You are on page 1of 216

Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir i
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir ii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir iii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir iv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir v
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir vi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir vii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

RINGKASAN EKSEKUTIF
Kabupaten Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam, peninggalan sejarah, seni dan
budaya yang sangat besar sebagai daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara
maupun mancanegara.Namun saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal kerena berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi.Status Wakatobi
sebagai Taman Nasional Laut tentunya menuntut perlakuan khusus dalam hal konservasi
kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam Wakatobi.Terlebih lagi sebagai
ekosistem pulau-pulau kecil, Wakatobi sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem yang
berakibat pada hilangnya spesies tertentu, sementara kehilangan spesies akan
mengurangi kualitas ekosistem dan berdampak pada penurunan jumlah pengunjung.

Pengembangan pariwisata Wakatobi memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada


konservasi sumber daya alamalam bawah laut maupun daratannya. Kerusakan pada
sumber daya alam tentunya akan sangat berdampak pada kepariwisataan wilayah ini. Di
sisi lain, kontribusi sector pariwisata bagi pendapatan daerah adalah terbesar kedua
setelah sector perikanan dan kelautan(2005-2010), tetapi manfaatnya bagi ekonomi lokal
dan masyarakat setempat masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus mendukung dan
mengurangi tekananan pada konservasi keanekaragaman hayati di Kawasan Taman
Nasional Wakatobi.Oleh karenanya, pengembangan pariwisata harus dilakukan secara
berkelanjutan sesuai dengan visi daerah agar tidak hanya dapat berkontribusi pada
konservasi kawasan tetapi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Wakatobi.

Beberapa permasalahan strategis yang ditemukan khususnya dalam pengembangan


pariwisata Wakatobi, adalah:
Keterbatasan ruang untuk pembangunan, sumber daya energi dan air.
Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas; di segala tingkatan (dari tingkat
pengambil keputusan, manajerial hingga garda depan), dan di berbagai aspek yang
terkait.
Minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata dan keterbatasan
kapasitas masyarakat dapat menghambat peluang masyarakat dalam mengambil
manfaat dari pariwisata
Akses yang terbuka sehingga lebih sulit untuk mengelola dan melakukan pengawasan
Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar pihak yang terlibat dalam
pengembangan kepariwisataan Wakatobi.
Keterbatasan sarana transportasi, informasi, dan fasilitas pendukung pariwisata yang
berkualitas.

Laporan Akhir viii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, beberapa rencana


pembangunan telah disusun, diantaranya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten, Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Kabupaten, serta Rencana Pengelolaan
Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Wakatobi. Berbagai rencana yang telah
disusun tentunya perlu disinergikan khususnya dalam tingkatan kebijakan, strategi, dan
program pengembangan.Demikian pula program Destination Management Organisation
(DMO) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diharapkan dapat mensinergikan
berbagai program dan kegiatan kepariwisataan lintas sektoral dan lintas para pihak di
Wakatobi.

Kondisi aktual, permasalahan, dan berbagai kebijakan yang ada pertimbangan utama
dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi (RPPW) ini.Diharapkan,
dokumen ini dapat menjadi arahan bagi para pihak dalam mensinergikan upaya untuk
mengembangkan pariwisata Wakatobi.Rencana ini merupakan dokumen tertulis yang
disusun bersama dengan para pihak mengenai program dan kegiatan pengelolaan
kepariwisataan suatu wilayah.

Dalam proses partisipatif bersama para pihak, maka dirumuskan usulan visi pengelolaan
pariwisata Wakatobi adalah sebagai berikut: Wakatobi sebagai destinasi pariwisata
ekologis yang mendunia, berbasis alam dan budaya bahari pada tahun 2018. Untuk
mencapai visi tersebut, maka misi pengelolaan pariwisata Wakatobi dirumuskan sebagai
berikut :
1. Mengembangkan pengelolaan pariwisata yang partisipatif
2. Mengutamakan distribusi manfaat bagi masyarakat dan peningkatan ekonomi
lokal
3. Mengutamakan konservasi sumber daya alam dan kekayaan budaya
4. Meningkatkan daya saing Wakatobi sebagai destinasi pariwisata dunia
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Pengembangan pariwisata di Wakatobi didasarkan pada beberapa pendekatan,


diantaranya:
a. Peningkatan Daya Saing; yaitu upaya pengembangan pariwisata sebagai proses untuk
membuat potensi pariwisata/kelebihan (comparative advantages) sebagai nilai lebih
(added value) agar dapat bersaing dengan destinasi lain. Sentifitas terhadap
keinginan dan dinamika pasar menjadi pertimbangan yang sangat penting di samping
potensi yang ada.
b. Pelibatan Masyarakat; yaitu upaya pengembangan pariwisata dengan melibatkan
masyarakat sejak perencanaan serta mendorong para pelaku wisata dan pemerintah
untuk bekerjasama dengan masyarakat, termasuk upaya peningkatan kapasitas dan
pengelolaan daya tarik atau usaha mikro sebagai penunjang pariwisata.

Laporan Akhir ix
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

c. Konservasi Lingkungan; yaitu upaya pengembangan pariwisata dengan menjamin


keberlanjutan upaya-upaya konservasi lingkungan dan memberikan nilai lebih dari
konservasi itu sendiri bagi masyarakat.
d. Peningkatan Perekonomian lokal; yaitu upaya pengembangan pariwisata untuk dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar daya tarik dan sekaligus
meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

Sesuai dengan pendekatan di atas, maka konsep pengembangan pariwisata di Wakatobi


dapat diarahkan pada beberapa konsep pengembangan, yaitu:
1. Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
2. Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Alam dan Budaya
3. Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas dan Resor
4. Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan
5. Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan Bisnis
6. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak
Kenam konsep ini dijabarkan menjadi 14 strategi pengembangan sebagai berikut:
Strategi 1. Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan
pengelolaan pariwisata
Strategi 2. Mengembangkan sistem pengelolaan daya tarik wisata berbasis kelompok
masyarakat
Strategi 3. Mendorong pengembangan Pariwisata yang berkontribusi pada konservasi
lingkungan alam dan binaan
Strategi 4. Mengembangkan produk wisata yang berkontribusi pada konservasi
lingkungan alam dan budaya
Strategi 5. Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap
lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat
guna
Strategi 6. Mengembangkan kawasan-kawasan prioritas pengembangan pariwisata
Strategi 7. Mendorong pengembangan resor wisata oleh sektor swasta
Strategi 8. Mengembangkan sarana, prasarana serta fasilitas pariwisata dan penunjang
pariwisata sesuai dengan target pasar
Strategi 9. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik di lingkup industri,
pemerintah, dan kelompok masyarakat
Strategi 10. Memfasilitasi pembentukan hubungan bisnis antara kelompok dan industri
pariwisata skala lokal
Strategi 11.Memberikan dukungan bisnis bagi industri pariwisata skala lokal dan
kelompok masyarakat
Strategi 12. Mengembangkan sistem informasi pariwisata
Strategi 13. Mengembangan sistem pemasaran yang inovatif sesuai target pasar
Strategi 14.Membangun sistem pengelolaan destinasi pariwisata dengan kolaborasi multi
pihak

Laporan Akhir x
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

DAFTAR ISI
Lembar Adopsi ii
Daftar Isi vi
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel xi
Daftar Diagram xiii
Daftar Lampiran xiv

BAB 1
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1
Maksud dan Tujuan Rencana 2
1.2.1Maksud 2
1.2.2Tujuan 3
Lingkup Wilayah dan Lingkup Materi 3
Keluaran 4
Metodologi 4
1.5.1Tahap Persiapan dan Kajian Awal 4
1.5.2Tahap Identifikasi Potensi dan Permasalahan 5
1.5.3Tahap Analisis 6
1.5.4Tahap Perumusan Visi dan Misi 6
1.5.5Tahap Perumusan Konsep dan Rencana pengelolaan 6
Sistematika Laporan 7

BAB 2
KONDISI KEPARIWISATAAN WAKATOBI 9
2.1 Gambaran Umum Wilayah 9
2.1.1 Sejarah 9
2.1.2 Geografis dan Perwilayahan 11
2.1.3 Sosial Budaya 18
2.1.4 Ekonomi 25
2.2 Potensi Daya Tarik Wisata Alam Bawah Laut 28
2.2.1 Wangi Wangi Kapota 31
2.2.2 Kaledupa Hoga 33
2.2.3 Tomia 35
2.2.4 Binongko 37
2.3 Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir dan Daratan 38
2.3.1 Wangi wangi Kapota 38
2.3.2 Kaledupa Hoga 40
2.3.3 Tomia Tolandono 42

Laporan Akhir xiii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.3.4 Binongko 44
2.4 Potensi Daya Tarik Wisata Budaya 45
2.4.1 Situs Situs Bersejarah 45
2.4.2 Kampung Adat dan Rumah Adat 49
2.4.3 Budaya Masyarakat Bajau 51
2.4.4 Kesenian dan Permainan Tradisional 52
2.4.4.1 Kesenian Tradisional 52
2.4.4.2 Permainan Tradisional 53
2.4.5 Kuliner 54
2.4.6 Kerajinan 54
2.5 Aksesibilitas dan Transportasi 55
2.5.1 Infrastruktur dan Akses 56
2.5.2 Moda Transportasi 57
2.5.3 Bandara, Pelabuhan dan Terminal 58
2.6 Fasilitas Pendukung Pariwisata 59
2.6.1 Akomodasi 59
2.6.2 Rumah Makan 62
2.6.3 Biro Perjalanan Wisata (BPW) 62
2.6.4 Fasilitas Hiburan 63
2.6.5 Telekomunikasi 63
2.6.6 Fasilitas Keuangan 63
2.7 Paket Wisata di Wakatobi 64
2.7.1 Paket Wisata Selam 65
2.7.2 Paket Wisata Non Selam 67
2.8 Kondisi Pasar Wisatawan 68
2.9 Studi Persepsi Komunitas Selam terhadap Pariwisata Wakatobi 75
2.10 Kawasan Pariwisata Berdasarkan Kebijakan Pengembangan Wilayah 78
2.10.1 Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi 78
2.10.2 Berdasarkan Rencana Pengembangan Pariwisata Alam
Taman Nasional Wakatobi 2012 79
2.10.3 Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Kabupaten Wakatobi 81
2.11 Persepsi Para Pihak Kepariwisataan Wakatobi 82

BAB 3
ANALISIS KEPARIWISATAAN WAKATOBI 86
3.1 Isu-isu Stategis Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi 86
3.2 Analisis Pasar Pariwisata Wakatobi 87
3.2.1 Analisis Makro Pasokan dan Permintaan 87
3.2.2 Analisis Mikro - Sisi pasar 91
3.2.3 Analisis Mikro - Sisi Produk 93

Laporan Akhir xiv


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3.3 Identifikasi Kawasan Pariwisata Prioritas 95


3.3.1 Wilayah Pulau Wangi Wangi 98
3.3.2 Wilayah Pulau Hoga dan Kaledupa 98
3.3.3 Wilayah Pualu Tomia 98
3.3.4 Wilayah Pulau Binongko 98
3.3.5 Deskripsi Singkat Kawasan Prioritas 101
3.4 Analisis SWOT Kepariwisataan Wakatob 107

BAB 4
RUMUSAN VISI DAN MISI PENGELOLAAN PARIWISATA WAKATOBI118
4.1 Visi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi 118
4.2 Misi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi 119

BAB 5
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA 120
BAB 6
PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PARIWISATA 129
BAB 8
PEMANTAUAN DAN EVALUASI DAMPAK 145

Laporan Akhir xv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xvi


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Orientasi Kabupaten Wakatobi 3


Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Wakatobi 10
Gambar 2.2 Peta Kondisi Geologis Kabupaten Wakatobi 12
Gambar 2.3 Terumbu Karang di Perairan Wakatobi 15
Gambar 2.4 Peta sebaran Sumber Daya Penting di Wakatobi 2012 16
Gambar 2.5 Gejahan Penggala dan Endemik Sulawesi Grey sided Flower pecker 17
Gambar 2.6 Peta Sebaran SPAGs di Kepulauan Wakatobi 18
Gambar 2.7 Keindahan Bawah Laut di Perairan Wakatobi 29
Gambar 2.8 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Wangi-wangi 31
Gambar 2.9 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Kaledupa 34
Gambar 2.10 Salah Satu Hewan Unik yang Dapat ditemui di Perairan Wakatobi:
Pygmi seahorse 34
Gambar 2.11 Dermaga yang Menjadi Tempat Bersandar Kapal di Pulau Hoga 35
Gambar 2.12 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Tomia 36
Gambar 2.13 Salah Satu Hewan Unik yang Dapat ditemui di Perairan Wakatobi:
Bumphead Parrot Fish 36
Gambar 2.14 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Binongko 37
Gambar 2.15 Terumbu Karang di Perairan Wakatobi 38
Gambar 2.16 Pantai Cemara/Oa Ogu dan Matahari Terbit di Pantai Kaluku Kapala
Patuno, Pantai One Laro 39
Gambar 2.17 Trekking untuk Mengamati Pemandangan Pesisir Woru Nunu 39
Gambar 2.18 Gua Alam Bhewata di Kapota 40
Gambar 2.19 Pantai Sombano di Desa Sombano, Kaledupa 41
Gambar 2.20 Danau Sombano di Desa Sombano, Kaledupa 41
Gambar 2.21 Matahari Terbenam di Desa Pajam dan Kondisi Perkampungan Pajam 42
Gambar 2.22 Keindahan Pantai Hoga 42
Gambar 2.23 Pantai Tee timu dan Pantai Huuntete 43
Gambar 2. 24 Stalakmit di Gua Tee timu dan Aktivitas Masyarakat di Gua Tee timu 43
Gambar 2.25 Puncak Kahiangan 44
Gambar 2.26 Taman Batu di Desa Waloindi dan Pantai Batu di Desa Waloindi 45
Gambar 2.27 Benteng Keraton Liya, Desa Liya Wangi-Wangi Selatan 46
Gambar 2.28 Lawa Benteng Ollo, Masjid Tua Benteng Ollo, Suasana Perkampungan
di Benteng Ollo 47
Gambar 2.29 Benteng Patua 48
Gambar 2.30 Trekking Menuju Benteng Koncu Patua Wali di Binongko dan
Lawa Patua di Benteng Koncu Patua 48
Gambar 2.31 Tempat Tinggal Masyarakat Bajau 51

Laporan Akhir xvii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.32 Tarian Adat Wakatobi: Honari Mosega 52


Gambar 2.33 Tarian Adat Wakatobi: Lariangi 53
Gambar 2.34 Parende/ Sup Ikan; Kasoami Pepe; dan Kasoami 54
Gambar 2.35 Kain Tenun untuk Perempuan dan Kain Tenun untuk Laki-laki 55
Gambar 2.36 Kerajinan Lidi dan Pelepah Pandan Duri 55
Gambar 2.37 Kondisi jalan di Wakatobi 56
Gambar 2.38 Pesawat Komersial dan Kapal Feri yang Mendarat di Wakatobi 58
Gambar 2.39 Bandara dan Ruang Tunggu di Matahora Wangi-wangi 59
Gambar 2.40 Patuno Resort Wangi-wangi, Wakatobi 60
Gambar 2.41 Hotel dan Penginapan di Wakatobi 61
Gambar 2.42 Fasilitas Operator Selam 63
Gambar 2.43 Fasilitas Bank di Wakatobi 64
Gambar 2.44 Perlengkapan Wisata Selam di Wakatobi 66
Gambar 2.45 Peta Kawasan Pariwisata oleh Berbagai Dokumen di Wakatobi 82
Gambar 3.1 Peta Kawasan Pariwisata Berdasarkan Berbagai Dokumen di Wakatobi 106

Laporan Akhir xviii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xix


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xx
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keadaan Topografi Kabupaten Wakatobi 2011 11


Tabel 2.2 Keadaan Cuaca Per Bulan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011 13
Tabel 2.3 Sumber Air dan Kapasitas Air Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 14
Tabel 2.4 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011 19
Tabel 2.5 Luas Daerah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di
Kabupaten Wakatobi Tahun 2010 2011 20
Tabel 2.6 Perguruan Tinggi yang Ada di Wakatobi Tahun 2011 21
Tabel 2.7 Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas di Kabupaten
Wakatobi 22
Tabel 2.8 Rasio Ketersediaan Fasilitas Pendidikan dan Banyaknya Murid di Kabupaten
Wakatobi Tahun 2011/2012 22
Tabel 2.9 Tingkat Kriminalitas di Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 -2011 23
Tabel 2.10 Penggunaan Lahan per Kecamatan di Wakatobi Tahun 2011 24
Tabel 2.11 Penggunaan Lahan Bukan Pertanian di Kabupaten Wakatobi (2011) 24
Tabel 2.12 Pengeluaran Per Kapita Penduduk Wakatobi Tahun 2009-2011 26
Tabel 2.13 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten
Wakatobi Tahun 2006-2010 28
Tabel 2.14 Persentase Tingkat kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin
di Wakatobi Tahun 2006-2011 28
Tabel 2.15 Kriteria Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup 32
Tabel 2.16 Presentase Tutupan Terumbu Karang di Lokasi Penyelaman 32
Tabel 2.17 Kondisi Jalan di Wakatobi Tahun 2011 57
Tabel 2.18 Jumlah Bandara dan Pelabuhan di Kabupaten Wakatobi 58
Tabel 2.19 Kisaran Harga dan Tingkat Hunian Akomodasi di Wangi-wangi 2013 60
Tabel 2.20 Akomodasi di Wakatobi 61
Tabel 2.21 Jumlah Rumah Makan di Wakatobi Tahun 2012 62
Tabel 2.22 Daftar Fasilitas Keuangan yang ada di Wakatobi 64
Tabel 2.23 Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Paket Wisata yang di Tawarkan 66
Tabel 2.24 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Wakatobi (2008-2012) 69
Tabel 2.25 X Zona Pariwisata dalam Taman Nasional Wakatobi 79
Tabel 3.1 Harga Tiket Pesawat (Agustus 2013 Agustus 2014) 87
Tabel 3.2 Ilustrasi Perbandingan Pasokan Hotel di Destinasi Wisata Bahari 88
Tabel 3.3 Karakteristik Paket Wisata Destinasi Pesaing 90
Tabel 3.4 Kedatangan Wisatawan di Beberapa Destinasi Pesaing 91
Tabel 3.5 Kapasitas Hotel di Wangi-Wangi 93
Tabel 3.6 Tingkat Okupansi Hotel di Wangi-Wangi 94
Tabel 3.7 Strategi Kekuatan Peluang 107

Laporan Akhir xxi


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.8 Strategi Kekuatan Ancaman 109


Tabel 3.9 Strategi Kelemahan Peluang 110
Tabel 3.10 Strategi Kelemahan Ancaman 112
Tabel 4.1 Ringkasan Berbagai Visi Pengembangan Pariwisata Wakatobi 118
Tabel 6.1 Indikasi Program dan Kegiatan 131
Tabel 6.2 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Wangi Wangi 137
Tabel 6.3 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Hoga dan Pajam 141
Tabel 6.4 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Tomia 143
Tabel 8.1 Indikator Pemantauan dan Evaluasi 146

Laporan Akhir xxii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xxiii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xxiv


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2000 2011 19
Diagram 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wakatobi Tahun 2006 2010 25
Diagram 2.3 Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup di Kabupaten Wakatobi 29
Diagram 2.4 Presentase Tutupan Terumbu Karang Keras 30
Diagram 2.5 Presentase Tutupan Terumbu Karang Lunak 30
Diagram 2.6 Jumlah tamu Menginap di Wakatobi Tahun 2008-2012 61
Diagram 2.7 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wakatobi Tahun 2008 2012 69
Diagram 2.8 Responden Wisatawan Berdasarkan Asal 70
Diagram 2.9 Profil Responden yang Berkunjung ke Wakatobi 70
Diagram 2.10 Sumber Informasi Wisatawan 71
Diagram 2.11 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Akomodasi 72
Diagram 2.12 Pola Perjalanan Wisatawan 72
Diagram 2.13 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Transportasi 73
Diagram 2.14 Penilaian Umum Responden 74
Diagram 2.15 Tingkat Kepuasan pada Kondisi Daya Tarik dan Pelayanan 74
Diagram 2.16 Pola Berwisata Responden Penyelam 76
Diagram 2.17 Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai Destinasi 76
Diagram 2.18 Sebab Responden Belum Mengunjungi Wakatobi 77
Diagram 2.19 Pengalaman Wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi 78
Diagram 3.1 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi 92
Diagram 3.2 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi 93

Laporan Akhir xxv


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xxvi


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Titik Penyelaman di Wakatobi dan Kondisi Tutupan Terumbu Karang


di Wangi-Wangi 149
Lampiran 2 Lokasi Daya Tarik Wisata di Wakatobi 157
Lampiran 3 Permainan Tradisional di Wakatobi 161
Lampiran 4 Makanan Tradisional di Wakatobi 162
Lampiran 5 Ragam Corak Tenun Wakatobi 165
Lampiran 6 Moda Transportasi di Wakatobi Tahun 2013 166
Lampiran 7 Paket Wisata Masyarakat di Wakatobi 168

Laporan Akhir xxvii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir xxviii


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah


Kabupaten Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam, peninggalan sejarah, seni dan
budaya yang sangat besar sebagai daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara
maupun mancanegara. Namun saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal kerena berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi. Keterbatasan
aksesibilitas serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataaan, sumber
daya manusia, maupun dukungan kelembagaan merupakan permasalahan utama selain
dari kondisi fisik kawasan berupa kepulauan.

Status Wakatobi sebagai Taman Nasional Laut tentunya memerlukan perlakuan khusus
dalam hal konservasi kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam Wakatobi.
Permasalahan dalam perubahan guna lahan, konflik kepentingan antar pemangku
kepentingan, dampak kegiatan terhadap usaha konservasi, dikhawatirkan akan semakin
merusak potensi sumber daya alam Wakatobi. Kegiatan pariwisata dilain pihak diharapkan
dapat mengakomodir permasalahan sekaligus berdampak positif terhadap masyarakat dan
lingkungan alam Wakatobi.

Jika dilihat dari kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa daerah Wakatobi dalam lima
tahun terakhir (2005-2010), sektor pariwisata menempatkan diri di posisi terbesar kedua
setelah perikanan dan kelautan. Akan tetapi manfaat dari perkembangan pariwisata bagi
ekonomi lokal dan masyarakat setempat masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus
mendukung dan mengurangi tekananan pada konservasi keanekaragaman hayati di
Kawasan Taman Nasional Wakatobi.

Untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, beberapa rencana


pembangunan telah disusun dan dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah,
diantaranya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPARDA) Kabupaten, serta Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional
Wakatobi. Demikian pula dengan program Destination Management Organisation (DMO)
yang digulirkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2011, yang
diharapkan dapat mensinergikan berbagai program dan kegiatan kepariwisataan lintas
sektoral dan lintas para pihak di Wakatobi. Berbagai rencana yang telah disusun tentunya
perlu disinergikan khususnya dalam tingkatan kebijakan, strategi, dan program
pengembangan.

Laporan Akhir 1
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Permasalahan dan isu strategis yang dihadapi Wakatobi menjadi pertimbangan utama
dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi (RPPW), atau Tourism
Management Plan (TMP) yang dapat menjadi arahan bagi para pihak dalam
mengembangkan pariwisata Wakatobi. Rencana ini merupakan dokumen tertulis yang
disusun bersama dengan para pihak mengenai program dan kegiatan pengelolaan
kepariwisataan suatu wilayah. Rencana pengelolaan didasarkan pada informasi detil
tentang kondisi sosial budaya, politik, ekonomi, dan lingkungan, yang mencakup visi dan
misi pengembangan kepariwisataan dalam jangka waktu tertentu, dan rencana kegiatan
pengelolaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut.

Manfaat dari rencana pengelolaan pariwisata adalah:


Sebagai alat bantu mencapai tujuan, visi dan misi secara lebih efektif dan efisien.
Memperlihatkan prioritas program dan menyoroti permasalahan dalam
pengembangan pariwisata dan langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Mengidentifikasi dan merencanakan tugas/kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
para pihak.
Meningkatkan keberlanjutan dan konsistensi dari pengelolaan pariwisata dan
menginformasikan kepada pengelola selanjutnya tentang apa yang telah dilakukan,
kenapa, kapan, dan bagaimana hal tersebut dilakukan.
Mengkomunikasikan tujuan dari pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan kepada
para pihak yang terkait dan masyarakat luas sejak awal proses perencanaan.

Rencana pengelolaan kepariwisataan Wakatobi tidak terlepas dari upaya untuk


meningkatkan sinergitas serta berbagai kebijakan dan rencana yang sudah disusun bagi
Wakatobi.

1.2 Maksud dan Tujuan Rencana


1.2.1 Maksud
Maksud Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi adalah:
1. Meningkatkan keterlibatan para pihak untuk lebih aktif dalam proses perencanaan
pariwisata daaerah Wakatobi;
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan manfaat atau terlibat
dalam industri pariwisata di Wakatobi;
3. Memberikan masukan dan arahan kepada para pihak dalam pengelolaan pariwisata
Wakatobi.
4. Mensinergikan berbagai kebijakan dan kegiatan pengembangan pariwisata.

Laporan Akhir 2
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

1.2.2 Tujuan
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi ini bertujuan sebagai pedoman bagi seluruh
pemangku kepentingan kepariwisataan dalam mengembangkan kepariwisataan Wakatobi
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

1.3 Lingkup Wilayah dan Lingkup Materi


Lingkup wilayah perencanaan adalah seluruh wilayah Kabupaten Wakatobi, dengan fokus
pada kawasan-kawasan yang memiliki potensi daya tarik wisata, dengan tidak melupakan
keterkaitannya dengan wilayah yang lebih luas. Adapun lingkup materi studi mencakup
aspek:
Aspek Produk (daya tarik wisata, aksesibilitas dan fasilitas penunjang)
Aspek Pasar (karakteristik wisatawan dan daya saing destinasi sejenis)
Kebijakan terkait pengembangan kepariwisataan Wakatobi, baik tingkat nasional,
provinsi maupun kabupaten (Ripparnas, Ripparda, RPJMD, RTRW Kabupaten,
Master Plan Taman Nasional Wakatobi)
Aspek perwilayahan/kawasan pariwisata prioritas Wakatobi
Aspek kelembagaan dan sumber daya manusia

Gambar 1.1 Peta Orientasi Kabupaten Wakatobi

Sumber: RTRW Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2032


1.4 Keluaran

Laporan Akhir 3
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Rencana Pengelolaan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, berisikan :


Gambaran umum dan gambaran kepariwisataan Wakatobi
Analisis isu-isu strategis pengembangan kepariwisataan Wakatobi
Visi, misi, dan tujuan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi
Konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi
Program dan kegiatan prioritas
Rencana pemantauan dan pengelolaan dampak

1.5 Metodologi
Secara garis besar, penyusunan Rencana Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi ini terdiri
dari 5 (lima) tahapan, yaitu:
a) Tahap persiapan dan kajian awal,
b) Tahap identifikasi potensi dan permasalahan,
c) Tahap analisis,
d) Tahap perumusan visi dan misi, serta
e) Tahap perumusan konsep dan rencana pengelolaan, yang dilaksanakan selama 5
(lima) bulan.

1.5.1 Tahap Persiapan dan Kajian Awal


Tahap persiapan dan kajian awal merupakan tahapan penyiapan berbagai kebutuhan
penyusunan pekerjaan, dari mulai penyamaan persepsi, pengembangan ide/gagasan,
sampai pada rencana survei yang akan dilakukan. Sasaran yang harus dicapai pada tahap
ini adalah:
1. Disepakatinya tujuan, sasaran, lingkup, keluaran, metodologi, jadwal dan tahapan
pelaksanaan pekerjaan.
2. Tersusunnya sistematika dan kerangka (outline) pelaporan yang akan dikembangkan.
3. Berkembangnya gagasan yang mendukung penyusunan rencana pengelolaan
pariwisata Wakatobi.
4. Terkajinya berbagai kebijakan nasional dan regional/lokal dalam bidang
kepariwisataan, ketataruangan, dan kebijakan lain yang terkait.
5. Teridentifikasinya kebutuhan studi dan rencana survei.

Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah:
a. Mobilisasi tim dan penyamaan persepsi tentang tujuan & sasaran, keluaran & lingkup
pekerjaan, metodologi, jadwal pekerjaan, tahapan pekerjaan, dan pembagian tugas
dan tanggung jawab tenaga ahli yang terlibat.
b. Pengembangan lingkup pekerjaan, mencakup rinci materi dan outline/garis besar isi.
c. Pengayaan substansi, dengan melakukan kajian awal terhadap dokumen-dokumen
kebijakan nasional maupun provinsi dan kabupaten, teori tentang pengelolaan
kepariwisataan dan konservasi, serta konsep-konsep pengembangan ecotourism dan
lain-lain yang terkait.

Laporan Akhir 4
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

d. Identifikasi kebutuhan studi, baik itu data dan informasi yang dibutuhkan maupun
metode dan alat analisis yang akan digunakan.
e. Persiapan survei, mencakup rancangan survei, penyiapan ceklist data, form
wawancara, dan kuesioner.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah studi literatur, diskusi, penilaian kebutuhan,
dan analisis kebijakan.

1.5.2 Tahap Identifikasi Potensi dan Permasalahan


Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengumpulan data dan informasi dengan sasaran
yang harus dicapai pada tahap ini adalah:
1. Tersedianya data dan informasi yang valid dan akurat tentang perkembangan dan
arahan/kebijakan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
2. Tersedianya data dan informasi kepariwisataan Wakatobi yang sudah diolah dan siap
dianalisis.

Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah pengumpulan data dan informasi terkait:
a. Kebijakan dan program pengembangan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi
(mencakup RTRW, Ripparda, RPJMD, Masterplan TN Wakatobi dan lain-lain yang
terkait), maupun hasil studi dan laporan kegiatan pengembangan kepariwisataan yang
telah dilakukan di Wakatobi.
b. Kondisi fisik, sosial budaya, dan ekonomi kawasan Wakatobi khususnya di lokasi-lokasi
yang memiliki potensi daya tarik wisata yang diunggulkan daerah yang dapat
mendukung pengembangan kepariwisataan wilayah.
c. Kondisi kepariwisataan wilayah Wakatobi, khususnya aspek daya tarik wisata dan
potensi pasar wisatawan eksisting maupun potensial.
d. Kondisi fasilitas pendukung pariwisata, seperti akomodasi (penginapan), restoran,
keberadaan biro perjalanan dan paket wisata yang ditawarkan.
e. Gambaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi (pengelolaan kawasan oleh berbagai
pemangku kepentingan).
f. Gambaran kondisi sosial budaya masyarakat, preferensi wisatawan, masyarakat
sekitar, dan pengusaha jasa pariwisata setempat.

Metode yang digunakan pada tahap ini adalah wawancara, pengamatan lapangan, survei
instansi, tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang. Pengumpulan data dan informasi dilakukan
melalui survei data sekunder maupun survei primer melalui penyebaran kuesioner,
wawancara, maupun pengamatan lapangan.

1.5.3 Tahap Analisis

Laporan Akhir 5
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Setelah data dan informasi berhasil dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah analisis lebih
mendalam terhadap kondisi kepariwisataan Wakatobi. Sasaran yang harus dicapai pada
tahap ini adalah:
1. Terkajinya kebijakan dan rencana pengembangan kepariwisataan Wakatobi.
2. Teridentifikasinya potensi, permasalahan, dan isu-isu strategis kepariwisataan
Wakatobi.
3. Teranalisisnya kondisi pasar pariwisata Wakatobi
4. Teranalisisnya kawasan pariwisata prioritas di Wakatobi
5. Teranalisisnya kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang kepariwisataan
Wakatobi.

Metode yang digunakan pada tahap ini adalah kajian pustaka, diskusi multi pihak, analisis,
tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang. Workshop harmonisasi program antara para pihak
yang terkait dalam pengembangan kepariwisataan Wakatobi, dilaksanakan pada bulan
Maret 2013 untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan mengenai isu-isu strategis
pengelolaan pariwisata Wakatobi.

1.5.4 Tahap Perumusan Visi dan Misi


Hasil analisis pada tahapan sebelumnya, menjadi bahan dalam merumuskan visi dan misi
pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. Sasaran yang harus dicapai pada tahap ini adalah:
a. Tersepakatinya visi, dan misi pengelolaan kepariwisataan Wakatobi
b. Tersepakatinya tujuan, dan sasaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi

Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah:
a. Penentuan prinsip-prinsip pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
b. Perumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
c. Penyepakatan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengembangan kepariwisataan oleh
seluruh para pihak kepariwisataan Wakatobi.

Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pendekatan para pihak, dan diskusi para
pihak. Wawancara khusus dengan stakeholder utama kepariwisataan Wakatobi (Disbudpar
Wakatobi, Balai TN Wakatobi, Joint Program WWF-TNC) dilakukan untuk mendapatkan
masukan tentang visi pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.

1.5.5 Tahap Perumusan Konsep dan Rencana pengelolaan


Tahap terakhir dari penyusunan rencana pengelolaan kepariwisataan Wakatobi adalah
perumusan konsep dan rencana pengelolaan. Sasaran yang harus dicapai pada tahap ini
adalah:
a. Terumuskannya konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
c. Terumuskannya program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi
d. Terumuskannya rencana pengelolaan dampak dan rencana pemantauan.

Laporan Akhir 6
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini
adalah:
a. Perumusan konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi,
b. Perumusan program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi.
c. Perumusan rencana pengelolaan dampak dan rencana pemantauan.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pendekatan para pihak, diskusi para pihak,
dan program pemetaan para pihak.

1.6 Sistematika Laporan


Draft Laporan Rencana Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi ini akan berisikan 5 (lima)
bab sebagai berikut :

Bab 1 Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dan
sasaran rencana, lingkup wilayah dan lingkup materi, keluaran, metodologi yang
digunakan, serta sistematika laporan.

Bab 2 Kondisi Kepariwisataan Wakatobi, menjelaskan gambaran umum wilayah, dan


kondisi kepariwisataan Wakatobi yang meliputi daya tarik wisata alam dan budaya,
aksesibilitas dan transportasi; sarana, prasarana dan fasilitas pendukung, ketersediaan
paket wisata, serta kondisi pasar wisatawan Wakatobi. Dalam bab ini juga akan
disampaikan kajian kebijakan terkait kepariwisataan di Wakatobi, serta persepsi para pihak
pariwisata Wakatobi.

Bab 3 merupakan Analisis Kepariwisataan Wakatobi yang mencakup isu-isu strategis


pengelolaan kepariwisataan Wakatobi, analisis pasar pariwisata, analisis kawasan
pariwisata prioritas. Akhir dari bab analisis ini disarikan dalam analisis kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman kepariwisataan Wakatobi.

Bab 4 menjelaskan rumusan Visi dan Misi, serta tujuan Rencana Pengelolaan Pariwisata
Wakatobi.

Bab 5 akan berisikan konsep pengembangan yang direkomendasikan untuk mewujudkan


visi dan misi pengembangan pariwisata Wakatobi.

Bab 6 akan berisikan draft rumusan program dan kegiatan untuk masing-masing tujuan
pengembangan. Rumusan ini juga dilengkapi dengan kerangka waktu dan pihak-pihak yang
terkait dalam pelaksanaannya.

Bab 7 akan berisikan konsep pengembangan untuk beberapa kawasan wisata yang
diprioritaskan pengembangannya.

Laporan Akhir 7
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Bab 8 akan berisikan rencana pengelolaan dampak serta rencana pemantauan,


mencakup indikator dan lembaga yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pemantauan, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan ini.

Laporan Akhir 8
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 2
KONDISI KEPARIWISATAAN WAKATOBI

Gambaran Umum Wilayah


2.1.1 Sejarah
Wakatobi atau yang pada masa lalu dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi adalah salah
satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada masa kekuasaan
Kesultanan Buton, wilayah ini dinamakan dengan Liwuto Pataanguna atau Pulau Empat
yang kemudian lebih populer dengan sebutan Liwuto Pasiatau Pulau Karang. Penamaan
kepulauan ini sebagai kepulauan tukang besi dikaitkan dengan tradisi lisan yang
mengisahkan pemberontakan pengikut Raja Hitu yang bernama Tuluka bessi. Para
pengikut raja yang sedianya akan diasingkan ke Batavia, kemudian memberontak dan
membunuh para serdadu Belanda dan menetap di Pulau Wangi-wangi. Para pengikut Raja
Hitu inilah kemudian yang menjadi cikal bakal penduduk Wakatobi. Sementara itu, versi
lain menyebutkan bahwa penamanan Kepulauan Tukang Besi berkaitan erat dengan
budaya sebagian besar masyarakatnya yang berprofesi sebagai pandai besi dari generasi
ke generasi. Hal inilah kemudian yang menyebabkan seorang Belanda bernama Hoger
mempopulerkan kepulauan ini sebagai kepulauan Toekang Besi Eilanden, setelah melihat
budaya masyarakat kawasan ini yang sebagian besar berprofesi sebagai pandai besi
terutama yang banyak terlihat di Pulau Binongko.

Pasca kemerdekaan gagasan untuk mengubah nama Kepulauan Tukang Besi menjadi
Kepulauan Wakatobi atau Bitokawa dimulai pada tahun 1959. Saat itu masyarakat
kepulauan ini menginginkan perubahan nama Kepulauan Tukang Besi yang dirasa kurang
bagus dan kesan nama pemberian Belandanya masih kuat. Perubahan nama kepulauan ini
menjadi Kepulauan Wakatobi mengacu kepada akronim nama empat pulau utama yang
ada di kepulauan ini, yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Selain empat
pulau utama tersebut, kawasan ini memiliki pulau-pulau lain yang juga berpenghuni
diantaranya adalah Pulau Kapota di Wangi-wangi; Pulau Lentea, Pulau Derawa dan Hoga di
Kaledupa, serta Pulau Tolandono dan Pulau Runduma di Tomia yang ukurannya jauh lebih
kecil.1

Sebelum ditetapkan sebagai kabupaten terpisah, Wakatobi merupakan kawasan Taman


Nasional yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Proses pembentukan wilayah Wakatobi sebagai kabupaten dimulai dengan
ditetapkannya wilayah Wakatobi sebagai Taman Wisata Alam Laut pada tahun 1995

1
La Ode Saleh Hanan.Laporan Akhir Kampanye Bangga Koservasi Taman Nasional Laut Wakatobi Sulawesi Tenggara.
diakses dari (www.wakatobinationalpark.com)

Laporan Akhir 9
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

melalui surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 462/KPTS-II/1995. Setahun kemudian


tepatnya pada tanggal 30 Juli 1996, upaya perlindungan berbagai keanekaragaman hayati
bawah laut di kawasan Wakatobi mendorong Pemerintah Pusat menunjuk kawasan
Wakatobi sebagai Kawasan Konservasi dengan status Taman Nasional melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 963/KPTS-VI/1996. Surat keputusan ini kemudian
diperkuat dengan penetapan kawasan Wakatobi dan perairan sekitarnya sebagai Taman
Nasional melalui surat keputusan Menhut RI Nomor 7651/KPTS-II/2002 pada tanggal 19
Agustus 2002.

Kawasan Wakatobi ditetapkan sebagai kabupaten terpisah dari Kabupaten Buton melalui
Undang-undang No. 29 Tahun 2003 mengenai pembentukan Kabupaten Bombana,
Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara. Pada awal
pembentukannya secara administratif Kabupaten Wakatobi terdiri dari 4 (empat)
kecamatan yang bernama sama dengan empat pulau utama di kawasan ini. Kemudian
kabupaten ini mengalami pemekaran kecamatan hingga sekarang menjadi delapan
kecamatan, yaitu: Kecamatan Wangi-wangi yang merupakan Ibu Kota kabupaten, Wangi-
wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Selatan, Binongko, dan Togo
Binongko. Jumlah desa di Kabupaten Wakatobi hingga tahun 2011 tercatat sebanyak 100
(seratus) desa.

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Wakatobi

Sumber: Diolah dari RTRW Kabupaten Wakatobi (2012-2032)

Laporan Akhir 10
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.1.2 Geografis dan Perwilayahan


Kabupaten Wakatobi berada pada 12301500 124o4500 BujurTimur (BT) dan 05o1500
06o1000 Lintang Selatan (LS). Dilihat secara geografis, kabupaten ini terletak diantara
dua laut, yaitu Laut Flores di sebelah selatan dan sebelah barat, serta Laut banda di
sebelah utara dan sebelah timur. Sebagai kawasan kepulauan, Wakatobi tidak mempunyai
daerah perbatasan daratan dengan daerah di sekitarnya. Kabupaten Buton merupakan
satu-satunya kabupaten yang berbatasan langsung dengan perairan Kabupaten Wakatobi
di bagian utara dan bagian barat.2

Apabila dilihat dalam skala regional, Kepulauan Wakatobi berada tepat di jantung segitiga
karang dunia (Coral Reef Triangle). Posisi Wakatobi yang sangat strategis menjadikan
kawasan ini kaya dari sisi keanekaragaman hayati dan budaya.

Kondisi Topografis
Topografi kawasan daratan Wakatobi sangat bervariasi, terdiri dari dataran hingga
perbukitan rendah dengan jenis tanah yang juga bervariasi antara lain tanah lempung,
pasir putih dan kapur. Dataran tertinggi di kawasan ini tercatat berada di Wangi-wangi
dengan ketinggian 274 meter di puncak Waboe-Boe. Selain itu terdapat pulau bukit Lagole
di Tomia (271 m), bukit Terpadu di Binongko (222 m) dan bukit Pangilia di Kaledupa (203
m). Topografi perairannya secara umum datar hingga curam dengan kedalaman dangkal
sekitar 2 meter di atas permukaan air laut,dan titik terdalam sekitar 1.404 meter di bawah
permukaan air laut.2 Pulau-pulau yang berada di kawasan Kepulauan Wakatobi seluruhnya
berjumlah empat puluh tiga (43) buah ditambah dengan tiga (3) gosong dan lima (5) atol.
Selain empat pulau utamanya, hanya sebagian kecil pulau-pulau lainnya yang
berpenghuni. Sementara itu terumbu karangnya terdiri dari karang tepi (fringing reef),
gosong (patch reef) dan atol.

Tabel 2.1 Keadaan Topografi Kabupaten Wakatobi 2011


Luas
No Kondisi Topografi
Ha Persentase

1. Dataran Sampai Berombak 17.734 41,63

2. Tanah Berbukit 7.013 16,47

3. Pegunungan Rendah 17.850 41,90

TOTAL 42.597 100,00


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Proses terbentuknya Kepulauan Wakatobi diperkirakan terjadi dari jaman Tersier hingga
akhir jaman Miosen. Secara geologi pembentukan gugusan pulau-pulau di kawasan
Wakatobi terjadi karena adanya sesar geser, baik sesar turun maupun lipatan dari gaya

2
RPJMD Kabupaten Wakatobi tahun 2012-2016

Laporan Akhir 11
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

tektonik yang berlangsung lama dan terus menerus dari jaman dahulu hingga saat ini.
Salah satu keunikan kawasan ini adalah adanya atol yang terbentuk dari penenggelaman
lempeng dasar yang diikuti oleh pertumbuhan karang yang mengelilingi pulau sehingga
menciptakan atol-atol. Atol tersebut diantaranya adalah atol Kaledupa, atol Kapota dan
atol Tomia. Kekhasan atol yang terdapat di kawasan Wakatobi adalah adanya atol
Kaledupa yang mempunyai panjang hingga mencapai 49,26 km dan tercatat sebagai atol
terpanjang di dunia.

