You are on page 1of 68

Keperawatan Medikal Bedah

"Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Penyakit Hemoroid"

Oleh :
Kelompok 5
D-IV Keperawatan Tingkat II

Putu Yeni Yunitasari (P07120214004)


Ni Putu Erna Libya (P07120214014)
Ni Kadek Dian Inlam Sari (P07120214018)
I Gede Suyadnya Putra (P07120214023)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul " Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Hemoroid" mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah di Politeknik Kesehatan Denpasar tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan yang telah membantu.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan karena


keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat konstruktif sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 2 Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................... 4
1.5 Metode Penulisan .................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Hemoroid ......................................................................................... 5
1. Pengertian Hemoroid ........................................................................................... 5
2. Etiologi Hemoroid .............................................................................................. 6
3. Klasifikasi Hemoroid ........................................................................................... 7
4. Tanda dan Gejala Hemoroid ................................................................................ 10
5. Pathofisiologi Hemoroid...................................................................................... 12
6. Manifestasi Klinis Hemoroid............................................................................... 12
7. Pemeriksaan Diagnostik Hemoroid ..................................................................... 14
8. Penatalaksanaan Hemoroid.................................................................................. 15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hemoroid ............................................ 29
1. Pengkajian ........................................................................................................... 29
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................ 33
3. Intervensi ............................................................................................................. 33
4. Implementasi ....................................................................................................... 57
5. Evaluasi` .............................................................................................................. 59

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 61
3.2 Saran ........................................................................................................................ 61

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemoroid / wasir adalah suatu penyakit yang terjadi pada anus di mana bibir
anus mengalami bengkak yang kadang disertai pendarahan.Setiap orang pasti
memiliki hemoroid, hanya karena ukurannya yang kecil hemoroid ini sering
diabaikan. Hemoroid akan menimbulkan masalah bila ia membesar dan
berdarah. Meskipun hemoroid dapat dijumpai pada setiap orang, namun yang
membesar dan menimbulkan masalah hanya 4% dari total populasi. Kejadian
hemoroid tidak memandang jenis kelamin dan umumnya meningkat pada usia
45 sampai 65 tahun.
Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti
mengalir, sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang
mengalir. Namun secara klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena didalam
pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik, tetapi akan
menjadi patologik apabila tidak mendapat penanganan/pengobatan yang baik.
Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran vasa/vena saja, tetapi juga diikuti oleh
penambahan jaringan disekitar vasa atau vena. Hemoroid adalah kondisi
anorektal sangat umum terjadi yang didefinisikan sebagai pembesaran dan
perpindahan ke distal dari bantalan anus normal yang menimbulkan gejala.
Hemoroid mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia dan menjadi masalah
medis dan sosial ekonomi yang utama. Banyak faktor dicurigai sebagai
penyebab dari munculnya hemoroid, termasuk di dalamnya konstipasi dan
mengedan yang berkepanjangan. Dilatasi yang abnormal dan distorsi dari jalur-
jalur pembuluh darah, bersamaan dengan perubahan yang destruktif pada
jaringan ikat penyangga dalam bantalan anus, merupakan temuan penting dari
penyakit hemoroid. Reaksi inflamasi dan hiperplasia vaskular bisa dijadikan
bukti hemoroid.
Keluhan penyakit ini antara lain: buang air besar sakit dan sulit, dubur terasa
panas, serta adanya benjolan di dubur, perdarahan melalui dubur, dan lain-lain.
Sejak dulu, hemoroid hanya diobati oleh dukun-dukun hemoroid dan dokter

1
bedah. Akan tetapi, karena akhir-akhir ini kasusnya makin banyak, maka semua
dokter diperbolehkan mengangani hemoroid. Hemoroid memiliki faktor resiko
cukup banyak, antara lain kurang mobilisasi, lebih banyak tidur, konstipasi, cara
buang air besar yang tidak benar, kurang minum air, kurang makanan berserat,
faktor genetika, kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan intra-abdomen
(tumor abdomen, tumor usus), dan sirosis hati.
Pada penderita hemoroid umumnya sulit untuk duduk dan buang air besar
karena terasa sakit apabila bibir anus atau sphinchter anus mendapat tekanan.
Pada penderita hemoroid parah terkadang sulit diobati sehingga bisa diberi
tindakan operasi pengangkatan wasir yang bisa memberi efek samping yang
terkadang tidak baik.Oleh sebab itu wasir perlu diwaspadai dan ditangani
dengan baik agar mudah diobati.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah Konsep Dasar Penyakit Hemoroid ?
1. Bagaimanakah Pengertian dari Penyakit Hemoroid ?
2. Bagaimanakah Etiologi dari Penyakit Hemoroid ?
3. Bagaimanakah Klasifikasi dari Penyakit Hemoroid ?
4. Bagaimanakah Tanda dan Gejala dari Penyakit Hemoroid ?
5. Bagaimanakah Patofisiologi dari Penyakit Hemoroid ?
6. Bagaimanakah Manifestasi Klinis dari Penyakit Hemoroid ?
7. Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik dari Penyakit Hemoroid ?
8. Bagaimanakah Penatalaksanaan dari Penyakit Hemoroid ?
1.2.2 Bagaimanakah Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Penyakit Hemoroid ?
1. Bagaimanakah Pengakajian dari Penyakit Hemoroid ?
2. Apasajakah Diagnosa yang ada pada Penyakit Hemoroid ?
3. Bagaimanakah Intervensi dari Penyakit Hemoroid ?
4. Bagaimanakah Implementasi dari Penyakit Hemoroid ?
5. Bagaimanakah evaluasi dari Penyakit Hemoroid ?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Konsep Dasar dari
Penyakit Hemoroid.
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Pengertian dari
Penyakit Hemoroid.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Etiologi dari
Penyakit Hemoroid.
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Klasifikasi dari
Penyakit Hemoroid .
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Tanda dan Gejala
dari Penyakit Hemoroid.
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Patofisiologi dari
Penyakit Hemoroid.
6. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Manifestasi Klinis
dari Penyakit Hemoroid.
7. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Pemeriksaan
Diagnostik dari Penyakit Hemoroid.
8. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Penatalaksanaan
dari Penyakit Hemoroid .

1.3.2 Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Konsep Dasar


Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Hemoroid.
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Pengakajian dari
Penyakit Hemoroid.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Diagnosa yang ada
pada Penyakit Hemoroid.
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Intervensi dari
Penyakit Hemoroid.
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Implementasi dari
Penyakit Hemoroid.
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui evaluasi dari
Penyakit Hemoroid.

3
1.4 Manfaat Penulisan

Diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang penyakit


hemoroid, sehingga dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan bisa
menjadi acuan serta pedoman bagi dalam memberikan asuhan keperawatan di
Rumah Sakit nantinya.

1.5 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode penulisan


yaitu penelusuran IT dan studi pustaka. Pada metode penelusuran IT, kami
mencari tambahan referensi pada internet untuk melengkapi data-data yang
telah kami peroleh pada literature.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Hemoroid


2.1.1 Pengertian Hemoroid
Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang
berarti mengalir, sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah
yang mengalir. Namun secara klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena
didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik,
tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat
penanganan/pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran
vasa/vena saja, tetapi juga diikuti oleh penambahan jaringan disekitar vasa
atau vena. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Penyakit hemoroid ini dapat pula didefinisikan menjadi beberapa
definisi yaitu :
Hemoroid adalah dilatasi pleksus (anyaman pembuluh darah) vena
yang mengitari rektal dan anal. (Tambayong, 2000).
Hemoroid (wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung
pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus.
(www.slideshare.com, 2011).
Hemoroid adalah dilatasi pembuluh darah vena varicose pada anus dan
rektum (Reeves,1992).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen/lebih pembuluh darah
vena hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan
karena otot dan pembuluh darah sekitas anus/dubur kurang elastis
sehingga cairan darah terhambat dan membesar (www.fkuii.org,
2006).
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidalis (Mansjoer, 2000).
Hemoroid atau wasir (ambeien) merupakan vena varikosa pada
kanalis ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan
oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering

5
dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25
tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, namun dapat
menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman (Price dan Wilson,
2006).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam plexus hemoroidalis yang
tidak merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidales (Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam,
yaitu thrombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer,
2008).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih
vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar
pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni
melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan
otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan


bahwa hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus
hemoroidalis.

