You are on page 1of 128

PENDAHULUAN

Islam sebagai Agama yang sempurna, kesempurnaan Islam dinyatakan sendiri


oleh Allah sebagai pemilik ajaran mulia ini, Islam sempurna bukan karena penilaian
ataupun anggapan manusia manapun, bukan pula berdasarkan perkiraan, bukan juga
dinyatakan sempurna karena ingin dibilang sempurna. Tapi kesempurnaan ajarannya
yang tanpa celah kekurangan, tidak memerlukan tambahan dan pengurangan di sisi
manapun juga. Tidak membutuhkan renovasi maupun validasi dari zaman dan
kondisi apapun. Kesempuranaan Islam karena ajaran ini adalah ajaran Allah yang
telah menciptakan bumi dan langit yang diperuntukkan bagi manusia yang juga
ciptaanNya.

Hal itu menjadi keyakinan seluruh umat Islam semenjak para sahabat dan
mereka yang mendapat hidayah Allah mengikuti jejak mereka dengan ihsan. Mereka
meyakini bahwa hanya Islam yang mampu menyelesaikan setiap persoalan dalam
setiap kondisi dan waktu. Mereka yakin solusi lain selain Islam justru akan membawa
ke dalam masalah yang lebih besar, membawa malapetaka dan kerusakan terhadap
manusia di dunia dan akhirat.

Namun perjalanan sejarah yang panjang, semenjak wafatnya Rasulullah


SAW, empat belas abad yang silam, fase-fase sejarah telah mencatat berbagai
peristiwa yang menimbulkan berbagai usaha yang memalingkan pemahaman umat
terhadap ajarannya yang suci. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, baik oleh
faktor internal maupun faktor eksternal, secara terus menerus tanpa henti berusaha
merubah dan memalingkan arah pemahaman terhadap ajaran Islam menurut
keinginan dan kehendak mereka. Namun Allah SWT telah menjamin akan
memelihara dan menjaga DinNya dari usaha-usaha busuk yang dilandasi hawa nafsu
manusia.

1
Memang Islam menghargai perbedaan, tetapi Islam tidak memperkenankan
adanya perpecahan. Perbedaan yang dibenarkan hanyalah perbedaan pemahaman
terhadap hal-hal yang bersifat furuiyah (persial), ataupun karena memang Allah dan
RasulNya memberikan peluang untuk berbeda, tanpa menghilangkan sifat
Rabbaniyah sebagai sebuah ajaran yang diturunkan dari langit kepada ummat
manusia, karena disitulah letak kesempurnaan Islam, sehingga ajaran mulia ini tidak
bersifat kaku dan statis, namun bersifat elastis yang selalu cocok dan sesuai dengan
situasi dan keadaan umat manusia yang menjadi obyek ajarannya.

Namun perbedaan itu tidak diperkenankan pada masalah-masalah prinsip,


masalah pokok ajaran, masalah yang ushuliyin (pokok) yang bersifat universal, yang
menembus ruang dan waktu, sebagai penjaga kestabilan dan konsistensi ajaran. Pada
masalah ini, manusia wajib tunduk, akal dan pendapat tidak boleh menyalahi
ketetapan Ilahiyah, karena itu wujud dari keImanan.

Usaha untuk memahami yang berbeda dengan pemahaman Rasulullah dan


sahabatnya sebagaimana di awal datangnya, justru akan membawa kehancuran dan
perpecahan, karena manusia dimanapun dan kapanpun pada hakekatnya memiliki dan
dianugrahi fitrah yang sama di segala masa dan zaman.

Dari sini akan dapat dimengerti bagaimana borok menjijikan yang berbungkus
kebenaran, modernitas, kemanusiaan, keadilan dan kemajuan zaman, akan
terbongkar, kebusukan akan tercium, permainan hawa nafsu manusia yang berusaha
merubah ajaran Ilahiyah akan nampak jelas dan nyata di depan mata.

Maka disaat mata zahir dan batin terbuka, serta merta mata akan terbelalak,
ternyata begitu banyak ummat Islam yang tertipu oleh pemahaman yang salah.
Tertipu oleh pikiran busuk yang dikemas oleh bungkus moderat dan kemajuan,
berbagai faktor keterpurukan politik, dan ketertindasan, sehingga ilmu-ilmu Islam
terbelenggu, kebenaran Islam terpasung, membuat ummat tidak mengerti dengan apa
yang mereka yakini, tidak begitu paham dengan apa yang mereka imani, sehingga

2
wajar jika Islam sebagai ajaran Ilahiyah tidak membawa pengaruh apa-apa dalam
hidup mereka.

Itu bukan berarti Islam anti kemajuan dan modernitas, dalam arti kemajuan
teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan. Namun perubahan dan kemajuan yang
menabrak aturan Ilahiyah yang sudah absolute dengan alasan kemajuan, moderat,
pandangan internasional dan sebagainya, itulah tipu muslihat yang menggeroggoti
keImanan dan kebersihan Tauhidullah.

Tipu muslihat itu mampu menimbulkan efek negative yang mengkhawatirkan,


seakan-akan umat Islam yang berpegang teguh dengan ajarannya sebagai penyebab
keterpurukan dan ketertinggalan ummat Islam, oleh karena itu mesti mengikuti
langkah dan pemikiran yang dianggap maju sebagaimana orang barat maju
disebabkan meninggalkan otoritas agama mereka.

Inilah cara fikir yang keliru, kosong dari Iman dan jauh dari kebenaran, inilah
yang membuat umat Islam selalu di bawah bayang-bayang rasa minder dan tetap
terjajah secara sistematis.

Umat Islam yang mayoritas tidak lagi dapat kehormatan dan kewibaannya,
karena mayoritas mereka hanyalah buih, yang berada di atas derasnya arus air bah,
musuh Islam tidak lagi segan kepada jumlah mereka, sehingga dengan lantang
mereka menghina ajarannya, dan tidak ragu sedikitpun mengkebiri risalah yang
mulia ini, bahkan berkali-kali dengan sangat berani dan lancang menghina kekasih
Allah Mahammad Rasulullah SAW.

Umat Islam hanya terdiam, terpana dan tidak bisa berbuat apa-apa, karena
mereka ditentukan, bukan menentukan. Usaha maksimal yang bisa dilakukan
hanyalah berteriak mengutuk mereka, tanpa bisa memberikan hukuman terhadap
kezaliman, penghinaan, pelecehan dan kejahatan mereka.

3
Beginilah kondisi Umat Islam hari ini, keperihan dan keprihatinan tidak
cukup untuk menangisi keadaan ummat ini, usaha berbagai kalangan untuk
membangkitkan kehormatan dan kewibawaan ummat belumlah membuahkan hasil
yang berarti. Namun tanpa kenal lelah apa lagi menyerah, mereka dengan segala
upaya, tekad dan semangat jihadiyah mereka terus berjuang agar kehormatan dan
izzah Islam kembali dapat diraih.

Namun sangat kita sadari bahwa tidak ada jalan lain untuk mengangkatkan
kehormatan dan kemuliaan itu kecuali kembali kepada tuntunan Ilahiyah
sebagaimana kedatangannya di awal. Sebagai umat Islam mesti meyakini bahwa
kesempurnaan Islam itu bukan hanya teletak pada ajarannya yang suci, tapi ajaran ini
lengkap diturunkan dengan cara bagaimana mempelajari, mendakwahkan, dan
memperjuangkannya.

Hal ini mengharuskan umat Islam untuk selalu merujuk kepada manhaj
Ilahiyah tanpa dicampur dengan manhaj (metode) manapun. Allah SWT menjanjikan
akan menolong dan mengembalikan kehormatan dan kemuliaan Islam sebagaimana
diawal kedatangannya, Dia telah menganugrahkan kehormatan dan kemuliaan itu
kepada Rasulullah SAW, para sahabat dan ummat Islam.

Islam adalah sebuah sistem, satu dengan yang lain saling berkaitan. Agar
dapat mengantarkan seorang muslim kepada pemahaman yang benar. Terhindar dari
kekeliruan dan penyimpangan, yang di tularkan oleh para pembusuk dan pengekor,
yang dengan sengaja mempreteli ajaran Islam, memahamkannya secara menyimpang
dan menyesatkan. Maka perlu sekali lagi ditegaskan, bahwa Islam adalah sebuah
system, antara satu dengan yang lainnya saling terkait.

Secara sederhana system itu dapat dianalogikan seperti sebuah jam, yang
mempunyai jarum panjang dan pendek, ada angka, dan memiliki mesin yang
membuat jam ini dapat berfungsi sebagaimana yang diinginkan pembuatnya. Kalau
kita perhatikan perjalanan mesin jam itu, terlihat antara satu dengan yang lainnya

4
saling berkait dan saling menggerakkan, apabila salah satu dari bagian jam itu rusak,
dihilangkan, bahkan hanya satu sekrup saja diangkat, akan membuat jam ini tidak
berfungsi seperti yang diharapkan.

Begitulah Islam, semua sudah lengkap diturunkan dan dijelaskan, semua apa
yang dilakukan Nabi, dikatakan Nabi dan ditetapkan oleh Nabi, adalah bagian dari
ketetapan ajaran yang mulia ini, apapun yang telah ditetapkan dalam Islam mesti
dijalankan sesuai fungsinya, ada yang wajib, sunnah, makruh dan haram. Ada yang
pokok menjadi prinsip, namun ada juga cabang dan bersifat persial. Mesti diletakkan
pada tempatnya dan difungsikan sesuai kedudukannya.

Apabila ada penempatan yang salah dan berbeda dengan ketetapan


pambuatNya, maka dia tidak akan berfungsi sebagai sistem pengatur kehidupan yang
membawa kepada perubahan ke arah ke selamatan dunia dan akhirat.

MengIslamkan cara berfikir orang Islam mengandung makna memberikan


pemahaman yang benar ataupun meluruskan pemahaman masyarakat muslim sesuai
dengan tuntunan dan kehendak Syari, ini bukan berarti menganggap hanya
pemahaman kita yang benar dan yang lain salah dengan arti negative, karena kata-
kata ini sering digunakan untuk mematahkan dan menyerang kaum yang fanatic dan
kukuh dengan pendiriannya. Tetapi kebenaran atas keyakinan berdasarkan dalil-dalil
syara yang dituntut oleh Islam, sebagai konsekwensi penerimaan agama ini sebagai
jalan hidup.

Buku yang ada ditangan anda ini, adalah bagian usaha untuk memberikan
penjelasan dan ketegasan Islam sebagai system yang dimaksud di atas, karena jika
Al-Quran sebagai wahyu Allah tidak lagi diposisikan sebagai wahyu, bahkan
ajarannya disamakan dengan ajaran manusia, maka hal ini bukanlah Islam,
pemahaman dan pengamalan seperti ini tidak akan membawa arti apa-apa dalam
kehidupan dunia dan akhirat kita, selain kesengsaraan dan kehinaan belaka,

5
sebagaimana yang telah dialami para ahli kitab terdahulu (yahudi dan nasrani) yang
merubah agama mereka karena tuntutan hawa nafsu.

Sebagai ummat Islam bangsa Indonesia yang mayoritas, semakin hari semakin
dirasakan, bahwa mereka tidak dapat menentukan apa-apa di Republik ini, pemikiran
Islam dan syariat Islam yang diakui kemuliaannya dalam keyakinan, malah diacuhkan
dan dipandang sebelah mata oleh mayoritas ummat, entah karena keterpasungan
politik atau ketidak pahaman ummat ini terhadap hal yang sangat penting ini. Telepas
dari semua itu, ajakan untuk mengkaji prinsip-prinsip Islam dan mendalaminya secara
intens mutlak diperlukan.

Di samping mayoritas ummat awam dengan ajaran Islam, ditambah dengan


hadirnya pemikiran oreantalis yang merusak, menampilkan Islam dengan warna
berbeda, menggunakan isu-isu anti kekerasan, pluralisme dan humanisme, menyerang
pemahaman Islam yang konsisten memegang pemahaman terhadap ajaran yang qathi
(pasti) berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Dan mereka menamai kelompok Islam
yang konsisten itu dengan Islam garis keras, ekstrim dan fundamentalis dengan arti
yang negative. .

Kebijakan politik yang tidak sedikitpun berpihak pada penegakkan syariat


Islam, dan malah terkesan seperti membelah bamboo, mengingatkan kita ke zaman
penjajahan yang membagi kategori Islam abangan dan Islam santri, kemudian
menganak tirikan yang konsisten dengan ajaran yang murni, bahkan memposisikan
pemahaman mereka sebagai ancaman bernegara, apakah dengan memberikan label
keragaman dan kebhinekaan dan sebagainya. Sehingga adanya kekhawatiran akan
keterpurukan terhadap kebenaran Islam semakin terancam redup di tanah air ini
menjadi sesuatu yang logis.

Itulah salah satu alasan yang menggerakkan panggilan suci yang ada pada
diri penulis, sebagai sarjana pemikiran Islam, sangat mengkhawatirkan arah
perjalanan pemahaman Islam kedepan, jika hal ini dibiarkan dan tidak ada upaya

6
pelurusan kearah yang benar, tidak mustahil pemahaman Islam di Indonesia akan
bengkok dan terkotak-kotak kearah yang jauh dari kebenran,

Memang Allah menjamin Islam sebagai Din al-haq tidak pernah akan sirna di
bumi ini, namun tidak ada jaminan Islam yang benar itu tetap ada di negeri ini,
kebenaran Islam itu akan ada di negeri belahan mana saja yang Allah kehendaki.
Namun merupakan ujian bagi ummat Islam yang meyakini Allah sebagai Rabnya
adalah mempertahankan kebenaran Ilahiyah itu apapun resikonya. Dengan demikian
pemahaman yang menyeluruh terhadap Islam dan konsisten berpegang teguh dengan
ajaran yang benar, meskipun terkadang berasa memegang bara api. Namun hal itu
adalah batu ujian untuk umat Islam terhadap keyakinan mereka.

Sangat diakui buku kecil ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
diharapkan pada pembaca yang budiman untuk memberikan masukan dan kritikan
yang konstruktif agar buku ini dapat lebih baik.

Pemaparan dan.gaya penulisan disengaja dengan pola bahasa yang lebih


mudah untuk dimengerti pada setiap kalangan yang ingin mendapatkan cahaya
kebenaran, pembuka nuasa alam berfikir, sehingga menimbulkan motivasi
mempelajari Islam dengan lebih serius, dan mendorong mengamalkan Islam sesuai
keyakinan atas dasar dalil-dalil yang sahih yang dapat dipertanggung jawabkan
dimahkamah Allah SWT

Semoga upaya ini menjadi nilai amal shaleh bagi penulis, dan berharap Allah
menurunkan pertolonganNya kepada seluruh pejuang kemuliaan dan kehormatan
umat Islam di manapun berada. Amin

Jakarta, 14 zulhijah1413H/30 Oktober 2012 M

Andri Ismail, MA

7
PONDASI DASAR MASYARAKAT ISLAM

Masyarakat Islam terbentuk, bukan karena keturunan, bukan juga karena


hubungan kebangsaan, apalagi karena warna kulit, derajat kebangsawanan, atau
warisan peninggalan nenek moyang. Bukan semua itu yang menentukan seseorang
disebut muslim atau tidak, atau sekolompok masyarakat disebut masyarakat muslim
atau bukan.

Yang menentukan kita sebagai Muslim adalah keyakinan bahwa Islam sebagai
satu-satunya ajaran yang diperuntukkan oleh Allah SWT untuk kita manusia melalui
RasulNya Muhammad SAW. Keyakinan itu belumlah dapat dibenarkan apabila
hanya tertanam dalam hati, dia belum diakui sebagai Muslim sebelum menyatakan
dengan sungguh-sungguh atas kerelaannya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
yang haq untuk diibadahi, sebagai satu-satu penentu dan pengatur dialam ini, dan
oleh karena itu dia menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya dan meyakini
Muhammad sebagai pembawa risalahNya.

Itulah sebabnya seseorang baru dikategorikan sebagai Muslim jika dia


bersedia mengucapkan dua kalimah Syahadat: Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah
selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Kalimat ini meskipun terlihat
gampang diucapkan namun membawa pengaruh perubahan yang sangat besar dalam
kehidupan individu dan masyarakat.

Pernyataan bahwa hanya Allah yang berhak menjadi Ilah memberikan suatu
konsekwensi, bahwa tidak ada yang berhak menguasai hidupnya, menentukan apapun
pada dirinya selain Allah SWT. Pernyataan la ilaha illallah memberikan
konsekwensi penolakan akan semua aturan selain Allah, menolak akan semua
sembahan selain Allah, menolak atas semua kecendrungan dan kecintaan selain
Allah, tidak akan ada satupun yang pantas untuk diikuti dan ditakuti selain Allah
SWT. Semua itu terkandung dalam ungkapan la ilaha illallah.

8
Dan ucapan ini di awali dengan kalimat Asyhad yang mengandung makna
sumpah, ikrar, pernyataan dan proklamasi kepada Allah SWT dan seluruh manusia,
bahwa mulai kalimat itu diucapkan dia menyerahkan seluruh hidupnya pada Allah,
dan sekaligus melepaskan dirinya dari seluruh keterikatan selain kepada Allah SWT.

Jadi, dapat kita pahami bahwa ungkapan merupakan


pernyataan seorang hamba bahwa ia mengikatkan diri pada Allah yang telah
menciptakan dirinya, siap untuk taat dan tunduk hanya kepada Allah, semua yang ada
pada dirinya, pikiran, perasaan dan fisiknya, semua itu akan diarahkan untuk berada
dalam ketentuan dan kendali Allah SWT, sekaligus menyatakan melepaskan diri dari
kerikatan dan ketundukan kepada selain Allah SWT.

Kemudian dilanjutkan dengan adalah


pernyataan sikap, dan ikrar bahwa akan tunduk dan patuh terhadap Rasulullah SAW
sebagai bentuk pengejahwantahan dari ketundukan kepada Allah semata. Karena
Allah mengutus Muhammad sebagai RasulNya, untuk menyampaikan risalahNya,
menunjukkan jalan dan arahan bagimana cara merealisasikan pengabdian yang hanya
kepada Allah semata itu.

Dan Allah menunjuk Muhammad SAW sebagai RasulNya yang terakhir dan
menentukan syariat melalui lisannya. Maka mengucapkan Muhammad Rasulullah
adalah memberikan konsekwensi untuk selalu mengikuti Rasulullah SAW dalam
merealisasikan pengabdian kepada Allah. Meyakini satu-satunya cara untuk sampai
kepada Allah adalah dengan mengikuti pentunjuk Rasulullah SAW dan mengikuti
langkahnya yang dinamakan Sunnah.

Inilah dasar pondasi Islam, belum dikatakan Islam seseorang jika belum
menyatakan dua kalimah syahadatain ini, kalimah ini adalah rukun Islam, bukan
rukun Iman, artinya bukan hanya terpendam dalam hati, namun harus terlaksana
dalam realita, karena ini adalah statemen yang mengharamkan darah dan harta

9
seorang muslim dari tangan muslim lainnya, menghalalkan wanita muslim untuk
dinikahi, membuat dirinya berhak menerima hak-hak muslim, dan akan memadamkan
panasnya api neraka.

Namun mesti dipahami, bahwa kalimat agung ini, adalah tekad yang
merupakan dorongan yang muncul dari hati akan kebersihan Tauhid dan keikhlasan
untuk menerima Islam sebagai manhaj (cara) hidup. Kalimat ini bukanlah sebuah
nyanyian ataupun sumpah yang tidak mewarnai kehidupan. Kalimat ini adalah sebuah
kontrak perjanjian dengan Allah, ikrar untuk selalu siap menerima dan siap tunduk
atas apapun bentuk arahan dan perintah Allah sebagai Rab manusia. Semua pikiran,
perasaan dan tingkah laku mesti tundukkan di bawah kalimat ini.

Tanpa pemahaman, keyakinan dan keikhlasan yang muncul dari hati terhadap
konsekwensi atas kalimat agung ini, tidak akan mampu mewarnai kehidupan
seseorang, dia akan jadi munafik atau fasik dalam kacamata Allah. Meskipun lisan
berbicara Islam, tapi cara pikir dan rasanya jahiliyah, meskipun mulutnya berbicara
dan mengklaim diri sebagai seorang Muslim, namun tingkah lakunya jahiliyah.
Karena ketidak pahaman, ketidak yakinan, ataupun ketidak ikhlasan untuk tunduk
dibawah komando Allah sebagai penentu kehidupan dan pembawa keselamatan
baginya.

Itulah sebabnya Said Qutb meletakkan beberapa hal yang menjadi syarat
diterimanya syahadatain ini:

1). = Ilmu yang menghilangkan kejahiliyahan.

2). = Yakin menghilangkan keragu-raguan

3). = ikhlas menghilangkan syirik.

4). = Jujur yang menghilangkan dusta.

5). = kecintaan yang menghilangkan kebencian.

10
6). = Menerima yang menghilangkan penolakan.

7). = Pelaksanaan yang menghilangkan


statis, diam dan tidak beramal.

Ketujuh syarat ini akan melahirkan redha kepada Allah sebagai Rabnya,
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, Islam sebagai Din yang haq baginya. .
Sehingga kuat dan kokohlah pondasi dalam menerima setiap persolan syariat yang
akan dijalaninya dengan penuh kerelaan dan ketundukan.

Meletakkan pondasi perubahan individu atau masyarakat tanpa pengokohan


metode ini, tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu mestilah
disadari oleh para pendakwah Islam, dan para aktifis pejuang penegak syariat Islam,
untuk mentauladani metode dakwah Rasulullah SAW dalam membentuk ummat
terbaik sepanjangan zaman.

Mesti disadari bahwa Rasulullah SAW adalah manusia terbaik dan manusia
pilihan Allah, yang melakukan sesuatu di atas tuntunan dan bimbingan Allah SWT.
Selama 13 tahun di Makkah gerakan pertama dilakukan untuk membentuk komunitas
muslim, yang disiapkan untuk memilkul beban dakwah Islam, adalah dengan
meletakkan pondasi ajaran pada tempat yang kokoh. Sebelum kokoh azas ini, tidak
diturunkan syariat apapun, dan tidak ditentukan peraturan apapun.

Itu artinya bukan tidak penting aturan syariat, dan bukan tidak perlu aturan
moralitas, namun semua harus diletakkan di atas pondasi kalimat syahadat yang
kokoh. Sehingga apabila telah tertancap ke dalam relung hati secara mendalam, tidak
ada rintangan apapun yang tidak mampu dilewati, dan tidak ada beban seberat apapun
yang tidak mampu dipikul.

