You are on page 1of 39

Laporan Diskusi Kelompok 1

Fundamental Pathofisiology and Nursing Care of


Cardiovascular System
( Hipertensi )

Oleh:
Dina Mukmilah M 115070201131024 Krisna Widya B 115070200131011
Ardianta Gede P 115070200131004 Niswahrobiatul M. 115070201131002
Carina Rega Utomo 115070200131005 Dwi Setyo Purnomo 115070201131003
Kadek Kusuma W 115070201131015 Dita Febriana F. 115070201131018
Nadia Oktiffany Putri 115070201131017 Ratna Wirawati R. 115070201131020

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak


terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung
congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent killer
karena sifatnya asimptomatik dan telah beberapa tahun menimbulkan stroke yang
fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan
penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang
menyertainya.

Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara


berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan


tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir
seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi
makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu,
60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung,
gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik
sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskuler.

Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan


rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun
1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan
sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian
nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi
penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan
dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun
penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian
besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.

Menurut hasil Riskesdas Tahun 2007, sebagian besar kasus hipertensi di


masyarakat belum terdeteksi. Keadaan ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat
menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat. Oleh karena cukup besarnya
angka kejadian hipertensi maka, akan dikaji lebih lanjut mengenai penyakit
hipertensi tersebut.

I.2 Batasan Topik

1. Apakah definisi dan klasifikasi hipertensi

2. Bagaimanakah epidemiologi hipertensi

3. Apa saja etiologi/penyebab hipertensi

4. Apa saja faktor resiko hipertensi

5. Bagaimanakah patofisiologi hipertensi

6. Apa saja manifestasi klinis hipertensi

7. Apa saja pemeriksaan diagnostik klien dengan hipertensi

8. Apa saja penatalaksanaan medis klien dengan hipertensi

9. Apa saja komplikasi klien dengan hipertensi

10. Bagaimanakah pencegahan hipertensi

11. Apa saja asuhan keperawatan klien dengan hipertensi


I.3 Tujuan

Tujuan Umum

Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan


hipertensi.

Tujuan Khusus

Mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi hipertensi

Mengetahui dan memahami epidemiologi hipertensi

Mengetahui dan memahami etiologi/penyebab hipertensi

Mengetahui dan memahami faktor resiko hipertensi

Mengetahui dan memahami patofisiologi hipertensi

Mengetahui dan memahami manifestasi klinis klien dengan hipertensi

Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik klien dengan hipertensi

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis klien dengan hipertensi

Mengetahui dan memahami komplikasi dari hipertensi

Mengetahui dan memahami pencegahan hipertensi

Menjelaskan asuhan keperawatan klien dengan hipertensi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan dian dijumpai tekanan darah lebih dari
140/190 mmhg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan mencapai 160/95
mmhg untuk usia diatas 50 tahun dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah
minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut(WHO,2001).

Hipertensi bisa dikatakan sebagai hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat


langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir
ventrikel kiri (Mansjoer, 2001)

Hipertensi merupakan penyakit kronik dgeneratif dan kondisi tekanan darah


persisten dimana tekanan darah sistolik >140mmHg dan tekanan darah diastolic
>90mmHg. Pada lansia,hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik >160mmHg
dan tekanan darah diastolic >90mmHg. Hipertensi sering disebut sebagai The Silent
Killer karena individu yang mengalami hipertensi sering tidak menampakkan gejala.

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah


yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat seperti Stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada
kematian yang tinggi), Penyakit Jantung Koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh
darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung).
Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan Gagal Ginjal, Penyakit Pembuluh
lain, Diabetes Mellitus dan lain-lain (Ross C; Mosterd Arend,2006).

2.1.2 Klasifikasi

Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan


hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan
penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder
disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme
primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan
renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah (Gray, et
al. 2005).
Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 140-159 90-99
1
Hipertensi derajat > 160 > 100
2
Sumber: WHO Regional 2005.

Menurut Linda, Paula (2007), hipertensi diklasifikasikan menjadi 3 yaitu

1. Hipertensi Primer
Merupakan elevasi kronis tekanan darah dari penyebab yang tidak diketahui

2. Hipertensi Sekunder
Apabila penyebab hipertensi dapat diketahui dengan jelas, disebut hipertensi
sekunder. Salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular
renal, yang terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat
congenital atau akibat aterosklerosis.