2.1.2 Etiologi
Hemoroid timbul karena kongesti vena yang disebabkan gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis sehingga terjadi dilatasi, pembengkakan,
atau inflamasi vena hemoroidalis yang diawali oleh faktor-faktor
pencetus/risiko. Faktor risiko hemoroid antara lain : mengejan pada saat
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca),
peningkatan tekanan intra abdomen yang disebabkan oleh adanya tumor
(tumor usus, tumor abdomen, kehamilan (disebabkan karena tekanan janin
pada abdomendan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare
kronik atau diare yang berlebihan, hubungan seks per-anal, kurang minum

6
air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang
berolahraga/imobilisasi).
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Mansjoer (2008), etiologi
dari hemoroid adalah :
a) Faktor predisposisi :
Herediter atau keturunan
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh
darah, dan bukan hemoroidnya.
Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga
darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di
pleksus hemoroidalis.
Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat.
Pekerjaan seperti mengangkat beban terlalu berat.
Psikis

b) Faktor presipitasi :
Faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan
intraabdominal) misalnya, mengedan pada waktu defekasi.
Fisiologis
Radang
Konstipasi menahun
Kehamilan
Usia tua
Diare kronik
Pembesaran prostat
Fibroid uteri
Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal

2.1.3 Klasifikasi
Sistem klasifikasi hemoroid tidak hanya berfungsi untuk membantu
pemilihan terapi, tetapi juga memungkinkan untuk membandingkan hasil

7
terapi. Hemoroid dibagi berdasarkan lokasi dan derajat prolaps. Hemoroid
interna berasal dari pleksus vena hemoroid inferior di atas dari linea dentate
dan ditutupi dengan mukosa, sementara hemoroid eksterna merupakan
pleksus vena hemoroid inferior yang mengalami dilatasi dan berlokasi di
bawah linea dentate dan ditutupi oleh epitel squamous.Hemoroid campuran
(interno-external) adalah hemoroid yang muncul dari atas dan bawah linea
dentate.

Untuk tujuan klinis, hemoroid interna selanjutnya dibagi berdasarkan


penampakannya dan derajat prolaps, yg dikenal sebagai klasifikasi

Golighers: (1) Hemoroid derajat1 (grade I): bila terjadi pembesaran

hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya bisa dilihat dengan

anorektoskop; (2) Hemoroid derajat 2 (grade ): Pembesaran hemoroid

yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara

spontan; (3) Hemoroid derajat 3 (grade ): Pembesaran hemoroid yang

prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari; dan

(4) Hemoroid derajat 4 (grade ): Prolaps hemoroid yang permanen, rentan

dan cenderung untuk mengalami trombosis dan infark.

8
Grade Diagram Gambar
I

II

III

IV

Sedangkan menurut Sudoyo (2006), hemoroid interna dibagi


berdasarkan gambaran klinis yaitu derajat 1-4 :
Derajat 1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar
kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
Derajat 2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan bantuan dorongan jari.
Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.

9
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan
pleksus hemoroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus. Hemoroid eksternal dikelompokkan
dalam 2 kategori yaitu:
Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut
sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor
nyeri.
Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.

2.1.4 Tanda dan Gejala


Terjadi benjolan-benjolan disekitar dubur setiap kali buang air besar
Rasa sakit atau perih
Rasa sakit yang timbul karena prolaps hemoroid (benjolan tidak dapat
kembali ) dari anus terjepit karena danya trombus
Perdarahan segar disekitar anus dikarenakan adanya ruptur varises

10
Perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat
lama)
Keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi rektum belum keluar
semua

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid


(Villalba dan Abbas, 2007) yaitu:
a) Hemoroid internal
Prolaps dan keluarnya mukus.
Perdarahan.
Rasa tak nyaman.
Gatal.
b) Hemoroid eksternal
Rasa terbakar.
Nyeri ( jika mengalami trombosis).
Gatal.

Gejala hemoroid biasanya tergantung dari lokasinya. Hemoroid


interna lokasinya di dalam rektum. Biasanya hemoroid interna tidak
menimbulkan gejala dan penderita sering tidak menyadarinya. Tapi,
peregangan dan iritasi yang terjadi saat dilewati feses dapat merusak
permukaan hemoroid yang rentan sehingga terjadi perdarahan. Terkadang
peregangan anus dapat mendorong hemoroid interna menuju lubang anus.
Hal ini dikenal sebagai hemoroid prolaps dan dapat menyebabkan rasa nyeri
dan iritasi.
Hemoroid eksterna berlokasi di bawah kulit sekitar anus. Jika
mengalami iritasi, hemoroid eksterna bisa menimbulkan rasa gatal atau
berdarah. Terkadang darah bisa terkumpul di hemoroid eksterna dan
membentuk bekuan darah (thrombus), menimbulkan nyeri yang hebat,
pembengkakan dan peradangan.

11
2.1.5 Pathofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena
hemoroidalis mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid
terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis.
Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan
tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah
vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena
(varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan
pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu
pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa
nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh
sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan
vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena
anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan
tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan
berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal
dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah
dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh
darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat
berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering
menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit
tetapi bila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah
kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena
ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa
menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi.

12
Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan
edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah
dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan
nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai
hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps Smeltzer
dan Bare, 2002).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada
hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang
hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya
timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis. Perdarahan
umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar
berwarna merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di
pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan darah
arteri.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat
timbulnya anemia berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul oleh reduksi
spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Pasien
harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya
sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di
pakaian dalam menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen.
Kulit di daerah perianal akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila
timbul trombosis luas dengan edema dan peradangan.
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang
keras, yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga
sering pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri
yang merupakan gejala radang (Mansjoer, 2008). Hemoroid eksterna dapat

13
dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi trombosis. Bila hemoroid
interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil
musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya
secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan
dengan anoskopi. Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak
ditemukan apa-apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi
dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami
penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak boleh mengabaikan pemeriksaan
umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti
sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.
Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat,
untuk mendeteksi ada atau tidaknya hemoroid.
Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara
digital.
Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid
yang disertai karsinoma.
Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah
menjadi thrombus. Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat
terlihat dengan caramenyuruh pasien mengejan. Prolaps dapat terlihat
sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
Rectal Toucher (RT)
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri,
hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila
hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan
fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.Rectal
toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
karsinoma recti.
Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum
prolaps. Anaskopi dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan

14
akan terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol kedalam lumen.
Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
Banyaknya benjolan, derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain
seperti polip, fissure ani, dan tumor ganas harus diperhatikan.

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer
(2008), penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non
farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive.
Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I
sampai dengan III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi
operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah
ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua
derajat hemoroid yang tidak respon terhadap pengobatan medis.
1. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola
makan dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi
merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan
derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management program
(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan
perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal
pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang
lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi
jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena mengedan dan
konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene
personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.
Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya
tindakan yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

15
2. Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu
pertama : memperbaiki defekasi, kedua : meredakan keluhan subyektif,
ketiga : menghentikan perdarahan, dan keempat : menekan atau mencegah
timbulnya keluhan dan gejala.
a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam
BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool
softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain
psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain
Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll.
Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,
merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi
cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di
daerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas
(lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang
keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria
antara lain Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat
digunakan kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid
atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan
bentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan
sediaan ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna (Sudoyo,
2006).
c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya
luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin
(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama
dagang Ardium atau Datlon. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki
permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo, 2006).

16
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan
dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala
yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo.
Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2
tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian
ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan
dibanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga makin
berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo,
2006).

3. Penatalaksanaan Minimal Invasive


Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non
farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain
tindakan skleroterapi hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid
dengan terapi laser (Sudoyo, 2006). Tindakan bedah konservatif hemoroid
internal adalah prosedur ligasi pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anosop,
dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita
karet kecil kemudian diselipkan diatas hemoroid. Bagian distal jaringan
pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Terjadi
fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada
otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan bagi beberapa pasien, namun
pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan
hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat
hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu
tertentu selama timbul nekrosis. Meskipun hal ini relative kurang
menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena
menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang
ditimbulkan lama sembuhnya. Laser Nd:YAG telah digunakan saat ini dalam
mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat dan
kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi
pada periode pasca operatif (Smeltzer dan Bare, 2002).

