You are on page 1of 34

MATA KULIAH : ANALISIS WACANA

STRUKTUR INFORMASI

OLEH :
KELOMPOK V

NAMA NO. STAMBUK


NURLAILA DJAWIE G2O1 16 039
KARTINI SAID G2O1 16 038
LD. MUH. SYADIKIN G2O1 16
STRUKTUR INFORMASI DAN ANALISISNYA

1. PENDAHULUHAN

Struktur informasi dalam teks, mulai dari masa pengembangannya oleh para ahli dari
mazhab Praha, yang di antara upayanya diketahui telah mengintegrasikan pembedaan antara
tema dan rema ke dalam sistem tata bahasa. Upaya mereka menggunakan pendekatan fungsional,
yang menekankan urgensi struktur informasi dalam berkomunikasi melalui penggunaan bahasa,
adalah suatu hal yang patut menjadi catatan. Pemikiran tentang pengemasan informasi dapat
dipandang sebagai bagian implikatif dari pendekatan fungsional itu.
Struktur informasi, ternyata tidak kalah pentingnya pembicaraan tentang satuan-satuan
informasi, baik yang bersifat tutur maupun yang hurufiah, yang merupakan pengkajian terhadap
struktur informasi setelah menjadikan pembedaan antara lama-baru dalam konteks bahasa tulis.
Dengan alasan kalimat tulis tidak memiliki intonasi, maka sejumlah ahli menerapkan struktur
intonasi terhadapnya.
Ciri lebih informatif dan kurang informatif juga melengkapi uraian ini. Susunan kata
ataupun intonasi dijadikan dasar pertanda atas pembedaan keduanya. Disebutkan bahwa bagian
yang dipandang lebih informatif posisinya berada sesudah bagian yang kurang informatif. Dari
segi prosodi, bagian yang lebih informatif ditandai oleh ciri intonasi yang paling menonjol
berupa aksen nada. Bagian kalimat lainnya, yang kurang menonjol dari segi intonasi dipandang
sebagai bagian yang kurang informatif. Terhadap bagian berurutan yang disebutkan ada juga
yang mengidentikkannya dengan pembedaan bagian kalimat atas fokus-latar atau lama-baru.
Makalah ini akan membahas tentang, bagaimanakah memahami konsep struktur
informasi dan analisisnya.
2. PEMBAHASAN

2.1 Struktur Informasi


Menurut Halliday struktur informasi difokuskan pada pemahaman satuan-satuan yang
paling kecil pada struktur wacana: satuan-satuan lokal kecil pada tingkat fase atau klausa.
Informasi dikemas di dalam struktur-struktur yang begitu kecil dan khususnya, akal dan
keterampilan apa saja yang dapat digunkan para penutur/penulis untuk menunjukan kepada
kawan bicara mereka status informasi yang dimasukan ke dalam wacana.

2.1.1 Struktur Informasi dan Pengertian latar/baru dalam intonasi


Penelitian mengenai struktur informasi di dalam teks mulai diadakan oleh ahli-ahli pada
Aliran Praha sebelum Perang Dunia II. Mereka meneliti apa yang mereka sebut dinamisme
komunikatif, unsur-unsur yang turut membantu kalimat, didalam kerangka prespektis kalimat
fungsional (Firbas dikutip Brown dan Yule, 1996:151).
Banyak pengertian mendalam yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Praha
dikemukakan hingga menarik perhatian para sarjana Barat pertama-tama oleh Halliday. Halliday
(dikutip, Brown dan Yule, 1996:151152) menguraikan dan mengembangkan segi-segi pada
karya Praha yang langsung berhubungan dengan minat-minatnya sendiri dalam struktur teks.
Pada khususnya, ia mengikuti pandangan Aliran Praha mengenai informasi yang terdiri atas dua
kategori yaitu, informasi baru merupakan informasi yang oleh pembeicara dianggap tidak
diketahui oleh lawan bicaranya. Informasi latar yang oleh pengajak bicara di anggap diketahui
oleh kawan bicaranya (baik karena secara fisik ada dalam konteks ataupun karena sudah
disebutkan dalam wacana).
Menurut Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152) salah satu fungsi intonasi dalam
bahasa inggris adalah untuk memisahkan informasi mana yang oleh penutur dianggap latar.

2.1.2 Satuan-Satuan Informasi


Menurut Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152153) penutur mengkodekan isi
klausa (satuan dasar dalam sistem gramatikalnya). Dalam banyak hal apa yang di pandang
Halliday sebagai isi ideasional klausa boleh dibandingkan dengan apa yang disebut oleh
sarjana-sarjana lain sebagai isi proposisional kalimat tunggal. Isi klausa ini disusun oleh
penutur menjadi struktur klausa sintaksis, yang di situ penutur memilih di antara pilihan-pilihan
tematis yang tersediabaginya dan, pada bahasa lisan, isi klausa disusun menjadi satu satuan atau
lebih yang secara fonologis direalisasikan oleh intonasi.
Penutur harus memotong-motong wicaranya menjadi satuan-satuan informasi. Ia
menyampaikan pesannya dalam rangkaian kemasan. Namun, ia bebas untuk menuntukan
bagaimana ia ingin mengemas informasi itu. Ia bebas untuk memutuskan di mana setiap satuan
informasi mulai dan berakhir dan bagaimana susunan dalamnya (Halliday dikutip, Brown dan
Yule, 1996:153). Jadi, jika diketahui bahwa penutur telah memutuskan untuk mengatakan
kepada pendengarnya bahwa Jhon telas masuk ke dalam kebun bersama Mary, penutur
mungkin akan mengemas informasi ini menjadi satu potong seperti pada:

(1) a. Jhon has gone into the garden with Mary


atau menjadi 2 atau 3 potong seperti pada
b. Jhon has gone into the garden with Mary
c. Jhon has gone into the garden with Mary

Realisasi perbedaan dalam memotong-motong ini akan dibicarakan pada bagian yang berikut ini.
Susunan dalam satuan informasi, berhubungan dengan cara didistribusikannya
informasi latar dan baru di dalam satuan itu. Secara khas penutur akan menepatkan informasi
latar pada urutan sebelum informasi yang baru. Urutan struktur informasi yang tak tertanda
adalah urutan latar-baru. Yang wajar, informasi yang mengawali wacana hanya akan
mengandung informasi yang baru.

2.1.3 Kelompok-Kelompok Ton dan Tonik


Satuan-satuan informasi secara langsung direalisasikan dalam wicara sebagai kelompok-
kelompok ton. Penutur mendistribusikan kuatum-kuatum informasi yang ingin diungkapkannya
ke dalam satuan-satuan yang secara fonologis ditentukan batas-batasnya.
Kelompok-kelompok ton debedakan secara fonologis oleh satu, dan hanya satu, suku
kata tonis yang terdapat di dalamnya. Suku kata tonis ditandai dengan satuan tinggi nada
maksimal padanya. Kelompok-kelompok ton, karena diucapkan pada bahasa lisan, juga
berhubungan dengan ritme bahasa lisan (Abercrombie dikutip Brown dan Yule, 1996:154).
Setiap suku (foot) mulai dengan suku kata bertekanan dan berisi jumlah suku kata tak bertekanan
yang mengikutinya. Jadi, kelompok-kelompok ton harus mulai dengan suku kata bertekanan.
Tetapi kadang-kadang suku kata pertama pada suku kata permulaan kelompok ton tak
bertekanan. Lalu, didalilkan iktus senyap (sepadan dengan pukulan senyap dalam musik)
sebagai permulaan dalam kelompok ton. Pada contoh berikut ini tonik ditandai dengan huruf
besar, batas kelompok ton dengan / /, dan iktus senyap dengan :

/ / I/find it incompre / HENsible / /

Suku kata tonis berfungsi untuk memfokuskan informasi baru dalam kelompok ton.
Dalam kasus tak tertanda, suku kata tonis memfokuskan unsur leksikal yang terakhir dalam
kelompok ton, yang umunya kata kepala konstituen yang berisi infosmasi baru. Perhatikan cara
seorang anak perempuan berumur 4 tahun menceritakan dongeng peri yang sangat baik
diketahuinya:

