat ASITA
Menyusun paket wisata ekologis berbasis
budaya bahari
Diversifikasi produk pariwisata alam di daratan dan
Ii Menyusun paket wisata ekologis berbasis alam
budaya bahari
dan petualangan
Mengembangkan cinderamata khas Wakatobi Disbudpar + Disperindag
Mengemas kuliner khas Wakatobi untuk Disbudpar + PHRI
wisatawan
Iii Terselenggaranya Event Budaya yang berjadwal Peristiwa Budaya Tahunan di Daerah-daerah di Disbudpar Kabupaten
Wakatobi
Iv Produk pariwisata yang berkontribusi terhadap Menyusun paket pariwisata berbasis konservasi ASITA, JP, LSM
konservasi lingkungan lingkungan
3 Mendorong pengembangan sarana prasarana serta fasilitas pariwisata dan penunjang pariwisata Disbudpar
I Berkembangnya rumah inap (homestay) masyarakat Pengadaan dan pengembangan rumah inap Disbudpar Kabupaten,
(homestay) dan gazebo Dinas Kehutanan, Dinas
PU, Dinas Tata ruang,
Ii Adanya fasilitas penunjang Pembangunan pusat rekreasi masyarakat Dinas Tata ruang
Peningkatan kualitas fasilitas restoran, kios, dan
toilet di bandara dan pelabuhan
Peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan, Bank
perbankan, khususnya di ibukota kecamatan terkait
atau lokasi wisata
4 Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan Disbudpar Kab. Wakatobi,
SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna JP WWF-TNC, Balai TNW
Penerapan desain arsitektur berorientasi iklim membuat panduan sederhana tentang Dinas Tata ruang, BLH
arsitektur berorientasi iklim dan didistribusikan
I pada saat pengajuan IMB
Sosialisasi Panduan sederhana tentang Dinas Tata ruang, BLH
arsitektur berorientasi iklim
Ii Mendorong pemakaian energi terbarukan kampanye hemat energi dan potensi energi LPTK
terbarukan
membuat model aplikasi teknologi energi
terbarukan di fasilitas pariwisata
Membuat kerjasama dengan perusahaan atau
donor untuk aplikasi energi terbarukan
Iii Aplikasi teknologi tepat guna untuk penyediaan air Memperbaiki tandon air komunal dan PDAM
bersih Mengembangkan sistem pengelolaan kolektif
berbasis desa
Melakukan studi kelayakan penyediaan sumber
air bersih
Iv Aplikasi teknologi tepat guna untuk pengelolaan Kampanye pengelolaan sampah untuk Dinas Kebersihan
limbah penyedia jasa usaha pariwisata
Membangun fasilitas pengolahan limbah cair
komunal
5 Meningkatkan kapasitas SDM pariwisata yang berkualitas Disbudpar Kab. Wakatobi,
Asosiasi industri
pariwisata, JP
I Program peningkatan kapasitas SDM pariwisata dalam Bimbingan teknis pelayanan prima untuk Disbudpar Kabupaten
pelayanan, pemanduan dan keselamatan penyedia jasa akomodasi dan restoran
Bimbingan teknis pelayanan prima untuk Disbudpar Kabupaten
penyedia jasa biro perjalanan wisata
Bimbingan teknis kepemanduan untuk
pemandu wisata
Bimbingan teknis prosedur keselamatan bagi
wisatawan untuk pemandu
Wakatobi Kemenparekraf
Ii Pencitraan Wakatobi sebagai destinasi ekologis dunia Promosi bersama pariwisata alam dan budaya
bahari (tk provinsi, nasional, int'l)
Pemilihan Duta wisata, Duta Karang dan Putri Disparekraf Kabupaten
Bahtera Mas
Iii Pengembangan sistem informasi pariwisata Wakatobi Penyediaan fasilitas untuk TIC Disbudpar Kabupaten
Pembuatan media informasi elektronik, media
sosial dan media cetak
Pemasangan media informasi di tempat-tempat
umum, seperti bandara Hasanudin, bandara
Matahora dan pelabuhan laut.