17
4. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid
diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi.
Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau
kassa oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh
hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan
melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali. Sedang
pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna dijepit
radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic
gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan
jelujur dibawah klem diikat (Mansjoer, 2008).
Penatalaksanaan hemoroid bervariasi dari pengaturan diet dan
modifikasi gaya hidup hingga pembedahan yang radikal, tergantung dari
derajat hemoroid dan keparahan gejalanya. Penatalaksanaan hemoroid yang
terbaru ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

18
Sebagai tambahan, beberapa penelitian meta-analisis menunjukkan
bermacam-macam pilihan terapi hemoroid ditunjukkan pada tabel di bawah
ini.

Pengaturan Diet dan Modifikasi Gaya Hidup


Karena mengedan yang terjadi saat feses yang keras melewati anus
dapat menyebabkan kerusakan di bantalan anal dan akhirnya terbentuk
hemoroid, maka peningkatan intake serat dapat membantu mengurangi
mengedan selama defekasi. Dalam studi klinis hemoroid, suplemen serat
menurunkan resiko gejala yang menetap dan perdarahan sampai 50%, tetapi
tidak memperbaiki gejala prolaps, nyeri dan rasa gatal. Oleh karena itu,
suplemen serat dianggap sebagai terapi yang efektif terhadap hemoroid non-
prolaps. Akan tetapi, membutuhkan waktu sampai 6 minggu untuk mencapai
perbaikan yang signifikan. Karena suplemen serat aman dan murah, maka

19
suplemen serat menjadi bagian dalam terapi inisial hemoroid maupun
sebagai regimen tambahan pada terapi hemoroid lainnya.
Modifikasi gaya hidup juga disarankan kepada semua penderita
hemoroid dengan semua derajat keparahan sebagai bagian dari terapi.
Modifikasi gaya hidup meliputi peningkatan intake serat dalam makanan
dan minuman, mengurangi konsumsi lemak, olahraga secara teratur,
meningkatkan hygiene anus, hindari mengedan selama defekasi, dan
menghindari penggunaan obat-obatan yang dapat menimbulkan konstipasi
dan diare.

Terapi Dengan Obat-obatan


Oral flavonoids: obat yang mengatur tekanan vena ini pertama kali
digunakan pada pengobatan insufisiensi vena kronis dan edema. Obat-
obatan golongan ini dapat meningkatkan tekanan vaskular, menurunkan
kapasitas vena, menurunkan permeabilitas kapiler dan membantu drainase
lymph dan juga memiliki efek anti-inflamasi.Meskipun mekanisme pastinya
masih belum diketahui, obat-obat golongan ini telah digunakan sebagai
terapi oral hemoroid di kawasan asia dan eropa. Micronized purified
flavonoid fraction (MPFF), yang terdiri dari 90% diosmin dan 10%
hesperidin, merupakan flavonoid yang paling banyak digunakan dalam
praktek. Mikronisasi partikel obat menjadi berukuran kurang dari 2 m tidak
hanya meningkatkan kelarutan dan penyerapannya, tetapi juga mengurangi
panjang waktu mula kerja. Satu penelitian meta-analisis terbaru tentang
flavonoids sebagai terapi hemoroid, menunjukkan bahwa flavonoids
menurunkan resiko perdarahan sebanyak 67%, nyeri yang menetap
sebanyak 65% and rasa gatal sebesar 35%, dan juga menurunkan tingkat
kekambuhan sebesar 47%. Beberapa peneliti melaporkan MPFF dapat
mengurangi rasa tidak nyaman di rektal, nyeri dan perdarahan sekunder
pasca hemoroidektomi.
Oral calcium dobesilate: obat ini merupakan obat pengatur tekanan
vena yang lain yang sering dipakai pada kasus diabetik retinopati dan
insufisiensi vena kronis seperti pada penanganan hemoroid dengan gejala

20
akut. Telah dibuktikan bahwa calcium dobesilate menurunkan permeabilitas
kapiler, menginhibisi agregasi platelet dan memperbaiki kekentalan darah,
sehingga mengurangi edema jaringan. Penelitian ujicoba klinis
menunjukkan bahwa calcium dobesilate, jika digunakan bersamaan dengan
suplemen serat, dapat menurunkan kejadian perdarahan akut, dan
mengurangi reaksi inflamasi pada hemoroid.
Pengobatan topikal: Tujuan utama dari sebagian besar pengobatan
topikal adalah untuk mengontrol gejala dan bukan untuk menyembuhkan
penyakit. Dengan demikian, pengobatan terapi lainnya tetap diperlukan.
Sejumlah sediaan topikal yang tersedia di pasaran berupa krim dan
supositoria, dan sebagian besar dapat dibeli tanpa resep dokter. Bukti yang
mendukung efektivitas dari obat-obat ini sebenarnya kurang. Obat-obat
topikal dapat berisi berbagai bahan seperti anestesi lokal, kortikosteroid,
antibiotik dan anti-inflamasi. Pengobatan topikal mungkin efektif pada
kelompok tertentu dari pasien hemoroid. Misalnya, Tjandra dkk
menunjukkan hasil yang baik dengan salep topikal trinitrate gliseril 0,2%
untuk menghilangkan gejala hemoroid pada pasien dengan grade rendah
hemoroid dan tekanan tinggi lubang anus saat istirahat. Namun, 43% dari
pasien mengalami nyeri kepala selama penggunaan obat topikal. Perrotti et
al melaporkan kemanjuran dari aplikasi lokal salep nifedipin dalam
pengobatan thrombosis akut hemoroid eksternal. Perlu dicatat bahwa
pengaruh aplikasi topikal nitrit dan calcium channel blocker untuk
mengurangi gejala-gejala hemoroid mungkin akibat dari efek relaksasinya
terhadap sfingter anal internal, bukan pada jaringan hemoroid.
Selain obat topikal yang mempengaruhi tekanan sfingter anal internal,
beberapa pengobatan topikal menargetkan vasokonstriksi dari saluran
pembuluh darah dalam hemoroid seperti Preparation-H (Pfizer,
AmerikaSerikat), yang berisi fenilefrin 0,25%, petrolatum, minyak mineral
ringan, dan minyak hati ikan hiu. Fenilefrin adalah vasokonstriktor yang
berpengaruh vasopressor di situs sirkulasi arteri, sedangkan bahan lainnya
dianggap protectants. Preparation-H tersedia dalam berbagai bentuk,
termasuk salep, krim, gel, supositoria, dan tisu obat portabel. Sediaan ini

21
mengurangi gejala akut hemoroid sementara, seperti perdarahan dan nyeri
pada buang air besar.

Terapi Non-Bedah
Skleroterapi: Prosedur ini pertama kali ditetapkan 2 abad yang lalu
sebagai pengobatan untuk penyakit hemoroid. Saat ini, skleroterapi
dianjurkan sebagai pilihan pengobatan untuk pasien hemoroid non-prolaps
grade I dan II, kadang-kadang, pada beberapa kasus hemoroid grade III.
Skleroterapi sering dilakukan tanpa anestesi; anoscope atau proctoscope
dilewatkan melalui lubang anus ke ampula rektum dan kemudian ditarik
sampai mukosa hemoroid prolaps ke arah ujung scope.

Setelah jaringan hemoroid diidentifikasi, submucosa yang di dasar


jaringan hemoroid disuntik dengan 5 mL minyak fenol 5%, minyak sayur,
kina, dan urea hidroklorida atau larutan garam hipertonik. Injeksi larutan
sclerosant langsung ke vena hemoroid harus dihindari karena dapat
menyebabkan nyeri perut bagian atas. Injeksi dari sclerosant iritatan
menyebabkan edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan
trombosis intravaskuler, sehingga menciptakan fibrosis submukosa dan
jaringan parut, yang mencegah atau meminimalkan luasnya prolaps mukosa
dan berpotensi mengurangi jaringan hemoroid itu sendiri. Setelah prosedur,
pasien harus mendapatkan edukasi mengenai diet dan suplemen pelunak
tinja, sitz bath, dan analgesik ringan.