(2) a. / / in a / far-away / LAND / /


b. / / there / lived a / bad / naughty / FAIRy / /
c. / / and a / handsome / PRINCE / /
d. / / and a / lovely / PRINces / /
e. / / she was a / really / WICKed / fairy / /
Anak itu memotong-motong ceritanya menjadi satuan-satuan informasi yang direalisasikan
sebagai kelompok-kelompok ton. Dalam kelompok-kelompok to a-d, unsur lesikal terakhir
mendapat suku kata tonis, yang menandainya sebagai fokus informasi baru. Dalam kelompok ton
e, suku kata tonisnya tidak jatuh pada unsur leksikal terakhir, fairy, karena fairy sudah diketahui
pada ko-teks sebelumnya dan dianggap diketahui oleh penutur. Suku kata tonis jatuh pada unsur
leksikal terakhir yang menunjukan informasi baru, pada WICKed.
Adalah penting untuk tidak menganggap bahwa status infomasi ditentukan oleh apakah
suatu wujud sudah diacu atau belum di dalam wacana. Seperti kata Halliday (dikutip, Brown dan
Yule, 1996:155) yang konsisten dan betul Inilah pilihan-pilihan manasuka pada pihak penutur
yang tidak ditentukan oleh lingkungan tekstual atau situasional; apa yang baru, yang akhirnya
terserah kepada penutur, adalah apa yang dipilihnya untuk dikemukahkan sebgai baru, dan
ramalan-ramalan dari wacana hanya dikemukakan sebagai baru, dan ramalan-ramalan dari
wacana hanya berkemungkinan besar terpenuhi.

5.1.4 Mengidentifikasikan Kelompok Ton


Jika penganalisis wacana ingin menggambarkan realisasi satuan-satuan informasi, ia
memerlukan sistem analisis yang memungkinkannya mengenali realisasi-realisasi itu dengan
cara yang dapat dipercaya dan berprinsip. Apabila berkerja dengan wicara yang dibaca keras-
keras, atau dengan wicara yang sudah dilatih sebelumnya, sering mungkin mengidentifikasikan
kelompok-kelompok ton pada arus wicara, terutama bilamana batas-batas sintaksis bertepatan
dengan batas-batas fonologis. Akan tetapi, pada wicara spontan yang tak terencana, ada
masalah-masalah dalam mengidentifikasikan kelompok-kelompok ton apabila hanya kriteria
fonologis saja.
Jika sering kali sukar atau tidak mungkin mengidentifikasikan satu saja puncak yang
menonjol yang disekelilingnya terbentuk kelompok ton, seharusnya mungkin, pada asasnya
untuk menentukan batas-batas itu. Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:156) menunjakan
bahwa batas-batas itu akan ditentukan oleh struktur ritmis ujaran: kelompok ton adalah satuan
fonologis yang berfungsi sebagai realisasi struktur informasi. Kelompok ton tidak ko-ekstensif
dengan kalimat atau klausa atau satuan struktur kalimat apa pun yang lain; tetapi ko-ekstensif
dengan satuan informasi di dalam batasan-batasan yang ditentukan oleh ritme itu. Desakan untuk
mengikat satuan informasi secara langusng dengan bentuk realisasi fonologis ini menghasilkan
beberapa satuan informasi yang tmapak ganjil seperti pada:
(3) / / not only THAT but you / / didnt know / where to start / LOOKing for the / other and a / /
GAIN as I / / say....
Batasbatas kelompok ton itu rasanya berlawanan dengan instuisi jika benar-benar dipandang
sebagai pengkodean langsung batas-batas satuan-satuan informasi dalam wicara. Kemudian ada
masalah-masalah dengan identifikasi tonik-tonik dan kelompok-kelompok ton dalam wicara
spontan.
2.1.4 Kelompok Ton dan Klausa
Struktur informasi tak tertanda di dalam satuan informasi hendaknya informasi latar
mendahului informasi baru. Ini sangat masuk akal jika klausa (atau kalimat tunggal) dipakai
sebagai medan makna sintaksis tak tertanda sebab disitu memeang mungkin ditemukan bentuk
latar, yang mengacu kepada wujud topik, pada permulaan klausa, yang kemudiann diikuti oleh
informasi baru. Susunan tersebut dapat dilihat pada potongan-potongan kecil percakapan berikut:
We didnt see snow till we came up kmi tdk melihat salju smpai kmi dtg. the motorway
(jln tol)
Yang di situ we latar dalam konteks wacana itu. Akan tetapi, kita lihat frase dipilih sebagai
satuan informasi, akan jarang-jarang terjadi bahwa di situ terdapat informasi latar, kecuali jika
frase secara keseluruhan diberikan sebagai latar.

2.1.5 Satuan-Satuan yang Ditentunkan dengan Jeda


Pengunaan fenomena jeda sebagai dasar untuk melakukan analsis dengan memotong-
motong, sepintas kilas mungkin tampak sebagai usaha yang agak tidak menentu. Banyak dan
lamanya jeda digunakan penutur jelas akan berbeda-beda menurut kecepatan wicaranya. Jeda-
jeda dapat dibuktikan dengan penyelidikan yang mengunakan alat oleh karena itu dapat diukur.
Apa yang mungkin diharapkan untuk ditemukan, dalam peyelidikan pengaruh terjadinya jeda,
adalah tipe-tipe jeda yang berbeda dengan suatu pola distribusi yang teratur.
Suatu penelitian wicara yang diucapkan oleh 12 pasang mahasiswa prasarjana, yang
disitu seorang anggota pasangan mendiskripsikan sebuah diagram yang dapat dilihatnya, tetapi
tidak dapat dilihat oleh pendengarnya, agar pendengarnya dapat menggambar diagram itu, dapat
kami amati pengaruh terjadinya jeda-jeda dalam wicara yang dapat dibandingkan di antara
sejumlah penutur. Wicara yang khas diucapkan dengan kondisi-kondisi ini diperlihatkan pada
pembicaraan berikut:
A: halfway down the page (0.3) draw (0.6) a red (0.4) horizontal line (0.2) of about (0.5)
two inches (16) on eh (1.1)the right hand side just above the line (1.9) in black (0.1) write ON
(3.2)
B: ON (3.4)
A: above the line (14) draw (0.2) a black (0.65) triangle (1.0) ehm (1.9) a righ-angle (0.2)
triangle (1.9) starting to the lef (0.2) of the red line (1.0) about (0.9) half a centimetre above it
(4.0)
Pada petikan tersebut tipe-tipe jeda berikut yang ditentuksn berdasarkan panjang relatif, dapat
diindentifikasikan.

1. Jeda diperpanjang. Ini jeda panjang yang pada petikan di atas, lamanya antara 3.2 sampai
16 detik (yang terdapatpada titik-titik yang disitu penutur telah memberikan informasi
yang cukup kepada pendengar untuk menggambar atau menulis apa yang telah
dideskripsikan). Jeda seperti itu kami realisasikan dalam transkripsi dengan ++.
2. Jeda panjang. Ini jeda yang berkisar dari 1.0 sampai 1.9 detik pada petikan di atas. Jeda
seperti ini kami realisasikan dengan +.
3. Jeda pendek. Ini berkisar antara 0.6 sampai 0.6 detik pada petikan di atas. Jeda seperti itu
kami realisasikan dengan -.
Jeda-jeda diperpanjang dan panjang mungkin saja dijadikan batas-batas satuan, sedangkan jeda-
jeda pendek mungkin saja dianggap termasuk satuan. Dengan menganut pandangan ini dapat
disajikan sebagai berikut:

A: halfway down the page - draw - a red - horizontal line - of about - two inches ++
on eh + the right hand side just above the line + in black - write ON ++
B: ON ++
A: above the line ++
draw - a black - triangle + ehm + a righ-angle - triangle + starting to the lef - of the red line +
about + half a centimetre above it ++

Jarak-jarak perbedaan panjang jeda yang terdapat antara para subjek pada data ini dapat
diringkas sebagai berikut:

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

jeda jeda jeda


pendek panjang diperpanjang

Jeda-jeda direalisasikan sebagai menyusul sesudah ujaran-ujaran, seolah-olah jeda-jeda


merealisasikan penanda-penanda pengakhiran dengan cara tanda-tanda baca merealisasikan
penanda-penanda pengakhiran. Menurut Chafe (dikutip, Brown dan Yule, 1996:161)
penyelidikannya mengenai jeda menunjukan jeda sebagai mendahului ujaran, karena ia
memandang panjangnya jeda sebagai fungsi lamanya perencanaan yang akan dibuat penutur
untuk ujaran berikutnya.

