You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan semakin besarnya konsumsi

masyarakat Indonesia terhadap produk dari minyak bumi. Tingkat konsumsi terhadap

minyak rata-rata naik 6 % pertahun (Suroso, 2005). Konsumsi terbesar adalah minyak

diesel (solar) yang pada tahun 2002 saja mencapai 22 juta kiloliter. Hal ini

diperkirakan akan terus meningkat pada tahun berikutnya, sehingga mengakibatkan

persediaan minyak bumi Indonesia semakin menipis (Makmuri, 2003). Produksi

kilang-kilang minyak Indonesia juga semakin menurun, bahkan produksi minyak

bumi Indonesia saat tinggal 942.000 barrel perhari (Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral, 2005), kurang dari quota minimal yang ditetapkan oleh OPEC.

Menurut Soedradjat (1999), jika tidak ditemukan atau dikembangkan sumber minyak

baru, maka pada tahun 2010 Indonesia diperkirakan tidak lagi berstatus sebagai net

exporter, atau bahkan menjadi net importer. Sari (2002) mengatakan bahwa jika

Indonesia tidak bersiap, maka pada tahun 2012 Indonesia akan menjadi net oil

importir. Sepuluh tahun kemudian (2022) akan menjadi total oil importer, karena

persediaan minyaknya habis sama sekali. sehingga nilai impor Indonesia akan lebih

besar daripada nilai ekspornya. Oleh karena itu diperlukan upaya guna mendapatkan

bahan bakar alternatif yang bersifat terbarukan, salah satunya adalah biodiesel

(Rahayu, 2005; Zuhdi, 2004; Zuhdi dkk, 2003; Zuhdi, 2002; Rahman, 1995; La

Puppung, 1986).

1
Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati maupun lemak hewan (Briggs,

2004) yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel. Biodiesel terdiri dari mono-

alkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih (Howell dkk, 1996). Biodiesel bersifat

terbarukan, dapat menurunkan emisi kendaraan, bersifat melumasi dan dapat

meningkatkan performance mesin. Biodiesel dibuat dengan cara methanolisis

minyak atau lemak dengan reaksi trans-esterifikasi ataupun esterifikasi, dengan

katalis basa ataupun asam yang menghasilkan methyl ester. Dalam proses ini dengan

satu kilogram bahan baku bisa diperoleh satu liter biodiesel (www.bppt.go.id).

Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai

bahan baku biodiesel.Pertimbanganya adalah dapatkah bahan tersebut dikembangkan

secara luas sebagai bahan baku biodiesel . Pada saat ini telah dilakukan penelitian dan

pengembangan biodiesel dengan beberapa bahan baku seperti minyak kelapa sawit,

minyak jarak, minyak kedelai, dan minyak jelantah. Bahkan beberapa diantaranya

sudah melakukan penelitian pemakaian biodiesel terhadap performance engine.

Pallawagau La Puppung melakukan percobaan menggunakan campuran solar dan

minyak kelapa pada motor diesel putaran tinggi, ternyata minyak kelapa bisa

digunakan sebagai bahan bakar diesel (La Puppung, 1986).

Kebutuhan minyak diesel yang besar otomatis akan membutuhkam bahan baku yang

besar pula. Oleh karena itu diperlukan sumber bahan baku baru untuk menambah

stok bahan baku pembuatan biodiesel. Kriteria yang dibutuhkan adalah mudah

tumbuh, mudah dikembangkan secara luas, dan mengandung minyak nabati yang

cukup besar. Hal ini dilakukan karena diperkirakan bahan baku yang sudah ada

2
belum mencukupi stok kebutuhan biodiesel pada masa yang akan datang, karena

masih dikonsumsi okeh masyarakat Indonesia. Seperti kelapa sawit, walaupun

Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar kedua didunia (setelah

Malaysia), yang pada tahun 2002 produksinya mencapai 6,5 juta ton namun sebagian

besar produksinya masih dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak sayur

(Rahayu, 2005). Begitu pula dengan kedelai sebagian besar produksinya masih

digunakan sebagai bahan baku tahu, tempe, serta susu kedelai.

Konsep memilih bahan baku biodiesel adalah bukan sebagai pengganti bahan baku

yang telah ada, tetapi untuk memenuhi kekurangan bahan baku pembuatan biodiesel.

Berdasarkan realisasinya nanti dapat dibandingkan dan dibuat pilihan bahan apa yang

lebih efektif untuk dikembangkan dalam skala besar sebagai bahan baku pembuatan

biodiesel (Briggs, 2004). Dari sekian banyak potensi alam yang dimiliki oleh

Indonesia, alga (ganggang) dapat dicoba untuk dikembangkan sebagai salah satu

alternatif bahan baku pembuatan biodiesel.

Alga mengandung vegetable oil (minyak nabati) yang sangat tinggi, bahkan beberapa

diantaranya, mempunyai kandungan minyak lebih dari 50 % (Briggs, 2004).

Kandungan minyak nabati yang besar mengidentifikasikan kandungan senyawa fatty

acid (asam lemak) yanga besar dalam alga (Cohen, 1999). Dalam percobaan yang

dilakukan oleh Aguk Zuhdi dengan bahan baku minyak sawit dan minyak jarak, fatty

acid inilah yang selanjutnya diproses menjadi biodiesel. Semakin banyak kandungan

fatty acid dalam suatu bahan maka semakin besar pula biodiesel yang dihasilkan

(Zuhdi dkk, 2003).