22
Meskipun skleroterapi dapat dilakukan secara aman dalam beberapa
menit, dokter perlu berhati-hati ketika menyuntik di daerah ini karena
kedekatan rektum pada saraf parasimpatis periprostatic. Jika saraf
parasimpatis periprostatic terluka, maka dapat menyebabkan disfungsi ereksi
setelah skleroterapi. Infeksi lokal dan pembentukan abses jarang tetapi
mungkin terjadi. Sensasi terbakar dan ketidaknyamanan sering dialami oleh
pasien yang menjalani beberapa suntikan. Hemoroid tingkat lanjut dengan
tanda-tanda peradangan, infeksi, atau ulserasi sebaiknya tidak ditangani
dengan skleroterapi. Penyakit penyerta seperti anal fistula, tumor, dan anal
fissures adalah kontraindikasi untuk pengobatan dengan skleroterapi.
Skleroterapi bukanlah pilihan pengobatan untuk penyakit hemoroid
eksternal, dan mungkin mengakibatkan jaringan parut dan striktur jika
diterapkan pada hemoroid eksternal. Profilaksis antibiotik diindikasikan
untuk pasien dengan predisposisi immunodefisiensi karena kemungkinan
bakteremia setelah skleroterapi. Jika pasien tidak mengalami gejala yang
mengganggu setelah skleroterapi, kunjungan selanjutnya tidak diperlukan.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi dan
membandingkan modalitas pengobatan yang berbeda untuk penyakit
hemoroid dengan hasil yang tidak konsisten, meskipun skleroterapi
tampaknya menjadi pilihan yang kurang efektif .
Rubber band ligation (RBL): Ligasi dari jaringan hemoroid dengan
karet gelang menyebabkan nekrosis iskemik, ulserasi, dan jaringan parut,
yang menghasilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum.

23
Beberapa ahli bedah percaya bahwa semua 3 lokasi hemoroid dapat
diligasi dalam satu kali kunjungan rawat jalan, sedangkan yang lain lebih
konservatif dengan menawarkan satu ligasi pada lokasi utama per kunjungan
dengan interval 4 minggu atau sampai gejala hilang. Para pengguna cara
konservatif ini berkeyakinan bahwa hasil pengobatan tersebut lebih
sedikitmenimbulkan rasa sakit bagi pasien. Dalam uji coba secara acak
prospektif oleh Poon dan rekan, 205 pasien dengan hemoroid grade I hingga
II diacak untuk menerima rubber-band ligation konvensional (satu situs per
kunjungan), atau triple rubber-band ligation, para peneliti menyimpulkan
bahwa kedua metode efektif dalam mengobati hemoroid grade I sampai II
dan insiden komplikasi dan rasa sakit setelah kedua prosedur juga serupa.
Triple rubber-band ligation dinyatakan sebagai metode yang lebih
efektif dari segi biaya. Kekurangan dari RBL sebagai prosedur rawat jalan
adalah bahwa metode ini biasanya membutuhkan dua operator (operator dan
asisten), salah satu operator bertugas untuk mempertahankan anoscope /
proctoscope di posisinya, sementara yang lain memegang ligator dan
menggenggam forsep. Untuk meniadakan kebutuhan untuk asisten, berbagai
perangkat telah dikembangkan. Beberapa operator lebih memilih untuk
menggunakan dua band karet daripada satu untuk mencapai strangulasi lebih
baik dari mukosa dan untuk menghindari karet gelang putus atau selip.
Ketika karet gelang ditempatkan dekat dengan garis dentate, pasien
mungkin merasa tidak nyaman, sehingga sangat penting untuk
menempatkan karet gelang di dasar hemoroid internal, yang biasanya
terletak 1,5 sampai 2 cm proksimal ke baris dentate. Jika pasien mengalami
nyeri hebat, karet gelang dapat dilepas. Nyeri hebat selama atau segera
setelah prosedur jarang terjadi, dan muncul sebagai akibat dari karet
ditempatkan dekat atau distal dari garis dentate, inflamasi, dan edema;
penyebab lain harus disingkirkan dengan cara memeriksa daerah hemoroid
secara makroskopis. Jika pasien mengalami nyeri hebat dan kecemasan,
kebutuhan untuk sedasi atau anestesi umum harus dipertimbangkan, dan ini
akan memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh dari daerah
hemoroid. Setelah karet dilepas, jika tidak ada tanda-tanda infeksi atau

24
penyebab nyeri yang lainnya, operator dapat mencoba lagi meligasi mukosa
hemoroid di daerah yang lebih proksimal, jauh dari garis dentate. Modifikasi
diet yang tepat, pelunak tinja, sitz bath, analgesik ringan tetap dilakukan.
Komplikasi umum dapat mencakup ketidaknyamanan selama
beberapa hari setelah prosedur, yang biasanya berkurang dengan sitz bath,
analgesik ringan, dan menghindari tinja yang keras. Komplikasi lain
mungkin termasuk nyeri yang hebat, perdarahan (1 sampai 2 minggu setelah
prosedur), trombosis hemoroid eksternal, ulserasi, selip karet gelang, sepsis
panggul, dan, meskipun sangat jarang, Fourniers gangrene. Kontraindikasi
untuk RBL termasuk pasien yang sedang mengguinakan antikoagulan,
karena peningkatan risiko perdarahan. Pasien-pasien ini dapat ditawarkan
pengobatan dengan modalitas lain seperti skleroterapi dan koagulasi
inframerah.
RBL dianggap sebagai alternatif yang sangat baik untuk pasien
dengan penyakit hemoroid. MacRae dan McLeod melakukan meta-analisis
yang membandingkan pilihan pengobatan untuk hemoroid grade I hingga
III. Delapan belas percobaan dimasukkan dalam meta-analisis itu. Mereka
menemukan bahwa pasien yang menjalani hemoroidektomi memiliki respon
yang lebih baik terhadap pengobatan daripada pasien yang diterapi dengan
RBL (p=0,001), meskipun komplikasi dan rasa nyeri yang lebih besar pada
kelompok hemoroidektomi. RBL menghasilkan respon yang lebih baik
terhadap pengobatan dibandingkan dengan skleroterapi, dan tingkat
komplikasi yang serupa pada kedua modalitas pengobatan. Baru-baru ini,
review sistematis atas penelitian acakmembandingkan RBL dengan
hemoroidektomi excisional diterbitkan.
Teknik eksisi jaringan hemoroid (terbuka, semiclosed, tertutup) dan
jenis instrumen yang digunakan untuk eksisi (gunting, dialog-thermy, laser,
stapler) bukan merupakan kriteria eksklusi. Artikel tersebut hanya
melibatkan tiga percobaan, dengan total 216 pasien dengan derajat hemoroid
yang berbeda. Tinjauan sistematis tersebut mengungkapkan heterogenitas
yang signifikan antar studi mengenai insidensi nyeri pasca operasi,
meskipun penulis menunjukkan bahwa secara signifikan lebih banyak pasien

25
yang menjalani hemoroidektomi mengalami komplikasi ini.
Hemoroidektomi dikaitkan dengan tingkat komplikasi individu yang lebih
besar, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian retensi
urin, perdarahan, dan stenosis anal. Kepuasan pasien secara keseluruhan
hampir samapada kedua kelompok. Para penulis menyimpulkan bahwa
hemoroidektomi memiliki khasiat yang lebih baik jangka panjang untuk
penyakit hemoroid kelas III dibandingkan dengan RBL, tetapi dengan
kekurangan pada nyeri pasca operasi, komplikasi yg lebih besar, dan lebih
banyak waktu libur kerja. Chew dan rekan melakukan penelitian retrospektif
untuk menilai hasil jangka panjang dari terapi gabunganskleroterapi
denganRBL.
Setiap hemoroid atau segmen mukosa yang prolaps disuntik dengan
5% fenol dalam minyak almond, dan kemudian dua karet gelang yang
diterapkan. Tingkat kekambuhan adalah 16%, tingkat keseluruhan
komplikasi adalah 3,1%, pendarahan kecil menjadi komplikasi yang paling
sering terjadi, dan perdarahan hebat yang memerlukan perawatan rumah
sakit terjadi pada 0,6% pasien. Komplikasi lain adalah rasa nyeri yang hebat
di dubur. Hemoroidektomi diperlukan pada 7,7% dari responden. Para
penulis menyimpulkan bahwa gabungan skleroterapi denganRBL adalah
pengobatan yang efektif untuk hemoroid awal dan prolaps mukosa
inkomplet, dengan tingkat kekambuhan, komplikasi, dan kebutuhan akan
hemoroidektomi yang rendah dan dengan mudah bisa diulang.
Infrared coagulation (IRC):Sinar inframerah menembus jaringan dan
berubah menjadi panas. Dengan mengubah pengaturan instrumen dapat
mengatur tingkat kerusakan jaringan. Prosedur ini menciptakan koagulasi,
oklusi, dan sclerosis dari jaringan hemoroid, akhirnya fibrosis terbentuk.
Prosedur ini cepat, dengan komplikasi yang relatif kecil.