3. Hipertensi sistolik terisolasi


Hipertensi ini adalah tekanan sistolik dari 140 mmHg atau lebih dan tekanan
diastolic 90 mmHg atau kurang. Tipe hipertensi ini terjadi umumnya pada
orang tua meskipun dapat terjadi pada semua usia.
Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik.

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan


diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda.

Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan


tekanan darah pada sistol dan diastol.

Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan


sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan
pada usia lanjut. (Gunawan, 2001)

Berdasarkan Derajat Tekanan Darah

Menurut Joint Comitte on Prevention Detection and Treatment Of High Pressure 6


(JNC 6) tahun 1999 dan JNC 7 tahun 2003, hipertensi dapat diklasifikasikan
berdasarkan tekanan darah penderita, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah Sistolik Dan


Tekanan Darah Diastolik

No JNC 6 (1999) SBP/DBP JNC 7 (2003)


1 Optimal <120/80 Normal
2 Normal 120-129 / 80-84 Prehypertension
3 Borderline 130-139 / 85-89
4 Hypertension 140 / 90 Hypertension
5 Stage 1 140-159 / 90-99 Stage 1
6 Stage 2 160-179 / 100-109 Stage 2
7 Stage 3 180 / 110

Berdasarkan Gejala-gejala Klinik

a. Hipertensi Benigna
Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu
meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan
dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan
fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya.
b. Hipertensi Maligna
Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai
kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi
kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.
Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera
dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 139 mmHg. Hal ini
perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung
pada hipertensi maligna sangat besar.
c. Hipertensi Ensafalopat i
Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada
otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala yang
hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma,
dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya
timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti
tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi
merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara
seksama.

2.2 Epidemiologi

Sun arta Ann mengutup data WHO ( tahun 2005) selam 10 tahun terakhir
terlihat bahwa jumlah hipertensi yang dirawat diberbagai rumah sakit disemarang
meningkat dari 10 kalu lipat karena kurangnya pengetahuan.

Menurut riskesdas, 2007, dari ke 33 provinsi di Indonesia, provinsi yang


mempunyai prevalensi hipertensi di Indonesia adalah provinsi Kalimantan selatan,
sedangakan provinsi dengan prevalensi hipertensi terendah di Indonesia adalah di
Papua.

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke


dantuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur
diIndonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui
hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun
mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi
hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18tahun ke atas.
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke.Sedangkan sisanya
pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar
kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah
mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.
Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025.
Hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada populasi umum,
pria lebih banyak yang menderita penyakit ini daripada wanita (39% : 31%). Menurut
WHO, angka kejadian hipertensi di dunia cukup tinggi, yaitu 10% dari populasi di
dunia. Data Hypertension League Brochure, 2009, menyebutkan bahwa hipertensi
didertia lebih dari 1,5 miliar jiwa di seluruh dunia dan garam yang berlebihan adalah
faktor utama penyebabnya. Berdasarkan Lancet (2008), penderita hipertensi di
seluruh dunia terus meningkat. Di India misalnya jumlah penderita hipertensi
mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002, dan di Cina sebanyak98,5 juta jiwa. Di
bagian lain dari Asia terdapat 38,4 juta orang menderita hipertensi di tahun 2000.

Hipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah satu
prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam
jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlang-sung kronik akan
menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan
renovaskuler. Analisis Kearney dkk, mem-perlihatkan bahwa peningkatan angka
kejadi-an hipertensi sungguh luar biasa: pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi
dunia merupa-kan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga
penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak dilaku-kan upaya yang
tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang,
jumlah penderita hipertensi dipredik-si akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar
1,6 miliar orang di seluruh dunia (Fields LE, 2004).
Tabel Perkiraan jumlah penderita hipertensi di dunia dan perkembangannya

Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% dan masih banyak


penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan ke-sehatan, terutama di daerah
pedesaan. Se-mentara itu, di Amerika Serikat, data NHANES (National Health and
Nutrition Examination Survey) memperlihatkan bahwa risiko hiper-tensi meningkat
sesuai dengan peningkatan usia. Data NHANES 2005-2008 memperlihat-kan kurang
lebih 76,4 juta orang berusia 20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3
orang dewasa menderita hipertensi (Fields LE, 2004).