3
Alga termasuk tumbuhan autrotof, yang tidak tergantung pada makhluk hidup lain

dan termasuk tumbuhan fotosintesis. Dua hal pokok yang dibutuhkan alga dalam

pertumbuhanya adalah sinar matahari yang cukup dan karbondioksida (CO 2). Salah

satu jenis alga yang sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia adalah seaweed

(rumput laut). Alga dapat tumbuh dan berkembang pada air asin dan air tawar, tetapi

kebanyakan spesiesnya hidup pada perairan laut yang dangkal (Graham, Linda E,

2000). Hal ini sangat sesuai dengan kondisi perairan Indonesia sebagai negara

kepulauan yang menyediakan banyak perairan dangkal dengan sinar matahari yang

cukup bagi pertumbuhaan alga.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :

1. Apakah alga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif bahan baku

pembuatan biodiesel ?

2. Bagaimana cara membuat biodiesel dari alga ?

3. Apakah alga dapat dibudidayakan secara luas di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah :

1. Mengembangkan alga sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan

biodiesel.

2. Mengetahui proses pembuatan biodiesel dari alga.

4
3. Mengetahui bentuk, cara, dan kemungkinan pembudidayaan alga yang dapat

dilakukan di Indonesia.

1.4. Manfaat Penulisan

Dengan penulisan karya ilmiah ini diharapkan :

1. Alga dapat dikembangkan sebagai salah satu bahan baku biodiesel disamping

bahan baku lain yang telah diteliti.

2. Alga dapat menambah stok bahan baku biodiesel untuk memenuhi kebutuhan

bahan bakar motor diesel pada masa yang akan datang, sehingga Indonesia tidak

perlu mengimpor minyak.

5
BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Biodiesel

Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE), the

Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material

(ASTM), sebagai industri energi alternatif, berasal dari asam lemak yang

sumbernya dapat diperbaharui dan terdiri dari mono-alkyl ester yang dapat terbakar

dengan bersih (Howell, 1996). Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang

menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni 100 % mono-alkyl ester. Biodiesel

campuran ditandai dengan BXX, dimana XX menyatakan prosentasi komposisi

biodiesel yang terdapat dalam campuran. B20 berarti terdapat biodiesel 20% dan

minyak solar 80 % (Rahayu, 2005; Zuhdi dkk, 2003).

Perkembangan dan kemajuan industri mengakibatkan semakin naiknya tingkat

konsumsi masyarakat terhadap minyak bumi, terutama minyak diesel (Makmuri,

2003). Sehingga mengakibatkan semakin menipisnya persediaan minyak bumi

sebagai bahan baku minyak diesel serta tingginya tingkat polusi yang diakibatkan

oleh bahan bakar konvensional tersebut. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong

adanya penelitian terhadap biodiesel sebagai bahan bakar alternatif (Zuhdi dkk,

2003).

Biodiesel terbuat dari fatty acid (asam lemak), baik yang berasal dari minyak nabati

maupun lemak hewan, yang merupakan sumber bahan baku yang bersifat

6
renewable (dapat diperbaharui). Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak

hewan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak

penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang

dapat dikembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuaatan biodiesel.

Diantaranya adalah minyak sawit, minyak jelantah, minyak jarak, dan minyak

kedelai (Rahayu, 2005; Zuhdi dkk,2003).

Biodiesel didapatkan dengan cara melakukan proses esterifikasi atau

tranesterifikasi, yaitu proses katalisasi minyak atau asam minyak dengan methanol

atau ethanol. Katalis yang digunakan bisa berupa asam maupun basa. Dari proses

ini dihasilkan methil ester (Zuhdi, 2002 dan Solistia, 2004), yang selanjutnya

disebut sebagai biodiesel.

Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan dapat

digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun (Briggs, 2004). Rahman

(1995) mengatakan bahwa dari percobaan yang telah dilakukan di Amerika Serikat,

peserta mencatat adanya penurunan asap, unjuk kerja engine tidak kurang atau lebih

baik dilihat dari segi emisi, start, dan konsumsi bahan bakar.

Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan. Menurut studi yang

dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel

antara lain:

7
1. Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel,

sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi

yang signifikan, dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.

2. Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel

konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan

feel pelumasan hampir 30 persen.

3. Hasil percobaan membuktikan bahwa selama 15.000.000 miles penggunaanya,

biodiesel menawarkan konsumsi bahan bakar, HP, dan torsi yang hampir sama

dengan minyak diesel konvensional.

4. Tingkat polusinya lebih kecil dibandingkan dengan miyak diesel konvensional.

2.1.1. Esterifikasi

Minyak nabati dapat dibuat mempunyai sifat-sifat yang mirip minyak solar dengan

memakai senyawa alkohol seperti methanol atau ethanol dalam suatu proses yang

disebut esterifikasi (Rahman, 1995). Esterifikasi merupakan proses untuk

mengubah minyak nabati atau lemak menjadi methyl ester. Methyl ester inilah yang

disebut sebagai biodiesel (Rahayu, 2005; Zuhdi dkk, 2003; Gabrosky dan Mc

Cormic, 1998; dan Culshaw, 1993).