2.1.6 Fungsi Penonjolan Tinggi Nada


Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:162) membuat anggapan yang mempermudah
bahwa hanya ada satu fungsi penonjolan tinggi nada, beban utama gerakan tinggi nada yaitu
untuk meanandai fokus informasi baru di dalam kelompok ton. Sebenarnya penonjolan tinggi
nada yang terbatas mungkin menandai jaoh lebih banyak daripapa itu. Ini juga dipergunakan oleh
penutur untuk menandakan permulaan berbeloknya penutur, permulaan topik baru, penegasan
khusus, dan kontras, dan juga informasi yang oleh penutur dianggap baru. Penonjolan tinggi
nada berfungsi semacam awas ini! yang umum dan antara lain dipakai oleh penutur untuk
menandai informasi baru agar diperhatikan. Semua unsur yang secara fonologis tidak menonjol,
lalu dianggap tidak dimintakan perhatian oleh penutur. Ini meliputi bukan hanya informasi latar
melaikan juga, misalnya, kata-kata gramatikal tak bertekanan.
Banyak ahli yang menyelidiki intonasi, terutama yang menyelidiki intonasi pada wicara
percakapan, telah meninggalkan keharusan bahwa satuan-satuan informasi, bagaimanapun
direalisasikannya, mesti mengandung satu fokus saja, jadi direalisasikan hanya dengan satu
tonik. Perhatikan contoh berikut:

a. in a FAR-away LAND +
b. there LIVED a BAD NAUGHty FAIRy ++
c. and a HANDsome PRINCE +
d. and a LOVEly PRINcesI ++
e. she was a REALly WICKed fairy ++
Suku kata-suku kata yang secara fonologis menojol direalisasikan dengan huruf-huruf besar.
Setelah ini akan direalisasikan kata yang secara fonologis menonjol sebagai menonjol, tidak
pandang apa yang dengan tujuan-tujuan kita sekarang ini, tak relevan dengan fonologis kata itu.
Distribusi penonjolan fonologis berkenaan dengan informasi yang diketahui dimasukan
ke dalam wacana untuk pertama kalinya dan berkenaan dengan informasi yang diketahui sudah
dimasukan. Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi baru direalisasikan dengan
penonjolan fonologis seperti pada:

a. draw a BLACK TRIANGEL


b. draw a STRAIGHT LINE
c. write OUT in BLACK
d. theres a CIRCLE in the MIDDLE
Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi yang telah diketahui tanpa penonjolan
fonologis, seperti pada:

a. UNDERNEATH the triangle


b. at the END... of this line write the word ON just ABOVE the line
c. a LINE... about TWO INCHES + and ABOVE it write ON
(ungkapan-ungkapan yang menyebutkan informasi yang telah diketahui di cetak tebal)

2.2 Struktur Informasi dan Bentuk Sintaksis


2.2.1 Latar/Baru dan Bentuk Sintaksis
Informasi baru secara khas dimasukan melalui ungkapan-ungkapan tak tertentu dan
sesudah itu diacu dengan ungkapan-ungkapan tentu (Brown dan Yule, 1996:168). Berikut ini
akan di contohkan sederetan bentuk sintaksis yang telah sering diidentifikasikan dalam tulisan-
tulisan dan buku-buku sebagai ungkapan-ungkapan yang mengacu kepada wujud-wujud latar.
Ungkapan-ungkapan yang dinyatakan sebagai latar di cetak tebal dalam setiap kasus.

a. 1. Yesterday I saw a little girl get bitten( tergigit) by a dog.


2. I tried to catch the dog, but it ran away.tapi lari
b. 1. Marry got some beer out of the car.
2. The beer was warm.
c. 1. Mary got some picnic supplies out of the car.
2. The beer was warm.
d. 1. Yesterday, Beth sold her Chevy.
2. Today, Glen bought the car.
e. 1. I bought a paiting last week.
2. I really like paintings.
f. 1. Robert found an old car.
2. The steering wheel had broken off.
g. 1. What happened to the jewels?
2. They were stolen bay a custumer.
h. 1. saw two young people there.
2. He kissed her.
i. 1. (Sag produces a cleaver and prepares to hack off his left hand)
2. He never actually does it.
j. 1. William works in Manchester.
2. So do I.
Bentuk-bentuk sintaksis yang biasanya dibicarakan dalam kaitannya dengan informasi
latar meliputi:
A. (i) Satuan-satuan leksikal yang disebutkan untuk kedua kalinya seperti pada a dan b,
terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tentu.
(ii) Satuan-satuan leksikal yang dikemukakan sebagai ada di dalam bidang semantis satuan
leksikal yang disebut sebelumnya seperti pada c, d, e, dan f lagi terutama yang dengan ungkapan-
ungkapan tertentu.
B. (i) Pronominal-pronominal yang dipakai secara anaforis sesudah bentuk leksikal penuh
dalam kalimat terdahulu seperti pada a, g dan h.
(ii) Pronominal-pronominal yang dipakai secara aksoforis (mengacu pada konteks situasi fisik)
yang di situ ada referen seperti pada i, dan j.
(iii) Proverbal-proverbal (yang kurang umum dibicarakan) seperti pada i dan k.
Contoh di atas dipetik dari pembicaraan-pembicaraan mengenai realisasi-relisasi sintaksis
tertentu, pada deretan-deretan kalimat yang disusun yang disitu suatu unsur pada kalimat kedua
dalam arti tertentu sebagai latar. Untuk saat ini akan kita pusatkan perhatian pada bentuk
uangkapan-ungkapan yang dianggap sebagai petunjuk-petunjuk konvesional bahwa referen-
referebnya oleh penutur/penulis dianggap latar.
Dalam bahasa Indonesia Lubis (1993:8283) memberikan contoh sebagai berikut.
1) Saya melihat sepeda motor merah di parkiran. Motor itu masih baru.
2) Kamu harus membawa semua alat tulismu. Pensil terutama.
3) Ayah, ibu, dan anak itu sedang berwisata bersama. Mereka terlihat bahagia.
4) Hal ini wajib mereka lakukan. Saling menghormati.
5) Si A sedang membaca buku. Si B melakukan juga.
Penjelasan tentang struktur informasi juga pernah dikemukakan Cook. Menurut Cook
(dikutip Utami, 2011) susunan atau pengurutan informasi dapat ditentukan berdasarkan
anggapan tersebut, informasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu informasi yang menurut
perkiraan penutur sudah diketahui oleh kawan bicara atau given information dan informasi baru
(new information) yang menurut perkiraan penutur belum diketahui oleh kawan bicaranya. Status
baru atau given yang sudah diberikan dapat berubah dalam sebuah wacana, informasi baru dapat
menjadi given information. Perhatikan contoh berikut.