Menyuarakan keagungan syariat Islam adalah kewajiban, mengagungkan


akhlaq al-karimah adalah maruf. Tapi jika itu semua disuarakan di tengah-tengah
kaum yang tidak berlandaskan syahadat yang kokoh, hanya dijadikan oleh mereka

11
sebagai nyanyian pengantar waktu tidur mereka, akan hanya menjadi sekedar bacaan
sewaktu santai, menjadikannya sebagai bahan diskusi untuk memanaskan suasana.
Karena mereka tidak sedikitpun menganggap bahwa titah Allah sebagai Pencipta dan
Penguasa manusia adalah hal yang wajib untuk dilaksanakan. Mereka hanya akan
menganggap semua itu sebagai pilihan di antar pilhan-pilihan pemikiran tentang
kebaikan.

Oleh karena itu perlu ditegaskan, jika ingin mengembalikan ummat ini
kepada ummat terbaik sebagaimana generasi terbaik telah dibentuk diawal lahirnya,
mestilah dengan mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
yang telah dicontohkan Rasulullah SAW bersama para sahabatnya. Karena di antara
kesempurnaan Islam adalah bahwa ajaran mulia ini diturunkan bukan hanya
sempurna dari segi materi yang terkandung di dalamnya saja, namun lebih jauh dia
diturunkan juga bagaimana cara memperjuangkannya.

Perhatikanlah bagaimana Muhammad SAW berjuang menyebarkan Islam


semenjak tanpa pengikut, lalu mengIslamkan istrinya, keluarganya, sahabat dekatnya,
dan seterusnya, bukankah setiap perbuatan Nabi itu merupakan Sunnah yang mesti
diikuti.

Lihatlah, bagaimana bersamangatnya saudara-saudara kita untuk


melaksanakan amar makruf nahi mungkar, namun terhadap masyarakat yang tidak
mengerti konsekwensi syahadatain, sehingga yang muncul adalah tudingan dan
ejekan melakukan kekerasan atas nama Agama. Padahal amar maruf nahi mungkar
adalah perintah Allah atas setiap pribadi muslim.

Namun karena tidak didukung oleh landasan yang terpola sebagaimana Islam
dibangun pada awalnya, menyebabkan tidak tercapai apa yang diharapkan. Begitupun
halnya berbagai teori dan cara yang dilakukan untuk merumuskan Perda Syariah, dan
melakukan sosialisasi bahwa dengan syariah Islam itu akan membawa kemakmuran
dan kesejahteraan. Ataupun tanpa kenal lelah mendakwahkan bahwa dengan

12
melaksanakan Syariat Islam akan membawa kemaslahatan, tidak sebagaimana system
hukum selain Islam.

Tentu saja syariat Islam lebih utama dari semua system yang ada, karena dia
bersumber dari Allah Yang Maha Tahu. Yang sangat mengerti dan memahami
karakteristik manusia dan kebutuhannya, karena Dialah yang menciptakan manusia
dengan segala pernak perniknya. Namun karena semua itu disuarakan di atas
masyarakat yang tidak kokoh dan melandasi hidupnya dengan syahadat maka semua
bagaikan membuang air di atas pasir. Berlalu begitu saja, dan tidak lama hilang
tanpa bekas.

Bukankah kita telah melihat bukti yang nyata dalam pola tarbiyah yang dilakukan
diberbagai harakah Islam, yang memulai pergerakan dengan mendidik dan
menanamkan aqidah yang benar kepada anggotanya, dan secara seratus delapan puluh
derajat anggota yang dibina menerima Islam secara menyeluruh dan siap melakukan
apa saja untuk memperjuangkan kalimah itu. Itulah komitmen yang mereka berikan
karena pemahaman mereka atas posisinya sebagai hamba Allah dan siap menerima
perintah yang harus dilaksanakan yang datang dari Khaliqnya.

Mereka tidak meremehkan aturan Allah, melecehkan syariatNya, karena mereka


bergerak atas dasar ketundukkan dan keimanan yang lurus. Bandingkan dengan
mereka yang tidak memperhatikan pondasi ini, walaupun di antara mereka ada yang
hafal quran, menguasai ilmu hadits, mengerti dengan berbagai ilmu syariat lainnya,
namun keilmuan dan penguasaan mereka terhadap Al-Quran dan Sunnah itu, seakan
tidak membawa pengaruh apa-apa pada dirinya dan keluarganya.

Ilmu Islam hanya diletakkan sebagai bagian dari pengetahuan, yang dianalisis,
dikaji, diajarkan, namun jauh dari pengamalan. Ilmu Islam hanya jadi bahan ceramah,
diskusi, bahan kuliah, penulisan, tapi tidak mereka perjuangkan dan tegakkan. Hal ini
boleh jadi karena syahadat mereka rusak, aqidah mereka tercabut, sehingga ayat-ayat
Allah tidak mampu mewarnai hidup mereka.

13
Para ulama sepakat apabila syahadat rusak, iman akan tercabut, dan dirinya
menjadi murtad. Sehingga bentuk amalan apapun akan tertolak, maka ayat-ayat Allah
tidak akan mampu menyentuh dirinya, sebelum dibersihkan dari noda kemusyrikan
yang membuat rusak syahadatnya.

Di antara hal yang membatalkan syahadatain dan pelakunya dihukum murtad


yang disepakati para ulama adalah:

1) Sombong dan menolak beribadah kepada Allah, walaupun mengakui dan


menerima kebenaran Islam
2) Syirik dalam beribadah kepada Allah
3) Membuat perantara dalam beribadah dan meminta pertolongan pada selain
Allah
4) Membenci Rasul SAW atau membenci sesuatu yang beliau bawa walaupun
dia mengerjakannya
5) Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu terhadap kekafiran
mereka, atau membenarkan pendapat mereka
6) Istiza (Memperolok-olok Allah, Al-Quran, Islam, pahala dan siksa, dan yang
sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah atau salah seorang dari Nabi Allah
baik secara bergurau ataupun sungguh-sungguh.
7) Membantu orang musyrik atau menolong mereka untuk memusuhi orang
Islam
8) Meyakini bahwa ada sebagian orang yang boleh keluar dari ajaran Rasulullah
SAW dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau
9) Meyakini ada petunjuk yang lebih sempurna daripada petunjuk Rasulullah
SAW.
10) Meyakini adanya hukum yang lebih baik dari hukum Allah, atau meyakini
hukum Allah tidak sesuai dengan kondisi perkembangan zaman.

Maka perhatikanlah hal ini dengan sungguh-sungguh wahai sadaraku

14
Menjadikan Al-Quran Dan Sunnah Sebagai Sumber Utama Serta
Tidak Mencampur Adukkan Dengan Pemahaman Yang Lain

Dalam kehidupan ini pertarungan antara haq dan batil terus berlanjut dan takkan
pernah berhenti, kedua kekuatan yang berlawanan itu akan saling mempengaruhi
dengan berbagai cara yang memperlihatkan karakternya masing-masing. Pertarungan
itu terus memakan korban, tidak melihat dan mempedulikan korbannya dari kalangan
manapun, kaya atau miskin, bangsawan atau rakyat jelata, laki-laki atau perempuan
bahkan tidak membedakan antara orang awam dan ilmuan, semua menjadi sasaran
pertarungan dalam memperebutkan posisi pendukung antara haq dan batil.

Inilah yang di peringatkanlah dalam FirmanNya;

76. Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang
kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu,
Karena Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.(Q.S. Al-Nisa (4) : 76).

Ayat ini memberikan pemahaman bahwa setiap pribadi muslim ataupun kafir,
mau tidak mau, sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung akan terlibat
kedalam kancah peperangan, peperangan untuk saling memperebutkan kepentingan,
memperjuangkan keyakinan dan pemahaman.

Hanya saja kepentingan orang mukmin adalah kepentingan di jalan Allah SWT,
memperjuangkan kebenaran Islam, dan kepentingan orang kafir adalah kepentingan

15
selain Allah, memperjuangkan kebatilan di jalan syetan sebagi musuh abadi orang-
orang mukmin..

Kebenaran dalam Islam adalah keadilan, kebenaran adalah kemanusiaan,


kebenaran adalah mashlahat dan manfaat, sementara kebatilan adalah kezaliman,
ketamakan, kebinatangan, kerusakan dan kemudharatan. Namun tidaklah semua
orang dapat melihat kebenaran sebagai kebenaran, karena kebatilan itu muncul bukan
dalam pakaian kebatilan sehingga mudah dikenali, kebatilan muncul dibungkus oleh
berbagai atribut yang mempesona, kesenangan, kemudahan dan berbungkus keadilan
dan kemanusiaan, mengatas namakan keindahan, kebebasan dan atribut lainnya yang
memutar balikkan penglihatan manusia dari sosok aslinya. Pendek kata kebatilan
memperlihatkan dirinya seolah-olah merupakan kebaikan dan kebenaran.

Banyak manusia salah sangka, sehingga melihat kebenaran sebagai kebatilan dan
kebatilan sebagai kebenaran.

Islam sebagai Agama tuntunan kehidupan yang di turunkan oleh Sang Pencipta
alam semesta ini, sebenarnya telah dengan jelas menerangkan hakekat kebenaran dan
bagaimana mengenalinya, dan menampakkan hakekat kebatilan serta bagaimana
mengetahui tipuannya.

Untuk itu perlu kiranya kita memahami firman Allah SWT :

Yang demikian adalah Karena Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang


bathil dan Sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang Haq dari Rab

16
mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan
bagi mereka. (Q.S. Muhammad (47):3)

Tegas ayat ini menjelaskan pada kita bahwa karakteristik manusia kafir adalah
selalu mengikuti yang batil dan mukmin mengikuti yang haq. Penamaan dirinya
sebagai kafir adalah karena menolak kebenaran yang datang dari Allah dan mengikuti
kebatilan (yang disangka kebenaran namun tidak bersumberkan dari Allah), dan tegas
juga dinyatakan dalam ayat ini bahwa kebenaran yang dimaksud adalah
bersumberkan dari Pencipta dan Pengatur hidup mereka.

Dengan demikian kita nyatakan bahwa di dalam melihat dan menilai sesuatu
itu benar adalah dengan merujuk kepada sumbernya, jika bersumber dari Allah maka
dia dipastikan benar dan jika tidak bersumber dariNya dipastikan batil. Oleh karena
itu Allah tegaskan dalam ayat lain, dengan FirmanNya:

Kebenaran itu adalah dari Rabmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu . (Q.S. Al-Baqarah (2):147)

Itulah kebenaran dalam Islam, kebenaran tidak ditentukan oleh pertimbangan


akal semata, karena akal bersifat nisby, akal sangat dipengaruhi oleh ruang dan
waktu, sangat ditentukan oleh latar belakang pendidikan, pengalaman dan emosi,
sehingga akal sangat bersifat relative. Maka Islam metakkan akal pada posisinya
sebagai alat untuk mencerna ayat-ayat Allah. Memahaminya dan menjadikannya
sebagai tolak ukur kebenaran agar tetap berada dalam fungsinya sebagai hamba Allah
yang serba terbatas.

Maka sebagai seorang mukmin dalam membentuk diri dan masyarakat


muslim haruslah berlandaskan kepada sumber yang benar, dan hanya mengkususkan

17
kepada sumber yang haq itu. Agar pemahaman tidak rancu, pikiran tidak diracuni
oleh virus-virus yang merusak, sehingga cara berfikir dan menyimpulkan sesuatu
menjadi rusak dan nyeleneh.

Hal ini mesti dipahami dengan baik oleh setiap pribadi muslim. Akal manusia
tumbuh dan berkembang dengan informasi yang masuk dan memandang dari segi
yang mewarnai dirinya. Maka oleh karena itu sumber yang benar, akan membentuk
karakter dan cara berfikir yang lurus, namun sumber yang bercampur, akan merusak
dan menghasilkan pemikiran yang rancu.

Perhatikan bagaimana Rasulullah SAW marah ketika melihat Umar Ibn


Khattab sedang memegang lembaran Taurat ditangannya, dan beliau bersabda:

Demi Allah, seandainya Musa hidup saat ini bersama kalian, niscaya ia
hanya diperbolehkan oleh Allah untuk menjadi pengikutku (H.R. Abu Yala)

Hal ini menunjukkan bahwa dalam melakukan pembinaan tidak boleh


mencampuradukkan sumber kebenaran dengan sumber lain, karena akan meracuni
dan menggerogoti pemahaman dan menyebarkan virus dalam pemikiran. Rasulullah
SAW ingin mensterilkan pemahaman sahabat, hanya bersumberkan dari wahyu Allah
yang keluar dari lisannya. Hal ini menjadi salah satu kunci keberhasilan Rasulullah
SAW dalam menjadikan para sahabat generasi terbaik sepanjang sejarah manusia dan
mendapat keredhaan Allah SWT.

Allah berfirman mengenai para sahabat ini:

18

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Q.S. Al-Taubah (9) :
100)

Oleh karena itu para aktivis dan umat Islam harus memperhatikan dengan
benar dan hati-hati tentang masalah ini, karena pengaruh lingkungan dan zaman,
kebenaran semu dan harapan akan nilai-nilai kebaikan, keadilan sering bercampur
aduk dengan kebatilan, sehingga tidak akan terwujud kemashlatan hakiki yang
melekat pada kebenaran itu, disebabkan bercampur dengan kotoran kepalsuan, dan
kebatilan yang berbungkus kebenaran.

Allah telah menetapkan hukumNya, untuk tidak boleh sedikitpun dicampurkan


kebenaranNya dengan klaim kebenaran yang tidak diizinkan olehNya. Karena itu
beberapa kesalahan berpikir yang menyebabkan rusak dan hancurnya ummat ini
sangat perlu diluruskan dengan meletakkan pola pikir mereka untuk menerima
kebenaran hanya bersumberkan dari Allah semata.

Renungkanlah Friman Allah Taala :

19

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan
bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami Telah mendatangkan
kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu. (Q.S. Al-Mukminun (23) :71)

Maka kebenaran mesti jadi tonggak yang kuat dan kokoh, yang tidak bisa di ubah,
dicampuri ataupun ditarik kesana kemari menurut selera atau kepentingan. Kebenaran
yang seperti adalah kebenaran mutlak, yang bersumber dari yang Maha Mengetahui
yakni Allah SWT. Itulah kebenarn Islam, yang harus menjadi patokan dan keyakinan
sepanjang hidup kita sebagi muslim.

Takaran Kebenaran Berfikir Adalah Wahyu

Sangat disadari oleh para pengusung dakwah Islamiyah bahwa peperangan


pemikiran untuk menghancurkan Islam terus berlanjut tanpa dapat dihentikan,
musuh-musuh Islam tanpa kenal lelah mencari titik lemah bagaimana membawa umat
Islam menjauhi Agamanya.

Allah mengungkap kebusukan mereka dalam FirmanNya: :

20

Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah


jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri)
sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka
adalah benar-benar orang pendusta. (Q.S. Al-Ankabut (29) :12)

Mereka mempelajari Islam, lalu mendirikan berbagai perguruan tinggi, semua itu
dilakukan bukan untuk membangun Islam dan memahami Islam, namun adalah untuk
merubah pemahaman Islam kearah pemahaman batil. Label-label indah disematkan
untuk menipu ummat agar menuruti kemauan mereka. Bahkan tidak sedikit para
pemikir Islam sendiri terjebak dengan pola mereka.

Mereka tertipu oleh predikat kemajuan zaman, modernisasi, atas nama citra Islam
di mata internsional, agar diterima masyarakat dunia dan sebagainya. Dengan
predikat ini dan itu mereka berusaha merubah kebenaran Islam, mancari-cari takwil
dan bahkan berani meletakkan petunjuk Ilahiyah dibelakang pemikiran mereka.

Sungguh sangat aneh, seorang muslim harus menerima kebenaran dari orang-
orang yang tidak mengenal siapa Penciptanya, tidak mengerti tujuan hidupnya, tidak
meyakini adanya hari pembalasan, dan dunia ini hanya sementara. Tidak hanya
sekedar menerima, tetapi terus tanpa kenal lelah mengkampanyekan agar seluruh
umat Islam mengikuti cara berfikir mereka yang menyesatkan.

Para ulamapun dibuat sibuk menghadapi serangan dari kalangan yang mengaku
intelektual Muslim ini, karena khawatir ummat menjadi bingung, sehingga energi
mereka terkuras menghadapinya, sampai-sampai lupa memperhatikan keadaan umat

21
Islam yang telah berada dititik nadir kehormatan karena meninggalkan kewajiban
Agamanya.

Maka untuk mengembalikan keberadaan umat Islam pada posisi mulia


sebagaimana di zaman kejayaan Islam, mestilah meletakkan kembali cara berfikir
yang benar. Penerimaan akal terhadap kebenaran harus melihat kepada sumbernya.
Dan sumber yang diakui kebenarannya bagi umat Islam hanyalah bersumber dari
Allah SWT, diluar itu bersifat nisby dan tidak dapat dipegangi sebagai kebenaran.

Pola pikir yang benar hanyalah berfikir berdasarkan wahyu. Dan memberikan
kebebasan berfikir adalah dengan menyelami kedalaman wahyu, namun tetap dalam
bingkai sebagai hamba Allah, tidak meloncat berbalik menjadikan dirinya berfikir
seperti iblis, yang berani mengkritik Allah Sang Pencipta dan merendahkan wahyu
Allah. Serta mendiskreditkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Kejelasan sumber berfikir akan meluruskan pemahaman dan membaguskan amal.


Sebaliknya cara berfikir yang bersumber dari sumber yang bercampur aduk antar haq
dan batil akan melahirkan pemahaman yang rancu dan sesat, sehingga tentu saja
melahirkan amalan yang merusak.

Karena itu hati-hatilah terhadap para oreantalis yang berbajukan sarjana muslim,
tapi berusaha memalingkan pemahaman ummat ke arah yang menentang Allah SWT.
Mereka berani berdusta kepada Allah, menghalalkan yang diharamkan Allah dan
mengharamkan yang dihalalkan Allah. Mereka tidak henti-hentinya melakukan
berbagai upaya untuk menyesatkan ajaran dan menjauhkan umat dan generasinya dari
pemahaman yang lurus, itulah tugas mereka, dan itulah misi hidup mereka. Mereka
adalah kaki tangan Iblis yang harus di jauhi dan di musuhi.

Perhatikanlah bagaimana upaya mereka dalam menyesatkan dan menyimpangkan


ajaran Islam, mereka halalkan perkawinan sejenis, menjadi banci yang dilaknat oleh
Allah atas dasar kemanusiaan dan menakwilkan ayat dengan cara yang rusak,

22
sementara itu mereka haramkan poligami yang diizinkan Allah dengan berbagai tafsir
berdasarkan hawa nafsu. Dengan berbungkus liberalisme, sekulerisme, pluralisme
dan sebagainya, mereka menggunakan ayat-ayat Allah untuk mengacak-ngacak
pemahaman.

Kebejatan mereka telah dibongkar oleh Allah dalam firmanNya:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu
secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah tiadalah beruntung. (Q.S. Al-Nahal (16) : 116).

Maka dengan ini perlu ditegaskan, kepada para pembaharu kembangkitan Islam
diserukan, haramkanlah apa yang telah Allah tetapkan haram dalam kitabNya, dan
halalkan apa yang ditelah dihalalkanNya. Ilmu dalam diri seroang alim adalah
amanah Allah, seorang alim Allah tugaskan untuk menegakkan Kitabullah sebagai
kehormatan untuk dirinya, namun jika dirinya berkhianat, ilmunya bukan untuk
menegakkan kitabullah, maka dia tidak bernilai sedikitpun di hapdan Allah SWT.

Perhatikanlah Firman Allah SWT:

23

68. Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga
kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan
kepadamu dari Rabmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)
dari Rabmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari
mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
(Q.S. Al-Maidah (5): 68).

Maka terhadap mereka yang lebih menyuarakan pemikiran orang-orang kafir,


menuhankan idelisme musyrikin, maka umat Islam tidak pantas mendengarkan kata-
kata mereka, dan mereka tidak layak berada ditengah umat, mereka tidak dipandang
beragama sedikitpun oleh Allah, walau mereka berjubah dan bergelar sarjana muslim,
bahkan DR, Prof sekalipun, jika dirinya tidak menegakkan Al-Quran dalam
hidupnya, dirinya tidak bernilai dan berarti apa-apa.

Maka pahamlah kita, ilmu Islam adalah amanah, yang harus disampaikan dan
disyiarkan, dia adalah cahaya yang akan selalu menerangi dalam berbagai kegelapan
yang diciptakan musuh-musuh Allah. Maka murnikanlah sumber ilmu dan
pemahaman, agar cahaya itu bersinar dan menerangi sehingga menjadi pelita dalam
kehidupan.

Dengan merujuk semata-mata kepada Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber


kebenaran, maka akan didapat kebersihan berfikir dan kejernihan Aqidah. Karena jika

24
usaha pembaharuan pemikiran Islam diambil dari sumber-sumber selainnya, maka
bukan membangkitkan Islam kearah kejayaan malah meruntuhkan Islam dari sendi-
sendinya.

Apalagi mencoba untuk melakukan perubahan aran Islam, sebagaimana yang


dilakukan para ahli kitab yahudi dan nasrani, sehingg Allah melaknat mereka, dan
mencampakkan mereka kejurang kehinaan.

Para ulama shalafue shaleh telah meletakkan dalil yang bersifat qathiyah dan
zanniyah, maka ruang ijtihad hanya berlaku terhadap dalil yang bersifat zhanniyah,
namun itupun mesti berada dalam istinbath hukum yang benar dan dalam aturan yang
mutabarah.

Perhatikanlah Firman Allah SWT:

79. Maka Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud)
untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan
yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan
Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Al-
Baqarah (2): 79).

25
Mengembalikan Setiap Persoalan Kepada Petunjuk Wahyu

Manusia hidup dalam arus gelombang samudra kehidupan yang terus menerpa
berbagai sendi kehidupan, berbagai persoalan silih berganti, tawa dan tangis, senang
dan sedih, jeritan kesakitan dan senyum bahagia, silih berganti mengisi hari-hari yang
dijalani. Hal ini terjadi pada siapa saja, baik kaya atau miskin, laki-laki atau
perempuan, zaman batu maupun zaman digital. Saat menghadapi masalah manusia
butuh tuntunan dan arahan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan hidup
mereka.

Berbagai cara telah ditempuh manusia dalam menyelesaikan persoalan dan ingin
memenuhi harapan hidupnya, dari menguras otak sampai mengadukan nasib
keberbagai kekuatan ghaib dijalani. Berbagai teori dalam disiplin ilmu kemanusiaan
dan kemasyarakatan digali dan dipelajari, untuk mendapatkan solusi dari
permaslahan kehidupan yang dihadapi diberbagai kalangan individu dan masyarakat.

Islam sebagai Dinullah, diturunkan Allah yang menciptakan manusia, telah


memberikan tuntunan Rabbani berdasarkan fitrah manusia. Solusi yang pasti dan
menyelesaikan masalah dengan tuntas, Allah menurunkan wahyuNya melalui
RasulNya Muhammad SAW, untuk menjawab berbagai persolan hidup yang ditemui
dalam kehidupan baik secara individu, keluarga maupun masyarakat.