Walau upaya, tindakan sudah banyak dilaku-kan dan tersedia banyak obat
untuk menga-tasi hipertensi, tata laksana hipertensi masih jauh dari berhasil. Data
NHANES 2005-2008 di Amerika Serikat menunjukkan dari semua penderita
hipertensi, hanya 79,6% sadar telah menderita hipertensi; namun hanya 47,8% yang
berusaha mencari terapi. Dan dari 70,9% pasien yang menjalani terapi, 52,2% tidak
mencapai kontrol tekanan darah target (Fields LE, 2004).
Grafik angka kejadian hipertensi pada orang dewasa 20 tahun berdasarkan umur
dan jenis kelamin (Data NHANES 2005-2008)

Grafik peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik berhubungan dengan


peningkatan risiko kematian karena kardiovaskular
2.3 Etiologi

- Essential (Primary) Hypertension high blood pressure with unidentifiable


causes.
- Secondary hypertension high blood pressure with the identifiable causes.
The most common causes of secondary hypertension by age are in the
following :
a. Children (birth to 12 years of age) most common etiologies such as
renal parenchyma disease
b. Adolescents (12-18 years of age) Renal parenchyma disease,
coarctation of the aorta.
c. Young adults (19-30 years of age) Tyroid dysfunction, fibromuscular
dysplasia, renal parenchyma disease
d. Middle age of adults (40-64 years of age) Aldosteronism, thyroid
dysfunction, obstructive sleep apnea, cushing syndrome,
pheochromocytoma.
e. Older adults (65 years of age and older) atherosclerosis renal
artery, stenosis, renal failure, hypothyroidism.

Elizabeth J Corwin (2007), menjelaskan penyebab hipertensi karena:

Peningkatan denyut jantung, dapat terjadi karena rangsangan saraf simpatis


atau hormonal yang abnormal pada nodus SA. Namun biasanya dikompensasi
dengan penurunan volume sekuncup atau TPR sehingga tidak menyebabkan
hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup, peningkatan volume sekuncup yang lama
dapat terjadi akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi
garam berlebihan. Peningkatan abnormal kadar rennin dan aldosteron atau
penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu pengendalian air dan
garam.
Selain peningkatan asupan diet garam, peningkatan abnormal kadar rennin
dan aldosteron atau penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat mengganggu
pengendalian garam dan air (Corwin, 2007).
Peningkatan TPR, dapat terjadi karena peningkatan rangsangan saraf
simpatis atau hormon arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol
terhadap rangsangan normal mengakibatkan vasokonstriksi.
Setiap kemungkinan penyebab hipertensi yang disebutkan di atas dapat
terjadi akibat peningkatan aktivitas susunan saraf simpatis atau respon tubuh yang
berlebihan terhadap rangsangan saraf simpatis yang normal. Hal ini dapat terjadi
akibat respons stress yang berkepanjangan atau mungkin kelebihan genetic
reseptor norepinefrin di jantung atau otot polos vascular.
Hipertensi gestasional adalah jenis sekunder karena berdasarkan definisi,
peningkatan tekanan darah (140 mmHg pada sistolik, 90 mmHg pada diastolik)
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita non-hipertensi sebelumnya,
dan membaik dalam 12 minggu pasca partum. Hipertensi gestasional tampaknya
terjadi akibat kombinasi dari peningkatan curah jantung dan peningkatan TPR. Jika
hipertensi terjadi setelah 12 minggu pasca partum, atau lebih telah ada sebelum
kehamilan 20 minggu, masuk ke dalam kategori hipertensi kronis (Corwin, 2007).

Pada preeklamsi, tekanan darah tinggi disertai dengan proteinuria


(pengeluaran urine sedikitnya 0,3 protein dalam 24 jam). Preeklamsi biasanya terjadi
setelah usia kehamilan 20 minggu dan dihubungkan dengan penurunan aliran darah
plasenta dan pelepasan mediator kimiawi yang dapat menyebabkan disfungsi sel
endotel vaskuler di seluruh tubuh. Kondisi ini merupakan gangguan yang sangat
serius, seperti halnya preeklamsia superimposed pada hipertensi kronis (Corwin,
2007).

