You are on page 1of 10

3.

SUSTAINABILITY

Dalam konteks pembangunan saat ini, keberhasilan sebuah perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangan, melainkan juga dari sejauh mana kepedulian perusahaan terhadap
aspek sosial dan lingkungan. Dalam bisnis apa pun, prioritas utama adalah keberlanjutan usaha. Sedangkan
keberlanjutan tanpa ditopang kepedulian terhadap aspek lingkungan dan sosial, berpotensi menimbulkan
kendala-kendala baik berbentuk laten maupun manifest yang tentu akan menghambat pencapaian
keuntungan perusahaan. Bagaimanapun sebuah bisnis tidak akan berjalan optimal jika tidak mampu
menjaga cadangan sumber daya (resource), yang meliputi aspek sosial dalam hal ini Sumber Daya Manusia
(SDM) dan aspek lingkungan atau Sumber Daya Alam (SDA). Dasar pemikirannya
adalah, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa
tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan
memperhatikan dimensi terkait lainnya, termasuk dimensi sosial dan lingkungan.
Mengapa keberlanjutan sebuah perusahaan ditentukan oleh aspek sosial dan lingkungan, bukan
semata-mata keuntungan bisnis, dikarenakan aspek sosial dan lingkungan, merupakan parameter untuk
mengetahui apakah ada dampak positif atau negatif dari kehadiran perusahaan sebagai komunitas baru
terhadap komunitas lokal (masyarakat setempat). Selain itu perusahaan perlu mendapatkan izin lokal (local
license), sebagai bentuk legalitas secara cultural jika keberadaannya diterima masyarakat. Perusahaan
terkadang merasa cukup dengan hanya mengandalkan izin formal baik dari pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten, namun mengabaikan izin lokal dalam hal ini memberikan perhatian terhadap aspek social dan
lingkungan setempat. Parameter keberlanjutan ditentukan oleh sejauhmana perusahaan mampu mengelola
hubungan dengan masyarakat dan lingkungan melalui program CSR. Perkembangan CSR tidak bisa
terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Definisi pembangunan
berkelanjutan menurut The World Commission on Environment and Development yang lebih dikenal
dengan The Brundtland and Development yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission, adalah
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Deskripsi diatas menjadi sebuah pengantar mengenai perubahan paradigma CSR, jika dulu
perusahaan memaknai CSR, Community Develpopment (CD) atau Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) sebagai sebuah beban perusahaan atau biaya resiko, karena dianggap tidak
menguntungkan, tidak lebih sebagai derma perusahaan kepada masyarakat yang tidak menghasilkan imbal
balik secara materi. Sedangkan saat ini perusahaan semakin menyadari bahwa CSR bukan lagi sebuah
beban, melainkan bagian dari modal sosial, dimana keberlanjutan perusahaan tidak hanya ditentukan
oleh profit (keuntungan) juga oleh planet(lingkungan alam) dan people (lingkungan sosial), terlebih
perusahaan perusahaan ekstraktif, perkebunan dan jenis perusahaan yang memiliki tingkat resiko besar
terhadap intervensi lingkungan alam dan sosial, maka parameter keberlanjutan ditentukan pada sejauhmana
perusahaan mampu me-maintenance masyarakat dan lingkungan melalui program-program CSR.
Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari
bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
masyarakat luas. Wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang kini
menjadi isu sentral yang semakin populer dan bahkan ditempatkan pada posisi yang penting, karena itu
kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak terkait mulai merespon wacana ini, tidak sekedar
mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaatnya.
Corporate Social Responsibilit(CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-
macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan
lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas
umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat
banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan investasi jangka panjang yang berguna
untuk meminimalisasi risiko sosial, serta berfungsi sebagai sarana meningkatkan citra perusahaan di mata
publik. Salah satu implementasi program CSR adalah dengan pengembangan atau pemberdayaan
masyarakat (Community Development). Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi
pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost
centre) melainkan sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre). Program CSR merupakan komitmen
perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi
lain masyarakat mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi
keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi keuntungan-
keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu masyarakat tak sekedar menuntut
perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk
bertanggung jawab sosial.
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk mengembangkan masyarakat
yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat didalam dan diluar perusahaan baik secara langsung
maupun tidak langsung, meski perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada
masyarakat tetapi diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai bidang.
Kegiatan CSR penting dalam upaya membangun citra dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya
meningkatkan kepercayaan baik dari konsumen maupun mitra bisnis perusahaan tersebut.
Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan
(sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai
sarana meraih keuntungan (profit centre). Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk
mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain masyarakat
mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi keuntungan-
keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi keuntungan-keuntungannya
membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk
menyediakan barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab sosial.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola
perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) agar perilaku pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur
hubungan seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara
proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan memastikan
kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Dengan pemahaman tersebut, maka pada dasarnya CSR memiliki fungsi atau peran strategis bagi
perusahaan, yaitu sebagai bagian dari manajemen risiko khususnya dalam membentuk katup pengaman
sosial (social security). Selain itu melalui CSR perusahaan juga dapat membangun reputasinya, seperti
meningkatkan citra perusahaan maupun pemegang sahamnya, posisi merek perusahaan, maupun bidang
usaha perusahaan.
Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa CSR berbeda dengan charity atau sumbangan sosial. CSR
harus dijalankan di atas suatu program dengan memerhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program dalam
jangka panjang. Sementara sumbangan sosial lebih bersifat sesaat dan berdampak sementara. Semangat
CSR diharapkan dapat mampu membantu menciptakan keseimbangan antara perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Pada dasarnya tanggung jawab sosial perusahaan ini diharapkan dapat kembali menjadi
budaya bagi bangsa Indonesia khususnya, dan masyarakat dunia dalam kebersamaan mengatasi masalah
sosial dan lingkungan.
Keputusan manajemen perusahaan untuk melaksanakan program-program CSR secara
berkelanjutan, pada dasarnya merupakan keputusan yang rasional. Sebab implementasi program-program
CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang akan dinikmati oleh perusahaan dan seluruh stakeholder-
nya. Melalui CSR, kesejahteraan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal maupun masyarakat luas
akan lebih terjamin. Kondisi ini pada gilirannya akan menjamin kelancaran seluruh proses atau aktivitas
produksi perusahaan serta pemasaran hasil-hasil produksi perusahaan. Sedangkan terjaganya kelestarian
lingkungan dan alam selain menjamin kelancaran proses produksi juga menjamin ketersediaan pasokan
bahan baku produksi yang diambil dari alam.
Bila CSR benar-benar dijalankan secara efektif maka dapat memperkuat atau meningkatkan
akumulasi modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial, termasuk
elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi
sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui beragam mekanismenya,
modal sosial dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi
dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kekerasan dan
kejahatan.
Tanggung jawab perusahaan terhadap kepentingan publik dapat diwujudkan melalui pelaksanaan
program-program CSR yang berkelanjutan dan menyentuh langsung aspek-aspek kehidupan masyarakat.
Dengan demikian realisasi program-program CSR merupakan sumbangan perusahaan secara tidak
langsung terhadap penguatan modal sosial secara keseluruhan. Berbeda halnya dengan modal finansial yang
dapat dihitung nilainya kuantitatif, maka modal sosial tidak dapat dihitung nilainya secara pasti. Namun
demikian, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran biaya untuk program-program CSR merupakan investasi
perusahaan untuk memupuk modal sosial.