Maka sebagai mukmin yang meyakini Muhammad sebagai utusan Allah, dan Al-
Quran sebagai wahyu Allah, tidak akan pernah bingung mencari tuntunan dalam
menyelesaikan persoalan hidup.

Allah SWT berfirman :

26

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.(Q.S. Al-Baqarah
(2): 213)

Allah SWT yang telah menciptakan seluruh manusia, dan Allah juga yang telah
menciptakan permasalahan dalam kehidupan manusia. Allah telah menurunkan
aturan dan solusi bagaimana menyelesaikan permasalahan itu. Aturan yang telah
diturunkan dalam Kitabullah melalui RasulNya adalah merupakan satu-satunya jalan
untuk dapat menyelesaikan permasalahan kehidupan manusia secara tuntas, karena
bersumber dari Sang pencipta.

27
Maka bagi mukmin, berhukum dengan hukum Allah adalah satu-satunya cara
untuk mendapatkan solusi dalam menyelesaikan masalah hidup secara tuntas.
Keyakinan itu karena dilandasi Iman bahwa Allah Maha Mengetahui segala perkara
yang zahir dan yang bathin, yang nyata dan yang tersembunyi. Tidak ada satupun
persoalan yang luput dari ilmu Allah. Dia Maha Mengetahui kebutuhan dan kondisi
manusia baik di zaman purba maupun di zaman modern ini. Ilmu Allah tidak terbatas.
Maka bukanlah Mukmin jika tidak menyerahkan semua persoalan hidupnya kepada
Allah SWT.

Allah menyatakan dalam FirmanNya:

Maka demi Rabmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. Al-Nisa (4) : 65)

Dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai Hakim dari perkara yang dihadapi,
tentulah Syariat Allah menjadi pijakan atas semua putusan, itu artinya menetapkan
segala sesuatu akan putusan Allah merupakan bukti kongkrit keimanan, dan
mengingkarinya merupakan bukti kekufuran.

Keimanan terhadap Islam sebagai Agama wahyu, tentu saja meyakini bahwa
aturan dan hukum Allah adalah satu-satunya hukum terbaik yang dapat
menyelesaikan seluruh permasalahn kehidupan.

28
Renungkan juga Firman Allah SWT :

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (Q.S. Al-Maidah:50)

Ayat ini menjelaskan bahwa seluruh manusia yang mengaku mukmin haruslah
menjadikan wahyu Allah sebagai tempat menyelesaikan persoalannya. Keingkaran
terhadap ini justru akan membuat hidup semakin terpuruk ke dalam masalah-masalah
yang lebih parah dan rendah. Itulah bukti kejahiliyah baik disadari ataupun tidak
disadari.

Sangat miris dan pilu, hati terasa di sayat-sayat, ketika menyaksikan ketertindasan
umat Islam di berbagai belahan dunia. Celakanya lagi tidak sedikit tokoh-tokoh yang
mengaku sebagai tokoh Islam, malah menyerukan solusi tidak bersumber dari wahyu
Allah SWT, mereka malah berusaha menganulir wahyu Allah dari fungsinya sebagai
pemecah masalah. Ini bukti nyata kesombongan berfikir manusia.

Tidak ada jalan lain bagi kita, selain kembali kepada Al-Quran dan Sunnah
sebagai jalan satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan pribadi, keluarga dan
masyarakat Islam. Meninggalkan dua pedoman hidup ini sama artinya
menjerumuskan diri ke dalam kehancuran dan terperosok kelembah kehinaan.

Jadikanlah Al-Quran dan Sunnah penuntun abadi dalam menghadapi setiap


persoalan hidup, itulah fikrah Islamiyah, untuk itulah Al-Quran diturunkan dan
Rasulullah diutus. Jangan mencari cara diluar ini atau mencampur adukkan dengan
cara-cara yang lain, karena justru akan merusak kehidupan sendiri, buatlah Al-Quran
hidup dalam keseharian, dalam setiap langkah dan gerakan, lalu saksikanlah betapa
kemuliaan dan kebaikan akan datang dari sisi mana saja kita memandangnya.

29
Bagaimana Menentukan Kebaikan Dan Keburukan

Kebenaran dikenal sebagai kebenaran dan kebaikan dikenal sebagai kebaikan,


namun kebanyakan kebenaran tidak jarang justru dianggap sebagai keburukan dan
keburukan dikenal sebagai kebaikan, itu semua karena pandainya manusia berhati
Iblis membungkus dan menghiasi sesuatu keburukan ataupun kebaikan sehingga
terlihat berbeda dengan yang ditampilkan.

Kebaikan tidaklah diukur dari selera dan kesenangan, dia juga tidak diukur dari
kepatutan dan kepantasan, salah besar menakar kebaikan dengan pandangan umum
masyarakat, kebaikan mestilah diukur dari wahyu Allah, karena hanya Dialah sumber
kebenaran yang hakiki. Dia telah menjelaskan perbedaan antara haq dan batil itu
melalui RasulNya, maka sebagai seorang mukmin mestilah menakar dengan takaran
wahyu ini.

Perhatikanlah betapa bingungnya sebagian masyarakat awam dan bahkan


kalangan intelektual dalam menilai sesuatu itu baik, di satu sisi kebaikan dikenalkan
dengan nilai Kemanusiaan (HAM), anti kekerasan, anti kekejaman, menyantuni yang
lemah, berkata sopan santun, toleransi antar sesama, berbudaya dan sebagainya.
Namun di sisi lain para penyuara itu bungkam, mendadak lidah mereka kelu, telinga
mereka menjadi tuli, dan mata mereka menjadi buta, di saat saudara-saudaranya
seiman mengalami pesakitan dan penindasan, hak-hak mereka di rampok, serta
kehormatan mereka di perkosa oleh musuh-musuh Islam.

Mereka memperkenalkan kebaikan dengan baju kemerdekaan dan kebebasan,


sehingga mereka bebas memberikan ekspresi apapun, manusia abnormal yang oleh
Allah diciptakan sebagai laki-laki ingin tampil sebagai perempuan dianggap wajar,
kawin sejenis ingin dilegalkan dengan alasan kemanusiaan, pergaulan bebas menjadi
tradisi, begitupun halnya obral aurat adalah kepantasan, inilah alam kebinatangan,
yang hidup tanpa aturan sehingga tidak ada ukuran benar dan salah.

30
Ada juga yang menyandarkan benar dan salahnya suatu masalah dengan pendapat
dunia Internasional, sungguh sangat aneh, menyamakan pandangan dan rasa, antara
mereka yang diberi hidayah dengan mereka yang dibutakan Allah. Kebaikan yang
berdasarkan perkiraan dengan kebaikan yang diterangkan oleh Allah azza wa jalla.

Perhatikanlah Firman Allah SWT:

Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang
buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal,
agar kamu mendapat keberuntungan." (Q.S. Al-Maidah (5) : 100)

Pernyataan ini menperingatkan kepada kita umat Islam, agar jangan sampai
tertipu, tidak pernah bisa sama antara kebaikan yang ditetapkan Allah dengan
kebaikan yang dikira-kira baik oleh manusia si pintar apapun dia. Jika manusia tanpa
wahyu bisa menentukan apa yang baik bagi mereka, maka tidak diperlukan Rasul.
Manusia tidak akan pernah sampai kepada kebaikan yang hakiki, itulah sebabnya
Allah menurunkan Rasul agar menjelaskan mana yang disebut baik yang dapat
memberikan manfaat dan mana yang disebut buruk yang dapat memberikan madharat
dalam kehidupan manusia.

Namun manusia sombong dan angkuh, mereka merasa mampu mencapai


kebaikan tanpa bimbingan Allah, sehingga mereka campakkan aturan Allah, dan
mereka tukar dengan aturan bikinan mereka sendiri, dan mereka meyakini apa yang
mereka lakukan adalah kebenaran.

31
Padahal kebenaran yang mereka yakini hanyalah kepalsuan dan kebohongan,
kebathilan yang berbungkus dengan apapun tetap sebagai kebathilan. Syetan telah
menipu mereka dan menyesatkan mereka.

Renungkan Firman Allah SWT:

Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang
buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu
oleh syaitan) ? Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya
dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah dirimu binasa Karena
kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat. (Q.S. Al-Fathir (35): 8).

Dengan demikian sandarkanlah pendapat dan pemahaman terhadap segala sesuatu


kepada wahyu, dengan artian jika wahyu dan ketetapan Rasulnya menetapkan baik
satu urusan, itulah kebaikan yang sesungguhnya dan pasti mengandung
kemaslahatan, jika wahyu mengatakan sesuatu itu buruk dan rusak, itulah
keburukan.yang sesungguhnya dan pasti mengandung mafsadat (kerusakan). Allah
Maha Mengetahui sedangkan kita tidak mengetahui.

Allah Taala berfirman :

32
Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Q.S. AL-Baqarah (2): 216)

Maka kita serukan Kepada para pembaharu pemikiran dan pejuang kebangkitan
Islam, agar dengan sungguh-sungguh melihat dan memperhatikan persoalan ini,
Allah Maha Mengetahui apa yang akan terjadi sampai hari kiamat, tidak satupun yang
luput dari pandanganNya, jika Dia telah menetapkan Muhammad sebagai Rasul dan
Nabi terakhir, dan Al-Quran sebagai Kitab Sucinya sepanjang zaman, dan telah
menjelaskan perbedaan antara kebaikan dan keburukan, kemashlahatan dan
kemudharatan telah Dia perkenalkan di dalamnya.

Tidak ada satupun yang luput dari penjelasannya. Itu artinya berlaku sepanjang
masa, menembus waktu dan tempat, tetap relevan sampai dunia ini berakhir.
Andaikata kita telah meyakini hal itu, maka janganlah pongah dan sombong
menganggap ada yang lebih baik selain Al-Quran dan Sunnah, kecuali melepaskan
keimanan dan keyakinan dalam diri sendiri.

Dengan demikian bagian yang tidak terpisahkan dengan keimanan kita adalah
bahwa menakar baik dan buruk dengan konsep Ilahi, bukan dengan pemikiran-
pemikiran manusia yang bersifat nisby.

33
MEMPOSISIKAN AL-QURAN SEBAGAI TITAH ALLAH

Al-Quran diturunkan sebagai hudan (petujuk bagi manusia). Menfungsikan Al-


Quran sebagai petunjuk berarti mensingkronkan antara penjelasan Al-Quran dengan
realita aktivitas sehari-hari. Implikasinya dalam gaya hidup, menjadikan pilihan,
selera dan bentuk kesukaan, kebiasaan mapun tradisi mestilah sesuai dengan apa yang
tertera dalam Al-Quran. Itu artinya Al-Quran dijadikan pedoman dan petunjuk dalam
hidup.

Apabila menemukan di dalam Al-Quran hal-hal yang menjadi kebiasaan,


sementara Al-Quran melarangnya, serta merta harus berhenti, menjauhi, serta
menanamkan keyakinan dalam hati kalau hal itu tidak baik bagi seorang muslim.

Begitupun sebalik jika ada hal-hal yang diperintahkan untuk dilaksanakan, serta
merta seorang muslim berdaya upaya untuk merealisasikannya, meskipun pada saat
itu dia tidak menyukai atau belum mampu melihat kebaikan apa yang dilarang
tersebut. Namun sebagai mukmin mesti menanamkan keyakinan bahwa dalam setiap
larangan ataupun perintah pasti mengandung kebaikan, walaupun terkadang memang
akal manusia yang terbatas belum mampu mengungkap kebaikannya. Ketidak
mampuan akal mengungkap kebaikan itu bukan berarti tidak ada kebaikan di
dalamnya.

Perhatikan Firman Allah SWT:

boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu (Q.S Al-
Baqarah (2): 216)

34
Ini bukan menunjukkan fanatic dalam artian negatif, mengikuti membabi buta,
ataupun tuduhan lainnya, seperti menyembah teks Al-Quran sehingga menjadikannya
berhala baru. Semua itu adalah penilaian dari mereka yang tidak punya mata dan
telinga, untuk memahami bahwa Al-Quran itu murni dari Allah Yang Maha
Mengetahui, sedangkan manusia serba terbatas, tidak mesti otak yang terbatas
mampu memahami apa yang dimaksud Allah SWT Yang Maha Berilmu.

Jadi inilah wujud pengagungan kepada Allah Azza wa jalla, sebagai bentuk
pengakuan seorang mukmin bahwa dirinya serba terbatas dan menyerah kepada
pengetahuan Allah SWT.

Dengan menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk dengan artian sebagai guru yang
hidup di tengah-tengah keseharian hidup kita. Selalu menjadikan Al-Quran sebagai
tempat bertanya pada setiap persoalan yang di hadapi. Menjadikan Al-Quran sebagai
penuntun di saat kita bingung harus melangkah kemana. Itulah makna menjadikan
Al-Quran sebagai Imam dalam hidup seorang muslim.

Itulah makna beriman kepada Kitab Suci Al-Quran, meyakininya sebagai titah
Allah kepada setiap hambanya yang hidup diberbagai situasi dan kondisi.

Inilah ciri utama seorang mukmin sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam
FirmanNya:

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah


dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.

35
"Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Al-Nur (24): 51)

Jangan Jadikan Al-Quran Hanya Sebagai Teori Dan Kajian Ilmiah


Semata.

Al-Quran diturunkan oleh Allah adalah sebagai Hudan linnas (petunjuk hidup
untuk manusia) dalam artian sebagai penuntut realitas kehidupan manusia kapanpun,
dimanapun dan dalam situasi apapun. Di dalamnya berisi perintah dan larangan,
berisi ibrah bagaimana mereka yang hidup di bawah tuntunan dan akibat mereka
yang menyimpang dari tuntunan wahyu Allah SWT.

Dengan demikian Al-Quran diturunkan untuk menjadi pedoman keselamatan


hidup manusia. Menuntut manusia untuk mengenali mana yang baik dan buruk,
mana yang mashlahat dan mafsadat dalam pandangan Allah SWT, untuk selanjutnya
diaplikasikan dalam ke hidupan dan keseharian seorang Muslim.

Oleh karena itu, Al-Quran tidak akan berfungsi sebagai petunjuk jika hanya dikaji
dan ditelaah, lalu diseminarkan isi dan kandungannya, dijadikan referensi dalam
berbagai tulisan ilmiah, dijadikan dalil-dalil untuk mendukung teori-teori dalam
berbagai disiplin ilmu, tetapi jauh dari pengamalan kongkrit keseharian. Al-Quran
baru akan berfungsi jika diamalkan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Oleh karena itu dalam Islam keyakinan tidaklah cukup, kecuali diaplikasikan
dalam bentuk amal. Amal adalah bukti nyata bahwa kita meyakini isi kandungan
yang ada dalam petunjuk itu.

Sungguh sangat ironi keyakinan akan isi kandungan tapi hanya sebatas teori dan
kajian menumpuk dalam buku-buku dan kitab-kitab, atau hanya sebagai bahan
pelajaran di sekolah-sekolah dan kampus-kampus, namun materinya tetap berada

36
dalam tulisan. Maka keselamatan yang diharapkan dari petunjuk ini tidak akan
berfungsi.

Mensakralkan kitab suci dan meyakininya sebagai pedoman dalam hidup, itu
artinya apa saja yang diperintahkan di dalamnya diyakini membawa kebaikan, oleh
karena itu seorang mukmin berusaha sekuat kemampuan mengaplikasikannya dalam
kehidupan, begitupun sebaliknya apa saja yang dilarang di dalam kitab itu
menunjukkan hal itu akan membawa keburukan, maka setiap mukmin berusaha
dalam kehidupan nyata menjauhinya dan menghilangkannya. Itulah makna Al-Quran
sebagai Imam dalam kehidupan seorang mukmin.

Penegasan untuk tidak hanya menjadikan Al-Quran sebagai bahan kajian dan
telaah semata, tanpa diiringi usaha keras untuk merealisasikan dalam kehidupan
nyata perlu disosialisasikan kembali, karena gejala yang sangat mengkhawatirkan
Nampak jelas di depan mata, jutaan pondok pesantren melahirkan alumninya, disertai
pendidikan Islam lainnya baik tingkat stanawiyah, aliyah, baik negeri maupun
swasta, bahkan sampai keperguruan tinggi, seminar dan pengajian ada dimana-mana,
namun usaha untuk merealisasikan Islam sebagai aturan hidup, justru belum kelihatan
realisasinya.

Yakinlah bahwa Islam itu tegak dengan mereliasasikan hukum-hukum dan


aturannya bukan hanya sekedar mengkaji dan memujinya.

Maka kepada para ulama yang telah dianugrahi kehormatan mulia sebagai
pewaris para nabi, kepada para santri, Mahasiswa perguruan Tinggi Islam, pakar dan
tokoh Ilmuan Muslim, tegakkanlah kebenaran Al-Quran, janganlah kalian takut
kecuali hanya kepada Allah, atau janganlah diri kalian tergoda dunia sehingga
menyembunyikan kebenaran Al-Quran. Karena menyembunyikan kebenaran adalah
kehinaan, memperjual belikan ayat Allah adalah pengkhianatan, ilmu adalah amanah
yang mesti kalian sampaikan dan tegakkan dihadapan ummat. Keterpurukan ummat
adalah bagian tanggung jawab kalian para ahli ilmu.

37
Ingatlah firman Allah SWT :

Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga
kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan
kepadamu dari Rabmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)
dari Rabmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari
mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
(Q.S. Al-Maidah (5) : 68)

Apa guna gelar ustazd, apa guna gelar kiyai, apa guna gelar ulama, apa guna
gelar faqih, apa guna gelar cendikiawan muslim, apa guna gelar Dr, Prof, Syekh dan
sederetan gelar kehormatan lainnya, jika dalam pandangan Allah tidak beragama
sedikitpun. Mereka hanya dianggap penipu ummat, yang pandai menjilat mencari
muka yang menjijikkan. Ingatlah perjuangan syariah Islam mestinya dimotori oleh
para ulama, sebagai pewaris para Nabi.

Jangan Menjadikan Al-Quran Sebagai Kesenangan Rohani Semata

Setiap umat yang meyakini kebenaran Agamanya, akan bangga dan senang
membaca dan mendalami isi kandungan kitab sucinya. Ini berlaku pada setiap agama
apapun. .

38
Bagi Umat Islam membaca Al-Quran akan mehirkan ketenangan dan kedamaian,
bahkan mampu menembus relung jiwa dan tidak sedikit yang menitikkan air mata
karena terharu akan kebesaran dan keindahan isi kandungannya.

Namun tujuan esensi Al-Quran diturunkan bukan semata-mata untuk membuat


hati tenang dan jiwa tentram, bagaikan obat penghilang stress. Sementara dirinya
jauh dari pengamalan isi kandungan dan ajaran Al-Quran. Bukan tidak penting
ketenangan jiwa dan kesenangan rohani, semua itu pasti akan di dapat dalam
mengamalkan Islam, karena Al-Quran itu adalah Shifa lima fie shudur (obat penyakit
yang ada dalam dada/hati), namun bukan berarti kalau hati sudah tenang berarti
Islam sudah tercapai, meskipun syariatnya dikangkangi.

Gejala yang sangat perlu dikhawatirkan adalah banyak umat Islam beribadah
hanya sekedar penyenangan jiwa, mengatasi tekanan hidup, dan mencari tempat
bersandar. Hal ini sangat terlihat saat dalam kesusahan, lalu mencari solusi dan minta
nasehat kepada para ulama, saat tekanan hidup menyudutkan dirinya kelihatan
kembali mencari agama sebagai tempat berlindung. Dan tidak sedikit pergi haji atau
umrah adalah untuk kesenangan batin semata. Maka tidak heran aliran kebatinan
sempat digandrungi umat Islam.

Allah menyatakan dalam FirmanNya:

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,
tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). (Q.S. Al- Ankabut (29) :65 )

39
Islam adalah agama fitrah manusia, sebagai agama fitrah, sebagai agama
fitrah tentu saja apapun yang ditetapkannya adalah sangat sesuai dengan keinginan
jiwa manusia, namun mesti disadari dan diyakini, tujuan utama dalam beribadah
adalah redha Allah, bukan kesenangan jiwa. Karena jika diredhai oleh Allah pasti
jiwa akan senang karena berada dalam rahmat penciptaNya.

Namun tidak setiap ketenangan jiwa dalam redha Allah, banyak sekali ahli
kebatinan merasa senang dan tenang dengan perilaku tertentu, bahkan agama lain
dengan bertapa, menyepi dan berbagai ritual mereka lakukan dan itu bagi mereka
ketenangan jiwa. Namun dipastikan mereka dalam murka Allah.

Pada suatu ketika salah seorang ingin sekali menghajikan orang tuanya yang
sudah tua renta, yang sudah lebih lima kali melaksanakan ibadah haji, ketika
dijelaskan bahwa ibadah haji dalam Islam wajib hanya sekali, lebih baik uang ongkos
untuk ibadah haji yang puluhan juta itu diberikan pada fakir miskin, tetangga yang
sangat membutuhkan uluran tangan, serta merta dia menjawab, memang membantu
fakir miskin bagus, namun kebaitullah memberikan ketenangan batin yang tidak
dapat digantikan oleh apapun.

Begitupun ketika dia diberi nasehatkan agar melaksanakan zakat sesuai


dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan arahan bahwa zakat adalah salah satu
hikmahnya mengangkatkan orang miskin dari keterpurukannya, maka lebih baik
memberikan kepada dua orang miskin dengan jumlah yang mencukupi diri dan
keluarganya untuk memulai suatu usaha, daripada mengumpulkan ribuan orang dan
memberikan hanya cukup membelikan makanan satu kali makan. Serta-merta dia
langsung membantah, bahwa yang dirasakan adalah kenikmatan rohani yang tidak
terkirakan disaat ribuan orang mendokannya agar rezkinya berkah dan dia dikenal
sebagai seorang yang dermawan.

Pola pikir mementingkan kepentingan rohani daripada ketentuan syariat itulah


yang membuat umat Islam tidak peduli dengan saudaranya, yang kaya sibuk

40
memperkaya diri sendiri, kemudian beramai-ramai umrah, naik haji sekeluarga, lupa
tetangganya yang menjerit kelaparan, lupa ada saudaranya yang yatim piatu putus
sekolah, lupa saudaranya seiman sedang ditindas dan dijajah oleh kafirin, lupa syariat
Islam yang tidak pernah diperjuangkan. Tentu saja semua itu tidak membawa kepada
redha Allah, karena bukan itulah yang dituju oleh Sang Pembuat Syariat.

