Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
I.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengertian penyakit Gout (pirai).
2. Mengetahui dan memahami etiologi dan patofisiologi mengenai Gout (pirai).
3. Mengetahui dengan seksama tanda dan gejala yang terdapat pada penderita gout
(pirai).
4. Mengetahui cara mendiagnosa dan memahami cara pengobatan gout (pirai).
I.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah agar tulisan ini dapat dijadikan sumber
informasi yang berguna bagi para pembaca atau peneliti yang memerlukan informasi terkait
gout (pirai) serta dapat dijadikan wadah mengembangkan informasi bagi penulis terkait
dengan gout (pirai).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Tanda dan Gejala Gout (Pirai)
Gejala awal dari artritis gout adalah panas, kemerahan dan pembengkakan pada sendi
yang tipikal dan tiba-tiba. Persendian yang sering terkena adalah persendian kecil pada basis
dari ibu jari kaki. Beberapa sendi lain yang dapat terkena ialah pergelangan kaki, lutut,
pergelangan tangan, jari tangan, dan siku. Pada serangan akut penderita gout dapat
menimbulkan gejala demam dan nyeri hebat yang biasanya bertahan berjam-jam sampai
seharian, dengan atau tanpa pengobatan. Seiring berjalannya waktu serangan artritis gout
akan timbul lebih sering dan lebih lama.
Kadar asam urat yang didiamkan dalam waktu lama (hiperurisemia) dapat
menyebabkan simptomatologi lain termasuk di antaranya pengendapan kristal asam urat yang
tidak menimbulkan nyeri yang disebut tofi. Tofi yang ekstensif dapat menyebabkan artritis
kronis akibat adanya erosi tulang. Peningkatan kadar asam urat juga dapat menyebabkan
pengendapan kristal di ginjal, sehingga menimbulkan pembentukan batu dan selanjutnya
nefropati urat.
Biasanya sehari sebelumnya pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba
tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat sekali. Daerah khas yang sering mendapat
serangan adalah pangkal ibu jari sebelah dalam,disebut podagra. Bagian ini tampak
membengkak, kemerahan dan nyeri bila sentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai
satu minggu, lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit, tapi dapat merusak
tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini. Tofi
merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia, tulang rawan,
bursa dan jaringan lunak.
Perjalanan arthritis pirai terdiri atas beberapa stadium. Tanda-tanda penyakit gout
pada stadium permulaan ditandai oleh hiperurisemia asimptomatis selama beberapa tahun
tanpa diketahui penderita karena tidak ada gangguan apapun yang menyebabkan penderita
merasa kesakitan. Pada stadium ini, terjadi peningkatan kadar asam urat tanpa disertai
arthritis, tofi, maupun batu ginjal. Stadium selanjutnya, serangan radang sendi disertai dengan
rasa nyeri yang hebat, bengkak, terasa panas pada sendi kaki. Serangan ini akan hilang
sendiri dalam beberapa hari (10 hari) dan bila diberi obat akan sembuh dalam waktu kurang
lebih tiga hari. Interval serangan yang cukup lama dan sendi masih dalam keadaan normal
disebut arthritis gout akut.
Setelah satu sampai dua tahun berikutnya, interval serangan bertambah pendek,
terbentuk tofi dan deformasi atau perubahan bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat
berubah ke bentuk seperti semula, ini disebut sebagai suatu gejala yang irreversibel. Gejala
4
berupa kulit diatasnya akan berwarna merah atau keunguan, kencang dan licin, serta terasa
hangat dan nyeri jika digerakkan, serta muncul benjolan pada sendi yang disebut tofus. Jika
sudah lima hari, kulit diatasnya akan berwarna merah kusam dan terkelupas (deskuamasi).
Pada kondisi ini, frekuensi kambuh akan penyakit ini semakin sering dan disertai rasa sakit
yang lebih menyiksa akibat adanya tofi.
5
penyebab gout, dan termasuk juga adanya hubungan erat dengan konsumsi alkohol, fruktosa-
minuman manis, daging, dan makanan laut. Pemicu lainnya termasuk luka fisik dan
pembedahan. Penelitian terbaru menemukan faktor makanan yang selama ini dianggap ada
kaitannya, ternyata tidak terbukti di antaranya dengan asupan purin-sayuran berlemak
(misalnya, buncis, kacang polong, tanaman kacang-kacangan, dan bayam) dan protein total.
Konsumsi kopi, vitamin C dan produk susu, dan juga berolah-raga, dapat menurunkan risiko.
Hal ini sebagian diperkirakan karena pengaruhnya terhadap adanya efek menurunkan resisten
terhadap insulin.