Gambar 2.2 Peta Kondisi Geologis Kabupaten Wakatobi

Sumber: Diolah dari RTRW Kab. Wakatobi 2012-2032

Iklim
Kepulauan Wakatobi sebagaimana kawasan yang berada di daerah tropis memiliki suhu
harian rata-rata berkisar 23,7o C 32,4o C, dengan kelembaban rata-rata delapan puluh
persen (80%). Dua musim utama di kawasan ini yaitu musim kemarau atau musim angin
timur yang berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus, dan musim penghujan atau
musim angin barat yang berlangsung pada bulan Desember hingga Februari. Pada bulan-
bulan ini gelombang sangat besar sehingga tidak ideal untuk datang berkunjung.
Sementara itu, kunjungan ideal dilakukan pada bulan September hingga bulan November
dan bulan Maret hingga Mei. Pada bulan-bulan ini angin relatif tenang dan nyaman untuk

Laporan Akhir 12
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

melakukan perjalanan laut. Meski demikian, perubahan iklim menyebabkan pola musim ini
tidak selalu sama setiap tahunnya. Tahun 2011 tercatat bulan Desember Mei menjadi
bulan yang memiliki jumlah hari hujan yang cukup tinggi. Sementara Juni November
menjadi bulan yang memiliki hari hujan terendah sepanjang tahun. Pada saat musim angin
timur kecepatan angin sangat beragam dari 2 knots hingga yang tertinggi mencapai 5
knots. Sementara pada musim angin barat kecepatan angin relatif stabil antara 3-4 knots.
Rata-rata hari hujan per tahun di wilayah Kepulauan Wakatobi sebanyak 107 hari per
tahun. (BPS Wakatobi, 2011)

Tabel 2.2 Keadaan Cuaca Per Bulan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011
Curah Hari Tekanan Kecepatan Suhu Udara (0C)
Kelembaban
No Bulan Hujan Hujan Udara Angin
Udara (%)
(%) (Hari) (MBS) (Knots) Min Max

1. Januari 85 138,6 18 1.011,4 4,0 24,9 31,5

2. Februari 83 178,7 13 1.010,3 4,0 24,7 31,9

3. Maret 85 151,1 14 1.012,2 3,0 23,9 31,6

4. April 84 103,6 8 1.011,6 3,0 24,1 32,1

5. Mei 84 55,2 12 1.011,9 2,0 23,8 32,1

6. Juni 81 41,2 8 1.013,6 3,0 22,9 31,8

7. Juli 80 70,3 6 1.013,8 4,0 22,5 31,6

8. Agustus 71 0,4 1 1.013,8 5,0 22,3 32,8

9. September 71 31,8 2 1.013,7 4,0 22,8 33,4

10. Oktober 71 1 1 1.013,8 3,0 24,1 34,4

11. November 75 33,7 5 1.011,4 4,0 24,8 34,0

12. Desember 86 288,2 19 1.012,0 3,0 24,7 32,2

1.093,8/
Rata-rata 80 107/th 1.012,4 4,0 23,7 32,4
th
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Hidrologi
Seluruh pulau yang ada di kawasan Wakatobi tidak mempunyai sungai yang mengalir
sepanjang tahun, sehingga sebagian besar kebutuhan air untuk kawasan ini diperoleh dari
sumber air tanah (lihat table 2.3). Sumber air tanah di kawasan ini berbentuk goa (Topa)
yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga semakin dekat jaraknya
dengan laut maka rasanya akan semakin payau. Selain itu, air hujan oleh sebagian besar
masyarakat Wakatobi ditampung menjadi salah satu sumber cadangan air untuk keperluan
sehari-hari seperti mandi dan mencuci.

Laporan Akhir 13
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sumber Daya Hayati


Wakatobi memiliki keanekaragamanhayati yang sangat tinggi. Keragaman species flora
dan fauna dapat ditemui baik di kawasan daratan dan laut. Berbagai jenis burung, seperti
elang, Gajahan Penggala, serta burung endemik Sulawesi Grey-sided Flowerpecker berhasil
ditemukan saat survey. Hingga saat ini, pendataan yang lebih rinci tentang
keanekaragamanhayati darat belum banyak dilakukan, seperti primata dan mamalia; serta
berbagai ekosistem seperti danau, goa, dan savanna.

Tabel 2.3 Sumber Air dan Kapasitas Air Kabupaten Wakatobi Tahun 2009
Kapasitas Air
No Sumber Air Pulau Daerah Pelayanan
(Liter/Detik)

1. Wa Gehe-gehe Wangi-wangi 15 Wanci dan Mandati

2. Tee Bete Wangi-wangi 10 Numana dan Mola

3. Longa Wangi-wangi 5 Longa

4. Tee Liya Wangi-wangi 5 Liya

Bandara, Matahora dan Melai


5. Huu Wangi-wangi 10
One

6. Kampa (Kapota) Wangi-wangi 5 Kampa

7. Batambawi (Kapota) Wangi-wangi 5 Kollowowa

8. Lenteaoge Kaledupa 5 Lenteaoge

9. Palea Kaledupa 15 Ambeua dan sekitarnya

10. HeUlu (Kahianga) Tomia 10 Tomia dan sekitarnya

11. Popalia Binongko 10 Binongko dan sekitarnya

TOTAL 95
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kab Wakatobi 2012-2016

Kepulauan Wakatobi memiliki keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman


hayati laut yang sangat beragam dan disebut sebagai salah satu daerah dengan
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Tingginya tingkat keanekaragaman hayati laut di
kawasan ini tidak terlepas dari letak Kepulauan Wakatobi yang tepat berada di jantung
segitiga terumbu karang dunia atau Coral tri-Angle. Sedikitnya terdapat 9 (sembilan)
jenis sumberdaya hayati penting di kawasan Wakatobi, diantaranya adalah:

1. Karang
Perairan Wakatobi merupakan perairan yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati
laut. Di perairan ini tercatat 396 spesies karang yang terdiri dari 31 spesies karang fungi
(mushroom), 10 spesies karang keras non scleractinia atau ahermatipic, 28 jenis karang
lunak, dan sisanya merupakan karang Scleractinia hermatipic. Luas terumbu karang di
Wakatobi diperkirakan sekitar 54.500 Ha yang terdiri dari empat tipe komunitas ekologi
yaitu terumbu karang tepi, penghalang, cincin, dan gosong karang. Di kawasan ini terdapat

Laporan Akhir 14
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Karang Kaledupa yang merupakan karang atol terpanjang di Asia Pasifik dengan panjang
kurang lebih 49,26 km dan lebar 9,75 km dan merupakan salahsatu keistimewaan karang
yang ada di Wakatobi (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional
Wakatobi, 2012).

Gambar 2.3 Terumbu Karang di Perairan Wakatobi

Sumber : Audrey, Indecon (2013)

2. Ikan
Ikan merupakan salah satu kekayaan alam laut Wakatobi, karena di kawasan ini terdapat
kurang lebih 590 spesies ikan dari 52 famili. Beberapa jenis ikan yang terdapat di kawasan
ini diantaranya adalah jenis Wrasse (Labridae), Damsel (Pomacintredae), Kerapu
(Serranidae), Cardinal (Apogonidae), Kakap (Lutjanidae), Squirrel (Holocentridae), dan
Angel (Pomacanthidae) (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman
Nasional Wakatobi, 2012). Meskipun populasi jenis ikan relatif tinggi, akan tetapi dari sisi
jumlah terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan populasi ikan ini tidak terlepas
dari menurunnya kualitas habitat yang antara lain disebabkan oleh cara penangkapan ikan
yang merusak.

3. Foraminifera dan Stomatopoda


Kawasan Wakatobi memiliki 31 spesies Foraminifera.sp yang terdiri dari tiga kelompok
yaitu hamparan terumbu (Reef Flat), bagian dalam laguna, dan terumbu miring. Sementara
itu untuk Stomatopoda terdapat 34 spesies.Sebagaimana yang tercatat dalam Masterplan
Taman Nasional Wakatobi (TNW), keanekaragaman ini merupakan jumlah tertinggi
dibandingkan dengan tempat lain di Indo Pasifik Barat (Cebu, Kepulauan Spermonde di
Sulawesi dan Bali) (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional
Wakatobi, 2012).

Laporan Akhir 15
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

4. Lamun
Lamun (Sea Grass) yang terdapat di kawasan Wakatobi umumnya merata dan terdapat di
setiap pulau dan beberapa bagian karang Kaledupa, karang Tomia, Karang Koromoha, dan
karang Koko.Lamun di kawasan ini tercatat sebanyak 11 jenis dari 12 jenis lamun yang
terdapat di Indonesia. 11 jenis lamun tersebut terdiri dari: Haludule uninervis, H. pinifolia,
Cymodoceae rotundata, C. serrulata, Thalassodendron cilatum (yang merupakan lamun
dominan di Wakatobi), Syringodium isotifelium, Enhalus acoroides, Thalassia hempirichii
dan Halophila ovalis (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional
Wakatobi, 2012).

5. Cataceans
Cataceans atau jenis paus yang terdapat di kawasan Wakatobi tercatat 5 (lima) jenis paus,
yaitu: Beaked Whale, Pilot Whale, Sperm Whale, Brydes Whale dan Melonhead Whale.
Sementara itu terdapat 6 (enam) jenis lumba - lumba, yaitu: Bottlenoose Dolphin, Lumba-
lumba kepala bundar, Risso Dolphin, Spinner Dolphin, dan Spotted Dolphin.

Gambar 2.4 Peta sebaran Sumber Daya Penting di Wakatobi 2012

Sumber: Diolah dari RTRW Kab. Wakatobi 2012-2032

Laporan Akhir 16
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

6. Penyu
Kawasan Perairan Binongko (Karang Koko, Karang Koromaho, Pulau Kentiole dan Pulau
Moromaho) merupakan salah satu habitat penyu. Selain itu, pantai Pulau Runduma, Pulau
Anano, Pulau Kentiole, Pulau Tuwu-tuwu dan Pulau Moromaho juga merupakan tempat
penyu bertelur. Jenis penyu yang terdapat di kawasan ini ada 2 (dua) jenis, yaitu penyu
sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas).

7. Bakau
Terdapat 32 jenis mangrove di 1.200 Ha hutan bakau di kawasan Wakatobi. Kondisi bakau
di kawasan ini relatif baik. Pulau Kaledupa merupakan kawasan dengan luasan bakau yang
tertinggi. Kondisi hutan bakau yang relatif terjaga terdapat di Pulau Binongko karena
merupakan hutan adat atau sara. Di daerah selain Pulau Binongko hutan bakau terus
mengalami degradasi dengan laju penyusutan sebesar 464,21 Ha/tahun.

8. Burung Pantai
Kawasan Wakatobi merupakan habitat bagi kurang lebih 85 spesies burung, antara lain:
Phalacrocoracidae sp., Fregatidae sp. dan Ardeidae sp. Selain itu kawasan ini juga
merupakan tempat transit atau singggah beberapa jenis burung dari benua Australia yang
bermigrasi menuju Pasifik atau sebaliknya.

Gambar 2.5 Gejahan Penggala (kiri) dan endemik Sulawesi Grey-sided Flowerpecker

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 17
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

9. SPAGs (Spawning Agregation Site)

Gambar 2.6 Peta Sebaran SPAGs di Kepulauan Wakatobi

Sumber: Diolah dari Masterplan Taman Nasional Wakatobi (2012) dan Pemantauan Lokasi Pemijahan
Ikandi Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi,Indonesia (2005-2009), WWF

Menurut WWF3, Di kawasan Wakatobi terdapat10 (Sepuluh) lokasi pemantauan


pemijahan ikan atau Spawning Agregation Site (SPAGs). Kesepuluh lokasi tersebut adalah
Runduma, Ontiolo, Hoga Channel, Table coral city, Mari mabuk, Pintu masuk karang
Keledupa, Tanjung Binongko, Pintu masuk karang Koko, Tanjung Kentiole, dan Anano
Namun yang masih aktif digunakan sebagai lokasi pemantauan pemijahan adalah
Runduma, Ontiolo, Hoga Channel, dan Table coral city.

2.1.3 Sosial Budaya


Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten
Wakatobi sampai dengan tahun 2012 sebanyak 101.484 jiwa dengan komposisi penduduk
menurut jenis kelamin terdiri dari laki-laki 48.657 jiwa dan perempuan 52.827 jiwa.
Sementara itu rasio jenis kelamin pada tahun yang sama sebesar 92,1 % perkembangan

3
Pemantauan Lokasi Pemijahan Ikandi Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi,Indonesia (2005-2009), WWF,
Lampiran 3

Laporan Akhir 18
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

jumlah penduduk pada periode 2010-2011 di Kabupaten Wakatobi menunjukkan


peningkatan yang relatif rendah dengan rata-rata pertumbuhan berkisar pada angka 0,3%.
Peningkatan jumlah penduduk paling tinggi terjadi pada periode tersebut mencapai 1.851
jiwa (2%). Sementara itu, jumlah rumah tangga yang tercatat di Kabupaten Wakatobi pada
tahun 2011 adalah sebanyak 22.554 rumah tangga.

Pertumbuhan penduduk Wakatobi pada kurun waktu 2011 2012 mencapai 7%, dan
merupakan pertumbuhan penduduk tertinggi yang dialami Wakatobi selama ini. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.1.

Diagram 2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2000 2012

Sumber: Proyeksi Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 2020 Kabupaten Wakatobi

Dari tabel 2.4 diketahui bahwa penduduk Kabupaten Wakatobi terkonsentrasi di Pulau
Wangi-wangi yang mencapai 48.901 jiwa atau lebih dari separuh jumlah penduduk
(51,5%). Sementara itu jumlah penduduk terendah berada di Pulau Binongko (Kecamatan
Binongko dan Kecamatan Togo Binongko) yang berjumlah 13.341 jiwa (14,1%), sisanya
berada di Pulau Kaledupa 16.958 jiwa (17,9%), dan Pulau Tomia 15.682 (16,5%).

Laporan Akhir 19
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 2.4 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011

Jumlah Rumah Jumlah Penduduk Rasio Jenis


No Kecamatan
Tangga Laki-laki Perempuan Jumlah Kelamin

1. Wangi-wangi 5.522 11.647 12.222 23.869 95,3

2. Wangi-wangi Selatan 5.543 12.008 13.024 25.032 92,2

3. Kaledupa 2.572 4.883 5.296 10.179 92,2

4. Kaledupa Selatan 1.821 3.036 3.743 6.779 81,1

5. Tomia 1.787 3.389 3.648 7.037 92,9

6. Tomia Timur 2.218 4.138 4.471 8.609 92,6

7. Binongko 1.994 4.114 4.429 8.543 92,9

8. Togo Binongko 1.097 2.313 2.485 4.798 93,1

JUMLAH 22.554 45.528 49.318 94.846 92,3


Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2012

Tingkat kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011
yang tertinggi terdapat di Kecamatan Kaledupa, yang mencapai 224 jiwa/km2 dan
kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Togo Binongko yang mencapai 76 jiwa/km2.
Dari data juga diketahui bahwa kepadatan penduduk di semua kecamatan di Kabupaten
Wakatobi dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami peningkatan.

Tabel 2.5 Luas Daerah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kab. Wakatobi Tahun 2010 2011

Luas Daerah Jumlah Penduduk Kepadatan


No Kabupaten
(Km2) 2010 2011 2010 2011

1. Wangi-wangi 93,10 23.418 23.869 97 99

2. Wangi-wangi Selatan 62,90 24.596 25.032 119 122

3. Kaledupa 47,10 10.023 10.179 220 224

4. Kaledupa Selatan 67,90 6.660 6.779 114 116

5. Tomia 45,50 6.924 7.037 147 149

6. Tomia Timur 58,50 8.481 8.609 125 127

7. Binongko 241,98 8.405 8.543 90 92

8. Togo Binongko 206,02 4.712 4.798 75 76

JUMLAH 823,00 93.219 94.846 113 115


Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2012

Suku Bangsa
Kabupaten Wakatobi dibangun dengan keberagaman suku dan etnis yang hidup harmonis
dan saling menghormati. Beberapa etnis yang sekarang tinggal di wilayah kepulauan

Laporan Akhir 20
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Wakatobi antara lain: Bugis, Buton, Jawa, Bajo. Mayoritas penduduk kawasan Kepulauan
Wakatobi dihuni oleh etnis Wakatobi yang mencapai 91,33% dari seluruh penduduk,
disusul etnis Bajo (7,92%) dan etnis lainnya (0,75%).

Sebagai suku asli Kepulauan Wakatobi, etnis Wakatobi merupakan salah satu dari enam
rumpun etnik Buton yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Keenam bahasa yang
berbeda tersebut adalah bahasa Moronene, bahasa Muna, bahasa Wolio, Bahasa Ciacia,
bahasa Kalisusu, dan bahasa Kaumbeda. Etnis Buton yang hidup di Wakatobi
menggunakan rumpun bahasa Kaumbeda dalam pergaulan sehari-hari.

Etnis Buton Wakatobi terbagi lagi menjadi sepuluh masyarakat adat yang tersebar di
empat pulau utama (Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko). Kesembilan
masyarakat adat tersebut adalah: masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota
(menghuni Pulau Wangi-wangi dan Kapota); masyarakat adat Barata Kahedupa yang terdiri
dari Sembilan Limbo (Limbo Langge, Tampara, Tombuluruha, Tapaa, Kiwolu ( Limbo yang
berada di wilayah timur atau yang dikenal dengan Umbosa), Ollo, Watole, Lewuto, dan
Laolua ( Limbo yang terdapat dibagian barat yang dikenal dengan Siofa) menghuni Pulau
Kaledupa); masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu (menghuni Pulau Tomia); dan
masyarakat adat Mbeda-beda dan masyarakat adat Cia-cia yang menghuni Pulau
Binongko. Selain masyarakat adat asli juga terdapat masyarakat adat pendatang, yaitu
masyarakat adat Bajo. Keberadaan beragam etnis dan masyarakat adat tersebut
menambah keragaman budaya kawasan Wakatobi, karena masing-masing masyarakat
adat mempunyai tradisi, adat-istiadat, dan bahasa yang berbeda-beda.

Dari sisi ideologi budaya, masyarakat Wakatobi sangat memegang teguh falsafah gau
satoto yang didalamnya berisi nilai-nilai pentingnya keteguhan pendirian, ketegasan sikap,
serta pentingnya kesamaan antara kata dan perbuatan. Gau satoto terdiri dari lima prinsip
utama, yaitu tara (keteguhan), turu (kesabaran), toro (komitmen), taha (keberanian), dan
toto (kejujuran). Falsafah hidup masyarakat Wakatobi ini berkaitan erat dengan kondisi
alam tempat mereka hidup, yaitu pulau-pulau yang tandus dan berbatu karang serta
ganasnya laut yang mengitari tempat mereka hidup, terutama ombak Laut Banda di musim
timur dan ombak Laut Flores di musim barat.

Sistem Kepercayaan
Masyarakat Wakatobi sebagian besar merupakan penganut agama Islam. Tingginya tingkat
kepercayaan masyarakat Wakatobi terhadap Islam ini dapat dilihat dari budaya dan
kehidupan sehari-hari yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Data BPS tahun 2009
tidak mencatat keberadaan satupun rumah ibadah selain rumah ibadah agama Islam di
Wakatobi. Sementara itu jumlah tempat ibadah umat Islam yang ada terdiri dari Masjidd
(136 buah), Mushola ( 13 buah) di seluruh wilayah Wakatobi semakin menegaskan bahwa
Islam menjadi sistem kepercayaan utama di kawasan ini.

Laporan Akhir 21
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Pendidikan
Kabupaten Wakatobi memiliki fasilitas pendidikan dari mulai tingkat dasar sampai dengan
tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang terdapat di Kabupaten Wakatobi tercatat
berjumlah lima buah baik yang berstatus swasta maupun negeri.

Tabel 2.6 Perguruan Tinggi yang Ada di Wakatobi Tahun 2011


Mahasiswa
No Lembaga Pendidikan
Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Universitas Terbuka 350 448 798

2. Universitas Muhammadiyah 261 253 514

3. Sekolah Tinggi Agama Islam 91 146 237

4. ABA Citra Bahari 36 46 82

5. JWM Program D 1 22 33 55

Jumlah 760 926 1.686


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Sementara itu, tingkat pendidikan rata-rata yang ditamatkan oleh penduduk Wakatobi
yang berusia 10 tahun keatas pada tahun 2011 masih rendah (49,61%). Hal ini terkait
dengan rata-rata lama sekolah masyarakat Wakatobi yang hanya 6,85 tahun jauh dibawah
rata-rata nasional yang mencapai 7,50 tahun (RPJMD Kabupaten Wakatobi). Meskipun
demikian angka ini mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Data selengkapnya dapat terlihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas di Kabupaten Wakatobi
No Tingkat Pendidikan 2009 (%) 2010 (%) 2011 (%)

1. < SD 26,44 34,80 34,80

2. SD 28,86 32,72 32,72

3. SMP 21,76 16,89 16,89

4. SMA 17,86 12,51 12,51

5. > Diploma 5,07 3,07 3,07


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Dari tabel diatas diketahui bahwa masyarakat Wakatobi pada tahun 2011 sebagian besar
menamatkan pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (16,89 %), sedangkan
yang menamatkan sampai jenjang Sekolah Menengah Atas sebesar 12,51 %, dan
Perguruan Tinggi sebesar 3,07 %. Sementara itu untuk tingkat melek huruf tercatat 90,20
% masyarakat Wakatobi telah melek huruf latin, 29,18 % melek huruf Arab, dan sisanya
(4,87%) melek huruf lainnya. Rasio ketersediaan fasilitas pendidikan dan banyaknya murid

Laporan Akhir 22
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011/2012 menunjukkan tingkat yang cukup ideal
dengan rasio murid per guru antara sembilan hingga dua belas orang.

Tabel 2.8 Rasio Ketersediaan Fasilitas Pendidikan dan Banyaknya Murid di Kab.Wakatobi
2011/2012

Jumlah Jumlah Jumlah Rata-rata per Sekolah


No Tingkat Pendidikan
Sekolah Guru Murid Guru Murid Murid

1. PAUD 75 239 2.434 3,19 32,45 10,18

2. TK Sederajat 84 357 3.399 4,25 40,46 9,52

3. SD Sederajat 116 1.242 15.608 10,71 134,55 12,57

4. SMP Sederajat 47 689 6.875 14,66 146,28 9,98

5. SMA Sederajat 22 484 5.178 22,00 235,36 10,70

Wakatobi 344 3.011 33.494 8,75 97,37 11,12


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Kesehatan
Menurut data BPS (2011), fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Wakatobi berjumlah
276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah, dengan rincian: Rumah Sakit Umum Daerah (1
buah), Puskesmas Induk (19 buah), Puskesmas Pembantu (14 buah), Puskesmas Keliling
(11 buah), Poskesdes (70 buah), Polindes (11 buah), Posyandu (150 buah), dan Klinik
Kesehatan (1 buah). Sementara itu tenaga kesehatan yang tersedia mencapai 433 orang
yang terdiri dari dokter (14 orang), perawat (253 orang), bidan (107 orang), apoteker (54
orang), dan tenaga kesehatan lainnya (124 orang). Seluruh fasilitas kesehatan yang ada di
Kabupaten Wakatobi tersebar di semua kecamatan kecuali Rumah Sakit Umum Daerah
yang hanya terdapat di Kecamatan Wangi-wangi Selatan, dan klinik kesehatan yang hanya
terdapat di Kecamatan Wangi-wangi.

Keamanan dan Ketertiban


Tingkat keamanan dan ketertiban merupakan salah satu tolak ukur penilaian daya tarik
destinasi wisata. Tingkat keamanan ini tidak saja berkaitan dengan tingkat kerawanan
bencana, akan tetapi yang lebih penting adalah tingkat kriminalitas. Data BPS (2012)
menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas di Kabupaten Wakatobi dari tahun 2009 2011
sangat fluktiatif. Pada tahun 2011 tingkat kriminialitas yang relatif tinggi dibandingkan
dengan jenis kriminalitas yang lain adalah penganiayaan (76 kasus) dan pengrusakan (25
kasus).

Laporan Akhir 23
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 2.9 Tingkat Kriminalitas di Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 -2011


Jenis Kriminalitas 2009 2010 2011 Jenis Kriminalitas 2009 2010 2011

Pembunuhan 4 4 1 Pemalsuan Surat 1 1 -

Penganiayaan 57 99 76 Sengketa Lahan 5 8 -

Pencurian 32 33 21 Penghinaan 3 6 9

Perkosaan - - 4 Pengeroyokan 1 6 8

Perjudian 4 8 1 Penyalahgunaan Sajam 10 14 -

Perzinahan 4 4 - Pengancaman 13 21 16

Pengrusakan 24 37 25 Perbuatan Tidak Menyenangkan 11 15 -

Penipuan 14 11 7 Pernikahan Ilegal 1 3 -

Penggelapan 1 10 - KDRT 7 16 11

Ketidaksopanan 2 11 - Kehutanan 3 6 -

Lainnya 22 62 -

Jumlah Total Kasus per Tahun 219 375 179


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Penggunaan Lahan
Kabupaten Wakatobi merupakan kawasan kepulauan dengan luas kurang lebih 19.800
km2. Dari keseluruhan luas tersebut, kawasan daratan hanya sekitar 823 km2 atau hanya
4,15% dari keseluruhan luas kabupaten. Keterbatasan lahan dan status kawasan yang
merupakan kawasan Taman Nasional menyebabkan Kabupaten Wakatobi harus mampu
menyelaraskan peruntukan lahan yang ada dengan kebutuhan pembangunan kawasan
secara keseluruhan.

Tabel 2.10 Penggunaan Lahan per Kecamatan di Wakatobi Tahun 2011


Lahan Pertanian Lahan Bukan
No Kabupaten Jumlah Total (Ha)
(Ha) Pertanian (Ha)

Binongko 4.493 4.817 9.310

Togo Binongko 5.263 1.027 6.290

Tomia 3.424 1.286 4.710

Tomia Timur 4.564 2.226 6.790

Kaledupa 3.786 764 4.550

Kaledupa Selatan 5.375 475 5.850

Wangi-Wangi 5.451 18.747 24.198

Wangi-wangi Selatan 8.490 12.112 20.602

JUMLAH (Ha) 40.846 41.454 82.300


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Laporan Akhir 24
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 2.11 Penggunaan Lahan Bukan Pertanian di Kabupaten Wakatobi (2011)


Bangunan Hutan Negara Rawa Lainnya Jumlah
No Kabupaten
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

Binongko 38 4 2 4.773 4.817

Togo Binongko 12 2 - 1.013 1.027

Tomia 133 5 - 1.148 1.286

Tomia Timur 182 10 - 2.034 2.226

Kaledupa 32 56 140 536 764

Kaledupa Selatan 149 50 50 226 475

Wangi-wangi 151 402 2 18.192 18.747

Wangi-wangi Selatan 13 751 - 11.348 12.112

Jumlah (Ha) 710 1.280 194 39.270 41.454


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Data BPS tahun 2012 menyebutkan bahwa kasus sengketa lahan tidak terjadi pada tahun
tersebut, akan tetapi pada tahun 2009 telah terjadi 5 kasus sengketa lahan, dan pada
tahun 2011 terjadi 8 kasus sengketa lahan. Begitu pula dengan kasus kehutanan tercatat
pada tahun 2009 terjadi 3 kasus dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 6 kasus. Hal ini
menunjukkan bahwa persoalan tanah dan kehutanan masih harus mendapat perhatian
dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah dan Taman Nasional Wakatobi (TNW)
sebagai pihak yang bertanggung jawab dan berwenang secara administratif. Tingkat
penggunaan lahan untuk bangunan yang tertinggi adalah di Kecamatan Tomia Timur yang
mencapai 182 Ha dari 6.790 Ha lahan yang ada di kawasan ini. Sementara penggunaan
lahan untuk bangunan yang terendah berada di Kecamatan Wangi-wangi Selatan yang
hanya mencapai 13 Ha dari luas kawasan 20.602 Ha. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
2.10. Dari data tabel 2.11 diketahui bahwa luas hutan negara yang ada di Wakatobi dari
luas total daratan Wakatobi yang seluas 82.300 Ha tercatat seluas 1.280 Ha (1,55%),
sementara penggunaan lahan untuk kepentingan lainnya mencapai 39.270 Ha (47,71%).

2.1.4 Ekonomi
Pada tahun 2009 tercatat keberhasilan pembangunan Wakatobi lebih tinggi dibandingkan
dengan angka keberhasilan pembangunan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan bahkan lebih
tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional, dengan ilustrasi pertumbuhan
digambarkan pada diagram 2.2.

Pertumbuhan ekonomi Wakatobi tercatat meningkat secara signifikan pada kurun waktu
tahun 2006 hingga tahun 2009. Sementara pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Wakatobi mengalami penurunan hingga minus 2,18 % dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi yang dicatat pada tahun 2009.

Laporan Akhir 25
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Diagram 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wakatobi Tahun 2006 2010

Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi (2012)

Inflasi
Indikator penting dalam melakukan kontrol terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara
makro adalah dengan mengukur tingkat inflasi. Secara umum tingkat inflasi suatu daerah
dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan penawaran terhadap satu atau lebih komoditas
konsumsi. Meski demikian pada kenyataannya laju inflasi ini banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung yang terkait dengan komoditas
suatu daerah.

Kabupaten Wakatobi dalam kurun waktu lima tahun (2006-2011) mempunyai rata-rata
laju inflasi sebesar 7,71 %. Sementara itu laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang
mencapai angka 15,47 %,dan laju inflasi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 2,64%.
Meski terbilang tinggi namun jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional pada tahun
yang sama (2010) yang mencapai angka 5,3%, maka inflasi yang terjadi di Kabupaten
Wakatobi masih relatif rendah.

Pengeluaran Penduduk
Salah satu indikator keberhasilan peningkatan ekonomi suatu daerah adalah peningkatan
pengeluaran perkapita penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Semakin tinggi kemampuan ekonomi penduduk, diasumsikan tingkat konsumsinya juga
akan semakin tinggi. Dari data pengeluaran per kapita penduduk Wakatobi pada tahun
2009 -2011 diketahui bahwa sebagian besar penduduk Wakatobi memiliki pengeluaran
perkapita antara Rp. 200.000,00 s/d Rp. 499.999,00 kelompok berikutnya adalah

Laporan Akhir 26
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita diatas atau sama dengan Rp. 500,00.
Sementara itu, masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita di bawah Rp. 200.000
relatif sedikit, atau hanya 1,08% pada tahun 2011.

Tabel 2.12 Pengeluaran Per Kapita Penduduk Wakatobi Tahun 2009-2011


No Golongan Pengeluaran 2009 2010 2011

< Rp. 100.000,- 0,45 0,72 0,00

Rp. 100.000,- s/d Rp. 149.999 3,25 3,49 1,08

Rp.150.000,- s/d Rp.199.999 11,38 17,71 6,94

Rp. 200.000,- s/d Rp. 299.999,- 36,31 35,38 25,63

Rp. 300.000,- s/d Rp. 499.999,- 30,23 32,03 30,66

Rp. 500.000,- s/d Rp. 749.999,- 13,59 8,27 24,04

Rp. 750.000,- s/d Rp. 999.999,- 2,20 1,56 6,73

Rp. 1.000.000,- 2,58 0,84 4,92

Jumlah 100,00 100,00 100,00


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Selama kurun waktu lima tahun (2006-2010) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Wakatobi terus mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Pada tahun
2006 PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Wakatobi masih Rp.466.668,53 miliar,
sementara pada tahun 2010 meningkat dengan pesat hingga mencapai Rp.953.779,55
miliar. Demikian pula PDRB atas dasar harga konstan tahun 2006 senilai Rp.193.964,16
miliar menjadi Rp.279.510,95 pada tahun 2010 atau setara dengan peningkatan 44,10%.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.13.

Peningkatan PDRB Kabupaten Wakatobi secara umum masih ditopang oleh pertumbuhan
sektor pertanian. Pada tahun 2010 sektor pertanian menyumbang 42,36% pada PDRB atas
dasar harga berlaku, dan 32,56% PDRB atas dasar harga konstan. Sumbangan terendah
diperoleh dari sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,77% untuk PDRB atas harga
konstan, dan sebesar 0,80 untuk PDRB atas dasar harga berlaku.

Sementara itu, sumbangan sektor perdagangan hotel dan restoran pada PDRB atas dasar
harga berlaku meningkat dramatis dari tahun 2006 (14,01%) hingga tahun 2010 (20,76%).
Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami dinamika
pertumbuhan yang cukup signifikan di Kabupaten Wakatobi selama kurun waktu lima
tahun terakhir.

Laporan Akhir 27
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 2.13 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten


Wakatobi Tahun 2006-2010
PDRB Atas Dasar Kenaikan PDRB Atas Dasar Kenaikan
No Tahun
Harga Berlaku (Juta Rupiah) (%) Harga Konstan (Juta Rupiah) (%)

1. 2006 466.668,53 - 193.964,16 -

2. 2007 539.445,88 15,59 205.737,79 6,07

3. 2008 667.809,12 23,79 220.571,48 7,21

4. 2009 817.781,03 22,45 250.716,09 13,66

5. 2010 935.779,55 14,42 279.510,95 11,48


Sumber: Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi 2012-2016

Kemiskinan
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah tidak hanya dilihat dari tinggi
rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah seberapa
besar peningkatan pertumbuhan ekonomi mampu mengangkat masyarakat dari
kemiskinan. Tingkat kemiskinan menjadi tolak ukur yang cukup valid dalam menilai
keberhasilan perekonomian suatu daerah.

Data tahun 2006 2011 menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi secara simultan
mampu menurunkan angka kemiskinan penduduknya dari 24,53 % ditahun 2006 hingga
17,10 % pada tahun 2011. Selengkapnya perkembangan penurunan tingkat kemiskinan di
Kabupaten Wakatobi dapat dilihat pada tabel 2.14.

Tabel 2.14 Persentase Tingkat kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin di Wakatobi Tahun
2006-2011
Jumlah Persentase
Garis kemiskinan
No Tahun Penduduk Miskin Penduduk Miskin
Rp/kap/bln
(ribu orang) (ribu orang)

2006 121.310 24,53 24,99

2007 125.420 24,38 24,51

2008 151.202 24,86 22,53

2009 179.390 23,05 20,42

2010 191.496 17,10 18,52

2011 191.496 17,10 18,52


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

2.2 Potensi Daya Tarik Wisata Alam Bawah Laut


Daya tarik Wakatobi tidak bisa dilepaskan dengan potensi keindahan alam bawah lautnya.
Slogan yang dicanangkan oleh Pemda Wakatobi Surga nyata bawah laut merupakan
sebutan yang diberikan kepada kawasan perairan Wakatobi yang juga merupakan kawasan

Laporan Akhir 28
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Taman Nasional Wakatobi yang terletak di pusat segitiga karang dunia (The heart of coral
triangle centre). Hampir 95,87% wilayah Kabupaten Wakatobi merupakan wilayah
perairan dengan luas tutupan karang 54.500 Ha. Dengan kekayaan sumberdaya laut yang
melimpah, air laut yang jernih, terumbu karang yang mempesona dan dihuni oleh beragam
hewan laut layaknya sebagai sebuah taman di lautan. Beberapa titik penyelaman dapat
dilihat pada Lampiran 1.

Wilayah Taman Nasional Wakatobi dibagi menjadi enam zona dengan peruntukkan yang
berbeda, yakni perikanan, budidaya dan ekowisata. Enam zona tersebut terdiri dari tiga
zona larang ambil (Zona Inti, Zona Perlindungan Laut dan Zona Pariwisata), dua zona
pemanfaatan (lokal dan umum), serta satu zona khusus daratan yang diperuntukkan bagi
pengembangan infrastruktur untuk masyarakat dan pemerintah.

Zona Inti merupakan kawasan yang sepenuhnya dilindungi. Zona Perlindungan Bahari dan
Pariwisata terlarang bagi kegiatan perikanan, tetapi memungkinkan bagi pemanfaatan
yang tidak merusak, seperti rekreasi penyelaman, keduanya diperuntukkan untuk
melindungi sumberdaya yang penting dan berfungsi sebagai bank ikan. Zona
Pemanfaatan Lokal yang sangat luas khusus diperuntukkan bagi masyarakat lokal
Wakatobi. Zona Pemanfatan Umum diperuntukkan bagi perikanan pelagis laut dalam.

Gambar 2.7 Keindahan bawah laut di Perairan Wakatobi

Sumber: Audrey, Indecon 2013

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Wakatobi tahun 2010, diketahui
bahwa presentase tutupan terumbu karang hidup terbesar secara umum pada tahun 2008
terdapat di Pulau Wangi-Wangi. Namun pada tahun 2009, presentase karang hidup di
Pulau Wang-Wangi menurun drastis hingga 48%. Sementara itu sebaliknya di wilayah
Tomia, presentase tutupan terumbu karang hidup mengalami peningkatan dari 58% pada

Laporan Akhir 29
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

tahun 2008, menjadi 64% pada tahun 2009, atau merupakan yang tertinggi di seluruh
wilayah Wakatobi.

Diagram 2. 3 Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup di Kabupaten Wakatobi

Sumber: Indecon

Data hasil pengamatan yang dilakukan organisasi TNC/WWF pada tahun 2009 hingga 2011
menunjukkan bahwa kondisi kesehatan terumbu karang di zona larang ambil cenderung
lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi kesehatan terumbu karang di zona
pemanfaatan. Hal ini membuktikan bahwa penetapan kawasan sebagai zona larang ambil
dapat memberikan manfaat bagi proses perbaikan kondisi terumbu karang. Ancaman lain
yang muncul terhadap terumbu karang di Wakatobi adalah pengambilan karang oleh
penduduk untuk digunakan sebagai bahan bangunan.

Diagram 2.4 Presentase Tutupan Terumbu Karang Keras

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 30
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Berdasarkan gambar 2.7 diketahui bahwa presentase tutupan karang keras di zona larang
ambil meningkat di tahun 2011, setelah sempat mengalami penurunan pada tahun 2010.
Sementara itu pada zona pemanfaatan, presentase tutupan karang keras umumnya
meningkat, kecuali pada wilayah outer reefs.

Diagram 2.5 Presentase Tutupan Terumbu Karang Lunak

Sumber: Indecon

Berdasarkan gambar 2.8 diketahui bahwa presentase tutupan karang lunak cenderung
mengalami penuruan dibanding tahun sebelumnya, kecuali pada wilayah main island.
Pada tahun 2011, presentase tutupan karang lunak terbesar terdapat pada wilayah south
attols. Sementara itu, pada wilayah main island dan outer reefs presentase karang lunak di
kawasan larang ambil lebih kecil dibandingkan dengan presentase karang lunak di wilayah
pemanfaatan.

2.2.1 Wangi-Wangi - Kapota


Menurut informasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, di sekitar
Wangi Wangi dan Karang Kapota tercatat 20titik penyelaman yang sudah ditemukan. Titik
selam tersebut sebagian besar tersebar di bagian utara dan barat perairan pulau Wangi
Wangi yang mempunyai tipe rataan terumbu karang reef plate dan drop off. Sementara
untuk kegiatan snorkeling dapat dilakukan di tepian drop off seperti di Waha yang
memiliki keanekaragaman ikan cukup tinggi. Berdasarkan wawancara dengan pengelola
Waha Tourism Center (WTC) dan pemandu selam, secara geografis dan kondisi perairan di lokasi
tersebut cocok sebagai lokasi tempat memijah untuk jenis ikan karang tertentu seperti kerapu;
walaupun kawasan bukan merupakan fish spawning aggregation site dari identifikasi taman
nasional..

Laporan Akhir 31
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.8 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Wangi Wangi

Sumber: Indecon

Berdasarkan penelitian mandiri4 yang diadakan pada bulan oktober 2011 ditemukan
bahwa presentase tutupan terumbu karang hidup di beberapa titik penyelaman di Wangi-
Wangi dan Kapota rata-rata lebih dari 50%, atau dapat dikategorikan sebagai kondisi
baik.Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan metode Line Intercept Transect
(LIT) di enam titik penyelaman yang berada di sekitar Pulau Wangi-Wangi dan Kapota.
Pada setiap titik dilakukan dua kali transek, yakni pada kedalaman lima meter dan lima
belas meter. Data lebih rinci mengenai hasil penelitian ini dapat ditemukan pada halaman

4
Penelitian mandiri dilakukan oleh Audrey Jiwajenie dalam rangka pemenuhan disertasi pasca
sarjana dalam program Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia dengan judul
Analisis Skenario Pengelolaan Kawasan Pulau Kecil dalam Pengembangan Wisata Bahari (Studi
kasus Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara) pada Januari 2013

Laporan Akhir 32
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

lampiran.

Tabel 2.15 menjelaskan kriteria presentase tutupan terumbu karang hidup, berdasarkan
standar yang digunakan oleh Coremap:

Tabel 2.15 Kriteria Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup

Dari hasil pengambilan data terumbu karang, diketahui bahwa persentase tutupan
terumbu karang terbesar berada pada stasiun Kapota Ujung di kedalaman lima meter,
dengan total persen tutupan 86%. Sementara itu lokasi dengan persentase tutupan
karang lunak terbesar berada di Waha, yakni sebanyak 38%.

Tabel 2.16 Persentase Tutupan Terumbu Karang di Lokasi Penyelaman


Total
Persentase
Persentase Persentase
Stasiun Kedalaman Karang Kategori
Karang Keras Karang
Lunak
Hidup
5m 85 % 1% 86 % Sangat tinggi
Kapota Ujung
15 m 82 % 2% 84 % Sangat tinggi
Kapota 5m 75 % 6% 81 % Sangat tinggi
Danau 15 m 62 % 5% 67 % Tinggi
5m 69 % 10 % 79 % Sangat tinggi
Pintu masuk
15 m 62 % 5% 67 % Tinggi
5m 63 % 6% 69 % Tinggi
Sombu
15 m 48 % 5% 53 % Tinggi
Muka 5m 55 % 5% 60 % Tinggi
Kampung 15 m 68 % 4% 72 % Sangat tinggi
5m 39 % 38 % 77 % Sangat tinggi
Waha
15 m 64 % 2% 66 % Sangat tinggi
Sumber: Indecon

Dari hasil pengambilan data terumbu karang, diketahui bahwa persentase tutupan
terumbu karang terbesar berada pada stasiun Kapota Ujung di kedalaman lima meter,
dengan total persen tutupan 86%. Sementara itu lokasi dengan persentase tutupan
karang lunak terbesar berada di Waha, yakni sebanyak 38%.

Laporan Akhir 33
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.2.2. Kaledupa - Hoga


Di Pulau Kaledupa terdapat 20 titik penyelaman yang telah diidentifikasi dan digunakan
dengan konsentrasi utama di bagian barat Pulau Hoga. Pulau Hoga juga merupakan
tempat yang banyak dikunjungi wisatawan untuk melakukan kegiatan snorkelling,
walaupun karang yang masih cukup bagus hanya tersisa di batas drop off. Buku wisata
Lone Travelers Guide to the Island of Wakatobi, menyebutkan terumbu karang di
Kaledupa dan sekitarnya telah mengalami degradasi kecuali di beberapa tempat tertentu.
Degradasi ini terjadi akibat aktifitas manusia di masa lalu yaitu cara mencari ikan dengan
pengeboman dan penggunaan sianida, serta pengambilan karang dan pasir untuk material
bangunan.

Selain memiliki titik-titik untuk penyelaman dan snorkeling, Pulau Hoga mempunyai pantai
berpasir putih dengan pemandangan indah. Pulau Hoga sendiri telah dikenal oleh kalangan
wisatawan terutama para peneliti, mahasiswa dan pelajar dari Inggris karena sejak tahun
1995 hingga kini, suatu lembaga bernama Operation Wallacea mengorganisir kedatangan
para pengunjung dari Inggris ke tempat ini. Tidak mengherankan di tempat ini telah
tersedia beberapa fasilitas penunjang seperti operator selam, serta pondok-pondok
penginapan milik masyarakat.

Atol kaledupa merupakan atol dengan gugusan terumbu karang paling panjang dan luas di
wakatobi. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5 km sampai 14,6 km.
Panjang atol Kaledupa 48 km. Karang Kaledupa merupakan atol memanjang ke Tenggara
dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9,75 km (atol tunggal terpanjang di Asia Pasifik). Pada
saat tertentu terutama musim laut tenang, para nelayan pencari ikan dan biota laut
lainnya biasa berkumpul dilokasi ini.Berdasarkan informasi dari para nelayan Bajo
Kaledupa yang biasa mencari teripang di malam hari dengan menggunakan lampu
petromak, aktifitas nelayan sangat ramai sehingga cahaya lampu nelayan terlihat dari
kejauhan seperti sebuah kota di tengah lautan.

Laporan Akhir 34
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.9 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Kaledupa dan Hoga

Sumber: Indecon

Gambar 2.10 Salah satu jenis hewan unik yang dapat ditemui
di Perairan Wakatobi: Pygmi Seahorse

Sumber: Audrey, Indecon 2013

Laporan Akhir 35
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Danau air asin Sombano, salah satu danau di Pulau Kaledupa berbentuk memanjang
dengan air jernih yang masuk dari laut melalui pori-pori batuan kapur.Danau ini menjadi
habitat biota unik yaitu udang merah.Dasar danau ditumbuhi berbagai jenis rumput laut
atau vegetasi yang dapat hidup di air asin.Kegiatan berenang atau snorkeling dapat
menjadi suatu pengalaman unik sambil melihat kehidupan biota yang berbeda di danau
ini.Saat ini terdapat rencana untuk pembangunan bandara yang letaknya tidak jauh lokasi
danau.