Ingatlah Islam diturunkan dengan aturannya yang sempurna, mana yang


wajib, mana yang sunnah, mana yang makruh dan mana yang haram, ketentuan-
ketentuan itu telah ditetapkan oleh Allah. Maka utamakan yang diutamakan Allah
dan pentingkan apa yang dipentingkan oleh Allah, meskipun jiwa tidak menyukainya,
tapi yakinlah semua akan berujung dengan kemanisan dan kelezatan Iman.

Perhatikan Firman Allah SWT:

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui (Q.S. Al-Baqarah (2): 216).

Maka tidak dibenarkan mengamalkan Islam sesuai selera dan kehendak hati
semata, mesti menurut tuntunan dan kehendak Sang pemilik Islam itu sendiri, jika
ingin mendapatkan redhaNya. Akibat penyakit ini, betapa banyak bercampur-aduk
antara kebaikan dan kebatilan, sebahagian di imani dan sebagian lagi dikafiri.

41
Hal itu disebabkan karena oreantasi peribadahan adalah kesenangan rohani,
otomatis memilih mana yang menyenangkan dan menghindari ibadah yang
membutuhkan pengorbanan dan kesulitan.

Padahal mengimani sebahagian dan mengkafiri sebahagian pada hakekatnya


adalah kafir yang sesungguhnya.

Perhatikan Firman Allah SWT:

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan


bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir
terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),

Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. kami Telah menyediakan


untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q. S. Al-Nisa (4):
150-151).

42

Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan


mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu
membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika
mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir
mereka itu (juga) terlarang bagimu. apakah kamu beriman kepada sebahagian Al
Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 85)

Jangan Menjadikan Al-Quran Sebagai Seni Dan Keindahan Semata

Allah itu indah, dan mencintai keindahan, sebagian dari kebesaran Al-Quran
diturunkan dengan gaya bahasa yang sangat indah. Indah dibaca dan didengar oleh

43
siapa saja. Namun pesona keindahan Al-Quran bukanlah tujuan dari penurunannya
kepada manusia.

Tujuan Al-Quran diturunkan adalah untuk petunjuk dan penjelasan yang haq dan
batil. Menjelaskan apa saja akibat dari kedurhakaan kepada Allah SWT, memberi
khabar gembira bagi siapa saja yang mentaati aturanNya.

Gejala yang sangat memprihatinkan, disebahagian generasi Islam, sibuk dengan


membaguskan bacaan dan penulisan Al-Quran, namun mereka tidak sedikitpun
kelihatan berusaha bagaimana mengambil pelajaran darinya. Musabaqah Tilawatil
Al-Quran diadakan bertujuan memberikan semangat agar terlepas dari kebutaan
dalam membaca Al-Quran dan semangat untuk mempelajari Al-Quran. Namun tidak
sampai disitu saja, yang paling penting adalah pengamalan Al-Quran, Sekolah dan
madrasah yang mengkususkan diri dalam membaguskan bacaan Al-Quran dan
hafalan Al-Quran seharusnya juga menjadi pelopor penegakkan Al-Quran dalam
kehidupan mereka, karena tidak ada artinya bagus bacaan tapi hanya sekedar menjadi
nyanyi dan lagu yang jauh dari pengamalan.

Saat seseorang membacakan Al-Quran dengan suaranya yang merdu, hati


terenyuh, jiwa tersentuh, dan terkadang air mata ikut mengalir, terharu akan
kebagusan suara Qari (pembaca Al-Quran) dan lantunan ayat-ayat suci, tapi adakah
yang tersentuh dengan isi kandungan di dalamnya? Yang mengingatkan akibat
keingkaran karena tidak menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya,
adakah yang tersentuh dan mau bergerak setelah membaca ayat-ayat Jihad, ayat-ayat
kehormatan dan kewibaaan Islam, perintah untuk saling membantu saudara seiman,
mengangkat pemimpin hanya dalam kalangan Islam, kewajiban berhukum dengan
hukum Allah dan larangan berhukum dengan hukum kufur (?).

Kalau menjadikan Al-Quran sebagai titah Allah, tentu air mata yang mengalir
karena takut neraka Allah dan harap akan sorganya, takut akan peringatan Allah
karena lalai dalam melakukan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Sehingga

44
menggugah jiwa, menggerakkan seluruh anggota tubuh untuk merealisasikan seluruh
perintahNya, siap menghadapi ujian apapun yang menghalangi karena keyakinan
akan kebesaran dan keagunganNya.

Jangan Memuliakan Lafazh Tapi Menghinakan Isi

Sumber malapetaka yang tidak kalah mengkhawatir saat ini, adalah perlakuan
ummat terhadap Al-Quran, dengan menyanjung dan memuji Kitabullah sebagai kitab
suci, meninggikan dan menghormatinya, mendirikan berbagai tempat untuk
mempelajari dan menghafal, membaguskan bacaannya, dan menjadikan qiraatil
Quran pada setiap pembukaan acara resmi. Namun isinya diabaikan, perintahnya
dilecehkan, dan larangannya tak diindahkan. Apa yang terkandung di dalam Al-
Quran bagaikan nyanyian tanpa arti ditelinga mereka.

Bahkan sebagian dengan lancang mengatakan apa yang ada dalam Al-Quran itu
hanyalah tindakan primitif, zaman onta, sedangkan kita berada di zaman teknologi,
zaman digital, jadi yang tidak mesti menjalankan apa yang ada dalam teks Al-Quran
itu.

Pernyataan mereka ini sebagaimana yang diisyaratkan Allah dalam firmanNya:

45
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal kami
Telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya
dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. dan jikapun mereka melihat segala
tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. sehingga apabila
mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-
Quran Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu." (Q.S. Al-Anam
(6) : 25).

Senangnya masyarakat Islam tidak diatur dengan aturan Syariat Allah, dan
diamnya mereka dengan hukum selain hukum Allah adalah menunjukkan keredhaan
mereka, mereka lebih memilih hukum jahiliyah dan meyakini kesesuaian hukum
ciptaan manusia dari hukum Allah, padahal mereka membaca Firman Allah SWT :

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (Q.S. Al-Maidah (5):
50)

Meskipun ayat itu dibacakan ketelinga mereka ribuan kali, namun telinga dan
mata mereka tertutup, jelas dan terang ayatnya, bacaannya diakui namun isinya
diingkari. Sehingga Al-Quran bagi mereka hanyalah tulisan suci yang mesti dihargai
tapi tidak perlu diamalkan.

Apakah seperti itu iman kepada kitabullah (?)

Apakah begini yang dilakukan para sahabat Rasulullah SAW (?).

Jika ingin mengembalikan ummat dan mengikuti langkah Rasulullah SAW


dan para sahabatnya, jadikanlah Al-Quran sebagai titah Allah pada diri, keluarga,
dan pada masyarakat. Tinggalkanlah semua hasutan, propaganda dan tipu muslihat

46
kaum kafirin, fasiqin dan munafiqin yang memutar-mutar lidah mereka untuk menipu
keyakinan.

Sudah benar keyakinan terhadap kitabullah sebagai petunjuk (hudan) bagi


kehidupan. Namun menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk hanyalah dapat dinilai
sebagai petunjuk apabila mengamalkan apa yang dikatakannya, dan tidak dapat
dikatakan beriman kepada kitab Al-Quran dan meyakininya sebagai petunjuk kalau
hanya sekedar membacanya dan menghormatinya. Tapi tidak mengamalkan isinya.
Camkanlah ...!

Karena Pengamalan itu Rasulullah SAW dan para sahabat diusir dari kampung
halaman mereka, tertumpah darah mereka, mengalami berbagai kesulitan, adalah
karena mengamalkan isi perintah Allah, disitulah letak kemuliaan dan keselamatan.
Janganlah mengamalkan Al-Quran berdasarkan selera dan kehendak hati. Jangan
jadikan Al-Quran hanya sekedar pelipur lara dan penghias telinga. Tapi tempatkanlah
kitab suci itu sebagai petunjuk dan pedoman hidup.

47
MELEPASKAN SEMUA SIFAT, KARAKTER DAN TRADISI
JAHILIYAH MENUJU SIFAT DAN KARAKTER, SERTA CARA
HIDUP ISLAMIYAH.

Sewaktu seseorang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, berarti dia telah
berada dalam ikatan Islam, ucapan itu adalah pernyataan yang melepaskan diri dari
semua ikatan yang ada dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT semata. Maka
mulai semenjak itu dia hanya terikat dengan Allah, dengan artian pengabdian dan
pengaturan hidupnya hanya semata ditujukan pada Allah SWT. Dan untuk
merealisasikan itu semua diikrarkannya bahwa hanya dengan mengikuti Rasulullah
SAW. Itulah konsekwensi syahadatain, dan itulah konsekwensi seorang muslim.

Maka mulai semenjak itu seorang muslim diperintahkan untuk meninggalkan


semua ikatan di luar ikatan Islam, semua aturan diluar aturan Islam, melepaskan
semua kebiasaan di luar kebiasaan Islam. Dan kewajiban itu berada dipundaknya
adalah demi menyelamatkan diri dari siksa Allah dan mengharapkan sorga dan
mendapatkan redhaNya.

Firman Allah SWT :

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Q.S. Al-
Baqarah (2): 207)

Maka langkah awal yang mesti dilakukannya adalah membersihkan diri dari
semua kotoran jahiliyah, baik yang terdapat dalam hati, pikiran, jiwanya, karakter,
kebiasaan, serta tradisi yang ada. Karena tidak akan mungkin sesuatu yang akan di

48
isi dengan sesuatu yang bersih dan suci namun wadahnya kotor dan melekat
kekotoran pada dirinya. Membersihkan diri dari semua unsur kebiasaan jahiliyah, dan
menanamkan kebesaran Allah dalam diri adalah modal utama kesuksesan melakukan
perubahan diri kearah Islamiyah.

Namun mayoritas muslim dan para Pembina ummat Islam banyak yang
mengabaikan tahapan ini, maka tidaklah mengherankan, banyak umat Islam, bahkan
tokoh Islam, memiliki karakter jahiliyah, cara berfikirnya masih jahiliyah,
mengagungkan dan masih melaksanakan tradisi jahiliyah. Ajaran Islam tidak akan
pernah menyatu dengan dirinya. Karena kemurnian Islam dicampur dengan
kejahiliyahan akan menghasilkan kejahiliyahan. Inilah yang dimaksud secara hakiki
dengan pernyataan Allah SWT:

Dan pakaianmu bersihkanlah,

Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (Q.S. Al-Muddatstsir (74) : 4-5)

Pernyataan hijrah bahkan kepada yang lebih besar diperintahkan membentuk


lingkungan Islami dengan meninggalkan lingkungan jahiliyah.

Karena percampur-bauran antara haq dengan batil akan selalu menimbulkan bara api
baik secara individu, keluarga, maupun masyarakat.

Perhatikan firman Allah SWT:

49

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir
berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, Karena
Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (Q.S. Al-Nisa (4) : 76)

Inilah qadarullah sepanjang masa, orang-orang kafir dengan paham dan


keyakinannya yang batil akan selalu dan terus berusaha memaksa orang mukmin
untuk mengikuti dan menuruti gaya hidup mereka. Mereka melakukan segala cara
untuk mencapai hal itu, dari cara yang lembut sampai cara yang paling kejam dan
sadis.

Itulah di antara hikmah Allah memerintahkan orang mukmin untuk melawan


mereka, agar terpilihara keimanan dan keyakinan, dan agar terlaksananya dakwah
Islamiyah keseluruh penduduk bumi, maka Allah mewajibkan Jihad sebagai ibadah
tertinggi bagi mukmin sehingga kalimatillah dapat mengalahkan kalimat batil,
sehingga seluruh manusia hanya beribadah kepada Allah semata. Itulah makna Islam
sebagai Rahmatan lil alamin.

Maka langkah awal dari pelaksaan jihad itu, di awali dengan mengkhususkan
membentuk lingkungan muslim yang orisinil dari pengaruh dan kungkungan kaum
kafirin. Allah mencela dan menamakan tindakan mereka sebagai penganiyaan
terhadap diri sendiri, karena mereka membiarkan dirinya berada di dalam kekuasaan
kafirin sehingga mereka tidak mampu merealisasikan keIslaman mereka. Hal ini
dapat kita fahami dari Firman Allah SWT:

50

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya


diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu
ini?". mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri
(Mekah)". para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu
dapat berhijrah di bumi itu?". orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (Q.S. Al-Nisa (4): 97)

Pelaksanaan Jihad yang dilaksanakan setelah proses hijrah adalah tahapan


yang telah digariskan Allah kepada RasulNya, semestinya merupakan acuan baku
bagi para tokoh kebangkitan Islam.

Kalimat Hijrah yang hanya dibatasi pada nilai dan mentalitas, dan pemahaman
Jihad yang diarahkan memahaminya secara bahasa, lalu membuang makna hakikat
syariatnya, perlu dapat perhatian serius bagi para tokoh dan ulama Islam hari ini.
Karena sangat dikhawatirkan pengalihan makna syariyah kepada makna yang
berdasarkan nafsu belaka itu, mulai membuahkan hasil yang nyata. Jihad secara
bahasa ditampilkan sebagai makna syari dan makna syari malah dituding
pamahaman yang salah dan menyesatkan.

51
Kebusukan mereka Allah bukakan dengan FirmanNya:

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-


ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya,
walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (Q.S. Al-Taubah (9) : 32)

Ini semua adalah tanggung jawab para ulama untuk bicara sesuai ilmu yang
dilandasi rasa takut kepada Allah SWT semata. Jika lisan dan pena para ulama yang
memegang amanah diam dan membisu, sementara kaum kafirin bersorak dan
berkoar-koar, dengan terus menyebarkan pemahaman sesat melalui lisan para penjilat
dunia, baik dari kalangan intelektual dan tokoh-tokoh yang mengaku Islam yang
sadar atau tidak menjadi pembusuk pemahaman Islam akan terus membodohi ummat,
sehingga mengamalkan dan mencintai sesuatu yang batil dan membenci yang haq.

Hal itu semua tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ulama. Karena
mereka pemimpin ummat dalam bidang ilmu dan pemahaman Islam, namun ulama
yang dimaksud adalah yang hanya takut kepada Allah semata. Dan tidak
mengharapkan selain redha Allah.

Sementara itu mari kita renungkan Firman Allah SWT :

52

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji


dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di
sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan
harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan
Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. Al-Taubah (9) :19-20)

Ayat ini semestinya dapat menyadarkan kaum Muslimin baik kalangan awam
maupun kalangan intelektual yang memang murni dan lurus niat mempelajari Islam,
namun tertipu dengan tipu muslihat kaum pembusuk Islam, dengan mengatakan
Jihad dalam artian bahasa saja, sehingga apapun yang dilakukan dengan sungguh-
sungguh dan baik adalah jihad.

Renungkanlah betapa para sahabat berselisih pendapat untuk menempatkan


para pemberi minum jamaah haji dan pengurus masjidil haram, manakah yang lebih
baik dalam pandangan Allah SWT dari Ibadah Jihad ?

Allah mengabadikan perselesihan mereka, untuk memberikan pelajaran


kepada kaum muslimin di setiap zaman dan masa. Allah menyatakan dengan tegas
bahwa nilai dan derajat ibadah orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah SWT
jauh lebih tinggi derajatnya di sisi Allah azza wa jalla.

53
Tempat yang paling suci dan ibadah yang sangat mulia, mengurus dan
memberi minum para jamah haji dan para pengurus masjidil haram, yang merupakan
poros dan kiblat seluruh ummat Islam, kenapa semua perbuatan yang mulia itu tidak
dikatakan jihad dalam artian syariyah (?)

Jika mengurus masjidil haram saja tidak dimasukkan dalam kategori jihad,
apatah lagi mengurus musalla, ataupun mencari rezki ke kantor untuk kebutuhan anak
istri.

Pikirkanlah ..!

Dari sini dapat juga kita serukan kepada para ulama, yang diberikan amanah
ilmu, juga kepada para tokoh intelektual Muslim, janganlah mengalihkan pemahaman
kearah zona aman dengan mengkebiri pemahaman syariat hanya karena tidak mau
melaksankan perintah Allah. Semestinya ditangan mereka ini kita berharap agar ikut
memberikan kemampuan nalar dan fikir mereka untuk menjaga dan memelihara
kemurnian ajaran Islam dari para pembusuk pemahaman. Dan diamnya seorang yang
berilmu dalam pandangan Islam adalah persetujuan mereka.

Apa itu Masyarakat Muslim.

Suatu masyarakat dinamakan masyarakat Muslim adalah karena diikat


perjanjian dengan Allah untuk menjalankan perintahNya dan meninggalkan
laranganNya, perjanjian itu diungkapkan dengan kalimat syahadatain, sehingga
mereka shalat, membayarkan zakat, shaum dan ibadah-ibadah lainnya.

Maka yang dimaksud masyarakat muslim adalah sekelompok orang yang


tunduk dan terikat dengan aturan Allah SWT untuk menjalankan aturanNya dengan
penuh kataatan karena mengharap redhaNya.

54
Jadi, bukanlah masyarakat Muslim yang hanya memiliki KTP Islam, tapi
tidak mengenal ketentuan Rabnya. Tidak menjalankan perintah dan menjauhi
laranganNya, atau hanya sekedar menyatakan bahwa keyakinan akan adanya Allah
dan Islam Agama yang paling benar dalam hatinya, sementara itu dirinya terikat
dengan aturan jahiliyah dan mempertahankan aturan jahiliyah itu dalam hidupnya.

Maka sangat jelas apa yang disebut masyarakat muslim, dia ditentukan oleh
aturan yang mengikatnya dan amalan yang dilakukannya, karena seorang muslim bisa
saja keluar dari ke-Islamannya, karena tidak mengindahkan aturan dan segi keyakinan
dan amalannya.

Dengan demikian pribadi muslim, keluarga muslim dan masyarakat muslim


secara zahir dan batin akan terlihat tanda dan ciri-cirinya. Mereka tidak akan bisa
hidup dengan tenang berdampingan dengan kaum kafir dan musyrikin karena banyak
hal-hal yang mesti dia laksanakan dalam rangka merealisasikan perintah Allah SWT
sebagai Rabul Izzah, dan dirinya mesti membebaskan dirinya dari seluruh aturan
manusia dalam artian tanpa terikat aturan lain selain aturan Allah SWT.

Renungkanlah pernyataan Rasulullah SAW :

: :

Aku berlepas diri dari orang-orang Muslim yang berada dalam komunitas orang-
orang musyrik. Para sahabat bertanya: Mengapa demikian ya
Rasulullah?Beliau menjawab, Aku tidak menjamin mereka dari api keduanya.
(H.R. Abu Daud).

Siapa saja yang berkumpul (dan berinteraksi dengan rasa nyaman) bersama
orang-orang musyrik, sesungguhnya ia bagian dari mereka. (H.R. Abu Daud).

55
Pernyataan ini memberikan pemahaman bahwa umat Islam tidak boleh
berada dalam komunitas musyrik, yang tidak mampu melaksanakan keIslamannya
karena itu menunjukkan kehinaan dan kerendahan.

Maka masyarakat Muslim adalah masyarakat yang mandiri dan terlepas dari
ketertindasan apapun yang menghambat dirinya untuk melakukan peribadatan kepada
RabNya. Masyarakat Muslim adalah masyarakat yang mulia yang ditunjuk sebagai
khalifah di bumi ini. Karena itu mestilah mukmin yang di bawah tuntutunan dan
aturan Allah menguasai kehidupan dunia ini agar mereka terlepas dari segala
ancaman yang membuat mereka kesulitan dalam melakukan Ibadah mereka.

Renungkan Firman Allah SWT:

Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka

56
tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-
orang yang fasik. (Q.S. Al-Nur (24) :55).

Menyerahkan Semua Persoalan Hidup Hanya Pada Allah

Masyarakat muslim adalah masyarakat yang menyerahkan semua persoalan


hidupnya kepada Allah, mereka berhukum dengan hukum Allah, menentukan baik
dan buruk dengan standarisasi wahyu, menghalalkan yang dihalalkan Allah dan
mengharamkan apa yang diharamkan Allah SWT.

Perhatikan firman Allah SWT:

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada

57
mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah
(2) : 213)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah menurunkan Al-Quran kepada kita ummat
Islam adalah untuk menyelesaikan semua persoalan hidup kita, apapun perselisihan
yang terjadi ditengah kita mesti dicarikan solusinya melalui Kitabullah. Inilah
keyakinan kita umat Islam.

Seseorang belumlah dapat dinyatakan mukmin jika tidak menyerahkan semua


persoalan hidupnya kepada kebijakan Allah dan RasulNya.

Perhatikan firman Allah SWT :

Maka demi Rabmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. Al-Nisa (4) : 65)

Belum cukup jika hanya sekedar menyerahkan semua kebijakan dalam


permasalahan yang dihadapkan kepada Allah dan rasulNya, namun dibuthkan
keredhaan terhadap keputusan dan menerimanya dengan lapang dada. Dengan artian
diiringi rasa tunduk dan keyakinan dalam diri bahwa apapun bentuk keputusan dari

58
Allah dan RasulNya itu pasti mengandung kebaikan dan kemaslahatan terbaik buat
manusia.

Perhatikan pernyataan Allah dalam FirmanNya:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan
ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang
nyata.(Q.S. Al-Ahzab (33) : 36)

Maka adalah kesombongan dan bukan sifat seorang mukmin, apabila


menemukan suatu masalah lalu mencari solusinya dengan pemikiran dan kebijakan
selain dari ketetapan Allah dan RasulNya. Disinilah bukti nyata kesombongan dan
kepongahan kaum pembusuk Islam yang tidak hanya menolak diterapkannya syariat
Allah, tapi juga menganggap solusi yang ditetapkan Allah dan RasulNya sebagai
solusi primitif dan ketinggalan zaman. Sungguh kesombongan dan keingkaran yang
sangat besar. Sehingga para ulama sepakat bagi mereka yang meyakini dan mengakui
ada kebijakan lain yang lebih baik dari ketetapan Allah dan rasulNya maka mereka
keluar dari Islam.

Inilah Islam, yang menyerahkan semua persoalan hidup kepada Sang Khaliq.
inilah Islam yang meyakini apapun bentuk kebaikan dan keburukan ditentukan oleh
Allah dan RasulNya, sehingga tidak tersisa dalam diri seorang muslim kecuali
ketundukan dan kepasrahan.

59
Renungkanlah pernyataan Allah SWT:

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah


dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah
ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Al-Nur (24) : 51)

Maka kepada kaum Muslimin yang ingin mendapatkan kebahagiaan dunia


dan akhirat, tidak ada jalan lain selain Islam, dengan artian kepasrahan yang mutlak
kepada Allah dan RasulNya, dengan merealisasikan bentuk kepasrahan dengan
menyerahkan setiap persoalan kepadaNya. Dan apapun yang ditetapkanNya wajib
diyakini itulah ketetapan terbaik yang tidak ada sedikitpun cacat di dalamnya.