Pembuatan buku panduan perjalanan (Travel Disbudpar Kabupaten
Guide) Wakatobi
Pembuatan film bawah laut Disbudpar Kabupaten
Promosi melalui Inflight Magazine dan TV Disbudpar Kabupaten
Nasional
Iv Pengenalan produk pariwisata Wakatobi Mengembangkan event-event yang Disbudpar +ASITA
mempromosikan/memperkenalkan paket
wisata baru
Kampanye konservasi lingkungan dan Disbudpar + JP+ BTNW
pariwisata kepada wisatawan
Mengikuti pameran Pariwisata di tingkat Disbudpar Kabupaten
regional, nasional dan internasional.
6 Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Disbudpar Kab. Wakatobi,
JP WWF-TNC, Balai TNW
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Kampanye Sadar Wisata. Disbudpar Kabupaten
mengenai pariwisata Tindak lanjut seminar dan dialog budaya: Disbudpar Kabupaten,
transformasi nilai budaya Buton dalam Dinas Pendidikan
I
pembangunan (Penulusuran naskah dan
interpretasi serta revitalisasi Sejarah dan
Budaya Buton)
Ii Meningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan Pelatihan pengelolaan daya tarik wisata disbudpar, JP, TNW
daya tarik wisata Pertemuan dalam rangka membentuk kerja disparbud +JP+
sama antara kelompok masyarakat dengan DMO+BTNW
industry
Iii Memberikan insentif untuk pengembangan jasa usaha Identifikasi sumber dana bergulir kepada Diskop&UMKM +
pariwisata oleh masyarakat lokal kelompok-kelompok masyarakat pengelola jasa Disbudpar + JP +TNW
usaha pariwisata
Pemetaan kebutuhan penerima dana bergulir
Fasilitasi sumber pemberi dana dengan
kelompok penerima dana
Evaluasi Pemberian dana kepada kelompok- Diskop&UMKM +
kelompok jasa usaha pariwisata Disbudpar + JP +TNW
7 Mendorong pengembangan pariwisata yang memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas Disbudpar Kabupaten
lingkungan dan konservasi
I Menyusun kebijakan pengelolaan lingkungan dalam kajian daya dukung lingkungan hidup BLH + JP +TNW
pengembangan pariwisata Penyusunan pedoman pengembangan Disbudpar + JP+BLH+TNW
pariwisata berwawasan lingkungan hidup
Konsultasi publik dan sosialisasi pedoman Disbudpar + JP+
pariwisata berwawasan lingkungan BTNW+BLH
Ii Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Kampanye konservasi lingkungan dan Disbudpar + JP+
mengenai konsep pariwisata berwawasan lingkungan pariwisata kepada masyarakat dan wisatawan BTNW+DMO+ Dinas
hidup Pendidikan
Iii Mengembangkan produk pariwisata yang berkontribusi identifikasi program konservasi yang sudah ada ASITA, JP, LSM, BTNW
terhadap konservasi lingkungan untuk diintegrasikan dengan kegiatan
pariwisata
Potensi yang Pantai pasir putih dan Pantai pasir putih dan Pantai pasir putih
1 Hutan Tropis
dimiliki terumbu karang terumbu karang dan terumbu karang
Identifikasi
Snorkeling Berenang dan Snorkeling Snorkeling Pengamatan Satwa
Aktivitas
3
yang akan Wisata Pendidikan
Kuliner
ditawarkan Siswa
Pertunjukan musik di
pantai
Penyediaan pusat
Pembangunan panggung
cinderamata yang
DisPar terbuka, untuk kegiatan DisPar
dikelola oleh
kesenian
masyarakat
Penyediaan kios-kios
DisPar dan
makanan kecil bagi
Perindako
wisatawan yang
p
berkunjung
Pembentukan
Kampanye Sapta Pembentukan Kelompok Pelatihan pelayanan Kelompok
DisPar DisPar DisPar DisHut
Pesona Masyarakat Pengelola wisata Masyarakat
Pengelola
Pengenalan akan Kampanye Sapta
Program DisPar Kampanye Sapta Pesona DisPar DisPar
kekayaan bawah laut Pesona