26
Sebuah meta-analisis dari 5 percobaan prospektif melibatkan
862pasien dengan hemoroid grade I - II yang menerima pengobatan dengan
koagulasi inframerah, RBL, atau skleroterapi. Meskipun RBL menunjukkan
keberhasilan jangka panjang lebih besar daripada skleroterapidan koagulasi
inframerah, tetapi RBL terkait dengan kejadian nyeri pasca prosedur yang
lebih tinggi secara signifikan. Para penulis menyimpulkan bahwa koagulasi
inframerah adalah pengobatan non-bedah paling menguntungkan untuk
hemoroid. Meskipun koagulasi inframerah merupakan prosedur yang aman
dan cepat, tetapi tidak cocok digunakan pada hemoroid yang besar dan
prolaps.
Radiofrequency ablation: Radiofrequency ablation (RFA)
merupakan modalitas terapi yang masih baru terhadap hemoroid. Sebuah
elektroda berbentuk bulat yang dihubungkan dengan generator frekuensi
radio ditempatkan di jaringan hemoroid dan menyebabkan jaringan yg
bersentuhan dengan elektroda mengalami koagulasi dan menguap.Dengan
metode ini, komponen vaskular hemoroid berkurang danmassa hemoroid
akan terfiksasi ke jaringan di bawah fibrosis .

27
RFA dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dan menggunakan
anoscope seperti prosedurskleroterapi.Komplikasi yang mungkin terjadi bisa
berupa retensi urine, infeksi luka dan trombosis perianal.Meskipun RFA
adalah prosedur yang hampir tanpa rasa sakit, namun RFA
berhubungandengan perdarahan berulang dan prolaps yang lebih tinggi
dibandingkan dengan prosedur lain.
Cryotherapy: Cryotherapy mengikis jaringan hemoroid dengan
menggunakan freezing cryoprobe. Cryotherapy diklaim hanya sedikit
menimbulkan rasa sakit karena saraf sensorik dihancurkan dengan
menggunakan suhu yang sangat rendah. Akan tetapi, beberapa penelitian
ujicoba klinis menunjukkan cryotherapy berhubungan dengan nyeri yang
berkepanjangan, munculnya sekret yang berbau busuk, dan massa hemoroid
yang menetap. Oleh karena itu, modalitas terapi hemoroid ini jarang
digunakan.
Ada dua meta-analisis yang membandingkan hasil antara tiga terapi
non-operatif hemoroid yang sering dilakukan (skleroterapi, RBL dan IRC).

28
Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa RBL mengakibatkan gejala
hemoroid berulang paling sedikit dan kebutuhan akan terapi ulang yang
rendah, tetapi kejadian timbulnya rasa nyeri setelah prosedur RBL
meningkat lebih tinggi secara signifikan. Oleh karena itu, RBL dapat
direkomendasikan sebagai modalitas non-operasi awal untuk pengobatan
hemoroid grade I - III. Dalam sebuah survei di Inggris terhadap hampir 900
dokter bedah umum dan kolorektal, RBL adalah prosedur yang paling
umum dilakukan, diikuti dengan skleroterapi dan hemoroidektomi.

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hemoroid


2.2.1 Pengkajian
1. Anamesa
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal, pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis
(Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau
dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi
dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006)

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan
cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal
kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002). Daerah
perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau

29
tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus
dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
hemoroid pre dan post hemoroidektomi menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan
Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam, meliputi:
a. Demografi
Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk yang
berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun perempuan bisa mengalami
hemoroid. Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan pada saat
defekasi, pola makan yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan
terjadinya hemoroid, kehamilan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, kehamilan, hipertensi portal,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.
c. Pengkajian pasien hemoroid menurut Smeltzer dan Bare (2002) dijelaskan
dalam pola fungsional Gordon, meliputi :
Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah (sering mengedan
saat BAB), riwayat diet, penggunaan laksatif, kurang olahraga atau
imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat berat, duduk atau berdiri
terlalu lama.
Pola nutrisi dan metabolik
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membran mukosa kering,
kadar hemoglobin turun.
Pola eliminasi
Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan saat BAB.
Pola aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan
beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.
Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah
operasi).

30
Pola persepsi sensori dan kognitif
Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan post hemoroidektomi
yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri, sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi dan adanya pus.

Pola hubungan dengan orang lain


Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam bekerja.
Pola reproduksi dan seksual.
Penurunan libido.
Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah diri, ansietas,
peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma jaringan, masalah tentang
pekerjaan.

Pemeriksaan fisik
a) Keluhan umum :
Malaise, lemah, tampak pucat.
b) Tingkat kesadaran :
Kompos mentis sampai koma.
c) Pengukuran antropometri :
Berat badan menurun.
d) Tanda vital :
Tekanan darah meningkat, suhu meningkat, takhikardi, hipotensi.
e) Abdomen :
Nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.
f) Kulit :
Turgor kulit menurun, pucat
g) Anus :
Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat benjolan pada
anus, nyeri pada anus, perdarahan.

31
Pemeriksaan penunjang
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi
tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person, dan Wexner
(2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel,
anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah
anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum
dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,
dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau
kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid (Canan, 2002).
Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada
penderita hemoroid yaitu :
a) Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup
bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat
apabila penderita diminta mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid
intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi,
dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum.
b) Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak menonjol
ke luar. Anoskop dimasukkan dan di putar untuk mengamati keempat
kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai stuktur vascular yang menonjol ke
dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
c) Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat yang

32
lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang lazim muncul menurut NANDA NIC-NOC (2013)
1. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi
akibat nyeri selama defekasi.
2. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
3. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area
rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada
pascaoperatif.
4. Intoleransi aktifitas.
5. Risiko syok (hipovolemi).
6. Risiko infeksi.
7. Gangguan rasa nyaman.

2.2.3 Intervensi

Rencana Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Konstipasi b.d mengabaikan NOC NIC


dorongan untuk defekasi Bowel elimination Constipation/
akibat nyeri selama eliminasi. Hydration impaction
Definisi: penurunan pada Kriteria hasil: management
frekwensi normal defakasi Mempertahankan - Monitor tanda
yang disertai oleh kesulitan bentuk feses lunak dan gejala
atau pengeluaran fases yang 1-3 hari konstipasi
kering, keras, dan banyak. Bebas dari - Monitor bising
Batasan karakteristik: ketidaknyamanan usus
Nyeri abdomen dan konstipasi - Monitor feses
Nyeri tekan abdomen Mengidentifikasi - Konsultasi

33
tanpa teraba retsistensi indikator untuk dengan dokter
otot mencegah tentang
Anoraksa konstipasi penurunan dan
Borbogirigmi Feses lunak dan peningkatan
Darah merah pada berbentuk bising usus
feses - Mitor tanda dan
Perubahan pada pola gejala ruptur
defekasi usus/ peritonitis

Penurunan frekwensi - Jelaskan etiologi

Penurunan volume dan rasionalisasi

feses tindakan

Distensi abdomen terhadap pasien


- Identifikasi
Rasa rektal penuh
faktor penyebab
Rasa tekanan rectal
dan kontribusi
Keletihan umum
konstipasi
Feses keras dan
- Dukung intake
berbentuk
cairan
Sakit kepala
- Kolaborasi
Sakit kepala
pemberian
Bising usus hiperaktif
laksatif
Bising usus hipoaktif
- Pantau tanda-
Peningkatan tekanan
tanda dan gejala
abdomen
konstipasi
Tidak dapat makan,
- Pantau tanda-
mual
tanda dan gejala
Rembesan feses cair
impaksi
Nyeri pada saat
- Memantau
defekasi
gerakan usus
Massa abdomen yang - Memantau
dapat diraba bisisng usus
Adanya feses lunak, - Pantau tanda dan

34
seperti pasta didalam gejala pecahnya
rektum usus
Perkusi abdomen - Jelaskan etiologi
pekek masalah dan
Sering flatus pemikiran
Mengejan pada saat tindakan untuk
defekasi pasien.
Tidak dapat - Evaluasi profil
mengeluarkan feses obat untuk efek