Apabila semua umat Islam meyakini dan mengamalkan keyakinan ini, masih
adakah peluang bagi kaum sekuler dan oreantalis untuk merusak dan menjauhkan
umat dari ajaran Islam?.

Ya sekalipun mereka tidak akan pernah berhenti berusaha mencari takwil


dan menggunakan secara maksimal energi mereka untuk membelokkan pemahaman,
membengkokkan jalan Allah SWT. Umat Islam tidak akan pernah tertipu oleh
mereka, karena bagi kita kebusukan mereka telah Allah ungkap dalam FirmanNya:

60
(yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan
akhirat." (Q.S. Al-Araf (7) : 45).

Maka Mukmin dilarang untuk mendengarkan mereka, memperhatikan


perkataan mereka, bahkan duduk dalam majlis mereka agar jangan tertipu dengan
tipu muslihat mereka yang licik. Mereka mencari-cari titik lemah di mana mereka
bisa memalingkan keimanan menjadi kefasikan, keimanan menjadi kemunafikan dan
keimanan menjadi kekafiran.

Perhatikan peringatan Allah SWT:

Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan


menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar
jalan Allah itu menjadi bengkok. dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah
sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Araf (7) : 86).

Islam telah memberi peluang untuk menggariskan kebolehan takwil dan berijtihad
pada ruang yang zhanniyah dan itupun mesti merujuk kepada pendapat para sahabat

61
dan ulama salaf al-shaleh, dan pentakwilan itu mestilah dilakukan oleh mereka yang
memenuhi syarat untuk berijtihad.

Namun bagi para pembangkang dan perusak Islam dengan Ilmu yang sedikit,
iman yang kosong akan adanya hari pembalasan, mereka mentakwilkan yang qathi
dan melecehkan pendapat para sahabat dan ulama salaf al-shaleh.

Umat Islam mestilah menjauhi mereka dan tidak mendengarkan mereka, karena
mereka adalah perusak jalan dan membuatnya menjadi bengkok, sehingga Islam tidak
diamalkan dengan cara yang diajarkan Rasulullah SAW, sebagai satu-satunya
manusia yang diberi otoritas untuk memberikan ketetapan Syariat oleh Allah SWT.
Karena itu mereka telah keluar dari jaminan keselamatan dunia dan akhirat.

Tentu saja tugas para ulama sebagai pewaris Nabi wajib membungkam mulut
mereka dengan dalil-dalil yang membukakan kebusukan mereka, sehingga
masyarakat muslim yang mayoritas berada dikalangan awam tidak tertipu oleh tipu
muslihat mereka yang licik.

MengIslamkan Pikiran, Perasaan Dan Amalan

Islam diperuntukkan kepada manusia dalam artian utuh sebagai manusia.


Maksudnya manusia yang memiliki fisik, perasaan, fikiran. Secara fitrah manusia
memiliki kebutuhan makan, minum, berpakaian, hasrat kepada lawan jenis,
berinteraksi dengan manusia lainnya, begitupun ada rasa senang, suka, benci, marah,
takut, berani, berharap. Manusia juga makhluq yang diberikan karunia untuk mampu
berfikir, mengamati, sehingga kemampuan dirinya dapat berkembang.

Dan Islam diperuntukkan untuk semua unsur yang berkaitan dengan kehidupan
manusia dan diperintahkan menyerahkannya kepada ketentuan Allah SWT. Baik
dalam kebutuhan fisik, makan, berpakaian, bertempat tinggal, kebutuhan akan lawan

62
jenis, berinteraksi dengan manusia lainnya dan bahkan makhluq lain, begitupun
halnya yang mencakup perasaan, seperti rasa cinta, benci, takut, harap, marah dan
sebagaimnya, semua harus tunduk dibawah keinginan Allah SWT.

Begitupun cara berfikir manusia, ada hal yang boleh difikirkan, dan ada hal yang
tidak boleh difikirkan, seperti memikirkan zat Allah SWT. Dan Islam mengatur
fikiran seorang muslim yang harus tunduk dan di arah sesuai ketentuan Allah SWT.

Perhatikan firman Alah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 208).

Perintah untuk memasuki Islam secara menyeluruh, yang diiringi peringatan


untuk tidak mengikuti langkah setan - baik dari jenis Jin dan manusia - memberikan
pengertian, bahwa setiap langkah yang tidak Islami merupakan strategi setan untuk
menjerumuskan manusia sebagai musuh orang mukmin. Strategi itu bisa berupa
sesuatu yang zahir seperti modernisasi agar mengikuti gaya hidup jahiliyah, baik dari
segi cara mencari rezki yang menghalalkan sistem riba, maupun membuka aurat dan
sebagainya, begitupun untuk menanggalkan Aqidah wala wa al-bara yang
merupakan Aqidah mukmin dengan alasan keaneka ragaman, namun meletakkan
pada tempat yang salah.

63
Islam yang menyeluruh (kafah) bukan memberikan konotasi ada Islam yang
setengah-setengah, sehingga menimbulkan persepsi bolehnya Islam yang setengah-
setangah dalam artian memilih-milih mana yang sesuai dengan selera dan mana yang
tidak sesuai dengan selera lalu diingkari, pamahman ini jelas keliru dan merupakan
kekafiran yang sesungguhnya.

Ayat ini merupakan perintah untuk mengislamkan setiap apapun yang dimiliki
pribadi mukmin, baik fikrah (cara berfikir) nya, syuur (cara merasa) nya, dan
aktifitas amaliyah serta bentuk interaksi sosial yang dilakukannya. Karena di dalam
Islam manusia tidak bebas begitu saja untuk menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk sesuai dengan kemampuan akal pikirannya, namun dia diberi penjelasan
untuk diarahkan, sehingga dapat memahami mana yang baik menurut Allah dan
RasulNya, itu hanya bisa terjadi apabila fikiran tunduk dibawah ketentuan Allah dan
Rasul. Itulah makna mengislamankan fikiran secara sederhana.

Islam tidak hanya mengatur baik dan buruk dalam artian pemahaman dan
penilaian, namun Islam mengajarkan untuk mencintai apa yang dicintai Allah,
membenci apa yang dibenci Allah, mengajar kepada siapa mesti takut dan berharap,
Islam tidak membiarkan semua itu tumbuh dan berkembang sendiri dalam pribadi
mukmin melainkan memberikan aturan-aturan yang boleh dicintai, disukai, dibenci,
disayang, ditakuti dan diharapkan, apabila semua itu tunduk di bawah keinginan dan
kehendak Allah dan Rasul itulah makna mengIslamkan perasaan.

Dan belumlah cukup sampai disitu saja, Islam juga mengatur lahirah manusia,
menetapkan bagaimana berpakaian, begaimana berbicara, bagaimana bertingkah laku,
bagaimana memposisikan diri ditengah keluarga, masyakarat, semua aturan itu
ditetapkan oleh Allah dan RasulNya. Dan itulah aturan Islam. Maka Islam menuntut
amaliyah mesti berdasarkan Islam, dengan pengertian semua aturan baik suruhan
maupun tegahan terhadap amal lahiriyah itu wajib tunduk di bawah keinginan Allah
dan RasulNya. Tidak boleh memilih-milih mana yang disukai dan mana yang tidak

64
disukai, mana yang cocok dan mana yang tidak cocok, mana yang pantas dan mana
tidak pantas, mana yang aman dan mana yang tidak aman. Namun semua aturan yang
ditetapkan itu diterima secara tunduk dan patuh, itulah makna mengIslamkan
amaliyah.

Maka ketentuan halal dan haram, ketentuan baik dan buruk, ketentuan
mudharat dan manfaat diserahkan kepada Allah, dan sebagai seorang mukmin wajib
mengimani , meyakini dan mengamalkannya dengan penuh tunduk dan redha dalam
melaksanakan. Itulah makna memasuki Islam secara menyeluruh (kafah).

Semua yang berlainan dengan ketentuan Allah SWT baik secara fikrah,
syuuriyah , amaliyah adalah merupakan langkah setan baik secara individu, keluarga
maupun masyarakat. Dengan demikian akan tampak dan terlihat jelas pebedan antara
baik dan buruk, antara Islam dan kufur dan antara benar dan salah dalam pandangan
Islam.

Kemuliaan Dan Kehormatan Dibangun Atas Dasar Nilai Taqwa

Manusia dalam pandangan Islam adalah sama, sebagai hamba Allah SWT, tidak
dibedakan anatar bangsa Arab atau non Arab, tidak dibedakan karena suku dan
bangsa, warna kulit, ataupun status sosial, antara yang kaya dan miskin, antara
bangsawan dan rakyat jelata, semuanya sama dalam pandangan Islam, yang membuat
manusia mulia dari yang lainnya adalah ketaqwaan.

Perhatikan firman Allah :

65

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al-Hujurat (49):
13)

Pernyataan ini memberikan ketegasan tidaklah sama antara mukmin dan kafir,
tidaklah sama antara muslim dan non muslim dalam pandangan Allah SWT. Karena
taqwa berarti Imtitsaal al-awamir wa al- ijtinabu al-nawahi (melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan) dan itu bermakna melaksanakan Islam dengan benar.

Sebagai seorang mukmin seharusnya menanamkan pandangan ini tertanam di


dalam hati sanubari, Allah telah menjelaskan dengan menyebutkannya dalam Al-
Quran. Karena itu jadikanlah dalam menakar kemuliaan seseorang berdasarkan
ketaqwaannya, bukan karena pangkat dan jabatan, bukan karena harta dan keturunan.
Sehingga penilaian obyektif terhadap sesama manusia dalam pandangan Allah.

Allah SWT menyatakan:

66
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman. (Q.S. Ali Imran (3) : 139).

Kalau memuliakan orang berdasarkan ketaqwaannya, tentu akan memberikan


loyalitas juga berdasarkan ketaqwaan, mendengar dan mentokohkan seseorang
berdasarkan ketaqwaannya. Tidak akan memfigurkan dan mengidolakan seseorang
yang rendah dalam pandangan Allah.

Maka dari sini mustahil orang-orang kafir dan musyrik jadi panutan seorang
mukmin.

Pengaruh seseorang yang di idolakan cukup berpengaruh dalam kehidupan


seseorang, apalagi zaman arus informasi begitu dahsyatnya, terutama bagi remaja
Muslim yang mencari jatidiri, mereka mengidolakan kaum musyrik dan kafir, dan
tidak sedikit di antara mereka yang tidak mengenal Rasulullah SAW dan para
sahabatnya, sebagai manusia terbaik dalam pandangan Allah SWT. Sehingga wajar
kehidupan mereka beroreantasi keduniaan dan glamor, yang memperosotkan diri
kejurang kehancuran.

Gejala ini bagi sebahagian mereka yang kurang telaten dalam membina umat
kurang mendapat perhatikan, padahal kondisi ini sangatlah penting dalam mendidik
dan mengarahkan seseorang untuk menjadi muslim yang benar.

Wala kepada mukmin dan bara kepada kaum musyrikin dan kafir adalah
aqidah muslim, yang merupakan bukti keimanan. Hal itu merupakan petunjuk
Ilahiyah yang tidak dapat ditawar dan diubah sesuai kehendak selera. Tinggal bagi
individu muslim untuk mayakini atau mengingkarinya.

Kebenaran sudah jelas sebagai kebenaran dan kebatilan telah terkuak sebagai
kebatilan. Terserah bagi pribadi, keluarga ataupun masyarakat untuk memilih Iman
atau kafir.

67
Firman Allah SWT:

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Rabmu; Maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka
akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
(Q.S. Al-Kahfi (18) : 29).

68
PEROBAHAN TOTALITAS PRIBADI MUSLIM

Seorang muslim yang telah menyerahkan hidupnya dibawah aturan Allah


SWT, tidaklah sama dalam berpikir, bersikap dan cara mengambil kesimpulan
dengan mereka yang tidak diatur dengan aturan Islam. Aturan Islam telah meletakkan
prinsip-prinsip yang kokoh dan kuat.

Ada hal-hal yang telah ditetapkan secara qathi dan ada juga yang ditetapkan
secara zhanni. Ditetapkan secara qathI mengandung pengertian kebenaran mutlak
yang absolute, langsung dari Sang Khalik, tidak berhak manusia manapun untuk
merubahnya, namun ada yang ditetapkan secara zhanniyah member peluang bagi
seorang mukmin untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisinya dalam ruang dan
waktu yang membatasi hidupnya.

Seorang mukmin adalah seorang yang mempunyai oreantasi hidup sebagai hamba
Allah, mengemban misi seluruh hidupnya dalam rangka mendapatkan Redha Allah
SWT. Maka setiap sikap, gerak, fikir dan aktifitasnya selalu diselraskan dalam
mewujudkan redha Allah SWT. Acuannya adalah Al-Quran dan Sunnah.

Dari sini akan dapat dimengerti perubahan drastis akan terjadi, dunia baru akan
terlihat, nuasa berfikirnya akan berbeda, arah hidupnya sudah terfokus, masa
depannya tidak lagi di dunia ini, tapi adalah akhirat. Dunia baginya hanya sebagai
batu loncatan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Kebahagian baginya adalah
dalam redha Allah SWT.

Dalam dirinya selalu tertancam pesan Allah SWT sebagaimana dalam


FirmanNya:

69

77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(Q.S. Al-Qashash (28): 77).

Islam Sebagai Sistem Hidup

Islam merupakan ajaran yang unik. Sebagai ajaran Ilahiyah yang murni tanpa
campur tangan manusia manapun, maka ajaran Islam tidaklah edentik dengan sistem
hidup ciptaan manusia manapun dan sampai kapanpun, secara kasat mata mungkin
ada yang terlihat sama, namun secara hakiki akan terlihat jelas perbedaan yang
mendasar. Jadi meskipun, banyak ajaran agama-agama ciptaan manusia didunia ini
yang mengajarkan tentang kebaikan, dan tidak sedikit pemikiran dan ajaran
berbudaya yang mengajarkan moralitas dengan berbagai pernak-perniknya, namun
Islam berbeda dengan semua itu.

Tidaklah sama larangan berbuat zina yang ditegaskan Allah SWT dalam Islam
dengan larangan berbuat zina yang diajarkan agama lain, tidaklah sama perintah

70
berbuat baik kepada kedua orang tua dengan ajaran menyantuni kedua orang tua yang
ditanamkan dalam pendidikan moralitas, dan tidak sama menghargai sesama manusia
yang diajarkan Islam dengan menghargai antar sesama yang diajarkan para tokoh adat
dan para filosofis.

Islam merupakan sistem yang ditetapkan Allah SWT sesuai dengan fitrah
manusia secara pasti, karena itu dia mengakar dari penciptanya, bertujuan untuk
menyelamatkan manusia dari dunia sampai akhirat, ajaran itu selaras dengan
kehidupan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah yang diamanahkan Allah pada
manusia.

Firman Allah SWT :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. (Q.S. Al-Rum (30) : 30).

Sedangkan kebaikan yang diajarkan agama-agama ciptaan manusia, maupun


agama samawi yang sudah dirubah oleh manusia, ajaran kebaikan itu tidak
disandarkan kepada kepastian akan kebenaran yang sesuai dengan fitrah manusia,
karena hanya didasarkan pada praduga, pengalaman dan analisa yang bersifat
terbatas. Sehingga kebaikan itu hanya terlihat secara zahirnya saja, namun hakikatnya
belum tentu baik secara mendasar dan hakiki.

71
Di sinilah salah kaprahnya para pengusung pluralisme yang mengatakan
semua agama itu baik, dan kebaikan itu milik seluruh manusia, sehingga perbuatan
baik itu bisa bersumber dari manapun. Maka Islam dalam pandangan mereka adalah
salah satu di antara sekian banyak ajaran kebaikan yang ada dibumi ini.

Pemahaman pluralime yang kebablasan seperti ini jelas musyrik yang nyata,
menyamakan apa yang bersumberkan dari ilmu Allah dengan karangan manusia.
Mengakui pendapat manusia yang tidak meyakini adanya hari pembalasan, yang
hidupnya hanya untuk kesenangan dunia, lalu disederajatkan dengan ilmu Allah yang
Maha Mengetahui, yang telah menciptakan bumi dengan segala isinya. Sungguh
kelancangan yang tidak bisa ditolerir.

Dalam Islam hanya ada satu kebenaran dan satu sistem hidup yang diakui baik
dan benar, diluar itu semua adalah kebatilan, kejahiliyah dan nafsu manusia.
Kebenaran dalam Islam adalah kebenaran yang muthlak bersumberkan dari Allah
SWT. Karena Dia Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Sementara di luar
itu adalah kebatilan, karena hanya berdasarkan perkiraan, perasaan, pengalaman dan
analisa terbatas, kalaupun kebenarannya terlihat sama dengan apa yang ditetapkan
Allah dalam wahyuNya, itu hanyalah kebetulan terlihat sama namun hakikatnya
pastilah berbeda.

Begitulah, sistem hidup dalam Islam hanya satu, diluarnya adalah sistem
jahiliyah. Tidak ada satupun sistem hidup yang sempurna selain Islam, sistem hidup
yang dibuat manusia yang kurang berilmu, yang dirinya serba terbatas, tentu saja
tidak bisa dipersandingkan dengan sistem yang telah ditetapkan Allah untuk manusia
sesuai fitrahnya. Sesuai dengan alamnya, karena semua telah ditetapkan sesuai
dengan qadarnya baik alam nyata maupun alam ghaib.

Dengan demikian di saat seseorang telah mengucapkan syadatain, menyatakan


Islam sebagai al-Dinnya, menerima Allah sebagai Rabnya, siap menjadi hambaNya,
maka disaat itu dia mesti merubah seluruh pola hidup dan gaya hidupnya dalam

72
menilai sesuatu, karena Allah tidak akan menerima kebenaran lain selain Islam dan
sistem lain selain sistem Islam.

Allah SWT berfirman :

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Q.S.
Ali Imran (3) : 19).

Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi . (Q.S. Ali Imran (3) : 85).

Al-Din adalah nizham al-hayah yang mengandung pengertian aturan-aturan


hidup yang mengikat seseorang, maka seorang muslim yang menyerahkan hidupnya
dalam al-Din al-Islam berarti telah menyerahkan seluruh hidupnya dalam Ikatan
ketentuan Islam. Sebagai ketentuan yang ditetapkan langsung oleh Allah SWT tanpa
campur tangan manusia.

Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang mengantarkan manusia kepada


keselamatan dan kemuliaan sebagai manusia, meninggalkan Islam ataupun mencoba
merubah Islam dari keberadaannya yang murni sebagai ajaran Ilahiyah, justru akan
membuat manusia itu terjemus menjadi makhluq yang rendah dan hina, bumi dan

73
langit akan rusak, karena kebenaran yang berlandaskan hakiki dirubah menjadi
kebenaran yang bersifat nisby.

Perhatikan firman Allah SWT:

Sesungguhnya Telah kami turunkan kepada kamu sebuah Kitab yang di dalamnya
terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?

Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang teIah kami binasakan,
dan kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya).

Maka tatkala mereka merasakan azab kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari
negerinya.

74
Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada nikmat yang Telah kamu
rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya

Mereka berkata: "Aduhai, celaka kami, Sesungguhnya kami adalah orang-orang


yang zaIim".

Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga kami jadikan mereka sebagai
tanaman yang Telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi.

Dan tidaklah kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main.

Sekiranya kami hendak membuat sesuatu permainan, (isteri dan anak), tentulah kami
membuatnya dari sisi Kami. jika kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah kami
Telah melakukannya).

Sebenarya kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu
menghancurkannya, Maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. dan
kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang
tidak layak bagi-Nya).

Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat


yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan
tiada (pula) merasa letih.

Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Q.S. Al-Anbiyak
(21) : 10-20).

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan
bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami Telah mendatangkan
kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu. (Q.S. Al- Mukminun (23): 71).

75
Pada dasarnya manusia secara fitrah telah diciptakan selaras dengan alam
yang telah ditetapkan Allah sesuai dengan kebutuhan kehidupan sebagai manusia,
maka jauh di dalam diri manusia itu, dia mengenali kebenaran Rabul izzah yang
berada dalam fitrahnya. Itulah kebenaran hakiki, yang bersifat tetap dan universal.
Kebenaran yang tidak sedikipun menyimpang dan bertabrakan dengan kondisi alam
kehidupan manusia.

Karena itu manusia yang tidak mengikuti dan menggunakan pontensi fitrah
yang telah Allah berikan kepadanya, lalu dia mengikuti hawa nafsu, maka akan
tertutup kebenaranan Ilahiyah itu untuknya. Dan Allah menjatuhkan derajat manusia
itu lebih rendah dari derajat binatang sekalipun.

Allah Taala menyatakan dalam FirmanNya:

Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka
Itulah orang-orang yang lalai. (Q.S. Al- Araaf (7) : 179).

Kebenaran yang disandarkan kepada hawa nafsu, justru akan membuat


pertentang dengan alam kehidupan, karena telah menyimpang dari asas penciptaan
manusia dan alam yang telah ditetapkan oleh Sang pencipta.

76
Maka inilah di antara penyebab kegelisahan dan keresahan serta berbagai
konflik terjadi antara sesama manusia, baik secara indvidu, keluarga dan masyarakat,
bahkan pertentangan dengan alam disekitarnya, terjadi kerusakaan pada hutan, laut,
air , udara, dan semua fasilitas kehidupan yang Allah anugrahkan untuk manusia.
Karena eksploitasi manusia yang berdasarkan nafsu melawan fitrahnya sebagai
hamba Allah. Perhatikanlah Firman Allah swt yang menyatakan:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) . (Q.S. Al-Rum (30) :41).

Jadi berIslam itu artinya menyelaraskan diri dengan alam dimana dia hidup,
caranya adalah dengan mengikuti petunjuk dalam Kitabullah, dan memperhatikan
penjelasan NabiNya berupa sunnah Rasulullah SAW. Bukan dengan merasa, mengira
dan membiarkan akal ataupun nalar secara liar berkembang untuk mengerti dan
memahami gejala alam untuk kehidupan. Karena selama tanpa bimbingan wahyu
maka semua hasil penalaran itu hanyalah pikiran semu dan kebenaraan palsu yang
justru akan merusak, karena tidak akan sesuai dan selaras dengan alam.

Jika kita telah memahami hal ini secara baik, maka kita akan mengerti maksud
Islam sebagai rahmatan lil alamin. Allah Rabul izzah telah memerintahkan kita
untuk menyeru seluruh manusia agar menyembah kepada Allah semata, karena Dia
yang telah menciptakan kita sebagai manusia, menyeru mereka berdasarkan kecintaan
dan kasih sayang kita sebagai sesama makhluq yang telah dimuliakan Allah,
kemuliaan adalah karena mengikuti petunjukNya, bukan karena merasa berpotensi.