Substansi Keberlanjutan

Dalam bisnis apapun yang diharapkan adalah keberlanjutan, karena dengan keberlanjutan itulah
akan mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan. Setidaknya ada tiga alasan penting
mengapa kalangan dunia usaha harus merespon CSR agar sejalan dengan operasional usahanya.

Pertama, perusahaan adalah bagan dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan
memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu
tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik
atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat
ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kmpensasi social karena timbul ketidaknyamanan
(discomfort) pada masyarakat.
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa
mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, sebaiknya licence to operate, wajar bila
perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta
harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.

Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan
konflik social.Potensi konflik itu bisa bersal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat
kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.

Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan
keberlanjutan (sustainability) usaha. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre)
melainkan sentra laba (profit center) di masa yang akan datang. Logikanya adalah bila CSR diabaikan,
kemudian terjadi insiden, maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar ketimbang nilai yang
hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Belum lagi resiko non-finansial yang berpengaruh
buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat pada perusahaan.

Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktifitas tempelan yang kalau terpaksa bisa dikorbankan
demi mencapai efisiensi, namun CSR merupakan nyawa korporasi. CSR telah masuk kedalam jantung
strategi korporasi. CSR disikapi secara strategis dengan melakukan alignment antara inisiatif CSR dengan
strategi korporsi. Caranya, inisatif CSR dikonsep untuk memperbaiki konteks kompetitif korporasi yang
berupa kualitas bisnis tempat korporasi beroperasi.