Gambar 2.11 Dermaga yang menjadi tempat bersandar kapal di Pulau Hoga

Sumber: Indecon

2.2.3. Tomia
Di Pulau Tomia dan sekitarnya tercatat 28 titik penyelaman yang telah teridentifikasi dan
digunakan, yang merupakan tempat ideal bagi wisatawan yang menyukai kegiatan
penyelaman.Pulau Tomia merupakan pulau pertama di Wakatobi yang melakukan
pengembangan pariwisata melalui pembangunan Wakatobi Dive Resort di
Tolandono.Resort ini dirintis sejak tahun 1996 dan terus beroperasi hingga kini dan telah
memiliki bandara tersendiri sejak tahun 2001 untuk membawa para tamu resort.

Seperti halnya di Kaledupa, kondisi terumbu karang yang ada di Pulau Tomia juga telah
mengalami degradasi kecuali pada beberapa tempat tertentu. Kegiatan snorkeling dapat
dilakukan di lokasi-lokasi titik penyelaman, baik di atas drop off, maupun di Karang Pulau
Tolandono. Ekosistem padang lamun dan terumbu karang mengitari pulau ini, areal pasang
surut cukup luas kecuali di daerah-daerah timur-utara dimana terdapat pantai-pantai yang
membentuk tebing-tebing tinggi.

Laporan Akhir 36
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.12 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Tomia

Sumber: Indecon

Gambar 2.13 Salah satu jenis hewan unik yang dapat ditemui di Perairan Wakatobi:
Bumphead Parrotfish

Sumber: Audrey, Indecon 2013

Laporan Akhir 37
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.2.4. Binongko
Pulau Binongko mempunyai 8 (delapan) titik penyelaman yang telah teridentifikasi dan
dikunjungi, sebagian besar terletak pada karang-karang berlokasi di timur Pulau
Binongko.Sementara kegiatan snorkeling banyak dilakukan pada tepian-tepian drop off di
sekeliling pulau. Kemungkinan besar masih banyak lokasi titik penyelaman di Pulau
Binongko yang belum teridentifikasi karena kurangnya kegiatan eksplorasi penyelaman
akibat aksesibilitas yang sulit dan lokasi yang cukup jauh dari pusat kota. Beberapa lokasi
pantai di Pulau Binongko mempunyai pantai pasir putih yang bersih dengan area padang
lamun yang luas. Lokasi ini merupakan tempat bertelurnya dan tempat mencari makan
(feeding ground) penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas).

Gambar 2.14 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Binongko

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 38
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.15 Terumbu Karang di Perairan Wakatobi

Sumber: Audrey, Indecon 2013

2.3 Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir dan Daratan


Selain keindahan bawah lautnya, Wakatobi juga memiliki potensi wisata di Pesisir dan
daratan.Dengan kondisi wilayah yang merupakan kepulaun, membuat daerah ini memiliki
pantai dengan hamparan pasir putih serta susunan batuan dari pengangkatan bawah
laut.Selain itu untuk daerah daratannya Wakatobi mempunyai keindahan perbukitan karst
serta gua alam.Untuk potensi yang ada di Wakatobi dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.3.1 Wangi-wangi - Kapota


Wangi-wangi merupakan pintu masuk utama untuk melakukan perjalanan wisata di
Wakatobi. Hal ini dikarenakan ketersediaan transportasi udara yang menghubungkan
Wakatobi dengan daerah lain terdapat di pulau Wangi-wangi. Selain ketersedian bandara
sebagai tempat transportasi dipulau ini juga mempunyai fasilitas serta infrastruktur yang
memadai dan lebih berkembang dari pulau yang lain, dikarenakan Wangi-wangi
merupakan ibu kota Kabupaten Wakatobi. Pulau Wangi-wangi memiliki potensi daya tarik
wisata baik pantai, danau, gua maupun puncak (dataran tinggi).Pantai di pesisir pulau
Wangi-wangi memiliki pasir yang berwarna putih dan halus, selain itu dari beberapa pantai
yang terdapat di Wangi-wangi juga bisa menikmati sensasi matahari terbit dan terbenam
yang indah.Pantai yang umum dikunjungi oleh wisatawan di pulau Wangi-wangi antara lain
adalah pantai Cemara/ Oa Yi Ogu, pantai Matahora, pantai Tompu One Patuno, pantai
Sousu. Selain pantai ini terdapat beberapa pantai yang memiliki hamparan pasir putih
antara lain Pantai Molii Sahatu, Kaluku Kapala/Hugua, Oa Warinsi, Dongkala, Roda/Sahara,
Topakula/Bayangkara, Onelonge, Topanuanda, Butu, One Satanda, Oa Mlanga, Kolo,
Watu Posunsu, Bontu, Melai One, Ponta, Oa Yi Ogu/Cemara, Wambulinga, Yija La Iyai, One
Satanda Waha, Tengko dan Onowa.

Laporan Akhir 39
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.16 Pantai Cemara/ Oa Ogu (kiri) dan Matahari Terbit di Pantai Kaluku Kapala Patuno
(kanan), Pantai One Laro

Sumber: Indecon

Selain pantai yang memanjang dan berpasir putih, pulau Wangi-wangi juga memiliki gua
serta sumber mata air atau masyarakat menyebutnya Topa (sumber mata air gua).Sumber
mata air ini sering dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti untuk mandi dan mencuci.Secara umum gua yang terdapat di pulau ini
belum dimanfaatkan sebagai tempat wisata.Jika dilihat dari ketinggian, pulau wangi-wangi
memiliki dataran tinggi atau puncak. Ada beberapa puncak yang sering dikunjungi di pulau
ini antara lain adalah puncak woru nunu yang terdapat di desa Liya Togo, puncak waha di
desa Waha, serta puncak Tindoi di desa Tindoi. Dari puncak ini terlihat panorama alam
yang sangat indah berupa deretan pulau pulau kecil sekitar pulau Wangi wangi serta
terbenamnya matahari.

Laporan Akhir 40
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.17 Trekking untuk Mengamati Pemandangan Pesisir Woru Nunu

Sumber: Indecon

Pulau Kapota adalah salah satu pulau kecil berpenghuni yang terletak di sebelah barat
pulau Wangi-wangi, dalam administrasinya pulau ini masuk kedalam kecamatan Wangi-
wangi Selatan.Pulau ini memiliki daya tarik wisata yang beragam mulai dari pantai pasir
putih, danau air asin, gua serta dataran tinggi (puncak).Pantai yang terdapat di daerah
Kapota tidak memiliki garis pantai yang panjang, serta mengalami abrasi.Danau yang
menjadi salah satu daya tarik pulau ini adalah danau tailaro tooge, danau dengan luas
sekitar 3.500 meter persegi dengan dikelilingi oleh tanaman bakau.Untuk menuju lokasi ini
ditempuh dengan berjalan kaki dan melewati hutan yang masih cukup baik serta diiringi
dengan kicauan dari berbagai macam jenis burung. Selain pantai dan danau pulau ini juga
memiliki ekosistem lain yaitu gua, gua yang terdapat di pulau ini masih memiliki ornament
yang menarik baik bentuk stalaktit maupun stalakmit. Sebagian besar gua yang ada di
Kapota dijadikan tempat berwisata oleh masyarakat lokal maupun wisatawan dari daerah
lainnya, hewan penghuni gua seperti kelelawar banyak dijumpai di gua-gua ini.

Gambar 2.18 Gua Alam Bhewata di Kapota

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 41
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.3.2 Kaledupa Hoga


Kaledupa merupakan pulau ke dua seteleh Wangi-wangi, pulau ini juga menyimpan
potensi yang besar sebagai lokasi wisata.Tidak hanya laut yang indah namun daratannya
pun memiliki potensi yang luar biasa mulai dari pantai, danau, gua serta dataran tinggi
(puncak).Pulau Kaledupa memiliki pantai dengan pasir berwarna putih serta batu karang
sehingga memberikan pemandangan yang berbeda dengan pulau yang lainnya.Beberapa
pantai yang sering dikunjungi oleh wisatawan adalah pantai Peropa yang terletak di desa
Peropa serta pantai Sombano yang terletak di desa Sombano.Di sekitar pesisir juga
terdapat hutan mangrove/ bakau yang terluas di Wakatobi.

Gambar 2.19 Pantai Sombano di Desa Sombano, Kaledupa

Sumber: Indecon

Pulau ini juga memiliki ekosistem danau yang terletak di desa Sombano.Danau yang
berbentuk memanjang dengan air yang sangat jernih dan memiliki rasa yang asin ini,
merupakan salah satu ekosistem yang menarik.Danau ini menjadi habitat bagi beberapa
jenis biota laut seperti terumbu karang, udang merah dan beberapa jenis ikan.Letak danau
yang dikelilingi oleh batuan kapur serta hutan mangrove/ bakau membuat tempat ini
menjadi lebih menarik.Beberapa jenis burung juga sering mengunjungi danau ini.

Gambar 2.20 Danau Sombano di Desa Sombano, Kaledupa

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 42
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Desa Pajam merupakan salah satu desa yang terletak di perbukitan pulau Kaledupa.Desa
ini merupakan salah satu desa yang tertua, letaknya yang berada pada ketinggian lebih
dari 1000 mdpl ini memberikan pemandangan yang berbeda dari lokasi yang ada di pulau
Kaledupa.Dari desa ini dapat terlihat perkampungan bajo Mantigola serta bajo Sampela5,
selain itu juga dapat melihat pulau-pulau kecil yang terletak disekeliling pulau
Kaledupa.Letaknya yang tinggi menjadikan lokasi ini sebagai tempat untuk menikmati
matahari terbit dan terbenam.

Gambar 2.21 Matahari Terbenam di Desa Pajam (kiri) dan kondisi perkampungan Pajam
(kanan)

Sumber: Indecon

Hoga merupakan salah satu pulau kecil berpenghuni yang terletak di sebelah timur pulau
Kaledupa.Pulau ini terkenal sebagai salah satu titik penyelaman terbaik di Wakatobi yang
menyuguhkan kekayaan biota laut yang indah, namun tidak hanya keindahan bawah laut
yang dimilliki oleh pulau ini.Keindahan pantai pasir putih dengan garis pantai yang panjang
serta air laut yang jernih memberikan kesan tersendiri dari pulau ini.

Gambar 2.22 Keindahan Pantai Hoga

Sumber: Indecon

5
Walaupun dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai Bajo Sampela, akan tetapi secara administrasi
kawasan ini termasuk dalam wilayah desa Sama Bahari

Laporan Akhir 43
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.3.3 Tomia Tolandono

Tomia memiliki bentang alam terbuka, didominasi oleh padang rumput, dan sedikit sekali
kantung-kantung hutan tersisa. Pada padang rumput tersebut dapat ditemukan fosil-fosil
biota laut berupa kima berukuran besar. Ekosistem padang lamun dan terumbu karang
mengitari pulau ini dengan areal pasang surut cukup luas kecuali di daerah daerah timur-
utara tempat pantai-pantai membentuk tebing-tebing tinggi. Beberapa pantai yang
memiliki pantai yang indah dan sering dikunjungi oleh wisatawan antara lain pantai
Huuntete, pantai Tee Timu yang memiliki pasir dengan tekstur yang lebih halus serta
memiliki tebing-tebing karang. Selain dua pantai ini juga terdapat beberapa pantai lain
yaitu Polio, Kampa, Mongingi, Dete, Tiroau, Antopa, Waitii, Kollo Soha dan Onemay. Dan
untuk pantai pasir putih yang terdapat di pulau kecil seperti pantai Onemobaa yang
terletak di pulau Tolandono, Pantai Tadu, One Buranga, Alanuhonu, Kineke dan Siloa di
Pulau Lentea Tomia.

Gambar 2.23 Pantai Tee Timu (Kiri) dan Pantai Huuntete (Kanan)

Sumber: Indecon

Seperti dua pulau yang lain, pulau Tomia memiliki gua dengan sumber mata air yang
digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti mencuci dan
mandi. Selain pantai di Tee Timu terdapat gua yang memiliki arti penting bagi masyarakat
desa Kulati, tempat ini merupakan tempat untuk berlindung masyarakat dari serangan
para penjajah dari Eropa.Selain gua tee timu masih ada beberapa gua yang mempunyai
sumber mata air yang di manfaatkan oleh warga seperti tee wali.

Laporan Akhir 44
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.24 Stalakmit di Gua Tee Timu (Kiri) dan Aktivitas masyarakat di
gua Tee Timu (Kanan)

Sumber: Indecon

Tomia juga mempunyai puncak yang indah untuk menikamti pemandangan yaitu Puncak
Kahiangan dan Puncak Waru Usuku di Tomia Timur. Dari puncak ini, pengunjung dapat
menikmati keindahan matahari terbenam dan matahari terbit, serta pemandangan laut
dan daratan sekitar Pulau Lentea, Pulau Tolandono serta daratan Pulau Binongko.
Terdapat benteng Suo-suo yang merupakan benteng tua di Pulau Tomia dimana di
dalamnya terdapat kuburan penyiar agama Islam di Pulau Tomia yang bernama
Sibatara.Selain menikmati panorama alam yang indah, di lokasi ini pengunjung juga bisa
menikmati daya tarik wisata geologi. Terdapat fosil kima raksasa dan karang yang tersebar
di sekitar padang savana yang sangat luas. Keberadaan fosil kima dan karang merupakan
rekam jejak proses geologi yang terjadi jutaan tahun yang lalu dimana terjadi
pengangkatan dasar lautan ke permukaan.

Gambar 2.25 Puncak Kahiangan

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 45
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.3.4 Binongko
Binongko merupakan salah satu pulau yang terletak dibagian paling timur kepulauan
Wakatobi.Pulau ini memiliki bentang alam berupa batuan kapur serta ditumbuhi oleh
tanaman perintis. Pulau ini juga mempunyai pantai yang berbeda dengan pantai dipulau
yang lain. Pantai di Binongko memiliki batuan karang dibibir pantainya, namun ada
beberapa pantai yang terdapat di pulau ini masih memiliki pantai pasir putih yang cukup
luas sehingga menjadi tempat bertelurnya penyu hijau (Chelonia midas). Beberapa pantai
yang sering dikunjungi oleh penyu untuk bertelur antara lain Pantai Oro, Mbara-Mbara,
Buku. Pulau-Pulau kecil dalam wilayah adat Binongko yang memiliki pantai pasir belum
terjamah untuk kegiatan wisata adalah Pulau Kente Ollo 29 mil laut ke arah timur laut
Pulau Binongko serta Pulau Tuwu-Tuwu 19 mil laut ke arah timur Pulau Binongko. Selain
pantai yang indah pulau ini memiliki Taman batu yang merupakan salah satu keunikan
pulau ini, bibir pantai dengan hamparan batu - batu besar, dengan ukiran karang
memberikan cerita bagaimana proses pembentukan pulau ini.

Gambar 2.26 Taman Batu desa Waloindi (Kiri) dan Pantai batu desa Waloindi (Kanan)

Sumber: Indecon

Selain keindahan pantai serta taman batu yang terletak dibibir pantainya, di pulau
Binongko terdapat hutan mangrove Sowa yang masih terpelihara dan merupakan milik
adat sara dan dijaga agar tidak di tebang. Keunikan ekosistem mangrove di Desa Sowa
adalah habitanya daratan yang terendam air dan terpisah dari laut.Usia tanaman
mangrove merupakan tanaman tua dengan diameter diatas 50cm dan tinggi 40-60m.
Terdapat sekitar 13 (tiga belas) jenis Mangrove sejati diantaranya Rhizopora sp;
Xylocarpus sp, Sonneratia sp, Ceriop sp, serta mangrove ikutan seperti Scaevola sp, dll.

2.4 Potensi Daya Tarik Wisata Budaya


2.4.1 Situs situs Bersejarah
Penduduk Wakatobi terdiri dari berbagai macam etnis yaitu etnis Wakatobi asli, Bugis,
Buton, Jawa, dan Bajo.Kebudayaan etnis asli masih kuat dan belum banyak mengalami
akulturasi.Masing-masing etnis hidup dengan teratur, rukun dan saling menghargai.
Budaya masyarakat asli Wakatobi cukup beragam, terdapat 9 (Sembilan) masyarakat

Laporan Akhir 46
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

adat/lokal, yaitu masyarakat adat Wanci, Mandati, Liya, Kaledupa, Waha, Tongano Timu,
serta Mbeda-beda. Selain itu juga terdapat dua masyarakat adat/lokal yang merupakan
pendatang yaitu masyarakat adat Bajau dan masyarakat adat Cia-cia yang berasal dari
etnis Buton.

Keragaman sosial budaya masyarakat Wakatobi menjadi daya tarik tersendiri yang
berpotensi melengkapi kegiatan berwisata di Wakatobi, sehingga wisatawan mempunyai
banyak pilihan dan dapat menambah lama tinggal di Wakatobi. Objek wisata budaya
banyak tersebar di hampir semua pulau di Wakatobi dan belum dikembangkan secara
maksimal, seperti artefak dan beberapa asrsitektur tradisional, seperti:

Di pulau Wang-wangi dan Kapota terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara
lain adalah:

Benteng Tindoi, Benteng Wabue-Bue, Benteng Koba, Benteng Mandati Tonga,


Benteng Watinti, Benteng Togo Molengo, dan Benteng Baluara yang terletak di
Pulau Wangi-wangi. Namun yang terkenal dan keberadaannya masih cukup
terpelihara adalah Benteng Keraton Liya yang terletak di Desa Liya sekitar 7 (tujuh)
km dari pusat Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Kompleks keraton tersebut
dilindungi oleh tembok keliling menyerupai benteng yang terbuat dari bebatuan
kapur (karst) dan dilengkapi dengan 13 (empat belas) pintu masuk atau lawa. Di
dalam benteng terdapat rumah adat Buton dengan langgam arsitektur rumah
panggung yang disebut kamali, Masjidd tua, dan makam keluarga bangsawan
(kuburan tua). Di setiap lawa yang ada di benteng terdapat meriam, yang
merupakan senjata pertahanan dari musuh pada waktu itu. Setiap meriam yang
ada di benteng ini menghadap keluar dan mengearah ke laut lepas.

Gambar 2.27 Benteng Keraton Liya, Desa LiyaWangi-Wangi Selatan

Sumber : Ina Koswara, 2013

Laporan Akhir 47
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Di pulau Kaledupa terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:

Di Pulau Kaledupa terdapat 3 (tiga) situs benteng yang terletak pada ketinggian
bukit di Desa Pajam yaitu Benteng Tobelo, Kamali dan Pangilia. Benteng Tobelo dan
Benteng Kamali terletak di Dusun Palea, Desa Pajam. Kedua benteng ini merupakan
satu kesatuan benteng yang dibangun untuk pertahanan dari serangan para
perompak dari Tobelo Maluku Utara. Benteng Tobelo berjarak sekitar 9 (sembilan)
km dari Ambeua dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua. Benteng ini
dibangun untuk menghalangi akses langsung sebelum memasuki benteng utama
(Benteng Kamali) dari serangan para pendatang dari luar. Benteng Tobelo
dilengkapi dengan lubang pengintai di sekelilingnya untuk mengetahui kedatangan
kapal-kapal dari luar. Benteng Kamali merupakan benteng utama sebagai pusat
pertahanan terakhir sebelum memasuki areal pusat kerajaan dengan luas areal
bentang 20 x 50 m. Tembok keliling benteng terbuat dari bebatuan kapur (karst)
yang disusun tanpa perekat dan dilengkapi dengan pintu masuk atau lawa. Di
dalam areal benteng terdapat kuburan tua serta lubang kecil tempat memasukkan
uang bagi para tamu atau pengunjung.

Benteng Ollo merupakan salah satu benteng yang terletak di desa Ollo Selatan dan
merupakan pusat pemerintahan Barata Kahedupa pada saat Kerajaan Buton.
Didalam benteng terdapat Baruga yang merupakan tempat musyawarah adat
dalam mengambil keputusan, dengan melibatkan seluruh kadie (wilayah adat) yang
ada di Wakatobi. Benteng memiliki 9 (Sembilan) lawa yang merupakan pintu masuk
bagi masing-masing Limbo yang ada di Barata Kahedupa dan merupakan pintu
masuk Kadie-kadie yang ada di Wakatobi. Selain itu di dalam benteng terdapat
Masjidd Tua yang memiliki arsitektur menyerupai Masjidd Keraton Buton. Situs
benteng lainnya di Pulau Kaledupa adalah Benteng La Donda di Desa Kasuwari,
Benteng Tapaa di Desa Balasuna Selatan, Benteng La Bohasi di Desa Darawa dan
Benteng Horuo di Desa Sombano.

Gambar 2.28 Lawa Benteng Ollo (Kiri) ,Masjid Tua benteng Ollo (Kanan),
Suasana Perkampungan di Benteng Ollo

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 48
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Di pulau Tomia terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:

Di Pulau besar Tomia terdapat 2 (dua) situs benteng besar yaitu Benteng Patua,
Benteng Suo-Suo atau Moori, serta Benteng Rambi Randa dan Benteng La
Kanamua yang terletak di Pulau Lentea Tomia. Benteng Patua terletak di Desa
Patua, Kecamatan Tomia yang berjarak sekitar 2 (dua) km dari kota kecamatan dan
dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Benteng ini terbuat dari bahan batu karang dengan memiiki 13 (tiga belas) pintu
masuk. Di dalam areal benteng terdapat sisa-sisa bangunan fondasi Masjid dan
kuburan tua. Kondisi benteng saat ini cukup terawat dan sudah dilakukan upaya
rekonstruksi. Gerbang pintu masuk dibuat dengan cukup megah dan dilengkapi
dengan lahan parkir kendaraan yang luas. Dari lokasi benteng ini dapat disaksikan
hamparan panorama laut Banda yang cukup indah. Benteng Suo-Suo berada di
Desa Kayanga (artinya ketinggian), Kecamatan Tomia Timur yang dapat dicapai
dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh sekitar 1
jam dari Tomia. Benteng ini terletak di dalam kawasan hutan, sekitar 200 meter
dpl. Dari lokasi benteng ini juga dapat disaksikan hamparan panorama laut dengan
gugusan pulau pulau Lentea, Tolandono, dan Pulau Binongko yang indah.

Gambar 2.29 Benteng Patua

Sumber: Indecon

Di pulau Binongko terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Di Pulau Binongko terdapat Benteng Wali yang terletak di wilayah Kelurahan Wali
dan ditempati sebagai pemukiman penduduk, berfungsi sebagai pusat
pemerintahan di Pulau Binongko pada masa lalu. Benteng ini memiliki 7 (tujuh)
lawa (pintu gerbang). Di dalam benteng terdapat bangunan dengan arsitektur
rumah panggung berukuran 25 x 20 meter yang merupakan istana Sultan Buton
ke-33. Di samping itu juga terdapat sejumlah bangunan lainnya seperti baruga
sarano, yakni bangunan yang berfungsi sebagai tempat musyawarah, Masjidd, dan
makam keluarga sultan Buton. Di dalam kompleks rumah yang dulu digunakan
sebagi istana tersimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti senjata meriam

Laporan Akhir 49
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

badili barakati, alat musik tradisional (gong), dan guci naga. Kehidupan komunitas
penduduk dalam benteng masih mempertahankan tradisi dan budaya setempat.

Gambar 2.30 Trekking ke Benteng Koncu Patua Wali di Binongko (kanan) dan
Lawa Patua di Benteng Koncu Patua (Kiri)

Sumber: Indecon

Benteng Palahidu terletak di utara Pulau Binongko, memiliki pintu batu yang
disebut lawa dengan posisi mengarah ke laut. Di tempat ini terdapat situs berupa
batu fondasi Masjid dan kuburan tua seorang raja yang dinamakan Palahidu.
Secara historis, dulunya benteng ini merupakan bekas perkampungan warga
Palahidu. Konon, orang-orang Palahidu kemudian meninggalkan benteng ini karena
diserang wabah penyakit. Benteng Oihu terletak di timur Pulau Binongko yang
berjarak sekitar 3 (tiga) km dari pusat pemerintahan Desa Oihu. Benteng ini
memiliki 7 (tujuh) lawa dan merupakan perkampungan tua bagi warga Desa Oihu.
Di dalam benteng terdapat kuburan tua, rumah panggung tempat peristirahatan,
batu fondasi Masjid dan sebuah tiang kayu yang masih berdiri kokoh. Terdapat juga
benteng Baluara di perbukitan kampung Taipabu, benteng Tohalo di bukit antara
Wali dan Waloindi, benteng Waloindi serta benteng Taduna. Benteng Waloindi
terkenal dengan sejarah Kapitan Waloindi.

Selain 3 (tiga) benteng masih terdapat benteng lainnya yaitu benteng Taduna.
Benteng ini terletak didesa Waloindi, dengan bangunan yang memanjang hingga
akhir desa Waloindi. Benteng ini merupakan perkampungan tua bagi masyarakat
Waloindi. Berdasarkan cerita masyarakat, penduduk yang berada di perkampungan
tua itu hilang secara misterius karena terkena kutukan. Namun ada versi lain
mengatakan bahwa para penduduk di kampung itu turun ke pesisir.

2.4.2 Kampung Adat dan Rumah Adat


Rumah Adat (Kamali) di Palea
Rumah Adat (kamali) di Palea atau Kamali Palea merupakan sebuah unit bangunan rumah
adat yang terletak di tengah-tengah Benteng Kota atau Benteng Kamali, di Desa Pajam,
Pulau Kaledupa. Arsitektur bangunan kamali ini berupa arsitektur bangunan rumah

Laporan Akhir 50
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

panggung berbentuk persegi empat dengan ukuran 2 x 3 meter.Dinding kamali terbuat


dari bahan jelajah yang diberi atap rumbia dan dikelilingi oleh benteng kuno yaitu Benteng
Kota atau Benteng Kamali.Hal yang unik dari bangunan ini adalah terdapat tobha yang
diberi kelambu serta guci yang ditanam di bawah kolong bangunan.Tak jauh dari kamali ini
juga terdapat pemakaman kuno.Bagi masyarakat setempat, kamali dianggap mengandung
nilai-nilai sakral, sehingga keberadaannya tetap dipertahankan hingga sekarang.Pada masa
lalu tempat ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus sebagai tempat untuk
memutuskan berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat setempat.

Kampung adat / Tradisional


Koncu kapala merupakan kompleks perkampungan penduduk tradisional yang terdapat di
wilayah Kelurahan Wali Binongko dengan struktur perkampungan yang menyerupai kapal
karam.Koncu kapala memiliki sejumlah lawa (pintu), diantaranya lawa warindo-rindo
(pintu samar-samar) dan lawa wagalapu (pintu gelap). Di dalam koncu kapala terdapat
sejumlah situs makam tua seperti : makam La Ode Simbo, makam La Ode Sibi, dan makam
La Ode Baresi yang merupakan makam bangsawan Binongko. Selain itu juga terdapat situs
Makam Wali Wangka Wijaya seorang tokoh penerus perjuangan Syekh Abdul Wahid untuk
mengajarkan Islam di Pulau Binongko.Tak jauh dari makam ini terdapat sebuah meriam
kuno dengan posisi moncong mengarah ke timur laut.

Selain itu juga terdapat pondasi bekas Masjidd Wali I dan Situs Baruga Sarano Wali I yang
konon dibangun pada abad ke-15 oleh Syekh Abdul Wahid, seorang tokoh penyebar tradisi
Islami ke Pulau Binongko.Masjid ini terbuat dari susunan batu, berukuran 6x6 meter.Di
tempat ini masih terdapat bekas mimbar.Situs Baruga Sarano Wali I hanya menyisakan
bangunan baruga yaitu lawa baruga yang berupa fondasi dari batu, dan tiang kayu yang
sudah tidak berdiri lagi.Konon Baruga Sarano I ini merupakan pusat kegiatan penyebaran
agama Islam di Pulau Binongko.

Kampung Tradisional Pajam


Desa Pajam, merupakan tempat yang sangat tepat untuk menikmati suasana kehidupan
penduduk desa sambil melihat panorama pemandangan indah puncak bukit Pangalia. Desa
ini adalah desa tertua di Kaledupa yang masih bertahan di daerah perbukitan dengan
kehidupan penduduknya tetap berpegang pada tatanan adat.Deretan rumah-rumah
tradisional dengan struktur panggung berjajar rapi di kiri kanan poros utama jalan desa,
sementara sisa-sisa reruntuhan benteng pertahanan yaitu benteng Tobelo dan Kamali
terawat cukup baik oleh penduduk desa.Kaum perempuan di desa ini sejak kecil dilatih
untuk bisa menenun sehingga desa ini dikenal sebagai pusat kerajinan tenun.Desa Pajam
juga dapat menjadi tempat yang sangat ideal melihat matahari terbenam dari ketinggian.

Laporan Akhir 51
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Kampung Tradisional Taduna dan Taman Batu


Dalam berbagai sumber orang Taduna dilukiskan sebagai komunitas yang memiliki
keberanian.Nara sumber lainnya menyebut beberapa petualang asing kerap datang ke
pulau Binongko menanyakan dimana Kota Taduna.Hal ini menandakan Taduna pernah
eksis di waktu lampau.Taduna merupakan sebuah kerajaan yang menolak bergabung
dengan kesultanan Buton.Sikap keras orang Taduna ditandai dengan pelarian sebagian
anggota warga ke pulau-pulau di Maluku, untuk menghindar dari kekuasaan kesultanan
Buton pada saat itu.Saat ini Kampung Taduna hanya tersisa sebuah benteng batu di atas
bukit yang sunyi, bekas Masjidd di atas karang di pinggir pantai dan hamparan batu hitam
yang memisahkan benteng dan laut biru dengan panjang sekitar 1000 meter.Dalam
wilayah Taduna terdapat ekosisitem mangrove, goa dan situs keramat Sangia.Disekitar
Sangia orang-orang dilarang menggunakan bahasa kesultanan Buton (Bahasa Wolia
Buton). Jika ada yang megucapkan bahasa itu maka hal-hal gaib akan terjadi. Fenomena ini
menjelaskan signal dari penolakan Taduna untuk tunduk pada kesultanan dimasa lampau.

Pulau Tukang Besi


Jauh sebelum Wakatobi terkenal di seluruh dunia, masyarakat lebih mengenalnya sebagai
pulau tukang besi.Sebutan ini ditujukan kepada Pulau Binongko yang mayoritas
masyarakatnya berprofesi sebagai tukang membuat peralatan tukang dari besi seperti
parang, cangkul dan lain-lain.Desa para tukang besi, meliputi kawasan Taipabu, Makoro,
Popalia dan Sowa.Di tempat ini wisatawan dapat melihat aktifitas mereka dan menelusuri
sejarah kepulauan Wakatobi yang dahulu dikenal sebagai Pulau Tukang Besi.Beberapa
desa juga merupakan tempat para pengrajin sarung tenun, yang sehari-hari dikerjakan
oleh kaum perempuan.

2.4.3 Budaya Masyarakat Bajo


Di Kabupaten Wakatobi - Sulawesi Tenggara, terdapat banyak komunitas suku Bajo yang
tersebar di beberapa tempat atau wilayah perairan. Kedatangan suku Bajo ke Wakatobi
bermula pada zaman kesultanan Buton dan diterima secara adat oleh penduduk lokal,
penerimaan ini ditandai dengan menunjukkan tempat-tempat untuk bermukim
masyarakat Bajo serta adanya perlindungan adat. Lokasi bermukim masyarakat Bajo
antara lain; Bajo Mola bermukim di sekitar perairan Wangi-Wangi atau Wanci, Bajo
Sampela, Lohoa dan Mantigola bermukim di perairan Kecamatan Kaledupa, dan bajo
Lamanggau bermukim di perairan Kecamatan Tomia. Bagi masyarakat bajo, laut
merupakan ladang, karena dari lautlah mereka makan dan memenuhi kehidupan lainnya.
Tradisi nomaden tidak melunturkan kebudayaan atau tradisi masyarakat Bajo itu sendiri,
seperti tradisi pengobatan tradisional yang disebut dengan tradisi duata

Laporan Akhir 52
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.31 Tempat Tinggal Masyarakat Bajo Wangi-wangi

Sumber: Indecon

Tradisi duata adalah puncak dari segala upaya pengobatan tradisional suku Bajo. Tradisi ini
dilakukan jika ada salah satu diantara mereka mengalami sakit keras dan tak lagi dapat
disembuhkan dengan cara lain termasuk pengobatan medis. Kata duata sendiri
merupakan kata saduran dari sebutan dewata.Dalam keyakinan masyarakat Bajo duata
adalah dewa yang turun dari langit dan menjelma menjadi sosok manusia.Dalam
kehidupan masyarakat Bajo saat ini pelaksanaan tradisi duata tidak terbatas pada prosesi
pengobatan tetapi juga dapat dilakukan dalam acara syukuran dan hajatan sebagai bentuk
penghargaan pada penguasa laut yang mereka sebut sebagai Mbo Janggo atau Mbi Gulli.
Selain tradisi pengobatan masyarakat Bajo Wakatobi juga memiliki sistem penangkapan
ikan tradisional, yang terdiri dari tiga sistem yaitu Palilibu, Pongka, dan Lamma.Palilibu
merupakan sistem penangkapan ikan yang areal penangkapannya berada di sekitar
perkampungan dan hasil tangkapannya dijual pada hari itu juga.Pongka merupakan sistem
penangkapan ikan yang areal penangkapannya jauh dari perkampungan dengan rentang
waktu tiga hari hingga satu minggu dengan menjual hasil tangkapannya ke kampung asal,
sedangkan Lamma merupakan sistem penangkapan yang dilakukan di areal yang jauh dari
perkampungan dengan meninggalkan kampung asalnya sampai berbulan dan hasil
tangkapannya dijual di perkampungan yang dekat dengan wilayah tangkapannya.

Laporan Akhir 53
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.4.4 Kesenian dan Permainan Tradisional


2.4.4.1 Kesenian Tradisional
Tarian tradisional masyarakat Wakatobi berkembang dan mempunyai makna dan fungsi
tertentu sebagai penggambaran kegiatan dan cerita masyarakat dimasa lampau. Saat ini
beberapa tarian tradisional ditampilkan oleh sebagian masyarakat Wakatobi pada saat
penyambutan wisatawan atau tamu agung. Beberapa jenis tarian yang sampai saat ini
masih sering ditampilkan adalah:

Tari Honari Mosega


Gambar 2.32 Tarian Adat Wakatobi Honari Mosega
Kesenian tari Honari
Mosega ini adalah tarian
perang asli asal Liya.Dahulu
kala seni tari Honari Mosega
ditampilkan sebelum dan
sesudah perang.Tarian ini
diadakan sebagai ungkapan
dorongan semangat prajurit
Liya ketika akan berperang
mengusir musuh dan
kegembiraan ketika mereka
pulang dan berhasil
menaklukan musuh. Tari ini
dimainkan oleh beberapa
Sumber. http://kabali-indonesia.blogspot.com/2012/01/oleh-
laki-laki, terdiri dari 1 penari
la-bara-la-bara-adalah-salah-satu.html
inti disebut tompidhe yang
memegang tombak atau parang, dan dilengkapi dengan 1 atau 4 orang sebagai hulubalang
yang disebut manu-manu moane dengan memegang tombak dan janur kuning sebagai
penghalau bisa atau sihir. Kadang terdapat pula hulubalang wanita yang disebut manu-
manu wowine serta 1 orang pemukul gendang atau tamburu.Tari Honari Mosega selama
masa Kesultanan Buton sering ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu agung,
maupun bangsawan; serta acara-acara adat yang berlaku dalam lingkup keturunan para
bangsawan Liya.

Tarian Lariangi
Gambar 2.33 Tarian Adat Wakatobi Lariangi
Tari Lariangi berarti puncak kegembiraan
pada masa kerajaan Wa Ka Ka jaman
kejayaan Kerajaan Buton.Tarian ini
diwariskan kepada masyarakat Kaledupa
sebagai tari persembahan kerajaan untuk
menghibur para sesepuh kerajaan. Tari

Laporan Akhir 54
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

lariangi dilaksanakan dengan melibatkan 10-15 orang penari perempuan. Saat ini tari
lariangi sering ditampilkan untuk menyambut kedatangan masyarakat perantauan dan
tamu luar daerah yang diagungkan. Tarian ini identik dengan kelembutan dan kehalusan
gemulai gadis remaja nan cantik jelita.

Tari Sajomoane
Merupakan tarian tradisonal yang berasal dari desa Kulati, Tomia Timur.Tarian ini
ditampilkan pada saat upacara perkawinan, Hari raya serta penyambutan masyarakat
Kulati yang telah lama merantau.Dalam tarian sajo terdapat banyak variasi gerakan, setiap
pementasan minimal 10 orang penari perempuan dengan gerakan berpasangan.Dalam
pementasan terdapat syair yang mengartikan tentang sejarah, tradisi serta ketegaran.

Tari Lutunane
Merupakan tari tradisional yang berasal dari pulau Tomia.Dalam pementasannya
menampilkan 8 hingga 10 orang pemuda desa dengan membawa tombak.Tarian ini
menggabarkan kerasnya penentangan terhadap para penjajah yang datang ke desa.Tarian
ini ditampilkan pada saat penyambutan orang-orang yang memiliki peran penting seperti
Gubernur dan Bupati.

Tari Banda
Merupakan tari tradisonal yang ditampilkan pada saat hajatan atau penyambutan
masyarakat yang baru datang dari perantauan.Pementasan tarian ini dilaksanakan
berpasangan (pria dan wanita) oleh orang tua, tarian ini menggabarkan tentang
kebersamaan masyarakat desa.Alat musik dalam pementasan tari ini adalah alat musik
tradisional seperti gendang dan gamelan.

2.4.4.2 Permainan Tradisional


Dengan daerah kepulauan, Wakatobi memiliki berbagai jenis permainan yang biasa
dimainkan oleh anak-anak dimasing-masing pulau. Permainan tradisional yang biasa
dimainkan oleh anak-anak Wakatobi antara lain Hekansilao, Hegasi, Osso-osso,
Maningkau, Makko, Taru-tarua, Bati-batikau, Leba-leba, Bakkara, Karida-ridaa, Oro-oro
Bangka, Pala-palangkea, Hekadese-desea, Hebakokoa, Tapu-tapukea, Tuttu kaluku
mau-mau, Enggo-enggo, Tara-tarapala, Hekaoda-oda, Saki-sakia, Hebangkili, Idi-idi,
Heromboa (kamanu-manu-rombo), Main tali, Hepontudaa, Bue-buea, Hetalubaa,
Eddaa , Karirii (falingkoka), Pasi-pasia, Hebaramai, Hekatende, Potajia nu tapea, Fulu-
fulu bangka ( Lampiran 3)

2.4.5 Kuliner
Sebagai daerah kepulauan serta lahan dengan sebagian besar karst membuat masyarakat
Wakatobi harus kreatif dalam mengelola sumber daya alam terutama untuk makanan
sehari-hari.Sebagian besar pertanian dan perkebunan di daerah ini adalah singkong dan
jagung.Dengan bahan yang tersedia masyarakat dapat membuat berbagai macam jenis

Laporan Akhir 55
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

makanan/ kuliner yang berbeda dengan kuliner yang ada di daerah lainnya. Beberapa
makanan khas dari daerah ini antara lain Honenga, Perangi, Soami Hugu-hugu, Soami ,
Soami Pepe, Salamu/ sakiri, Ndafu-ndafu, Kenta nidole, Kadampo, Kenta nisenga, Sira-sira
nu labu, Kansenga, Pogollu, Loku-loku, Kambalu, Waji Kananga, Jojolo, Halua, Epu-epu,
Bika bika, Onde-onde, Sinanga nu gorau, Taingkora, Kangkuru mbou, Kapusu,
Tukulamba, Pombifi. (Lampiran 4)

Gambar 2.34 Parende / sup ikan (kiri), Kasoami pepe (kanan), Kasoami (bawah)

Sumber: Indecon

2.4.6 Kerajinan
Beberapa kerajinan yang biasanya sering dijadikan oleh-oleh atau cinderamata oleh
wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi. Rata-rata kerajinan ini terbuat dari bahan-bahan
alami serta proses pembuatan dengan cara tradisional sehingga kualitas yang dihasilkan
pun dapat maksimal. Adapun kerajinan tersebut seperti; Tenun, Tikar bambu, tikar lidi,
serta beberapa kerajinan untuk penghias ruangan.

Tenun Merupakan kerjinan tradisional yang ada di seluruh daerah Wakatobi. Pengrajin
tenun di Wakatobi masih menggunakan peralatan tradisional bahkan ada yang masih
menggunakan benang dari kapuk/kapas. Motif dari kain tenun ini pun bermacam-
macam dan berbeda antara kain tenun laki-laki dan perempuan.( Lampiran 5 )

Laporan Akhir 56
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.35 Kain tenun untuk perempuan (Kiri) dan kain tenun untuk Laki-laki
(Kanan)

Sumber: Indecon

Kerajinan yang menggunakan bahan dasar Lidi yang kemudian dianyam dengan
cara tradisional menghasilkan beberapa bentuk cindera mata yang unik seperti
hiasan dinding, alat makan (piring, nampan), serta dapat dibuat tas yang unik.
Kerajinan yang menggunakan bahan dasar pandan duri yang tumbuh dipesisir ini
disulap menjadi kerajinan yang indah seperti tas wanita dan tikar.

Gambar 2.36 Kerajinan Lidi dan pelepah Pandan Duri

Sumber: Indecon

2.5 Aksesibilitas dan Transportasi


Sebagai daerah kepulauan ketersedian akses dan sarana transportasi menjadi salah satu
permasalahan penting yang dihadapi Kabupaten Wakatobi, terlebih karena kawasan ini
merupakan daerah kepulauan.Akses menuju Kabupaten Wakatobi hanya dapat ditempuh
melalui jalur transportasi udara dan laut. Pintu masuk utama ke Wakatobi adalah Wangi-
wangi yang berada di Pulau Wangi-wangi (ibu kota kabupaten), Bandara Matahora (Wangi-
wangi) dan Bandara milik Wakatobi Dive Resort (WDR-Tomia). Sementara pelabuhan laut
utama di Kabupaten Wakatobi terdapat di Pulau Wangi-wangi yaitu pelabuhan Jabal dan
Mola.Sementara itu, sarana transportasi yang ada di dalam kawasan Wakatobi selain
sarana transportasi udara dan laut terdapat juga sarana transportasi darat.

Laporan Akhir 57
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.37 Kondisi jalan di Wakatobi

Sumber: Indecon
2.5.1 Infrastruktur dan Akses
Pengembangan Infrastruktur jalan di Kepulauan Wakatobi masih dalam upaya pengadaan
dan perbaikan.Hingga tahun 2011 panjang jalan di Kabupaten Wakatobi mencapai 375.766
km dengan berbagai macam kondisi. Secara umum, jalan di Kabupaten Wakatobi
merupakan jalan dengan tipe III C (jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton) dan sebagian besar jalan di Wakatobi merupakan jalan yang tidak
beraspal (kerikil dan tanah). Lihat tabel 2.17 berikut.

Perkembangan pembangunan jalan di Wakatobi semenjak tahun 2009-2010 cukup


signifikan, yaitu terbangun sepanjang 2.300 Km dimana jalan-jalan yang rusak berat
berkurang dan menjadi jalan dengan kualitas baik dan sedang. Akan tetapi pembangunan
infrastruktur jalan pada tahun 2010-2011 tidak mengalami peningkatan yang cukup
berarti, karena terdapat perpanjangan jalan sepanjang 5 (lima) km.

Tabel 2.17 Kondisi Jalan di Wakatobi Tahun 2011


2009 2010 2011
No Kondisi Jalan
(Km) (Km) (Km)

Baik 93.365 125.588 128.763

Sedang 56.019 58.319 57.324

Rusak 149.385 119.442 117.442

Rusak Berat 74.692 72.412 72.237

Jumlah (Ha) 373.461 375.761 375.766

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)

Laporan Akhir 58
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Rendahnya kualitas jalan secara signifikan akan berpengaruh terhadap pergerakan


wisatawan dari satu daya tarik wisata menuju daya tarik wisata lainnya dalam satu pulau.
Dari data kondisi jalan diketahui bahwa kondisi jalan rusak dan rusak berat di Wakatobi
masih sangat besar, hingga mencapai 189.679 Km atau 50,5% dari seluruh panjang jalan
yang ada di Kabupaten Wakatobi .

2.5.2 Moda Transportasi


Moda transportasi yang umum digunakan sebagai penghubung antar pulau di kawasan
Wakatobi adalah kapal laut.Sarana pelabuhan laut baik besar maupun kecil terdapat
diseluruh pulau utama Wakatobi, dengan jadwal tertentu namun tak jarang juga
berdasarkan kondisi cuaca.Kelemahan dari beberapa jadwal kapal antar pulau terutama
yang berjarak jauh seringkali menunggu hingga kapal penuh penumpang, sehingga
menyebabkan keterlambatan jadwal.