Given Putu Wijaya dilahirkan


New di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.
Hampir semua seniman Indonesia mengetahui tentang keberadaan seniman yang bernama
Putu Wijaya. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai given (latar). Begitu puladengan fakta
bahwa Putu Wijaya dilahirkan dapat dikatakan sebagai given karena semua manusia juga
dilahirkan. Di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944 merupakan informasi baru
karena diperkirakan bahwa tidak semua mengetahui bahwa Putu Wijaya dilahirkan di Puri
Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.
Lubis (1993:83) mengemukakan di dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
informasi lama dan informasi baru (old and new information). Menurut Lubis, yang menjadi
informasi lama dan baru dalam bahasa Indonesia adalah subjek dan predikat secara semantic.
Berikut ini beberapa contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang diberikan lubis. Bagian yang
dicetak miring adalah subjek yang mengandung informasi lama.
1) Saya membaca buku.
2) Yang membaca buku saya.
3) Buku saya baca.
4) Di mana Kamu tinggal?
5) Bagaimana bentuknya?
6) Bacalah buku itu!
Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa informasi lama dan baru
dapat dianalisis dengan memperkirakan apakah unsur leksikal tertentu sudah disebutkan
sebelumnya atau belum, baik secara fisik maupun secara kontekstual ada di dalam wacana,
sehingga diduga sudah diketahui atau tidak oleh pendengar atau pembaca. Informasi diduga
belum atau tidak diketahui disebut informasi baru, sedangkan informasi yang diperkirakan sudah
diketahui disebut informasi lama atau latar.

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Struktur informasi terkait dengan upaya penutur (pembicara atau penulis) mengatur,
menempatkan, dan menyajikan informasi berdasarkan pola-pola tertentu. Pengaturan informasi
berhubungan dengan bagaimana informasi latar dan baru disampaikan. Informasi baru
merupakan informasi yang ada dalam proposisi dan diduga belum atau tidak diketahui oleh
kawan atau lawan bicara karena tidak ada penyebutan sebelumnya di dalam wacana ataupun
ketiadaan konteks yang berhubungan dengan wacana itu. Informasi latar merupakan informasi
yang diperkirakan sudah diketahui oleh kawan bicara berdasarkan konteks yang ada atau karena
informasi tersebut memang sudah ada rujukannya di dalam wacana.
Status informasi ditentukan tidak oleh struktur wacana tetapi oleh penutur. Tidak ada
juga kaidah-kaidah untuk menentukan status informasi baru dan latar bagi penutur. Namun, ada
keteraturan-keteraturan dan juga penekanan intonasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brown,G. & Yule. G. 1996. Analisis Wacana: Discourse Analysis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
utama.
Hasibuan, N. H. 2006. Aneka Pandangan Di Sekitar Struktur Informasi. http://repository.
usu.ac. Id/bitstream/123456789/16009/1/was-jun2006-%20%286%29.pdf. (Diakses, 15 Oktober
2012).
Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung:Angkasa.
Utami, Treasiana S. D. 2011. Analisis Struktur Informasi Latar-Baru pada Wacana Putra
Khadafi Dikabarkan Tewas dalam Harian Seputar Indonesia. http://diahutamidot
com.wordpress.com/2011/05/08/42/. (Diakses, 15 Oktober 2012).
A. Struktur Informasi
Struktur informasi difokuskan pada pemahaman lebih lanjut lagi sampai satuan-
satuan yang paling kecil pada struktur wacana: satuan-satuan lokal kecil pada tingkat
frase atau klausa. Informasi dikemas di dalam struktur-struktur yang begitu kecil dan
khususnya, akal dan keterampilan apa saja yang dapat digunkan para penutur/penulis
untuk menunjukan kepada kawan bicara mereka status informasi yang dimasukan ke
dalam wacana.
1. Struktur Informasi dan Pengertian latar/baru dalam intonasi

Penelitian yang sungguh-sungguh mengenai struktur informasi di dalam teks


mulai diadakan oleh ahli-ahli pada Aliran Praha sebelum Perang Dunia II. Mereka
meneliti apa yang mereka sebut dinamisme komunikatif, unsur-unsur yang turut
membantu kalimat, didalam kerangka prespektis kalimat fungsional (Firbas dikutip
Brown dan Yule, 1996:151).

Banyak pengertian mendalam yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Praha


dikemukakan hingga menarik perhatian para sarjana Barat pertama-tama oleh Halliday.
Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:151152) menguraikan dan mengembangkan
segi-segi pada karya Praha yang langsung berhubungan dengan minat-minatnya sendiri
dalam struktur teks. Pada khususnya, ia mengikuti pandangan Aliran Praha mengenai
informasi yang terdiri atas dua kategori yaitu, informasi baru merupakan informasi yang
oleh pembeicara dianggap tidak diketahui oleh lawan bicaranya. Informasi latar yang
oleh pengajak bicara di anggap diketahui oleh kawan bicaranya (baik karena secara fisik
ada dalam konteks ataupun karena sudah disebutkan dalam wacana).

Menurut Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152) salah satu fungsi intonasi
dalam bahasa inggris adalah untuk memisahkan informasi mana yang oleh penutur
dianggap latar
.

2. Penjelasan Halliday tentang struktur informasi: satuan-satuan informasi

Menurut Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:152153) penutur


mengkodekan isi klausa (satuan dasar dalam sistem gramatikalnya). Dalam banyak hal
apa yang di pandang Halliday sebagai isi ideasional klausa boleh dibandingkan dengan
apa yang disebut oleh sarjana-sarjana lain sebagai isi proposisional kalimat tunggal. Isi
klausa ini disusun oleh penutur menjadi struktur klausa sintaksis, yang di situ penutur
memilih di antara pilihan-pilihan tematis yang tersediabaginya dan, pada bahasa lisan, isi
klausa disusun menjadi satu satuan atau lebih yang secara fonologis direalisasikan oleh
intonasi.

Penutur harus memotong-motong wicaranya menjadi satuan-satuan informasi. Ia


menyampaikan pesannya dalam rangkaian kemasan. Namun, ia bebas untuk menuntukan
bagaimana ia ingin mengemas informasi itu. Ia bebas untuk memutuskan di mana setiap
satuan informasi mulai dan berakhir dan bagaimana susunan dalamnya (Halliday dikutip,
Brown dan Yule, 1996:153). Jadi, jika diketahui bahwa penutur telah memutuskan untuk
mengatakan kepada pendengarnya bahwa Jhon telas masuk ke dalam kebun bersama
Mary, penutur mungkin akan mengemas informasi ini menjadi satu potong seperti pada:

(1) a. Jhon has gone into the garden with Mary atau menjadi 2 atau 3 potong

seperti pada

b. Jhon has gone into the garden with Mary

c. Jhon has gone into the garden with Mary

Realisasi perbedaan dalam memotong-motong ini akan dibicarakan pada bagian yang
berikut ini.
Susunan dalam satuan informasi, berhubungan dengan cara didistribusikannya
informasi latar dan baru di dalam satuan itu. Secara khas penutur akan menepatkan
informasi latar pada urutan sebelum informasi yang baru. Urutan struktur informasi yang
tak tertanda adalah urutan latar-baru. Yang wajar, informasi yang mengawali wacana
hanya akan mengandung informasi yang baru.

3. Penjelasan Hallidy tentang struktur informasi: kelompok-kelompok ton dan tonik

Satuan-satuan informasi secara langsung direalisasikan dalam wicara sebagai


kelompok-kelompok ton. Penutur mendistribusikan kuantum-kuantum informasi yang
ingin diungkapkannya ke dalam satuan-satuan yang secara fonologis ditentukan batas-
batasnya.