4. CSR MASA DEPAN

Perusahaan Masa Depan

Kecenderungan yang terjadi dalam dunia industri di masa yang akan datang yaitu para pelaku
industri tidak lagi melihat individu/calon konsumen sebagai mahluk yang rasional dan emosional saja,
namun lebih dari itu, mereka dipandang sebagai mahluk yang rasional, emosional sekaligus spiritual.
Artinya, mereka sudah mulai untuk memilah dan memilih produsen yang akan memenuhi kebutuhan
mereka. Para konsumen masa depan, tidak hanya memilih produk yang akan dikonsumsi dengan melihat
kualitas produk, namun mereka juga akan melihat visi, misi dan nilai yang dimiliki oleh perusahaan
tersebut. Konsumen yang teredukasi baik (well educated customer) akan melihat, apakah perusahaan
produsen memiliki perhatian terhadap isu-isu pelestarian lingkungan, pengentasan kemiskinan,
perkembangan dunia ketiga, pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan dan lain-lain.
Seiring dengan gejala ini, maka setiap perusahaan dituntut menjadi perusahaan yang baik, dalam
arti tidak melakukan praktik tercela, tidak merusak alam, peduli terhadap masyarakat sekitar perusahaan,
cepat tanggap terhadap bencana dan lain-lain. Maka, tidak bisa lagi perusahaan berusaha mencitrakan
dirinya baik, melalui CSR lips service ataupun tindakan charitas dadakan. Segala nilai baik dari
perusahaan, harus sudah tertambat (embedded) dalam visi, misi dan nilai dari perusahaan itu sendiri. Oleh
karena itu, tidak mungkin lagi CSR perusahaan menjadi bagian yang terpisah, namun justru tertambat pada
visi, misi dan nilai serta grand strategy dari perusahaan itu sendiri. Karena sejatinya, produk ataupun
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, sudah merupakan bentuk tanggung jawab sosial dan
lingkungan dari perusahaan itu. Inilah kecenderungan yang terjadi, yang sudah semakin disadari oleh
konsumen/anggota masyarakat yang semakin terdidik.

Seiring perkembangan dimana pelanggan mulai menjadi lebih sadar dan peduli terhadap
lingkungan sosial dan lingkungan alam disekitar mereka, tumbuh pula kesadaran disebagian besar pelaku
industri dunia untuk mengubah wajah CSR mereka. Hal ini diungkap Wayne Visser 7 Simply put, we are
shifting from the old concept of CSR - the classic notion of "Corporate Social Responsibility", which I call
CSR 1.0 - to a new, integrated conception - CSR 2.0, which can be more accurately labelled "Corporate
Sustainability and Responsibility". Artinya, seiring perjalanan manusia dan perkembangan industri,
ternyata arah yang dituju adalah seperti kembali ke fitrah manusia. Kepentingan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial pada khususnya dan menjadi dunia menjadi tempat yang lebih baik sudah semakin
merasuk dan menjadi kesadaran bersama. Kelas kreatif dan kelas menengah atas yang memiliki pendidikan
tinggi dan penghasilan yang cukup, mulai berpikir lebih jauh tentang makna kehidupan dan arti berarti bagi
bersama. Pemikiran ini, juga hampir merata berkembang di pemilik dan pelaku bisnis. Mereka mulai
berpikir untuk menyatukan usaha untuk kebaikan sosial (social goods) dengan arah dan strategi
perusahaan/bisnis.

Pada dasarnya sustainability sebuah perusahaan tidak hanya ditentukan oleh inovasi produk
dan kepuasan pelanggan, tapi juga pada spirit untuk berbuat bagi kemanusiaan dari perusahaan itu
sendiri. Tanpa yang satu ini, maka sehebat-hebatnya inovasi produk dan kepuasan pelanggan tidak
akan bisa membuat sebuah perusahaan berkelanjutan.
Berikut merupakan penjelasan terkait Marketing 3.0 dan CSR 2.0

Dimasa depan, tanggung jawab sosial maupun lingkungan perusahaan, bukan lagi sesuatu yang
terpisah, melainkan terintegrasi dalam visi, misi dan nilai dari perusahaan itu sendiri. Atau dengan kata lain,
tujuan utama perusahaan, bukan lagi profit semata, melainkan menciptakan dunia sosial dan lingkungan
yang lebih baik.
Guidance ISO 26000 : Sertifikasi CSR di Masa Mendatang

Berbeda dari bentuk ISO yang lain, seperti ISO 9001: 2000 dan 14001: 2004. ISO 26000 hanya
sekedar standar dan panduan, tidak menggunakan mekanisme sertifikasi. Terminologi should di dalam
batang tubuh standar berarti shall dan tidak menggunakan kata must maupun have to. Sehingga fungsi ISO
26000 hanya sebagai guidance. Selain itu dengan menggunakan istilah Guidance Standard on Social
Responsibility, menunjukkan bahwa ISO 26000 tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan (corporate)
melainkan juga untuk semua sektor publik dan privat.