Sebagai penghubung Wakatobi dengan kawasan lainnya, selain kapal laut juga dapat
menggunakan pesawat udara. Maskapai yang saat ini melayani rute penerbangan ke
Wakatobi dari Jakarta (transit Makassar dan atau Kendari) yaitu Wings Air, dengan jadwal
penerbangan lima kali seminggu di pagi hari. Sementara itu untuk tamu Wakatobi Dive
resort mereka memiliki pesawat tersendiri dan mendarat di landas pacu di Pulau
Tomia.Jumlah maskapai dan juga jadwal yang terbatas dinilai masih belum bisa
mengakomodir jumlah kunjungan ke Wakatobi. Dengan jadwal yang hanya satu kali
penerbangan setiap harinya menyebabkan banyak pengunjung yang akan ke Wakatobi
terpaksa menggunakan akses laut yang menyita banyak waktu dan kadang terkendala
dengan cuaca sementara kecepatan akses sangat dibutuhkan. Penambahan jumlah
maskapai dan juga jadwal penerbangan akan sangat dibutuhkan kedepannya mengingkat
semakin meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi. Untuk jadwal dan harga
transportasi dari dan ke Wakatobi dapat dilihat pada lampiran 6.

Moda transportasi lokal (darat) untuk pengunjung umum yang terdapat di pulau-pulau
utama Kabupaten Wakatobi menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp. 3.000,- s/d Rp.
100.000,- tergantung jarak dan medan yang ditempuh. Selain itu, persewaan kendaraan
roda empat juga tersedia dengan tarif yang sangat bervariasi dengan kisaran harga Rp.
300.000,- s/d Rp. 400.000,- atau tergantung dengan kesepakatan dan jenis kendaraan yang
di sewa.

2.5.3 Bandara, Pelabuhan, Terminal


Keberadaan bandara dan pelabuhan sangat penting mengingat letak Wakatobi sebagai
kawasan kepulauan yang hanya dapat dijangkau oleh moda transportasi udara dan
laut.Dari tabel 2.18 diketahui bahwa jumlah bandara di Wakatobi ada dua buah dan
pelabuhan (besar dan kecil) ada 13 (tiga belas) buah. Sementara itu, meskipun bandara di
Wakatobi berjumlah dua buah akan tetapi hanya satu bandara yang dapat diakses oleh
masyarakat umum yaitu bandara Matahora. Bandara yang dimiliki oleh Wakatobi Dive

Laporan Akhir 59
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Resort (WDR-Tomia) digunakan terbatas untuk tamu mereka dan terbang langsung dari
Bali.

Untuk menunjang pertumbuhan pariwisata di Wakatobi, saat ini sedang dikerjakan


pengembangan bandara Matahora dengan penambahan gedung terminal penumpang,
penambahan lebar landasan menjadi 2.000 meter, dan lebar 35 meter sehinggga
diharapkan bisa didarati pesawat Boeing berbadan lebar.

Gambar 2.38 Pesawat Komersial dan Kapal Feri yang Mendarat di Wakatobi

Sumber: Indecon

Tabel 2.18 Jumlah Bandara dan Pelabuhan di Kabupaten Wakatobi


Jumlah
No Pulau
Bandara Pelabuhan
1. Binongko - 4
2. Tomia 1 2
3. Kaledupa - 4
4. Wangi-wangi 1 3
Jumlah 2 13
Sumber: RTRW Kabupaten Wakatobi 2012-2032

Gambar 2.39 Bandara dan Ruang Tunggu di Matahora Wangi-wangi

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 60
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Target pemerintah di tahun 2014 adalah menjadikan Matahora sebagai bandara transit
untuk penerbangan ke Indonesia Timur, mengingat Wakatobi terletak di antara Laut Banda
dan Flores. Selama ini penerbangan ke Indonesia Timur melalui Makassar memiliki jarak
tempuh cukup panjang, diharapkan dengan melalui Wakatobi menjadi lebih singkat. Selain
itu juga ada pembangunan landas pacu (airstrip)di Kaledupa oleh Pemerintah Daerah,
meskipun lokasinya di daerah dekat Danau Sombano yang merupakan daerah konservasi
mangrove. Tahun 2013 ini fasilitas pelabuhan penyeberangan antar pulau sedang dalam
proses pengembangan dengan menambah lebar jalan menuju pelabuhan dan
penambahan tempat sandar kapal.

2.6 Fasilitas Pendukung Pariwisata


Dalam mendukung perkembangan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi diperlukan
ketersediaan berbagai macam sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung
pariwisata.Fasilitas pendukung utama terdiri dari akomodasi, restoran, biro perjalanan
wisata (BPW).Selain itu, ada fasilitas keuangan (Bank, Money Changer), dan fasilitas
hiburan malam.

2.6.1. Akomodasi
Salah satu kendala yang dihadapi Wakatobi sebagai sebuah destinasi adalah minimnya
sarana akomodasi yang memadai dan memiliki standar pelayanan minimal bagi
wisatawan, baik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.Sebagian besar
sarana akomodasi yang ada di Wakatobi masih berupa penginapan sederhana dan
homestay yang dikelola secara mandiri oleh sebagian masyarakat.Hotel dan Resort pun
masih sangat terbatas jumlahnya.

Dari tabel 2.20 diketahui bahwa konsentrasi fasilitas akomodasi di Kabupaten Wakatobi
masih berada di Pulau Wangi-wangi (70,15%), diikuti Kaledupa (27,25%) dan Tomia
(12,25%). Sementara Pulau Binongko tercatat tidak memiliki satupun hotel ataupun
penginapan komersial, hanya terdapat rumah penduduk yang sewaktu-waktu bisa
dijadikan penginapan jika ada wisatawan yang membutuhkan.

Gambar 2.40 Patuno Resort Wangi-wangi, Wakatobi

Sumber : Indecon

Laporan Akhir 61
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Banyaknya fasilitas akomodasi di Pulau Wangi-wangi terkait dengan letak Wangi-wangi


sebagai ibu kota kabupaten dan pintu gerbang utama menuju Wakatobi. Sementara itu,
minimnya sarana akomodasi di Pulau Binongko dikarenakan letaknya secara geografis jauh
dari pusat pemerintahan dan jauh dari daya tarik wisata tujuan utama wisatawan.
Secara garis besar fasilitas yang disediakan oleh hotel berkelas antara lain kamar tidur
dengan single bed atau double bed, kamar mandi dalam dengan fasilitas shower dengan
varian air panas dan air dingin, kipas angin/Ac, TV, Wifi, sarapan pagi selain hotel yang
berkelas di Wakatobi juga tersedia penginapan dengan kelas standar. Fasilitas yang
tersedia di penginapan antara lain kamar tidur dengan kamar mandi dalam, kipas angin,
TV. Namun masyarakat di sekitar lokasi wisata juga mempersiapkan rumah-rumah
mereka untuk dijadikan penginapan dengan fasilitas yang cukup memadai bagi kalangan
backpacker.Kisaran harga akomodasi bervariasi mulai dari 50.000 1.850.000 rupiah.

Tabel 2.19 Kisaran Harga dan Tingkat Hunian Akomodasi di Wangi-wangi 2013
No Nama Hotel Kisaran Harga Tingkat Okupansi

Hotel Wakatobi 165.000 - 300.000 12,14%

Wisata Beach hotel 300.000 - 500.000 9,27%

Penginapan Jely 80.000 - 150.000 5,48%

Patuno Beach Resort 605.000 - 1.815.000 32,15%

Hotel 1000 Bulan 100.000 - 200.000 15,62%

Hotel Fidel 80.000 - 150.000 8,22%

Penginapan Nirmala 75.000 - 250.000 5,71%

Hotel Gajah Mada II 50.000 - 100.000 6,81%

Penginapan Nita Sari 50.000 - 80.000 6,98%

Hotel Nur Riski 100.000 - 350.000 1,97%

Wisma Samudra 50.000 3,66%

Hotel Berlian 50.000 - 170.000 1,22%

Rata-rata 9,10%
Sumber: Hasil Survey (2013)

Tabel 2.20 Akomodasi di Wakatobi


Wangi-wangi Kaledupa Tomia Binongko

Penginapan 4 1 3 -

Resort 1 1 1

Hotel 8 - - -

Kamar 169 15 61 -

Bed 240 30 70 -
Sumber: Survey Indecon, 2013

Laporan Akhir 62
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sementara itu, tingkat okupansi beberapa hotel yang berada di kawasan Wangi-wangi
selama ini sangat rendah.Seluruh hotel dan penginapan yang berhasil diidentifikasi tingkat
hunian rata-rata berada dibawah 10%.Hal ini menunjukkan bahwa tamu atau wisatawan
yang datang berkunjung ke Wakatobi belum merata dan berkelanjutan sepanjang tahun.
Keadaan ini tentu saja akan sangat mempengaruhi keberadaan hotel dan penginapan di
masa yang akan datang. Tingkat hunian beberapa hotel yang ada di Pulau Wangi-wangi
dapat dilihat pada Tabel 2.19. Secara keseluruhan dalam kurun waktu lima tahun (2008-
2012) tercatat jumlah tamu yang menginap di Wakatobi mengalami fluktuasi, terutama
pada periode tahun 2010-2012. Pada periode ini fluktuasi jumlah tamu yang menginap di
Wakatobi sangat tajam, baik kenaikan maupun penurunannya. Penurunan paling tajam
terjadi pada periode tahun 2011-2012 yang mencapai 18,37 %.

Diagram 2.6 Jumlah tamu Menginap di Wakatobi Tahun 2008-2012

Sumber: Dinas Kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Wakatobi (2013)

Gambar 2.41 Hotel dan Penginapan di Wakatobi

Sumber: Indecon

Laporan Akhir 63
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2.6.2 Rumah Makan


Keberadaan fasilitas rumah makan merupakan salah satu pendukung penting dalam
pariwisata.Jumlah rumah makan masih sangat sedikit dengan menu yang tidak
bervariasi.Beberapa rumah makan dapat menyediakan makanan atau menu khusus
dengan pemesarana 1 - 3 hari sebelumnya. Kondisi ini tentu saja akan menyulitkan bagi
wisatawan yang ingin menikmati berbagai hidangan khas Wakatobi, terutama bagi
wisatawan mancanegara yang menuntut standar kebersihan dan hyginitas makanan yang
tinggi. Dari data hasil survey (2012) diketahui bahwa rumah makan di kawasan Wakatobi
sebagian besar terdapat di Pulau Wangi-wangi (92%) dan Tomia (8%), sedangkan di Pulau
Kaledupa dan Binongko tidak tercatat adanya rumah makan komersial.

Tabel 2.21 Jumlah Rumah Makan di Wakatobi Tahun 2012


No Pulau Rumah Makan

Binongko -

Tomia 2

Kaledupa -

Wangi-wangi 23

Jumlah 25
Sumber: Data Hasil Survey (2012)

2.6.3 Biro Perjalanan Wisata (BPW)


Dari survey yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga tahun 2011 tercatat ada 6 Biro
Perjalanan Wisata (BPW) lokal yang beroperasi di Wakatobi.Ke-enam Biro perjalanan
tersebut diantaranya adalah Raka Dive, Alexa Scuba, Patuno resort, Tandiono, Wakatobi
Dive Trip, dan Mawadah.
Gambar 2.42 Fasilitas Operator Selam

Sumber: Survey Indecon, 2013

Laporan Akhir 64
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sebagian besar paket yang ditawarkan oleh BPW ini adalah paket menyelam dan berbagai
aktivitas yang terkait dengan olahraga air.Selain paket-paket wisata tersebut, beberapa
BPW juga menyediakan jasa persewaan alat transportasi darat (mobil/motor) dan alat
transportasi laut (kapal boat) serta penjualan tiket perjalanan baik udara maupun laut bagi
masyarakat maupun wisatawan.

2.6.4 Fasilitas Hiburan


Fasilitas hiburan yang ada di Wakatobi seluruhnya berbentuk karaoke untuk bernyanyi
bersama.Jumlah fasilitas malam di Wakatobi masih sangat terbatas.Dari 12 (dua belas)
karaoke yang ada di Wakatobi, seluruhnya terkonsentrasi di Pulau Wangi-
wangi.Keberadaan fasilitas hiburan malam di Wangi-wangi ini dimungkinkan karena
kawasan ini adalah kawasan yang paling ramai dikunjungi warga, wisatawan dan
merupakan pintu masuk Wakatobi baik dari jalur udara maupun laut.

2.6.5 Telekomunikasi
Kemajuan teknologi telah berkembang dengan pesat dan pemakaian internet telah
memudahkan setiap orang untuk mengakses informasi dan berkirim kabar dengan cepat
dan mudah. Jaringan telekomunikasi tersedia melalui telepon dan internet. Terdapat
beberapa operator telekomunikasi yang menyediakan jasa seperti telkom (di Wanci) dan
operator seluler (telkomsel, indosat) akan tetapi pelayanan jaringan kadang jelek atau
bahkan terputus, terutama jika cuaca buruk. Di kawasan Wakatobi terdapat 7 buah pos
yang terdiri dari kantor pos pembantu sebanyak dua buah yang terletak di Wangi-wangi
dan Binongko; rumah pos (2 buah) yang terletak di Tomia, Kaledupa dan Wangi-wangi; pos
keliling (satu buah) yang terdapat di Wangi-wangi serta satu buah bis surat yang terdapat
di Kecamatan Wangi-wangi.

2.6.6 Fasilitas Keuangan


Keberadaan transaksi keuangan baik bank, ATM dan atau tempat penukaran uang bagi
masyarakat dan wisatawan yang datang berkunjung ke Wakatobi sangat penting, karena
dengan adanya fasilitas transaksi keungan maka wisatawan yang datang berkunjung tidak
perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar ketika datang berkunjung ke Wakatobi.
Disamping itu adanya fasilitas keuangan menjamin wisatawan untuk bertransaksi saat
diperlukan.

Laporan Akhir 65
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.43 Fasilitas Bank di Wakatobi

Sumber: Survey Indecon, 2013


Fasilitas keuangan yang ada di Wakatobi terdiri dari bank BRI, BPD, BNI, BTN dan
Danamon. Sementara tempat penukaran uang bisa dilakukan di bank BRI dan BNI, untuk
tiga pulau lainnya masih belum terdapat fasilitas jasa keuangan berupa Bank (lihatTabel
2.22 berikut).

Tabel 2.22 Daftar Fasilitas Keuangan yang ada di Wakatobi


Jumlah
No Nama Money Lokasi
Bank ATM
Changer

BPD Sultra 1 1 - Kompleks Pasar Pagi, Kec. Wangi-wangi

BRI 1 1 1 Jl Ahmad Yani kec. Wangi-wangi

BNI 1 1 1 Jl Ahmad Yani kec. Wangi-wangi

BTN 1 - - Kompleks Pasar Pagi, Kec. Wangi-wangi

Danamon 1 - - Jl Poros Liya, kec. Wangi Selatan

Jumlah 5 3 2
Sumber: Survey Indecon, 2013

2.7 Paket Wisata di Wakatobi


Daya tarik wisata utama Wakatobi adalah keindahan alam bawahlaut, dan menjadikan
Wakatobi sebagai salah satu destinasi utama wisata selam di Indonesia.Hal tersebut
menjadi peluang bagi sebagian masyarakat untuk menyediakan jasa sebagai operator
selam. Hingga Juli 2013 terdapat 7 (tujuh) BPW lokal di Wakatobi yang menjual paket
wisata selam dan snorkeling sebagai aktivitas utamanya. BPW lokal di Wakatobi rata-rata
mulai berdiri tahun 2008 hingga 2009, seiring dengan berkembangnya pariwisata di
Wakatobi.Masing-masing BPW memiliki jumlah pegawai rata-rata 4-5 orang. BPW lokal ini
tumbuh dan bersaing dengan BPW lain yang berasal dari luar Wakatobi.

Wisatawan yang menggunakan jasa BPW lokal umumnya merupakan wisatawan


nusantara, bahkan ada BPW lokal yang 90% tamunya merupakan wisatawan nusantara.
Wisatawan nusantara yang menggunakan jasa BPW lokal ini sebagaian besar berasal dari

Laporan Akhir 66
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Pulau Jawa yaitu Jakarta dan Bandung, selain terdapat juga wisatawan yang berasal dari
Makassar.Waktu kunjungan wisatawan lokal berkisar antara bulan Juli hingga Agustus,
sedangkan musim sepi kunjungan berkisar antara Januari hingga Februari.

Sebagian besar penyedia jasa lokal belum memiliki media online yang mumpuni sehingga
masih kurang optimal pemasarannya.Sementara itu wisatawan yang datang menggunakan
BPW lokal ini biasanya mendapatkan rekomendasi dari teman dan atau kerabat yang
sudah pernah menggunakan jasa BPW tersebut.

Paket wisata selam menjadi produk utama BPW lokal yang ditawarkan kepada
wisatawannya.Meskipun demikian, tidak semua waktu wisatawan digunakan untuk
menyelam, dikarenakan ada batasan dan rentang waktu minimal 24 jam yang dibutuhkan
oleh wisatawan untuk kembali menyelam dan atau sebelum mereka kembali dengan
menggunakan pesawat. Jika hal itu dilanggar akan membahayakan diri wisatawan. Oleh
karenanya, para penyedia jasa wisata kemudian juga mempersiapkan produk tambahan
yang dijadikan satu dengan paket wisata utama yang mereka tawarkan kepada wisatawan,
seperti mengunjungi desa-desa, situs sejarah dan aktivitas lainnya yang dilakukan di
daratan.

Selain BPW lokal yang menjual paket wisata di Wakatobi, terdapat kelompok masyarakat
di beberapa desa/pulau di Wakatobi yang juga memilliki inisiasi untuk membuat paket
wisata dengan mengedepankan produk unggulan yang dimiliki oleh desa/pulau masing-
masing. Rata-rata paket wisata yang dibuat lebih menjual kawasan daratan yang memiliki
keunikan lain dibandingkan dengan alam bawah lautnya.

Kelompok masyarakat di Kapota, Waha, Liya, Mola Raya, Kaledupa dan Tomia adalah
kelompok masyarakat yang berusaha untuk mengembangkan paket wisata berbasis alam
dan budaya, seperti tarian, keseharian masyarakat lokal, fenomena alam yang unik,
warisan sejarah, kuliner khas dan lainnya.

2.7.1 Paket Wisata Selam


Paket wisata bawah laut (selam) merupakan paket wisata utama yang ditawarkan kepada
wisatawan oleh BPW lokal maupun kelompok masyarakat yang memiliki paket wisata.
Paket wisata selam yang ditawarkan oleh operator lokal berdurasi rata-rata 1 (satu) hingga
5 (lima) hari. Aktivitas wisata yang umum ditawarkan oleh BPW antara lain Diving bagi
penyelam berlisensi, Diving bagi penyelam pemula, Snorkeling dan melihat Lumba-lumba.
Rata-rata paket wisata bawah laut ini dijual dengan harga Rp. 150,000 hingga Rp.
6,500,000.Variasi harga tergantung dari berapa lama durasi paket yang mereka ambil dan
juga jenis kegiatan yang dilakukan, serta kelengkapan pendukung yang dibutuhkan.
Kelengkapan pendukung paket wisata bawah laut antara lain peralatan selam, transportasi
laut, jasa pemandu, akomodasi, dan kelengkapan lainnya yang dibutuhkan.

Laporan Akhir 67
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2.44 Perlengkapan Wisata Selam di Wakatobi

Sumber: Survey Indecon, 2013

Wilayah cakupan kegiatan menyelam dan snorkeling yang ditawarkan oleh operator wisata
di Wakatobi hampir mencakup seluruh kawasan, namun lebih banyak di titik-titik selam
yang sudah dibuatkan zona khusus berdasarkan peta kawasan selam.Titik selam yang
sering menjadi kunjungan wisatawan biasanya adalah Mari Mabuk, Waha, Tomia, Hoga
dan masih banyak titik lainnya yang selanjutnya dapat dilihat pada gambar 2.8 (lihat Bab 2)
yang memperlihatkan persebaran titik selam di pulau-pulau utama di Wakatobi.

Kendala yang dihadapi oleh sebagian penyedia jasa selam adalah minimnya transportasi
yang menghubungkan pasar wisatawan dengan daya tarik wisata.Selain itu kondisi cuaca
yang mudah berubah menyebabkan sering berubahnya jadwal kegiatan selam.

Tabel 2.23 Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Paket Wisata yang Ditawarkan
No Nama BPW Pulau Jenis Paket Wisata Harga Keterangan

Tandiono
1.500.000/org/hari/
1. Wakatobi Tomia Diving
3 X Dive
Dive Center

Diving (1X) 350.000 - 600.000/org

Diving (2X) 500.000- 1.000.000/org


1 Hari dan jadwal
Diving (3X) 1.200.000/org disesuaikan
2. Mawadah Wangi-wangi dengan wisatawan
Diving Discovery 500.000 - 750.000/org serta tergantung
dengan cuaca
Dolphin Watcing 500.000/org

Snorkling 175.000/org

CV Y2N Diving 5.500.000,-


3. (Wakatobi Dive Wangi-wangi Snorkeling dan
Trip) 3.200.000 - 3.500.000,-
Discover Diving

Laporan Akhir 68
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Photography 1.500.000,-

Diving 1.500.000/hari/org 2 hari 1 malam

4. Raka Dive Wangi-wangi Snorkeling 3 hari 2 malam

Tracking 4 hari 3 malam

4 hari 3 malam.
hari 1:
datang,check in,
makan siang 2 X
5. Alexa Scuba Diving Trip 5.500.000/paket/org dive;
hari 2:3 X dive;
hari 3: 2 X dive +
Land trip;
hari 4: pulang

1.700.000/org/day Kawasan Pulau


(min 2Pax) Hoga

1.600.000/org/day KarangGuritadanM
3 Dive daytrip
(min 2Pax) atahora

Patuno Dive 1.500.000/org/day Kapota,Waha,Som


6. Wangi-wangi
Center (min 2Pax) bu,Wandoka

Kapota,Waha,Som
1.000.000/org/day bu,Wandoka
2 Dive daytrip
(min 2Pax) Karang Gurita dan
Matahora
Sumber: Data Hasil Survey (2013)

2.7.2 Paket Wisata Non Selam


Selain daya tarik bawah laut (selam) yang menjadi daya tarik wisata utama Wakatobi,
terdapat pula aktivitas wisata lain yang potensial untuk ditawarkan kepada wisatawan.
Paket wisata non selam ini biasanya tidak dijual terpisah, melainkan disatukan dalam satu
rangkaian paket wisata yang terdiri dari produk wisata selam dan non selam.

Paket wisata non selam awalnya ditawarkan kepada wisatawan sebagai pengisi waktu
kosong dalam rentang waktu penyelaman.Namun kemudian kegiatan tersebut memiliki
daya tarik tersendiri yang cukup menarik minat wisatawan untuk datang, akhirnya
dijadikan satu rangkaian paket yang saling melengkapi.

BPW lokal rata-rata mengkombinasikan paket selam mereka dengan paket non selam yang
ada. Selain BPW, seperti dijelaskan sebelumnya di atas, kelompok masyarakat pun
mengembangkan paket yang siap untuk dikolaborasikan dengan paket selam sebagai
paket utama. Paket yang dijual oleh kelompok masyarakat rata-rata berdurasi 1 (satu)
hingga 2 (dua) hari. Paket ini berkembang sebagai paket pendukung, dan jika dikemas
dengan baik akan menjadi daya tarik utama yang dapat diminati oleh wisatawan selain
selam.

Laporan Akhir 69
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Produk wisata yang ditawarkan dalam paket non selam ini antara lain melihat benteng,
trekking, berkunjung ketempat pembuatan souvenir, melakukan aktivitas masyarakat lokal
seperti menangkap gurita, memancing dan lainnya, piknik di pinggir pantai, melihat
pertunjukan seni, mengunjungi pemukiman Suku Bajo, atau hanya bersantai saja di pinggir
pantai. Paket wisata non selam yang dibuat oleh operator lokal biasanya terakomodir
dalam satu paket besar yang digabungkan dengan paket wisata selam dan snorkeling.
Untuk tiap paket wisata non selam yang dimiliki oleh BPW rata-rata tidak ada harga khusus
tapi tergantung permintaan.

Akan tetapi untuk beberapa kegiatan yang dirasakan memiliki nilai jual kemudian dijadikan
paket wisata tersendiri adalah kegiatan pengamatan lumba-lumba dan fotografi.Begitupun
dengan paket yang dijual oleh kelompok masyarakat, mereka menyusun dan memiliki
agenda dan variasi harga yang disesuaikan dengan jenis paket yang ditawarkan. Paket yang
dijual oleh kelompok masyarakat ditawarkan dengan kisaran Rp.450,000 hingga
Rp.4,500,000 tergantung dari paket yang diambil dan juga durasi waktunya. Paket wisata
non selam sampai saat ini belum cukup kuat untuk bisa berdiri sendiri, karena dilihat dari
posisi Wakatobi dan kekuatan daya tarik serta pengemasan produknya, belum bisa
mendukung paket wisata non selam menjadi setara dengan paket selam.

Melihat kemajuan sektor pariwisata serta pariwisata merupakan sektor utama yang
dikembangkan di Wakatobi, membuat beberapa masyarakat membuat kelompok kerja
untuk mengembangkan objek yang ada di desa mereka dengan membuat produk wisata
non selam dengan memadukan kegiatan trekking dengan kekayaan potensi yang dimiliki
oleh masing-masing desa. Paket non selam yang ditawarkan oleh masyarakat antara lain
adalah paket tour sejarah, tour budaya serta trekking menuju puncak. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada lampiran 6.

2.8 Kondisi Pasar Wisatawan


Kunjungan wisatawan ke Wakatobi berfluktuatif setiap tahunnya. Dalam lima tahun
terakhir (2008 - 2012) secara umum terjadi peningkatan jumlah wisatawan, namun pada
tahun 2012 jumlah kunjungan wisatawan kembali menurun.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sejak tahun 2009 terjadi peningkatan


meskipun tingkat pertumbuhannya tidak terlalu besar, sedangkan kunjungan wisatawan
nusantara meningkat secara signifikan dari tahun 2008 hingga 2011, namun terjadi
penurunan pada tahun 2012. Gambaran jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan
wisatawan nusantara dapat dilihat pada tabel 2.24 dan diagram 2.7 berikut.

Laporan Akhir 70
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 2.24 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Wakatobi (2008 - 2012)


Tahun Jumlah Kunjungan Wisatawan
Nusantara Mancanegara Jumlah
2000 6 321 327
2001 31 923 954
2002 6 852 858
2003 33 662 695
2004 26 973 999
2005 123 827 950
2006 126 1,265 1,391
2007 1,532 977 2,509
2008 2,772 1,443 4,215
2009 3,474 1,446 4,920
2010 4,883 1,910 6,793
2011 5,424 2,274 7,698
2012 3,534 2,719 6,253
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kab. Wakatobi, 2013

Diagram 2.7 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wakatobi Tahun 2008 - 2012

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kab. Wakatobi, 2013

Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi menunjukkan bahwa


wisatawan ke Wakatobi sejak 2006-2012 didominasi oleh wisatawan nusantara, khususnya
setelah lonjakan kedatangan wisatawan nusantara di tahun 2006.Hasil serupa juga
didapatkan dari survey kuesioner tahun 2013 yang menunjukkan sebagian besar
responden adalah wisatawan nusantara (92%).

Laporan Akhir 71
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Diagram 2.8 Responden Wisatawan berdasarkan Asal

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Survey pasar oleh tim DMO dan Joint Program TNC-WWF (Juni - Desember 2013) terhadap
68 wisatawan nusantara yang berkunjung ke Wakatobi, memperlihatkan profil wisatawan
umumnya adalah lelaki (53%). Kisaran umur wisatawan rata-rata dewasa, yaitu kelompok
umur 36-45 tahun (43%) dan 26-35 tahun (34%).Responden ini ditemui di berbagai fasilitas
pariwisata, seperti hotel, restoran, dan bandara. Sebagian besar wisatawan nusantara
berasal dari berbagai kota di Sulawesi (30%) dan Jakarta (27%).

Diagram 2.9 Profil Responden yang Berkunjung ke Wakatobi

Sumber: Hasil olahan


kuesioner, Indecon 2013

Sebagian besar dari


responden adalah
pegawai (baik
swasta maupun
pemerintah).Selam,
snorkeling, dan

Laporan Akhir 72
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

menikmati keindahan (alam) tetap merupakan motivasi utama perjalanan; walaupun


banyak pengunjung yang datang untuk pekerjaan (26%) dan riset (12%). Untuk lebih
jelasnya tentang profil wisatawan dapat dilihat dalam diagram 2.9.

Sebagian besar wisatawan mendapat informasi dari internet (40%) dan teman atau
anggota keluarga (41%).Hal ini membuktikan pentingnya menjaga kepuasan wisatawan
yang berkunjung karena sejauh ini rekomendasi wisatawan adalah pemasaran
terbesar.Akan tetapi, sayangnya sebagian besar menilai informasi tentang daya tarik masih
kurang baik. Hal ini perlu dipelajari lebih lanjut untuk memperbaiki sistem informasi wisata
di Wakatobi, seperti informasi apa yang dibutuhkan oleh wisatawan.

Diagram 2.10 Sumber Informasi Wisatawan

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Sebagian besar wisatawan menginap di hotel bintang (60%) dan tampaknya masih relative
sedikit yang memanfaatkan rumah inap penduduk.Biaya akomodasi cenderung dianggap
normal (46%) hingga mahal (45%) oleh sebagian besar wisatawan.Tingkat kepuasan
relative berada di titik tengah (lihat diagram) dengan banyaknya wisatawan yang menilai
cukup, kurang, dan sangat kurang sehinga kualitas akomodasi sangat perlu ditingkatkan.
Profil pengeluaran wisatawan sangat sulit untuk didapatkan datanya; karena sebagian
responden tidak dapat memberikan jawaban karena berbagai alasan.

Diagram 2.11 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Akomodasi

Laporan Akhir 73
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Diagram 2.12 Pola Perjalanan Wisatawan

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Mungkin berkat baiknya kualitas informasi di internet, sebagian besar dari responden
mengatur sendiri (48%) perjalanannya ke Wakatobi. Pengunjung yang pengaturan
perjalannya dilakukan oleh kantor (31%) tampaknya adalah pengunjung dengan tujuan
pekerjaan atau penelitian. Tingkat pengulangan kunjungan masih sangat rendah (hanya
26%) dan lama tinggal (length of stay) terbesar adalah 2-3 hari.Durasi ini sangat singkat jika
memperhitungkan waktu perjalanan ke dan di dalam Wakatobi.Diperlukan strategi untuk
meningkatkan lama kunjungan wisatawan.

Laporan Akhir 74
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Transportasi, diperkirakan merupakan salah satu kendala pengembangan pariwisata di


Wakatobi.Biaya transportasi ke Wakatobi masih dianggap mahal oleh sebagian besar tamu
(64%).Terbatasnya frekuensi penerbangan juga sangat mempengaruhi tingkat kunjungan
dan kepuasan; terlebih jika produk atau paket wisata yang tersedia sangat minim sehingga
wisatawan cenderung menganggap biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dan
akomodasi tidak sepadan dengan pengalaman yang didapat.

Diagram 2.13 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Transportasi

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013


Secara umum, responden memberikan reaksi yang cukup terhadap berbagai kondisi di
Wakatobi yaitu sebesar 37%, walaupun penilaian terhadap daya tarik wisata sebagian
besar masih kurang.Hasil kuesioner memperlihatkan hanya 28% yang menyatakan kondisi
daya tarik wisata baik dan 6% sangat baik.Akan tetapi minat responden terhadap daya
tarik wisata di Wakatobi ternyata cukup beragam, terbagi antara daya tarik bawah laut,
pantai, dan budaya.Untuk jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.15 berikut. Penilaian
responden terhadap beberapa pelayanan lain juga dianggap masih sangat kurang, seperti
ketersediaan cinderamata (hanya8% yang menyatakan baik).

Diagram 2. 14 Penilaian Umum Responden

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Laporan Akhir 75
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Hasil kuesioner tersebut juga memperlihatkan bahwa sebagian besar responden


merasakan kualitas pelayanan relative cukup.Terlihat dari tanggapan terhadap pelayanan
di rumah makan dan pemandu cukup positif, begitu pula terhadap penerimaan
masyarakat.Akan tetapi masih memerlukan perbaikan kualitas pelayanan.

Diagram 2.15 Tingkat Kepuasan pada Kondisi Daya Tarik dan Pelayanan

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Laporan Akhir 76
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Di samping cuaca yang merupakan factor alam, ketersediaan informasi dan, transportasi,
serta ketersediaan listrik adalah kendala-kendala besar bagi Wakatobi. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.14. Peningkatan kualitas pelayanan yang disarankan
seperti:

Kelompok kecil untuk penyelaman;


Peningkatan kualitas sarana prasarana umum di pulau lain selain di Wangi-wangi;
Penambahan variasi paket wisata;
Peningkatan kualitas akomodasi dan variasi makanan.
Melakukan edukasi dan kampanye mengenai pengelolaan sampah secara keseluruhan;
baik untuk pemerintah, masyarakat, operator selam, dan pengunjung.
Meningkatkan kualitas, frekuensi, dan keandalan transportasi public menuju Wakatobi
dan antar pulau di Wakatobi; selain untuk kepentingan umum juga mendorong
pariwisata di pulau-pulau
Penyediaan jasa penyelaman yang berdasarkan standar prosedur dan operasional,
guide bersertifikat setara dive master.
Meningkatkan integrasi pariwisata dan konservasi; karena kekayaan alam Wakatobi
saat ini adalah icon utama bagi Wakatobi

2.9 Studi Persepsi Komunitas Selam terhadap Pariwisata Wakatobi


Responden terdiri dari 30 orang wisatawan dengan minat khusus menyelam, dengan batas
usia diatas 21 tahun, dan memiliki pengalaman menyelam minimal 2 tahun. Tingkat
pendidikan responden minimal S1, dengan mayoritas responden (70%) berprofesi sebagai
karyawan swasta/BUMN, dan sebagian lainnya merupakan wiraswasta.

Dari 30 orang responden penyelam, sebanyak 63% menjawab belum pernah mengunjungi
Wakatobi, sementara 37% sudah pernah mengunjungi Wakatobi.

Diagram 2.16. Pola Berwisata Responden Penyelam

Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Laporan Akhir 77
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Para responden penyelam sebagian besar (44%) mengaku bepergian keluar kota sebanyak
2-3 kali setiap tahunnya. Sementara 33% responden mengaku bepergian rata-rata
sebanyak 3-4 kali dalam setahun, dan 23% responden mengaku bepergian sebanyak lebih
dari 5 kali dalam setahun.Sebanyak 65% responden merasa bahwa tipe akomodasi yang
paling sesuai dengan perjalanan wisata mereka adalah hotel berbintang 1-3. Sementara
23% responden lebih memilih untuk menginap di homestay, 8% responden memilih untuk
menginap di hotel berbintang 4-5, dan 4% responden merasa lebih nyaman dengan
kegiatan camping.

Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai destinasi wisata bahari


Sebagian besar responden penyelam (87%) mengakui bahwa informasi mengenai
Wakatobi, khususnya informasi yang menyangkut akses antar pulau sangat sulit
didapatkan. Hanya 13% responden penyelam yang merasa tidak menemui kesulitan saat
hendak mencari informasi mengenai Wakatobi.

Waktu yang dirasa ideal oleh mayoritas responden penyelam (63%) untuk berwisata ke
Wakatobi yakni selama 6-8 hari perjalanan. Sementara 20% responden merasa 3-5 hari
merupakan waktu yang ideal, dan 17% responden merasa lebih nyaman dengan
perjalanan selama lebih dari 9 hari.

Diagram 2.17. Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai Destinasi

Sumber: hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Laporan Akhir 78
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Dari 19 responden penyelam yang mengaku belum pernah mengunjungi Wakatobi, sebanyak 42%
responden mengaku alasan mereka belum mengunjungi Wakatobi karena masih ada tujuan
wisata lainnya yang lebih menarik. Sementara 37% responden mengaku belum ada waktu, dan
21% responden mengaku akses yang sulit menyebabkan mereka enggan berwisata ke
Wakatobi.Kegiatan wisata selain menyelam yang ingin dilakukan oleh sebagian besar
responden yakni mengunjungi obyek wisata alam (47%). Sementara 36% responden lebih
memilih untuk menyaksikan kehidupan suku Bajo, dan 10% responden memilih untuk
mengunjungi bangunan bersejarah, dan 7% responden memilih untuk mengunjungi obyek
wisata lainnya.

Sebanyak 63% responden penyelam menjawab bahwa anggaran yang dirasa ideal untuk
berwisata di Wakatobi yakni tidak lebih dari 5 juta rupiah. Sementara 30% responden
bersedia untuk mengeluarkan 6-10 juta rupiah, dan 7% responden bersedia untuk
mengeluarkan 10-15 juta rupiah untuk mendapatkan pengalaman berwisata ke Wakatobi.

Diagram 2.18. Sebab Responden Belum Mengunjungi Wakatobi

Sumber: hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Diagram 2.19. Pengalaman Wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi

Sumber: hasil olahan kuesioner, Indecon 2013

Laporan Akhir 79
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Dari 11 orang responden yang pernah berkunjung ke Wakatobi, sebanyak 73% mengaku
mengalami kesulitan dalam hal akses, 9% mengalami kesulitan menyangkut akomodasi,
sementara 9% responden menyatakan tidak mengalami kesulitan saat berkunjung ke
Wakatobi.

Cara yang ditempuh responden pada saat merencanakan perjalanan ke Wakatobi, yakni
sebanyak 27% membeli paket perjalanan dari tour operator di daerah asalnya, 18%
membeli paket perjalanan setibanya di Wakatobi, dan 46% responden tidak membeli
paket wisata, melainkan merancang sendiri perjalanannya, dan 9% responden
menggunakan cara lainnya.

2.10 Kawasan Pariwisata Berdasarkan Kebijakan Pengembangan Wilayah


Berdasarkan beberapa kebijakan pengembangan pariwisata Kabupaten Wakatobi,
khususnya RPJMD, RTRW, dan Ripparda Kabupaten Wakatobi, serta Rencana
Pengembangan Pariwisata Alam TN Wakatobi, terdapat beberapa kawasan yang dipilih
atau diprioritaskan untuk dikembangkan untuk pariwisata. Masing-masing kawasan
pariwisata diprioritaskan pengembangannya dengan pertimbangan tertentu, sesuai
dengan kebijakan dan strategi yang dirumuskan dalam masing-masing dokumen tersebut.

2.10.1 Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi


Berdasarkan RTRW Kabupaten Wakatobi, terdapat 2(dua) Kawasan Strategis Kabupaten
(KSK) dengan focus pengembangan pariwisata, yaitu :

a. Kawasan Ekowisata Terpadu Tomia


Kawasan ini akan dikembangkan untuk kegiatan wisata laut dan minat khusus (ekowisata),
sekaligus untuk menjaga kelestarian lingkungan ekosistem laut, serta meningkatkan
aksesibilitas dan sarana penunjang pariwisata.

b. Kawasan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Kaledupa


Kawasan ini akan dikembangkan untuk mendorong peningkatan dan pelestarian nilai-nilai
social budaya, meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai-nilai social budaya yang
mencerminkan jati diri masyarakat, serta penerapan nilai budaya dalam kehidupan
masyarakat dan pengembangan pariwisata.

2.10.2 Berdasarkan Rencana Pengembangan Pariwisata Alam TNWakatobi 2012


Taman Nasional Wakatobi merupakan kawasan konservasi yang salah satu tujuan
pengelolaannya adalah pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, salah satunya adalah dengan kegiatan pariwisata alam.

Taman Nasional Wakatobi (TNW) dikelola dengan sistem zonasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) No. SK. 149/IV-
KK/2007 tanggal 23 Juli 2007, terdiri dari: zona inti (1.300 ha), zona pemanfaatan bahari

Laporan Akhir 80
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

(36.450 ha), zona pariwisata (6.180 ha), zona pemanfaatan lokal (804.000 ha), zona
pemanfaatan umum (495.700 ha) dan zona khusus darat (46.370 ha). Sebagai kawasan
konservasi, TNW memiliki obyek dan daya tarik wisata alam berupa kekayaan flora, fauna,
bentangan alam yang indah dan ekosistem bawah laut yang menarik, serta sejarah dan
peninggalan kebudayaan yang potensial untuk dikembangkan menjadi lokasi pariwisata
alam.
Tabel 2.25 X Zona Pariwisata dalam Taman Nasional Wakatobi
SPTN Lokasi Potensi Wilayah
SPTN Wilayah Terdapat di bagian ujung timur Karang Lokasi penyelaman
I Wangi-wangi Kaledupa
Sebagian wilayah pesisir sebelah timur Lokasi penyelaman
Pulau Wangi-Wangi (di Pantai Suosu)
Sebagian wilayah pesisir sebelah timur Ruang usaha
Pulau Wangi-Wangi (disekitar Pantai Lokasi dermaga
Suosu) tepatnya dari bibir pantai
sampai dengan tubir dan lebar 100 m
SPTN Wilayah Karang Otiolo Lokasi penyelaman
2 Kaledupa Karang Desa Sombano (ujung barat Lokasi penyelaman
utara Pulau Kaledupa)
Sebagian wilayah sebelah selatan pesisir wisata mangrove
Desa Sombano
Sebagian kecil wilayah sebelah selatan wisata mangrove
pesisir Desa Sombano
Sebagian besar Pesisir Sebelah barat Lokasi penyelaman
Pulau Hoga
Sebagian kecil pesisir sebelah barat Ruang Usaha
Pulau Hoga (dikelola oleh Yayasan Pembangunan dermaga
Mitra Alam Wakatobi)
SPTN Wilayah Bagian timur Karang koromaho Lokasi penyelaman
III Tomia Pesisir Ujung selatan Pulau Binongko Lokasi penyelaman
Pesisir Ujung selatan Pulau Binongko Lokasi penyelaman
Pesisirujung Barat pulau Binongko Lokasi penyelaman
Ujung Karang Tomia bagian selatan Lokasi penyelaman
Ujung Karang Tomia bagian Utara Lokasi penyelaman
Pesisir Pulau Tolandono sebelah barat Lokasi penyelaman
(WDR)
Sebagian kecil Pesisir Pulau Tolandono Ruang Usaha
sebelah barat Lokasi WDR dan
dermaga
Karang Mari mabuk Lokasi penyelaman

Pemanfaatan zona pariwisata dibagi menjadi peruntukan ruang public dan ruang
usaha.Ruang public didesain pada kawasan yang terletak di kawasan luar; sementara
ruang usaha didesain pada kawasan pesisir.Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa
potensi dan kondisi wilayah dalam beberapa titik di zona pariwisata yang berada di pesisir
telah dilakukan usaha pariwisata alam dan dimungkinkan untuk pembangunan sarana
pariwisata secara terbatas seperti pembangunan dermaga, mouring buoy dan

Laporan Akhir 81
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

sejenisnya.Luasan pembangunan dermaga atau sejenisnya tidak lebih dari ukuran panjang
menyesuaikan dengan panjang tubir pantai dan lebar 100 m.

Selain itu, TN Wakatobi juga menetapkan zona khusus daratan difokuskan pada 5 (lima)
lokasi Model Desa Konservasi (MDK) yang saat ini menjadi binaan Balai Taman Nasional
Wakatobi. Sementara untuk wilayah daratan lainnya mengacu pada Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Wakatobi. Terdapat 5 (lima)
kawasan MDK yang dikembangkan, yaitu:

Pulau Lokasi Luas (ha)


Pulau Kapota Desa Kapota Rencana pengembangan wisata bahari, budaya,
situs sejarah, pengamatan burung,
penjelajahan goa, dan treking
Pulau Kaledupa Desa Samabahari Rencana pengembangan wisata bahari, dan
wisata budaya
Pulau Derawa Desa Derawa Rencana pengembangan wisata bahari, situs
sejarah, pengamatan burung, penjelajahan goa,
dan tracking dan bersampan di kawasan
mangrove, melihat aktivitas budidaya rumput
laut.
Pulau Tomia Desa Teemoane Rencana pengembangan wisata bahari, wisata
situs sejarah, penjelajahan goa.
Pulau Binongko Desa Wali Rencana pengembangan wisata bahari, wisata
situs sejarah, penjelajahan goa, tracking di
kawasan hutan

Pengembangan MDK dimaksudkan sebagai salah satu alternative daerah tujuan wisata di
TNW, sehingga diperlukan penguatan pembangunan di dalamnya.Kegiatan yang dilakukan
berupa pelatihan manajemen kelembagaan dan pelatihan keterampilan teknis.