2.4 Faktor Resiko

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan
jelas. Secara umum,faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


a. Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau
salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih
besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal
(tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan
penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki laki dibawah 55 tahun (Julius, 2008).

b. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin.
Secara umum tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada
perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
mununjukkan adanya pengaruh hormon (Julius, 2008).

c. Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas
dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian
besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun
tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65
tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian,
risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur (Gray, et al. 2005)

Faktor resiko lain

Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat


badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol,
asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang
menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar
45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi
asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80%
ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari
hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.5,31 Penggunaan minyak goreng sebagai
media penggorengan bisa menjadi rusak karena minyak goreng tidak tahan
terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai
tambah hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi
rusak. Bahan makanan kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan kadar
kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi kesempatan untuk
dingin kemudian dipakai untuk menggoreng kembali, karena komposisi ikatan
rangkapnya telah rusak.31 Minyak goreng terutama yang dipakai oleh pedagang
goreng-gorengan pinggir jalan, dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya
sudah berubah menjadi coklat tua sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan
cukup sederhana yaitu demi mengirit biaya produksi. Dianjurkan oleh Ali Komsan,
bagi mereka yang tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan
untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan
meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan
aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit tertentu, seperti
penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain. (Yundini,2006)
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis

Nose bleeding: hypertension the intravascular pressure small blood


vessels in nose cant compensate the increasing pressure of blood in vein blood
vein around nose rupture blood in nose.

Tanda dan gejala menurut Corwin, Elizabeth J (2009):

1. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik menurut (Doengoes, 2000):

a. Pemeriksaan BUN/kreatinin dan kadar aureum dalam darah

Untuk menilai perfusi atau funsi ginjal

b. Pemeriksaan elektrolit

Untuk melihat kemungkinan adanya kelainan aldosteron

c. Pemeriksaan urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/ adanya diabetes.


Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urin segar

d. Ekokardiografi

Mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup kelainan anatomik dan
Fungsional jantung pasien hipertensi

e. Tes glukosa

Hiperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin


(meningkatkan hipertensi)

f. Tes kolesterol dan trigliserida serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pemebntukan


plak

g. Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi

h. Tes asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi


i. IVP

Mengidentifikasikan penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal, batu


ginjal/ureter

j. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung

k. Profil lemak

Di tes setelah puasa (9-12 jam), termasuk HDL, LDL, trigliserida

l. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau


menjadi efek samping terapi diuretik.

m. Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.

Pemeriksaan lain

Urinalisis,kultur urine : untuk mengkaji penyebab ginjal

Kadar elektrolit serum: untuk mengkaji status ginjal dan status metabolik

Hitung darah lengkap : untuk mengkaji adanya infeksi kelebihan cairan

2.8 Penatalaksanaan Medis

JNC7 menyediakan pedoman untuk memilih terapi yang berdasarkan pada


tekanan darah pasien, tingkat keparahan tekanan darah faktor risiko, dan adanya
penyakit target organ atau penyakit kardiovaskular. Orang tanpa hipertensi atau
berisiko rendah hipertensi, terapi pasien dimulai dengan modifikasi gaya hidup. Jika
modifikasi gaya hidup saja tidak mendapatkan tekanan darah pada tujuan sasaran,
maka terapi obat dianjurkan. Untuk pasien dengan hipertensi berat, memiliki faktor
risiko tinggi, atau penyakit target organ, terapi obat dimulai segera bersama dengan
modifikasi gaya hidup. Pemberian obat secara benar merupakan hal yang penting,
terutama untuk lansia.