Pada umumnya minyak nabati mempunyai viskositas yang lebih tinggi dari range

yang telah ditentukan oleh National Biodiesel Board. Esterifikasi bertujuan untuk

menurunkan viskositas dari bahan baku, sehingga viskositas biodiesel yang

8
dihasilkan masuk dalam range yang distandartkan oleh National Biodiesel Board

(Zuhdi, 2003; Adryan, 2002; Zuhdi, 2002; Pelly,2000; dan Kac,2000).

Menurut Zuhdi dkk (2003) ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk mengubah

minyak atau lemak menjadi methyl ester, yaitu :

1. Katalisasi minyak dengan methanol dalam rangka tranesterifikasi.

2. Katalisasi asam minyak dengan methanol dalam rangka esterifikasi.

3. Mengubah minyak dari asam lemak menjadi methyl ester.

Secara rinci prosesnya adalah methanol dicampur dengan katalis. Katalis yang digunakan

adalah sodium hidroksida. Campuran ini lalu ditambahkan pada minyak dan dimasukkan

kedalam reaktor. Pemanasan sampai suhu 150 derajat Fahrenheit dilakukan selama 1

sampai 8 jam. Dari campuran ini dihasilkan dua zat yang mempunyai masa jenis yang

berbeda, yaitu methyl ester dan gliserin. Campuran ini dapat dipisahkan dengan proses

sentrifugal. Pada beberapa sistem, methanol dipisahkan setelah campuran ini terpisah.

Dalam kesetimbangan stokiometri reaksi ini dapat ditulis sebagai :

Sodium hidroksida

Fat or oil + 3 Methanol 3 Methyl ester + Gliserol

1000 kg 107.5 kg 1004.5 kg 103 kg

9
Methyl ester lalu dicuci dengan air hangat, untuk membersihkan sisa katalis dan

sabun. Tidak ada bahan yang terbuang dari proses pengolahan biodiesel ini

(National Biodiesel Board).

Gambar 1. Input proses esterifikasi (National Biodiesel Board)

Gambar 2. Output proses esterifikasi (National Biodiesel Board)

2.1.2. Propertis Biodiesel

10
Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh

ASTM. Salah satu parameter yang penting untuk menentukan kualitas bahan bakar

adalah cetane number. Cetane number merupakan ukuran yang menyatakan kualitas

pembakaran bahan bakar, dalam ruang bakar motor diesel. Cetane number adalah

fungsi dari banyaknya CH3 dan CH2 dalam komposisi bahan bakar (Connemann dan

Fischer, 1998).

Kisaran cetane number adalah 1 sampai 100. bahan bakar dengan nilai cetane

number 100 adalah cetane (hexsadeca), bahan bakar dengan nilai cetane number

terendah adalah 2.2.4.4.6.8.8 heptametilnonane, dengan nilai cetane number 15

(OConner, Forester dan Scurel, 1992)

Cetane number dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik bahan bakar, seperti

densitas dan viskositas kinematik (Henein, Fragoulis, 1985), tetapi penentuan

cetane number berdasarkan sifat kimianya dianggap lebih baik. Salah satu formula

yang dapat digunakan untuk menghitung cetane number adalah yang diajukan oleh

Gautier (1998), yaitu:

Cetane number = -.057 H3+0.935 H20.454 H1 -9,718 HA+0.102 HD . . . . .

Dimana H3 adalah semua metil hydrogen kecuali yang terikat langsung pada gugus

aromatik. H2 adalah semua metilen dan hydrogen metilen kecuali yamg terikat

langsung pada gugus aromatik. H1 adalah semua hydrokarbon atau gugus karbon

yang terikat pada gugus aromatik. HA adalah semua hydrogen mono aromatik. HD

11
adalah semua hydrogen poly aromatik. Formula lain yang lebih mendekati adalah

hasil regresi yang diberikan oleh Conner, Forrester, Scruller (1992) yaitu :

Cetane number = 2.34 + 35.4 (CH2 / CH3. ) - - - - regresi linear

Cetane number = 1.8 + 43.8 (CH2 / CH3. ) 8.1 (CH2 / CH3. )2 +

0.69 (CH2 / CH3. )3 - - - - - - - - - regresi non linear

Dari perbandinganya dengan hasil percobaan, formula hasil regresi non linear

hasilnya paling mendekati.

2.1.3. Potensi Pengembangan Biodiesel di Indonesia

Kebutuhan minyak diesel di Indonesia sangat besar, mencapai 22 juta kiloliter

(2002). Konsumsi terbesar minyak diesel adalah dibidang transportasi darat (60 %),

industri, dan bidang pertanian. Sekitar 30 % dari kebutuhan minyak diesel dalam

negeri saat ini masih diimpor, angka ini diperkirakan makin tinggi akibat

permintaan solar yang terus meningkat, sementara pembangunan dan produksi atau

kemampuan kilang tidak meningkat. Hal ini merupakan peluang pasar yang besar

bagi pengembangan biodiesel di Indonesia (Makmuri, 2002).

2.2. Alga (Ganggang)

2.2.1. Biologi Alga

Alga merupakan tumbuhan autrotrof dan fotosintesis. Alga mempunyai bentuk yang

bermacam-macam, ada yang menyerupai benang dan ada yang berbentuk tumbuhan

12
tinggi. Ciri utamanya adalah tidak mempunyai alat berupa akar, batang, dan daun

sesungguhnya seperti yang dimiliki oleh tumbuhan besar lainya (www.ristek.go.id).