Laporan Akhir 82
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Gambar 2. 45 Peta Pariwisata oleh berbagai dokumen di Wakatobi

Sumber: Indecon
2.10.3 Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Wakatobi
Dalam Ripparda Kabupaten Wakatobi telah ditetapkan 6 (enam) kawasan pariwisata
prioritas yang terbagi menjadi 2 tahapan prioritas pengembanganya itu sebagai berikut:

Nama Lokasi Luas (ha)


Prioritas Pertama
Kawasan Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Wangi-Wangi dan 3.500
Matahora Wangi-Wangi Selatan yang wilayahnya meliputi desa-desa:
Desa Sombu, Waha, Wailumu, Matahora, Patuno, Topa,
Sousu, Topa nuanda, Longa, Topa tula
Kawasan Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Kaledupa yang 1.000
Hoga wilayahnya meliputi seluruh Pulau Hoga dan sebagian
bagian Pulau Kaledupa dari Sombano sampai Sama Bahari
Kawasan Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Tomia Timur, yang 1.100
Untete wilayahnya meliputi Desa Kulati, kawasan Pantai
Huuntete, Hongaha, Tee Timu
Kawasan Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Tomia yang wilayahnya 360
Tolandono meliputi seluruh Pulau Tolandono (Onemabaa)
Prioritas Kedua
Kawasan Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Kaledupa Selatan, 1.000
Peropa yang wilayahnya antara lain meliputi Tempara, Peropa,
Taou
Kawasan Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Binongko dan Togo 2.250
Palahidu Binongko, yang wilayahnya meliputi Desa Showa,
Taipabu, Bante, Oncone, Rukuwa, Palahidu

Laporan Akhir 83
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Berdasarkan kajian terhadap perwilayahan ini, terdapat inkonsistensi antara penetapan


kawasan pariwisata yang dilakukan oleh taman nasional melalui RIPPA dan pemerintah
daerah melalui RIPPARDA. Sebagian besar kawasan pariwisata yang ditetapkan dalam
Ripparda Kabupaten Wakatobi terdapat di luar zona pariwisata Taman Nasional Wakatobi.
Tambahan lagi, taman nasional juga mengembangkan model desa konservasi dengan basis
kegiatan konservasi justru pada kawasan-kawasan yang terletak jauh di luar zona
pariwisata.

Gambar 2. 45 Peta Pariwisata oleh berbagai dokumen di Wakatobi

2.11Persepsi Para Pihak Kepariwisataan Wakatobi


Dukungan para pihak dalam keberhasilan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi adalah hal
yang sangat penting.Para pihakdi sini termasuk masyarakat dan pihak pemerintah (Pemda
Wakatobi dan Balai TN Wakatobi). Untuk itu akan diuraikan persepsi mereka terhadap
kepariwisataan Wakatobi, yang didasarkan pada laporan studi Identifikasi Awal Potensi
Pariwisata Wakatobi (Indecon, Mei 2010) dengan pembaruan hasil survey lapangan
fasilitator lokal di Wakatobi, bulan Februari 2013.

Persepsi Para Pihak di Pulau Wangi-wangi


Hasil FGD dengan para pihak di Kapota dan Numana memperlihatkan dukungan yang
antusias terhadap kemungkinan pengembangan pariwisata di Wangi-wangi, khususnya

Laporan Akhir 84
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

yang dapat mengembangkan perekonomian lokal.Mereka telah melakukan identifikasi


potensi sumber daya wisata yang dapat dikembangkan untuk mendukung kegiatan wisata.
Di lain pihak mereka juga menyadari adanya kendala dalam pengembangan pariwisata
yaitu terkait dengan kapasitas sumber daya manusia, dan kekhawatiran tentang dampak
kegiatan pariwisata terhadap kondisi sosial budaya masyarakat.

Oleh karenanya, dalam pengembangan kepariwisataan di wilayah ini sangat perlu untuk
melibatkan semua desa yang ada dan juga pihak lembaga adat setempat, selain
pemerintah kecamatan, desa, lembaga agama, dan kelompok nelayan; dan juga
berkoordinasi dan bersinergi dengan program DMO (Destination Management
Organisation).

Persepsi Para Pihak di Pulau Kaledupa


Persepsi para pihak di Pulau Kaledupa disimpulkan dari hasil FDG di Pulau Derawa dan di
Ambeua, yang dihadiri oleh perwakilan kecamatan, pemerintah desa, kelompok nelayan
Forkani, pelaku wisata Pulau Hoga, BPD, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Para pihak secara umum mendukung kegiatan pariwisata di Kaledupa, sebagai alternatif
pendapatan diluar perikanan dan pertanian.Namun demikian disadari bahwa pemahaman
masyarakat tentang pariwisata masih sangat kurang.Oleh karenanya diperlukan kegiatan
sosialisasi ke masyarakat terkait tujuan dan manfaat dari kegiatan pariwisata bagi
masyarakat dan lingkungan.Diperlukan kontinuitas dari kegiatan-kegiatan pengembangan
pariwisata yang dilakukan berbagai pihak, serta keterbukaan dan kejelasan dari pihak
pelaksana program.

Persepsi Para Pihak di Pulau Tomia


Persepsi para pihak di Tomia disimpulkan dari pertemuan di Usuku dan Waha yang dihadiri
oleh kepala desa, lurah, kelompok nelayan Komunto, kelompok binaan taman nasional
SPKP, pelaku wisata dan Taman Nasional Wakatobi.Pada dasarnya mereka memiliki
keinginan untuk mengembangkan pariwisata, namun pengalaman dengan kasus Wakatobi
Resor menyebabkan kekhawatiran masyarakat tidak dilibatkan delam kegiatan wisata,
bahkan dapat menutup akses mereka ke kawasan tertentu di wilayah pesisir atau laut.
Para pihak di Tomia menginginkan pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan
berbasis masyarakat lokal sehingga memberikan manfaat yang jelas bagi masyarakat.

Mereka menyadari masih kurangnya pemahaman tentang pariwisata di masyarakat, dan


kesulitan mengembangkan potensi yang dimiliki, termasuk kendala di pendanaan
awal.Oleh karena itu, sosialisasi ke masyarakat, peningkatan kapasitas, dan
pengembangan proyek percontohan desa wisata diharapkan dapat dilakukan oleh
pemerintah untuk mendorong pengembangan pariwisata di Tomia.Program kegiatan yang
dilakukan adalah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat serta dapat
berjalan secara menerus.

Laporan Akhir 85
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Persepsi Para Pihak di Pulau Binongko


Dari hasil pertemuan dengan perwakilan Kecamatan, Desa, BPD, Kelurahan, kelompok
nelayan Foneb, guru, tokoh agama dan adat, serta Taman Nasional Wakatobi di Wali dan
Oihu, terlihat bahwa mereka sangat ingin mengembangkan kepariwisataannya sebagai
alternatif sektor perikanan laut, untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat
Binongko.

Mereka menyadari besarnya potensi sumber daya wisata yang dimiliki.Namun karena
pemahaman dan kemampuan mereka yang terbatas, mereka kesulitan dalam
mengembangkan potensi tersebut.Untuk itu mereka mengharapkan pemda dapat
melakukan sosialisai tentang pariwisata, dan dukungan pembangunan infrastuktur
khususnya jalan.Lebih lanjut, para pihak menginginkan pariwisata yang berkembang di
Binongko harus mengikuti dan menghormati aturan serta tradisi setempat.

Persepsi Pemda Kabupaten Wakatobi


Pemda Wakatobi, dalam hal ini melalui diskusi dengan Kadisbudpar Kabupaten Wakatobi
menyampaikan bahwa sektor pariwisata meruapakan salah satu sektor andalan Kabupaten
Wakatobi, yang kemudian tertuang dalam visi kabupaten yaitu Terwujudnya Wakatobi
Sebagai Daerah Tujuan Wisata Ekologi (Ecotourism) Dunia 2010. Kegiatan promosi banyak
dilakukan di tahun-tahun awal pengembangan, dan baru kemudian diimbangi dengan
program pembenahan destinasi mulai tahun 2010. Hal ini terkait dengan anggaran bidang
destinasi yang sangat kecil (sekitar Rp. 200- 300 juta/tahun); sementara anggaran bidang
promosi sangat besar jumlahnya (Rp. 1-2M/tahun).

Dukungan pemda terhadap pengembangan pariwisata Wakatobi ditujukan untuk


memberikan manfaat bagi masyarakat Wakatobi.Pemda telah menentukan kebijakan yang
membuka peluang sebesar-besarnya bagi para pengusaha Indonesia maupun lokal untuk
berinvestasi di sektor pariwisata dengan tidak mengijinkan penanaman modal asing untuk
menanamkan modalnya di Wakatobi.Selain itu peningkatan kapasitas staf Pemda
khususnya dalam pengembangan dan perencanaan pariwisata juga sangat diperlukan.

Persepsi Balai Taman Nasional Wakatobi


Hasil diskusi dengan petugas lapangan dan kepala resor menunjukkan bahwa pariwisata
menjadi salah satu kegiatan yang diperbolehkan di taman nasional, dan telah dibuat zonasi
peruntukannya. Namun demikian belum ada program khusus dari taman nasional untuk
mendukung pengembangan pariwisata, selain mengadakan pelatihan mengenai ekowisata
dan studi banding ke Bali bagi perwakilan kelompok-kelompok masyarakat di Wakatobi.

Pihak TN juga telah mengadakan program pengembangan desa konservasi dengan


membentuk kelembagaan di tingkat desa yaitu Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan
(SPKP).Pembentukan ini dimaksudkan untuk melestarikan hutan dan mewujudkan

Laporan Akhir 86
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui kegiatan pariwisata.Program


pengembangan ekowisata diharapkan dapatdisinergikan dengan Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata yang dimiliki TN.

Persepsi Industri Pariwisata Wakatobi


Hasil wawancara dengan beberapa biro perjalanan pariwisata di Wakatobi
memperlihatkan permasalahan yang dirasakan adalah sulitnya akses transportasi dari
daerah luar ke Wakatobi sehingga berpengaruh terhadap jumlah kunjungan
wisatawan.Sarana prasarana transportasi yang kurang memadai, tidak bersambungnya
jadwal perjalanan kapal dari Wangi-wangi menuju Tomia dengan jadwal penerbangan,
serta masih sedikitnya frekuensi penerbangan dan mahalnya harga tiket.Selain itu
prasarana listrik juga masih dirasakan terbatas, informasi wisata yang masih kurang.Pihak
industri juga merasakan masih kurangnya pelayanan terhadap wisatawan, dan belum
optimalnya pemasaran yang dilakukan. Pihak industri pariwisata sangat berharap akan
berkembangnya pariwisata daerah Wakatobi. Terkait dengan kegiatan yang mereka
lakukan.Pihak industri sangat berharap adanya pelatihan atau pendampingan tentang
pembuatan paket wisata yang bisa ditawarkan ke wisatawan.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai para pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Pemerintah Daerah pada dasarnya mendukung pengembangan pariwisata di Wakatobi,
dengan menjadikan sektor ini sebagai salah satu sektor andalan pembangunan
wilayah.Pihak TN juga mulai mendukung kegiatan wisata dengan beberapa program awal,
termasuk di tahun 2012 dengan menyusun master plan pariwisata Wakatobi.

Masyarakat pun secara umum mendukung dan ingin terlibat dan mendapatkan manfaat
dari pembangunan kepariwisataan Wakatobi.Namun mereka menyadari kekurangan
dalam hal pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan pariwisata, selain juga
kondisi sarana dan prasarana pendukung yang masih kurang.Masyarakat mengharapkan
peningkatan kapasitas dan kegiatan pendampingan di masyarakat yang langsung dan
berkelanjutan, sehingga pariwisata dapat memberikan manfaat dan keuntungan yang
nyata bagi masyarakat, tanpa membawa pengaruh negatif terhadap tradisi dan budaya
setempat.

Pihak industri juga sangat mengharapkan kepariwisataan daerah Wakatobi dapat lebih
dikembangkan.Kondisi sarana prasarana yang terbatas menjadi permasalahan yang
mereka rasakan pula saat ini.Seperti juga yang diharapkan masyarakat dalam hal
pendampingan, pihak industri juga mengharapkan pendampingan dalam penyusunan
paket-paket wisata.

Laporan Akhir 87
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 3
ANALISIS KEPARIWISATAAN WAKATOBI

3.1 Isu-isu Stategis Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi


Pembangunan kepariwisataan di Wakatobi tidak terlepas dari adanya isu-isu strategis yang
dihadapi, yaitu sebagai berikut:
Ekosistem pulau-pulau kecil kaya akan jenis jenis endemic namun sangat rentan.
Kerusakan ekosistem akan berakibat pada hilangnya spesies tertentu, sementara
kehilangan spesies akan mengurangi kualitas ekosistem dan berdampak pada
penurunan jumlah pengunjung. Sebagai wilayah dengan ekosistem pulau-pulau kecil,
ekosistem Kabupaten Wakatobi sangat rentan terhadap gangguan dan perubahan
yang terjadi, yang jika tidak diantisipasi sejak awal akan berdampak pada penurunan
kualitas lingkungan.
Keterbatasan sumber daya energi dan air; hal ini terkait dengan karakteristik
Kabupaten Wakatobi sebagai wilayah kepulauan.
Ruang yang terbatas membatasi ketersediaan lahan untuk pengembangan karena
sebuah pulau harus mampu menyediakan atau memenuhi kebutuhannya sendiri.
Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas; di segala tingkatan (dari tingkat
pengambil keputusan, manajerial hingga garda depan), dan di berbagai aspek yang
terkait.
Minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata dan keterbatasan
kapasitas masyarakat dapat menghambat peluang masyarakat dalam mengambil
manfaat dari pariwisata
Akses yang terbuka sehingga lebih sulit untuk mengelola dan melakukan pengawasan
terhadap kegiatan yang bersifat merusak sumber daya, karena kesulitan untuk
kontrol dan pengelolaan wilayah.
Saling ketergantungan antara pengembangan pariwisata dengan konservasi sumber
daya alam. Daya tarik kepariwisataan Wakatobi sangat bertumpu pada keindahan
alam bawah laut maupun daratannya. Kerusakan pada sumber daya alam tentunya
akan sangat berdampak pada kepariwisataan wilayah ini, sehingga konservasi
menjadi hal yang sangat perlu dilakukan.
Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar pihak yang terlibat dalam
pengembangan kepariwisataan Wakatobi. Masing-masing terlihat masih berjalan
sendiri-sendiri.
Keterbatasan sarana transportasi, informasi, dan fasilitas pendukung pariwisata yang
berkualitas.
Belum adanya perencanaan detail dan pengelolaan pariwisata di zona pemanfatan
yang telah ditetapkan oleh Taman Nasional Wakatobi (TNW).

Laporan Akhir 88
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3.2 Analisis Pasar Pariwisata Wakatobi


3.2.1 Analisis Makro Pasokan dan Permintaan
Wakatobi adalah salah satu destinasi wisata bahari di Indonesia, yang memiliki visi untuk
menjadi destinasi pariwisata dunia.Sebagai destinasi pariwisata dunia maka sasaran pasar
Wakatobi tidak hanya wisatawan lokal atau domestik, tetapi juga wisatawan
mancanegara.Saat ini daya jual utama Wakatobi adalah keindahan daya tarik bawah laut,
sehingga sasaran pasar utama bagi Wakatobi adalah wisatawan (mancanegara dan
nusantara) minat khusus selam atau snorkeling. Terkait dengan visinya sebagai destinasi
berskala dunia, Wakatobi tidak hanya harus bersaing dengan destinasi wisata bahari di
Indonesia tetapi juga di dunia.Dalam lingkup nasional, analisis berdasarkan literatur
sekunder menunjukkan beberapa destinasi di Indonesia yang dikenal sebagai destinasi
wisata bahari di Kawasan Timur Indonesia yang paling sering dirujuk adalah: (1) Komodo,
Nusa Tenggara Timur (kota kedatangan: Labuan Bajo), (2) Bunaken, Sulawesi Utara (kota
kedatangan: Manado), (3) Derawan, Kalimantan Timur (kota kedatangan: Tanjung
Redeb/Berau), (4) Banda, Maluku (kota kedatangan: Banda), serta (5) Raja Ampat, Papua
(kota kedatangan: Sorong). Ditinjau dari daya tarik wisatanya, destinasi tersebut adalah
pesaing utama Wakatobi.

Berikut akan dikaji kondisi setiap destinasi pesaing khususnya terkait (a) aksesibilitas, (b)
ketersediaan fasilitas hotel, (c) ketersediaan rumah sakit -sebagai fasilitas penunjang yang
cukup penting bagi destinasi wisata bahari, (d) paket wisata, dan (e) permintaan.
i. Aksesibilitas; Seluruh destinasi pesaing mempunyai tingkat kesulitan yang relatif
sama; yaitu: (i) tidak mempunyai penerbangan langsung (dari Jakarta atau Bali
sebagai sumber pasar utama wisman maupun wisnus); (ii) harga yang relatif mahal
karena jarak dan ketersediaan penerbangan yang terbatas; (ii) seringkali masih
harus dilanjutkan dengan moda transportasi lain (kapal), misalnya Banda,
Derawan, dan Raja Ampat.

Pada harga tertinggi, hanya tiket penerbangan ke Bunaken (Manado) yang lebih
murah daripada ke Wakatobi. Penerbangan hanya mengantarkan wisatawan
hingga kota penghubung terdekat; sementara untuk mengakses lokasi
penyelaman wisatawan masih harus mengeluarkan biaya untuk sewa kapal.
Perbandingan harga tiket pesawat untuk menuju ke destinasi pesaing Wakatobi
dapat dilihat pada tabel 3.1.

Laporan Akhir 89
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.1 Harga Tiket Pesawat (Agustus 2013 Agustus 2014)


Destinasi Kota Kedatangan Harga Tertinggi (Rp) Harga Terendah (Rp)

Komodo Labuan Bajo 5.577.400 Agustus 2.941.600 Desember

Bunaken Manado 3.335.400 April 1.799.400 November

Derawan Berau 3.977.100 Juni 2.756.100 Mei

Banda Ambon 2.750.800 Agustus 1.786.300 Januari

Ambon Banda: ferry cepat

Raja Ampat Sorong 4.416.100 Juli 3.296.800 Juni

Sorong-Raja Ampat: ferry cepat (130.000/orang/trip, 4jam


perjalanan) atau menyewa kapal
( 5.000.000-7.000.000)

Wakatobi Wangi-Wangi 6.324.000 Agustus 3.041.700 April


Sumber: diolah dari www.skyscanner.com (diakses pada 24 Juni 2013)

ii. Ketersediaan fasilitas hotel di Wakatobi jauh tertinggal dibanding para pesaing
utamanya. Beberapa pesaing utama mempunyai lokasi yang strategis karena kota
kedatangan destinasi tersebut termasuk kategori kota besar dan memiliki fasilitas
yang lebih baik; misalnya Bunaken yang dapat mengandalkan fasilitas di Kota
Manado, sebagai ibukota provinsi. Dari seluruh pesaing utama, Komodo (Labuan
Bajo) dan Bunaken (Manado) memiliki ketersediaan fasilitas yang relatif paling
baik. Berdasarkan ketersediaan fasilitas hotel di destinasi pesaing terdapat
beberapa kecenderungan utama, yaitu:
Di destinasi yang sangat tergantung pada wisata bawah laut (misal: Derawan,
Raja Ampat, dan Banda), pasokan hotel didominasi oleh resort individual kelas
atas (dengan kisaran harga kamar di atas Rp. 1.000.000,-), dan penginapan (di
bawah Rp. 250.000,-). Pasokan hotel kelas menengah (harga antara Rp.
300.000 Rp.1.000.000 per malam) hanya terdapat di kota penghubung
terdekat (Waisai, Sorong dan Ambon, yang berjarak 3-4 jam perjalanan
dengan kapal). Wisatawan lazimnya akan menginap 1-2 malam di kota ini
sebelum berwisata ke destinasi tujuan.
Di destinasi yang mempunyai varian kegiatan wisata lain (seperti Komodo dan
Bunaken) pasokan hotel lebih bervariasi, khususnya yang paling banyak ada di
kisaran harga Rp. 500.000 Rp.750.000 per malam. Kota Manado mempunyai
banyak pasokan hotel dengan kisaran harga Rp. 500.000 -Rp 1.000.000, karena
juga merupakan ibu kota provinsi.

Untuk lebih jelasnya ketersediaan fasilitas hotel di destinasi pesaing Wakatobi


dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

Laporan Akhir 90
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.2 Ilustrasi Perbandingan Pasokan Hotel di Destinasi Wisata Bahari


Jumlah Kamar / harga (000)
Kota
No Destinasi 250- 500- 750 - Jaringan Hotel
Kedatangan < 250 > 1.000
500 750 1.000

Jayakarta,
1. Komodo Labuan Bajo 0 45 276 26 0 Ecolodge,
Luwansa

2. Bunaken Manado 29 0 132 206 294 Aston, Novotel

Resort individu
3. Derawan Berau 104 76 0 0 17
kelas atas

Ambon 0 211 32 51 207 Aston, Swiss Bell


4. Banda Resort individu
Banda 50 20
kelas atas

Sorong 130 52 106


5. Raja Ampat Resort Individu
Raja Ampat 0 21 39
kelas atas
Sumber: diriset melalui berbagai sumber di internet (diakses Juni 2013), harga adalah
published rate dan dalam rupiah

iii. Fasilitas penunjang lain yang sangat penting untuk wisata bahari adalah rumah
sakit (layanan kesehatan) khususnya fasilitas dekompresi untuk mengantisipasi
kecelakaan akibat dekompressi yang sering dialami penyelam. Lokasi rumah sakit
terdekat di destinasi-destinasi tersebut yang memiliki fasilitas ini adalah :
RSP Balikpapan (10 jam perjalanan darat dari Derawan, Berau)
RSU Manado
RSAL Halong Ambon (4 jam perjalanan kapal dari Banda)
RS Petromer Sorong (4 jam perjalanan kapal dari Raja Ampat)
RSU Makasar (4 jam penerbangan dari Wakatobi, via Kendari)
Fasilitas kesehatan di kota terdekat seluruh destinasi pesaing adalah Rumah Sakit
Umum Daerah dengan fasilitas yang terbatas; di Labuan Bajo bahkan RSUD masih
dalam proses pembangunan (sumber:www.rsaldrmintohardjo.com).

iv. Ketersediaan paket wisata; Destinasi wisata bahari pesaing mempunyai


keberagaman paket wisata yang ditawarkan, walaupun kegiatan wisata bawah
laut tetap menjadi jualan utama. Paket wisata tambahan yang ditawarkan
umumnya adalah wisata alam dan budaya yang dilakukan di daratan di sekitar
lokasi penyelaman, sebelum atau sesudah kegiatan selam atau snorkeling. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3

v. Aspek Permintaan. Kedatangan wisatawan di destinasi-destinasi ini menunjukkan


pertumbuhan yang cukup baik.Dintinjau dari jumlah kedatangan wisatawan, Raja

Laporan Akhir 91
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Ampat menunjukkan pertumbuhan yang sangat dramatis dengan peningkatan


sebesar 93% (tahun 2011-2012). Destinasi lain juga menunjukkan pertumbuhan,
akan tetapi relatif bervariasi. Pada tahun 2012, destinasi Labuan Bajo juga
memperlihatkan pertumbuhan sekitar 3,64% per tahun jika dibandingkan dengan
tahun 2008.

Tabel 3.3 Karakteristik Paket Wisata Destinasi Pesaing


Harga Paket (rata-rata/hari/pax)
No Destinasi Selam + Karakter
Selam
Lainnya

Paket wisata menyelam murni ditawarkan,


walaupun lebih banyak yang
Rp 750.000 - Rp 1.000.000 -
1. Komodo menggabungkannya dengan pengamatan
800.000 1.400.000
Komodo. Sebagian kecil juga menawarkan
paket wisata overland mengunjungi desa

Jadwal sebagian besar paket wisata didominasi


kegiatan menyelam dan dikombinasikan
dengan paket wisata kota (urban sightseeing)
Rp 930.000 - Rp 350.000 -
2. Bunaken di Manado. Sebagian kecil mencoba
1.500.000 500.000
dikombinasikan dengan paket satu hari
mengunjungi hutan dan desa di sekitar
Manado

Selain paket wisata menyelam, juga banyak


Rp 300.000 - ditawarkan paket wisata non menyelam secara
3. Derawan Rp 800.000
600.000 terpisah dengan kegiatan rekreasi air (banana
boat, menyusuri pantai, dsb)

Didominasi paket wisata menyelam dan


snorkeling. Kegiatan wisata bahari lainnya tour
4. Banda Rp 1.800.000 - 2.000.000
katamaran, memancing, melihat ikan paus dan
lumba-lumba

Dengan dominasi paket wisata menyelam,


destinasi juga banyak menawarkan gabungan
Rp 750.000 - Rp 500.000 -
5. Raja Ampat menyelam dengan kegiatan wisata alam (mis:
1.900.000 1.200.000
pengamatan burung) dan wisata desa (mis:
proses kerajinan)

Sumber: Indecon, 2013


Destinasi Raja Ampat dan Komodo memiliki komposisi wisatawan mancanegara
(wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) yang relatif seimbang dalam 10 tahun
terakhir, sementara Derawan menunjukkan kecenderungan yang relatif sama
dengan Wakatobi, dimana jumlah kunjungan wisnus jauh lebih tinggi dibandingkan
wisman. Di destinasi Derawan, tingkat pertumbuhan sangat tinggi akibat
meningkatnya jumlah kedatangan wisatawan nusantara yang sangat
meningkat.Derawan mengalami pergeseran komposisi jumlah kunjungan

Laporan Akhir 92
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

wisatawan; dimana jumlah wisman justru semakin menurun dengan meningkatnya


jumlah kedatangan wisnus.

Secara umum, tingkat permintaan untuk destinasi wisata bahari pesaing masih
cukup baik; hal ini juga ditunjang dengan citra Indonesia sebagai salah satu jantung
wisata selam di dunia.Namun dari data-data tersebut terlihat bahwa beberapa
destinasi yang cukup berkilau 10 tahun lalu, mulai menunjukkan gejala penurunan
jumlah kunjungan wisatawan.

Tabel 3.4 Kedatangan Wisatawan di Beberapa Destinasi Pesaing


Per
Kota
Tumbu Sumber /
No Destinasi Kedatanga Wisman Wisnus Total
h Trend
n
an

2006 2008 2006 2008 2006 2008 Manggarai


Barat dalam
Angka
Penurunan
Labuan kunjungan
1. Komodo 14.00 2,26%
Bajo 5.207 6.848 8.795 7.788 14.636 wisman;
2 kenaikan
kunjungan
wisnus (tidak
signifikan)

2005 2009 2005 2009 2005 2009 penurunan


kunjungan
turis asing;
194,23 kenaikan
2. Derawan Berau 25.06 227.80 26.04 228.42
983 616 % wisnus secara
5 7 8 3 dramatis
pasca even
PON

2010 2011 http://rajaam


Raja
3. Sorong 93,00% patkab.bps.go
Ampat 3.758 7.253 .id/file

Sumber: http://rajaampatkab.bps.go.id/file

3.2.2 Analisis Mikro - Sisi pasar


Pertumbuhan kedatangan wisatawan ke Wakatobi sempat meningkat pada tahun 2010,
akan tetapi menunjukkan kecenderungan menurun bahkan hingga minus pada 2012.
Diperkirakan pada tahun 2010 terjadi lonjakan akibat suksesnya promosi, namun hal ini
kurang ditunjang dengan pelayanan yang memuaskan bagi wisatawan sehingga penurunan
jumlah kunjungan ini terjadi.

Laporan Akhir 93
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Diagram 3.1 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Wakatobi (2013)

Tingginya dominasi wisatawan nusantara yang berkunjung ke Wakatobi (sekitar 60-70%


dalam kurun waktu 5 tahun terakhir), mempunyai sisi negatif dan positif. Sisi positif
diantaranya adalah pertama, pariwisata di Wakatobi akan cenderung lebih kuat terhadap
fluktuasi global (pergerakan kurs, krisis ekonomi di Eropa, larangan bepergian, dan
sebagainya). Kedua, jumlah wisatawan nusantara juga lebih besar, dimana pergerakan
wisatawan nusantara di seluruh Indonesia lebih dari 20 kali lipat wisatawan mancanegara;
sehingga secara akumulatif pengeluaran (expenditure) wisatawan nusantara mendekati
atau sama dengan wisatawan mancanegara. Ketiga, wisatawan nusantara cenderung lebih
variatif dalam berkegiatan wisata, sehingga membuka peluang untuk pengembangan
paket-paket wisata non selam.

Sisi negatif dari kecenderungan ini adalah lonjakan wisatawan nusantara membutuhkan
pengelolaan pengunjung yang jauh lebih kaku, penegakan sanksi yang jauh lebih keras,
serta sumber daya manusia yang lebih cakap dengan jumlah yang banyak.Hal ini
dikarenakan secara umum pengetahuan dan pemahaman wisatawan nusantara tentang
pariwisata yang bertanggung jawab dan pentingnya konservasi belum cukup baik.Kegiatan
promosi tentang pariwisata Wakatobi harus sekaligus diisi dengan muatan kampanye
penyadaran lingkungan.

Laporan Akhir 94
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Diagram 3.2 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Wakatobi (2013)

3.2.3 Analisis Mikro - Sisi Produk


Sebagian besar pengunjung ke Wakatobi menginap di Pulau Wangi-wangi karena jadwal
penerbangan yang tidak langsung menyambungdengan jadwal kapal ke pulau lain,
terkecuali wisatawan yang terbang langsung menuju Wakatobi Dive Resort. Oleh karena
itu, tingkat penyerapan hotel di Wangi-wangi akan dirujuk dalam melakukan analisis ini.

Tabel 3.5 Kapasitas Hotel di Wangi-Wangi


Kisaran Harga Jumlah Kapasitas
No
Rp/kmr/mlm Kamar Single Twin Double Tempat Tidur

1. < 100.000 28 5 13 23 54

2. 100.001 -300.000 67 2 18 47 85

3. 300.001 - 500.000 15 - 10 5 25

4. 500.001 - 1.000.000 33 - 17 16 50

Jumlah 7 58 91 214
Sumber: survey lapangan (2013)

Ditinjau dari ketersediaan fasilitas akomodasi dan jumlah wisatawan, kapasitas akomodasi
di Wangi-wangi masih cukup; akan tetapi sangat perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya.
Berdasarkan catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, total
keseluruhan okupansi hotel dan penginapan di Wakatobi pada tahun 2012 adalah 8.684
orang. Jika diasumsikan okupansi maksimal seluruh hotel di atas adalah 314.630 orang
(862 orang x 365 hari); maka tingkat okupansi rata-rata di Wakatobi adalah
2,76%.Berdasarkan hasil survei untuk hotel dan penginapan di Wangi-wangi, tingkat rata-
rata okupansi hotel jauh lebih tinggi, walaupun tetap rendah (9%). Hotel dengan kisaran
harga antara Rp. 100.000 Rp. 300.000 cukup tinggi tingkat okupansinya.

Laporan Akhir 95
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.6 Tingkat Okupansi Hotel di Wangi-Wangi


No Kisaran Harga Kisaran Harga (Rp.) Tingkat Okupansi

1. Hotel Wakatobi 165.000 - 300.000 12,14%

2. Wisata Beach hotel 300.000 - 500.000 9,27%

3. Penginapan Jely 80.000 - 150.000 5,48%

4. Patuno Beach Resort 605.000 - 1.815.000 32,15%

5. Hotel 1000 Bulan 100.000 - 200.000 15,62%

6. Hotel Fidel 80.000 - 150.000 8,22%

7. Penginapan Nirmala 75.000 - 250.000 5,71%

8. Hotel Gajah Mada II 50.000 - 100.000 6,81%

9. Penginapan Nita Sari 50.000 - 80.000 6,98%

10. Hotel Nur Riski 100.000 - 350.000 1,97%

11. Wisma Samudra 50.000 3,66%

12. Hotel Berlian 50.000 - 170.000 1,22%

Rata-rata 9,10%
Sumber: survey lapangan (2013)

Paket wisata yang ditawarkan di Wakatobi didominasi paket wisata menyelam dan
snorkeling. Kegiatan wisata lainnya masih terbatas dan banyak dikelola masyarakat,
dengan varian tur trekking, mengunjungi desa, dan fotografi. Untuk paket wisata selam,
harganya cukup bersaing (Rp. 350.000 Rp. 1.500.000) dibanding destinasi lain.
Sementara paket-paket yang ditawarkan oleh masyarakat belum banyak dijual atau
diserap oleh pasar .

Beberapa paket wisata, seperti dari kelompok Mola dan Liya mempunyai keunggulan
karena menawarkan atraksi budaya dan kehidupan masyarakat adat Bajau dan Liya. Lokasi
yang ditawarkan pun masih di Pulau Wangi Wangi, dapat dijangkau dengan mudah. Oleh
karena itu paket wisata Mola dan Liya bisa menjadi alternatif wisata bagi wisatawan non
penyelam atau wisatawan yang mempunyai keterbatasan waktu selama di
Wakatobi.Namun dari sisi harga paket yang ditawarkan masih terlalu mahal.Sementara
paket buatan kelompok masyarakat Kaledupa kurang memiliki variasi dan harga yang
ditawarkan masih terlalu mahal.Selain itu, waktu pelaksanaan kurang efisien sehingga
penyusunan paket perlu perlu meninjau ulang konektivitas transportasi dari Wangi-Wangi
menuju Kaledupa.

Paket yang ditawarkan Kapota terlalu padat, kurang memiliki keunikan, dan belum
memikirkan sasaran pasar dari produk tersebut sehingga kurang memiliki daya saing.Paket
wisata di Waha sesungguhnya tidak terlalu mahal, namun demikian perlu diperiksa
kelayakan dari lokasi-lokasi yang ditawarkan (benar-benar memiliki daya tarik sesuai

Laporan Akhir 96
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

sasaran pasar).Paket wisata dari kelompok Tomia sudah cukup baik dengan
memperhitungkan kondisi transportasi dari Wangi-wangi ke Tomia dan memiliki harga
yang bersaing.Penjabaran rinci tentang paket dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan analisis yang disampaikan dalam subbab di atas, jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Wakatobi sempat mengalami kenaikan, meskipun sekarang ini jumlahnya
cenderung menurun, dengan wisnus yang mulai mendominasi.Hal ini tentunya menuntut
pengelolaan dampak yang cermat, penyadartahuan yang berkelanjutan tentang pariwisata
berkelanjutan; serta peningkatan kualitas produk, sarana prasarana, dan pelayanan.

Dilihat dari segi daya tarik wisata, potensi kearagaman daya tarik wisata laut sangat tinggi
variasi jenis dan keunikannya. Demikian juga dengan potensi sumber daya wisata di
daratan, yang sayangnya masih belum siap untuk dipasarkan, terkait pengemasan dan
kualitas pelayanan yang ditawarkan ke wisatawan.

Sementara itu dibanding dengan destinasi pesaing, hotel di Wakatobi paling rendah jumlah
maupun kualitas dan pilihannya. Saat ini pasokan hotel di Wakatobi memang masih
memenuhi kebutuhan, namun memerlukan peningkatan kualitas pelayanan kepada
tamunya.Paket wisata selam di Wakatobi cukup bersaing dibandingkan destinasi pesaing,
namun untuk paket non selam masih memerlukan pengemasan produk agar menjadi lebih
menarik.Strategi yang harus dipertimbangkan adalah menjadi pengikut, atau paket non
selam dikemas dengan paket selam.Secara keseluruhan, peningkatan kualitas pelayanan
tentunya perlu diimbangi pula dengan pembangunan, perbaikan dan peningkatan sarana
prasarana pariwisata.

3.3 Identifikasi Kawasan Pariwisata Prioritas


Sebagai Kabupaten kepulauan, maka potensi daya tarik wisata Kabupaten Wakatobi
tersebar di semua pulau, masing-masing dengan keunikannya sendiri sehingga memiliki
kesempatan untuk dikembangkan dan menarik wisatawan untuk berkunjung. Namun
pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil memerlukan pertimbangan lain yang sangat
penting yaitu aksesibilitas, termasuk kemudahan untuk dijangkau dan ketersediaan moda
transportasi dengan frekuensi yang baik. Semakin jauh dan sulit dijangkau suatu pulau,
maka biasanya harga-harga untuk bahan pokok dan material bangunan akan menjadi
lebih mahal. Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai jual atau harga paket wisata ke
kawasan tersebut menjadi lebih mahal. Pada akhirnya akan mengurangi daya saing
daerah tersebut dengan daerah-daerah lainnya dan berujung pada kurangnya minat
wisatawan untuk berkunjung, karena lebih mahal, jadwal moda transportasi yang lebih
terbatas dan sebagainya.

Namun demikian pembangunan di sektor pariwisata terkadang membalikkan logika


seperti yang dijabarkan di atas.Suatu pulau yang jauh dari akses, tetapi memiliki keunikan
dan daya tarik yang tinggi, dengan sentuhan dan kemasan yang khusus akandapat

Laporan Akhir 97
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

menarik wisatawan untuk berkunjung.Kondisi ini biasanya jika kawasan tersebut dikemas
dengan pendekatan untuk menarik wisatawan kelas atas. Artinya kawasan tersebut
dikemas dan dikelola dengan khusus untuk mendatangkan wisatawan minat khusus yang
berani membayar lebih, untuk sebuah suasana tenang, nyaman dan sekaligus dapat
menikmati daya tarik berkualitas, seperti terumbu karang yang masih sangat baik; atau
hutan hujan tropis yang masih dihuni berbagai keanekaragaman hayati yang endemik
maupun menyajikan keragaman pemandangan yang indah-indah dan menakjubkan.
Namun pendekatan ini tentunya memerlukan invetasi khusus, sehingga memerlukan
adanya investor yang memiliki visi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam bisnis
pariwisata.

Pendekatan yang direkomendasikan untuk digunakan dalam pengembangan pariwisata


Kabupaten Wakatobi adalah pengembangan pariwisata yang selaras dengan pelestarian
sumber daya alam dan budaya melalui konsep pariwisata berbasis masyarakat dan juga
konsep pariwisata berbasis resor dengan diikuti oleh kebijakan pemerintah untuk tata
kelolanya.Kedua konsep pendekatan ini cocok untuk dikembangkan di Wakatobi dengan
menetapkan kewilayahan di pulau-pulau untuk penerapan konsep tersebut.Oleh karena
itu sangatlah penting dalam perencanaan pengembangan pariwisata untuk membahas
dan menentukan prioritas wilayah pengembangan pariwisata. Dengan demikian
diharapkan fokus pengembangan kawasan pariwisata menjadi lebih terarah dan terukur
sesuai dengan konsep pembangunan yang akan digunakan.

Dalam menentukan kawasan prioritas pengembangan pariwisata Wakatobi, dilakukan


melalui rangkaian kegiatan dengan beberapa pendekatan untuk mendapatkan masukan
dari berbagai pihak, yaitu:
Pertemuan para pihak dilakukan pada bulan April 2013 untuk harmonisasi
program lintas sektor di pemerintahan, taman nasional dan juga lembaga non
pemerintah pendamping masyarakat seperti joint program WW-TNC, dimana
salah satunya untuk mencari masukan tentang kawasan prioritas dari berbagai
pihak.
Konsultasi ke berbagai pihak seperti beberapa sektor di pemerintahan, Joint
program TNC-WWF, Taman Nasional, kelompok masyarakat di pulau wangi-wangi;
pulau kapota, kaledupa, tomia dan pelaku wisata melalui wawancara secara
terpisah.
Pembahasan draft TMP (Tourism Managemen Plan), 8 Oktober 2013, Kantor JP,
Wangi-wangi
Audiensi Mengenai Draft TMP dengan para SKPD, 26 November 2013, Bajo Resort,
Wangi-wangi
Sosialisasi Akhir Draft Managemen Perencanaan Pariwisata Wakatobi, 21 22
Desember 2013, Bajo Resort, Wangi-wangi

Untuk memfokuskan pengembangan kepariwisataan Wakatobi ke wilayah-wilayah yang


memang memiliki potensi, dan sekaligus strategis-dalam artian berdampak ganda pada
pengembangan pariwisata di kawasan lain dan sektor lainnya, juga terhadap konservasi

Laporan Akhir 98
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

lingkungan, maka perlu ditetapkan kawasan pariwisata prioritas dalam rencana


pengelolaan pariwisata Wakatobi ini. Hal ini juga disepakati oleh para pihak dalam
berbagai pertemuan; mengingat pada kemampuan sumber daya keuangan pemerintah
daerah, sumber daya manusia serta aksesibilitas, dan fasilitas pariwisata yang saat ini ada.

Para pihak dari kalangan pemerintah juga menyepakati perlunya pembentukan kelompok
kerja pengembangan pariwisata untuk mempercepat pembangunan sektor ini, mengingat
sektor pariwisata sudah dicanangkan sebagai salah satu sektor unggulan, selain sektor
perikanan. Hal ini juga akan mempermudah sektor lain untuk melakukan prioritas
kawasan pembangunannya, seperti dinas pekerjaan umum, dinas perhubungan dan
sebagainya. Hasil konsultasi dan pertemuan para pihak beberapa kali, pada akhirnya
menyepakati beberapa wilayah prioritas pengembangan pariwisata Wakatobi
berdasarkan pada beberapa kriteria yang dijabarkan di bawah ini:

1. Daya Tarik Wisata; keunikan daya tarik wisata alam daratan, pesisir dan bawah
laut; juga daya tarik seni dan budaya, kuliner dan cara hidup masyarakat sehari
hari.
2. Aksesibilitas; infrastruktur pendukung seperti jalan dan kemudahan dengan
ketersediaan moda transportasi, serta frekuensi dan fasilitas penunjang untuk
menjangkau kawasan tersebut.
3. Dukungan Masyarakat; masyarakat di daerah tersebut mendukung adanya
pengembangan sektor pariwisata sebagai kendaraan pembangunan ekonomi lokal
dan membuka peluang kerja serta usaha bagi masyarakat.
4. Sarana dan Prasarana; ketersediaan sumber daya yang menunjang untuk
pengembangan fasilitas pendukung.
5. Kerentanan; memiliki kerentanan yang lebih rendah sehingga lebih mampu
menunjang pengembangan pariwisata.
6. Konservasi Lingkungan; berperan dalam menunjang konservasi sumber daya
alam.
Hasil konsultasi dan pertemuan dengan para pihak juga memperlihatkan bahwa semua
pihak sepakat untuk mengakomodir beberapa segmen pasar wisata, diantaranya:
wisatawan lokal, yaitu penduduk dari Kabupaten Wakatobi yang ingin berlibur
antar pulau di dalam Kabupaten
wisatawan nusantara, yaitu wisatawan Indonesia yang datang dari pulau-pulau
diluar Wakatobi
wisatawan mancanegara, yaitu wisatawan asing yang datang dari berbagai negara.

Dibawah ini dijabarkan kawasan prioritas pengembangan yang dihasilkan dari proses
konsultatif dengan berbagai pihak:

Laporan Akhir 99
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3.3.1 Wilayah Pulau Wangi-Wangi


Kawasan ini terdiri dari 4(empat) kawasan prioritas di sebelah utara dan selatan yaitu:
a. Kawasan Prioritas Matahora; dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik
wisata yaitu pantai Sousu, Patuno dan Longa.
b. Kawasan Prioritas Waha; dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata
yaitu pantai waha dan pantai cemara.
c. Kawasan Prioritas Liya Raya; dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik
wisata di desa Liya Mawi, Liya Togo dan Liya Onemelangka
d. Kawasan Pulau Kapota, kawasan prioritas Pariwisata meliputi pantai-pantai di
sebelah utara maupun barat pulau Kapota serta danau.

3.3.2 Wilayah Pulau Hoga dan Kaledupa


Kawasan ini terdiri dari 2(dua) kawasan prioritas, yaitu:
a. Kawasan Prioritas Pariwisata pulau Hoga; meliputi semua kawasan pantai hoga dan
homestay masyarakat, termasuk desa Sama Bahari.
b. Kawasan Palea dan Jamareka (Pajam); meliputi kawasan dari akses pelabuhan hingga
daya tarik di desa Pajam.

3.3.3 Wilayah Pulau Tomia


Kawasan ini terdiri dari 2 (dua) kawasan prioritas, yaitu:
a. Kawasan Prioritas pantai Huuntete di desa Kulati
b. Kawasan Prioritas dengan daya tarik di desa Wawotimu dan desa Kahiyanga.

3.3.4 Wilayah Pulau Binongko


Kawasan ini terdiri dari 2 (dua) kawasan prioritas, yaitu:
a. Kawasan Prioritas pantai Bohu dan Oro serta puncak Koncu Kapala Patua di desa Wali
b. Kawasan Prioritas taman batu dan pantai Sangia di desa Waloindi

Laporan Akhir
100
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sumber: Indecon

Laporan Akhir
101
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sumber: Indecon

Sumber: Indecon

Sumber: Indecon

Laporan Akhir
102
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3.3.5 Deskripsi Singkat Kawasan Prioritas


a. Kawasan Prioritas Matahora;
Matahora merupakan salah satu daerah prioritas yang terletak di pulau Wangi-wangi,
dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata yaitu pantai Sousu, Patuno dan
hutan konservasi Longa.Di perairan Matahora juga terdapat beberapa titik penyelaman,
yang memiliki kondisi bawah laut cukup baik, serta kondisi hutan yang masih baik.

