Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Dina Mukmilah M 115070201131024 Krisna Widya B 115070200131011
Ardianta Gede P 115070200131004 Niswahrobiatul M. 115070201131002
Carina Rega Utomo 115070200131005 Dwi Setyo Purnomo 115070201131003
Kadek Kusuma W 115070201131015 Dita Febriana F. 115070201131018
Nadia Oktiffany Putri 115070201131017 Ratna Wirawati R. 115070201131020
PENDAHULUAN
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dian dijumpai tekanan darah lebih dari
140/190 mmhg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan mencapai 160/95
mmhg untuk usia diatas 50 tahun dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah
minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut(WHO,2001).
2.1.2 Klasifikasi
1. Hipertensi Primer
Merupakan elevasi kronis tekanan darah dari penyebab yang tidak diketahui
2. Hipertensi Sekunder
Apabila penyebab hipertensi dapat diketahui dengan jelas, disebut hipertensi
sekunder. Salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular
renal, yang terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat
congenital atau akibat aterosklerosis.
a. Hipertensi Benigna
Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu
meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan
dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan
fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya.
b. Hipertensi Maligna
Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai
kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi
kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.
Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera
dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 139 mmHg. Hal ini
perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung
pada hipertensi maligna sangat besar.
c. Hipertensi Ensafalopat i
Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada
otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala yang
hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma,
dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya
timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti
tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi
merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara
seksama.
2.2 Epidemiologi
Sun arta Ann mengutup data WHO ( tahun 2005) selam 10 tahun terakhir
terlihat bahwa jumlah hipertensi yang dirawat diberbagai rumah sakit disemarang
meningkat dari 10 kalu lipat karena kurangnya pengetahuan.
Hipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah satu
prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam
jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlang-sung kronik akan
menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan
renovaskuler. Analisis Kearney dkk, mem-perlihatkan bahwa peningkatan angka
kejadi-an hipertensi sungguh luar biasa: pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi
dunia merupa-kan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga
penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak dilaku-kan upaya yang
tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang,
jumlah penderita hipertensi dipredik-si akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar
1,6 miliar orang di seluruh dunia (Fields LE, 2004).
Tabel Perkiraan jumlah penderita hipertensi di dunia dan perkembangannya
Walau upaya, tindakan sudah banyak dilaku-kan dan tersedia banyak obat
untuk menga-tasi hipertensi, tata laksana hipertensi masih jauh dari berhasil. Data
NHANES 2005-2008 di Amerika Serikat menunjukkan dari semua penderita
hipertensi, hanya 79,6% sadar telah menderita hipertensi; namun hanya 47,8% yang
berusaha mencari terapi. Dan dari 70,9% pasien yang menjalani terapi, 52,2% tidak
mencapai kontrol tekanan darah target (Fields LE, 2004).
Grafik angka kejadian hipertensi pada orang dewasa 20 tahun berdasarkan umur
dan jenis kelamin (Data NHANES 2005-2008)
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan
jelas. Secara umum,faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin.
Secara umum tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada
perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
mununjukkan adanya pengaruh hormon (Julius, 2008).
c. Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas
dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian
besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun
tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65
tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian,
risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur (Gray, et al. 2005)
Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol,
asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang
menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar
45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi
asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80%
ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari
hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.5,31 Penggunaan minyak goreng sebagai
media penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak goreng tidak tahan
terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai
tambah hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi
rusak. Bahan makanan kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kadar
kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk
dingin kemudian dipakai untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan
rangkapnya telah rusak.31 Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang
goreng-gorengan pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya
sudah berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan
cukup sederhana yaitu demi mengirit biaya produksi. Dianjurkan oleh Ali Komsan,
bagi mereka yang tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan
untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan
meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan
aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit tertentu, seperti
penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain. (Yundini,2006)
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis
1. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
b. Pemeriksaan elektrolit
c. Pemeriksaan urinalisa
d. Ekokardiografi
Mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup kelainan anatomik dan
Fungsional jantung pasien hipertensi
e. Tes glukosa
g. Pemeriksaan tiroid
j. Foto dada
k. Profil lemak
l. Kalium serum
m. Kalsium serum
Pemeriksaan lain
Kadar elektrolit serum: untuk mengkaji status ginjal dan status metabolik
Pemeriksaan Farmakologis
Tujuan dari intervensi terapeutik kurang dari 140/90 mm Hg, atau kurang dari
130/80 mm Hg untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronis. Bagi sebagian
besar pasien dengan hipertensi, terapi obat awal harus diuretik tipe thiazide. Jika
respon tidak adekuat untuk mencapai tekanan darah tersebut, dosis dapat
ditingkatkan atau obat kedua dari kelas yang berbeda dapat ditambahkan. Ada
delapan kategori obat untuk mengobati hipertens i: diuretik, alphaadrenergic
blocker, beta blockers, calcium channel blockers, enzyme (ACE) inhibitor
angiotensin-converting, angiotensin II antagonis (ARB), agen bertindak pusat,
adrenergik neuron (perifer akting), dan vasodilator. Contoh obat ini diberikan dalam
Tabel 21.2.
Rencana treatment dengan modifikasi gaya hidup dan obat-obatan hanya
efektif ketika pasien termotivasi untuk menerima diagnosis hipertensi dan termasuk
pengobatan seumur hidup dalam rutinitas sehari-hari mereka. Empati dan
kepercayaan dapat meningkatkan motivasi pasien. Pasien harus diinstruksikan
bahwa terapi antihipertensi biasanya harus dilanjutkan untuk sisa hidup mereka.