Dalam artikelnya Michael Briggs mengatakan bahwa alga adalah tumbuhan yang

paling efektif proses fotosintesisnya.Hal ini karena alga mampu mengoptimalkan

sinar matahari dalam proses fotosintesis, walaupun sinar matahari terhalang oleh

permukaan air (Briggs, 2004). Alga sangat besar perananya dalam

biogeochemistry, yaitu sebagai bagian penting dari siklus N (nitrogen), O (oksigen),

S (Belerang), P (phosphate), dan C (karbon) (Graham dan Wilcox, 2000).

Alga dibagi menjadi 9 Phylum yaitu Cyanobacteria, Glaucophyta, Euglenophyta,

Cryptophyta, Haptophyta, Dinophyta, Ochrophyta (salah satu jenisnya adalah Alga

coklat), Rhodophyta (Alga hijau), dan Chlorophyta (Alga merah). Menurut

ukuranya alga dibedakan menjadi dua jenis yaitu macroalgae, yang berukuran besar

dan microalgae, yang berukuran mikrometer (Graham dan Wilcox, 2000).

Macroalga dibagi menjadi 3 jenis, yaitu (1) Alga coklat, yang dapat mencapai

ukuran paling besar, biasa disebut dengan seaweed (rumput laut), (2) Alga hijau,

dan (3) Alga merah (en.wikipedia.org).

Microalgae (Alga mikro) merupakan jenis ganggang yang paling banyak

dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini karena microalgae

mempunyai beberapa keuntungan, yaitu pertumbuhanya lebih cepat dan kandungan

fatty acid lebih besar (Cohen, 1999; Sheehan dkk, 1998).

13
Dua faktor terpenting yang dibutuhkan bagi pertumbuhan alga adalah sinar

matahari yang cukup dan karbondioksida. Selain itu alga juga membutuhkan

beberapa nutrisi tambahan seperti nitrogen, phosphate, dan zat besi agar

pertumbuhanya cepat dan optimal. Beberapa jenis alga juga membutuhkan silikon

(Graham dan Wilcox, 2000).

Alga dapat berkembang pada air laut dan air tawar, bahkan pada daerah yang basah

dan lembab seperti pegunungan dan derah salju. Alga mempunyai ukuran yang

bervariasi, dari yang panjangnya satu mikrometer sampai raksasa laut yang

tingginya lebih dari 50 meter (Graham dan Wilcox, 2000). Alga sejenis rumput laut

(seaweed) tingginya dapat mencapai 70 meter. Alga dalam bentuk mikro biasa

disebut dengan phytoplankton yang merupakan sumber rantai makanan dilaut

(en.wikipedia.org).

Jenis alga yang sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia adalah rumput laut

(seaweed). Rumput laut berbentuk koloni dan berkembang pada perairan yang

dangkal, pesut jernih, berpasir, dan berlumpur. Rumput laut biasanya menempel

pada karang mati, potongan kerang, dan substrat yang keras lainya, baik yang

terbentuk secara alami atau buatan (artificial) (www.ristek.go.id).

2.2.2. Zat yang Terkandung dalam Alga

Menurut Sheehan dkk (1998) dari departemen energi Amerika Serikat, ada 3

komponen zat utama yang terkandung dalam alga, yaitu (1) Karbohidrat, (2)

protein, dan (3) Triacyglycerols. Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi

14
alkohol, protein dapat diolah menjadi produk makanan dan kecantikan, dan

Triacyglycerols dapat diubah fatty acid. Kombinasi dari pemanfaatan 3 komponen

diatas dapat menghasilkan makanan ternak.

2.2.3. Fatty Acid (Asam Minyak)

Fatty acid merupakan produk dari alga yang berupa minyak nabati. Alga

mengandung minyak nabati yang sangat besar. Menurut Briggs (2004), alga

mengandung minyak lebih dari 50 % beratnya. Salah satu jenis alga yang diteliti

oleh Sheehan dkk (1998) kandungan minyaknya bahkan dapat mencapai lebih dari

50 %. Minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel

(Rahayu, 2005; Zuhdi, 2004; Zuhdi dkk, 2003; Zuhdi, 2002; Rahman, 1995; La

Puppung, 1986).

2.2.4. Manfaat Alga

Alga dapat diproduksi menjadi makanan yang dikonsumsi manusia, makanan

ternak, dan pupuk. Alga sangat besar perananya dalam biogeochemistry, yaitu

sebagai bagian penting dari siklus N (nitrogen), O (oksigen), S (Belerang), P

(phosphate), dan C (karbon). Alga memainkan peranan penting dalam bioteknologi,

seperti menyerap polusi dan pencemaran yang berlebihan (Graham dan Wilcox,

2000). Alga juga dapat dimanfaatkan pada bidang farmasi sebagai bahan pembuatan

obat-obatan (Cohen, 1999), seperti adanya kandungan zat anti HIV dan anti Herves

(Catie, 1998).

15
Selain itu alga juga dapat diproses menjadi menjadi minyak nabati, yang

selanjutnya diproses menjadi biodiesel. Setelah diambil minyaknya, sisa

ekstraksinya yang berupa karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol, baik

dalam bentuk methanol maupun ethanol (Sheehan, 1998).