Kelompok-kelompok ton dibedakan secara fonologis oleh satu, dan hanya satu,
suku kata tonis yang terdapat di dalamnya. Suku kata tonis ditandai dengan satuan tinggi
nada maksimal padanya. Kelompok-kelompok ton, karena diucapkan pada bahasa lisan,
juga berhubungan dengan ritme bahasa lisan (Abercrombie dikutip Brown dan Yule,
1996:154). Setiap suku (foot) mulai dengan suku kata bertekanan dan berisi jumlah suku
kata tak bertekanan yang mengikutinya. Jadi, kelompok-kelompok ton harus mulai
dengan suku kata bertekanan. Tetapi kadang-kadang suku kata pertama pada suku kata
permulaan kelompok ton tak bertekanan. Lalu, didalilkan iktus senyap (sepadan dengan
pukulan senyap dalam musik) sebagai permulaan dalam kelompok ton. Pada contoh
berikut ini tonik ditandai dengan huruf besar, batas kelompok ton dengan / /, dan iktus
senyap dengan L:

/ / L I/find it incompre / HENsible / /

Suku kata tonis berfungsi untuk memfokuskan informasi baru dalam kelompok
ton. Dalam kasus tak tertanda, suku kata tonis memfokuskan unsur leksikal yang terakhir
dalam kelompok ton, yang umunya kata kepala konstituen yang berisi informasi baru.
Perhatikan cara seorang anak perempuan berumur 4 tahun menceritakan dongeng peri
yang sangat baik diketahuinya:

(2) a. / / L in a / far-away / LAND / /


b. / / L there / lived a / bad / naughty / FAIRy / /
c. / / L and a / handsome / PRINCE / /
d. / / L and a / lovely / PRINces / /
e. / / L she was a / really / WICKed / fairy / /

Anak itu memotong-motong ceritanya menjadi satuan-satuan informasi yang


direalisasikan sebagai kelompok-kelompok ton. Dalam kelompok-kelompok to a-d, unsur
lesikal terakhir mendapat suku kata tonis, yang menandainya sebagai fokus informasi
baru. Dalam kelompok ton e, suku kata tonisnya tidak jatuh pada unsur leksikal terakhir,
fairy, karena fairy sudah diketahui pada ko-teks sebelumnya dan dianggap diketahui oleh
penutur. Suku kata tonis jatuh pada unsur leksikal terakhir yang menunjukan informasi
baru, pada WICKed.

Adalah penting untuk tidak menganggap bahwa status infomasi ditentukan oleh
apakah suatu wujud sudah diacu atau belum di dalam wacana. Seperti kata Halliday
(dikutip, Brown dan Yule, 1996:155) yang konsisten dan betul Inilah pilihan-pilihan
manasuka pada pihak penutur yang tidak ditentukan oleh lingkungan tekstual atau
situasional; apa yang baru, yang akhirnya terserah kepada penutur, adalah apa yang
dipilihnya untuk dikemukahkan sebgai baru, dan ramalan-ramalan dari wacana hanya
dikemukakan sebagai baru, dan ramalan-ramalan dari wacana hanya berkemungkinan
besar terpenuhi.

4. Mengidentifikasikan Kelompok Ton

Jika penganalisis wacana ingin menggambarkan realisasi satuan-satuan informasi,


ia memerlukan sistem analisis yang memungkinkannya mengenali realisasi-realisasi itu
dengan cara yang dapat dipercaya dan berprinsip. Apabila berkerja dengan wicara yang
dibaca keras-keras, atau dengan wicara yang sudah dilatih sebelumnya, sering mungkin
mengidentifikasikan kelompok-kelompok ton pada arus wicara, terutama bilamana batas-
batas sintaksis bertepatan dengan batas-batas fonologis. Akan tetapi, pada wicara
spontan yang tak terencana, ada masalah-masalah dalam mengidentifikasikan kelompok-
kelompok ton apabila hanya kriteria fonologis saja.

Jika sering kali sukar atau tidak mungkin mengidentifikasikan satu saja puncak
yang menonjol yang disekelilingnya terbentuk kelompok ton, seharusnya mungkin, pada
asasnya untuk menentukan batas-batas itu. Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:156)
menunjakan bahwa batas-batas itu akan ditentukan oleh struktur ritmis ujaran: kelompok
ton adalah satuan fonologis yang berfungsi sebagai realisasi struktur informasi.
Kelompok ton tidak ko-ekstensif dengan kalimat atau klausa atau satuan struktur kalimat
apa pun yang lain; tetapi ko-ekstensif dengan satuan informasi di dalam batasan-batasan
yang ditentukan oleh ritme itu. Desakan untuk mengikat satuan informasi secara langusng
dengan bentuk realisasi fonologis ini menghasilkan beberapa satuan informasi yang
tmapak ganjil seperti pada:

(3) / / not only THAT but you / / didnt know / where to start / LOOKing for the /
other and a / / GAIN as I / / say....

Batasbatas kelompok ton itu rasanya berlawanan dengan instuisi jika benar-
benar dipandang sebagai pengkodean langsung batas-batas satuan-satuan informasi dalam
wicara. Kemudian ada masalah-masalah dengan identifikasi tonik-tonik dan kelompok-
kelompok ton dalam wicara spontan.

5. Kelompok Ton dan Klausa

Struktur informasi tak tertanda di dalam satuan informasi hendaknya informasi


latar mendahului informasi baru. Ini sangat masuk akal jika klausa (atau kalimat tunggal)
dipakai sebagai medan makna sintaksis tak tertanda sebab disitu memeang mungkin
ditemukan bentuk latar, yang mengacu kepada wujud topik, pada permulaan klausa, yang
kemudiann diikuti oleh informasi baru. Susunan tersebut dapat dilihat pada potongan-
potongan kecil percakapan berikut:

We didnt see snow till we came up kmi tdk melihat salju smpai kmi dtg. the
motorway (jln tol)

Yang di situ we latar dalam konteks wacana itu. Akan tetapi, kita lihat frase
dipilih sebagai satuan informasi, akan jarang-jarang terjadi bahwa di situ terdapat
informasi latar, kecuali jika frase secara keseluruhan diberikan sebagai latar.

6. Satuan-satuan yang Ditentunkan dengan Jeda

Pengunaan fenomena jeda sebagai dasar untuk melakukan analsis dengan


memotong-motong, sepintas kilas mungkin tampak sebagai usaha yang agak tidak
menentu. Banyak dan lamanya jeda digunakan penutur jelas akan berbeda-beda menurut
kecepatan wicaranya. Jeda-jeda dapat dibuktikan dengan penyelidikan yang mengunakan
alat oleh karena itu dapat diukur. Apa yang mungkin diharapkan untuk ditemukan, dalam
peyelidikan pengaruh terjadinya jeda, adalah tipe-tipe jeda yang berbeda dengan suatu
pola distribusi yang teratur.

Suatu penelitian wicara yang diucapkan oleh 12 pasang mahasiswa prasarjana,


yang disitu seorang anggota pasangan mendiskripsikan sebuah diagram yang dapat
dilihatnya, tetapi tidak dapat dilihat oleh pendengarnya, agar pendengarnya dapat
menggambar diagram itu, dapat kami amati pengaruh terjadinya jeda-jeda dalam wicara
yang dapat dibandingkan di antara sejumlah penutur. Wicara yang khas diucapkan
dengan kondisi-kondisi ini diperlihatkan pada pembicaraan berikut:

A: halfway down the page (0.3) draw (0.6) a red (0.4) horizontal line (0.2) of
about (0.5) two inches (16) on eh (1.1)the right hand side just above the line (1.9) in
black (0.1) write ON (3.2)

B: ON (3.4)

A: above the line (14) draw (0.2) a black (0.65) triangle (1.0) ehm (1.9) a righ-
angle (0.2) triangle (1.9) starting to the lef (0.2) of the red line (1.0) about (0.9) half
a centimetre above it (4.0)

Pada petikan tersebut tipe-tipe jeda berikut yang ditentuksn berdasarkan panjang
relatif, dapat diindentifikasikan.

1. Jeda diperpanjang. Ini jeda panjang yang pada petikan di atas, lamanya antara 3.2
sampai 16 detik (yang terdapatpada titik-titik yang disitu penutur telah
memberikan informasi yang cukup kepada pendengar untuk menggambar atau
menulis apa yang telah dideskripsikan). Jeda seperti itu kami realisasikan dalam
transkripsi dengan ++.
2. Jeda panjang. Ini jeda yang berkisar dari 1.0 sampai 1.9 detik pada petikan di atas.
Jeda seperti ini kami realisasikan dengan +.
3. Jeda pendek. Ini berkisar antara 0.6 sampai 0.6 detik pada petikan di atas. Jeda
seperti itu kami realisasikan dengan -.
Jeda-jeda diperpanjang dan panjang mungkin saja dijadikan batas-batas satuan,
sedangkan jeda-jeda pendek mungkin saja dianggap termasuk satuan. Dengan menganut
pandangan ini dapat disajikan sebagai berikut:

A: halfway down the page - draw - a red - horizontal line - of about - two inches ++

on eh + the right hand side just above the line + in black - write ON ++

B: ON ++

A: above the line ++

draw - a black - triangle + ehm + a righ-angle - triangle + starting to the lef - of


the red line + about + half a centimetre above it ++

Jarak-jarak perbedaan panjang jeda yang terdapat antara para subjek pada data ini
dapat diringkas sebagai berikut:

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

jeda jeda jeda


pendek panjang diperpanjang
Jeda-jeda direalisasikan sebagai menyusul sesudah ujaran-ujaran, seolah-olah
jeda-jeda merealisasikan penanda-penanda pengakhiran dengan cara tanda-tanda baca
merealisasikan penanda-penanda pengakhiran. Menurut Chafe (dikutip, Brown dan Yule,
1996:161) penyelidikannya mengenai jeda menunjukan jeda sebagai mendahului ujaran,
karena ia memandang panjangnya jeda sebagai fungsi lamanya perencanaan yang akan
dibuat penutur untuk ujaran berikutnya.