Pemeriksaan Farmakologis

Tujuan dari intervensi terapeutik kurang dari 140/90 mm Hg, atau kurang dari
130/80 mm Hg untuk penderita diabetes atau penyakit ginjal kronis. Bagi sebagian
besar pasien dengan hipertensi, terapi obat awal harus diuretik tipe thiazide. Jika
respon tidak adekuat untuk mencapai tekanan darah tersebut, dosis dapat
ditingkatkan atau obat kedua dari kelas yang berbeda dapat ditambahkan. Ada
delapan kategori obat untuk mengobati hipertens i: diuretik, alphaadrenergic
blocker, beta blockers, calcium channel blockers, enzyme (ACE) inhibitor
angiotensin-converting, angiotensin II antagonis (ARB), agen bertindak pusat,
adrenergik neuron (perifer akting), dan vasodilator. Contoh obat ini diberikan dalam
Tabel 21.2.
Rencana treatment dengan modifikasi gaya hidup dan obat-obatan hanya
efektif ketika pasien termotivasi untuk menerima diagnosis hipertensi dan termasuk
pengobatan seumur hidup dalam rutinitas sehari-hari mereka. Empati dan
kepercayaan dapat meningkatkan motivasi pasien. Pasien harus diinstruksikan
bahwa terapi antihipertensi biasanya harus dilanjutkan untuk sisa hidup mereka.
Pasien harus diingatkan bahwa meskipun mereka mungkin merasa lebih baik
dengan modifikasi dan obat-obatan, hipertensi ini masih ada bahkan jika itu
terkontrol dengan baik. Pasien harus diberitahu untuk tidak berhenti minum obat
mereka kecuali diperintahkan untuk melakukannya oleh penyedia kesehatan
mereka.

Obat antihipertensi dapat memiliki efek samping yang tidak menyenangkan.


Pasien harus diberitahu apa efek samping obat dan melaporkan kepada tenanga
kesehatan jika itu terjadi, sehingga perubahan obat dapat dibuat jika memungkinkan.
Disfungsi ereksi dapat menjadi salah satu efek samping dari obat-obat ini. Pasien
laki-laki mungkin enggan untuk membahas efek samping ini dan sebagai gantinya
memilih untuk menghentikan obat. Perawat harus proaktif dan menginformasikan
pasien laki-laki tentang efek samping sehingga mereka akan memahami bahwa jika
itu terjadi dan diberitakan, dokter dapat melakukan penyesuaian dalam rejimen
pengobatan ( Linda, 2007).

Pemeriksaan Non-Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penangan anawal sebelum


penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang
yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,
pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada
sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang
penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi
(Nurkhalida, 2003).

Menurut beberapa ahli, pengobatan nonfarmakologis sama pentingnya


dengan pengobatan farmakologis, terutama pada pengobatan hipertensi derajat I.
Pada hipertensi derajat I, pengobatan secara nonfarmakologis kadang-kadang dapat
mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan
atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi diperlukan, Pengobatan
nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan hasil
pengobatan yang lebih baik (Suyono-Slamet, 2001).

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.


Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis (Corwin,
2001).

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi


asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan
sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah
rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan (Nurkhalida, 2003).

2) Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.
Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.
Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat
menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun (Nurkhalida,
2003).

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga


dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai
dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang
perlu diingatkan kepada kita adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan
sebagai pengobatan hipertensi (Gunawan-Lany, 2005).

Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi


sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:

a) Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau


dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah
sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak
melebihi 100 mmHg.

b) Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat


informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c) Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung
dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan
darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai
tingkat kapasitas fisik.

d) Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.

e) Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh


dan tidak menambah peningkatan darah.

f) Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.

g) Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.

h) Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.

i) Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan


darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.

j) Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya


dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang
bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha
mengatasi ketegangan emosional yang ada.

k) Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka


dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).

3) Perubahan pola makan

a) Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya


penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis
makanan tertentu yang banyak mengandung garam.
Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak
menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam,
menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega
yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena
akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi
kebiasaan makan pasien secara drastic (Khomsan-Ali, 2003).

Menurut Sheps, jika dokter atau ahli gizi menyarankan agar kita
mengurangi natrium demi menurunkan tekanan darah, maka ikutilah saran
itu. Bahkan sebelum disarankan pun sebaiknya kurangi natrium, cobalah
membatasi jumlah natrium yang kita konsumsi setiap hari. Beberapa cara
yang dapat dilakukan (Sheps, 2005):

Perbanyak makanan segar, kurangi makan yang diproses.

Pilihlah produk dengan natrium rendah.

Jangan menambah garam pada makanan saat memasak.

Jangan menambah garam saat di meja makan.