2.3. Biodiesel dari Alga

2.3.1. Propertis Alga sebagai Biodiesel

Salah satu propertis utama yang terdapat didalam alga adalah fatty acid (asam minyak

nabati) yang terdiri dari senyawa triacyglycerol, yang besarnya tergantung pada masing-

masing jenis alga (Cohen, 1999). Briggs (2004) mengatakan bahwa kandungan vegetable

oil (minyak nabati) dari beberapa jenis alga dapat mencapai lebih dari 50 %. Fatty acid

atau minyak nabati inilah yang selanjutnya akan diproses menjadi biodiesel (Zuhdi dkk,

2003; Zuhdi, 2002).

R= C15H31

Gambar 3. Senyawa Triacyglycerol minyak nabati dari alga

2.3.2. Pembuatan Biodiesel dari Alga

16
Pembuatan biodisel tidak hanya memerlukan bahan baku saja, tetapi juga

memerlukan alkohol (methanol atau ethanol), yang jumlahnya sekitar 10 % dari

campuran (Briggs, 2004). Alkohol berguna untuk menurunkan viskositas minyak

nabati dengan proses esterifikasi, sehingga biodiesel mempunyai sifat-sifat yang

mirip dengan minyak diesel (Rahman, 1995). Alkohol dapat diperoleh dengan cara

fermentasi karbohidrat yang terkandung dalam alga. Karbohidrat merupakan produk

sisa dari alga setelah diambil minyak nabatinya (Sheehan, 1998).

Dalam artikelnya Briggs (2004) mengatakan bahwa sebelum diproses menjadi

biodiesel alga harus diekstraksi terlebih dahulu menjadi minyak nabati. Menurut

Sheehan dkk (1998) ada beberapa tahapan untuk mendapatkan biodiesel dari alga ,

yaitu :

1. Pengeringan.

2. Ekstraksi Alga menjadi minyak nabati.

3. Esterifikasi minyak nabati menjadi Methyl ester.

Untuk membuat alga menjadi biodiesel maka alga harus dijadikan minyak terlebih

dahulu. Minyak inilah yang selanjutnya diproses menjadi biodiesel (Sheehan dkk,

1998). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengubah alga menjadi

minyak nabati, salah satunya adalah dengan pengepresan. Ini merupakan cara yang

paling mudah , tetapi efisiensinya rendah yaitu sekitar 70 % (Laarhoven dkk, 2005).

17
Menurut Laarhoven dkk (2005), efisiensi tersebut dapat ditingkatkan dengan cara

menambahkan Cyclohexane pada campuran sisa. Cyclohexane akan menyerap

minyak yang ada pada campuran. Kemudian minyak tersebut dipisahkan dari

Cyclohexane dengan cara penyulingan. Dengan proses ini didapatkan 99 % minyak

nabati yang terkandung dalam alga.

Biodiesel dari alga didapatkan dengan cara melakukan proses esterifikasi atau

tranesterifikasi, yaitu proses katalisasi minyak atau asam minyak dengan methanol

atau ethanol. Katalis yang digunakan bisa berupa asam maupun basa. Dari proses

ini dihasilkan methil ester (Zuhdi, 2002 dan Solistia, 2004), yang selanjutnya

disebut dengan biodiesel.

Sedangkan Laarhoven dkk (Maurick College) melakukan proses esterifikasi dengan

mencampur minyak nabati (yang terdiri dari senyawa triacyglycerol) dengan

katalisator sodium ethanolat. Sodium ethanolat didapatkan dengan mencampur

ethanol dengan sodium.

Triacyglycerol + ethanol Gliserol + Methyl ester

C2H5ONa

18
Gambar 4. Esterifikasi dengan katalisator sodium ethanolat (Laarhoven Maurick
College)

19
BAB III

METODE PENULISAN

Penulisan karya ilmiah ini dimulai dengan pencarian data-data dan informasi berupa

pengamatan secara langsung serta data sekunder yang berasal dari surat kabar, buku-

buku teks, jurnal-jurnal, laporan hasil penelitian, dan artikel-artikel dari internet. Dalam

menyelesaikan masalah, karya tulis ini didekati dengan studi literatur dan komunikasi

personal agar didapatkan gambaran yang nyata tentang permasalahan.

Proses selanjutnya adalah pembuatan outline, yang berisi ide-ide umum yang akan

dimuat dalam tulisan ini. Hal ini berguna untuk membatasi karya tulis agar sesuai dengan

tujuan yang akan dicapai. Outline juga mempermudah proses data collecting

(pengumpulan data).

Data-data dan informasi yang diperoleh dikumpulkan dan diolah sesuai dengan outline,

tema, dan tujuan penulisan. Hasil pengolahan ditulis berdasarkan Pedoman Umum

Penyelenggaraan Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Tingkat Perguruan

Tinggi/Wilayah/Nasional.

Pembahasan tulisan ini dilakukan berdasarkan literatur dan fakta yang ada di lapangan,

untuk diarahkan pada tujuan penulisan. Pengambilan kesimpulan menggunakan metode

induksi dan deduksi. Saran dirumuskan berdasarkan fakta yang ada dengan kesimpulan

yang diperoleh untuk menciptakan kondisi yang lebih baik.

20
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Alga Sebagai Salah Satu Alternatif Bahan Baku Pembuatan Biodiesel.

Tiga komponen biomasa utama yang terkandung dalam alga adalah karbohidrat,

protein, dan cairan yang disimpan dalam bentuk Triacyglycerols (TAGs).

Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol, protein dapat diolah menjadi

produk makanan dan kecantikan, dan TAGs dapat digunakan untuk memproduksi

bermacam-macam bahan kimia, salah satunya adalah fatty acid. Kandungan fatty

acid dalam alga sangat besar. Beberapa jenis alga mempunyai kandungan fatty acid

lebih dari 60 % (Sheehan dkk, 1998).

Komponen utama alga yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel adalah fatty

acid (asam minyak). Semakin besar kandungan fatty acid dalam suatu bahan maka

semakin besar biodiesel yang akan dihasilkan. Untuk mendapatkan biodiesel maka

dilakukan proses esterifikasi dengan katalisator asam atau basa, yang menghasilkan

methyl ester. Methyl ester inilah yang selanjutnya disebut sebagai biodiesel.

Untuk membuat biodisel tidak hanya diperlukan bahan baku saja, tetapi juga

diperlukan alkohol (methanol atau ethanol), yang jumlahnya sekitar 10 % dari

campuran (Briggs, 2004), sedangkan Zuhdi (2002) menggunakan alkohol sebesar

12 % dalam percobaannya. Alkohol berguna untuk menurunkan viskositas minyak

nabati dengan proses esterifikasi, sehingga biodiesel mempunyai sifat-sifat yang

mirip dengan minyak diesel (Rahman, 1995).

21
Keuntungan dari pengembangan alga sebagai biodiesel adalah methanol atau

alkohol yang digunakan untuk proses esterifikasi dapat diproduksi dari alga itu

sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara fermentasi karbohidrat yang terkandung

dalam alga. Karbohidrat yang difermentasikan merupakan sisa dari proses ekstraksi

(alga menjadi fatty acid).

4.2. Proses Pembuatan Biodiesel dari Alga.

Dalam artikelnya Briggs (2004) mengatakan bahwa sebelum diproses menjadi

biodiesel alga harus diekstraksi terlebih dahulu menjadi minyak nabati. Menurut

Sheehan dkk (1998) ada beberapa tahapan untuk mendapatkan biodiesel dari alga ,

yaitu :

1. Pengeringan.

2. Ekstraksi Alga menjadi minyak nabati.

3. Esterifikasi minyak nabati menjadi Methyl ester.

Proses yang harus dilakukan sebelum membuat alga menjadi biodiesel adalah

ekstraksi alga menjadi minyak nabati. Minyak inilah yang selanjutnya diproses

menjadi biodiesel dengan cara esterifikasi (Sheehan dkk, 1998).

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengubah alga menjadi minyak

nabati, yaitu Could press, Hexane Solvent oil Extraction, dan Supercritical Fluid

Extraction (BioDieselNow Forums, 2005). Could press mempunyai efisiensi sekitar

70% (Laarhoven dkk, 2005). Hexane Solvent oil Extraction efisiensinya mencapai

22
92 %, sedangkan Supercritical Fluid Extraction efisiensinya dapat mencapai 100 %.

Kedua peralatan terakhir ini investasinya sangat mahal.

Dari ketiga cara diatas pengepresan merupakan cara yang paling mudah dan murah.

Estraksi alga dengan could press sangat cocok dipakai untuk produksi dalam skala kecil.

Proses pengepresan mempunyai efisiensi rendah karena untuk mendapatkan minyak, alga

yang sudah dikeringkan dipress sehingga hancur. Cairan minyak nabati bersih yang

dihasilkan sekitar 70% dari jumlah minyak yang terkandung dalam alga. Sedangkan

sisanya masih bercampur dengan sisa ekstraksi yang berupa karbohidrat.

Laarhoven dkk (2005) menggunakan Cyclohexane untuk menyerap minyak yang

masih bercampur dengan karbohidrat. Kemudian minyak dipisahkan dari

Cyclohexane dengan cara distilasi (penyulingan). Dengan proses ini, hasil akhir

proses ekstraksi dapat mencapai 99 %.

Setelah alga diolah menjadi menjadi minyak nabati, maka proses selanjutnya adalah

esterifikasi. Untuk merubah minyak nabati menjadi biodiesel dapat dipakai perbandingan

campuran yang digunakan Zuhdi (2003), yaitu minyak nabati 87 %, Alkohol 12%, dan

katalis 1%. Campuran ini kemudian dimasukkan kedalam reaktor untuk dipanaskan

sampai suhu 150 derajat Fahrenheit selama 1 sampai 8 jam. Proses esterifikasi ini akan

menghasilkan methyl ester 86 %, alkohol 4 %, fertilizer 1% (pupuk), dan gliserin 9 %.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dihitung secara kasar, berapa besar biodiesel yang

didapatkan dari proses esterifikasi. Perhitungan dilakukan dengan tiga tahap, yaitu (1)

Minyak nabati yang dihasilkan dari proses pengepresan (2) Setelah dilakukan proses

penyulingan, dan (3) Metthyl ester (biodiesel) yang dihasilkan.