7. Fungsi Penonjolan Tinggi Nada

Halliday (dikutip, Brown dan Yule, 1996:162) membuat anggapan yang


mempermudah bahwa hanya ada satu fungsi penonjolan tinggi nada, beban utama
gerakan tinggi nada yaitu untuk meanandai fokus informasi baru di dalam kelompok
ton. Sebenarnya penonjolan tinggi nada yang terbatas mungkin menandai jaoh lebih
banyak daripapa itu. Ini juga dipergunakan oleh penutur untuk menandakan permulaan
berbeloknya penutur, permulaan topik baru, penegasan khusus, dan kontras, dan juga
informasi yang oleh penutur dianggap baru. Penonjolan tinggi nada berfungsi semacam
awas ini! yang umum dan antara lain dipakai oleh penutur untuk menandai informasi
baru agar diperhatikan. Semua unsur yang secara fonologis tidak menonjol, lalu
dianggap tidak dimintakan perhatian oleh penutur. Ini meliputi bukan hanya informasi
latar melaikan juga, misalnya, kata-kata gramatikal tak bertekanan.

Banyak ahli yang menyelidiki intonasi, terutama yang menyelidiki intonasi pada
wicara percakapan, telah meninggalkan keharusan bahwa satuan-satuan informasi,
bagaimanapun direalisasikannya, mesti mengandung satu fokus saja, jadi direalisasikan
hanya dengan satu tonik. Perhatikan contoh berikut:

a. in a FAR-away LAND +

b. there LIVED a BAD NAUGHty FAIRy ++

c. and a HANDsome PRINCE +

d. and a LOVEly PRINcesI ++

e. she was a REALly WICKed fairy ++

Suku kata-suku kata yang secara fonologis menonjol direalisasikan dengan huruf-
huruf besar. Setelah ini akan direalisasikan kata yang secara fonologis menonjol sebagai
menonjol, tidak pandang apa yang dengan tujuan-tujuan kita sekarang ini, tak relevan
dengan fonologis kata itu.

Distribusi penonjolan fonologis berkenaan dengan informasi yang diketahui


dimasukan ke dalam wacana untuk pertama kalinya dan berkenaan dengan informasi
yang diketahui sudah dimasukan. Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi baru
direalisasikan dengan penonjolan fonologis seperti pada:

a. draw a BLACK TRIANGEL

b. draw a STRAIGHT LINE

c. write OUT in BLACK


d. theres a CIRCLE in the MIDDLE

Ungkapan-ungkapan yang memasukan informasi yang telah diketahui tanpa


penonjolan fonologis, seperti pada:

a. UNDERNEATH the triangle

b. at the END... of this line write the word ON just ABOVE the line

c. a LINE... about TWO INCHES + and ABOVE it write ON

(ungkapan-ungkapan yang menyebutkan informasi yang telah diketahui di cetak tebal)

B. Struktur Informasi dan Bentuk Sintaksis


1. Latar/Baru dan Bentuk Sintaksis

Informasi baru secara khas dimasukan melalui ungkapan-ungkapan tak tertentu


dan sesudah itu diacu dengan ungkapan-ungkapan tentu (Brown dan Yule, 1996:168).
Berikut ini akan di contohkan sederetan bentuk sintaksis yang telah sering
diidentifikasikan dalam tulisan-tulisan dan buku-buku sebagai ungkapan-ungkapan yang
mengacu kepada wujud-wujud latar. Ungkapan-ungkapan yang dinyatakan sebagai latar
di cetak tebal dalam setiap kasus.

a. 1. Yesterday I saw a little girl get bitten( tergigit) by a dog.


2. I tried to catch the dog, but it ran away.tapi lari
b. 1. Marry got some beer out of the car.
2. The beer was warm.
c. 1. Mary got some picnic supplies out of the car.
2. The beer was warm.
d. 1. Yesterday, Beth sold her Chevy.
2. Today, Glen bought the car.
e. 1. I bought a paiting last week.
2. I really like paintings.
f. 1. Robert found an old car.
2. The steering wheel had broken off.
g. 1. What happened to the jewels?
2. They were stolen bay a custumer.
h. 1. saw two young people there.
2. He kissed her.
i. 1. (Sag produces a cleaver and prepares to hack off his left hand)
2. He never actually does it.
j. 1. William works in Manchester.
2. So do I.

Bentuk-bentuk sintaksis yang biasanya dibicarakan dalam kaitannya dengan


informasi latar meliputi:

A. (i) Satuan-satuan leksikal yang disebutkan untuk kedua kalinya seperti pada a dan
b, terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tentu.
(ii) Satuan-satuan leksikal yang dikemukakan sebagai ada di dalam bidang
semantis satuan leksikal yang disebut sebelumnya seperti pada c, d, e, dan f lagi
terutama yang dengan ungkapan-ungkapan tertentu.

B. (i) Pronominal-pronominal yang dipakai secara anaforis sesudah bentuk leksikal


penuh dalam kalimat terdahulu seperti pada a, g dan h.
(ii) Pronominal-pronominal yang dipakai secara aksoforis (mengacu pada konteks
situasi fisik) yang di situ ada referen seperti pada i, dan j.
(iii) Proverbal-proverbal (yang kurang umum dibicarakan) seperti pada i dan k.

Contoh di atas dipetik dari pembicaraan-pembicaraan mengenai realisasi-relisasi


sintaksis tertentu, pada deretan-deretan kalimat yang disusun yang disitu suatu unsur pada
kalimat kedua dalam arti tertentu sebagai latar. Untuk saat ini akan kita pusatkan
perhatian pada bentuk uangkapan-ungkapan yang dianggap sebagai petunjuk-petunjuk
konvesional bahwa referen-referebnya oleh penutur/penulis dianggap latar.

Dalam bahasa Indonesia Lubis (1993:8283) memberikan contoh sebagai berikut.

1) Saya melihat sepeda motor merah di parkiran. Motor itu masih baru.
2) Kamu harus membawa semua alat tulismu. Pensil terutama.
3) Ayah, ibu, dan anak itu sedang berwisata bersama. Mereka terlihat bahagia.
4) Hal ini wajib mereka lakukan. Saling menghormati.
5) Si A sedang membaca buku. Si B melakukan juga.

Penjelasan tentang struktur informasi juga pernah dikemukakan Cook. Menurut


Cook (dikutip Utami, 2011) susunan atau pengurutan informasi dapat ditentukan
berdasarkan anggapan tersebut, informasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu informasi
yang menurut perkiraan penutur sudah diketahui oleh kawan bicara atau given
information dan informasi baru (new information) yang menurut perkiraan penutur belum
diketahui oleh kawan bicaranya. Status baru atau given yang sudah diberikan dapat
berubah dalam sebuah wacana, informasi baru dapat menjadi given information.
Perhatikan contoh berikut.

Given Putu Wijaya dilahirkan

New di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.