Tanggung jawab sosial dapat dilakukan oleh kalangan industri, pemerintah, tenaga kerja,
konsumen, Non Governmental Organization (NGO) dan Civil Society Organization (CSO), dan tentunya
semua pelaku bisnis, hal itu dikarenakan setiap organisasi dapat memberikan akibat bagi lingkungan sosial
maupun alam. Adanya ISO 26000 ini membantu organisasi dalam pelaksanaan Social Responsibility,
dengan cara memberikan pedoman praktis, serta memperluas pemahaman publik terhadap Social
Responsibility.
ISO 26000 mencakup beberapa aspek yaitu menyediakan panduan mengenai tanggung jawab sosial
kepada semua bentuk organisasi tanpa memperhatikan ukuran dan lokasi untuk:

a. Mengindentifikasi prinsip dan isu. Berdasarkan Draf 4.1 yang diambil dari sumber www.iso.org
dan diolah bahwa ada tujuh isu sentral yang menjadi bahasan dari sertifiksi CSR di masa depan,
yaitu:11 Isu tata kelola organisasi, isu hak asasi manusia, isu praktik ketenagakerjaan, isu
lingkungan, isu praktik operasi yang adil, isu konsumen, dan isu pembangunan sosial dan ekonomi
masyarakat.

b. Menyatukan, melaksanakan dan memajukan praktek tanggung jawab sosial

c. Mengindentifikasi dan pendekatan/pelibatan dengan para pemangku kepentingan.

d. Mengkomunikasikan komitmen dan performa serta kontribusi terhadap pembangunan


berkelanjutan.

ISO 26000 mendorong organisasi untuk melaksanakan aktivitas lebih sekedar dari apa yang
diwajibkan. ISO 26000 menyempurnakan/melengkapi instrumen dan inisiatif lain yang berhubungan
dengan tanggung jawab sosial, mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung jawab sosial
dan semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial. ISO 26000 bersifat konsisten dan
tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi ISO lainnya serta tidak bermaksud
mengurangi otoritas pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu organisasi.

ISO 26000 mempunyai prinsip ketaatan pada hukum/legal compliance, prinsip penghormatan
terhadap instrumen internasional, prinsip akuntabilitas, prinsip transparasi, prinsip pembangunan
keberlanjutan, prinsip ethical conduct, prinsip penghormatan hak asasi manusia, prinsip pendekatan dengan
pencegahan dan prinsip penghormatan terhadap keanekaragaman. Diharapkan ISO 26000 dapat menjadi
jembatan dan standarisasi berbagai elemen dalam urusan CSR, sehingga menekan kesalahpahaman dalam
pelaksanaan CSR.

Kesimpulan dari keempat peraturan dan tambahan sertifikasi CSR di masa mendatang mengacu
pada ISO 26000, dapat diketahui bahwa CSR tidak hanya diatur dalam UUPT, akan tetapi ada peraturan
lain yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk menjalankan program CSR sebagai bentuk kepedulian
perusahaan atas lingkungannya. Kunci dari kegiatan CSR tersebut adalah komitmen akan tanggung jawab
perusahaan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan, baik bersifat sosial maupun lingkungan
serta usaha bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial masyarakat. Perusahaan harus
bertanggung jawab dan ikut menjaga lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu beragam macam peraturan
ditetapkan dan diklasifikasikan atas jenis usahanya.
Daftar Pustaka :

Kotler, Philip, Herwawman Kertajaya, Iwan Setiawan. 2010. Marketing 3.0: Mulai dari Produk ke
Pelanggan ke Human Spirit. Penerbit Erlangga

Wayne Visser. The Age of Responsibility: CSR 2.0 and the New DNA of Business. Journal of Business
System, Governance and Business Ethic

CSR International Official blog of CSR International, managed by CEO Wayne Visser. CSR International
a membership organisation dedicated to connecting and empowering Corporate Sustainability and
Responsibility (CSR) professionals. See wwwa.csrinternational.org for more information.
http://csrinternational.blogspot.com/2008/10/ csr-20.html

http://digilib.unila.ac.id/5059/15/BAB%20II.pdf

http://www.csrinternational.org/wp-content/uploads/2011/10/inspiration_csr_trends_wvisser.pdf

http://www.animus-csr.com/docs/paper_future_csr_wvisser.pdf

You might also like