23
Tabel 1. Biodiesel yang diperoleh dari 10 kg alga kering

Kandungan Fatty
Hasil Pengepresan Hasil Penyulingan Methyl ester
acid dlm alga

(kg) (kg) (kg)


(kg)
45% 3.15 4.455 4.4
50% 3.5 4.95 4.89
55% 3.85 5.445 5.38
60% 4.2 5.94 5.87

4.3. Potensi Alga Sebagai Bahan Baku Biodiesel di Indonesia

Alga dapat tumbuh pada air laut maupun air tawar. Dua hal penting yang sangat

mendukung pertumbuhan alga adalah karbondioksida dan sinar matahari yang

cukup. Alga juga membutuhkan nutrisi-nutrisi lain untuk mengoptimalkan

pertumbuhanya, yaitu nitrogen, phosphate, dan zat besi (Graham dan Wilcox,

2000). Alga juga dapat tumbuh subur dengan memanfatkan sisa kotoran hewan,

manusia, dan pupuk kimiawi yang tidak diserap oleh tumbuhan.

Indonesia mempunyai perairan dangkal yang luas dengan sinar matahari yang

cukup sepanjang tahun, sehingga sangat besar kemungkinanya untuk

membudidayakan alga. Hal ini sangat tergantung pada nilai ekonomis dan manfaat

yang dapat diambil. Alga yang sudah dibudidayakan dan dikenal luas oleh

masyarakat Indonesia saat ini adalah rumput laut, yang termasuk jenis alga coklat.
24
Alga dapat diproduksi menjadi makanan yang dikonsumsi manusia, makanan

ternak, dan pupuk. Alga juga dapat dimanfaatkan pada bidang farmasi sebagai

bahan pembuatan obat-obatan (Cohen, 1999), seperti adanya kandungan zat anti

HIV dan anti Herves (Catie, 1998). Alga sangat besar peranannya dalam

biogeochemistry, yaitu sebagai bagian penting dari siklus N (nitrogen), O (oksigen),

S (Belerang), P (phosphate), dan C (karbon). Alga memainkan peranan penting

dalam bioteknologi, seperti menyerap polusi dan pencemaran yang berlebihan

(Graham dan Wilcox, 2000). Topik terbaru yang sedang hangat-hangatnya

dibicarakan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini adalah alga

sebagai biodiesel.

Indonesia memiliki berbagai jenis alga yang berkembang alami, terutama pada

daerah pantai yang dangkal dan berpasir. Alga juga tumbuh dan berkembang pada

air tawar, seperti kolam dan danau. Kebanyakan alga ini termasuk jenis makro,

yang sebagian besar tidak diolah dan dimanfaatkan. Padahal menurut

BioDieselNow Forums (2005) kandungan minyak dalam alga makro adalah sekitar

25 % sampai 40 %.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa alga yang tumbuh alami dapat digunakan

dan diproses menjadi biodiesel. Cara ekstraksi menjadi minyak adalah dengan

pengepresan, sehingga prosesnya mudah dan biayanya murah. Sisa ekstraksi ini

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

Untuk meningkatkan kandungan minyak nabati dalam alga dapat dilakukan

budidaya alga dengan menggunakan alga mikro. Menurut Sheehan dkk (1998)

25
kandungan minyak nabati dalam alga mikro dapat mencapai 60%. Kelebihan alga

mikro adalah kandungan minyak nabatinya besar dan pertumbuhanya sangat cepat.

Budidaya alga dapat dioptimalkan menggunakan sistem terpadu. Pada sistem ini

alga dikembangkan dan dibudidayakan berdekatan dengan power plant

(pembangkit tenaga). Panas dan sisa pembakaran dari power plant yang

mengandung karbondioksida disalurkan ke tempat pengeringan alga yang sudah

dipanen, kemudian dialirkan ke tempat pembudidayaan alga (Sheehan dkk, 1998).

Dengan menggunakan sistem ini maka proses pengeringan alga menjadi lebih cepat dan

kebutuhan karbondioksida alga terpenuhi. Selain itu pencemaran udara juga dapat

dikurangi, karena karbondioksida yang terkandung dalam asap pembakaran power plant

didaur ulang oleh alga. Berdasarkan literatur diatas maka pembudidayaan alga di

Indonesia dapat dilakukan didaerah yang berdekatan dengan pembangkit daya yang

menggunakan bahan bakar fosil. Salah satunya adalah Paiton di Jawa Timur. Paiton juga

berada didaerah pantai. Paiton menggunakan bahan bakar batu bara yang konsentrasi

karbondioksida dalam udara sisa pembakaranya tinggi. Pembudidayaan alga juga dapat

dilakukan pada daerah dengan konsentrasi pencemaran udara yang tinggi, misalnya

kepulauan seribu untuk mereduksi pencemaran di Jakarta.

26
Gambar 5. Budidaya Alga Menggunakan Sistem Terpadu (Sheehan dkk, 1998)

Pengoptimalan alga juga dapat dilakukan pada pengolahan pasca panen. Seperti yang

telah dijelaskan, alga mempunyai tiga komponen biomasa utama, yaitu karbohidrat,

protein, dan minyak nabati. Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol. Protein

dapat diolah menjadi produk makanan dan kecantikan. Minyak nabati dapat digunakan

untuk memproduksi bermacam-macam produk, salah satunya adalah biodiesel (Sheehan

dkk, 1998).

27
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Alga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan

biodiesel di Indonesia.