Pasien harus diingatkan bahwa meskipun mereka mungkin merasa lebih baik
dengan modifikasi dan obat-obatan, hipertensi ini masih ada bahkan jika itu
terkontrol dengan baik. Pasien harus diberitahu untuk tidak berhenti minum obat
mereka kecuali diperintahkan untuk melakukannya oleh penyedia kesehatan
mereka.
Pemeriksaan Non-Farmakologis
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.
Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.
Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat
menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun (Nurkhalida,
2003).
d) Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
Menurut Sheps, jika dokter atau ahli gizi menyarankan agar kita
mengurangi natrium demi menurunkan tekanan darah, maka ikutilah saran
itu. Bahkan sebelum disarankan pun sebaiknya kurangi natrium, cobalah
membatasi jumlah natrium yang kita konsumsi setiap hari. Beberapa cara
yang dapat dilakukan (Sheps, 2005):
4) Menghilangkan stres
e) Berolahraga.
h) Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda
stres.
m) Carilah humor.
2.9 Komplikasi
a. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan dan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah non-otak yang terpajang tekanan tinggi.
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah dan kehilangan elastisitas sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma (Corwin, 2007).
b. Infark Miokardium
Infark miokardium dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui arteri koroner. Karena hipertensi
kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak
dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung dan peningkatan
pembentukan pembekuan (Corwin, 2007).
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan teganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2007).
d. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstitium di
seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma
serta kematian (Corwin, 2007).
e. Impotency
2.10 Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik seperti
konsumsi makanan kaya serat, kurangi konsumsi garam dan
pola diet rendah lemak jenuh, total lemak dan kolesterol serta aktivitas fisik yang
cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol yang
diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi, walaupun mekanisme
timbulnya belum diketahui pasti. Disarankan untuk mengurangi konsumsi
natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam
dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi
berlebih disebabkan oleh budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya
boros menggunakan garam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).
Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang
batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan
yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa
mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain)
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari
penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf
yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan,
dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia
sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain,
dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).
Beberapa bentuk pencegahan penyakit hipertensi antara lain :
a. Pencegahan primordial
b. Promosi kesehatan
c. Proteksi dini : kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko
d. Diagnosis dini : screening, pemeriksaan/check-up
e. Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komperhensif dan
kausal awal keluhan
f. Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa
diobati
Analisa Data
DO: TB: 170 cm, BB: 93 Klien sering makan di malam Ketidakseimbangan
cm hari, dan suka makan makanan nutrisi: lebih dari
DS: berlemak disertai jarang olahraga kebutuhan
- Klien mengatakan
sering makan terutama di
malam hari dan senang Asupan makanan meningkat
makanan berlemak dan
merasa itu bukan
Metabolism tubuh di malam hari
masalah.
rendah, jumlah kolesterol
- Selain itu klien juga
meningkat karena suka makanan
mengatakan jarang
berlemak dan jarang olahraga
berolahraga.
Defisit pengetahuan
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam pasien dapat
menunjukkan perbaikan perfusi jaringan dengan,
Kriteria Hasil
Diagnosa 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam nutrisi pasien
tidak semakin lebih dari kebutuhan dengan,
Kriteria Hasil:
Diagnosa 3
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan
jarang berolahraga, makan makanan berlemak dan biasa makan malam hari
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x30 meint klien dapat
mengerti dan memehami kondisi kesehatan tubuhnya dengan,
Kriteria Hasil:
Memberitahu pada klien tanda dan gejala yang perlu dilaporkan pada tenaga
kesehatan
PENUTUP
Kesimpulan
Smeltzer,S.C & Bare,B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth Ed.8 vol 3. Jakarta: EGC.
The seventh Report of The Joint national committee. 2003. Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment High Blood Pressure. US
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Bakri, (2008). Penyakit Jantung dan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher.
Gray, et al. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. 2002.
Haffner, (2001). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Ed. 3. Jakarta :
FKUI. 2004.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC
Williams, Linda S. , Hopper, Paula D. 2007. Understanding Medical Surgical
Nursing. Philadelpia: F. A. Davis Company
High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American
Heart Association. [Diakses pada 5 April 2012].
http://www.heart.org/idc/groups/heartpublic/@wcm/@sop/@smd/documents/
downloadable/ucm_319587.pdf
Mosterd Arend, D Agostino Ralph B, Silbershatz Halit, et.al. Trends in the Prevalens
of Hypertension, Antihypertensive terapy, and left Ventricular Hypertrophy
from 1950 to 1989. 1999; 1221-1222. nejm.org December 18, 2006.
Fields LE, Burt VL, Cutler JA, Hughes J, Roccella EJ, Sorlie P. The Burden of Adult
Hypertension in the United States 1999 to 2000: A Rising Tide.
Hypertension. 2004;44:398-404.
British National Formulary (52). London: British Medical Association and Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain; 2006.
Julius S, Kjeldsen SE, Weber M, Brunner HR, Ekman S, Hansson L et al. Outcomes
in hypertensive patients at high cardiovascular risk treated with regimens
based ojn valsartan or amlodipine: the VALUE randomized trial. Lancet
2004;363:202231.
Suyono-Slamet, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II.FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,
2001; 253, 454-459,463-464.
Corwin, Elizabeth J., Buku Saku PatofisiologI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2001; 356.