Hampir semua seniman Indonesia mengetahui tentang keberadaan seniman yang


bernama Putu Wijaya. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai given (latar). Begitu
dengan fakta bahwa Putu Wijaya dilahirkan dapat dikatakan sebagai given karena semua
manusia juga dilahirkan. Di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944
merupakan informasi baru karena diperkirakan bahwa tidak semua mengetahui bahwa
Putu Wijaya dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944.

Lubis (1993:83) mengemukakan di dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan


informasi lama dan informasi baru (old and new information). Menurut Lubis, yang
menjadi informasi lama dan baru dalam bahasa Indonesia adalah subjek dan predikat
secara semantic. Berikut ini beberapa contoh kalimat dalam bahasa Indonesia yang
diberikan lubis. Bagian yang dicetak miring adalah subjek yang mengandung informasi
lama.

1) Saya membaca buku.


2) Yang membaca buku saya.
3) Buku saya baca.
4) Di mana Kamu tinggal?
5) Bagaimana bentuknya?
6) Bacalah buku itu!

Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa informasi lama dan
baru dapat dianalisis dengan memperkirakan apakah unsur leksikal tertentu sudah
disebutkan sebelumnya atau belum, baik secara fisik maupun secara kontekstual ada di
dalam wacana, sehingga diduga sudah diketahui atau tidak oleh pendengar atau pembaca.
Informasi diduga belum atau tidak diketahui disebut informasi baru, sedangkan informasi
yang diperkirakan sudah diketahui disebut informasi lama atau latar.

2. Struktur Informasi dan Struktur Kalimat

Pada bagian sebelumnya, kita amati bentuk ungkapan nominal yang dipakai untuk
mengacu kepada wujud-wujud yang untuk pertama kali disebut dan sesudahnya. Kami
kemukakan bahwa, segera setelah data lbih banyak dan menyangkut predikat-predikat
perubahan keadaan, perbedaan yang jelas antara yang disebutkan untuk pertama kali dan
sesudahnya menjadi kabur. Tidak mungkin lagi penganalisis untuk menganggap,
disebutkannya dalm teks dan menyatakan dalam wujud yang disebutkan sebelumnya,
bahwa itu, mesti, latar (yang juga kami permasalahkan).

Pada tahun-tahun belakangan ini, sejumlah ahli pisikolinguistik yang menyelidiki


informasitelah menerima pembedaan latar/baru seperti dijelaskan oleh Halliday dan
menerapkannya pada kalimat-kalimat tertulis, seringkali kalimat-kalimat tertulis yang
dikutip secara terpisah. Karena kalimat-kalimat tertulis tidak berintonasi, para penulis
tersebut menetapkan struktur intonasinya. Mereka kemudian mengandalkan bentuk
sintaksis ungkaan-ungkapan nominal, macam yang kata amani pada bagian terahir dan
struktur kalimat untuk menentuka apa yang ada dalam kalimat berstatus baru dan apa
yang berstatus latar. Pendekatan terhadap struktur informasi telah menyebabkan
perubahan tafsiran mengenai apa yang dimaksud status latar, seperti apa yang kita akan
liahat dibawah ini.

Clark dan clark (1977:93) melaporkan suatu eksperimen yanag dilakukan oleh
Hornby (1972). Hornby memberikan kepada subyek serangkaian kalimat tertulis yang
dibaca keras. Kalimat-kalimat itu disajikan kembali pada (24) seperti yang terdapat dalam
pembicaraan clark dan clark.

GIVEN AND NEW INFORMATION

Five types of sentences and their given and new information

SENTENCE GIVEN AND NEW INFORMATION

1. It is the BOY who is Given : X is petting the cat


petting the cat. New : X = the boy.
2. Its is the CAT which the Given : the boy is petting X
boy is petting. New : X = the cat
3. The one who is petting Given : X is the petting the cat
the cat is the BOY. New : X = the boy.
4. What the boy is petting is Given : the boy is pettimg X
the CAT. New : X = the cat.
5. The BOY is petting the Given : X is petting the cat
cat. New : X = the boy.

*informasi latar dan baru

Status unsure-unsur yang dicetak dengan kapital dijelaskan sebagai:


Kalimat-kalimat menandai informasi latar dan baru dengan tekanan atau aksen
pada kata-kata tertentu (misalnya, Halliday, 1967). Kata dengan tekanan vocal,
atau frase yang mengandungnya, selalu menyampaikan informasi baru.

Timbullah beberapa hal yang penting dari pengajuan ini. Pertama-tama,


tidak seluruhnya jelas apakah status latar/baru ditentukan oleh bentuk kalimat
(seperti ditunjukan oleh subjudul daftar diatas) atau oleh akibat penempatan
tekanan vokal pada konstituen-konstituen kalimat yang berbeda itu.
Kedua, agak salahlah menggambarkan pendirian Halliday dengan
mengemukakan bahwa ia berpandangan bahwa kalimat-kalimat menandai
informasi latar dan baru (penegasan dari kami). Halliday berulang-ulang
menyatakan bahwa penutur-penutur yang menandai status informasi.

Ketiga, Hornby dan rupanya juga Clark & Clark menganggap bahwa suatu
focus informasi disebabkan oleh setuap kalimat. Satu-satunya kalimat dalam
perangkat itu yang langsung dapat dihubungkan dengan klausa menurut paham
Halliday adalah kalimat 5. Semua kaliamt yang lain direalisasikan dengan 2
klausa. Dalam analisis merutut Halliday keduan klausa itu masing-masing
diharapkan mengandung focus informasi seperti yang ditunjukakan pada contoh-
contoh serupa yang di bicarakan dalam Halliday (1967:226)

a. / / the one peinted the SHED last week / / was JHON / /

b. / / JHON / / was the one who peinted the SHED / / last week / /

dengan analogi kiranya kita harapkan kalimat 3, misalnya, direalisasikan


dengan dua titik focus informasi:

c. / / the one who is petting the CAT / / is the BOY / /

keempat, istilah latar tidal lagi dipakai sebagai istilah analistis untuk
mendeskrtipsikan status referen ungkapan di dalam klausa (atau kelompok ton),
tetapi di pakai untuk mendeskripsikan status praanggapan yang di pandang di
sebabkan oleh klausa di dalam kalimat.

C. Status Psikologis Menjadi Latar

1. Apakah itu Latar?

Halliday mengemukakan cirri-ciri latar/baru berdasarkan harapan-harapan


penutur, seperti dugaan kami mengenai maksudnya. Informasi latar diperincikan dan
dianggap sebagai dianggap oleh penutur sebagai dapat di temukan kembalai secara
anaforsis atau situasional (1967:211) dan informasi baru dikatakan sebagai vocal tidak
dalam arti bahwa itu tidak disebutkan sebelumnya, walaupun sering terjadi itu tidak
disebutakan sebelumnya, tetapi dalam arti bahwa penutur mengemukakannya sebagai
tidak dapat ditemukan kembali dalam wacana sebelumnya (1967:204). Meskipun tidak
membeda-bedakan status informasi yang berdasarkan intonasi ditandai sebagai latar
atau baru oleh penutur, penjelaan itu dapat ditafsirkan sehingga mencakup berbagai
macam fenomena lain. Seperti kata Dahl: Konsep-konsep informasi lama dan baru
dipakai untuk menjelaskan fenomena dalam bahasa seperti misalnya intonasi, tekana,
urutan kata, dan pemakaian sarana-sarana anaforis (1976:37).

Ahli yang telah melestarikan tafsiran sempit mengenai status informasi latar dan,
benar-benar, mencoba mendefinisikan kembali istilah itu untukmemaksakan tafsiran
sempit adalah Wallace Chafe, dalam serangkaian penerbitan (1970, 1972, 1974, 1976).
Tulisnya:

Tata istilah itu telah dan terus akan menyesatkan para linguis dan psikolog yang
memakainya. Menyebut sesuatu sebagai informasi lama menunjukakan bahwa
itu adalah apa yang diharapkan dan diketahui oleh pendengar.