Jalan untuk menuju lokasi ini sudah cukup baik, namun untuk frekuensi moda transportasi
umum menuju daerah ini masih cukup sulit, kecuali menggunakan kendaraan pribadi.
Untuk menuju pantai- pantai yang berada di kawasan ini dapat menggunakan kendaraan
bermotor dari pusat kota Wangi-wangi. Jarak tempuh dari kota Mandati (Pusat Kota
Wangi-wangi) menuju pantai Patuno sekitar 30 menit dengan kecepatan rata-rata 60 km/
jam menggunakan kendaraan bermotor, sedangkan menuju pantai Sousu sekitar 45 menit
dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Sedangkan untuk menuju hutan longa dapat
ditempuh dengan kisaran waktu 45 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Masyarakat Matahora sangat mendukung dan sangat cooperative terhadap


pengembangan kawasan ini sebagai kawasan pariwisata, hal ini terlihat dari beberapa
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Matahora dalam menunjang pengembangan
pariwisata seperti pelatihan peningkatan kapasitas.

Untuk sarana dan prasarana yang ada di beberapa titik kawasan prioritas Matahora
seperti di pantai Sousu sudah terdapat pintu gerbang selamat datang menuju desa Sousu,
dan di kawasan hutan Longa sudah didirikan Gazebo/ rumah untuk beristirahat.Kawasan
yang terletak di sebelah timur pulau Wangi-wangi ini memiliki kerentanan terhadap
abrasi.Untuk konservasi lingkungan di kawasan prioritas ini cukup baik, hal ini
diperlihatkan dengan berkurangnya jumlah penambangan pasir liar di sekitar pantai
Sousu serta upaya perlindungan hutan Longa terhadap penebangan liar.

b. Kawasan Prioritas Waha;


Kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata yaitu pantai waha dan pantai
cemara.Selain pantai tempat ini juga mempunyai benteng serta mercusuar yang
merupakan peninggalan Belanda dan hingga saat ini mercusuar tersebut masih berfungsi
seperti dulu.

Jalan untuk menuju daerah ini cukup baik dan akses menuju lokasi cukup mudah, namun
untuk moda transportasi masih cukup sulit karena jarangnya frekuensi kendaraan umum
ke lokasi ini. Pantai Waha berjarak 8 km dari ibukota kabupaten (Mandati), dan 15 km
dari bandara Matahora. Dengan jarak tersebut, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 20
menit dari Mandati, menggunakan kendaraan bermotor.

Laporan Akhir
103
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Masyarakat di daerah ini sangat mendukung bidang pariwisata, hal ini terlihat dengan
adanya kelompok ekowisata yang berdiri di desa Waha sejak tahun 2011.Selama ini WTC
telah melakukan pengelolaan dan menyediakan jasa pemandu wisata, operator
speedboatdengan speedboat nya yang semuanya berasal dari masyarakat setempat.Akan
tetapi masih terdapat kendala khususnya dalam standar pelayanan pengunjung.Oleh
karena itu perlu dilakukan peningkatan pengetahuan, keterampilan yang dilakukan secara
berkelanjutan dalam program pendampingan yang tidak terputus.

Di Waha telah terdapat penginapan (home stay), penyewaan alat snorkeling dan selam,
penyewaan speed boat dan kapal yang dapat disewa pengunjung. Sumber daya listrik yang
terpasang di Kecamatan Wangi-wangi mencapai 7.380.820 Kwh, sementara konsumsi
masyarakat di kawasan tersebut mencapai 6.828.789 Kwh. Kawasan ini juga sudah
memiliki fasilitas air bersih dari PDAM serta jaringan komunikasi yang cukup baik untuk
pengguna operator Telkomsel. Kawasan Waha yang terletak di bagian utara Pulau Wangi-
wangi termasuk kawasan yang mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap
bencana tsunami dan abrasi. Dalam RTRW Kabupaten Wakatobi, Kawasan Waha termasuk
kedalam kawasan rawan bencana yang ditetapkan seagai kawasan lindung kabupaten.

c. Kawasan Prioritas Liya Raya;


Kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata di desa Liya Onemelangka, Liya Bahari,
Liya Mawi dan Liya Togo. Potensi yang dimilki oleh kawasan Liya Raya adalah potensi
sejarah budaya berupa Benteng, dan tarian tradisional yang masih sering di lakukan oleh
masyarakat Liya Raya, aktivitas petani rumput laut serta pulau-pualu yang berada di
seberang desa Liya seperti pulau Oroho dan Sumanga. Liya merupakan desa yang terletak
di Kecamatan Wangi-wangi Selatan dan berjarak 7 km dari pusat Kota Wanci.Akses
menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalan aspal dengan menggunakan kendaraan
roda dua maupun kendaraan roda empat. Jarak tempuh dari kota menuju desa Liya sekitar
40 menit.

Masyarakat desa ini sangat mendukung terhadap pengembangan kawasan/ desa


ekowisata, hal ini terlihat dari terbentuknya lembaga/ kelompok pemerhati pariwisata di
daerah Liya Raya.Serta keaktifan masyarakat mengikuti pelatihan dalam pengembangan di
bidang pariwisata baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun non pemerintah.Listrik
didaerah ini menyala selama 24 jam, serta adanya jaringan komunikasi dan internet
namun kecepatan akses internet di tempat ini masih sangat lambat.Infrastruktur
pendukung juga telah banyak dibangun di daerah Liya seperti gazebo serta plang penunjuk
lokasi di beberapa tempat seperti di Benteng Keraton Liya.

Kawasan Liya Raya merupakan kawasan yang rentan terhadap abrasi dan pergerakan
tanah, namun tidak memiliki kerawanan terhadap bencana tsunami. Dalam RTRW
Kabupaten Wakatobi, Kawasan Liya termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang

Laporan Akhir
104
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

ditetapkan sebagai kawasan lindung kabupaten. Dalam bidang konservasi daerah ini
masyarakat sangat menyadari akan pentingnya nilai konservasi dalam pengembangan
pariwisata. Hal ini terlihat dari penjagaan asset budaya seperti Benteng dan rumah adat,
serta berkurangnya intensitas penambangan pasir disekitar pantai Liya.
d. Kawasan Pulau Kapota
kawasan prioritas Pariwisata meliputi pantai-pantai di sebelah utara maupun barat pulau
Kapota serta danau.Diantaranya adalah pantai Bata, pantai Onemeha, pantai Oawolio
yang terletak di desa Kabita serta pantai Kampa.Selain pantai pasir putih pulau ini memilki
hamparan karang berupa gugusan atol, yang dapat dijadikan titik terbaik untuk
penyelaman.Selain itu juga terdapat hutan lindung serta danau air asin.

Untuk menuju pulau ini dapat diakses menggunakan speedboat / kapal kayu regular,
dengan jarak tempuh sekitar 20 menit menggunakan kapal regular dari pelabuhan kota
Mandati. Untuk menuju pantai serta danau dapat ditempuh menggunakan kendaraan
roda dua dengan keadaan jalan yang cukup bervariasi mulai dari beraspal hingga berbatu,
dengan jarak tempuh berkisar antara 15 hingga 20 menit.

Dukungan dari masyarakat khusunya dalam bidang pariwisata cukup baik, hal ini terlihat
dengan adanya kerjasama antara pihak BTNW (Balai Taman Nasional Wakatobi) dengan
masyarakat setempat dengan membentuk SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan)
dengan program unggulannya adalah pengembangan pariwisata desa.Sarana dan
Prasarana ditempat ini cukup menunjang mulai dari sekertariat, pengelola, jaringan
telekomunikasi serta air bersih.

Terdapat dua titik kerawanan tsunami yaitu di wilayah Kapota dan Kolio.Dalam RTRW
Kawasan Kapota termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang ditetapkan sebagai
kawasan lindung kabupaten.Desa ini merupakan salah satu MDK (Model Desa Konservasi)
yang dibentuk oleh BTNW sehingga nilai nilai konservasi sudah mulai diterapkan oleh
masyarakat, walaupun masih sering terjadi penambangan pasir liar dipantai-pantai sekitar
pulau Kapota.

e. Kawasan Prioritas Pariwisata pulau Hoga


Daya tarik pulau ini adalah pantai dengan hamparan pasir putihnya.Selain pantai kawasan
ini juga memiliki potensi bawah laut yang indah, dengan gugusan karang serta biota yang
beragam diperairan lautnya. Untuk menuju ke pulau kecil ini dapat menggunakan kapal
regular atau speedboat dengan jarak tempuh selama 15 menit dari pelabuhan Ambeua di
pulau Kaledupa, atau 2 jam pelayaran dari pulau Wangi-wangi menggunakan kapal
regular. Pulau ini dikelola oleh beberapa pengusaha seperti Operation Wallacea. Dari
pihak masyarakat juga sangat mendukung kemajuan pariwisata dilokasi ini, dengan
adanya aktivitas masyarakat lokal serta peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh
masyarakat.

Laporan Akhir
105
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sementara itu, fasilitas yang tersedia di kawasan ini adalah restoran, homestay, diving
resort, meeting room, dan fasilitas pendidikan yang dikelola pemerintah daerah melalui
operasi Wallacea.Selain itu jaringan komunikasi, air bersih serta listrik juga sudah
memadai. Tingkat abrasi di daerah ini dikategorikan sedang dengan kualitas air dan pasir
yang sangat baik. Gelombang di pantai ini termasuk kategori cukup besar.Kawasan Pulau
Hoga mempunyai tingkat kerawanan terhadap bencana tsunami.

f. Kawasan Palea dan Jamaraka (Pajam)


Desa Pajam memilki daya tarik seperti Sejarah, alam serta aktivitas keseharian
masyarakat yang masih tradisonal.Daerah ini juga merupakan salah satu desa yang
terletak di ketinggian pulau Kaledupa, dengan letak di ketinggian menambah potensi dari
desa ini.Desa Pajam terletak di Kecamatan Kaledupa Selatan.Perjalanan menuju kawasan
ini dapat ditempuh dengan menggunakan roda dua maupun roda empat dengan jarak
tempuh sekitar 20 hingga 30 menit.Jalanan menuju tempat ini sudah berupa jalan aspal.

Masyarakat desa ini sangat mendukung kegiatan pengembangan pariwisata hal ini terlihat
dari keaktifan masyarakat desa dalam mengikuti berbagai kegiatan pelatihan tentang
pariwisata, serta telah terbentuknya kelompok dan paket wisata yang dibuat oleh
masyarakat desa Pajam. Daerah ini memiliki fasilitas air bersih yang masih diambil dari
bebrapa sumber mata air sekitar desa, fasilitas listrik hanya menyala dari jam 6 sore hingga
jam 6 pagi, jaringan komunikasi hanya menggunakan operator tertentu dan terkadang
jaringan komunikasi terganggu. Beberapa rumah-rumah terletak di pinggir tebing sehingga
rawan terhadap bencana longsor.

g. Kawasan Prioritas pantai Huuntete di desa Kulati


Untuk menuju lokasi ini dapat ditempuh sekitar 15 menit dari desa Kulati menggunakan
kendaraan bermotor.Akses jalan menuju daerah pantai sudah baik dengan jalan yang
sudah halus.Masyarakat desa ini sangat mendukung pengembangan pariwisata di desa
Kulati khususnya objek pantai Kulati, hal ini terlihat dengan adanya kelompok ekowisata
Kulati yang dibentuk bersama antara forum pulau Komunto dengan pemerintah
desa.Fasilitas yang tersedia ditempat ini belum cukup baik, hal ini terlihat dari kawasan
desa Kulati yang merupakan desa terdekat dari objek pantai Huuntete. Desa ini belum
memiliki sumber air bersih sehingga masyarakat masih memanfaatkan air hujan,
ketersediaan listrik masih menggunakan mesin genset yang hanya menyala selama 4 jam
mulai dari jam 18.00 22.00 WITA. Jaringan komunikasi di desa Kulati cukup baik namun
untuk akses internet sering terjadi gangguan.Daerah pantai huuntete rawan terhadap
abrasi serta tsunami.Masyarakat sangat konservatif hal ini terlihat dari adanya lokasi
peraiaran yang tidak boleh digunakan sumber daya nya atau yang lebih dikenal dengan
bank ikan.

Laporan Akhir
106
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

h. Kawasan Prioritas desa Wawotimu dan desa Kahiyanga


Desa Wawotimu memilki potensi daya tarik kehidupan masyarakat nelayan serta pesisir
pantai yang indah, untuk desa kahiyanga merupakan desa yang terletak di ketinggian atau
puncak daerah ini memiliki puncak dengan hamaparan rumput yang luas.Untuk menuju
desa Kahiyanga dapat menggunakan kendaraan bermotor sekitar 30 menit dari desa
Kulati dan 40 menit dari pelabuhan Usuku. Akses jalan menuju daerah ini cukup baik ,
dengan jalan yang sudah diaspal dan saat ini pembangunan terus dilakukan oleh
pemerintah daerah. Fasilitas yang ada di desa Kahiyanga tidak jauh berbeda dengan
fasilitas desa Kulati. Pemanfaatan air hujan merupakan salah satu sumber air desa ini,
pasokan listrik hanya 4 jam antara jam 18.00 22.00 WITA. Jaringan komunikasi di desa
ini cukup baik namun untuk akses internet sering terjadi gangguan.

i. Kawasan Prioritas desa Wali


Potensi yang ada di desa Wali sangat bervariasi mulai dari pesisir hingga puncak.Untuk
pesisir terdapat pantai Boku dan Oro sedangkan untuk daerah ketinggian terdapat puncak
Koncu Kapala Patua di desa Wali.Di atas puncak terdapat benteng pertahanan masyarakat
Wali. Untuk menuju lokasi pantai dapat berjalan kaki dari desa Wali dengan memakan
waktu sekitar 20 menit sedangkan menggunakan kendaraan bermotor 15 menit untuk ke
pantai Boku, karena kondisi jalan yang masih kurang baik. Sedangkan untuk menuju
pantai Oro dapat menggunakan kendaraan roda dua dengan waktu tempuh sekitar 25
menit, karena letaknya yang jauh dari desa serta jalanan yang kurang baik. Sedangkan
untuk menuju puncak Koncu Kapala Patua dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama
kurang lebih 1 jam, dengan jalanan berbatu dan sedikit mendaki.

Masyarakat desa ini sangat mendukung kegiatan pariwisata dengan aktifnya beberapa
masyarakat dalam kegiatan pelatihan serta membuat kelompok ekowisata.Daerah ini juga
merupakan salah satu MDK dari BTNW seksi III (wilayah Tomia-Binongko). Ketersediaan
sarana dan prasarana ditempat ini sudah baik dengan masuknya PDAM sehingga
kebutuhan air tercukupi walaupun masih terbatas, namun untuk listrik desa ini masih
mengandalkan genset yang hanya menyala dari pukul 18.00 24.00 WITA. Jaringan
komunikasi didesa ini juga telah tersedia.Masyarakat desa ini sangat peduli terhadap
lingkungan terutama tentang perlindungan satwa maupun penambangan pasir, hal ini
terlihat dari adanya lokasi penangkaran penyu serta tidak adanya pengambilan pasir
disekitar pantai Boku dan Oro.

j. Kawasan Prioritas di desa Waloindi


Desa Waloindi merupakan salah satu desa yang terletak di pulau Binongko, daerah ini
memilki daya tarik wisata berupa taman batu, gua, serta pantai bertebing. Untuk menuju
lokasi ini cukup memakan waktu karena letaknya yang paling jauh dari pelabuhan, jarak
tempuh dari pelabuhan terdekat yaitu pelabuhan Taipabu sekiat 1 jam menggunakan
kendaraan bermotor, sedangakan dari desa Wali bisa mencapai 3 hingga 4 jam. Perhatian

Laporan Akhir
107
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

masyarakat terhadap pengembangan pariwisata daerah ini cukup baik, hal ini terlihat dari
adanya kelompok ekowisata serta kepedulian masyarakat adat terhadap pengembangan
daerah ini menjadi daerah pariwisata.Desa ini masih mengandalakan air hujan sebagai
sumber mata airnya sedangkan untuk listrik sudah masuk jaringan PLN. Kawasan ini
rentan terhadap gelombang pasang.

Gambar 3.1 .Peta Kawasan Pariwisata Berdasarkan Berbagai Dokumen

Sumber: diolah dari Masterplan Taman Nasional Wakatobi, Rencana Tata Ruang Wakatobi, Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah Kab. Wakatobi

Laporan Akhir
108
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3.4 Analisis SWOT Kepariwisataan Wakatobi

Tabel 3.7. Strategi Kekuatan - Peluang


Peluang (Oppurtunity)

pemerintah serta bisnis dari


internasional

Dikenalnya kawasan Wakatobi


sebagai pusat segitiga karang

teknologi
Penetapan Wakatobi sebagai
Adanya Bandara Makasar yang

para
Banyaknya program penelitian
menghubungkan dengan daerah

Banyaknya pertemuan dri pihak


alam

cagar biosfer dunia oleh UNESCO

luang
Adanya Tren pariwisata

komunikasi di dunia
wisatawa n selam
maupun Nasional

Adanya waktu

Berkembangnya
yang meningkat

tingkat

berbagai kota.
dunia
baik
lain
Kekuatan 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Memanfaatkan konektifitas bandara Matahora dengan bandara Hasanudin Makasar, dengan
menjadikan Bandara Hasanudin sebagai simpul utama promosi Wakatobi.
Letak geografis yang strategis 1
2. Memanfaatkan kekayaan sejarah dan budaya serta alam daratan, untuk dikembangkan sebagai
produk wisata berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan
selam dalam mengisi waktu luang.
Keanekaragaman Hayati yang
tinggi
2 3. Memanfaatkan pesona bawah laut yang indah serta citra yang baik, untuk dikembangkan menjadi
produk wisata pantai dan snorkeling berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan nusantara yang memiliki waktu disela kegiatan bisnis.
Pesona bawah laut yang indah
3 4. Memanfaatkan dukungan berbagai pihak pemerintah dan lembaga sosial untuk mengembangkan
fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan
Keragaman sejarah dan budaya menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer
dunia oleh UNESCO.
4
5. Menyusun dan Menerapkan program peningkatan kapasitas mssyarakat di bidang pariwisata,

Laporan Akhir 109


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Citra yang baik sebagai untuk menangkap peluang dari meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi.
destinasi selam
5
6. Menyusun standar sarana dan prasana untuk meningkatkan kualitas fasilitas pariwisata di
Wakatobi.
Dukungan oleh berbagai pihak
pemerintah dan lembaga social 7. Memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi sebagai media untuk pemasaran produk wisata
6
Wakatobi, yang dapat mendorong promosi bersama.

Memiliki Bandara Udara yang 8. Menyusun strategis investasi di bidang pariwisata, yang sesuai dengan prinsip prinsip ekowisata.
terhubung dengan Makasar.
7 9. Membangun forum lintas stakeholder untuk memfasilitasi arah pengembangan pariwisata
Wakatobi.

Dikenalnya Wakatobi sebagai 10. Memanfaatkan label Cagar Biosfer sebagai salah satu nilai tambah strategi promosi Pariwisata
lokasi selam Dunia 8 Wakatobi.

Laporan Akhir 110


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.8 Strategi Kekuatan - Ancaman


Ancaman (Threats)

terkait

Masih adanya nelayan yang


menggunakan cara penangkapan
pada menurunnya daya dukung

Perkembangan kawasan sejenis


yang datang dapat berimbas

dengan keunggulan yang lebih

ketidakpuasan

Adanya konflik antara investor

Adanya penambangan pasir liar


Munculnya konflik antara Pemda

secara destruktif di kawasan


Meningkatnya jumlah wisatawan

disekitar pantai Wakatobi


Terjadinya bencana alam

masyarakat
dengan pihak TNW

perairan Wakatobi
kepemilikan lahan
lingkungan.

Munculnya
wisatawan
tinggi

dan
Kekuatan 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1. Membuat peraturan (code of conduct) untuk pengelola pariwisata agar memperhatikan
Letak geografis yang strategis daya dukung dan kontribusi terhadap pelestarian sumber daya alam.
Keanekaragaman Hayati yang 2
tinggi 2. Membuat peraturan (code of etic) untuk wisatawan agar memperhatikan adat istiadat
Pesona bawah laut yang indah 3 serta mengajak wisatawan untuk berkontribusi terhadapa pelestarian lingkungan.

Keragaman sejarah dan budaya 4 3. Membuat pelatihan kepada para pelaku pariwisata di Wakatobi untuk meningkatkan
pelayanan di berbagai sektor pariwisata.
Citra yang baik sebagai destinasi 5
selam
4. Pihak TNW dengan pemerintah daerah membuat peraturan dalam penggunaan lahan di
Dukungan oleh berbagai pihak 6 Wakatobi agar memberikan kepastian akan kepemilikan lahan untuk investor.
pemerintah dan lembaga sosial
Memiliki Bandar udara yang 7 5. Melaksanakan patroli berjadwal yang rutin oleh pihak Taman Nasional bekerjasama
terhubung dengan Bandar udara dengan Pemerintah Daerah, untuk mengurangi kegiatan pemanfaatan SDA yang bersifat
Makasar destruktif yang dilakukan masyarakat.
Masih kuatnya hukum adat di
6. Desiminasi peraturan pemerintah dan peraturan adat kepada masyarakat Wakatobi untuk
Masyarakat
8 mengurangi kerusakan alam yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

Laporan Akhir 111


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.9 Strategi Kelemahan - Peluang


Peluang

menghubungkan dengan daerah

internasional

Dikenalnya kawasan Wakatobi


sebagai pusat segitiga karang
Adanya Bandara Makasar yang

pemerintah serta bisnis dari


para

Banyaknya pertemuan dri pihak


Banyaknya program penelitian
alam

Penetapan Wakatobi sebagai

teknologi
cagar biosfer dunia oleh UNESCO

luang
Adanya Tren pariwisata

komunikasi di dunia
wisatawa n selam
maupun Nasional

Adanya waktu

Berkembangnya
yang meningkat

tingkat

berbagai kota.
dunia
baik
lain
Kelemahan 1 2 3 4 5 6 7 8
Belum tegasnya kewenangan 1 1. Membentuk forum bersama (pemerintah, Taman Nasional, tokoh dan kelompok masyarakat)
pengelolaan wilayah antara Pemda untuk secara periodic melakukan harmonisasi program dari berbagai pihak, dalam upaya
mengoptimalkan pengelolaan pembangunan berkelanjutan di Wakatobi.
Kabupaten dengan TNW.
2. Memperbaiki jaringan transportasi dari dan ke Wakatobi baik udara, maupun laut untuk
Jaringan transportasi yang masih 2 meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi.
minim.
3. Memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan perbaikan fasilitas seperti air dan listrik.
Aksesibilitas yang sulit dan mahal 3
4. Menyusun dan menerapkan program pelatihan kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan
Ketersediaan infrastruktur / sarana 4 kualitas sumber daya manusia dalam bidang pelayanan publik.
prasarana yang minim, serta
keterbatasan daya dukung (khususnya 5. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
air dan listrik) pariwisata yang berwawasan konservasi.

6. Melaksanakan pengumpulan data dasar dan menyusun sistem data dasar kepariwisataan.

Kualitas SDM yang masih lemah 5 7. Menyusun program pelatihan IT kepada SDM di Wakatobi untuk meningkatkan teknik promosi
pariwisata yang berbasis tehnologi informasi.

Laporan Akhir 112


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Masih rendahnya kesadaran 6


masyarakat terhadap pariwisata 8. Menyusun kebijakan bersama antara Taman Nasional dan Pemerintah Daerah untuk program
penelitian di kawasan Taman Nasional Wakatobi, agar hasil penelitian berdaya guna bagi
pembangunan dan masyarakat Wakatobi.
Masih rendahnya kesadaran 7
masyarakat mengenai arti penting 9. Sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat luas, untuk meningkatkan kesadaran dan
Taman Nasional Wakatobi sebagai kepedulian masyarakat untuk membantu program konservasi sumber daya alam Wakatobi
kawasan konservasi sebagai asset pariwisata.

10. Membuat kios informasi pariwisata Wakatobi di jalur pintu masuk, seperti bandara udara
Kemitraan dengan masyarakat masih 8 Hasanudin di Makasar, bandara udara Soekarno Hatta di Jakarta, pelabuhan Bau-bau, Kendari
belum optimal dan Bali.
Lemahnya kualitas data dan informasi 9
mengenai kepariwisataan Wakatobi
Terbukanya kawasan lindung TNW 10

Laporan Akhir 113


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 3.10 Strategi Kelemahan - Ancaman


ANCAMAN

Maraknya kegiatan penambangan


penggunaan lahan untuk berbagai
berlebihan yang tidak diimbangi
yang datangdapat berimbas pada
Meningkatnya jumlah wisatawan

(kompetitor) yang berkembang

mengakibatkan terjadinya abras


Terjadinya kerusakan terumbu

antara Pemda dan TNW, terkait


Munculnya konflik kepentingan
dengan peningkatan kualitas).

Adanya konflik antara investor


wisatawan (karena promosi
Destinasi pariwisata sejenis

Munculnya ketidakpuasan
menurunnya daya dukung

Terjadinya bencana alam.

dan masyarakat terkait


dengan lebih pesat.

pasir liar, yang dapat


kepemilikan lahan.
lingkungan

kegiatan.
karang
KELEMAHAN 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Pengembangan kegiatan pariwisata di Wakatobi harus dijaga agar sesuai prinsip prinsip ekowisata, dan tidak
Aksesibilitas yang sulit
1 berkembang kearah pariwisata massal.
dan mahal, yang masih
terbatas.
a. Menyusun kebijakan bagi pembangunan sarana prasarana pariwisata, agar tetap bersifat ramah
Ketersediaan
lingkungan.
infrastruktur / sarana 2
b. Menyusun kebijakan tentang standar pelayanan wisata bagi seluruh pengusaha pariwisata.
prasarana yang minim
c. Memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan bisnis pariwisata berskala kecil maupun
Kualitas SDM yang menengah, dengan pelayanan berkualitas internasional. Bentuk fasilitas ini dapat berupa pelatihan
3
masih lemah, pariwisata terhadap masyarakat, ataupun kemudahan peminjaman modal lunak untuk membuka usaha.
Masih rendahnya d. Menanamkan keyakinan pada masyarakat bahwa alam Wakatobi merupakan aset pariwisata yang luar
kesadaran masyarakat 4 biasa besar, sehingga harus dijaga kelestariannya.
terhadap pariwisata.
Masih rendahnya 2. Perbaikan jaringan transportasi antar pulau, karena aksesibilitas merupakan salah satu pertimbangan utama
kesadaran masyarakat bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata.
mengenai arti penting 5 a. Penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau dengan jadwal yang tetap.
Taman Nasional b. Memfasilitasi dan mengawasi pemeliharaan sarana transportasi yang telah tersedia.
Wakatobi sebagai

Laporan Akhir 114


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

kawasan konservasi
Lemahnya kualitas data 3. Memasukkan pendidikan konservasi sebagai salah satu kurikulum wajib di sekolah-sekolah di Wakatobi.
dan informasi
mengenai 6 4. Rehabilitasi terumbu karang, sebagai usaha perlindungan terhadap aset utama pariwisata Wakatobi.
kepariwisataan a. Menawarkan program adopsi terumbu karang kepada wisatawan penyelam, sebagai bagian dari atraksi
Wakatobi wisata.
Luasnya lahan Taman b. Mengadakan kegiatan transplantasi karang secara terus-menerus, dan mewajibkan seluruh pengusaha
Nasional Wakatobi wisata selam untuk berpartisipasi.
tidak berbanding lurus c. Menawarkan program tanam mangrove kepada wisatawan, sebagai bagian dari atraksi wisata, serta
7
dengan kegiatan untuk mengurangi terjadinya abrasi.
pengawasan oleh
petugas kawasan. 5. . Penambahan fasilitas pengawasan di kawasan Taman Nasional.
Masih kurangnya a. Penyediaan sarana pengawasan yang layak (speed boat, sirine, senjata) dan jumlah yang mencukupi bagi
promosi terhadap petugas pengawas, agar kegiatan patroli dapat dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah TN Wakatobi.
8
pariwisata Wakatobi. b. Peningkatan kapasitas petugas pengawas, agar kegiatan pengawasan dapat berjalan secara lebih efektif.

Masih kurangnya 6. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas menyusun sistem informasi
sarana kesehatan yang yang lengkap mengenai Wakatobi (website) untuk memudahkan wisatawan memperoleh informasi.
memadai.
7. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas mempromosikan pariwisata
Wakatobi, baik melalui media cetak maupun elektronik.

9 8. Tersedianya sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan bagi wisatawan untuk
berkunjung ke lokasi wisata. Untuk itu perlu dipertimbangkan:
a. Dibangunnya Rumah Sakit 24 jam dengan fasilitas yang memadai untuk menangani pasien gawat
darurat.
b. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, agar fasilitas kesehatan yang sudah tersedia dapat dipergunakan
secara optimal.
c. Dibentuknya organisasi penjaga pantai, untuk menjaga keamanan wisatawan di wilayah pantai.
d. Pembekalan mengenai prosedur penyelamatan dalam aktivitas air, terhadap para penjaga pantai.

Laporan Akhir 115


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Dari analisis SWOT yang telah dilakukan ada beberapa strategi yang dapat dilaksanakan
untuk kemajuan kepariwisataan di Wakatobi. Beberapa strategi tersebut adalah:

1. Memanfaatkan konektifitas bandara Matahora dengan bandara Hasanudin


Makasar, dengan menjadikan Bandara Hasanudin sebagai simpul utama promosi
Wakatobi.

2. Memanfaatkan kekayaan sejarah dan budaya serta alam daratan, untuk


dikembangkan sebagai produk wisata berbasis masyarakat dengan durasi singkat
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selam dalam mengisi waktu luang.

3. Memanfaatkan pesona bawah laut yang indah serta citra yang baik, untuk
dikembangkan menjadi produk wisata pantai dan snorkeling berbasis masyarakat
dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan nusantara yang
memiliki waktu disela kegiatan bisnis.

4. Memanfaatkan dukungan berbagai pihak pemerintah dan lembaga social untuk


mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap
lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna
sesuai dengan penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO.

5. Menyusun dan Menerapkan program peningkatan kapasitas masyarakat di bidang


pariwisata, untuk menangkap peluang dari meningkatnya jumlah kunjungan ke
Wakatobi.

6. Menyusun standar sarana dan prasana untuk meningkatkan kualitas fasilitas


pariwisata di Wakatobi.

7. Memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi sebagai media untuk pemasaran


produk wisata Wakatobi, yang dapat mendorong promosi bersama dengan cara

a. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang


bertugas menyusun sistem informasi yang lengkap mengenai Wakatobi
(website) untuk memudahkan wisatawan memperoleh informasi.
b. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang
bertugas mempromosikan pariwisata Wakatobi, baik melalui media cetak
maupun elektronik.

8. Menyusun strategi investasi di bidang pariwisata, yang sesuai dengan prinsip


prinsip ekowisata.

9. Membangun forum lintas stakeholder untuk memfasilitasi arah pengembangan


pariwisata Wakatobi.

Laporan Akhir 116


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

10. Membuat peraturan (code of conduct) untuk pengelola pariwisata agar


memperhatikan daya dukung dan kontribusi terhadap pelestarian sumber daya
alam.

11. Membuat peraturan (code of etic) untuk wisatawan agar memperhatikan adat
istiadat serta mengajak wisatawan untuk berkontribusi terhadap pelestarian
lingkungan.

12. Membuat pelatihan kepada para pelaku pariwisata di Wakatobi untuk


meningkatkan pelayanan di berbagai sektor pariwisata.

13. Pihak TNW dengan pemerintah daerah membuat peraturan dalam penggunaan
lahan di Wakatobi agar memberikan kepastian akan kepemilikan lahan untuk
investor.

14. Melaksanakan patroli berjadwal yang rutin oleh pihak Taman Nasional
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, untuk mengurangi kegiatan
pemanfaatan SDA yang bersifat destruktif yang dilakukan masyarakat.

15. Desiminasi peraturan pemerintah dan peraturan adat kepada masyarakat


Wakatobi untuk mengurangi kerusakan alam yang diakibatkan oleh kegiatan
manusia.

16. Membentuk forum bersama (pemerintah, Taman Nasional, tokoh dan kelompok
masyarakat) untuk secara periodic melakukan harmonisasi program dari berbagai
pihak, dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan pembangunan berkelanjutan di
Wakatobi.

17. Memperbaiki jaringan transportasi dari dan ke Wakatobi baik udara, maupun laut
untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi.
a. Memfasilitasi penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman dan
terjangkau dengan jadwal yang tetap.
b. Memfasilitasi dan mengawasi pemeliharaan sarana transportasi yang telah
tersedia.

18. Memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan perbaikan fasilitas seperti air


dan listrik.

19. Menyusun dan menerapkan program pelatihan kepada masyarakat lokal untuk
meningkatkan kulitas dalam bidang pelayanan publik.

20. Menyusun program pelatihan IT kepada SDM di Wakatobi untuk meningkatkan


teknik promosi pariwisata yang berbasis tehnologi informasi.

Laporan Akhir 117


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

21. Menyusun kebijakan bersama antara Taman Nasional dan Pemerintah Daerah
untuk program penelitian di kawasan Taman Nasional Wakatobi, agar hasil
penelitian berdaya guna bagi pembangunan dan masyarakat Wakatobi.

22. Sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat luas, untuk meningkatkan


kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membantu program konservasi
sumber daya alam Wakatobi sebagai asset pariwisata.

23. Membuat kios informasi pariwisata Wakatobi di jalur pintu masuk, seperti
bandara udara Hasanudin di Makasar, bandara udara Soekarno Hatta di Jakarta,
pelabuhan Bau-bau, Kendari dan Bali.

24. Pengembangan kegiatan pariwisata di Wakatobi harus dijaga agar sesuai prinsip
prinsip ekowisata, dan tidak berkembang kearah pariwisata massal.
a. Menyusun kebijakan bagi pembangunan sarana prasarana pariwisata, agar
tetap bersifat ramah lingkungan.
b. Menyusun kebijakan tentang standar pelayanan wisata bagi seluruh pengusaha
pariwisata.
c. Memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan bisnis pariwisata
berskala kecil maupun menengah, dengan pelayanan berkualitas internasional.
Bentuk fasilitas ini dapat berupa pelatihan pariwisata terhadap masyarakat,
ataupun kemudahan peminjaman modal lunak untuk membuka usaha.
d. Menanamkan keyakinan pada masyarakat bahwa alam Wakatobi merupakan
aset pariwisata yang luar biasa besar, sehingga harus dijaga kelestariannya.
e. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap pariwisata yang berwawasan konservasi.

25. Memasukkan pendidikan konservasi sebagai salah satu kurikulum wajib di sekolah-
sekolah di Wakatobi.

26. Rehabilitasi terumbu karang, sebagai usaha perlindungan terhadap aset utama
pariwisata Wakatobi.
a. Menawarkan program adopsi terumbu karang kepada wisatawan
penyelam, sebagai bagian dari atraksi wisata.
b. Mengadakan kegiatan transplantasi karang secara terus-menerus, dan
mewajibkan seluruh pengusaha wisata selam untuk berpartisipasi.
c. Menawarkan program tanam mangrove kepada wisatawan, sebagai bagian
dari atraksi wisata, serta untuk mengurangi terjadinya abrasi.

27. Penambahan fasilitas pengawasan di kawasan Taman Nasional.


a. Penyediaan sarana pengawasan yang layak (speed boat, sirine, senjata) dan
jumlah yang mencukupi bagi petugas pengawas, agar kegiatan patroli dapat
dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah TN Wakatobi.

Laporan Akhir 118


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

b. Peningkatan kapasitas petugas pengawas, agar kegiatan pengawasan dapat


berjalan secara lebih efektif.

28. Tersedianya sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan
bagi wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata. Untuk itu perlu
dipertimbangkan:
a. Dibangunnya Rumah Sakit 24 jam dengan fasilitas yang memadai untuk
menangani pasien gawat darurat; khususnya fasilitas chamber agar dapat
berfungsi dengan baik dan siap setiap saat untuk digunakan apabila ada
penyelam yang mengalami dekompresi.
b. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, agar fasilitas kesehatan yang sudah
tersedia dapat dipergunakan secara optimal.
c. Dibentuknya organisasi penjaga pantai, untuk menjaga keamanan wisatawan di
wilayah pantai.
d. Pembekalan mengenai prosedur penyelamatan dalam aktivitas air, terhadap
para penjaga pantai.

Laporan Akhir 119


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 4
RUMUSAN VISI DAN MISI
PENGELOLAAN PARIWISATA WAKATOBI
4.1 Visi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Visi adalah suatu penjelasan tentang kondisi ideal yang diinginkan di masa yang akan
datang untuk kawasan sebagai titik tujuan pengembangan akan dilakukan. Oleh karena
perwujudannya membutuhkan waktu dan mempengaruhi banyak pihak;maka sebaiknya
visi dirumuskan dan disepakati oleh seluruh pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan pariwisata Wakatobi.Penyusunan visi pengembangan pariwisata Wakatobi
dilakukan dengan mempertimbangkan visi dan misi pengembangan kepariwisataan dalam
dokumen perencanaan pariwisata, yaitu RPJMD Kabupaten Wakatobi, Master Plan TN
Wakatobi, Rippda Kabupaten Wakatobi yang ringkasannya dapat dilihat dalam tabel 4.1
berikut; masukan dari Joint Program WWF-TNC; masukan dari kelompok-kelompok
masyarakat dalam forum pertemuan dan diskusi.

Tabel 4.1 Ringkasan Berbagai Visi Pengembangan Pariwisata Wakatobi


RPJMD RIPPDA Kab. Joint Program
Master Plan TN Wakatobi
Kabupaten Wakatobi Wakatobi WWF-TNC

Pariwisata yang mendukung


pembangunan konservasi sumber
Wakatobi sebagai surga Wakatobi sebagai
daya alam hayati dan ekosistem, Pemberdayaan
nyata bawah laut di tujuan wisata
pengembangan pariwisata yang masyarakat dan
jantung segitiga karang ekologi (s)
berbasis konservasi, potensi konservasi
dunia (ecotourism) dunia
budaya lokal dan pemberdayaan
masyarakat
Sumber :hasil analisis, Indecon 2013

Berdasarkan hasil kajian dan diskusi dengan para pihakkepariwisataan Wakatobi, maka
dirumuskan usulan visi pengelolaan pariwisata Wakatobi adalah sebagai berikut :

Wakatobi sebagai destinasi pariwisata ekologis yang mendunia,


berbasis alam dan budaya bahari pada tahun 2018

Penjelasan dari beberapa kata kunci di dalam visi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pariwisata ekologis
Pariwisata ekologis adalah pariwisata yang bertanggung jawab, dan mampu meningkatkan
kepuasan pengunjung sekaligus memberikan dampak nyata dalam peningkatan

Laporan Akhir 120


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

kesejahteraan masyarakat melalui pelibatan masyarakat lokal; serta berkontribusi dalam


konservasi lingkungan hidup (alam dan budaya).

b. Cagar Biosfer
Cagar Biosfer adalah kawasan konservasi ekosistem daratan atau pesisir yang diakui oleh
program Man and Biosfer (MAB) UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan
hubungan antara manusia dan alam.Cagar Biosfer melayani perpaduan fungsi kontribusi
konservasi, lansekap, ekosistem, jenis, dan plasma nutfah; mempercepat pembangunan
berkelanjutan; mendukung penelitian, pemantauan, pendidikan dan pelatihan yang
terkait dengan masalah konservasi6.

c. Budaya bahari
Budaya bahari adalah seluruh budaya yang masih sangat kuat berorientasi kepada bahari,
baik meliputi aktifitas kehidupan sehari-hari masyarakat, kesenian, adat istiadat,
bangunan, dan situs.

d. Alam
Alam adalah seluruh ekosistem di kawasan Wakatobi yang memiliki nilai keunikan dan
kelangkaan sehingga berpotensi sebagai daya tarik wisata, yaitu hutan, karst, goa, danau,
pesisir, mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.

e. Dunia
Dunia merupakan sasaran yang ingin dicapai sektor pariwisata Wakatobi dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun kedepan (2018). Target ini dimaksudkan untuk mendorong para
pihak untuk terlibat dalam meningkatkan kualitas destinasi.

4.2 Misi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi


Misi adalah langkah-langkah yang dilakukan para pihak untuk mengatasi isu-isu strategis
dalam upaya mencapai visi. Misi pengelolaan pariwisata Wakatobi yang diturunkan dari visi
pada subbab 4.1, dirumuskan sebagai berikut :
6. Mengembangkan pengelolaan pariwisata yang partisipatif
7. Mengutamakan distribusi manfaat bagi masyarakat dan peningkatan ekonomi
lokal
8. Mengutamakan konservasi sumber daya alam dan kekayaan budaya
9. Meningkatkan daya saing Wakatobi sebagai destinasi pariwisata dunia
10. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

6
Sumber: http://www.mab-indonesia.org

Laporan Akhir 121


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 5
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA

Pengembangan pariwisata Wakatobi harus diupayakan agar sejalan dengan konsep dan
prinsip pembangunan berkelanjutan, mengingat Kabupaten Wakatobi merupakan
gugusan pulau-pulau kecil yang relatif rentan secara ekosistem, maka pengembangan
pariwisatanya perlu menerapkan kaidah-kaidah sebagai berikut:

1. Pengembangan pariwisata harus berorientasi jangka panjang dan terintegrasi,


sehingga tidak hanya memanfaatkan, akan tetapi sekaligus melestarikan sumber
daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik wisata agar memberikan manfaat
luas kepada masyarakat.
2. Pengembangan pariwisata agar sesuai dengan karakter wilayah, kondisi lingkungan,
dan konteks sosial budaya.
3. Pengembangan pariwisata diharapkan menciptakan keselarasan, yaitu menciptakan
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan saling menghargai nilai-nilai
sosial, melalui sinergitas antara kebutuhan wisatawan dan penyedia layanan oleh
pelaku wisata atau masyarakat lokal.
4. Pengembangan pariwisata memperhitungkan daya dukung sumber daya
pariwisatanya, serta menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recyle) dalam
mencapai efektifitas.
5. Pengelolaan kegiatan pariwisata yang adaptif, memperhatikan dan tanggap
terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar, termasuk dari sisi
permintaan (pasar) dan penawaran (produk).

Kaidah-kaidah di atas seyogyanya menjadi prinsip utama bagi semua pihak, termasuk
pemerintah daerah, pelaku wisata, dan masyarakat dalam pengembangan
pariwisata.Penyusunan rencana pengelolaan pariwisata ini merupakan salah satu upaya
untuk mencapai visi pengembangan pariwisata berkelanjutan di Wakatobi tersebut.