Batasi penggunaan saus-sausan

Bilaslah makanan dalam kaleng.

b) Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang


berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman
dapat menurunkan tekanan darah (Hull-Alison, 1996).

c) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral


bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan
penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke.
Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam
penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak
mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium (Nurkhalida, 2003).

4) Menghilangkan stres

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau


bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres. Perubahan-perubahan itu ialah (Sheps, 2005):

a) Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan


setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa
harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.

b) Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.

c) Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.

d) Siapkan cadangan untuk keuangan

e) Berolahraga.

f) Makanlah yang benar.

g) Tidur yang cukup.

h) Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda
stres.

i) Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.

j) Binalah hubungan sosial yang baik.


k) Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan
kritis atau negatif terhadap diri sendiri.

l) Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.

m) Carilah humor.

n) Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.

2.9 Komplikasi

a. Stroke

Stroke dapat terjadi akibat perdarahan dan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah non-otak yang terpajang tekanan tinggi.
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah dan kehilangan elastisitas sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma (Corwin, 2007).
b. Infark Miokardium
Infark miokardium dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui arteri koroner. Karena hipertensi
kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak
dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung dan peningkatan
pembentukan pembekuan (Corwin, 2007).
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan teganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2007).
d. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstitium di
seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma
serta kematian (Corwin, 2007).
e. Impotency

Hypertension accompanied by atherosclerosis and vasoconstriction by the


aldosterone activities bloods delayed being transferred to peripheral tissue
peniss delayed to receive blood in erectile function within spongiosa tissue
spongiosa delayed to be filled by blood delayed in penis erection impotent. (If
the vein in penis ruptures, it can be occurred the totally impotency not delayed)

2.10 Pencegahan

Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik seperti
konsumsi makanan kaya serat, kurangi konsumsi garam dan
pola diet rendah lemak jenuh, total lemak dan kolesterol serta aktivitas fisik yang
cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol yang
diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi, walaupun mekanisme
timbulnya belum diketahui pasti. Disarankan untuk mengurangi konsumsi
natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam
dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi
berlebih disebabkan oleh budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya
boros menggunakan garam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).

Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang
batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan
yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa
mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain)
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari
penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf
yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan,
dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia
sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain,
dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).
Beberapa bentuk pencegahan penyakit hipertensi antara lain :
a. Pencegahan primordial
b. Promosi kesehatan
c. Proteksi dini : kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko
d. Diagnosis dini : screening, pemeriksaan/check-up
e. Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komperhensif dan
kausal awal keluhan
f. Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa
diobati

Menurut sumber lain

1. Intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuan


menggeser yaitu pengendaliaan berat badan ,pengurangan asupan natrium
klorida ,aktifitas alkohol pengedalian stress.faktor intervensi pengurangan
kalori
2. Adanya pelayan kesehatan :
Menggalang kerjasam untuk penyuluhan hipertensi dan penyakit tidak
menular lainnya
Diadakan kesehatan seperti timbang dan ukur tinggi badan.pengukuran
tekanan ,pemeriksaan darah dan kolestrol , konseling (diet, merokok,stress,
aktifitas fisik dll).
Penyediaansaranan informasi yang mudah diakses masyarakat seperti leaflet
dan poster tentang faktor resiko hipertensi.
2.11 Asuhan Keperawatan

Analisa Data

Data Etiology Masalah


Ds : klien jarang olahraga Risk factors Ketidakseimbangan
dan suka makan malam perfusi jaringan

perifer
Do :
Altered blood pressure
- CRT > 2 second

- Tangan dan kaki pucat
Increase blood pressure
terutama saat elevasi

- Kulit teraba dingin dan
lembab Hypertension

Arteries and vein burst/rupture +


vasoconstriction

Blood transports to peripheral

O2 and blood in peripheral

CRT > 2 second, pale extremities


and cold

DO: TB: 170 cm, BB: 93 Klien sering makan di malam Ketidakseimbangan
cm hari, dan suka makan makanan nutrisi: lebih dari
DS: berlemak disertai jarang olahraga kebutuhan
- Klien mengatakan
sering makan terutama di
malam hari dan senang Asupan makanan meningkat
makanan berlemak dan
merasa itu bukan
Metabolism tubuh di malam hari
masalah.
rendah, jumlah kolesterol
- Selain itu klien juga
meningkat karena suka makanan
mengatakan jarang
berlemak dan jarang olahraga
berolahraga.