Peningkatan
5 Kapasitas Pelatihan
Pelatihan Selam DisPar Pelatihan Keorganisasian DisPar DisHut
Yang Keorganisasian
Dibutuhkan DisPar+
Pelatihan membuat DisPar+ Pelatihan membuat Pelatihan
Perindako DisPar
cinderamata Perindakop kuliner khas kepemanduan
p
Pelatihan Joint
Keorganisasian Program
terumbu karang,
Pantai pasir
danau air asin, pantai Pantai pasir putih
Potensi yang putih dan Hutan
1 pasir putih, benteng dan terumbu
dimiliki terumbu Tropis
togo melengo dan karang
karang
hutan bambu
Kampanye
Kampanye Sapta Kampanye Sapta Kampanye Kampanye
DisPar DisPar DisPar DisPar Sapta DisPar
Pesona Pesona Sapta Pesona Sapta Pesona
Pesona
Pelatihan
Pelatihan Pelatihan Pelatihan Pelatihan
DisPar DisPar DisPar DisPar Kepemandu DisPar
Kepemanduan Kepemanduan Kepemanduan Kepemanduan
an
Pembentuk
Program Pembentukan Pembentukan Pembentukan
DisPar+ an
Peningkatan Kelompok Kelompok Kelompok
5 Cinderamata Perindako DisPar DisPar DisPar Kelompok DisPar
Kapasitas Yang Masyarakat Masyarakat Masyarakat
p Masyarakat
Dibutuhkan Pengelola Pengelola Pengelola
Pengelola
Pelatihan Pelatihan
Pelatihan Joint Pelatihan Joint Joint Pelatihan Joint Joint
Keorganisasia Keorganisasi
Keorganisasian Program Keorganisasian Program Program Keorganisasian Program Program
n an
Pelatihan
pelayanan DisPar
prima
Tabel 6.3 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Hoga dan Pajam
HOGA PAJAM
No
Hoga Instansi Pelaksana Pajam Instansi Pelaksana
Target Pasar Target utama: wisatawan mancanegara Target utama: wisatawan mancanegara
2 Yang
Diinginkan Target sekunder: wisatawan nusantara Target sekunder: wisatawan nusantara
Sarana pengolahan sampah tingkat RW DinKebersihan Peletakkan papan ucapan selamat datang DisPar
Peletakkan papan informasi obyek wisata
Fasilitas DisPar
di lokasi wisata.
4 Yang Penyediaan toilet yang layak dengan
Dibutuhkan DisPAr
fasilitas air bersih
Penyediaan genset DinPU
Sunrise
Pelatihan Kepemanduan
DisPar Pelatihan pelayanan prima DisPar Pelatihan pelayanan prima DisPar
Selam
Pelatihan pelayanan
DisPar Pelatihan Kepemanduan DisPar Pelatihan Kepemanduan DisPar
prima
Program
Peningkatan Pelatihan tata kelola
5 DisPar
Kapasitas Yang homestay
Dibutuhkan DisPar+
Pelatihan Kuliner
Perindakop
Penguatan Kelompok Penguatan Kelompok Penguatan Kelompok
Masyarakat DisPar Masyarakat DisPar Masyarakat DisPar
Pengelola:keorganisasian Pengelola:keorganisasian Pengelola:keorganisasian
BAB 7
PEMANTAUAN DAN EVALUASI DAMPAK
2. Ekonomi Lokal
Seperti tersurat dalam pasal 4 dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan, bahwa salah satu tujuan pembangunan kepariwisataan adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
3. Lingkungan
Aspek lingkungan merupakan aspek yang penting tetapi cukup sulit dipantau
karena seringkali membutuhkan teknik atau alat tertentu. Di tingkat destinasi,
selain mengandalkan data sekunder dari instansi terkait sebaiknya didorong
untuk memantau dampak pada lingkungan binaan, seperti tingkat kebersihan
atau konversi lahan.
4. Sosial Budaya
Indikator ini disusun pada suatu asumsi bahwa jika pariwisata telah berhasil
meningkatkan kualitas sosial ekonomi masyarakat (terjadi surplus), maka akan
terjadi secara alamiah masyarakat akan melakukan perbaikan pada kesehatan
dan pendidikan. Oleh karena itu, pemantauan dua aspek sosial tersebut dapat
menjadi indikator yang cukup baik.