Muntah samping

Faktor yang berhubungan: gastrointestinal

Fungsional - Anjurkan pasien

- Kelemahan otot dan keluarga

abdomen pasien untuk

- Kebiasaan memonitor tinja

mengabikan - Ajarkan pasien /

dorongan defekasi keluarga

- Ketidak efektifan bagaimana untuk

toileting menjaga buku

- Kurang aktifitas harian makan

fisik - Anjurkan pasien/

- Kebiasaan defekasi keluarga untuk

tidak teratur diet tinggi serat

- Perubahan - Anjurkan pasien/

lingkungan saat ini keluarga pada


penggunaan
Psikologis
yang tepat dari
- Depresi, stres
obat pencahar
emosi
- Anjurkan pasien
- Konfusi mental
/ keluarga pada
Farmakologis
hubungan
- Antasida
asupan diet,

35
mengandung olahraga, dan
aluminium cairan sembelit
- Antikolinergik, - Menyarankan
antikonvulsan pasien untuk
- Antidepresan berkonsultasi
- Agens dengan dokter
antimilipenik jika sembelit
- Garam bismuth atau infeksi terus
- Kalsium karbonat ada
- Penyekat saluran - Menginformasik
kalsium an pasien
- Diuretik, garam prosedur
besi penghausan
- Penyalahgunaan manual dari
laktasif tinja, jika perlu
- Agens - Lepaskan
antiinflamasi non impaksi tinja
steroid secara manual,
- Opiate, fenotiazid, jika perlu
sedative - Timbang pasien
- Simpatomimemik secara teratur
Mekanis - Ajarkan pasien
- Ketidakseimbangan dan keluarga
elektrolit pasien tentang
- Kemoroid proses
- Penyakit pencernaan yang
hirschsprung normal
- Gangguan - Ajarkan pasien
neurologist dan keluarga
- Obesitas pasien tentang

- Optruksi pasca kerangka waktu


bedah - Untuk resolusi

36
- Kehamilan sembelit.
- Pembesaran prostat
- Abses rektal
- Fisura anak rektal
- Struktur anak rektal
- Prolas rektal, ulkus
rektal
- Rektokel, tumor
Fisiologis
- Perubahan pola
makan
- Perubahan
makanan
- Penurunan
motilitas traktus
gastrointestinal
- Dehidrasi
- Ketidakadekuatan
gigi geligi
- Ketidakadekuatan
higiene oral
- Asupan serat tidak
cukup
- Asupan cairan tidak
cukup
- Kebiasaan makan
buruk
2. Ansietas b.d rencana NOC NIC
pembedahan dan rasa malu. Anxiety self- Anxiety Reduction
Definisi :perasaan tidak control (penurunan
nyaman atau kekawatiran Anxiety level kecemasan)
yang samar disertai respon Coping - Gunakan

37
autonom perasaan takut yang Kriteria hasil: pendekatan yang
disebabkan oleh antisipasi Klien mampu menenagkan
terhadap bahaya. mengidentifikasi - Nyatakan
Batasan karakteristik: dan dengan jelas
Perilaku mengungkapkan harapan pelaku
- Penurunan gejala cemas pasien
produktifitas Mengidentifikasi, - Jelaskan semua
- Gerakan yang mengungkapkan, prosedur dan
ireleven dan menunjukan jelaskan apa
- Gelisah teknik untuk yang dirasakan
- Melihat sepintas mengontrol cemas setiap prosedur
- Insomnia Vital sign dalam - Pahami
- Kontak mata yang batas normal prespektif pasien
buruk Postur tubuh, terhadap situasi
- Mengepresikan eksprsi wajah, stres
kekawatiran karena bahasa tubuh dan - Temana pasien
perubahan dalam tingkataktivitas untuk
peristiwa hidup menujukan memberikan
- Agitasi berkurangnya keamanan dan
- Mengintai kecemasan. mengurangi
- Tampak waspada takut
Affektif : - Dorong keluarga
- Gelisah, distres, untuk manemani

- Kesedihan yang anak

mendalam - Lakukan back/

- Ketakutan neck rub

- Perasaan tidak - Dengarkan


adekuat dengan penuh

- Berfokus pada diri perhatian

sendiri - Identifikasi

- Peningkatan tingkat

kewaspadaan kecemasan

38
- Iritabilitas - Bantu pasien
- Gugup senang mengenal situasi
berlebihan yang kecemasan
- Rasa nyeri yang - Dorong pasien
tidak meningkatkan untuk
keberdayaan mengungkapkan
- Binggung, menyesal perasaan,
- Ragu, tidak percaya ketakutan ,
diri persepsi
- Khwatir - Intruksikan
Fisiologis pasien
- Wajah tegang menggunakan
tremor tanggan teknik relaksasi
- Peningkatan - Berikan obat
keringat untuk
- Peningkatan mengurangibkec
keteganggan emasan
- Gemetar, tremor
- Suara bergetar
Simpatik
- Anoreksia
- Aksitasi
kardiovaskuler
- Diare, mulut
kering
- Wajah merah
- Jantung berdebar-
debar
- Peningkatan
tekanan darah
- Peningkatan
denyut nadi

39
- Peningkatan
reflek
- Peningkatan
frekuensi
pernapasan , pupil
melebar
- Kesulitan
bernapas
- Vasokontraksi
superfisial
- Lemah, kedutan
pada otot
Parasimpatik
- Nyeri abdomen
- Penurunan
tekanan darah
- Penurunan denyut
nadi
- Diare, mual,
vertigo
- Letih, gangguan
tidur
- Kesemutan pada
extremita
- Sering berkemih
- Anyang-anyangan
- Dorongan segera
berkemih
Kongnitif
- Menyadari gejela
fisiologis
- Bloking fikiran

40
- Penurunan lapang
persepsi
- Kesulitan
berkonsentrasi
- Penurunan
kemampuan
untuk belajar
- Penurunan
kemampuan
untuk
memecahkan
masalah
- Ketakutan
terhadap
konsekuensi yang
tidak s[esifik
- Lupa, gangguan
perhatian
- Khawatir
melamun
- Cenderung
menyalahkan
orang lain
Faktor yang
berhubungan:
- Perubahan dalam
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status
peran
- Pemajanan toksin

41
- Terkait keluarga
- Herediter
- Infeksi
- Penularan
penyakit
interpersonal
- Krisis maturasi,
krisis situasional
- Stres, ancaman
kematian
- Penyalahgunaan
zat
- Konflik tidak
disadari mengenai
tujuan penting
hidup
- Kebutuhan yang
tidak dipenuhi
3 Nyeri b.d iritasi, tekanan, NOC NIC
sensitifitas pada area rectal/ Pain level Pain
anal sekunder akibat penyakit Pain control management
anoraktal dan spasme sfingter Comfort level - Lakukan
pada pascaoperatif Kriteria hasil: pengkajian nyeri
Definisi: pengalaman sensori Mampu secara
dan emosional yang tidak mengontrol nyeri komperehensif
menyenangkan yang muncul Melaporkan - Observasi reaksi
akibat kerusakan jaringan bahwa nyeri non verbal dari
yang aktual atau potensial berkurang dengan ketidaknyamana
atau digambarkan dalah hal mengunakan n
kerusakan kesedemikian rupa manajemen nyeri - Gunakan teknik
awitan yang tiba-tiba atau Mampu komu ikasi
lambat dari insensitas ringan mengenali nyeri terapeutik untuk

42
hingga berat dengan akhir Menyatakan rasa mengetahui
yang dapat diantisipasi atau di nyaman saat nyeri pengalaman
prediksi berlangsung <6 bulan berkurang nyeri pasien
Batasan karakteristik: - Kaji kultur yang
Perubahan selera mempengaruhi
makan respon nyeri
Perubahan tekanan - Evaluasi
darah pengalaman
Perubahan frekwensi nyeri masa
jantung lampau
Perubahan frekwensi - Evaluasi
pernapasan bersama pasien

Laporan isyarat dan tim

Diaforesis kesehatan lain

Perilaku distraksi tentang


ketidakefektifan
Mengepresikan
kontrol nyeri
perilaku
masa lampau
Masker wajah
- Kurangi faktor
Sikap melindungi area
presipitasi nyeri
nyeri
- Pilih dan
Fokus menyempit
lakukan
Indikasi nyeri yang
penanganan
dapat diamati
nyeri
Perubahan porsi untuk
- Kaji tipe dan
menghindari nyeri
sumber nyeri
Sikap tubuh
untuk
melindunggi
menentukan
Dilatasi pupil
intervensi
Melaporkan nyeri
- Ajarkan tentang
secara verbal
teknik non
Gangguan tidur
farmakologi

43
Faktor yang berhubungan: - Berikan
Agen cedera misalnya analgetik untuk
biologis, zat kimia, mengurangi
fisik, psikologis nyeri
- Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
- Tingkatkan
istirahat
- Kolaborasi
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri yang tidak
berhasil
- Monitor
penerimaan
pasien tetang
manajemen
nyeri

Analgesic
Administration
- Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
- Cek intruksi

44
dokter tentang
jenis obat
dosis dan
frekuensi
- Cek riwayat
alergi
- Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
- Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan
beratnya nyeri
- Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian
dan dosis
optimal
- Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian

45
analgesik
pertama kali
- Berikan
anlgesik tepat
waktu
terutama saat
nyeri hebat
- Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda dan
gejala.