Asupan berlebihan dalam


kaitannya dengan kebutuhan
metabolic

Ketidakseimbangan nutrisi: lebih


dari kebutuhan tubuh.
Ds: Faktor resiko/penyebab Defisiensi
- Jarang berolahraga dan pengetahuan
sering makan malam
Biasa makan makanan berlemak
- Pusing 3 bulan ini tapi
belum separah ini dan
merasa tidak perlu
Sering makan pada waktu malam
diperiksakan
hari
- Klien suka makan
makanan berlemak dan
merasa hal tersebut
Jarang berolahraga
biasa di keluarganya
Do: -

Timbul manifes pusing 3 bulan


tapi tidak periksa

Defisit pengetahuan
Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1

Ketidakefektif perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi yang ditandai


dengan CRT > 2 detik, ekstremitas pucat dan dingin.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5x24 jam pasien dapat
menunjukkan perbaikan perfusi jaringan dengan,

Kriteria Hasil

Capillary refill fingers and toes 2 seconds


Extremities skin temperature warm and resemble with other parts
Carotid, brachial, radial, femoral, and pedal pulse strength in left and right
extremities in 3 of qualities
Systolic blood pressure and diastolic blood pressure in normal range 140/90
mmHg

Intervensi: Hypertension management

Collaborate with doctor to prescribe antihypertensive drugs as indications


Perform the blood pressure measurement 3 times in one time and do it twice a
day

Diagnosa 2

Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan


berlebihan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolic.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam nutrisi pasien
tidak semakin lebih dari kebutuhan dengan,

Kriteria Hasil:

BB pasien tidak lebih dari 93 kg (dalam 1 minggu BB pasien turun 2 kg)

Blood cholesterol <200 mg/dl.


Intervensi:

Inquire if patient has any food allergies


Determine, in collaboration with dietician number of calories and type of nutrients
needed to meet nutrition requirements
Encourage calorie intake appropriate for body type and lifestyle
Offer herbs and spices as an alternative to salt
Determine patients desire and motivation to reduce weight or body fat
Refer for diet teaching and planning
Give family and patient written examples of prescribed diet
Set a weekly goal for weight loss
Refer to a community weight control program

Diagnosa 3
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan
jarang berolahraga, makan makanan berlemak dan biasa makan malam hari

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x30 meint klien dapat
mengerti dan memehami kondisi kesehatan tubuhnya dengan,

Kriteria Hasil:

Pasien dapat mengetahui komplikasi dari hipertensi

Pasien dapat mengetahui tanda dan gejala munculnya hipertensi

Pasien dapat mengerti keuntungan jika pasien merubah gaya hidupnya

Intervensi: Teaching Disease Process

Menjelaskan pada klien kemungkinan komplikasi yang terjadi pada hipertensi

Memberitahu pada klien tanda dan gejala yang perlu dilaporkan pada tenaga
kesehatan

Memberitahu pada pasien tentang kondisi pasien saat ini

Mengidentifikasi adanya perubahan fisik yang terjadi pada klien


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana


tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.(
Bunner &sudart, 2002:897) menurut penyebabnya hipertensi terbagi 2 yaitu
hipertensi primer /esensial dan hipertensi sekunder.hal ini lah yang mengakibatkan
penurunnan curah jantung sehingg jantung di paksa utuk bekerja dengan kuat. Pada
sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun

secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya


berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.Pengelolaan hipertensi
bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
DAFTAR PUSTAKA

Betz dan sewden.2009.keperawatan pediatri.jakarta: EGC

Corwin,elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi: Jakarta: EGC

Davey, Patrick,2006.Medicine at a blance .jakarta :penerbit erlangga

Smeltzer,S.C & Bare,B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth Ed.8 vol 3. Jakarta: EGC.

Sheps, Sheldon,G. 2005. Mayor Clinic Hypertension,mengatasi Tekanan darah


Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama.

The seventh Report of The Joint national committee. 2003. Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment High Blood Pressure. US

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Bakri, (2008). Penyakit Jantung dan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher.

Gray, et al. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. 2002.

Julius, (2008). Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi.


http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-darah-tinggi-hipertensi.html.
Diakses tanggal 8 Aptil 2013.