pariwisata
D. Lingkungan
1 Kebersihan Pengelolaan Setiap 6 bulan Dinas kebersihan
sampah (jumlah
sampah, tempat
pembuangan,
kualitas
pengangkutan)
Kualitas air minum Setiap tahun BPLHD
Wakatobi
2 Konversi Lahan Luasan kawasan Setiap 6 bulan Dinas tarukim,
lindung yang Bappeda, Dinas
berubah pariwisata
pemanfaatannya
3 Kualitas Tutupan terumbu Setiap tahun BTNW, JP
Terumbu karang
Karang Kondisi air laut Setiap tahun BTNW, JP
(temperature,
salinitas, pH)
Biota bahari Setiap 6 bulan Dinas Perikanan,
(jumlah tangkapan BTNW
ikan, variasi ikan)
Aspek Bekerja sama
No Indikator Frekuensi Pemantauan
Pemantauan dengan
A. Kinerja
Pariwisata
1 Pertumbuhan Jumlah pengunjung Setiap tahun Dinas pariwisata,
pariwisata di setiap atraksi pengelola atraksi
Profil pengunjung di Setiap tahun Dinas pariwisata,
setiap atraksi pengelola atraksi
2 Ekonomi Nilai dan Setiap tahun Dinas pendapatan
Daerah pertumbuhan daerah
Pendapatan Asli
Daerah (PAD),
khususnya sektor
Jasa, Hotel, dan
Restoran
Nilai dan item dari Setiap tahun Dinas pariwisata,
investasi pariwisata dinas pendapatan
di dalam destinasi, daerah, unit
khususnya sektor pelayanan terpadu
jasa, hotel, restoran (kalau ada)
Jumlah lapangan Setiap tahun Dinas pariwisata
kerja baru yang
diciptakan pada
sektor pariwisata
Penyerapan tenaga Setiap tahun Dinas pariwisata
kerja lokal di sektor
jasa, hotel, dan
restoran (jumlah
Lampiran 2.
Hasil Penelitian Mandiri dari Audrey Jiwajenie8
Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 53% yang terdiri atas 47% karang keras dan 5%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 19%. Kondisi
8
Penelitian dilakukan dalam rangka pemenuhan disertasi pasca sarjana dalam program Pascasarjana
Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia dengan judul Analisis Skenario Pengelolaan Kawasan Pulau
Kecil dalam Pengembangan Wisata Bahari (Studi kasus Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi
Tenggara) pada Januari 2013
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 86% yang terdiri atas
85% karang keras dan 1% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral
encrusting sebesar 24% Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan
sangat baik.
Sementara pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan terumbu karang hidup sebesar 84% yang terdiri atas 82% karang keras
dan 2% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 42%.
Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 81% yang terdiri atas
75% karang keras dan 6% karang lunak, yang didominasi oleh jenis acropora
branching sebesar 33%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan sangat baik.
Sementara pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan terumbu karang sebesar 67% yang terdiri atas 62% karang keras dan 5%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral foliouse sebesar 19%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.
Berdasarkan gambar 2.11 diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat
ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 79% yang terdiri
atas 69% karang keras dan 10% karang lunak, yang didominasi oleh jenis
acropora branching sebanyak 19%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan sangat baik.
Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 67% yang terdiri atas 62% karang keras dan 5%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 36%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 60% yang terdiri atas
55% karang keras dan 5% karang lunak dan didominasi oleh jenis acropora
branching sebesar 15%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan baik.
Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 72% yang terdiri atas 68% karang keras dan 4%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral foliouse dan acropora digitate
masing-masing sebesar 17%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan sangat baik.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 77% yang terdiri atas
39% karang keras dan didominasi oleh jenis karang lunak sebesar 38%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.
Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 66% yang terdiri atas 64% karang keras dan 2%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 17%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.
5 Soami Pepe
6 Salamu/ sakiri Makanan yang terbuat dari ikan buntal yang direbus.
Setelah direbus duri ikan dihilangkan dan dagingnya
disuir-suir, untuk air rebusannya disaring dan
ditambahkan dengan jeruknipis dan garam. Sedangkan
hati ikan di sate dan dibakar dengan menggunakan
kopra, setelah dibakar sate hati dicampurkan dengan
daging suiran.
7 Ndafu-ndafu Makanan yang terbuat dari parutan ubi kano yang
telah dibentuk bulatan kecil yang kemudian dimasukan
kedalam rebusan santan dan garam(secukupnya)
8 Kenta nidole Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dihaluskan dan dicampur dengan jeruk nipis dan
bumbu lainnya kemudian dicetak dengan bentuk belah
ketupat kemudian di celupkan kedalam kocokan telur
lalu digoreng.