4 Intoleransi Aktivitas NOC NIC


Definisi : Ketidakcukupan energi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
psikologis atau fisiologis untuk keperawatan selama . x a. Tentukan
melanjutkan atau menyelesaikan
24 jam diharapkan : penyebab
aktivitas kehidupan sehari-hari
1. Klien mampu keletihan: nyeri,
yang harus atau yang diinginkan.
mengidentifikasi aktifitas,
Batasan Karakteristik :
aktifitas dan situasi perawatan ,
Respon tekanan darah
yang menimbulkan pengobatan
abnormal
Respon frekuensi jantung
kecemasan yang b. Kaji respon emosi,

abnormal terhadap aktivitas berkonstribusi pada sosial dan spiritual


Perubahan EKG yang intoleransi aktifitas. terhadap aktifitas.
mencerminkan aritmia 2. Klien mampu c. Evaluasi motivasi
Perubahan EKG yang berpartisipasi dalam dan keinginan
mencerminkan iskemia aktifitas fisik tanpa klien untuk
Ketidaknyamanan setelah disertai peningkatan meningkatkan
beraktivitas TD, N, RR dan aktifitas.
Dispnea setelah beraktivitas perubahan ECG d. Monitor respon
Menyatakan merasa letih
3. Klien kardiorespirasi
Menyatakan merasa lemah
mengungkapkan terhadap aktifitas :
Faktor yang berhubungan :

46
Tirah baring atau imobilisasi secara verbal, takikardi,
Kelemahan umum pemahaman tentang disritmia, dispnea,
Ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen, diaforesis, pucat.
suplai dan kebutuhan oksigen pengobatan dan atau e. Monitor asupan
Imobilitas alat yang dapat nutrisi untuk
Gaya hidup monoton
meningkatkan memastikan ke
toleransi terhadap adekuatan sumber
4. Klien mampu energi.
berpartisipasi dalam f. Monitor respon
perawatan diri tanpa terhadap
bantuan atau dengan pemberian
bantuan minimal oksigen : nadi,
tanpa menunjukkan irama jantung,
kelelahan frekuensi
5. Klien mampu Respirasi terhadap
berpindah dengan aktifitas
atau tanpa batuan perawatan diri.
alat g. Letakkan benda-
6. Status benda yang sering
kardiopulmonari digunakan pada
adekuat tempat yang
7. Sirkulasi status baik mudah dijangkau
8. Status respirasi : h. Kelola energi
pertukaran gas dan pada klien dengan
ventilasi adekuat pemenuhan
kebutuhan
makanan, cairan,
kenyamanan /
digendong untuk
mencegah
tangisan yang
menurunkan

47
energi.
i. Kaji pola istirahat
klien dan adanya
faktor yang
menyebabkan
kelelahan.

Terapi Aktivitas
a. Bantu klien
melakukan
ambulasi yang
dapat ditoleransi.
b. Rencanakan
jadwal antara
aktifitas dan
istirahat.
c. Bantu dengan
aktifitas fisik
teratur : misal:
ambulasi,
berubah posisi,
perawatan
personal, sesuai
kebutuhan.
d. Minimalkan
anxietas dan
stress, dan
berikan istirahat
yang adekuat
e. Kolaborasi
dengan medis
untuk pemberian

48
terapi, sesuai
indikasi

5 Risiko Syok NOC NIC


Definisi: Beresiko terhadap Setelah dilakukan Asuhan Syok Prevention
ketidakcukupan aliran darah keperawatan selama . x a Monitor status
kejaringan tubuh, yang dapat
24 jam diharapkan : sirkulasi BP,
mengakibatkan disfungsi seluler
1. Nadi dalam batas warna kulit, suhu
yang mengancam jiwa.
normal kulit, denyut
Faktor risiko:
2. Irama jantung dalam jantung, HR, dan
Hipotensi
batas yang ritme nadi perifer
Hipovolemi
diharapkan dan kapiler refill.
Hipoksemia
Hipoksia 3. Frekuensi nafas b monitor tanda

Infeksi dalam batas yang inadekuat

Sepsis diharapkan oksigenasi


Sindrom respons 4. Irama pernafasan jaringan.
inflamasi sistemik dalam batas yang c Monitor suhu dan
diharapkan pernafasan
5. Natrium serum dalam d Monitor input
batas normal dan output
6. Kalium serum dalam e Pantau nilai labor
batas normal HB, HT, AGD,
7. Klorida serum dalam dan elektrolit.
batas normal f Monitor
8. Kalsium serum dalam hemodinamik
batas normal invasi yang
9. Magnesium serum sesuai
dalam batas normal g Monitor tanda
10. pH darah serum dan gejala asites
dalam batas normal h Monitor tanda
Hidrasi awal syok
Indikator: i Tempatkan

49
1. Mata cekung tidak pasien pada
tidak ditemukan. posisi supine,
2. demam tidak kaki elevasi
ditemukan untuk
3. TB dbn peningkatan
4. Hematokrit dbn preload yang
tepat.
j Lihat dan
pelihara
kepatenan jalan
nafas
k Berikan cairan iv
dan atau oral
yang tepat
l Berikan
vasodilator yang
tepat
m Ajarkan keluarga
dan pasien
tentang tanda dan
gejala datangnya
syok
n Ajarkan keluarga
dan pasien
tentang langkah
untuk mengatasi
gejala syok.
Syok Management
a. Monitor fungi
neurologis
b. Monitor fungsi
renal (e.g BUN

50
dan Cr Lavel)
c. Monitor tekanan
nadi
d. Monitor status
cairan input dan
output
e. Catat gas darah
arteri dan oksigen
dijaringan
f. Monitor EKG
sesuai
g. Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan
akurasi
pembacaan
tekanan darah
sesuai.
h. Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor
jaringan
oksigenasi.
i. Memantau tren
dalam parameter
hemodinamik
(misalnya
CVP,MAP,tekana
n kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau faktor

51
penentu
pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2
kadar
hemoglobin
SaO2, CO), jika
tersedia.
k. Memantau
tingkat karbon
dioksida
sublingual dan /
atau tonometry
lambung sesuai.
l. Memonitor gejala
gagal nafas
(misalnya rendah
PaO2
peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
m. Monitor nilai
laboratorium
n. Masukan dan
memelihara
besarnya kobosan
akses IV

6. Resiko Infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi
peningkatan resiko terserang keperawatan selama . 1. Bersihkan

52
organisme patogenik X 24 jam diharapkan lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko: status kekebalan px dipakai px lain
1. Penyakit kronis : DM dan meningkat dengan KH : 2. Pertahankan
Obesitas 1. Klien bebas dari tanda teknik isolasi
2. Pengetahuan yang tidak dan gejala infeksi 3. Batasi pengunjung
cukup untuk menghindari 2. Mendeskripsikan bila perlu
pemanjangan patogen proses penularan 4. Instruksikan pada
3. Pertahanan tubuh primer penyakit , faktor yang pengunjung untuk
yang tidak adekuat : memengaruhi mencuci tangan
gangguan peritalsis, penularan serta saat berkunjung
kerusakan integritas kulit penatalaksanaannya dan setelah
(pemasangan kateter IV, 3. Menunjukkn berkunjun
prosedur invasif) , kemampuan untuk meninggalkan px
perubahan sekresi pH, mencegahtimbunya 5. Gunakan sabun
penurunan kerja siliaris, infeksi antimikroba untuk
pecah ketuban dini, pecah 4. Jumlah leukosit dalam cuci tangan
ketuban lama, merokok, batas normal 6. Cuci tangan setiap
stasis ciran tubuh, trauma 5. Menunjukkan perilaku sebelum dan
jaringan ( mis, trauma hidup sehat sesudah tindakan
destruksi jaringan) kolaboratif
4. Ketidak adekuatan 7. Gunakan
pertahanan sekunder : baju,sarung
penurunan Hb, tangan sebagai
imunosupresan (mis. alat pelindung
Imunitas didapat tidak 8. Pertahankan
aekuat, agen lingkungan
farmaseutikal termasuk aseptik selama
imunosupresan,steroid, pemasangan alat
antibodi monoklonal, 9. Ganti letak IV
imunomudulator,suoresi perifer dan line
respon inflamasi) central dan
5. Vaksinasi tidak adekuat dressing sesuai dg