Haffner, (2001). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Ed. 3. Jakarta :
FKUI. 2004.

Simons-Morton, (2001). Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi. Http://www.mail-


archive.com/sukasukamu@yahoo.groups.com/msg00321.html. Diakses
tanggal 8 Aptil 2013.
Gunawan-Lany, Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005; 9-19

Suharyo HS., Materi Epidemiologi Kesehatan. Semarang: Magister Epidemiologi


Undip, 2005

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC
Williams, Linda S. , Hopper, Paula D. 2007. Understanding Medical Surgical
Nursing. Philadelpia: F. A. Davis Company

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

WHO/SEARD. Surveillance of major non-communicable disease in South-East Asia


Region. Report of inter-country consultation Geneva : WHO; 2005

High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American
Heart Association. [Diakses pada 5 April 2012].
http://www.heart.org/idc/groups/heartpublic/@wcm/@sop/@smd/documents/
downloadable/ucm_319587.pdf

Gunawan, Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia, 2001; 10.

Ross C. Brownson, Patrick L. Remington, James R. davis, High Blood Pressure in


Chronic Disease Epidemiology and Control. Second Edition, American Public
Health Assosiation: 262-264.

Mosterd Arend, D Agostino Ralph B, Silbershatz Halit, et.al. Trends in the Prevalens
of Hypertension, Antihypertensive terapy, and left Ventricular Hypertrophy
from 1950 to 1989. 1999; 1221-1222. nejm.org December 18, 2006.

Fields LE, Burt VL, Cutler JA, Hughes J, Roccella EJ, Sorlie P. The Burden of Adult
Hypertension in the United States 1999 to 2000: A Rising Tide.
Hypertension. 2004;44:398-404.

Corwin, Elisabeth. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC. 2007:1007-1008.

British National Formulary (52). London: British Medical Association and Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain; 2006.

Dahlof B, Server PS, Poulter N, Wedel H, Beevers DG, Caulfield M. Prevention of


cardiovascular events with an antihypertensive regimen of amlodipine adding
perindopril as required versus atenolol adding bendroflumethiazide as
required, in the AngloScandinavian Cardiac Outcomes TrialBlood Pressure
Lowering Arm (ASCOTBPLA): a multicentre randomized controlled trial.
Lancet 2005;366:895906.
Wright JT, Dunn JK, Cutler JA, Davis BR, Cushman WC, Ford CE. Outcomes in
hypertensive black and nonblack patients treated with chlortalidone,
amlodipine and lisinopril. JAMA 2005;293:15951608.

Yui Y, Sumiyoshi T, Kodama K, Hirayama A, Nonogi H, Kanmatsuse K et al.


Comparison of nifedipine retard with angiotensin converting enzyme
inhibitors in Japanese hypertensive patients with coronary artery disease: the
Japan Multicenter Investigation for Cardiovascular DiseasesB (JMICB)
randomized trial. Hypertension Research 2004;27:44956.

Julius S, Kjeldsen SE, Weber M, Brunner HR, Ekman S, Hansson L et al. Outcomes
in hypertensive patients at high cardiovascular risk treated with regimens
based ojn valsartan or amlodipine: the VALUE randomized trial. Lancet
2004;363:202231.

Dahlof B, Devereux RB, Kjeldsen SE, Julius S, Beevers G, Faire U et al.


Cardiovascular morbidity and mortality in the Losaetan Intervention for
Endpoint reduction in hypertension study (LIFE): a randomized controlled
trial against atenolol. Lancet 2002;359:9951003.

National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension. Management of


hypertension in adults in primary care. London:NICE;2006.

Nurkhalida, Warta Kesehatan Masyarakat.Jakarta: Depkes RI., 2003; 19-21.

Suyono-Slamet, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II.FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,
2001; 253, 454-459,463-464.

Corwin, Elizabeth J., Buku Saku PatofisiologI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2001; 356.

Gunawan-Lany, Hipertensi.Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005; 9-19.

Khomsan-Ali, Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2003; 88,96.

Sheps, Sheldon G, Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.


Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2005; 26,158.
Hull-Alison, Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi.Jakarta: Bumi Aksara, 1996;
18,29.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kebijakan dan Strategi Nasional


Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.Jakarta:2003: 2-8

You might also like