22 Taingkora (Kaledupa) Makanan yang terbuat dari jagung yang digiling dan
Hongaru (Tomia) dimasak dengan santan.
23 Kangkuru mbou (Kaledupa) Minuman yang terbuat dari buah kelapa muda,
Siri jam mere (Tomia dan Binongko) dengan daging kelapa muda yang diserut kemudian
Ronso-ronso (Wangi-wangi) ditambahkan air kelapa muda dan sedikit gula merah.
5 Soami Pepe
6 Salamu/ sakiri Makanan yang terbuat dari ikan buntal yang direbus.
Setelah direbus duri ikan dihilangkan dan dagingnya
disuir-suir, untuk air rebusannya disaring dan
ditambahkan dengan jeruknipis dan garam. Sedangkan
hati ikan di sate dan dibakar dengan menggunakan
kopra, setelah dibakar sate hati dicampurkan dengan
daging suiran.
7 Ndafu-ndafu Makanan yang terbuat dari parutan ubi kano yang
telah dibentuk bulatan kecil yang kemudian dimasukan
kedalam rebusan santan dan garam(secukupnya)
8 Kenta nidole Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dihaluskan dan dicampur dengan jeruk nipis dan
bumbu lainnya kemudian dicetak dengan bentuk belah
ketupat kemudian di celupkan kedalam kocokan telur
lalu digoreng.
9 Kadampo Makanan yang terbuat dari ikan karang kecil seperti
ikan lompa yang dicampur dengan rempah-rempah
kemudian dibungkus menggunakan daun pisang lalu
dipanggang.
10 Kenta nisenga Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dicampur dengan kelapa parut dan rempah-
rempah,kemudian dihaluskan dan disangrai hingga
gurih.
11 Sira-sira nu labu Makanan yang terbuat dari labu kuning yang direbus
kemudian dihaluskan dan dicampur dengan kelapa
yang diparut kasar.
12 Kansenga Makanan yang terbuat dari adonan sagu dengan
kelapa muda kemudian dimasak didalam wajan tanpa
minyak.
13 Pogollu Makanan radisional yang terbuat dari kacang merah
yang telah direbus kemudian dicampurkan dengan
adonan sagu lokal dan gula merah.
14 Loku-loku Makanan yang terbuat dari campuran adonan sagu,
kelapa muda, sayuran dan ikan yang kemudian
dimasukkan kedalam bambu lalu dibakar.
15 Kambalu Makanan yan gterbuat dari ubi yang diparut lalu
ditambahkan santan dan dicetak menggunakan janur
kemudian direbus.
16 Waji Kananga Makanan yang terbuat dari nasi yang dijemur
kemudian digoreng dan dilumuri dengan gula cair.
17 Jojolo Makanan yang terbuat dari sari jagung muda yang
dicampur dengan gula pasir yang kemudian direbus
hingga kental.
18 Halua Makanan yang terbuat dari jagung yang disangrai (bisa
juga dengan kacang tanah, pisang dan kenari) yang
kemudian dicampur dengan gula aren yang telah
dicairkan lalu dibentuk menjadi bulatan kecil.
19 Epu-epu Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk seperti bulan sabit kemudian pada bagian
tengah diisi dengan kelapa parut yang telah di sangria
dan dicampur gula merah. Lalu keseluruhan adonan di
goreng menggunakan minyak panas.
20 Bika bika Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian
tengah diisi dengan pisang. Lalu keseluruhan adonan
di goreng menggunakan minyak panas.
21 Onde-onde Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian
tengah diisi dengan gula merah. Lalu adonan di rebus
dan ditiriskan kemudian di taburi parutan kelapa
muda.
22 Sinanga nu gorau Makanan yang terbuat dari telur ayam kampung yang
direbus kemudian direndam dalam air jeruk nipis dan
rempah-rempah kemudian digoreng.
22 Taingkora (Kaledupa) Makanan yang terbuat dari jagung yang digiling dan
Hongaru (Tomia) dimasak dengan santan.
23 Kangkuru mbou (Kaledupa) Minuman yang terbuat dari buah kelapa muda,
Siri jam mere (Tomia dan Binongko) dengan daging kelapa muda yang diserut kemudian
Ronso-ronso (Wangi-wangi) ditambahkan air kelapa muda dan sedikit gula merah.