77
Dari paparan di atas menjadi jelaslah akan kekeliruan sebahagian besar
manusia yang menganggap dirinya tetap mulia dengan mempertahankan kebebasan
liar dalam melakukan apa saja, dan berbuat apa saja. Kebebasan yang seperti itu
justru merupakan kejahatan kemanusiaan yang tanpa sadar telah menjerumuskan
dirinya menjadi makhluq yang lebih rendah dari binatang.

Mendakwahkan Islam artinya, mengkampanyekan kepada seluruh manusia agar


menjadi makhluq yang selaras dengan fitrahnya, menyuarakan Islam artinya
menyerukan agar manusia tidak mengikuti kebenaran hawa nafsu, mengingatkan
manusia dari tipu muslihat manusia lainnya yang telah diperbudak dan ditipu oleh
hawa nafsu, maka mendakwahkan Islam adalah memerdekakan manusia dari
pengikut kepalsuan kepada kebenaran secara hakiki, sesuai dengan fitrah manusia,
mengabdikan diri semata kepada Allah yang telah menciptakan manusia sebagai
makhluq yang sempurna dan melengkapinya dengan memberikan semua fasilitas
kehidupan di dunia ini.

Umat Islam Adalah Manusia Pilihan.

Tidak semua manusia mau menerima Islam sebagai sistem hidup, tidak semua
manusia terbuka hatinya dengan lapang dada menerima Islam sebagai aturan hidup,
hal ini boleh jadi disebabkan berbagai faktor, disamping tidak semua manusia
mendapat penjelasan mengenai al-Islam, dan tidak sedikit yang juga tertutup oleh
kesombongan dan keengganan mereka.

Oleh karena itu mereka yang terbuka hatinya untuk menerima Islam sebagai
sistem hidup adalah di antara manusia pilihan Allah SWT.

Hal ini Allah nyatakan dalam firmanNya:

78

Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara
hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar. (Q.S. Al-Faathir (35) : 32).

Manusia yang dipilih Allah SWT sebagai pengemban amanah untuk


menjalankan misi kemanusiaan, dengan memanusiakan manusia sesuai dengan tujuan
penciptaannya, mengajak seluruh manusia untuk menghambakan diri hanya kepada
Allah yang menciptakan alam semesta, sekaligus membebaskan diri dari perbudakan
sistem yang diciptakan manusia, membebaskan diri dari kebatilan yang berbungkus
dengan berbagai macam nama dan atribut yang menipu manusia, menuju keterikatan
atas kebenaran Ilahiyah yang hakiki.

Allah menyatakan dalam FirmanNya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya
ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Ali Imran
(3): 110).

79
Keistimewaan itu adalah karena amanah dan tugas amaliyah yang disematkan
untuk ummat Muhammad SAW, yakni mengeluarkan manusia dari alam kegelapan,
kejahiliyahan dan kemusyrikan menuju alam penuh cahaya, alam Islamiyah.
Dinamakan alam kegelapan karena menilai sesuatu dengan cara meraba-raba,
mengira-ngira, sedangkan alam penuh cahaya, melihat sesuatu dengan kepastian,
karena diperlihatkan dengan jelas oleh Allah Yang Maha Mengetahui.

Itulah sebabnya ummat Islam identik dengan ummat yang membawa kebaikan
dan mencegah dari kemungkaran. Kebaikan Islam tidak saja mengajak manusia untuk
berbuat yang maruf namun juga sekaligus melarang manusia dari berbuat
kemungkaran dan kemaksiatan kepada Allah SWT.

Hasan al-Bana dalam Kitabnya Majmu al-risalah mengatakan, ada tiga hal
penting yang telah berhasil ditanamkan Rasulullah SAW dalam setiap hati sanubari
para sahabat dan itu diwarisi oleh setiap pribadi muslim dari generasi ke generasi.

Pertama; tertanam kuat dalam hati mereka bahwa ajaran yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW adalah satu-satunya al-haq, risalahnya merupakan risalah yang
paling baik, jalannya adalah jalan yang paling benar, syariatnya adalah system
kehidupan yang paling lengkap yang dapat mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh
manusia, sedangkan diluarnya adalah kebathilan, hawa nafsu, kehinaan, keburukan
dan kesengsaraan.

Perhatikanlah Firman Allah SWT:

43. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang Telah diwahyukan
kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.

80
44. Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan
besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.
(Q.S. Az-Zukhruf (43): 43-44)

Perhatikan dan renungkan juga Firman Allah SWT :

77. Dan Sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan


rahmat bagi orang-orang yang beriman.

78. Sesungguhnya Rabmu akan menyelesaikan perkara antara mereka


dengan keputusan-Nya, dan dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

79. Sebab itu bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya kamu berada di atas
kebenaran yang nyata. (Q.S. An-Naml (27) : 77-79).

Allah telah menetapkan syariat untuk Umat Muhammad SAW dan


memerintahkannya untuk melaksanakan syariat itu, serta mengingatkan untuk tidak
mengikuti hawa nafsu mereka yang tidak mengetahui, tidak mengimani ayat-ayat
Allah sebagai keyakinan hidup mereka. Ataupun ide pemikiran para pembangkang,
perusak dan penghancur aqidah umat.

Perhatikan Firman Allah SWT :

18. Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak Mengetahui. (Q.S. Al-Jatsiyah (45): 18).

81
Umat Islam meyakini ayat ini, mesti menjadikannya darah dan daging
mereka. Sehingga mereka tidak pernah keluar dari aturan syariat ini, mereka selalu
menyelesaikan persoalan di antara mereka dengan hukum-hukum Allah dan
menyerahkannya kepada keputusan RasulNya Muhammad SAW. Hal ini Allah
tegaskan dalam FirmanNya:

65. Maka demi Rabmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. An-Nisa (4) :65)

Mereka meyakini hal ini, menancapkannya dalam jiwa mereka, memenuhi


pikiran dan seluruh relung hati mereka, sehingga mereka bergerak dan beraktifitas di
atasnya, dan berkomitmen dengannya.

Kedua; Telah tertancap dalam hati para sahabat dan generasi pelanjut mereka
bahwa selama mereka barada di atas kebenaran yang telah digariskan Allah dan
RasulNya, maka mereka berada dalam cahaya yang terang benderang, berada dalam
keselamatan dan kemuliaan. Sedangkan bagi mereka yang menyimpang, menyalahi
aturan yang telah ditetapkan, mereka berada dalam kegelapan, kesengsaraan dan
kehinaan.

Selama mereka berpegang teguh dengan petunjuk dari Allah Sang pencipta
langit dan bumi, maka mereka menempatkan diri mereka sebagai manusia terbaik,
manusia yang pantas dan layak di dengar kata-katanya, dan di dengar nasehatnya.

82
Mereka layak untuk menjadi imam dalam memberikan ajaran-ajaran kebenaran dalam
menuntun manusia ke arah kebenaran dan pengabdian.

Selama mereka berada di atas kebenaran yang telah di tetapkan Pengatur alam
semesta, mereka dihadapan manusia bagaikan seorang guru dihadapan muridnya,
yang mencurahkan seluruh kasih sayangnya, membimbing, mendidik, meluruskan,
mengarahkan mereka menuju kebaikan dan keselamatan serta menunjuki manusia
kepada jalan kebenaran.

Prinsip ini bukan merupakan kepongahan dan keangkuhan, bukan pula fanatik
buta sebagaimana kalimat busuk yang menipu, yang dengan sengaja dilontarkan para
perusak dan penebar virus kesesatan. Tapi ini adalah prinsip yang dikokohkan Al-
Quran nan mulia, ditetapkan oleh Allah Sang penguasa alam semesta. Yang wajib
tertanam kuat dan mengakar dalam jiwa, sehingga tak pernah ragu dan bimbang
sedikitpun akan keyakinan dan kebenaran yang di sampaikan.

Allah menyatakan dalam berfirmanNya:

110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...
(Q.S. Ali-Imran (3) : 110).

Itulah statemen Allah atas umat Muhammad SAW, sebuah statemen untuk
dijadikan keyakinan dalam mengemban misi mulia, menegakkan amar maruf nahi
mungkar, mengajak manusia untuk mengimani Allah dan tunduk di bawah
aturanNya. Umat Islam yang berada di atas aturan Allah juga di nobatkan oleh Allah

83
sebagai umat yang adil, umat yang akan menjadi saksi atas tingkah laku manusia. Itu
Allah nyatakan dalam FirmanNya;

143. Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu (Q.S. Al-Baqarah (2): 143)

Maka dengan kemuliaan ini, Allah memerintahkan mereka untuk berjuang


mendakwahkan Islam, mensyiarkan Islam, dan mengajak seluruh manusia untuk
menjadi hamba Allah dan hanya tunduk di bawah aturanNya. Sebagai bentuk rasa
syukur atas karunia Allah yang telah memilih dirinya, membuka pintu hatinya
menerima Islam, karena betapa banyak manusia yang Allah ciptakan tapi tidak
terbuka pintu hatinya untuk menerima Islam.

Allah Berfirman:

78. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan (Q.S. Al-Hajj (22): 78).

Dan FirmanNya:

84

32. Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih
di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu
adalah karunia yang amat besar. (Q.S. Al-Fathir (35): 32).

Keyakinan sebagai umat pilihan, umat terbaik, manusia mulia disisi Allah
azza wa jalla selama berada di atas ajaran dan kebenaran Islam, tertanam kuat dalam
jiwa sehingga tidak memberi peluang sedikitpun kepada musuh-musuh Islam untuk
mengoyahkannya, apalagi membuat keraguan terhadapnya. Keyakinan untuk
berpegang teguh dengan kebenaran mewarnai kehidupan umat Islam, yang terus
terwarisi dari generasi ke generasi yang dirahmati Allah SWT dengan petunjuk dan
pertolonganNya.

Ketiga; Tertancap kuat dalam jiwa para sahabat dan generasi yang mengikuti
mereka dengan benar bahwa selama mereka berada dalam kebenaran Islam, itulah
satu-satunya kebenaran, diluarnya adalah perusak dan kesengsaraan, kemudian
mereka yakin dan bangga sebagai umat pilihan Allah yang dipilih untuk membela,
memperjuangkan dan mengajarkannya terhadap manusia lainnya, sehingga mereka
berjihad di atasnya, maka Allah akan memberikan pertolongan kepada mereka, dan
menurunkan para malaikatNya untuk membantu perjuangan mereka.

85
Mereka yakin bahwa Allah telah memilih mereka untuk memperjuangkan
kebenaran, dan Allah akan selalu melindungi, mengarahkan, dan menolong mereka.
Mereka yakin bahwa keteguhan dan kepasrahan kepada aturan Allah akan
meneguhkan jiwa dan menguatkan diri dari semua tantangan dan rintangan yang pasti
dihadapi. Musuh-musuh Allah dan RasulNya dari kalangan manusia kafir, fasiq dan
munafiq pasti akan selalu menginginkan kesengsaraan dan menghalangi dakwah dan
jihad mereka.

Mereka yakin jika tentara bumi tidak mau membantu perjuangan mereka,
maka Allah SWT akan menurunkan tentaraNya dari langit, menjaga dan memelihara
mereka, sehingga mereka tenang meskipun dalam kesempitan dan kesulitan, karena
Allah selalu bersama mereka.

Allah menghibur mereka dengan FirmanNya:

30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rab kami ialah Allah"


Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih;
dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu".
(Q.S. Al-fushilat (41): 30).

86
Mereka yakin bahwa keimanan dan keteguhan mereka di atas aturan Islam
sebagai aturan Rabbaniyah yang membuat mereka berhak tingal di bumi Allah ini.
Allah telah mewariskan bumi dan segala isinya ini hanya untuk mereka yang tunduk
dan menyerahkan hidup mereka kepada Allah, sedangkan manusia kafir, munafiq dan
fasiq adalah pencuri, pembangkang sehingga mereka berbuat sewenang-wenang di
muka bumi Allah ini. Maka Allah memurkai mereka dan memastikan azab Jahannam
menanti mereka.

Inilah ayat Allah Rabul izzah yang mencelup dalam hati sanubari para
sahabat, membuat mereka bangga dan percaya diri untuk menebarkan Islam dan
mendakwahkan Islam ke seluruh pelosok bumi.

Allah menyatakan dalam FirmanNya:

128. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa


yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa." (Q.S. Al-Araf (7) : 128).

105. Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh
Mahfuzh, bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh. (Q.S.
AlAnbiyak (21): 105).

87
Mereka yakin atas amanah Allah SWT yang telah memilih mereka sebagai
khalifahNya, dalam mengatur dan menundukkan manusia di atas aturan dan
syariatNya, selalu di tanamkan dan di dengungkan kepada para sahabat dan umat
Islam dari generasi kegenerasi, sehingga mereka mengorbankan seluruh apa yang
mereka miliki untuk dapat merealisasikan apa yang telah dijanjikan Allah dalam
FirmanNya:

55. Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-
orang yang fasik. (Q.S. An-Nuur (24): 55).

Tertancap dalam relung jiwa yang ditanamkan melalui proses Tarbiyah


Rabbaniyah bahwa dalam merealisasikan cita-cita, menundukkan seluruh manusia
dalam kehidupan Islamiyah, membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, namun

88
setiap pengorbanan akan memperoleh balasan yang tidak terhingga dari Rab mereka.
Mereka meyakini dan tidak sedikitpun ragu akan janji Allah dalam FirmanNya:

111. Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah
kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar. (Q.S. At-Taubah (9) : 111).

Mereka sangat meyakini bahwa sorga Allah mesti ditebus dengan perjuangan
dan amal shaleh, sebagaimana yang telah ditempuh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Inilah keyakinan generasi terbaik umat ini, ayat yang selalu memberikan
semangat bagi mereka untuk selalu konsisten dengan ajaran Allah SWT,
mengamalkan sebagaimana Rasul SAW dan para sahabat mengamalkannya,
meskipun harus mengalami kesulitan dan kepahitan, ancaman dan rintangan, namun
pertolongan Allah SWT pasti akan datang kepada mereka.

Allah SWT berfirman:

89

214. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Q.S. Al-Baqarah (2): 214).

47. Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-
keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang
yang berdosa dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
(Q.S. Ar-Ruum (30): 47).

Inilah pemahaman para sahabat, inilah pemahaman shalafus shaleh, inilah


pemahaman Islam yang benar, yang didasarkan kepada dalil-dalil yang kuat, menjadi
prinsip dan keyakinan yang qathi (pasti), yang tidak luntur oleh waktu dan tidak
akan layu oleh berbagai gelombang badai kehidupan.

90
Islam Dan Perbedaan Kelompok

Sebagaimana yang telah diungkapkan pada pembahasan terdahulu bahwa sewaktu


seseorang mengucapkan syahadatain, itu bermakna bahwa dia berlepas diri dari
semua kebiasaan dan ikatan apapun selain ikatan dan kebiasaan yang dibenarkan oleh
Allah SWT. Seluruh ajaran dan petunjuk tentang kehidupan yang tidak
bersumberkan dari Allah harus ditolak dan dihilangkan dari hidup dan pemikiran
seorang muslim.

Berdasarkan pemahaman ini, dapat dinyatakan, adalah salah besar mencampur-


adukkan tradisi jahiliyah dengan kehidupan Islam. Bukanlah dinamakan Islam yang
baik seseorang yang meyakini Allah sebagai RabNya dan Muhammad sebagai
RasulNya, sementara dia mempertahankan tetap membuka aurat karena
mengedepankan tradisi, karir atau menjaga budaya, tetap mempertahankan dan
melanggengkan sesuatu yang berbau syirik dan mengubar syahwat yang sudah jelas
dan tegas dilarang oleh Allah SWT.

Perhatikan firman Allah SWT:

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?".( Q.S. Al-Baqarah (2) :170).

Di sini terlihat jelas anehnya cara berpikir para pemikiran dan para penyeru
pembaharuan aliran westernisasi (barat), yang meneriakkan syariah Islam tidak lagi
relevan dengan kehidupan zaman moderen, namun dilain pihak terus memuji,

91
melestarikan dan menyanjung budaya jahiliyah di tengah ummat Islam, yang hidup di
zaman anismisme dan budaya kemusyrikan.

Syariat Islam memang diturunkan 14 abad yang silam, namun dia adalah
merupakan wahyu Allah, Rabul izzah yang telah menciptakan bumi dan langit,
Yang menciptakan waktu dan masa. Dia telah menetapkan syariat Islam sebagai
syariat terakhir. Maka dengan sendirinya pasti akan tetap relevan dengan
perkembangan zaman sampai kapanpun, kecuali jika melepaskan keyakinan bahwa
syariat itu bukan dari Allah SWT. Nauzubillah

Ada juga yang memberikan tuduhan dengan membangun pemahaman bahwa


fiqh itu merupakan pikiran ulama klasik tempo dulu, Sehingga tidak lagi relevan
untuk zaman sekarang. Pemikiran ini jelas bukti kemunafikan dengan memutar-mutar
lidah mereka, karena pada dasarnya mereka sangat memahami bahwa fiqi bukanlah
rekayasa para ulama dengan artian murni muncul dari alam pikiran seorang ulama.
Tetapi dia dinamakan karena fiqh lahir dari hasil pemahaman para ulama terhadap
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.

Tentu saja pemahaman nash yang berkaitan dengan tempat, situasi dan
kondisi akan berbeda dengan pemahaman yang bersifat universal, semua telah
digariskan dalam koridor qathiyah dan zanniyah. Kita tahu betul bahwa para liberalis
dan oreantalis memahami soal itu, namun memang niat busuk dan jiwa yang kosong
dari keimanam, santer tercium dari aroma pola pikir nyeleneh yang mereka
lontarkan.

Jika saja mereka mau mengedepankan profesionalisme dalam


mengetengahkan pemikiran mereka, berangkat dari cara nalar yang jernih dan jauh
dari tendesi dan arogansi, pasti setiap pikiran dari manapun dan dari sisi manapun
akan tetap mengakui kebenaran Islam. Dan Islam adalah ajaran yang independen
tidak menerima kebenaran lain selain dari Islam itu sendiri dan tidak membutuhkan
pembenaran dari siapapun.

92
Dari sinipun perlu ditegaskan bahwa Islam itu hanya satu, bukan warna-warni,
perbedaan pendapat dalam Islam memang dibenarkan, dimana ada ruang yang
diberikan oleh Allah untuk mengadakan perbedaan pemahaman, karena berkait
dengan kondisi, situasi dan lingkungan, ataupun kasus yang bersifat persial,
Meskipun begitu harus tetap berada dalam koridor dan acuan yang pasti, baku dan
tidak berubah.

Maka sangatlah diterima perbedaan yang terjadi dalam bidang furuiyah


(persial), sebaliknya tidak akan pernah kita terima perbedan itu dalam persoalan
pokok dan prinsip-prinsip Islam.

Maka organisasi bukanlah menunjukkan perbedaan Islam, NU,


Muhammadiyah, Persis, Hizbut Tahrir, Majlis Mujahidin, JAT, FPI dan lain
sebagainya bukanlah warna-warni Islam di tanah air, namun itu adalah wadah bagi
mereka untuk memperjuangkan Islam dan tegaknya Syariat Islam.

Terlepas berbedanya cara mereka dalam memandang strategi yang digunakan


untuk sampai kearah itu, namun mereka tidak akan berbeda dalam hal prinsip dan
pokok-pokok ajaran Islam. Dan setiap perbedaan haruslah merujuk kepada Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah SAW.

Perhatikan firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,

93
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. Al-Nisa (4): 49).

Dari penjelasan ini, sangat kita sadari pentingnya pelurusan pemikiran Islam
secara menyeluruh, bahwa tidak satupun aliran yang membenarkan memahami dan
mengamalkan Islam menurut selera, dan pilihan hawa nafsu, selain aliran sesat dan
menyimpang. Dan usaha sistematis yang memutar balikkan ajaran Islam sehingga
menjadi sama dengan ajaran ciptaan manusia, adalah usaha yang harus diperangi
dan dihentikan demi izzah dan kehormatan Islam sebagai ajaran Ilahiyah.

Kebolehan berada dalam berbagai organisasi, bukan berarti kebolehan untuk


memahami Islam sesuai dengan selera masing-masing. Namun diwajibkan berada
dalam satu pemahaman prinsip, boleh berbeda dalam furuiyah, tetapi wajib satu
dalam masalah pokok yang merupakan prinsip ajaran. Itulah yang dimaksud
perbedaan adalah rahmat. Diluar itu adalah laknat, sesat dan pembusukan.

Maka perubahan total bagi setiap muslim merupakan kewajiban syari, wajib
bagi dirinya meninggalkan semua kecendrungan pemikiran jahiliyah, diluar wahyu
adalah jahiliyah, wajib bagi dirinya untuk menolak memperturutkan dan mengikuti
setiap keinginan hawa nafsu. Dan perhatikanlah setiap apa yang diluar syariat adalah
hawa nafsu. Sehingga shibghah Allah melekat dalam jiwa, dan mengantarkan kita
menjadi pribadi paripurna, yang disegani manusia mukmin lainnya, dirindukan sorga
dan dihormati para malaikat.

Dan tidak dapat dikatakan seorang mukmin yang masih mencampur-adukkan,


pemikiran, tradisi, gaya hidup, antara Islam disatu sisi dan jahiliyah disisi lain.
Karena antara keburukan dan kebaikan apabila dicampur hasilnya adalah keburukan.

Dari paparan ini sangat jelas, jika semua organisasi Islam, pasti bertujuan untuk
mengajak anggotanya mengabdi kepada Allah semata, karena jika tidak atau masih

94
bercampur dengan yang lain, berarti itu bukan organisasi Islam, meskipun memberi
label Islam pada nama organisasinya.

Dengan demikian dapat kita pastikan bahwa arah jamaah Islam, ormas Islam, dan
partai Islam pastilah kearah persatuan ummat dan kehormatan ummat. Dan
menghambakan diri semata kepada Allah. Maka jika ada yang tidak mengikuti arah
ini, dapat kita pastikan bahwa mereka hanya memperalarat nama Islam, menipu umat
Islam untuk kepentingan yang hina dan rendah.

Renungkannlah wahai saudaraku!

Islam Bukan Agama keturunan

Islam adalah Dinullah, yang mesti dipahami sebagai aturan yang


bersumberkan dari Sang Pencipta manusia, Sebagai Dinullah Islam bersih dari
campur tangan manusia dalam menetapkan aturan-aturannya. Meskipun ada peluang
pemikiran manusia itu bukan berarti berasal dari inisiatif akal mansuia, tetapi adalah
sebagai upaya akal manusia dalam memahami teks wahyu yang memberikan peluang
kepada akal untuk memahaminya selaras dengan situasi dan kondisi yang mereka
hadapi..