53
6. Pemajangan terhadap petunjuk
patogen lingkungan 10. Gunakan kateter
meningkat : wabah intermiten utk
7. Prosedur invasif menurunkan
8. Malnutrisi infeksi kandung
kemih
11. Tingkatkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu infection
protection
(proteksi terhadap
infeksi)
13. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
14. Monitor hitung
granulosit, WBC
15. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
16. Pertahankan
teknik aseptik pd
px yg beresiko
17. Pertahankan
teknik isolasi k/p
18. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
19. Inspeksi kulit dan
membran mukosa

54
terhadap
kemerahan, panas
dan drainase
20. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
21. Dorong masukan
nutrisi yg cukup
22. Dorong masukan
cairan
23. Dorong istirahat
24. Instruksikan px
utk minum
antibiotik sesuai
resep
25. Ajarkan px dan
keluarga tanda
dan gejala infeksi
26. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
27. Laporkan
kecurigaan infeksi
28. Laporkan kultur
positif
7 Gangguan rasa nyaman NOC NIC
Definisi :merasa kurang Ansiety Anxiety reduction
senang, lega dan sempurna Fear leavel (penurunan
dalam dimensi fisik, Sleep deprivation kecemasan)
psikospiritual, lingkingan, dan Comfort, readines - Gunakan
social. for enchanced pendekatan
Batasan karakteristik: yang
Kriteria hasil
Ansietas menenangkan

55
Menangis Mampu - Nyatakan
Gangguan pola tidur mengontrol dengan jelas
Takut kecemasan harapan
Ketidakmampuan untuk Status lingkungan pelaku pasien

rilek yang nyaman - Jelaskan

Iritabilitas Mengontrol nyeri semua

Merintih Kualitas tidur dan prosedur dan


istirahat adekuat apa yang
Melaporkan merasa
Agresi diraskan
dingin
pemgendalian diri selama
Melaporkan merasa
Respon terhadap prosedur
panas
pengobatan - Pahami
Melaporkan perasaan
Control gejala prespektif
tidak nyaman
Status pasien
Melaporkan gejela distres
kenyamanan terhadap
Melaporkan rasa lapar
meningkat situasi stres
Melaporkan rasa gatal
Dapat mengontrol - Temani
Melaporkan kurang puas
ketakutan pasien untuk
dengan keadaan
Support social memberikan
Melaporkan kurang
Keinginan untuk keamanan dan
senang dengan situasi
hidup mengurangi
tersebut
takut
Gelisah
- Dorong
Berkeluh kesah
keluarga
Faktor yang berhubungan:
untuk
Gejala terkait penyakit
menemani
Sumber yang tidak
anak
adekuat
- Lakukan
Kurang pengendalian back/neck rub
lingkungan - Dengarkan
Kurang privasi dengan penuh
Kurang perhatian

56
kontrolsituasional identifikasi
Stimulasi lingkungan tingkat
yang menganggu kecemasan
Efek samping terkait - Bantu pasien
terapi mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
- Dorong
pasien untuk
mengungkapk
an perasaan,
ketakutam,
persepsi
- Intruksikan
pasien
mengunakan
teknik
relaksasi
- Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan

2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan perawatan
merupakan tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata
untuk membantu klien mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah dibuat.

57
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan inter personal, intelektual dan teknikal, intervensi harus
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan
pelaporan.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu
persiapan, perencanaan dan dokumentasi.
a. Fase persiapan, meliputi:
- Review tindakan keperawatan
- Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
- Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
- Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
- Persiapan lingkungan yang kondusif
- Mengidentifikasi aspek hukum dan etik

b. Fase intervensi:
- Independen: Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau
perintah dokter atau tim kesehatan lain.
- Interdependen: Tindakan perawat yang melakukan kerjasama dengan tim
kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium dan lainnya).
- Dependen: Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana
tindakan medis dilaksanakan.

c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan yang terdiri dari tiga tipe yaitu:
- Sources Oriented Records (SOR)
- Problem Oriented Records (POR)

58
- Computer Assisted Records (CAR)

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan
yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan)

Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :


a. Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.

Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 yaitu:


- Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
- Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
- Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.

59
- d.Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
- Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

Adapun kriteria yang diharapkan pada evaluasi dari penyakit hemoroid adalah:
1. Pasien tidak mengalami konstipasi dengan tidak mengabaikan dorongan
untuk defekasi.
2. Pasien tidak mengalami ansietas yang berhubungan dengan rencana
pembedahan dan rasa malu.
3. Pasien tidak merasa nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan
sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan
spasme sfingter pada pascaoperatif.
4. Pasien tidak mengalami intoleransi aktivitas
5. Tidak ada risiko syok (hipovolemi)
6. Tidak ada risiko infeksi
7. Tidak ada gangguan rasa nyaman.
Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap
perencanaan tindakan.

60
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa
hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus
hemoroidalis. Hemoroid timbul karena kongesti vena yang disebabkan
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis sehingga terjadi dilatasi,
pembengkakan, atau inflamasi vena hemoroidalis yang diawali oleh faktor-
faktor pencetus/risiko. Faktor risiko hemoroid antara lain : mengejan pada
saat buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih
banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil
membaca), peningkatan tekanan intra abdomen yang disebabkan oleh
adanya tumor (tumor usus, tumor abdomen, kehamilan (disebabkan karena
tekanan janin pada abdomendan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi
kronik, diare kronik atau diare yang berlebihan, hubungan seks per-anal,
kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah),
kurang berolahraga/imobilisasi).
Tanda dari hemoroid antara lain; terjadi benjolan-benjolan disekitar
dubur setiap kali buang air besar, rasa sakit atau perih, rasa sakit yang
timbul karena prolaps hemoroid (benjolan tidak dapat kembali ) dari anus
terjepit karena danya thrombus, perdarahan segar disekitar anus dikarenakan
adanya ruptur varises, perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan
berjalan tidak kuat lama), keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi
rektum belum keluar semua

3.2 Saran
Perlu penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan
pengobatannya pada penderita hemoroid. Menginformasikan tentang
pencegahan-pencegahan terjadinya hemoroid dengan cara :

61
- Minum banyak air, makan makanan yang mengandung banyak serat
(buah, vitamin K, dan vitamin B12, sayuran, sereal, suplemen serat, dll)
sekitar 20-25 gram sehari
- Olahraga teratur
- Mengurangi mengedan
- Menghindari penggunaan laksatif (perangsang buang air besar) Membatasi
mengedan sewaktu buang air besar.
- Penggunaan celana dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan
dapat mengiritasi wasir yang sudah ada.

62
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Asuhan Keperawatan Hemoroid. (Online) Available:


https://www.academia.edu/8937190/askep_hemoroid_s1 (diakses pada
tanggal 2 oktober 2015 pukul 20.05 Wita)
Anonim. 2015. Penatalaksanaan Non Bedah Hemoroid. (Online) Available :
https://www.academia.edu/9164383/Reading_GEH (diakses pada tanggal 2
Oktober 2015 pukul 20.15 Wita)
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah SISTEM PENCERNAAN.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media
Action Publishing
Pasaribu, Bonaparti. 2015. Laporan Pendahuluan Hemoroid. (Online) Available :
https://www.academia.edu/9811019/LAPORAN_PENDAHULUAN_HEM
OROID (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015, pukul 20.00 Wita)
Smeltzer, Suzanne (2001). Brunner and Suddarth Medical Surgical Nursing.
Alih bahasa: Monica Ester. Edisi 8. Jakarta. EGC.
Spariani. 2013. Hemoroid. (Online). Available:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-iisapriani-6698-2-
babii.pdf (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015 pukul 14.20 WITA)
Sylvia & Lorraine. 2006. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit)
Volume 1, Edisi 6. Jakarta : EGC
Vera. 2015. Laporan Pendahuluan Hemoroid. (Online) Available :
https://ml.scrind.com/doc/176404102/Laporan-Pendahuluan-Hemoroid-
Vera&Ved (diakses pada tanggal 2 Oktober 2015 pukul 19.30 Wita)

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta :


EGC

You might also like