(1976:30)

Chafe mendesak agar status latar di batasi pada pengetahuan yang oleh penutur di
anggap dalam kesadaran kawan bicaranya pada waktu ujaran dibuat (1976:30). Ia
mengembangkan serangkaian perumpamaan, seperti misalnya di garis depan pikiran
(1970:211) dan disoroti dalam perhatian pndengan, demi mengingatkan kembali akan
maksud penonjolan di sini dan sekarang yang di berikannya kepada status latar pada
waktu ujaran dibuat. Ditegaskannya bahwa status menjadi latar adalah status sementara:
salah satu sifat kesadaran yang tidak dapat dibantah adalah bahwa kemampuannya
sangat terbatas. Bilamana gagasan-gagasan baru masuk di dalamnya, maka gagasan-
gagasan yang lama pergi. Oleh karna itu, anggapan penutur mengenai suatu hal sebagai
latar mestinya berakhir apabila ia berpendapat bahwa hal itu sudah tidak ada lagi dalam
kesadaran kawan bicaranya (1976:32). Dalam analisis Chafe, seperti dalam analisis
Halliday, mungkin sekali penutur mengatakan I saw your father yesterday, yang di situ
your father dianggap baru, jika penutur berpendapat bahwa ayah kawan bicara tidak ada
dalam kesadaran kawan bicara itu pada waktu ujaran dibuat.
2. Taksonomi Status Informasi

Prince (1981) memberikan dasar bagi suatu taksonomi yang luas. Ia menyarankan
agar kita memandang teks sebagai seperangkat petunjuk tentang bagaimana bentuk
MODEL WACANA (discourse model) tertentu. Model itu mengandung WUJUD-
WUJUD WACANA (discourse entities), ATRIBUT-ATRIBUT, dan HUBUNGAN-
HUBUNGAN (links) antara wujud-wujud (1981:235). Bagaimanakah model seperti itu
akan dibentuk?

Prince berpendapat bahwa penutur mungkin mengemukakan wujud-wujud baru


dam wacana. Ada 2 tipe wujud baru. Wujud-wujud baru sekali (brand new) dianggap
tidak diketahui oleh penutur dan secara khas akan dikemukakan dalam wacana dengan
ungkapan tak tentu seperti a man I know atau a bus in Prince Street. Tipe kedua wujud
baru, wujud takdipakai (unused) oleh penutur dianggap dan diketahui oleh pendengar,
dalam pengetahuan latar belakangnya, tetapi tidak dalam kesadarannya pada waktu
ujaran dibuat. Contoh Chafe I saw your father yesterday (1976:30) kiranya cocok
dimasukkan ke dalam katagori ini, sebagai ungkapan-ungkapan seperti Chomsky atau
Jackendoff yang ditujukan kepada mahasiswa jurusan linguistic yang, penutur yakin,
sedang berfikir tentang fonetik instrumental, dan bukan tentang sintaksis, misalnya.

Prince menyebut kelas wujud yang kedua sebagai wujud yang dapat diduga
(inferrables). Ini adalah wujud-wujud yang oleh penutur dianggap dapat diduga oleh
pendengar dari suatu wujud wacana yang sudah dikemukakan. Jadi, the driver kiranya
dapat diduga dari tafsiran ungkapan the car, selama Anda memiliki pengetahuan latar
belakang bahwa cars have driver. Tidak ada kesulitan dalam menafsirkan ungkapan the
driver pada:

There was car approaching the junction + but the driver didnt stop at the give
way sign.

Dengan kata-kata Prince, inilah hubungan yang dapat diduga dan memungkinkan kita
menafsirkan kalimat yang kedua pada (16c-f) sebagai berhubungan dengan kaliamt yang
pertama dalam setiap kasus. Kelas wujud yang dapat diduga kemungkinan akan
mencakup wujud-wujudberdasarkan scenario yang oleh Sanford & Garrod (1981:114)
diklarifikasi sebagai latar (misalnya, scenario ruang pengadilan = lawyer).

3. Taksonomi status informasi yang diterapkan pada data

Di dalam data menggambar diagram yang terbatas dan yang sudah kami pada
bagian-bagian sebelumnya dapat dilihat dari kategori dan wujud berbeda yang di
definisikan oleh Prince seperti dikemukakanya, dan dapat pula diamati bentuk
ungkapan yang dipakai untuk mengakunya, hasil analisisi seperti itu disajikan pada
(pembicaraan yang terperinci mengenai segi-segi yang berbeda dalam analisis ini
terdapat dalam Yule, 1981 dan Brown, 1983)

Bentuk-bentuk yang dikemukakan untuk diacu:

1. Wujud-wujud baru
a. Baru sekali (i) draw a black triangle
(ii) draw a straight line
(iii) write OUT in black
(iv) theres a circle in the middle
b. Tak dipakai Tidak ada contohnya pada data yang terbatas ini
2. Wujud-wujud yang dapat diduga
(i) Its right through the middle (circle)
(ii) You start at the edge (triangle)
(iii) With the right-angle (triangle)
(iv) The corner (triangle)
3. Wujud-wujud yang ditimbulkan
a. Situasi (i) in the middle of the page
(ii) you got a triangle
b. Teks-berlaku (i) to the left of the red line
About half a centimeter above it
(ii) theres a black circle
Above it theres
(iii) draw a line in the middle and above it write ON
(iv) It,s a right angle triangle
The bottom line of the triangle
(v) A. its in red
B.in red
c. teks diganti (i) draw a black triangle
underneath the triangle
(ii) to the lift of the red line
(iii) the black one
(iv) at the base of the red one
Dari sudut pandang sintaksis ada beberapa bentuk ungkapan yang tersedia bagi
penutur yang salahsatu yang dapat dipilihnya untuk mengacu pada suatu wujud ini
dapat diringkas secara biasa yaitu:
A (+ sifat-sifat) X
The (+ sifat-sifat) X
It
(elipsis)
Bagai mana distribusi buntuk-bentuk itu pada data tersebut. Seperti akan anda lihat,
wujud-wujud yang baru sekali secara teratur dikemukakan dengan a (+ sifat-sifat) X
yang disatu spesifikasi sifat-sifat tidak selalu ada. Kata-kata IN dan OUT pada data
itu diacu dengan menyebutkan nama kata, persoalan nama tidak akan kami bicarakan
disini. Wujud-wujud yang dapat diduga (inferrable) biasanya dikemukakan dengan
ungkapan-ungkapan tertentu. Pada data itu, wujud-wujud yang dapat diduga meliputi
sifat-sifat atau cirri-ciri lingkaran (middle, adge, radius, buttom) segitiga (apex,
angle, side,dan kadang-kadang right,-engles ) , halaman buku (middle, corner, side,
top) atau garis (end, edge, top) bentuk yang ditimbulkan situasi kebanyakan dipakai
untuk menyebutkan halaman yang digambari oleh pendengar (you) dan pena merah
dan hitam yang dipakai pendengar untuk menggambar.
C. Kesimpulan

Struktur informasi terkait dengan upaya penutur (pembicara atau penulis)


mengatur, menempatkan, dan menyajikan informasi berdasarkan pola-pola tertentu.
Pengaturan informasi berhubungan dengan bagaimana informasi latar dan baru
disampaikan. Informasi baru merupakan informasi yang ada dalam proposisi dan diduga
belum atau tidak diketahui oleh kawan atau lawan bicara karena tidak ada penyebutan
sebelumnya di dalam wacana ataupun ketiadaan konteks yang berhubungan dengan
wacana itu. Informasi latar merupakan informasi yang diperkirakan sudah diketahui oleh
kawan bicara berdasarkan konteks yang ada atau karena informasi tersebut memang
sudah ada rujukannya di dalam wacana.

Status informasi ditentukan tidak oleh struktur wacana tetapi oleh penutur. Tidak
ada juga kaidah-kaidah untuk menentukan status informasi baru dan latar bagi penutur.
Namun, ada keteraturan-keteraturan dan juga penekanan intonasi.
ANALISIS WACANA

OLEH KLOMPOK V

NURLAILA DJAWIE G1O2 16 039


KARTINI SAID G2O1 16 038
LD. MUH. SYADIKIN S. G1O2 16 031
ABDULLAH G2O1 16 004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017

You might also like