Karakter wilayah dan kondisi lingkungan merupakan tantangan tersendiri bagi


Wakatobi.Pengembangan Wakatobi sebagai suatu destinasi yang berfungsi baik dan
bernilai tinggi membutuhkan peran dari semua pihak, terutama karena banyak elemen
yang mutlak diperlukan oleh pariwisata membutuhkan peran pemerintah, seperti
pembangunan sarana transportasi; dan besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk
pembangunan itu sendiri. Kemitraan dengan multi pihak dapat diwujudkan dalam
berbagai bentuk, antara lain: membentuk forum pengembangan pariwisata atau
membentuk dan membina kerjasama swasta dengan masyarakat. Dalam

Laporan Akhir 122


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

pelaksanaannya perlu didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang menunjang


penerapan program-program yang telah disusun.
Konsep pengembangan pariwisata di Wakatobi didasarkan pada beberapa pendekatan,
diantaranya:

e. Peningkatan Daya Saing


Daya tarik wisata, khususnya ekosistem bawah laut dan budaya bahari lokal
merupakan potensi pariwisata/kelebihan (comparative advantages). Oleh karena
itu pengembangan pariwisata didorong sebagai sebuah proses untuk membuat
potensi pariwisata tersebut sebagai nilai lebih (added value) agar dapat bersaing
dengan destinasi lain.

f. Pelibatan Masyarakat
Potensi sumber daya laut yang menjadi daya tarik utama, juga merupakan sumber
utama masyarakat Wakatobi yang berprofesi sebagai nelayan.Pengembangan
pariwisata di arahkan agar melibatkan masyarakat sejak perencanaan serta
mendorong para pelaku wisata dan pemerintah untuk bekerjasama dengan
masyarakat, termasuk upaya peningkatan kapasitas dan pengelolaan daya tarik
atau usaha mikro sebagai penunjang pariwisata.

g. Konservasi Lingkungan
Kualitas lingkungan hidup merupakan asset utama Wakatobi dan sekaligus syarat
mutlak untuk keberlanjutan pariwisata.Pengembangan pariwisata didorong untuk
menjamin keberlanjutan upaya-upaya konservasi lingkungan dan memberikan nilai
lebih dari konservasi itu sendiri bagi masyarakat.

h. Peningkatan Perekonomian lokal


Pengembangan pariwisata di Wakatobi diarahkan untuk dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat disekitar daya tarik dan sekaligus meningkatkan
pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

Sesuai dengan pendekatan di atas, maka konsep pengembangan pariwisata di


Wakatobi dapat diarahkan pada beberapa konsep pengembangan, yaitu:
7. Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
8. Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Alam dan
Budaya
9. Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas dan Resor
10. Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan
11. Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan Bisnis
12. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak
Konsep no 1, 2, 3, dan 5 akan memberikan gambaran dan warna seperti apa pariwisata
yang akan dikembangkan; sementara peningkatan daya saing produk dan pelayanan

Laporan Akhir 123


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

adalah hal yang mutlak diperlukan untuk menjawab tantangan pasar. Sementara
pengelolaan pariwisata multi pihak dirasakan sebagai konsep yang paling cocok untuk
mewadahi keragaman dan dinamika pelaku pariwisata di Wakatobi. Berikut penjabaran
dari 4 (empat) konsep utama pengembangan pariwisata di Wakatobi:

1. Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat


Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat mengutamakan masyarakat di
sekitar daya tarik sebagai pelaku utama dan juga penerima manfaat terbesar dari
kegiatan pariwisata.Karakter wilayah Wakatobi sebagai pulau-pulau kecil, memiliki
ciri khas dimana masyarakat sangat bergantung pada sumber daya alam sekitarnya
untuk memenuhi dasar kehidupan.Oleh karena itu hubungan masyarakat dengan
sumber daya laut dan daratan sangatlah kuat. Di sisi lain pariwisata juga
bergantung pada sumber daya alam laut dan darat, dengan demikian antara
masyarakat dan wisatawan memiliki ketergantungan pada sumber daya yang sama.
Oleh karena itu konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat merupakan
salah satu konsep yang bisa dikembangkan di Wakatobi. Sebaliknya, jika
masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pariwisata, maka diharapkan
secara moral masyarakat juga akan berpartisipasi dalam upaya melestarikan
sumber daya alam laut dan darat sebagai sumber kehidupan mereka dan sekaligus
sebagai aset pariwisata. Dalam hal ini kegiatan pariwisata memberikan nilai tambah
(added value) kepada sumber daya alam laut dan darat, sehingga mampu
memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat.Jika hubungan ini dipelihara
dengan baik, maka kegiatan pariwisata dapat berjalan selaras dengan kegiatan
harian masyarakat.

Pelibatan masyarakat sebaiknya dilakukan sejak tahapan perencanaan hingga


implementasi program, dengan pendampingan dan bantuan tenaga teknis dari
pihak pemerintah maupun akademisi serta LSM.Perencanaan disusun melalui
pendekatan partisipatif, sehingga masyarakat mempunyai rasa kepemilikan yang
tinggi terhadap hasil perencanaan. Dengan demikian masyarakat akan
berpartisipasi secara aktif di dalam mensukseskan rencana kerja yang telah disusun.

Disisi lain, pada pengembangan konsep pariwisata berbasis masyarakat, semua


pihak baik masyarakat, pemerintah dan juga pendamping masyarakat haruslah
mengerti betul tentang pendekatan partisipatif. Konsep partisipatif dimaksudkan
untuk meningkatkan rasa memiliki (ownership), dimana semua pihak berkontribusi
secara mandiri sesuai kemampuannya.Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
pariwisata berbasis masyarakat, setidaknya dapat memperhatikan beberapa tolok
ukur agar konsep partisipasi yang dilaksanakan dapat dikatagorikan sebagai
partisipasi yang sesungguhnya. Tolok ukur tersebut diantaranya:
Adanya akses dan kontrol masyarakat terhadap kegiatan pariwisata yang
dikelola di daerahnya.

Laporan Akhir 124


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Adanya manfaat langsung dan tidak langsung dari kegiatan pariwisata.


Adanya komunikasi yg baik dan berbagi pengalaman antara masyarakat dan
atau antara masyarakat dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Adanya peraturan dan kebijakan yang disusun berdasarkan musyawarah
masyarakat baik untuk tata kelola organisasi, termasuk pengelolaan
keuangan hasil kegiatan, distribusi keuntungan, distribusi kesempatan,
pengaturan untuk perbedaan pandangan dan kepentingan, pengaturan
kerjasama denga pihak luar serta pengaturan pengunjung.
Adanya kemampuan teknis masyarakat untuk mengelola kegiatan
pariwisata yang berkualitas.

Selain itu semua pihak juga perlu memahami tingkatan partisipasi, karena seringkali
tahapan sosialisasi sudah dikatagorikan sebagai tahapan partisipasi yang
sesungguhnya. Sementara beberapa tingkatan partisipasi dapat dilihat sebagai
berikut:

Tingkat 1. Pengumpulan informasi (Information gathering):


merupakan tingkatan paling rendah, dimana masyarakat secara perorangan
menjawab pertanyaan yang diajukan.

Tingkat 2. Konsultasi (Consultation):


Merupakan tingkat yang lebih tinggi dari tingkat pengumpulan data, dimana
masyarakat baik perorangan maupun kelompok, berkosultasi menjawab
pertanyaan, memberikan pendapat melalui sebuah pertemuan. Komunikasi dua
arah, akan tetapi masyarakat tidak ikut dalam pengambilan keputusan.

Tingkat 3. Konsiliasi dan kemitraan (Conciliation and Partnership):


Merupakan tingkatan yang lebih tinggi lagi, seperti halnya tahap konsultasi, akan
tetapi masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan sebagai rekomendasi
atau kesepakatan akhir melalui fasilitasi atau kemitraan dengan pihak lain.

Tingkat 4. Mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization):


Merupakan tingkat yang tinggi dalam partisipasi, dimana masyarakat mengambil
inisiatif sendiri.Masyarakat memegang kontrol atas jalannya pertemuan dan
kesepakatan untuk pengambilan keputusan.Jika memerlukan bantuan fasilitasi
pihak luar, biasanya masyarakat menentukan pihak yang diinginkan.

2. Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan untuk Kelompok Masyarakat


Kondisi fisik dan akses Wakatobi juga sangat mempengaruhi pasar
pariwisata.Aksesibilitas dari udara lebih banyak melayani pengunjung kelas
menengah ke atas karena berbiaya tinggi, sementara akses laut dapat melayani
pengunjung kelas menengah ke bawah, namun memiliki kendala dari sisi waktu

Laporan Akhir 125


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

yang memberikan keterbatasan. Hal ini perlu disadari oleh banyak pihak di
Wakatobi, karena kondisi tersebut akan mempengaruhi wisatawan yang datang dan
atau dijadikan target pasar.

Beberapa kelompok pasar, seperti pelajar dan backpacker sangat rentan pada
elemen harga.Dengan biaya tinggi, sangat sulit bagi produk masyarakat untuk
menargetkan kelompok pasar ini.Sementara saat ini Wakatobi lebih banyak
dikunjungi oleh wisatawan dengan tujuan menyelam, yang biasanya dikatagorikan
sebagai wisatawan minat khusus dan memiliki kemampuan membayar yang
baik.Namun demikian wisatawan selam tidak secara otomatis mempunyai
ketertarikan pada produk wisata non selam seperti budaya atau kerajinan, seperti
yang banyak dikembangkan masyarakat; kecuali kegiatan wisata tersebut
dikombinasi dengan kegiatan wisata berbasis menyelam. Cara lain keterlibatan
masyarakat adalah dengan mencari peluang untuk bekerja di berbagai sektor
penunjang pariwisata, seperti penyedia jasa makanan, penyedia jasa transportasi
darat maupun laut, jasa pemanduan dan sebagainya.

Dalam hal ini berarti peluang terbesar bagi masyarakat dalam pariwisata adalah
menyediakan jasa dan usaha pendukung yang bersifat mengikuti (follower) tren
pasar yang ada. Artinya masyarakat lebih fokus pada ceruk pasar yang ada dan
mengemas berbagai kegiatan wisata atau jasa usaha lain untuk mampu menarik
wisatawan yang datang dengan tujuan utama yang lain.

Di masa mendatang, ketika kapasitas kelompok masyarakat sudah meningkat


(dalam hal teknis, pelayanan, manajerial, perencanaan, pemasaran, dan
sebagainya) maka tidak mungkin kelompok masyarakat didorong untuk
meningkatkan perannya. Konsep ini membutuhkan dua hal penting, yaitu:
Pengembangan jejaring
Kelompok masyarakat harus membina hubungan bisnis dengan pelaku lain
di sektor pariwisata; baik dengan biro perjalanan wisata dan pemandu
(khususnya bagi kelompok yang menjual paket wisata), hotel dan
penginapan (khususnya bagi kelompok yang menjual pasokan makanan),
dan sebagainya.
Pemberian dukungan bagi kelompok masyarakat
Peningkatan kapasitas bagi masyarakat di bidang pariwisata mulai dari
pemahaman pariwisata, penerapan sapta pesona, pemanduan,
kelembagaan, bisnis pariwisata, pengelolaan keuangan mikro, pengelolaan
pengunjung, termasuk pengelolaan dampak negatif sebagai akibat kegiatan
pariwisata serta kontribusi terhadap kegiatan pelestarian sumber daya alam
dan budaya sangat diperlukan. Selain itu, dukungan keuangan seperti akses
kepada lembaga keuangan dan pemberian mikro kredit dengan suku bunga

Laporan Akhir 126


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

rendah) juga sangat dibutuhkan agar kelompok masyarakat dapat


membangun jasa usaha yang professional dan berkualitas.

3. Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Berbasis


Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam berbagai program konservasi lingkungan harus
didorong agar masyarakat tidak hanya menjadi obyek dari program (misalnya:
penerima informasi, penerima bantuan, dan sebagainya) tetapi terlibat sebagai
subyek atau pelaku dari program konservasi. Tentu saja hal ini harus disesuaikan
dengan kapasitas masyarakat tersebut; dan jika memungkinkan dibarengi dengan
program peningkatan kapasitas.Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam
konservasi adalah salah satu kunci keberlanjutan dari konservasi itu sendiri.Hal ini
adalah elemen yang sangat penting dan merupakan nilai lebih (competitive
advantage) dari suatu destinasi.

Lebih lanjut, kegiatan konservasi lingkungan berbasis masyarakat ini merupakan


salah satu nilai jual (selling point) bagi destinasi; ketika wisatawan diajak untuk ikut
terlibat bersama masyarakat dan fasilitator dalam berbagai kegiatan konservasi.
Kegiatan konservasi yang dilakukan berkesinambungan dan melibatkan masyarakat
terbukti di destinasi lain jauh lebih menarik dibanding kegiatan konservasi yang
dilakukan kali tertentu saja. Hal ini juga di dorong adanya perubahan paradigma
berlibur baik dari wisatawan mancanegara maupun wisatwan nusantara kelas
menengah ke atas.Perubahan paradigma ini salah satunya adalah lebih memilih
kegiatan Pariwisata yang tidak merusak lingkungan serta memberikan aspirasi lebih
kepada usaha masyarakat yang berkontribusi pada upaya pelestarian sumber daya
alam maupun budaya. Dalam aplikasinya wisatawan lebih memilih kegiatan wisata
yang bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat, karena akan memberikan
pengalaman yang akan memperkaya hidupnya. Peluang ini tentunya terbuka luas
diWakatobi, karena kesadaran masyarakat akan kegiatan konservasi sudah cukup
baik, atas dedikasi bimbingan WWF dan joint program selama lebih dari 10 tahun.
Kedasaran dan upaya konservasi ini merupakan modal sosial yang kuat untuk
mengembangkan kegiatan-kegiatan konservasi sebagai daya tarik Pariwisata.

Salah satu contoh di Wakatobi adalah kegiatan Proyek Wallacea, dimana setiap
tahunnya puluhan bahkan ratusan sukarelawan bersedia membayar untuk
membantu kegiatan konservasi, seperti penelitian terumbu karang, membantu
masyarakat dalam kegiatan perikanan maupun berinteraksi dengan masyarakat
untuk ikut dalam kegiatan sehari-hari. Peluang ini sebenarnya terbuka luas bagi
masyarakat untuk menata informasi dan mengemas kegiatan untuk dijadikan daya
tarik wisata, sekaligus mengembangkan nilai manfaatnya melalui kegiatan
Pariwisata.Peluang yang kemudian dapat dikembangkan juga adalah menghidupkan
kembali cara-cara tradisional masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam

Laporan Akhir 127


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

laut secara lestari.Hal ini menjadi kegiatan yang disukai wisatawan karena
mempelajari kearifan lokal masyarakat wakatobi dalam mengelola sumber daya
alamnya.

4. Konsep Pariwisata Berbasis Resor


Konsep pariwisata berbasis resor merupakan salah satu tipe pengembangan yang
dapat diimplementasikan di Kabupaten Wakatobi.Saat ini Wakatobi telah pula
menerapkan pola ini dengan adanya investor dari luar negeri serta investor dari
Kabupaten.Konsep ini dapat diterapkan karena sesuai dengan karakteristik dan
kondisi lokasi, serta sesuai dengan visi pariwisata yang ditetapkan, dimana
pariwisata Wakatobi dikembangkan untuk dikenal dunia.Hal ini mengartikan bahwa
kualitas pariwisata yang ditawarkan haruslah memiliki kualitas internasional, baik
dari sisi kualitas sumber daya alam dan budaya, kualitas pelayanan dan kegiatan
maupun kualitas fasilitas pariwisata yang dibangun.Salah satu isu strategis adalah
mahalnya bahan bangunan, sehingga pembangunan fasilitas pariwisata yang baik
memerlukan investasi yang besar pula, dan hal ini tentunya kecil kemungkinan
mendapatkan investasi dari investor dari dalam Kabupaten untuk menerapkan
sesuai dengan standar internasional.

Namun demikian konsep pariwisata berbasis resor juga harus diikuti oleh kebijakan
dari Pemerintah daerah, agar pembangunannya dapat dikontrol dan tidak
menimbulkan dampak negatif baik lingkungan maupun sosial budaya.Oleh karena
itu, dimanapun sebuah resor direncanakan, maka harus dilakukan kajian dampak
sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, serta kajian konservasi lingkungan
(seperti analisis dampak lingkungan, analisis daya dukung lingkungan, dan
sebagainya).Pemerintah daerah dapat menyusun peraturan-peraturan yang
mengatur hal-hal ini.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan konsep pariwisata


berbasis resor adalah:
a) Menentukan zona pengembangan, sesuai dengan zona pariwisata yang telah
ditetapkan dalam RTRW dan zona Taman Nasional.
b) Menyusun kebijakan tentang investasi pariwisata, dengan mempertimbangkan
hal-hal tentang daya dukung lingkungan, kontribusi terhadap pelestarian
sumber daya alam laut dan darat, presentase pelibatan dan membuka
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar lokasi, klausul tentang bisnis yang
tidak bersifat monopoli; mengatur hal-hal tentang akses bagi masyarakat
terhadap laut sebagai mata pencaharian utama.
c) Menyusun klausul yang mengatur investor agar tidak menguasai daya tarik
bawah laut tertentu, karena daya tarik wisata bawah laut merupakan kawasan
publik yang dapat digunakan oleh semua pihak. Namun investor bekerjasama

Laporan Akhir 128


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

dengan pemerintah dan masyarakat berkontribusi menjaga keutuhan daya tarik


dari kegiatan-kegiatan yang bersifat merusak.
d) Menyusun pengaturan penerimaan pendapatan daerah dari investasi resor.
e) Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pengembangan resor.
Pada dasarnya pengembangan konsep pariwisata berbasis resor diimplementasikan
sebagai bagian yang tidak terlepaskan dari mekanisme pembangunan konsep
pariwisata berbasis masyarakat. Artinya pembangunan pariwisata berbasis resor
harus mendukung keterlibatan sebanyak mungkin masyarakat dan tidak sebaliknya
membatasi peluang serta akses masyarakat ke kawasan daya tarik.Pada dasarnya
kombinasi konsep pariwisata berbasis resor dan pariwisata berbasis masyarakat
dirasakan tepat untuk di implementasikan di Kabupaten Wakatobi, guna
meningkatkan percepatan pembangunan pariwisata ekologis di Wakatobi.

5. Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan


Seperti dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan dalam mencapai visi Pariwisata
Wakatobi, maka konsep peningkatan daya saing sangat penting untuk
diterapkan.Konsep ini sebagai konsekwensi logis dari pembangunan sektor
pariwisata, dimana sektor pariwisata untuk diakui secara internasional dituntut
untuk mengembangkan dan menerapkan standar minimum untuk produk wisata,
pelayanan Pariwisata serta fasilitas Pariwisata. Dalam visi Pariwisata Wakatobi,
telah dirumuskan untuk mengembangkan Pariwisata ekologis (ecotourism), artinya
standar yang dikembangkan untuk produk, pelayanan dan fasilitas harus
memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata ekologis, yaitu ramah lingkungan, ramah
masyarakat dan ramah wisatawan. Konsep ini juga memberikan arahan dalam
penyusunan produk dan pelayanan wisata yang harus memperhatikan produk-
produk sejenis dari pesaing di tingkat propinsi, nasional dan internasional yang
memiliki pangsa pasar yang sama.

Standar minimum yang dikembangkan akan lebih menjamin kualitas produk dan
pelayanan wisata, sehingga memberikan garansi pada wisatawan bahwa pelayanan
yang diberikan di satu daya tarik dan daya tarik lainnya memiliki standar minimum
yang sama. Penerapan konsep ini juga perlu dibarengi dengan kebijakan di tingkat
Kabupaten. Saat ini, secara nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
telah mengeluarkan beberapastandard tingkat nasional7 dalam bidang
kepariwisataan, khususnya untuk sub sektorbiro perjalanan wisata; spa; Restoran,
Bar dan Jasa Boga Bidang Industri Jasa Boga; Pimpinan Perjalanan Wisata;
Kepemanduan Wisata Selam; Kepemanduan Wisata; Kepemanduan Museum;
Kepemanduan Ekowisata; dan Kepemanduan Arung Jeram.Pemerintah daerah
dapat mengacu kepada standard nasional ini dan mengembangkan standar
minimum pelayanan sesuai dengan kondisi lokal.

7
http://www.parekraf.go.id

Laporan Akhir 129


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

6. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak


Konsep ini dibutuhkan mengingat Wakatobi merupakan kawasan pulau-pulau
dengan dengan berbagai stakeholder serta akses terbuka sehingga memerlukan
sistem dan mekanisme pemantauan yang bersifat jejaring.Konsep ini ditujukan
untuk mendorong pengelolaan pariwisata yang lebih transparan, dimana destinasi
Pariwisata juga membutuhkan tata kelola yang baik serta akuntabel. Konsep ini
mengharuskan adanya Forum multipihak (pemerintah, swasta, perwakilan
masyarakat, akademisi) yang akan berperan memberikan arah, mendorong
kebijakan pemerintah, harmonisasi kegiatan dari para pihak yang berkepentingan,
melakukan pencitraan destinasi, membuka peluang-peluang investasi serta
memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menerapkan perencanaan yang telah
disusun. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi pihak pada kawasan yang memiliki
kemampuan tinggi secara politik dan implementasi, biasanya pelaksanaannya
hingga pembentukan lembaga pengelolaan di tingkat destinasi.Namun jika
kemampuan para pihak masih dalam tahapan yang terbatas, karena biasanya untuk
memenuhi konsekwensi logis lainnya yaitu pendanaan untuk keberlanjutan forum
seringkali mendapatkan hambatan, maka konsep dapat diterapkan dalam tahapan
yang mampu di implementasikan oleh para pihak di tingkat Kabupaten.Sebagai
contoh jika Forum Pengembangan Pariwisata Wakatobi dibentuk dan terdiri dari
berbagai pihak kepentingan, maka peranannya adalah sebagai pendorong dan
menstimulasi pergerakan pembangunan Pariwisata searah dengan hasil
perencanaan.

Laporan Akhir 130


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 6
STRATEGI, PROGRAM, DAN KEGIATAN
PENGEMBANGAN PARIWISATA

Sesuai dengan konsep pengembangan yang diuraikan di atas serta untuk mencapai visi
dan misi serta melaksanakan konsep pengembangan pariwisata tersebut, maka
disusunlah beberapa strategi pengembangan sebagai berikut:

Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat


Strategi 1. Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan
pengelolaan pariwisata
Strategi 2. Mengembangkan sistem pengelolaan daya tarik wisata berbasis kelompok
masyarakat

Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Alam dan Budaya


Strategi 3. Mendorong pengembangan Pariwisata yang berkontribusi pada konservasi
lingkungan alam dan binaan
Strategi 4. Mengembangkan produk wisata yang berkontribusi pada konservasi
lingkungan alam dan budaya
Strategi 5. Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap
lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat
guna

Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas dan Resor


Strategi 6. Mengembangkan kawasan-kawasan prioritas pengembangan pariwisata
Strategi 7. Mendorong pengembangan resor wisata oleh sektor swasta

Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan


Strategi 8. Mengembangkan sarana, prasarana serta fasilitas pariwisata dan
penunjang pariwisata sesuai dengan target pasar
Strategi 9. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik di lingkup industri,
pemerintah, dan kelompok masyarakat

Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan Bisnis


Strategi 10. Memfasilitasi pembentukan hubungan bisnis antara kelompok dan industri
pariwisata skala lokal

Laporan Akhir 131


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Strategi 11. Memberikan dukungan bisnis bagi industri pariwisata skala lokal dan
kelompok masyarakat
Strategi 12. Mengembangkan sistem informasi pariwisata
Strategi 13. Mengembangan sistem pemasaran yang inovatif sesuai target pasar

Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak


Strategi 14. Membangun sistem pengelolaan destinasi pariwisata dengan kolaborasi
multi pihak

Penjabaran dari program tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut.

Laporan Akhir 132


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 6.1 Indikasi Program dan Kegiatan

DURASI
2
NO INDIKATOR PROGRAM KEGIATAN PIC 20 20 20 20 0
14 15 16 17 1
8
1 Membangun sistem pengelolaan pariwisata yang mendorong kolaborasi multi pihak LWG DMO Wakatobi
i Terbentuknya Forum Pengembangan Pariwisata Workshop pembentukan Forum Disbudpar Kabupaten
Wakatobi. Pengembangan Pariwisata Wakatobi.
Terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah Sosialisasi pengurus dan Program BPPD ( Badan Disbudpar Kabupaten
ii
Promosi Pariwisata Daerah)
Tersosialisasinya pengurus dan program Perhimpunan Sosialisasi Pengurus dan Program PHRI Disbudpar Kabupaten
iii
Hotel dan Restoran Indonesia cabang Wakatobi Wakatobi di masyarakat.
Iv Pembentukan organisasi multi pihak untuk Workshop seluruh stakeholders kepariwisataan Disbudpar Kabupaten,
pengembangan pariwisata (yang berfungsi sebagai Wakatobi DMO, JP
penggerak dan harmonisasi program para pihak)
Adanya Sinergitas dan harmonisasi program antar Rapat koordinasi rutin antar Disbudpar,DMO,JP,BTNW
instansi dan pihak instansi/stakeholders
V
Pendampingan Masyarakat dalam pengelolaan LWG DMO Wakatobi
pariwisata
Vi Adanya kemitraan antar lembaga terkait untuk Workshop peningkatan kualitas pelayanan Tim DMO Wakatobi
meningkatkan kualitas pelayanan transportasi udara transportasi udara, darat dan laut
dan laut
Vii Adanya Integrasi daya dukung lingkungan dalam Sosialisasi daya dukung lingkungan ke Disbudpar, BLH, TNW,
pengembangan pariwisata stakeholders terkait Kehutanan, DKP
viiii Penerapan pengelolaan yang adaptif Workshop penyusunan sistem tata kelola Disbudpar , BLH, LWG
Pariwisata Wakatobi.
Pertemuan dan monitoring kegiatan Disbudpar , BLH, LWG
pengelolaan kepariwisataan Wakatobi
Pemutakhiran data dasar pariwisata Disbudpar , BLH, LWG

Laporan Akhir 133


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2 Mengembangkan produk dan pelayanan pariwisata yang berdaya saing dan berkontribusi terhadap Disbudpar Kab. Wakatobi,
konservasi lingkungan (alam dan budaya) asosiasi industri pariwisata
(ASITA, PHRI, HPI)
Workshop penyusunan standar minimum DMO Wakatobi, JP
produk dan pelayanan Pariwisata ekologis
I Adanya standar produk dan pelayanan Pariwisata Menyusun kode etik untuk wisatawan dan Disbudpar, PHRI, HPI,
standar operasi prosedur untuk pengelola dan DMO Wakatobi, Lembaga
pemandu (yang lalu disosialisasikan melalui Sara
media informasi - point 6)
Menyusun paket wisata ekologis berbasis Disbudpar Kabupaten,
masyarakat ASITA
Menyusun paket wisata ekologis berbasis
budaya bahari
Diversifikasi produk pariwisata alam di daratan dan
Ii Menyusun paket wisata ekologis berbasis alam
budaya bahari
dan petualangan
Mengembangkan cinderamata khas Wakatobi Disbudpar + Disperindag
Mengemas kuliner khas Wakatobi untuk Disbudpar + PHRI
wisatawan
Iii Terselenggaranya Event Budaya yang berjadwal Peristiwa Budaya Tahunan di Daerah-daerah di Disbudpar Kabupaten
Wakatobi
Iv Produk pariwisata yang berkontribusi terhadap Menyusun paket pariwisata berbasis konservasi ASITA, JP, LSM
konservasi lingkungan lingkungan
3 Mendorong pengembangan sarana prasarana serta fasilitas pariwisata dan penunjang pariwisata Disbudpar
I Berkembangnya rumah inap (homestay) masyarakat Pengadaan dan pengembangan rumah inap Disbudpar Kabupaten,
(homestay) dan gazebo Dinas Kehutanan, Dinas
PU, Dinas Tata ruang,
Ii Adanya fasilitas penunjang Pembangunan pusat rekreasi masyarakat Dinas Tata ruang
Peningkatan kualitas fasilitas restoran, kios, dan
toilet di bandara dan pelabuhan
Peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan, Bank
perbankan, khususnya di ibukota kecamatan terkait
atau lokasi wisata

Laporan Akhir 134


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

4 Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan Disbudpar Kab. Wakatobi,
SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna JP WWF-TNC, Balai TNW
Penerapan desain arsitektur berorientasi iklim membuat panduan sederhana tentang Dinas Tata ruang, BLH
arsitektur berorientasi iklim dan didistribusikan
I pada saat pengajuan IMB
Sosialisasi Panduan sederhana tentang Dinas Tata ruang, BLH
arsitektur berorientasi iklim
Ii Mendorong pemakaian energi terbarukan kampanye hemat energi dan potensi energi LPTK
terbarukan
membuat model aplikasi teknologi energi
terbarukan di fasilitas pariwisata
Membuat kerjasama dengan perusahaan atau
donor untuk aplikasi energi terbarukan
Iii Aplikasi teknologi tepat guna untuk penyediaan air Memperbaiki tandon air komunal dan PDAM
bersih Mengembangkan sistem pengelolaan kolektif
berbasis desa
Melakukan studi kelayakan penyediaan sumber
air bersih
Iv Aplikasi teknologi tepat guna untuk pengelolaan Kampanye pengelolaan sampah untuk Dinas Kebersihan
limbah penyedia jasa usaha pariwisata
Membangun fasilitas pengolahan limbah cair
komunal
5 Meningkatkan kapasitas SDM pariwisata yang berkualitas Disbudpar Kab. Wakatobi,
Asosiasi industri
pariwisata, JP
I Program peningkatan kapasitas SDM pariwisata dalam Bimbingan teknis pelayanan prima untuk Disbudpar Kabupaten
pelayanan, pemanduan dan keselamatan penyedia jasa akomodasi dan restoran
Bimbingan teknis pelayanan prima untuk Disbudpar Kabupaten
penyedia jasa biro perjalanan wisata
Bimbingan teknis kepemanduan untuk
pemandu wisata
Bimbingan teknis prosedur keselamatan bagi
wisatawan untuk pemandu

Laporan Akhir 135


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Bimbingan teknis pengembangan produk Disbudpar Kabupaten


wisata
Bimbingan kewirausahaan di bidang pariwisata Disbudpar Kabupaten
Bimbingan teknis pengelolaan organisasi di Disbudpar Kabupaten
daya tarik
Bimbingan teknis keuangan mikro pada Disbudpar Kabupaten
pengelola daya tarik.
Bimbingan teknis sadar wisata dan Disbudpar Kabupaten
implementasi sapta pesona
Bimbingan teknis untuk pemandu selam Disbudpar Kabupaten
(tingkat pemula, open water, dan
berkelanjutan )
Ii peningkatan kapasitas aparat pemerintah tentang Bimbingan teknis perencanaan dan Disbudpar Kab, Provinsi
pengelolaan pariwisata pengelolaan daya tarik Pariwisata. dan DMO
Bimbingan teknis penyusunan kebijakan di Disbudpar Kab, Provinsi
bidang Pariwisata. dan DMO
Bimbingan teknis konsep dan tahapan Disbudpar Kab, Provinsi
pengembangan Pariwisata berbasis masyarakat dan DMO
Iii Pengembangan kapasitas asosiasi pariwisata (ASITA, Bimbingan teknis pengelolaan organisasi Disbudpar Kab. Wakatobi
PHRI, HPI) (ASITA, PHRI, HPI)
Iv Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan Sosialisasi pengelolaan fasilitas pariwisata bagi Disbudpar Kab.Wakatobi,
fasilitas pariwisata dan pengembangan produk masyarakat DMO, Perindakop, Dishub
pariwisata
V Lisensi dan sertifikasi kompetensi sumber daya Uji sertifikasi SDM pariwisata bekerjasama Kementerian Pariwisata
pariwisata dengan LSP Pariwisata
Vi Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk Bimbingan teknis penyusunan proposal BPKD
mengakses modal dan pengelolaan keuangan Bimbingan teknis pengelolaan keuangan mikro Dinas Perindakop
5 Mengembangkan sistem pemasaran yang inovatif untuk mempromosikan destinasi dan produk Disbudpar Kab. Wakatobi
pariwisata ditingkat nasional, regional dan internasional.
I Pengembangan strategi pemasaran Studi pasar pariwisata Wakatobi Disbudpar Kab. dan
Provinsi
Penyusunan blue print pemasaran pariwisata Disbudpar Kabupaten +

Laporan Akhir 136


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Wakatobi Kemenparekraf
Ii Pencitraan Wakatobi sebagai destinasi ekologis dunia Promosi bersama pariwisata alam dan budaya
bahari (tk provinsi, nasional, int'l)
Pemilihan Duta wisata, Duta Karang dan Putri Disparekraf Kabupaten
Bahtera Mas
Iii Pengembangan sistem informasi pariwisata Wakatobi Penyediaan fasilitas untuk TIC Disbudpar Kabupaten
Pembuatan media informasi elektronik, media
sosial dan media cetak
Pemasangan media informasi di tempat-tempat
umum, seperti bandara Hasanudin, bandara
Matahora dan pelabuhan laut.
Pembuatan buku panduan perjalanan (Travel Disbudpar Kabupaten
Guide) Wakatobi
Pembuatan film bawah laut Disbudpar Kabupaten
Promosi melalui Inflight Magazine dan TV Disbudpar Kabupaten
Nasional
Iv Pengenalan produk pariwisata Wakatobi Mengembangkan event-event yang Disbudpar +ASITA
mempromosikan/memperkenalkan paket
wisata baru
Kampanye konservasi lingkungan dan Disbudpar + JP+ BTNW
pariwisata kepada wisatawan
Mengikuti pameran Pariwisata di tingkat Disbudpar Kabupaten
regional, nasional dan internasional.
6 Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Disbudpar Kab. Wakatobi,
JP WWF-TNC, Balai TNW
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Kampanye Sadar Wisata. Disbudpar Kabupaten
mengenai pariwisata Tindak lanjut seminar dan dialog budaya: Disbudpar Kabupaten,
transformasi nilai budaya Buton dalam Dinas Pendidikan
I
pembangunan (Penulusuran naskah dan
interpretasi serta revitalisasi Sejarah dan
Budaya Buton)
Ii Meningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan Pelatihan pengelolaan daya tarik wisata disbudpar, JP, TNW

Laporan Akhir 137


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

daya tarik wisata Pertemuan dalam rangka membentuk kerja disparbud +JP+
sama antara kelompok masyarakat dengan DMO+BTNW
industry
Iii Memberikan insentif untuk pengembangan jasa usaha Identifikasi sumber dana bergulir kepada Diskop&UMKM +
pariwisata oleh masyarakat lokal kelompok-kelompok masyarakat pengelola jasa Disbudpar + JP +TNW
usaha pariwisata
Pemetaan kebutuhan penerima dana bergulir
Fasilitasi sumber pemberi dana dengan
kelompok penerima dana
Evaluasi Pemberian dana kepada kelompok- Diskop&UMKM +
kelompok jasa usaha pariwisata Disbudpar + JP +TNW
7 Mendorong pengembangan pariwisata yang memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas Disbudpar Kabupaten
lingkungan dan konservasi
I Menyusun kebijakan pengelolaan lingkungan dalam kajian daya dukung lingkungan hidup BLH + JP +TNW
pengembangan pariwisata Penyusunan pedoman pengembangan Disbudpar + JP+BLH+TNW
pariwisata berwawasan lingkungan hidup
Konsultasi publik dan sosialisasi pedoman Disbudpar + JP+
pariwisata berwawasan lingkungan BTNW+BLH
Ii Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Kampanye konservasi lingkungan dan Disbudpar + JP+
mengenai konsep pariwisata berwawasan lingkungan pariwisata kepada masyarakat dan wisatawan BTNW+DMO+ Dinas
hidup Pendidikan
Iii Mengembangkan produk pariwisata yang berkontribusi identifikasi program konservasi yang sudah ada ASITA, JP, LSM, BTNW
terhadap konservasi lingkungan untuk diintegrasikan dengan kegiatan
pariwisata

Laporan Akhir 138


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 6.2. Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Wangi-Wangi


WAHA MATAHORA
No Instansi Instansi Instansi Instansi
WAHA SOUSU PATUNO LONGA
Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana

Potensi yang Pantai pasir putih dan Pantai pasir putih dan Pantai pasir putih
1 Hutan Tropis
dimiliki terumbu karang terumbu karang dan terumbu karang

Target utama: Target utama: Target utama: Target utama:


Target Pasar wisatawan nusantara wisatawan lokal wisatawan nusantara wisatawan nusantara
2 Yang Target sekunder: Target sekunder:
Diinginkan Target sekunder: Target sekunder:
wisatawan wisatawan
wisatawan nusantara wisatawan lokal
mancanegara mancanegara

Menyelam Wisata pantai Menyelam Jelajah Hutan

Identifikasi
Snorkeling Berenang dan Snorkeling Snorkeling Pengamatan Satwa
Aktivitas
3
yang akan Wisata Pendidikan
Kuliner
ditawarkan Siswa
Pertunjukan musik di
pantai

Peletakkan papan Pembangunan gazebo Peletakkan papan Peletakkan papan


penunjuk arah di DisHub bagi wisatawan yang DisPar penunjuk arah di DisHub penunjuk arah di DisHut
beberapa lokasi ingin beristirahat beberapa lokasi beberapa lokasi
Peletakkan papan
Fasilitas Penyediaan kios-kios
DisPar + informasi obyek Penyediaan Lahan DisHut +
4 Yang informasi bagi Penyediaan Lahan Parkir DisPar
Tata Ruang wisata di lokasi Parkir Tata Ruang
Dibutuhkan wisatawan
wisata.
Penyediaan toilet Penyediaan kios-kios Penyediaan kios-kios
DisPar +
yang layak dengan informasi bagi DisPar informasi bagi DisHut
PU
fasilitas air bersih wisatawan wisatawan

Laporan Akhir 139


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Penyediaan pusat
Pembangunan panggung
cinderamata yang
DisPar terbuka, untuk kegiatan DisPar
dikelola oleh
kesenian
masyarakat
Penyediaan kios-kios
DisPar dan
makanan kecil bagi
Perindako
wisatawan yang
p
berkunjung

Penyediaan toilet yang


layak dengan fasilitas air DisPar
bersih

Pembentukan
Kampanye Sapta Pembentukan Kelompok Pelatihan pelayanan Kelompok
DisPar DisPar DisPar DisHut
Pesona Masyarakat Pengelola wisata Masyarakat
Pengelola
Pengenalan akan Kampanye Sapta
Program DisPar Kampanye Sapta Pesona DisPar DisPar
kekayaan bawah laut Pesona
Peningkatan
5 Kapasitas Pelatihan
Pelatihan Selam DisPar Pelatihan Keorganisasian DisPar DisHut
Yang Keorganisasian
Dibutuhkan DisPar+
Pelatihan membuat DisPar+ Pelatihan membuat Pelatihan
Perindako DisPar
cinderamata Perindakop kuliner khas kepemanduan
p
Pelatihan Joint
Keorganisasian Program

Laporan Akhir 140


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

PULAU KAPOTA LIYA RAYA


No Instansi LIYA Instansi Instansi Instansi Instansi
KAPOTA LIYA MAWI LIYA BAHARI LIYA TOGO
Pelaksana ONEMELANGKA Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana

terumbu karang,
Pantai pasir
danau air asin, pantai Pantai pasir putih
Potensi yang putih dan Hutan
1 pasir putih, benteng dan terumbu
dimiliki terumbu Tropis
togo melengo dan karang
karang
hutan bambu

Target utama: Target utama:


Target utama: Target utama: Utama:
wisatawan wisatawan
wisatawan nusantara wisatawan lokal Wisnus
Target Pasar lokal nusantara
2
Yang Diinginkan Target sekunder:
Sekunder:
wisatawan
WisMan
mancanegara

Menyelam & Jelajah desa & Pengolahan


Jelajah desa Jelajah desa
Snorkling kuliner rumput laut
Pengamatan Pertunjukan
Pantai dan berenang Snorkeling
burung Seni
Identifikasi Pemandangan
Aktivitas yang Jelajah pulau matahari
3 terbenam
akan
ditawarkan Pemandangan
matahari terbenam
Olahraga air

Fasilitas Yang Peletakkan papan Peletakkan papan Peletakkan Peletakkan Petunjuk


4 DisHub DisHub DisHub DisHub DisHub
Dibutuhkan penunjuk arah di penunjuk arah di papan papan Arah

Laporan Akhir 141


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

beberapa lokasi beberapa lokasi penunjuk arah penunjuk arah


di beberapa di beberapa
lokasi lokasi
Peletakkan Peletakkan
Kios
Peletakkan papan papan papan
Peletakkan papan Infomasi
DisPar + informasi obyek informasi informasi
ucapan selamat DisPar DisPar DisPar dan DisPar
TN wisata di lokasi obyek wisata obyek wisata
datang cinderamat
wisata. di lokasi di lokasi
a
wisata. wisata.
Penyediaan Penyediaan
Pembangunan
Penyediaan kios toilet yang toilet yang
gazebo bagi
informasi pariwisata DisPAr DisPar layak dengan DisPar layak dengan DisPar Toilet DisPar
wisatawan yang
di pelabuhan fasilitas air fasilitas air
ingin beristirahat
bersih bersih
Penyediaan
kios-kios
Penyediaan toilet
Pembangunan makanan kecil Penyediaan Papan
yang layak Masyaraka
jalanan di sepanjang DisPar DisPar bagi DisPar Kios Sewa Alat interpretasi DisPar
dengan fasilitas t
danau (boardwalk) wisatawan Selam wisata
air bersih
yang
berkunjung
Sarana
Penyediaan toilet
pengolahan DinKebersi
yang layak dengan DisPAr
sampah tingkat han
fasilitas air bersih
RW
Pembangunan
gazebo bagi
DisPAr
wisatawan yang ingin
beristirahat

Penyediaan genset DinPU

Kios Suvenir Perindako


masyarakat p
Sarana pengolahan DinKebersi
sampah tingkat RW han

Laporan Akhir 142


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Kampanye
Kampanye Sapta Kampanye Sapta Kampanye Kampanye
DisPar DisPar DisPar DisPar Sapta DisPar
Pesona Pesona Sapta Pesona Sapta Pesona
Pesona
Pelatihan
Pelatihan Pelatihan Pelatihan Pelatihan
DisPar DisPar DisPar DisPar Kepemandu DisPar
Kepemanduan Kepemanduan Kepemanduan Kepemanduan
an
Pembentuk
Program Pembentukan Pembentukan Pembentukan
DisPar+ an
Peningkatan Kelompok Kelompok Kelompok
5 Cinderamata Perindako DisPar DisPar DisPar Kelompok DisPar
Kapasitas Yang Masyarakat Masyarakat Masyarakat
p Masyarakat
Dibutuhkan Pengelola Pengelola Pengelola
Pengelola
Pelatihan Pelatihan
Pelatihan Joint Pelatihan Joint Joint Pelatihan Joint Joint
Keorganisasia Keorganisasi
Keorganisasian Program Keorganisasian Program Program Keorganisasian Program Program
n an
Pelatihan
pelayanan DisPar
prima

Tabel 6.3 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Hoga dan Pajam
HOGA PAJAM
No
Hoga Instansi Pelaksana Pajam Instansi Pelaksana

Potensi Desa perbukitan karst, Gua, Bentang


1 Pantai Pasir Putih
yang dimiliki Alam dan Hutan Mangrove

Target Pasar Target utama: wisatawan mancanegara Target utama: wisatawan mancanegara
2 Yang
Diinginkan Target sekunder: wisatawan nusantara Target sekunder: wisatawan nusantara

Laporan Akhir 143


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Identifikasi Menyelam Jelajah desa


Aktivitas Snorkeling
3
yang akan
ditawarkan Jelajah kampung bajo sampela Jelajah mangrove

Peletakkan papan penunjuk arah di


Peletakkan papan ucapan selamat dating DisPar DisHub
beberapa lokasi
Penyediaan kios-kios informasi bagi wisatawan DisPar + Tata Ruang Perbaikan fasilitas pelabuhan DisPU

Sarana pengolahan sampah tingkat RW DinKebersihan Peletakkan papan ucapan selamat datang DisPar
Peletakkan papan informasi obyek wisata
Fasilitas DisPar
di lokasi wisata.
4 Yang Penyediaan toilet yang layak dengan
Dibutuhkan DisPAr
fasilitas air bersih
Penyediaan genset DinPU

Penyediaan pusat cinderamata yang


Perindakop
dikelola oleh masyarakat
Sarana pengolahan sampah tingkat RW DinKebersihan

Penguatan Kelompok Masyarakat


Penguatan Kelompok Masyarakat Pengelola:keorganisasian DisPar DisPar
Pengelola:keorganisasian
Program Kampanye Sapta Pesona DisPar Kampanye Sapta Pesona DisPar
Peningkatan
5 Kapasitas Pelatihan Kepemanduan Selam DisPar Pelatihan pelayanan prima DisPar
Yang
DisPar+
Dibutuhkan Pelatihan pelayanan prima DisPar Pelatihan Kuliner
Perindakop
Pelatihan tata kelola homestay DisPar Pelatihan Kepemanduan DisPar

Laporan Akhir 144


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Tabel 6.4 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Tomia


PULAU TOMIA
No Instansi Instansi
Kulati Wawotimu Instansi Pelaksana Kahiyanga
Pelaksana Pelaksana
Pantai Pasir Putih, hutan,
Potensi yang Pedesaan Nelayan dan
1 Karts, Gua dan seni Pedesaaan, Bentang Alam
dimiliki pantai
budaya

Target utama: wisatawan Target utama: wisatawan Target utama: wisatawan


Target Pasar Yang mancanegara mancanegara mancanegara
2
Diinginkan Target sekunder: Target sekunder: Target sekunder:
wisatawan nusantara wisatawan nusantara wisatawan nusantara

Berenang, Menyelam, Jelajah desa dan


Jelajah desa
Snorkling perbukitan

Identifikasi Wisata Petualangan Pertunjukan Kesenian


3 Aktivitas yang akan
ditawarkan Jelajah desa bersepeda

Sunrise

Peletakkan papan Peletakkan papan Peletakkan papan


penunjuk arah di DisHub penunjuk arah di beberapa DisHub penunjuk arah di beberapa DisHub
beberapa lokasi lokasi lokasi
Fasilitas Yang Peletakkan papan ucapan Peletakkan papan ucapan
4 DisPar DisPar Perbaikan Pelabuhan DisPU
Dibutuhkan selamat datang selamat datang
Peletakkan papan Peletakkan papan
Penyediaan kios-kios DisPar + Tata
informasi obyek wisata di DisPar informasi obyek wisata di DisPar
informasi bagi wisatawan Ruang
lokasi wisata. lokasi wisata.