2. Proses pembuatan biodiesel dari alga dibuat dengan tiga tahapan, yaitu (1)

Pengeringan, (2) Ekstraksi alga menjadi minyak nabati, dan (3) Esterifikasi

minyak nabati menjadi biodiesel

3. Alga dapat dibudidayakan secara luas di Indonesia. Paiton dan Pulau Seribu

diusulkan sebagai pilot projek pengembangan biodiesel dari alga dengan sistem

terpadu.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan minyak

nabati berbagai jenis alga yang ada di Indonesia.

2. Perlu diadakan percobaan untuk mengetahui berapa biodiesel yang dihasilkan

dari setiap kilogram alga kering.

3. Perlu pengenalan kepada masyarakat tentang manfaat alga sehingga mendorong

minat masyarakat untuk membudidayakan alga.

28
4. Perlu dicari suatu peralatan yang kompak, sederhana dan murah yang dapat

membuat alga menjadi biodiesel dalam skala kecil, sehingga membuka

lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Penawaran Teknologi: Rumput Laut.

http://www.ristek.go.id/profil/kegiatan/tawar_rumput.htm. Dikunjungi 23 Februari

2005.

Anonim, Algae http://en.wikipedia.org/wiki/Algae. Dikunjungi 23 Pebruari 2005

Adryan FT, [2002], Unjuk Kerja Motor Diesel Dengan Bahan Bakar Jelantah Methyl

Ester, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan- Fakultas Teknologi Kelautan

ITS.

Briggs, M [2004], Widescale Biodiesel Production from Algae,

http://www.unh.edu/p2/biodiesel/article_algae.html. Dikunjungi pada Pebruari 2005.

Catie, [1998], Sari Ganggang untuk HIV dan Herves?

http://www.rad.net.id/aids/WARTA/WA02609.htm. Dikunjungi pada 20 Pebruari 2005.

Cohen, Zvi [1999], Chemicals from Microalgae, Tylor & Francis Ltd.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, [2005], Jumlah Produksi Minyak

Indonesia Terus Turun, Harian Pagi Kompas, 12 Maret 2005 .

Gabrosky, M.S., McCormick, R.L., Alleman, T.L., dan Herring, A.M., [1999], Effect

of Biodiesel Composition on NOx dan PM Emission from DDC Series 60 Engine,

Colorado Institute for Fuel and engine Research, Colorado

Gabrosky, M.S., dan McCormick, R.L., [1998], Combustion of Fts and Vegetable Oil

Derrived Fuel in Diesel Engine, Program Energy Combination Science, Vol 24 pp

125-164.

Culshaw, F.A., [1993], The Potential of Biodiesel from Oilseed Rape, Journal of

Power and Energy, Proc. Instn. Mech. Engrs Vol 207 pp : 173-17.

30
Graham, LE., Wilcox, Lw., [2000], Algae, Prentice-Hall, USA.

La Puppung, P [1986], Penggunan Minyak Kelapa sebagai Bahan Bakar Motor

Diesel, Lembaran Publikasi Lemigas No. 1/1986.

Makmuri, [2002], Biodiesel Bahan Bakar dari Limbah CPO, BPPT, Jakarta.

National Biodiesel Board, Biodiesel Production, www.biodiesel.org

Rahman, M (1995), Biodiesel, Alternatif Substitusi Solar yang Menjanjikan bagi

Indonesia, Lembaran Publikasi Lemigas No. 1/95.

Oconnor, C.T., Forester, R.D., dan Seurrell, M.S., [1992], Cetane Number

Determination of Synthetic Diesel Fuel, FUEL, Vol.71.

Pelly, M., [2000], Mike Pellys Biodiesel Method www.journeytoforever.org

dikunjungi 28 Agustus 2004.

Rahayu, BS, [2005], Analisa Emisi NOx dan Partikel Smoke Pada Motor Diesel

Menggunakan Bahan Bakar Crude Palm Methyl Ester, Tugas Akhir, Institut Teknologi

Sepuluh Nopember, Surabaya.

Sari, AP [2002], Tanpa Titel, www.pertamina.com. Dikunjungi 23 Pebruari 2005.

Sheehan, J., Dunahay, T., Benemann, J., Roessler, P., [1998], A look Back at The U.S.

Department of Energys Aquatic Species Program : Biodiesel from Algae, Colorado,

USA

Soedradjat, S, [1999], Dunia Minyak Memasuki Pasca 2000, Lembaran Publikasi

Lemigas Vol. 32. No.2. 98/99.

Soeroso, [2005], Kilang Pengolahan BBM dioptimalkan, Harian Pagi Jawa Pos 11

Maret 2005.

31
Solistia W, S., [2005], Biodiesel Pilot Plant

http://www.bppt.go.id/potensial/tampilkan.php?id=7 Dikunjungi pada Pebruari 2005.

Zuhdi, MFA, [2004], Uji Ketahanan Motor Diesel Dengan Bahan Bakar Komposisi

Castor Methyl Ester , Palm Methyl Ester, dan Minyak Solar, Prosiding Seminar

Nasional Pasca Sarjana IV, Program Pasca Sarjana ITS.

Zuhdi, MFA, [2003], Biodiesel Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil

PadaMotor Diesel, Laporan Riset, RUT VIII Bidang Teknologi, Lembaga Ilmu

Pengtahuan Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi RI.

Zuhdi, MFA, (2002), Aplikasi Pengguanaan Waste Methyl Ester Pada High Speed

Marine Diesel Engine, Seminar Nasional Teori aplikasi Teknologi Kelautan FTK ITS

32

You might also like