Artinya upaya akal manusia di dalam memahami wahyu yang memang harus
disesuaikan dengan kondisi manusia, sehingga wahyu Allah yang dinyatakan dengan
bentuk yang bersifat universal sehingga membutuhkan penaran untuk pengaplikasian
dalam sisi persialnya (ijtihad).

Adapun upaya nalar yang tidak disandarkan kepada wahyu, yang hanya
mereka-reka dengan berinisiatif tanpa landasan dari wahyu Allah SWT bukanlah di
sebut ijtihad tapi mengada-adakan sesuatu atas nama Allah.

95
Maka oleh karena itu setiap bentuk ajaran yang tidak ada dasarnya dari wahyu
(Al-Quran maupun sunnah ) wajib untuk di tolak dan dijauhi. Islam menyebutnya
sebagai sesuatu hal yang bidah.

Sangat dipahami Islam lahir empat belas abad yang silam , melintasi sejarah
yang panjang dan perjalanan yang sangat jauh, melintasi benua dan samudra, dan
melewati berbagai generasi dengan latar belakang sejarah yang berbeda-beda. Maka
tidaklah mengherankan jika banyak ragam kebiasaan dan bentuk budaya yang
berbeda yang di alami umat Islam di berbagai tempat dan daerah.

Namun Islam sebagai Agama Ilahiyah dijaga kesuciannya oleh Allah SWT
dengan menjaga sumbernya yakni Al-Quran. Tidak satupun huruf yang tertukar dan
kalimat yang hilang dari wahyu Allah ini dari semnjak di turunkan hingga akhir
zaman, berbagai cara memang telah dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk
mengelincirkan umat Islam dari pedoman hidup mereka. Namun Allah membuktikan
bahwa Al-Quran ini dijaga sampai hari berbangkit ke orisinilannya.

Allah SWT berfirman:

9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami


benar-benar memeliharanya. (Q.S. Al-Hijr (9): 9)

Namun pemahaman orang terhadap wahyu Allah terkadang berbeda, tentu


saja perbedaan itu ada yang masih bisa dalam koridor yang di tolerir (wajar) yaitu
dalam bidang yang zhanniyah, namun tidak ada toleransi perbedaan dalam hal yang
qathiyah. Itulah karakteristik Islam semenjak datang bersama Rasulul yang mulia
Muhammad SAW.

96
Sebagai umat Islam akhir zaman khusunya di Indonesia, sangat merasakan
perbedaan dan keanekaragaman pemahaman Islam yang ada, bahkan hal itu muncul
dengan berbagai bentuk organisasi sebagai wujud eksistensi pemahaman mereka
terhadap Islam yang di yakini dan perjuangan terhadap pemahaman mereka tersebut.

Namun yang menjadi permasalahan adalah bahwa beragama yang hanya


berdasarkan keturunan, ikut-ikutan, tanpa dalil dan pemahaman yang lurus dari
wahyu Allah dapat mejerumuskan manusia ke dalam jurang api neraka.

Perhatikan Firman Allah SWT:

104. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan
mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (Q.S. Al-Maidah (5):
104).

Allah SWT memberikan peringatan kepada kaum muslimin agar jangan


mengikuti langkah para pengikut ajaran Agama hanya karena keturunan mereka.
Tanpa ilmu tanpa petunjuk, dalilnya hanyalah karena begitulah yang dikerjakan dari
nenek moyang mereka dari dulu. Sehingga fanatic terhadap peninggalan ajaran dari

97
nenek moyang mereka ini tidak lagi berguna bagi mereka ilmu dan tidak berguna lagi
bagi mereka akal fikirannya,

Perhatakan Firman Allah SWT dalam ayat yang lain dinyakatan:

170. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?". (Q.S. AL-Baqarah (2): 170).

Mereka yang fanatik tanpa ilmu, berIslam hanya karena keturunan tanpa mau
mengkaji dan mentelaah apa yang telah dilakukan, pekak telingan dan buta mata
hatinya, serta buntu otaknya untuk mendengarkan seruan agar melaksanakan ajaran
Islam sesuai dengan apa yang diturunkan Allah SWT dan telah di contohkan oleh
Rasulullah SAW.

Mereka menjawab tidak!

Cukup bagi kami ajaran yang telah ditinggalkan nenek moyang kami, ini
telah kami laksanakan turun temurun, inilah dulu yang di lakukan oleh kiyai ini,
kiyai itu semenjak zaman dulu-dulunya.

Sehingga semua dalil AlQuran dan sunnah yang shahih tidak berguna bagi
mereka. Bahkan ajaran yang tidak masuk akal sekalipun tetap saja mereka
pertahankan sebagai ajaran yang mereka nisbatkan ke pada ajaran Islam.

98
Inilah kondisi masyarakat Islam keturunan yang hanya berIslam berdasarkan
warisan tanpa ilmu, tanpa petunjuk selain warisan nenek moyang, tidak peduli apakah
ajaran itu sesuai sunnah atau tidak, merupakan ajaran Islam ataukah ajaran luar Islam
yang tercampur ke dalam tradisi atau budaya Islam, mereka tidak peduli, yang
penting telah dilakukan bertahun-tahun dan turun temurun.

Ajaran nenek moyang mereka itu telah menjadi Iblis dan syetan yang
menyesatkan bagi Iman dan Islam mereka, mereka yang seharusnya tunduk di bawah
aturan Rabbaniyah, menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman dalam
melaksankan Islam, diputar arahnya oleh syetan dengan faham fanatisme yang
mempertuhankan tradisi dan dituntun untuk melestarikan tradisi itu meskipun
bertentangan dengan ajaran yang berdasarkan nash yang qathI dari Al-Quran dan
sunnah.

Allah SWT menyatakan dalam FirmanNya:

21. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah".
mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-
bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang
menyala-nyala (neraka)? (Q.S. Lukman (31): 21).

99
Boleh jadi di dunia ini mereka menyombongkan diri, karena mata, telinga dan
hati mereka telah tertutup virus fanantisme ajaran tradisi nenek moyang mereka ini,
namun nanti di akhirat mereka menangis meratapi nasib mereka dan bahkan
menyalahkan nenek moyang mereka yang mereka nilai telah menjerumuskan mereka
kedalam api neraka itu.

Allah menceritakan kisah mereka nanti di akhirat dalam FirmanNya:

38. Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat
jin dan manusia yang Telah terdahulu sebelum kamu. setiap suatu umat masuk (ke
dalam neraka), dia mengutuk Kawannya (menyesatkannya); sehingga apabila
mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian[di antara
mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu"Ya Rab kami, mereka Telah
menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat
ganda dari neraka". Allah berfirman: "Masing-masing mendapat (siksaan) yang
berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak Mengetahui". (Q.S. Al- Araf (7): 38).

100
Generasi yang datang kemudian adalah generasi yang mengikuti jejak langkah
para pendahulu mereka, sedangkan para pendahulu mereka adalah orang yang
membuat-buat ajaran ataupun mencampur ajaran Islam dengan ajaran di luar Islam,
sehingga terlihat seakan-akan seperti ajaran Islam.

Padahal tidak ada dalil sedikitpun tentang hal itu baik dari Al-Quran atupun
sunnah, karena itu mereka telah sesat dengan kesetan yang nyata.

Kemudian datanglah generasi yang mengikuti langkah pendahulunya dengan


melestarikan ajaran tersebut tanpa terlebih dahulu mempelajari dan meneliti apakah
yang di tinggalkan itu merupakan murni ajaran Islam dan mempunyai dasar dari Al-
Quran ataupun Hadits ?

Secara membebek dan membabi buta mereka mengikutinya dan fanatik


dengan ajaran itu, sehingga seruan untuk kembali melaksanakan Islam sesuai dengan
tuntunan Al-Quran dan Sunnah di campakkan oleh mereka.

Maka tempat mereka adalah neraka, keIslaman mereka tidak berarti apa-apa
karena mereka melaksanakan ajaran Islam hanya berdasarkan keturunan tanpa
mempelajarinya terlebih,

Apakah semua itu benar ataukah salah?

Sunnah ataukah bidah?

Allah menyatakan dalam FirmanNya:

101

63. Sesungguhnya kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-
orang yang zalim.

64. Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang
menyala.

65. Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.

66. Maka Sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon
itu, Maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.

67. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat
minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.

68. Kemudian Sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim.

69. Karena Sesungguhnya mereka mendapati bapak-bapak mereka dalam Keadaaan


sesat.

70. Lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang-orang tua mereka itu.

(Q.S. As-safat (37):63-70).

102
Tegas dan jelaslah bagi kita, bahwa sebab mereka di masukkan ke dalam
neraka adalah karena tergesa-gesa mengikuti ajaran yang dilaksankan orang tua
mereka tanpa mempelajarinya, apakah yang diamalkan itu sesuai dengan tuntunan
Allah dan RasulNya dalam Al-Quran dan Sunnah atau tidak.

Padahal seharusnya seorang mukmin dirinya siap diatur hanya oleh Allah dan
RasulNya, dan seorang mukmin hanya beribadah kepadaNya, jika ada aturan dalam
bentuk apapun yang tidak bersesuaian dengan aturan Allah dan RasulNya maka wajib
baginya untuk menolak sebagai bentuk konsekwensi dari syahadatain yang telah di
ikrarkan.

Maka dari sini tibalah saatnya bagi setiap muslim mengkaji dan mendalami
setiap amalan ibadah untuk mencari dalil dan dasarnya dari Al-Quran ataupun
Sunnah. Jika hanya bikinan manusia yang tidak ada dasar ilmunya maka
tinggalkanlah sebelum nanti menyesal di yaumil hisab, mereka yang dulu membuat
ajaran itu apapun alasannya tidak akan mampu membela kita di hadapan Allah SWT,
malah mereka akan berlepas diri dan akan menimpakan kesalahan itu kepada diri kita
masing-masing.

Camkanlah firman Allah SWT berikut:

103

166. (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara
mereka terputus sama sekali.

167. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali
(ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas
diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal
perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar
dari api neraka. (Q.S. Al-Baqarah (2): 166-167).

Karena itu Islam mewajibkan untuk menuntut ilmu kepada setiap pribadi
muslim laki-laki atupun perempuan tanpa terkecuali, karena tidak boleh
mengamalkan sesuatu tanpa ilmu, dengan artian tidak mengetahui dalilnya dari Al-
Quran ataupun Sunnah Rasulullah SAW dengan apa yang dilakukan. Mereka yang
mencukupkan dirinya menyerahkan semua pada keturunan karena sudah tradisi,
dilaksanakan bertahun-tahun , bahkan sudah ratusan tahun, lalu melaksankan tanpa
ada dasar ilmu selain fanatik tersebut, maka nanti mereka akan menyesal dihadapan
Allah SWT.

Kewajhiban menutnut ilmu itu Rasulullah nyatakan dalam hadistnya:

104
( )
Dari Anas ibn Malik r.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam (HR. Ibn Majah)

Dalam Riwayat yang lain Rasulullah Bersabda:

( )
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat(HR. Ibnu Abdil
Bari)

Fardhu ain dalam menuntut ilmu disini bermakna ilmu Al-Din Al-Islam
bukan ilmu yang lain, karena itu ilmu di bagi kepada ilmu yang fadhu kifayah dan
ilmu yang fardhu ain, hal-hal yang diamalkan secara pribadi-pribadi menyangkut
keyakinan dan ibadah merupakan ilmu yang fardhu ain yang wajib di pelajari setiap
muslim laki-laki dan perempuan tanpa terkecuali.

Maka dari sini pahamlah kita apa yang di maksud mengkhawatirkan generasi
yang akan ditingalkan setelah kita ,

Sebagaimana Firman Allah SWT;

105
9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S. An-Nisa (4) : 9).

Khawatir akan Iman dan Islam mereka yang tanpa Ilmu, tanpa petunjuk, apa
yang mereka sembah setelah orang tuanya meninggal dunia, masihkan dalam Iman
dan Islam yang benar, atau hanya sekedar ikut-ikutan dan menjalankan tradisi bapak
atau Ibunya.

Sehingga lepas tanggung jawab orang tua setelah memberikan ajaran Islam
berdasarkan ilmu yang menimal terkait dengan fardhu ain kepada anak-anaknya.

Dari paparan inipun sangat dipahami olhe kita, mengapa mayoritas umat
Islam Indonesia terkategori Islam KTP alias Islam keturunan yang tanpa ilmu.

Penyebab itu semua sebahagian besar adalah andil dari warisan orang tua
mereka yang tidak mendidik keturunan mereka dengan ajaran Islam yang benar
berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Sehingga wajar setelah mereka dewasa mereka
bingung dengan Islam mereka sehingga mereka ikut-ikutan saja dengan apa yang
mereka dapati orang tua mereka mengamalkannya.

Oreantasi mementingkan kehidupan dunia dan mengenyampingkan urusan


akhirat dari sebuah keluarga adalah merupakan petaka awal dari serentetan petaka
selanjutnya.

Seorang ayah dan ibu yang semestinya berkewajiban menjaga keluarganya,


anak-anaknya dari jurang api neraka, dengan menanamkan Iman dan Islam pertama
kali kepada anak-anaknya, berbalik menjadi pendidikan yang beroreantasi pekerjaan
tanpa mempedulikan apakah anak keturunannya bisa membaca Al-Quran atau tidak,

106
shalat atau tidak, mengerti Islam atau tidak, bagi mereka itu soal yang tidak penting,
dan orang tua seperti ini bertanggung jawab kepada Allah atas kemusyrikan anak-
anaknya atas ketidak mengertian mereka nanti di akhirat.

Maka sebagai seorang muslim Allah telah memberikan pelajaran yang sangat
berharga bagi kita, bagaimana Allah mencontohkan lukman al-hakim mengajari
anaknya, silakan perhatikan pernyataan Alah SWT:

13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(Q.S. Lukman (31): 13).

Islam Dan akal

Hal yang sangat penting untuk perlu diingatkan, adalah gencarnya kampanye dan
propaganda untuk mendahulukan akal dari nash syari, dengan memangun
argumentasi bahwa kemaslahatan mampu dicapai akal tanpa memerlukan bimbingan
wahyu.

Dalam bahasa lain kaum liberal yang memberikan pernyataan bahwa wahyu
secara verbal telah berakhir dengan wafatnya Muhammad SAW, namun wahyu
secara non verbal yaitu kemampuan akal manusia tetap hidup dan terus berkembang
dan hal ini dilegetimasi sendiri oleh Islam dengan istilah yang disebut ijtihad.

107
Tetapi dengan menempatkan akal di atas wahyu, sehingga nash yang bertentangan
dengan logika akal dapat mereka anulir sesuka hati mereka.

Pemahaman ini terus digalakkan dikalangan intelektual muslim, dengan


memotivasi mereka agar meninggalkan kejumudan berfikir, dengan cara menganulir
nash yang dianggap oleh mereka tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman, dan
parahnya mereka menuduh bahwa dengan berpegang teguh dengan nash Al-Quran
dan Sunnah sebagai penyebab kemunduran Islam dan ketertinggalan umat Islam.

Dari pemikiran sesat ini mereka beramai-ramai bergerak dengan bersemangat


untuk mengajak umat Islam agar berkiblat ke Barat, karena Barat menurut mereka
telah maju dikarenakan tidak lagi berpegang kepada agama mereka. Mereka
meletakkan akal mereka di atas segalanya, kebodohan karena keterpasungan agama
yang selama ini didominasi oleh otoritas agama mesti disingkirkan, selanjutnya
mereka meletakkan agama jauh dibelakang menjadi urusan pribadi sebagai aturan
moralitas secara individu semata.

Inilah kondisi peperangan pemikiran yang ada di depan mata kita hari ini, dan
ini sudah berlangsung lama dan sistematis, sangat gencar serangan mereka, dan telah
memakan korban permurtadan dan pengrusakan yang sangat parah, baik dari
kalangan awam bahkan tidak sedikit dari kalangan intelektual, .kecuali bagi mereka
yang dirahmati Allah dengan tetap menjaga keimanan mereka dan istiqamah menjadi
hamba Rabnya dengan berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah sebagai
pedoman hidup.

Hal yang ingin kita ingatkan adalah bahwa akal itu tidak akan mampu mencapai
esensi kebenaran secara hakiki, oleh karena itu akal tidak bisa menjadi patokan
kebernaran tanpa bimbingan wahyu, Argumen sederhana yang dapat kita sampaikan
untuk menyadarkan mereka terhadap masalah ini adalah:

108
Pertama: akal menilai sesuatu bersifat relative, artinya sesuatu yang dipandang
baik bagi seseorang belum tentu dianggap baik bagi orang lain, hal ini sangat
dipengaruhi oleh pengalaman emperis, apa yang dirasa, apa yang dilihat, dan
lingkungan tempat berada.

Nah, bagaimana mungkin mengambil patokan kebenaran antara akal ataupun


nalar seorang ahli matematika dengan ahli phisikologi, antara ahli kedokteran dengan
ahli politik dan begitu seterusnya. Bahkan antara mereka yang satu bidang saja sangat
banyak pertentangan dan perbedaan esensi terhadap pemikiran yang dihasilkan
dikalangan mereka. Maka pola berfikir yang menjadikan akal sebagai patokan
kebenaran disini jelas batil dan sangat keliru.

Kedua, akal tidak pernah luput dari intervensi hawa nafsu, kepentingan pihak
lain, kondisi lingkungan, dan berbagai kebiasaan dan keinginan yang melingkari
kehidupan seseorang. Sehingga pola pikiran yang dihasilkan oleh pihak yang pro
pemerintah misalnya, akan sangat berbeda dengan hasil pemikiran pihak yang kotra
pemerintah. Logika kebenaran masing-masing bisa mereka bangun berdasarkan alur
pemikiran mereka masing-masing.

Lalu logika kebenaran yang mana bisa kita pegangi?

Contoh lain dari kenyataan hari ini memberikan bukti nyata pada kita, bahwa
kebenaran akal bisa diperjual belikan, sebagaimana peristiwa hukum diperjual
belikan antara jaksa penuntut hukum dengan pengacara pembela terdakwa. Mereka
akan membangun logika kebenaran baik dalam bentuk konstruksi hukum ataupun
peristiwa berdasarkan pesanan dan kepentingan masing-masing.

Dari sini bukankah akal tidak bisa logika kebenaran dipegangi tanpa bimbingan
wahyu?

Ketiga, akal sangat terbatas jangkauannya, karena manusia makhluq yang serba
terbatas, baik penglihatan, pendengaran dan pengetahuannya. Maka akal tidak

109
mampu memastikan akan peristiwa yang belum terjadi, kecuali hanya berdasarkan
indikasi yang dapat dilihat dan dianalisa melalui indra. Bahkan akal seseorang tidak
mampu memprediksi kejadian yang diluar pengetahuannya.

Itulah sebabnya guru besar para filosof Plato yang menjadi pujaan mereka
memberikan komentar yang sangat terkenal akan keterbatasan akal: Jika indra kita
bisa saja tertipu oleh kesimpulan akal yang keliru, semisal pohon tegak lurus
nampak bengkok didalam air, apa yang kita sangka air ternyata hanya sebuah
fatamorgana, lalu bagaimana akal bisa diandalkan hingga kita tahu bahwa akal bisa
tertipu dengan apa yang dia lihat dan dia dengar. Sehingga kebenaran bisa
direkayasa.

Contoh nyata dalam hal ini adalah aktifitas intelejen dalam melaksanakan
keinginan pemerintah suatu Negara, mampu merekayasa suatu peristiwa sehingga
pandangan rakyat bisa diarahkan menurut keinginan Negara yang bersangkutan.

Lalu bagaimana mungkin akal jadi pegangan kebenaran tanpa bimbingan wahyu?

Dari ketiga alasan sederhana ini saja, terbuka dengan jelas belang dan borok kaum
yang mengkampanyekan kepada umat Islam untuk menjadikan akal di atas
segalanya.

Islam menghargai akal dan menjaganya agar tetap terpelihara sesuai fitrah
penciptaannya, akal mesti berfungsi untuk memahami dan mendalami ayat-ayat Allah
SWT, sehingga membuat seorang Muslim mengerti dan mampu memahami tugas dan
kewajibannya sebagai hamba Allah dan mampu mengemban tugas kekhalifahan yang
telah ditetapkan Allah pada diri mereka. Sehingga fungsi akal akan selalu mengikut
kepada wahyu Allah, terbebas dari intervensi nafsu dan kepentingan lain diluar
kepentingan Allah dan RasulNya.

110
PERSATUAN DAN PERPECAHAN

Islam adalah agama yang satu, dibawa oleh Nabi yang satu, dengan Kitab
yang satu, dan memiliki arah kiblat yang satu, serta menyembah Rab yang satu.
Tidaklah berbeda antara Islam orang Arab dengan non Arab. Tidaklah berbeda antara
Islam abad klasik dengan Islam abad modern. Sama Kitab sucinya, sama Sunnah
yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidupnya. Yang membedakan
mereka hanyalah tempat, situasi, kondisi keberadaan di mana Islam itu diterapkan.

Allah SWT telah memerintahkan ummat Islam untuk bersatu dan melarang
mereka berpecah-belah, karena persatuan adalah kekuatan, persatuan adalah tauhid,
persatuan adalah kewibaan, dan persatuan adalah rahmah.

Allah SWT menyatakan dalam firmanNya:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S.
Ali Imran (3) : 103).

111
Dari ayat ini dapat kita ambil pelajaran bahwa alat pemersatu ummat Islam itu
adalah konsekwennya ummat dengan hablum minallah (Dinullah), bagaimana
hubungaannya dengan Rab sebagai pengatur dan pencipta alam semesta. Apabila
ummat tidak lagi berpegang teguh dengan Dinullah, tidak lagi menjaga hubungan
dengan Rab semesta alam, tidak lagi konsekwen dengan aturan Allah SWT, maka
itulah perpecahan, itulah firqah, dan itulah kehancuran dan murka Allah.

Jadi yang dituntut dalam Islam adalah persatuan di atas landasan Keimanan
dan Tauhidullah, bukan persatuan di atas fanatisme kesukuan, atau fanatisme
kebangsaan dan ashabiyah lainnya.

Ingatlah pesan Nabi kita Muhammad SAW:


Bukan termasuk umatku siapa saja yang menyeru orang pada ashabiyah, bukan dari
golongan kami orang yang berperang karena ashabiyyah, dan bukan dari golongan
kami orang yang mati karena ashabiyyah (HR Abu Dawud).

Maka keistiqamahan atas aturan Allah, dan mempertahankan Tauhidullah,


meskipun hal itu menyebabkan kita tersisih dan bahkan terusir dari komunitas kita
sekalipun, pada hakikatnya dalam pandangan Allah kita adalah seseorang yang
mempertahankan persatuan.

Karena perbedaan jamaah (persatuan) dengan firqah (perpecahan) itu terletak


pada ketentuan Allah SWT. Mana saja yang tetap berada dalam garis ketetapan Allah
dan Rasulnya maka itulah jamaah (persatuan) dan mana saja yang sudah
menyimpang dari ketetapan Allah dan RasulNya itulah firqah (perpecahan).