Laporan Akhir 145


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Penyediaan toilet yang Penyediaan toilet yang


Gazebo di pantai DisPar layak dengan fasilitas air DisPAr+PU layak dengan fasilitas air DisPAr+PU
bersih bersih
Penyediaan toilet yang
layak dengan fasilitas air DisPAr+PU Penyediaan genset DinPU Penyediaan genset DinPU
bersih
Penyediaan gazebo bagi
Penyediaan genset DinPU wisatawan yang ingin DisPAr
menikmati pemandangan
Pusat Jajanan dan
Perindakop
cinderamata
Pengolahan sampah
DinKebersihan
skala RW
Regular Boat dari Wangi-
DisHub
wangi

Pelatihan Kepemanduan
DisPar Pelatihan pelayanan prima DisPar Pelatihan pelayanan prima DisPar
Selam
Pelatihan pelayanan
DisPar Pelatihan Kepemanduan DisPar Pelatihan Kepemanduan DisPar
prima
Program
Peningkatan Pelatihan tata kelola
5 DisPar
Kapasitas Yang homestay
Dibutuhkan DisPar+
Pelatihan Kuliner
Perindakop
Penguatan Kelompok Penguatan Kelompok Penguatan Kelompok
Masyarakat DisPar Masyarakat DisPar Masyarakat DisPar
Pengelola:keorganisasian Pengelola:keorganisasian Pengelola:keorganisasian

Laporan Akhir 146


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

BAB 7
PEMANTAUAN DAN EVALUASI DAMPAK

Perencanaan pengelolaan pariwisata di Wakatobi bertujuan untuk meningkatkan


kualitas pariwisata di destinasi. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan
dampak pengelolaan tersebut pada pembangunan daerah, khususnya pengembangan
pariwisata dan kesejahteraan masyarakat maka perlu dilakukan pemantauan. Sebagai
bagian dari suatu sistem yang terstruktur, maka disusun beberapa indikator untuk
pemantauan pelaksanaan dan evaluasi dampak.

Aspek pemantauan meliputi:


1. Kinerja Sektor Pariwisata
Keberhasilan pengembangan sektor pariwisata seringkali hanya dipantau dari
jumlah kunjungan wisatawan atau pengunjung melalui mekanisme pencatatan
di bandara atau pelabuhan, padahal ada aspek lain yang juga diperlukan untuk
menilai kinerja pariwisata. Profil pengunjung secara lebih dalam, seperti asal,
pola perjalanan, pengeluaran, dan tingkat kepuasan wisatawan adalah
informasi yang sangat penting untuk mengetahui segmen pasar yang
mengunjungi Wakatobi dan sekaligus dapat digunakan untuk mengestimasi
dana yang bergulir di destinasi. Meningkatnya kapasitas para pihak juga sangat
penting karena akan menjamin bergulirnya serta menentukan akuntabilitas
dan efektifitas pengembangan. Terlebih lagi berdasarkan regulasi otonomi
daerah, pembangunan kepariwisataan di daerah menjadi salah satu tugas dari
pemerintah daerah.

2. Ekonomi Lokal
Seperti tersurat dalam pasal 4 dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan, bahwa salah satu tujuan pembangunan kepariwisataan adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

3. Lingkungan
Aspek lingkungan merupakan aspek yang penting tetapi cukup sulit dipantau
karena seringkali membutuhkan teknik atau alat tertentu. Di tingkat destinasi,
selain mengandalkan data sekunder dari instansi terkait sebaiknya didorong
untuk memantau dampak pada lingkungan binaan, seperti tingkat kebersihan
atau konversi lahan.

4. Sosial Budaya
Indikator ini disusun pada suatu asumsi bahwa jika pariwisata telah berhasil
meningkatkan kualitas sosial ekonomi masyarakat (terjadi surplus), maka akan
terjadi secara alamiah masyarakat akan melakukan perbaikan pada kesehatan
dan pendidikan. Oleh karena itu, pemantauan dua aspek sosial tersebut dapat
menjadi indikator yang cukup baik.

Laporan Akhir 147


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Sebagian besar pemantauan indikator sangat bergantung pada konsistensi pemerintah


daerah dalam melakukan pencatatan. Akan tetapi berbagai kelompok masyarakat dan
lembaga non pemerintah dapat pula melakukan pencatatan pada aspek-aspek
tertentu yang paling terkait dengan mereka.Tergantung dari aspek dan indikator yang
berbeda, maka pemantauan juga harus dilakukan secara rutin sesuai dengan masing-
masing indikator agar bisa mendapatkan gambaran yang cukup baik untuk kemajuan
proses. Daftar indikator untuk pemantauan dijabarkan secara lebih detail pada Tabel
8.1.

Tabel 8.1 Indikator Pemantauan dan Evaluasi


Aspek
No Indikator Frekuensi Pemantauan Pihak Pelaksana
Pemantauan
A. Kinerja
Pariwisata
1 Pertumbuhan Jumlah pengunjung Setiap tahun Dinas pariwisata,
pariwisata di setiap atraksi pengelola atraksi
Profil pengunjung di Setiap tahun Dinas pariwisata,
setiap atraksi pengelola atraksi
2 Ekonomi Nilai dan Setiap tahun Dinas pendapatan
Daerah pertumbuhan daerah
Pendapatan Asli
Daerah (PAD),
khususnya sektor
Jasa, Hotel, dan
Restoran
Nilai dan item dari Setiap tahun Dinas pariwisata,
investasi pariwisata dinas pendapatan
di dalam destinasi, daerah, unit
khususnya sektor pelayanan terpadu
jasa, hotel, restoran (kalau ada)
Jumlah lapangan Setiap tahun Dinas pariwisata
kerja baru yang
diciptakan pada
sektor pariwisata
Penyerapan tenaga Setiap tahun Dinas pariwisata
kerja lokal di sektor
jasa, hotel, dan
restoran (jumlah
orang dari total
tenaga kerja)
3 Tingkat Kepuasan Setiap 6 bulan Dinas pariwisata
Kepuasan pengunjung atas
Pengunjung pelayanan (hotel,
restoran, jasa),
kebersihan, harga
4 Konflik Terkait Ada tidaknya Setiap tahun Dinas pariwisata
konflik di antara
para pihak terkait
pariwisata

Laporan Akhir 148


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Ada tidaknya Setiap tahun Dinas pariwisata


komunikasi antara
para pihak terkait
pariwisata
Ada tidaknya Setiap tahun Dinas pariwisata
mekanisme
penyelesaian
permasalahan
5 Kapasitas Para Peningkatan Setiap tahun Dinas pariwisata
Pihak kapasitas para
pihak (pemerintah
daerah, swasta, dan
pelaku dari
masyarakat) dalam
pengembangan dan
pengelolaan
B. Ekonomi Lokal Setiap tahun Dinas pariwisata
1 Pendapatan Jumlah dan Setiap tahun Dinas pariwisata
masyarakat persentase
masyarakat yang
bekerja di
pariwisata
(langsung/tidak
langsung) terhadap
jumlah angkatan
kerja setempat
Persentase Setiap tahun Dinas pariwisata
peningkatan
pendapatan dari
masyarakat yang
bekerja secara
langsung di jasa,
hotel, dan restoran
C. Sosial Budaya
1 Kualitas Peningkatan Setiap tahun Dinas tarukim,
Lingkungan kuantitas dan dinas pendidikan,
Permukiman kualitas fasilitas dinas kesehatan
kesehatan dan
pendidikan
2 Kualitas Hidup Peningkatan Setiap tahun Dinas tarukim,
Masyarakat jumlah/persentase dinas pendidikan
anak sekolah pada
kelompok anak usia
sekolah
Tingkat kematian Setiap tahun BPS, dinas
bayi dan ibu kesehatan
melahirkan
3 Persepsi Persepsi negatif Setiap tahun Tokoh masyarakat,
terhadap atau positif pemerintah desa,
pariwisata masyarakat, tokoh agama,
pemerintah, dan swasta
swasta terhadap

Laporan Akhir 149


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

pariwisata

D. Lingkungan
1 Kebersihan Pengelolaan Setiap 6 bulan Dinas kebersihan
sampah (jumlah
sampah, tempat
pembuangan,
kualitas
pengangkutan)
Kualitas air minum Setiap tahun BPLHD
Wakatobi
2 Konversi Lahan Luasan kawasan Setiap 6 bulan Dinas tarukim,
lindung yang Bappeda, Dinas
berubah pariwisata
pemanfaatannya
3 Kualitas Tutupan terumbu Setiap tahun BTNW, JP
Terumbu karang
Karang Kondisi air laut Setiap tahun BTNW, JP
(temperature,
salinitas, pH)
Biota bahari Setiap 6 bulan Dinas Perikanan,
(jumlah tangkapan BTNW
ikan, variasi ikan)
Aspek Bekerja sama
No Indikator Frekuensi Pemantauan
Pemantauan dengan
A. Kinerja
Pariwisata
1 Pertumbuhan Jumlah pengunjung Setiap tahun Dinas pariwisata,
pariwisata di setiap atraksi pengelola atraksi
Profil pengunjung di Setiap tahun Dinas pariwisata,
setiap atraksi pengelola atraksi
2 Ekonomi Nilai dan Setiap tahun Dinas pendapatan
Daerah pertumbuhan daerah
Pendapatan Asli
Daerah (PAD),
khususnya sektor
Jasa, Hotel, dan
Restoran
Nilai dan item dari Setiap tahun Dinas pariwisata,
investasi pariwisata dinas pendapatan
di dalam destinasi, daerah, unit
khususnya sektor pelayanan terpadu
jasa, hotel, restoran (kalau ada)
Jumlah lapangan Setiap tahun Dinas pariwisata
kerja baru yang
diciptakan pada
sektor pariwisata
Penyerapan tenaga Setiap tahun Dinas pariwisata
kerja lokal di sektor
jasa, hotel, dan
restoran (jumlah

Laporan Akhir 150


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

orang dari total


tenaga kerja)
3 Tingkat Kepuasan Setiap 6 bulan Dinas pariwisata
Kepuasan pengunjung atas
Pengunjung pelayanan (hotel,
restoran, jasa),
kebersihan, harga
4 Konflik Terkait Ada tidaknya Setiap tahun Dinas pariwisata
konflik di antara
para pihak terkait
pariwisata
Ada tidaknya Setiap tahun Dinas pariwisata
komunikasi antara
para pihak terkait
pariwisata
Ada tidaknya Setiap tahun Dinas pariwisata
mekanisme
penyelesaian
permasalahan
5 Kapasitas Para Peningkatan Setiap tahun Dinas pariwisata
Pihak kapasitas para
pihak (pemerintah
daerah, swasta, dan
pelaku dari
masyarakat) dalam
pengembangan dan
pengelolaan
B. Ekonomi Lokal Setiap tahun Dinas pariwisata
1 Pendapatan Jumlah dan Setiap tahun Dinas pariwisata
masyarakat persentase
masyarakat yang
bekerja di
pariwisata
(langsung/tidak
langsung) terhadap
jumlah angkatan
kerja setempat
Persentase Setiap tahun Dinas pariwisata
peningkatan
pendapatan dari
masyarakat yang
bekerja secara
langsung di jasa,
hotel, dan restoran
C. Sosial Budaya
1 Kualitas Peningkatan Setiap tahun Dinas tarukim,
Lingkungan kuantitas dan dinas pendidikan,
Permukiman kualitas fasilitas dinas kesehatan
kesehatan dan
pendidikan

Laporan Akhir 151


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

2 Kualitas Hidup Peningkatan Setiap tahun Dinas tarukim,


Masyarakat jumlah/persentase dinas pendidikan
anak sekolah pada
kelompok anak usia
sekolah
Tingkat kematian Setiap tahun BPS, dinas
bayi dan ibu kesehatan
melahirkan
3 Persepsi Persepsi negatif Setiap tahun Tokoh masyarakat,
terhadap atau positif pemerintah desa,
pariwisata masyarakat, tokoh agama,
pemerintah, dan swasta
swasta terhadap
pariwisata
D. Lingkungan
1 Kebersihan Pengelolaan Setiap 6 bulan Dinas kebersihan
sampah (jumlah
sampah, tempat
pembuangan,
kualitas
pengangkutan)
Kualitas air minum Setiap tahun BPLHD
Wakatobi
2 Konversi Lahan Luasan kawasan Setiap 6 bulan Dinas tarukim,
lindung yang Bappeda, Dinas
berubah pariwisata
pemanfaatannya
3 Kualitas Tutupan terumbu Setiap tahun BTNW, JP
Terumbu karang
Karang Kondisi air laut Setiap tahun BTNW, JP
(temperature,
salinitas, pH)
Biota bahari Setiap 6 bulan Dinas Perikanan,
(jumlah tangkapan BTNW
ikan, variasi ikan)

Laporan Akhir 152


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 153


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 1. Titik Penyelaman di Wakatobi


No Daerah Tujuan Wisata Titik Penyelaman
1 Wangi-Wangi 1. Jons Reef
2. The Gate
3. The Zoo
4. Pohon Lucu
5. Turtle Transporter
6. Waha
7. Sombu
8. Titon Tower
9. Maze
10. Colloseum
11. Wandoka Pinnacle
12. Jetty
13. Tonang Reef
14. Kapota Ridge
15. Topi Miring 1
16. Topi Miring 2
17. Kapota Danau
18. Tanjung Kapota
19. Metropolis
20. Clownfish City
2 Kaledupa dan Hoga 1. Buoy 1
2. Buoy 2
3. Buoy 3
4. Buoy 4
5. Buoy 5
6. Pak Kasims
7. Baby Batfish
8. Inner Pinnacle
9. Outer Pinnacle
10. Ridge 1
11. Coral Garden
12. Aquarium
13. Blue Hole
14. North Wall 1
15. North Wall 2
16. Sampela Buoy 1
17. Sampela Buoy 2
18. Kaledupa Buoy 1
19. Kaledupa Buoy 2
20. Kaledupa Double Spur

Laporan Akhir 154


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3 Tomia 1. Ali Reef


2. Gunung Waha
3. Mari Mabuk
4. Roma
5. Kolo-Soha Beach
6. Table Coral City
7. Cornucopia
8. Dunia Baru
9. Tanjung Batok
10. House Reef
11. Turkey Beach
12. Conchita
13. Zoo
14. Barracuda
15. Tanjung Lentea
16. Trail Blazer
17. Teluk Maya
18. Pockets
19. Fan 30 East
20. Fan 30 West
21. Spiral Corner
22. Magnifice
23. Fan Garden
24. Starship
25. Pinkis Wall
26. Black Forest
27. Lorenzos Delight
28. Channel
4 Binongko 1. Cowo Dive
2. Fish Wall
3. Cavern Wall
4. Koko Reef

Laporan Akhir 155


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Lampiran 2.
Hasil Penelitian Mandiri dari Audrey Jiwajenie8

1. Titik Penyelaman Sombu (0501624.9 LS, 12303108.9 BT)

Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Sombu

Berdasarkan observasi primer diketahui bahwa pada kedalaman lima meter,


tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 64% yang
seluruhnya berupa karang keras, dan didominasi oleh jenis coral encrusting
sebesar 19%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.

Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 53% yang terdiri atas 47% karang keras dan 5%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 19%. Kondisi
8
Penelitian dilakukan dalam rangka pemenuhan disertasi pasca sarjana dalam program Pascasarjana
Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia dengan judul Analisis Skenario Pengelolaan Kawasan Pulau
Kecil dalam Pengembangan Wisata Bahari (Studi kasus Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi
Tenggara) pada Januari 2013

Laporan Akhir 156


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.

2. Titik Penyelaman Kapota Ujung/Tanjung Kapota (0501919.5 LS,


12302828.5 BT)

Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Kapota Ujung

Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 86% yang terdiri atas
85% karang keras dan 1% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral
encrusting sebesar 24% Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan
sangat baik.

Sementara pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan terumbu karang hidup sebesar 84% yang terdiri atas 82% karang keras
dan 2% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 42%.
Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.

Laporan Akhir 157


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

3. Titik Penyelaman Kapota Danau (0501926.8 LS, 12302903.2 BT)

Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Kapota Danau

Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 81% yang terdiri atas
75% karang keras dan 6% karang lunak, yang didominasi oleh jenis acropora
branching sebesar 33%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan sangat baik.

Sementara pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan terumbu karang sebesar 67% yang terdiri atas 62% karang keras dan 5%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral foliouse sebesar 19%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.

Laporan Akhir 158


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

4. Titik Penyelaman Pintu masuk/Wandoka Pinnacle (0501913.8 LS,


12302903.2 BT)

Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Pintu Masuk

Berdasarkan gambar 2.11 diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat
ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 79% yang terdiri
atas 69% karang keras dan 10% karang lunak, yang didominasi oleh jenis
acropora branching sebanyak 19%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan sangat baik.

Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 67% yang terdiri atas 62% karang keras dan 5%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 36%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.

Laporan Akhir 159


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

5. Titik Penyelaman Stasiun Muka Kampung (0501624.9 LS, 12303108.9


BT)

Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Muka Kampung

Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 60% yang terdiri atas
55% karang keras dan 5% karang lunak dan didominasi oleh jenis acropora
branching sebesar 15%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan baik.

Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 72% yang terdiri atas 68% karang keras dan 4%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral foliouse dan acropora digitate
masing-masing sebesar 17%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat
dikategorikan sangat baik.

Laporan Akhir 160


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

6. Titik Penyelaman Stasiun Waha (0501538.7 LS, 12303107.0 BT)

Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Waha

Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini
memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 77% yang terdiri atas
39% karang keras dan didominasi oleh jenis karang lunak sebesar 38%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.

Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase
tutupan karang hidup sebesar 66% yang terdiri atas 64% karang keras dan 2%
karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 17%. Kondisi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.

Laporan Akhir 161


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 162


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 163


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 2. Lokasi Daya Tarik Wisata di Wakatobi


NO Pulau Lokasi Nama DTW Keunikan
Pantai pasir putih, serta
pemandangan laut lepas. Matahari
1 Sousu Pantai Sousu
terbit menambah indahnya tempat
ini.
Hamparan pasir putih serta gugusan
terumbu karang yang terjaga dan
beraneka warna di perairan Waha,
2 Waha Pantai Waha
membuat siapapun ingin mencoba
Snorkeling maupun diving di area
ini.
Pantai yang terbentang sepanjang
daerah ini mempunyai keunikan
dengan memiliki keindahan yang
Wangi-wangi

berbeda dimasing-masing tempat,


mulai dari laut lepas dengan batu
Pantai Kaluku
3 Patuno karang yang terangkat
Kapala
kepermukaan, hamparan pantai
dengan pepohonan kelapa yang
menyejukan serta indahnya
matahari terbenam dapat
disaksikan dari daerah ini.
Desa ini mempunyai keindahan
pemandangan laut lepas dari
tebing-tebing yang indah serta
pulau yang indah yang terletak
disebrang desa menambah
kindahan tempat ini, namun ada
satu yang tak kalah menarik dengan
4 Longa Hutan Sara Longa pemandangan daratnya. Hutan
yang masih terjaga memberikan
ruang buat para penghuni hutan
tropis untuk menikmati suasana
indah tempat ini, kicauan burung
serta hewan hutan tropis lainnya
menjadikan tempat ini mempunyai
daya tarik tersendiri.

Laporan Akhir 164


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Desa Liya mempunyai keindahan


pemandangan laut serta gugusan
pulau-pulau kecil yang ada di depan
desa ini yang menambah
keindahannya. Ramainya
masyarakat yang beraktivitas
menanam serta memanen hasil
rumput laut menjadikan desa ini
memiliki nilai lebih untuk
pengembangan pariwisata. Selain
itu di desa Liya togo terdapat salah
satu tempat yang dapat menikmati
keindahan hamparan laut lepas
Benteng Keraton serta gugusan pulau kecil yang
5 Liya
Liya berada didepan desa Liya dari
ketinggian, tempat yang menyajikan
pemandangan yang indah serta
diteduhi dengan rimbunnya pohon
beringin dikenal dengan Woru
Nunu. Liya Togo juga merupakan
salah satu desa yang masih
mempertahankan adat serta
kebiasaan dari dulu, masih
banyaknya bangunan rumah
tradisional menjadi bukti bahwa
tempat ini masih menjunjung tinggi
adat serta budaya.

Kapota merupakan salah satu pulau


kecil yang berada dalam lingkaran
pulau Wangi-wangi, tempat ini
memiliki potensi alam yang sangat
menarik mulai dari keindahan
bawah laut sampai dengan
keindahan tempat yang berada di
ketinggian. Kapota memiliki
beberapa spot untuk melakukan
penyelaman, dengan keindahan
karang serta keragaman hewan
yang sangat menarik membuat para
6 Kapota
Dive operator menjadikan titik ini
sebagai tempat favorit untuk
melakukan penyelaman. Selain Laut
kehidupan pesisir pulau Kapota
tidak kalah menarik, dengan
hamparan pasir putih serta
pertanian rumput laut yang berada
dipesisir pantai Kapota. Di Pulau ini
juga kita dapat menikmati matahari
terbit dan terbenam. Gua alam yang
menyuguhkan pemandangan yang
berbeda dari perut bumi dengan

Laporan Akhir 165


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

hamparan stalaktit dan stalagmite


yang indah, serta biota goa yang
menemani disetiap perjalanan.
Desa yang terletak di kecamatan
Kaledupa ini memiliki hutan
mangrove yang masih terpelihara,
hewan penghuni hutan mangrove
masih banyak dijumpai ditempat ini.
Kicauan beragam jenis burung
bakau menambah kekhasan hutan
mangrove. Selain hutan mangrove
di desa ini terdapat sebuah danau,
oleh masyarakat sekitar danau ini
dikenal dengan nama danau
Sombano. Air di danau ini memilki
rasa asin, disekeliling danau terlihat
tanaman mangrove berbagai jenis
serta tanaman jenis pandan. Selain
7 Sombano Danau Sombano itu tanaman anggrek juga
menambah keindahan danau ini,
selain keragaman tanaman yang
Kaledupa

ada di sekitar danau kergaman


biota yang ada di danau Sombano
juga tidak kalah menarik.
Sekumpulan udang merah dapat
dilihat dari permukaan serta
beberapa jenis ikan yang menjadi
penghuni danau ini menambah
kekayaan hayati dari tempat ini.
Setiap pulau di Wakatobi memiliki
garis pantai yang panjang, salah
satunya adalah desa Sombano
dengan pasir putih serta batu
karang yang indah.
Merupakan pulau kecil yang
termasuk kedalam daerah
administrtif pulau Kaledupa,
hamparan pasir putih yang luas
serta pepohonan dan kicauan
8 Hoga beragam jenis burung menambah
kesejukan tempat ini. Pulau ini
memiliki beberapa titik penyelaman
yang menyajikan keragaman karang
serta biota yag lain dibawah laut
Wakatobi.
Hamparan pasir putih dipantai
Tomia

Huuntete dengan ombak laut


banda serta banyaknya ikan yang
9 Kulati Pantai Huuntete melintas diperairan pantai jika
pasang tiba menjadikan pantai ini
sebagai tempat yang indah, tidak
jarang sesekali penyu datang pada

Laporan Akhir 166


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

malam hari untuk bertelur ditempat


ini. Di pantai ini terdapat Goa yang
menjadi salah satu tempat
persembunyian oleh masyarakat
Kulati pada saat peperangan
dengan penjajah Portugis. Tebing
yang indah dengan pemandangan
laut lepas serta batuan karang yang
berada diatas permukaan laut yang
dapat terlihat dari tebing, berbagai
jenis ikan yang dapat dilihat dari
atas ketinggian menunjukan
kejernihan laut di desa ini.
Beberapa titik penyelaman yang
terbaik di Tomia terdapat di
perairan ini.
Tempat yang berada diketinggian,
oleh masyarakat sekitar disebut
sebagai puncak. Pemandangan
gugusan pulau kecil yang terletak di
depan pulau utama (Tomia) serta
laut lepas,serta hamparan rumput
yang hijau menambah keindahan
tempat ini. Ditempat ini pengunjung
juga bisa melihat kulit kima raksasa
10 Kahianga Puncak Kahianga yang telah menjadi batu atau dalam
istilah geologi dikenal dengan fosil,
selain fosil kima juga terdapat fosil
karang yang merupakan rekam jejak
proses geologi yang terjadi pada
jutaan tahun yang lalu dimana
terjadi pengangkatan dasar laut ke
permukaan. Dari tempat ini
pengunjung juga dapat menikmati
keindahan matahari terbenam.
Merupakan desa yang memiliki
benteng yang luas yang terletak di
atas bukit. Di desa ini memiliki
pemandangan lembah dan laut
yang indah, serta memilki hutan
Binongko

dengan keadaan yang masih baik


banyaknya pepohonan yang besar
Benteng Koncu
11 Wali dan lebat menjadikan hutan ini
Kapala
sebagai tempat istirahat beberapa
jenis flora. Salah satunya yaitu
burung Kakak tua jambul kuning
yang merupakan salah satu jenis
burung endemic daerah Sulawesi.
Selain itu daerah ini juga
menyimpan banyak keragaman

Laporan Akhir 167


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

hayati seperti masih banyaknya


penyu yang datang untuk bertelur,
sehingga ada tempat penangkaran
penyu.
Pemandangan hamparan bebatuan
yang sangat indah tanpa adanya
tanaman serta rerumputan
menjadikan tempat ini seperti
taman batu, dan membawa
pengunjung ke dunia petualangan
baru. Selain taman batu diperairan
Waloindi Binongko ada beberapa titik
penyelaman yang sangat indah,
bahkan bisa dibilang tempat
penyelaman terbaik di Wakatobi. Di
tempat ini juga terdapat menara
suar, dari puncak menara ini dapat
terlihat laut serta matahari
terbenam.

Laporan Akhir 168


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 169


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 3. Permainan Tradisional di Wakatobi


No. Nama Permainan Keterangan
1 Karirii (falingkoka) Merupakan permainan tradisional berupa kincir yang
terbuat dari pelepah bamboo atau tempurung kelapa.
2 Pasi-pasia Merupakan permainan yang mengadu ketangkasan di
atas sampan, bagi para peserta yang bisa bertahan
disampan sampai permainan selesai akan menjadi
pemenangnya.
3 Hebaramai Merupakan permainan gundu atau kelereng yang
sering dimainkan oleh anak-anak setempat, namun
gundu/ kelereng terbuat dari batu kerikil yang
dibentuk menyerupai kelereng.
4 Hekatende Merupakan permainan bola bekel. Namun bola
bekelnya terbuat dari anyaman janur, sementara biji
bekel menggunakan kulit keong yang kecil.
5 Potajia nu Permainan menyambung buah mangga mentah yang
diberi taj, dengan taji terbuat dari sebilah bambu
tajam. Permainan ini dilakukan dengan menabrakan
dua buah mangga yang telah diberi taji. Pemenang
ditentukan berdasarkan kondisi buah mangga yang
diadu.

6 Fulu-fulu bangka Merupakan permainan dengan menggunakan pelepah


daun kelapa sebagai alat seluncur, dan pemenangnya
adalah peserta yang mencapai finish terlebih dahulu
7 Fea-fea permainan tebak-tebakan. Permainan ini dilakukan
dengan menutup mata dan menebak siapa yang
tertangkap berdasarkan ciri-ciri yang diingat. Biasanya
dimainkan oleh anak perempuan.
8 Pala-palangke Permainan yang melayarkan perahu di laut lepas
ketika sedang pasang. Perahu perahu ini dibuat dari
pelepah rumbia, batang kapuk atau sabut kelapa.
9 Tola-tolaa Merupakan permainan perang-perangan, dengan
senjata yang dibuat dari bambu. Pelurunya biasanya
menggunakan biji-bijian. Tola-tola ini dimainkan oleh
anak laki-laki.

Laporan Akhir 170


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 171


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 4. Makanan Tradisional Wakatobi


No Nama Sinopsis
1 Honenga Makanan ini terbuat dari bahan dasar ubi Opa (yang
hanya dipanen 1 tahun sekali) yang direbus kemudian
ditambahkan dengan santan dan kunyit yang
memberikan cita rasa gurih.
2 Perangi Merupakan makanan tradisional yang terbuat dari ikan
segar yang dicincang halus dan ditambahkan
campuran jeruk nipis, cabai, bawang merah dan sedikit
merica.
3 Soami Hugu-hugu Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang dikeringkan
kemudian diiris tipis atau diparut kasar dan
ditambahkan air sedikit demi sedikit lalu dikukus
dengan soamia (alat yang berbentuk kerucut terbuat
dari daun kelapa)
4 Soami

Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan


diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak
dan diletakkan kedalam Soamia untuk dikukus.

5 Soami Pepe

Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan


diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak
dan diletakkan kedalam Soamia untuk dikukus.
Setelah dikukus Soami di pukul dan di taburkan
minyak goreng dan irisan bawang goreng.

6 Salamu/ sakiri Makanan yang terbuat dari ikan buntal yang direbus.
Setelah direbus duri ikan dihilangkan dan dagingnya
disuir-suir, untuk air rebusannya disaring dan
ditambahkan dengan jeruknipis dan garam. Sedangkan
hati ikan di sate dan dibakar dengan menggunakan
kopra, setelah dibakar sate hati dicampurkan dengan
daging suiran.
7 Ndafu-ndafu Makanan yang terbuat dari parutan ubi kano yang
telah dibentuk bulatan kecil yang kemudian dimasukan
kedalam rebusan santan dan garam(secukupnya)
8 Kenta nidole Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dihaluskan dan dicampur dengan jeruk nipis dan
bumbu lainnya kemudian dicetak dengan bentuk belah
ketupat kemudian di celupkan kedalam kocokan telur
lalu digoreng.

Laporan Akhir 172


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

9 Kadampo Makanan yang terbuat dari ikan karang kecil seperti


ikan lompa yang dicampur dengan rempah-rempah
kemudian dibungkus menggunakan daun pisang lalu
dipanggang.
10 Kenta nisenga Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dicampur dengan kelapa parut dan rempah-
rempah,kemudian dihaluskan dan disangrai hingga
gurih.
11 Sira-sira nu labu Makanan yang terbuat dari labu kuning yang direbus
kemudian dihaluskan dan dicampur dengan kelapa
yang diparut kasar.
12 Kansenga Makanan yang terbuat dari adonan sagu dengan
kelapa muda kemudian dimasak didalam wajan tanpa
minyak.
13 Pogollu Makanan radisional yang terbuat dari kacang merah
yang telah direbus kemudian dicampurkan dengan
adonan sagu lokal dan gula merah.
14 Loku-loku Makanan yang terbuat dari campuran adonan sagu,
kelapa muda, sayuran dan ikan yang kemudian
dimasukkan kedalam bambu lalu dibakar.
15 Kambalu Makanan yan gterbuat dari ubi yang diparut lalu
ditambahkan santan dan dicetak menggunakan janur
kemudian direbus.
16 Waji Kananga Makanan yang terbuat dari nasi yang dijemur
kemudian digoreng dan dilumuri dengan gula cair.
17 Jojolo Makanan yang terbuat dari sari jagung muda yang
dicampur dengan gula pasir yang kemudian direbus
hingga kental.
18 Halua Makanan yang terbuat dari jagung yang disangrai (bisa
juga dengan kacang tanah, pisang dan kenari) yang
kemudian dicampur dengan gula aren yang telah
dicairkan lalu dibentuk menjadi bulatan kecil.
19 Epu-epu Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk seperti bulan sabit kemudian pada bagian
tengah diisi dengan kelapa parut yang telah di sangria
dan dicampur gula merah. Lalu keseluruhan adonan di
goreng menggunakan minyak panas.
20 Bika bika Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian
tengah diisi dengan pisang. Lalu keseluruhan adonan
di goreng menggunakan minyak panas.
21 Onde-onde Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian
tengah diisi dengan gula merah. Lalu adonan di rebus
dan ditiriskan kemudian di taburi parutan kelapa
muda.
22 Sinanga nu gorau Makanan yang terbuat dari telur ayam kampung yang
direbus kemudian direndam dalam air jeruk nipis dan
rempah-rempah kemudian digoreng.

Laporan Akhir 173


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

22 Taingkora (Kaledupa) Makanan yang terbuat dari jagung yang digiling dan
Hongaru (Tomia) dimasak dengan santan.

23 Kangkuru mbou (Kaledupa) Minuman yang terbuat dari buah kelapa muda,
Siri jam mere (Tomia dan Binongko) dengan daging kelapa muda yang diserut kemudian
Ronso-ronso (Wangi-wangi) ditambahkan air kelapa muda dan sedikit gula merah.

24 Kapusu Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang


direbus, kemudian dimasukkan kedalam air kapur
sampai kulitnya terkelupas. Biji jagung yang telah
bersih di rebus kembali dan ditambahkan garam
secukupnya.

25 Tukulamba Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang


ditumbuk lalu dimasak dengan santan, daun serai atau
daun pandan, dan garam secukupnya.
26 Pombifi Makanan dengan bahan dasar sagu yang dicampur
dengan air dan dipanaskan kemudian diaduk hingga
rata dan dibentuk bulat kecil lalu dimasak dengan
santan dan ditambahkan gula merah secukupnya.
No Nama Sinopsis
1 Honenga Makanan ini terbuat dari bahan dasar ubi Opa (yang
hanya dipanen 1 tahun sekali) yang direbus kemudian
ditambahkan dengan santan dan kunyit yang
memberikan cita rasa gurih.
2 Perangi Merupakan makanan tradisional yang terbuat dari ikan
segar yang dicincang halus dan ditambahkan
campuran jeruk nipis, cabai, bawang merah dan sedikit
merica.
3 Soami Hugu-hugu Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang dikeringkan
kemudian diiris tipis atau diparut kasar dan
ditambahkan air sedikit demi sedikit lalu dikukus
dengan soamia (alat yang berbentuk kerucut terbuat
dari daun kelapa)
4 Soami

Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan


diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak
dan diletakkan kedalam Soamia untuk dikukus.

5 Soami Pepe

Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan


diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak
dan diletakkan kedalam Soamia untuk dikukus.

Laporan Akhir 174


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Setelah dikukus Soami di pukul dan di taburkan


minyak goreng dan irisan bawang goreng.

6 Salamu/ sakiri Makanan yang terbuat dari ikan buntal yang direbus.
Setelah direbus duri ikan dihilangkan dan dagingnya
disuir-suir, untuk air rebusannya disaring dan
ditambahkan dengan jeruknipis dan garam. Sedangkan
hati ikan di sate dan dibakar dengan menggunakan
kopra, setelah dibakar sate hati dicampurkan dengan
daging suiran.
7 Ndafu-ndafu Makanan yang terbuat dari parutan ubi kano yang
telah dibentuk bulatan kecil yang kemudian dimasukan
kedalam rebusan santan dan garam(secukupnya)
8 Kenta nidole Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dihaluskan dan dicampur dengan jeruk nipis dan
bumbu lainnya kemudian dicetak dengan bentuk belah
ketupat kemudian di celupkan kedalam kocokan telur
lalu digoreng.
9 Kadampo Makanan yang terbuat dari ikan karang kecil seperti
ikan lompa yang dicampur dengan rempah-rempah
kemudian dibungkus menggunakan daun pisang lalu
dipanggang.
10 Kenta nisenga Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang
dicampur dengan kelapa parut dan rempah-
rempah,kemudian dihaluskan dan disangrai hingga
gurih.
11 Sira-sira nu labu Makanan yang terbuat dari labu kuning yang direbus
kemudian dihaluskan dan dicampur dengan kelapa
yang diparut kasar.
12 Kansenga Makanan yang terbuat dari adonan sagu dengan
kelapa muda kemudian dimasak didalam wajan tanpa
minyak.
13 Pogollu Makanan radisional yang terbuat dari kacang merah
yang telah direbus kemudian dicampurkan dengan
adonan sagu lokal dan gula merah.
14 Loku-loku Makanan yang terbuat dari campuran adonan sagu,
kelapa muda, sayuran dan ikan yang kemudian
dimasukkan kedalam bambu lalu dibakar.
15 Kambalu Makanan yan gterbuat dari ubi yang diparut lalu
ditambahkan santan dan dicetak menggunakan janur
kemudian direbus.
16 Waji Kananga Makanan yang terbuat dari nasi yang dijemur
kemudian digoreng dan dilumuri dengan gula cair.
17 Jojolo Makanan yang terbuat dari sari jagung muda yang
dicampur dengan gula pasir yang kemudian direbus

Laporan Akhir 175


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

hingga kental.
18 Halua Makanan yang terbuat dari jagung yang disangrai (bisa
juga dengan kacang tanah, pisang dan kenari) yang
kemudian dicampur dengan gula aren yang telah
dicairkan lalu dibentuk menjadi bulatan kecil.
19 Epu-epu Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk seperti bulan sabit kemudian pada bagian
tengah diisi dengan kelapa parut yang telah di sangria
dan dicampur gula merah. Lalu keseluruhan adonan di
goreng menggunakan minyak panas.
20 Bika bika Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian
tengah diisi dengan pisang. Lalu keseluruhan adonan
di goreng menggunakan minyak panas.
21 Onde-onde Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang
telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu
dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian
tengah diisi dengan gula merah. Lalu adonan di rebus
dan ditiriskan kemudian di taburi parutan kelapa
muda.
22 Sinanga nu gorau Makanan yang terbuat dari telur ayam kampung yang
direbus kemudian direndam dalam air jeruk nipis dan
rempah-rempah kemudian digoreng.

22 Taingkora (Kaledupa) Makanan yang terbuat dari jagung yang digiling dan
Hongaru (Tomia) dimasak dengan santan.

23 Kangkuru mbou (Kaledupa) Minuman yang terbuat dari buah kelapa muda,
Siri jam mere (Tomia dan Binongko) dengan daging kelapa muda yang diserut kemudian
Ronso-ronso (Wangi-wangi) ditambahkan air kelapa muda dan sedikit gula merah.

24 Kapusu Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang


direbus, kemudian dimasukkan kedalam air kapur
sampai kulitnya terkelupas. Biji jagung yang telah
bersih di rebus kembali dan ditambahkan garam
secukupnya.

25 Tukulamba Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang


ditumbuk lalu dimasak dengan santan, daun serai atau
daun pandan, dan garam secukupnya.
26 Pombifi Makanan dengan bahan dasar sagu yang dicampur
dengan air dan dipanaskan kemudian diaduk hingga
rata dan dibentuk bulat kecil lalu dimasak dengan
santan dan ditambahkan gula merah secukupnya.

Laporan Akhir 176


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 177


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 5. Ragam Corak Tenun Wakatobi


No Kerajinan Sinopsis
1 Tenun Merupakan kerjinan tradisional yang ada di seluruh daerah
Wakatobi. Pengrajin tenun di Wakatobi masih menggunakan
peralatan tradisional bahkan ada yang masih menggunakan
benang dari kapuk/kapas. Motif dari kain tenun ini pun
bermacam-macam dan berbeda antara kain tenun laki-laki dan
perempuan.
Motif Kain Tenun Perempuan

Leja Suasa Leja Makuri


Leja Makuri

Leja Ijo Leja Fungo Leja Biru


Motif Kain Tenun Laki-Laki

Kambang-
Kambang Kapala Mohute
Gorau Nihole

Katamba Wanse Koto Koto


Kapala Mohute

Tamba-Tamba Tiba Tiba

Laporan Akhir 178


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 179


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 6. Moda Transportasi di Wakatobi Tahun

Moda
Nama Moda Harga Tiket
No Transporta Jadwal Rute
Transportasi (Rp)
si
Rp. 1.520.850 (April
Senin, Rabu,
dan Mei) s/d Rp.
Jumat , Sabtu,
Jakarta Makasar- 3.162.000,-
Lion Air/ Wings Minggu
1. Udara Kendari Wangi-wangi (Agustus,
Air Jam : 05:00 WIB
PP September,
(lima jam
Desember, Januari,
perjalanan)
Februari, Maret)

Baubau Wangi-wangi Rp. 200.000,-

Wangi-wangi
Rp. 100.000,-
Selasa, Kamis, Kaledupa
Cantika
Sabtu
Kaledupa Tomia Rp. 100.000,-

Baubau - Tomia Rp. 250.000,-

Tomia Baubau Rp. 250.000,-

Wangi-wangi Baubau Rp. 200.000,-


Cantika Senin, Rabu, Jumat
Kaledupa Wangi-wangi Rp. 100.000,-

KaledupaBaubau Rp. 200.000,-

KaledupaBaubau Rp.120.000,-
2. Laut
TomiaBaubau Rp.160.000,-

BinongkoBaubau Rp.140.000,-
Kapal Kayu
Dua hari sekali BaubauWanci Rp.150.000,-

Senin,Selasa WanciKendari Rp.180.000,-

Kamis,Sabtu KendariWanci Rp.180.000,-

Satu bulan sekali WanciMakasar Rp.200.000,-

SB Hoga
Express,MV.
Walena, KM.
Darlin II, KM. Setiap hari
WanciKaledupa Rp. 50.000,-
Sandi Jaya, KM. bergantian
Wande-Wande,
KM. Putri
Tunggal, KM.

Laporan Akhir 180


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Togali Star, KM
Nur Rzki dan
KM.Kasuwari
Setiap hari
KM. Azam Raya, bergantian dan
KM. Dito Untuk KM. Azam
Wakatobi, KM. Raya dan KM. Dito WanciTomia Rp.120.000,-
Dito I, KM. I pada bulan Juni
Rahmat Baru,. Agustus tidak
beroperasi
MV. Kie Raha ,
MV. Diran , MV.
Osandik I MV. Setiap hari
WanciTomia Rp.150.000,-
Osandik II, MV. bergantian
Elpi, dan MV.
Jabar Nur.
KM. Bitokawa,
Senin, Rabu, dan
KM. Sri Kasu, KM. Wanci Binongko Rp.130.000,-
Kamis PP
Fingki Putra
Setiap hari dan
Kapal Kayu WanciKapota Rp.5000,-
setiap waktu
Moda
Nama Moda Harga Tiket
No Transporta Jadwal Rute
Transportasi (Rp)
si
Rp. 1.520.850 (April
Senin, Rabu,
dan Mei) s/d Rp.
Jumat , Sabtu,
Jakarta Makasar- 3.162.000,-
Lion Air/ Wings Minggu
1. Udara Kendari Wangi-wangi (Agustus,
Air Jam : 05:00 WIB
PP September,
(lima jam
Desember, Januari,
perjalanan)
Februari, Maret)

Baubau Wangi-wangi Rp. 200.000,-

Wangi-wangi
Rp. 100.000,-
Selasa, Kamis, Kaledupa
Cantika
Sabtu
Kaledupa Tomia Rp. 100.000,-

Baubau - Tomia Rp. 250.000,-


2. Laut
Tomia Baubau Rp. 250.000,-

Wangi-wangi Baubau Rp. 200.000,-


Cantika Senin, Rabu, Jumat
Kaledupa Wangi-wangi Rp. 100.000,-

KaledupaBaubau Rp. 200.000,-

Laporan Akhir 181


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

KaledupaBaubau Rp.120.000,-

TomiaBaubau Rp.160.000,-

BinongkoBaubau Rp.140.000,-
Kapal Kayu
Dua hari sekali BaubauWanci Rp.150.000,-

Senin,Selasa WanciKendari Rp.180.000,-

Kamis,Sabtu KendariWanci Rp.180.000,-

Satu bulan sekali WanciMakasar Rp.200.000,-

SB Hoga
Express,MV.
Walena, KM.
Darlin II, KM.
Sandi Jaya, KM.
Setiap hari
Wande-Wande, WanciKaledupa Rp. 50.000,-
bergantian
KM. Putri
Tunggal, KM.
Togali Star, KM
Nur Rzki dan
KM.Kasuwari
Setiap hari
KM. Azam Raya, bergantian dan
KM. Dito Untuk KM. Azam
Wakatobi, KM. Raya dan KM. Dito WanciTomia Rp.120.000,-
Dito I, KM. I pada bulan Juni
Rahmat Baru,. Agustus tidak
beroperasi
MV. Kie Raha ,
MV. Diran , MV.
Osandik I MV. Setiap hari
WanciTomia Rp.150.000,-
Osandik II, MV. bergantian
Elpi, dan MV.
Jabar Nur.
KM. Bitokawa,
Senin, Rabu, dan
KM. Sri Kasu, KM. Wanci Binongko Rp.130.000,-
Kamis PP
Fingki Putra
Setiap hari dan
Kapal Kayu WanciKapota Rp.5000,-
setiap waktu

Laporan Akhir 182


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 183


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 184


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

LAMPIRAN 7. Paket Wisata yang disusun Masyarakat

Laporan Akhir 185


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 186


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 187


Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi

Laporan Akhir 188

You might also like