3. Faktor Genetika
Munculnya pirai sebagian disebabkan oleh faktor genetik, berkontribusi sekitar 60%
pada variabilitas kadar asam urat. Ada tiga gen yang dinamakan SLC2A9, SLC22A12 dan
ABCG2 telah ditemukan berhubungan dengan pirai, dan variasinya meningkatkan risiko dua
kali lipat. Hilangnya fungsi mutasi pada SLC2A9 dan SLC22A12 menyebabkan hipourisemia
turun-menurun dengan menurunnya absorpsi asam urat dan sekresi asam urat yang tidak
tertahan.Beberapa kelainan genetika di antaranya adalah nefropati hiperurisemik juvenil
familial, penyakit ginjal kista meduler, aktivitas berlebihan dari fosforibosilpirofosfat
sintetase, dan defisiensi hiposantin-guanine fosforibosiltransferase seperti yang terlihat pada
Sindrom Lesch-Nyhan, di mana terjadi komplikasi karena pirai.
4. Faktor Kondisi Medis Seseorang
Pirai sering timbul akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang
akan menyebabkan pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperurisemia. Sindrom
metabolik, merupakan kombinasi obesitas abdominal, hipertensi, resitensi insulin dan kadar
lipid abnormal, muncul pada hampir 75% kasus. Kondisi lain yang umumnya menjadi
komplikasi karena pirai di antaranya: polisitemia, keracunan timbal, gagal ginjal, anemia
hemolitik, psoriasis, dan transplantasi organ solid. Suatu indeks massa tubuh yang lebih besar
atau sama dengan 35 pada laki-laki meningkatkan risiko pirai tiga kali lipat. Pajanan timbal
kronis dan alkohol terkontaminasi timbal merupakan faktor risiko pirai karena pengaruh
timbal yang sangat buruk untuk fungsi ginjal. Sindrom Lesch-Nyhan sering ada hubungannya
dengan artritis pirai. Selain itu juga karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan
ekskresi asam urat sepertiaspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid
dan etambutol.
6
2.4 Patofisiologi Gout (Pirai)
Asam urat merupakan susunan senyawa organik: 7,9-dihydro-1H-purine-2,6,8(3H)-
trione. Pirai merupakan kelainan metabolisme purin, dan terjadi bila metabolit akhirnya, asam
urat, mengkristal dalam bentuk monosodium urat, mengendap di persendian, pada tendon,
dan jaringan sekitarnya. Kristal ini kemudian memicu suatu imun lokal-sebagai perantara
reaksi inflamatori, dengan salah satu protein penting pada keadaan rangkaian inflamatori
interleukin 1. Suatu proses hilangnya uricase dalam proses evolusi, yang menyebabkan
terurainya asam urat, pada manusia dan hewan primata telah menyebabkan kondisi ini
menjadi umum.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa
cara, yaitu sebagai berikut :
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a. Komplemen ini
bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil ke jaringan (sendi dan membran sinovium).
Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrie, terutama
leukotrien B. kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam sendi akan melakukan
aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-
6, IL-8 dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, disamping itu
mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini
akan menyebabkan cedera jaringan.
3. Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya
endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) ditulang rawan dan kapsul sendi.
Pada tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai
dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel
raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium,
erosi tulang rawan dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di
tempat lain (misalnya : tendon, bursa, jaringan lunak ). Pengendapan kristal asam urat dalam
tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.
Pemicu terjadinya pengendapan asam urat belum diketahui dengan jelas. Walaupun
dapat mengkristal pada kadar normal, proses ini akan meningkat pada kadar yang lebih
tinggi. Faktor lain yang dipercaya sebagai pemicu episode artritis akut di antaranya adalah
temperatur yang dingin, perubahan cepat kadar asam urat, asidosis, hidrasi artikuler, dan
protein matriks ekstraseluler, misalnya proteoglikan, kolagen, dan sulfat khondroitin.
Meningkatnya pengedapan pada suhu rendah sebagian menerangkan mengapa persendian
7
kaki merupakan bagian yang umumnya terpengaruh. Perubahan kadar asam urat secara cepat
dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya yaitu terlihat ada luka, pembedahan,
kemoterapi, diuretik, dan menghentikan atau memulai alopurinol. Sekat kanal kalsium dan
losartan umumnya ada hubungannya dapat menurunkan risiko pirai dibandingkan dengan
pengobatan hipertensi lainnya.
Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai 3 tahapan. Tahap pertama
disebut tahap artritis gout akut. Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan artritis
yang khas dan serangan tersebut akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 5-7 hari.
Karena cepat menghilang, maka sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi
sehingga tidak menduga terkena penyakit gout dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan.
Setelah serangan pertama, penderita akan masuk pada gout interkritikal. Pada keadaan
ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka waktu tertentu. Jangka waktu antara
seseorang dan orang lainnya berbeda. Ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10
tahun, tetapi rata-rata berkisar 1-2 tahun. Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan
seseorang lupa bahwa ia pernah menderita serangan artritis gout atau menyangka serangan
pertama kali dahulu tak ada hubungannya dengan penyakit gout.
Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intermiten. Setelah melewati
masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala, penderita akan memasuki tahap
ini, ditandai dengan serangan artritis yang khas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat
8
serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin
lama makin rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah sendi yang
terserang makin banyak.
Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus. Tahap ini terjadi bila
penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terjadi
benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini
berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal
monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di
sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar dan banyak akan mengakibatkan penderita
tidak dapat menggunakan sepatu lagi.
9
sinovial dapat dilakukan. Kondisi lain yang tampak serupa termasuk pseudogout dan artritis
reumatoid. Tofi gout, khususnya jika tidak berada dalam persendian, dapat dengan keliru
dianggap sebagai karsinoma sel basal atau neoplasma lainnya.
10
antaranya niasin dan aspirin (asam asetilsalisilat). Jenis obat imunosupresif siklosporin dan
takrolimus juga ada hubungannya dengan gout. yang terakhir ini khususnya bila
penggunaannya dikombinasikan dengan hidrokhlorotiazid. Pirai dapat didiagnosis dan diobati
tanpa perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk seseorang yang menderita hiperurisemia
dan podagra klasik. Meskipun demikian, analisis cairan snovial harus dilakukan bila
diagnosis meragukan. Sinar-X, walaupun berguna untuk mengidentifikasi pirai kronis, tidak
terlalu bermanfaat untuk serangan akut. Obat-obat yang diberikan pada serangan akut antara
lain:
a. Kolkisin
Kolkisin adalah suatu agen anti radang yang biasanya dipakai untuk mengobati
serangangout akut, dan unluk mencegah serangan gout akut di kemudian hari. Obat ini
jugadapat digunakan sebagai sarana diagnosis. Pengobatan serangan akut biasanya tablet 0,5
mg setiap jam, sampai gejala-gejala serangan Akut dapat dikurangi atau kalau ternyata dari
berat pasien bersangkutan. Beberapa pasien mengalami rasa mual yang hebat,muntah-muntah
dan diarhea, dan pada keadaan ini pemberian obat harus dihentikan. Kolkisin bekerja pada
peradangan terhadap kristal urat dengan menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5-
0,6 mg per jam sampai nyeri, mual, atau diare hilang. Kemudian obat dihentikan biasanya
pada dosis 4-6 mg, maksimal 8 mg.
b. OAINS
Fenilbutazon, suatu agen anti radang, dapat juga digunakan unluk mengobati artritis
gout akut. Tetapi, karena fenilbutazon menimbulkan efek samping, maka kolkisin digunakan
sebagai terapi pencegahan. Indometasin juga cukup efektif. OAINS yang paling sering
digunakan adalah indometasin. Dosis awal 25-50 mg setiap 8 jam, diteruskan sampai gejala
menghilang (5-10 hari). Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan
fungsi ginjal dan riwayat alergi terhadap OAINS (obat anti inflamasi non steroid).
c. Kortikosteroid
Jika sendi yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat efektif,
contohnya triamsinolon 10-40 mg intraartikular. Untk gout poliartikuar, dapat diberikan
secara intravena (metilprednisolon 40 mg/hair) atau oral (prednisone 40-60 mg/hari).
d. Analgesik
Diberikan bila rasa nyeri sangat hebat. Jangan diberikan aspirin karena dalam dosis
rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan memperberat hiperurisemia.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pirai atau gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan
berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan kristal
monosodium urat, yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar
asam urat di dalam darah (hiperurisemia).
2. Gejala awal dari artritis gout adalah panas, kemerahan dan pembengkakan pada sendi
yang tipikal dan tiba-tiba.
3. Gout dapat disebabkan karena hiperurisemia, makanan seperti jeroan, alkohol, penyakit
metabolit, dan faktor genetik.
4. Penyakit gout berawal dari gangguan metabolisme purin yang menyebabkan peningkatan
asam urat didalam darah dan menumpuk di tubuh, sehingga menimbulkan inflamasi pada
sendi
5. Terapi gout dapat dilakukan secara non farmakologi seperti perubahan pola hidup dan
secara farmakologi yaitu menggunakan obat-obatan.
6.
3.2 SARAN
Didalam makalah ini tentunya terdapat banyak sekali kekurangan dan masih jauh dari
kata kesempurnaan. Penulis mengharapkan bagi para pembaca dan penikmat makalah ini
untuk dapat memberikan saran, kritik maupun mengembangkan makalah ini agar kedepannya
makalah ini dapat lebih sempurna lagi sehingga mampu memberikan pengetahuan yang
maksimal tentang Gout (Pirai) kepada seluruh pembacanya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Afifka, 2012. Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut.
Semarang: FK UNDIP.
Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Arundati, D. dkk. 2013. Pengaruh Senam Taichi dan Senam Biasa Terhadap Reduksi Nyeri
Ostheoarthritis Lutut Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Gowa.
Gowa: UNHAS.
Dahlan, L. 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah. Surakarta: UNS.
Fatkuriyah, L. 2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada
Lansia di Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya.
Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lingga, L. 2012. Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Millar, L. 2013. Progam Olahraga Arthritis. Klaten: Intan Sejati.
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Price. Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Sudoyo, W. Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
13