Hal inilah yang dinyatakan sahabat Rsulullah SAW Ibnu Masud dengan
ungkapan:

112
Sesungguhnya mayoritas jamaah adalah orang-orang yang menyelisihi jamaah.
Karena Jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran, sekalipun engkau
sendiri.(Imam Abu Syammah :Al-Baits ala Inkari Bida wal Hawadits, hal 22).

Maka bukanlah dinamakan persatuan dengan menjual Aqidah, dan menggadaikan


Iman dengan alasan kemashlahatan dan ketenangan serta kenyamanan. Bukan
dinamakan persatuan karena dorongan pertemanan atau kelompok, bukanlah juga
dinamakan persatuan karena melihat akar sejarah kebangsaan dan keturunan.

Namun persatuan mutlak atas dasar Iman. Apapun warna kulitnya, dari manapun
keturunannya, bangsa apapun dia, dan apapun bahasa yang digunakannya, kalau dia
mengakui Allah sebagai Rabnya dan Muhammad sebagai RasulNya, mendirikan
shalat dan membayarkan zakat serta tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum
Islam, maka dia adalah saudara kita yang wajib dibela karena dia memiliki hak-hak
persaudaraaannya sebagai seorang muslim.

Larangan Menyembah Kelompok (Hizbiyun).

Secara politik pada dasarnya umat Islam wajib berada dibawah satu
kepemimpinan, baik di timur maupun di barat. Ini adalah hukum asal yang telah
ditetapkan Allah dan Rasulnya atas ummat Islam dalam kepemimpinan Islam.

Namun Allah secara qadariyah telah mentaqdirkan ummat ini, dijajah oleh
bangsa asing. Para penjajah itu telah mengkotak-kotakkan umat Islam dalam berbagai
bangsa dan negara-negara kecil, sehingga kepemimpinan Islam yang satu tidak ada
lagi, kepemimpinan itu telah dihancurkan oleh kekuatan musuh, karena disebabkan
oleh kesalahan umat Islam sendiri.

Kondisi inilah yang menggerakkan ummat Islam dan tokoh-tokoh Islam bangkit
untuk berjuang mengusir penjajah dan mengembalikan kejayaan umat Islam kearah

113
posisinya semula, mereka membentuk berbagai organisasi, dan jamaah dalam bentuk
kecil sebagai sarana untuk dapat melakukan mobilisasi umat menuju persatuan. Dan
organisasi itu adalah rukhshah (keringanan) dari kondisi keterpurukan karena tidak
adanya pemimpin dalam persatuan ummat secara menyeluruh.

Jadi kelompok, ataupun jamaah Islam yang ada sekarang dihadapan kita pada
hakekatnya adalah kelompok untuk memperjuangkan kebangkitan Islam menuju satu
jamaah Islam dunia yang disebut juga dengan jamaatul muslimin di bawah
kepimimpinan seorang khalifah.

Maka kelompok yang berbelok di tengah jalan, ataupun didirikan bukan untuk
misi ini, bukan untuk mengajak menusia menyembah Allah semata dan persatuan
ummat seluruh dunia, malah mengajak ummat untuk fanatik kepada kelompok,
membesarkan kelompok, maka kelompok yang seperti itu adalah firqah yang mutlak
harus ditinggalkan.

Perhatikan pernyataan Allah SWT :

Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta


Dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah,

Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi


beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka. (Q.S. Al-Ruum (30) :31-32)

114
Mereka yang berada dalam kelompok-kelompok ini, yang bukan karena
terpaksa (rukhsah) untuk berkelompk, dalam artian sebagai sarana untuk melakukan
mobilisasi dengan melakukan perjuangan secara terorganisir untuk persatuan ummat
yang tunduk dan mengabdi hanya semata kepada Allah SWT, tidak sedikitpun ada
hubungannya dengan Muhammad Rasulullah SAW.

Allah menyatakan ini dalam firmanNya:

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi


bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, Kemudian Allah akan
memberitahukan kepada mereka apa yang Telah mereka perbuat. (Q.S. Al-Anam
(6) : 159).

Mereka bukan lagi ummat Muhammad, karena oreantasi perjuangannya telah


berbeda, hakekat sembahannya sudah berbeda. Moto hidupnya sudah berbeda, dan
kiblat perjuanganyapun sudah berbeda, mereka adalah pemecah ummat, pemecah
suara, dan perusak kekuatan.

Maka perlu kita ingatkan bahwa nama-nama organisasi dan kelompok yang
didirikan oleh tokoh-tokoh pejuang Islam untuk menjadi sarana pengumpul kekuatan
ummat, jangan sampai menjadi aliran dan agama tersendiri. Dengan demikian kita
semua wajib menjelaskan kepada ummat Islam bahwa Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama, MMI, HTI, FPI, dan lain sebagainya bukanlah aliran agama, atau menjadi
sebuah ajaran agama tersendiri.

115
Itu hanya nama, wadah untuk menyatukan ummat agar berbaris rapi, dengan
menyatukan pandangan kearah kiblat perjuangan yang sama, agar Islam mampu
mencapai cita-citanya. Maka jika nama kelompok itu menjadi aliran atau membawa
anggotanya kearah fanatik buta terhadap kelompok, atau bahkan sampai menganggap
sebagai agama tersendiri, dengan artian hanya mereka yang Islam maka itulah firqah.
Itulah kemusyrikan.

Adalah tanggung jawab tokoh-tokoh dan pemimpin dalam kelompok


kelompok ummat Islam yang ada hari ini, menyadarkan kepada anggotanya, dan
menjelaskan arah perjuangan kelompoknya, menjelaskankan fungsi dan kedudukan
organisasi kelompok itu, supaya jangan sampai terjadi pensakralan ataupun
menimbulkan rasa tazim yang berlebihan sehingga mengecilkan yang lain, bahkan
terkadang rasa tazim kepada kelompok itu lebih besar dari rasa tazimnya kepada
para sahabat Rasulullah SAW.

Janganlah menganggap sepele dan remeh masalah ini, karena sesungguhnya


ini terjadi pada ummat Islam hari ini, mereka saling mengkafirkan karena perbedaan
kelompok, mereka saling membenci karena berbeda organisasi, persaingan antara
kelompok Islam tidak sementinya terjadi, tapi hari ini realita dihadapan kita
menyatakan itu terjadi. Maka perhatikanlah hal ini dengan sunguh-sungguh jika kita
benar-benar ingin memperjuangkan kebangkitan Islam. Karena Islam bukanlah
agama kelompok ataupun organisasi tertentu, tapi Islam adalah Dinullah. yang
diturunkan dari langit untuk seluruh ummat Muhammad SAW.

Maka dari sini keberadaan partai Islam di tanah air kita ini, perlu
dipertanyakan eksistensi dan kiprah perjuangannya bagi masyarakat Muslim
Indonesia, terlepas dari perbedaan larangan berpartai dalam sistem kufur. Namun apa
sesungguhnya yang diperjuangkan partai politik yang mengatas namakan Islam atas
perjuangnnya patut dipertanyakan.

116
Apa sesungguhnya beda visi dan misi perjuangan partai politik Islam itu
dengan partai nasionalis yang pemilihnya juga mayoritas mereka yang notabene
mangaku Islam?

Jika jawaban dari pertanyaan itu adalah sama saja, lalu apa yang mereka
perjuangkan sesungguhnya?

Kenapa mereka tidak bergabung saja dengan partai nasionalis?

Sehingga kita tidak perlu heran dan mempertanyakan kepada mereka kenapa
mereka tidak sedikitpun berusaha dan berikhtiar untuk memperjuangkan kepentingan
Allah dan RasulNya, dalam artian kepentingan perjuangan penegakkan syariat Islam
di Indoensia ini. Malah terlihat jelas mereka ikut memperkokoh keberadaan sistem
kufur dalam gerakan partai mereka.

Maka sesungguhnya mereka tidak berhak menyandang nama Islam pada nama
dan label partai itu, dan umat Islam dilarang untuk mendukung perjuangan mereka.
Karena mereka hanya sekedar memperjuangkan kelompok ataupun memperjuangkan
kepentingan pribadi. Tapi mereka bungkus keinginan mereka itu dengan menipu
ummat, seakan-akan mereka memperjuangkan Islam.

Padahal ummat Islam hanya diperlakukan seperti pendorong mobil mogok,


setelah mereka jadi pejabat, memiliki wewenang dan kekuasaan mereka malaju
dengan meninggalkan kepentingan Islam yang dulu mereka kampanyekan.

Inilah pengkhianatan yang harus disadari umat Islam. Dan menyerukan


kepada pemain politik Islam di panggung politik itu agar kembali kepada asas
perjuangan yang sesungguhnya.

Jika kondisi ini tidak diperbaiki, akan menyebabkan saluran politik umat
Islam tersumbat, kepentingan syariah tidak disuarakan, tentu saja umat wajib

117
membuat saluran sendiri, karena secara hakiki Umat Islam tidak boleh bergantung
kepada saluran manapun.

Umat Islam adalah umat yang independen, tidak akan mampu dikendalikan
dan ditentukan oleh siapapun kecuali oleh ketentuan Allah dan RasulNya. Jangan
salahkan umat Islam meninggalkan partai politik Islam, dan memilih gol-put -tidak
ikut ambil andil dalam partai manapun- kecuali mereka yang tertipu dan tidak tahu
kebusukan yang ada dalam partai politik Islam.

Maka buanglah semua kepentingan kelompok, buanglah semua kepentingan


pribadi, cabutlah parasit-parasit yang menjadi benalu, yang bersuara atas nama Allah
dan RasuNya tapi sikap dan prilakunya menipu umat dengan menjual ayat-ayat Allah.

Seruan ini tentu saja berlaku pada semua kelompok, Ormas Islam, Harakah
Islam, dan pergerakan manapun yang mengatas namakan perjuangan kebangkitan
Islam, hati-hatilah akan parasit dan pembusuk yang membelokkan arah perjuangan,
baik yang datang dari tokoh-tokoh kelompok, ataupun kalangan dari hasil penetrasi
yang memasukkan pola pikir liberal dan sekuler ketengah-tengah perjuangan.

Umat Islam harus cerdas dalam memilah dan memilih, karena ini menyangkut
masalah aqidah dan kewajiban sebagai umat yang diwajibkan memperjuangkan
harkat dan martabat Islam di atas permukaan bumi ini.

Ijtihad para tokoh mesti dicerna dengan baik, karena ijtihad bukanlah berangkat
dari ruang hampa, hasil terawangan atau renungan. Ijtihad berangkat dari dalil-dalil
syari yang zhanni. Dan tidak boleh berijtihad pada ruang qathi al-dalalah. Sehingga
alat ukur dan kadar ijtihad bisa dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT dan
ummat bisa menilai untuk menerimanya sebagai hasil dari ijtihad ataukah itu bentuk
usaha untuk membelokkan arah perjuangan.

Dari sini terlihat jelas bahwa kelompok ataupun organisasi hanyalah sarana untuk
menyalurkan perjuangan menuju jamaatul muslimin, dan apabila kelompok itu tidak

118
menunjukkan perjuangannya kearah itu, kaum muslimin wajib untuk tidak ikut ambil
andil di dalamnya dan tidak boleh ikut berjuang bersamanya.

Larangan Fanatik Figuritas

Fanatisme ketokohan merupakan penyakit yang juga cukup memprihatinkan, di


samping sangat sulit mencari tokoh yang dapat membawa umat menuju pemahaman
Islam yang benar, tokoh-tokoh palsu yang membangun citra berdasarkan populeritas
bagaikan artis bermunculan. Umat sulit membedakan mana yang artis mana yang
ulama.

Namun jika saja menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, hal ini seharusnya
tidak menjadikan seorang muslim bingung untuk memilih tokoh ataupun ulama yang
pantas di dengar kata-katanya dan diikuti nasehatnya.

Allah Rabul izzah telah memberikan garis yang merupakan prinsip dasar untuk
mensifati dan mengkategorikan para ulama dan tokoh perjuangan, bahwa jika
mereka dengan ilmu dan ketokohannya tidak menjadikan semua yang diamanahkan
pada dirinya untuk menegakkan Al-Quran maka mereka bukanlah ulama, bahkan
mereka dalam pandangan Allah tidak memiliki agama sedikitpun.

Perhatikan Firman Allah SWT:

119
Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga
kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan
kepadamu dari Rabnmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu
(Muhammad) dari Rabmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada
kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang
yang kafir itu. (Q.S. Al-Maidah (5): 68).

Jika Allah menilai mereka tidak beragama sedikitpun karena mereka tidak
memperjuangkan apa yang Allah SWT telah berikan pada dirinya, berupa
pemahaman Islam, menguasai ilmu-ilmu syariat. Sementara amanah itu tidak mereka
suarakan dan perjuangkan karena alasan kepentingan pribadi atau kelompok, maka
mereka tidak pantas berada dalam barisan mukmin, tidak pantas di dengar kata-
katanya, yang keluar dari mulut mereka hanyalah bau busuk yang menyakiti hati dan
memekakkan telinga.

Tergiang-ngiang di telinga apa yang mereka katakan tidak lebih dari apa yang
dibicarakan orang-orang oreantalis dan kaum sekuler. Bahkan orang awampun
mengetahui kalau perkataan mereka itu sangatlah melemahkan dan mengecilkan
pemahaman Islam.

Tokoh sekaliber apapun dia, lulusan universitas ternama manapun


pendidikannya, berderet penghargai yang diberikan pada dirinya, kalau dengan
ilmunya itu dia tidak memperjuangkan tegakknya Dinullah (Agama Allah), maka dia
tidak pantas di dengar dan tidak layak berada dalam barisan para pejuang kebangkitan
Islam.

Apa lagi para tokoh yang mengajak kepada fanatik golongan atau kelompok,
yang hanya mengajak ummat kepada taqlid, tidak mencerdaskan umat Islam dengan
ilmu. Padahal seharusnya ummat diajak untuk hanya fanatik dan mengikuti petunjuk
Allah dan RasulNya.

120
Perhatikan Firman Allah swt:

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan
Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Q.S. Ali Imran (3): 79).

Hal yang harus juga di sadari, bahwa ulama dan tokoh Islam bukanlah
makhluk yang bersih dan suci, tidak ada manusia selain Rasulullah SAW maksum
dari kesalahan.

Namun hal itu bukan berarti boleh meninggalkan para ulama begitu saja.
Mereka adalah para pewaris Nabi, yang mengerti dan paham tentang bagaimana
menjalankan aturan Allah SWT. Oleh karena itu kita hanya akan mengikuti nasehat
dan arahan dalam rangka menjalankan aturan Allah, maka jika kita diarahkan untuk
melanggar aturan Allah dan RasulNya berarti dia bukan ulama, dan tidak pantas
untuk didengarkan apalagi ditokohkan.

Perhatikan Firman Allah SWT:

121

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rab


selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal
mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(Q.S.
Al-Taubah (9):31).

'Adi Ibn Hatim sahabat yang pernah beragama Nasrani mendatangi Rasulullah
SAW setelah dia mendengar ayat tersebut, kemudian ia berkata: Ya Rasulullah,
sesungguhnya mereka (orang-orang nasrani) itu tidak menyembah para rahib dan
pendeta itu. Maka jawab Nabi SAW: "Betul! Tetapi mereka (para rahib dan pendeta)
itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu
yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah
penyembahannya kepada mereka. (Riwayat Tarmizi)

Dari ayat dan riwayah di atas jelaslah, bahwa seorang tokoh ataupun ulama
yang difigurkan karena keilmuaannya, dan dia memperjuangkan syariat Allah dengan
keilmuan dan ketokohannya, maka kita wajib membantu dan mendukung perjuangan
mereka.

Namun jika mereka telah berubah, kelakuannya menjadi penjilat, dan menjual
ilmunya untuk kepentingan dunia, maka kita wajib menjauhi dan meninggalkan
mereka. Bahkan jika mereka hanya mau memperjuangkan sebagian ajaran dan
mengingkari sebagian yang lain, dengan kata lain menegakkan Islam tidak secara

122
menyeluruh dengan alasan apapun, maka umat Islam wajib meninggalkan tokoh ini,
karena dia bukanlah tokoh pejuang Islam.

Allah menyatakan dalam FirmanNya:

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan


bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir
terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),

Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. kami Telah menyediakan


untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S. Al-Nisa (4):
150-151.

Mengimani kepada sebahagian ajaran dan mengkafiri sebahagian ajaran yang


lain, adalah sifat kekafiran yang sesungguhnya, ini juga salah satu karakteristik
tercela kaum Bani Israel yang diceritakan Allah dalam Al-Quran untuk menjadi
petunjuk bagi kita ummat Muhammad SAW

Allah SWT berfirman:

123

Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan


mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu
membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika
mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir
mereka itu (juga) terlarang bagimu. apakah kamu beriman kepada sebahagian Al
Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi
orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.
Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (Q.S. Al-Baqarah (2): 85).

Maka jika kita menemukan tokoh, Ormas, Partai, Organisasi apapun namanya
yang menyematkan Islam pada kelompoknya, namun bermaksud memisah-misahkan
ajaran Islam, mengajak untuk mengkafiri sebagian dan mengimani sebagian,
ketahuilah itulah musuh dalam selimut yang secara sadar atau tidak sadar mereka
menggerogoti akidah ummat dan mencabut dari akarnya, sehingga menjadi kafir
seperti mereka.

124
Kita diperintahkan untuk menjauhi dan tidak mengikuti mereka. Allah
mengingatkan kita dengan firmanNya:

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang
yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir
sesudah kamu beriman. (Q.S. Ali Imran (3): 100)

Larangan Mengikuti Trend Dan Arus Di Masyarakat

Telah dipahami bahwa berIslam adalah menyatakan kemerdekaan dari segala


ikatan apapun, untuk kemudian seorang muslim hanya mengikatkan dirinya kepada
Allah dan RasulNya. Hal itu menunjukan bahwa tidak ada yang bisa mengatur dan
mengendalikan seorang muslim selain ketentuan Allah dan RasulNya.

Itulah satu-satunya aturan dalam hidup ini yang menjadi pegangan manusia yang
merdeka, baik dalam berbuat, dalam merasa dan berfikir serta untuk menentukan
baik dan buruk, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, apa yang bermanfaat dan
apa yang tidak bermanfaat.

Meskipun konsekwensi dari semua sikap itu menyebabkan seorang muslim


terasing dan tersisih dari orang-orang disekitar mereka, bahkan hal itu telah

125
menyebabkan orang-orang shaleh terdahulu terusir dari kampung halamannya.Tidak
sedikit mereka yang dipenjarakan dan dibunuh oleh musuh-musuh Islam.

Hal itu karena mereka tidak mau sedikitpun melepaskan keyakinan dan keteguhan
mereka kepada ikatan Allah, keyakinan yang tertanam kuat berdasarkan ilmu yang
benar, dalil-dali syara yang shahih tidak akan tergoyahkan oleh ancaman apapun dan
tantangan sesulit apapun.

Namun lihatlah kenyataan hari ini yang sangat mengkhawatirkan, amalan Islam
yang dilakukan sebagian umat identik dengan mode dan musim, mereka berbondong-
bondong mengikuti arus kemana banyak arah menuju, mereka mau memakai jilbab,
karena model bukan kerena Iman, umrah karena trend wisata religi bukan karena
dorongan beribadah karena Allah, tentu saja semua itu bukanlah Islam, namun
hanyalah gejolak sifat manusia yang suka meniru dan ingin sama dengan yang
lainnya.

BerIslam haruslah dengan ilmu, sehingga dengan pemahaman yang benar akan
menanamkan keistaqamahan, memiliki prinsip, menancapkan keyakinan untuk
melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, semua itu dilakukan karena didorong
oleh ilmu yang memberikan kepahaman sehingga menumbuhkan keyakinan, itulah
pancaran Iman, itulah pancaran amalan keikhlasan, sehingga tidak akan peduli
penilaian orang lain, karena dia hanya akan peduli akan penilaian Allah SWT.

Banyaknya manusia ikut tred dan mode, dan menjadikan media masa sangat
memegang kendali untuk mengarahkan masyarakat mesti di bawa ke arah mana, jika
yang menguasai media masa itu adalah mereka yang mempunyai misi dan visi
perjuangan Islam tentu tayangan media masa itu akan memberikan arah dan warna
Islam, tetapi jika yang menguasai media masa itu adalah mereka yang anti Islam dan
phobi terhadap ajaran Islam maka warna dan arah tayangan pun akan memberikan
kesan sesuai dengan pemahaman mereka.

126
Maka secara prinsip umat Islam dilarang ikut-ikutan, mereka mesti punya prinsip
dan jati diri, tidak gampang terpengaruh dan dipengaruhi, karena prinsip mereka
berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasulullah SAW. Sehingga yang
menggerakkan seluruh aktivitas mereka adalah keimanan.

Allah SWT menyatakan:

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).
(Q.S. Al-Anam (6): 116)

Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa setiap usaha dan upaya yang dilakuakn
kaum sekuler untuk memalingkan umat Islam terhadap keyakinan yang lurus tidak
akan pernah berhasil, terutama terhadap mereka yang meyakini Islam berdasarkan
Ilmu dan tertanam keimanan yang mengakar dalam diri mereka.

Dari sini juga diserukan kepada umat Islam untuk selalu mempelajari Islam
dari sumbernya yang jernih, sehingga pemahaman tidak rancu dan pengamalan tidak
kacau. Sumber dan ajaran Islam itu terpelihara dan terjaga kesucian dan keasliannya,
namun meskipun demikian usaha musuh-musuh Islam tidak pernah berhenti
mengupayakan kekeruhan dan kekacauan untuk memalingkan ummat dari
pemahaman yang benar.

127
Ingatlah dan renungkanlah apa yang diungkapkan Allah SWT dalam
firmanNya:

Maka Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan
tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk
memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan yang
besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan
Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan(Q.S. Al-
baqarah (2): 79).

Itu artinya tidak sedikit para pembusuk berusaha menukar ayat Allah dengan
kepentingan dunia, maka kepada ummat Islam jangan fanatik dan jangan berIslam
berdasarkan ikut-ikutan, tapi belajarlah dan pelajarilah setiap seluk beluk Islam
dengan benar dan dari sumber yang benar, dari tokoh-tokoh yang terkenal kebersihan
aqidah mereka, dan ini ditunjukkan dari kiprah mereka dengan memperjuangkan
keyakinan Islam yang lurus meskipun resiko atas semua itu mereka harus tersisih dan
terbuang dari populeritas dan perhatian ummat. Karena bagi para ulama yang bersih
ini merupakan prinsip utama adalah mendapatkan redha Allah, dan itu tidak akan
bisa dinilai dengan apapun juga.

128

You might also like