Kambang-
Kambang Kapala Mohute
Gorau Nihole
Moda
Nama Moda Harga Tiket
No Transporta Jadwal Rute
Transportasi (Rp)
si
Rp. 1.520.850 (April
Senin, Rabu,
dan Mei) s/d Rp.
Jumat , Sabtu,
Jakarta Makasar- 3.162.000,-
Lion Air/ Wings Minggu
1. Udara Kendari Wangi-wangi (Agustus,
Air Jam : 05:00 WIB
PP September,
(lima jam
Desember, Januari,
perjalanan)
Februari, Maret)
Wangi-wangi
Rp. 100.000,-
Selasa, Kamis, Kaledupa
Cantika
Sabtu
Kaledupa Tomia Rp. 100.000,-
KaledupaBaubau Rp.120.000,-
2. Laut
TomiaBaubau Rp.160.000,-
BinongkoBaubau Rp.140.000,-
Kapal Kayu
Dua hari sekali BaubauWanci Rp.150.000,-
SB Hoga
Express,MV.
Walena, KM.
Darlin II, KM. Setiap hari
WanciKaledupa Rp. 50.000,-
Sandi Jaya, KM. bergantian
Wande-Wande,
KM. Putri
Tunggal, KM.
Togali Star, KM
Nur Rzki dan
KM.Kasuwari
Setiap hari
KM. Azam Raya, bergantian dan
KM. Dito Untuk KM. Azam
Wakatobi, KM. Raya dan KM. Dito WanciTomia Rp.120.000,-
Dito I, KM. I pada bulan Juni
Rahmat Baru,. Agustus tidak
beroperasi
MV. Kie Raha ,
MV. Diran , MV.
Osandik I MV. Setiap hari
WanciTomia Rp.150.000,-
Osandik II, MV. bergantian
Elpi, dan MV.
Jabar Nur.
KM. Bitokawa,
Senin, Rabu, dan
KM. Sri Kasu, KM. Wanci Binongko Rp.130.000,-
Kamis PP
Fingki Putra
Setiap hari dan
Kapal Kayu WanciKapota Rp.5000,-
setiap waktu
Moda
Nama Moda Harga Tiket
No Transporta Jadwal Rute
Transportasi (Rp)
si
Rp. 1.520.850 (April
Senin, Rabu,
dan Mei) s/d Rp.
Jumat , Sabtu,
Jakarta Makasar- 3.162.000,-
Lion Air/ Wings Minggu
1. Udara Kendari Wangi-wangi (Agustus,
Air Jam : 05:00 WIB
PP September,
(lima jam
Desember, Januari,
perjalanan)
Februari, Maret)
Wangi-wangi
Rp. 100.000,-
Selasa, Kamis, Kaledupa
Cantika
Sabtu
Kaledupa Tomia Rp. 100.000,-
KaledupaBaubau Rp.120.000,-
TomiaBaubau Rp.160.000,-
BinongkoBaubau Rp.140.000,-
Kapal Kayu
Dua hari sekali BaubauWanci Rp.150.000,-
SB Hoga
Express,MV.
Walena, KM.
Darlin II, KM.
Sandi Jaya, KM.
Setiap hari
Wande-Wande, WanciKaledupa Rp. 50.000,-
bergantian
KM. Putri
Tunggal, KM.
Togali Star, KM
Nur Rzki dan
KM.Kasuwari
Setiap hari
KM. Azam Raya, bergantian dan
KM. Dito Untuk KM. Azam
Wakatobi, KM. Raya dan KM. Dito WanciTomia Rp.120.000,-
Dito I, KM. I pada bulan Juni
Rahmat Baru,. Agustus tidak
beroperasi
MV. Kie Raha ,
MV. Diran , MV.
Osandik I MV. Setiap hari
WanciTomia Rp.150.000,-
Osandik II, MV. bergantian
Elpi, dan MV.
Jabar Nur.
KM. Bitokawa,
Senin, Rabu, dan
KM. Sri Kasu, KM. Wanci Binongko Rp.130.000,-
Kamis PP
Fingki Putra
Setiap hari dan
Kapal Kayu WanciKapota Rp.5000,-
setiap waktu