You are on page 1of 74

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Pendidikan Agama Islam


Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran
agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa (kurikulum PAI, 3: 2002).
Menurut Zakiyah Dradjat pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaramn islam
secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang apada akhirnya dapat mengamalkan
serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup.
Menurut Dr. Armai Arief, M.A pendidkan islam yaitu sebuah proses yang
dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya; beriman dan bertakwa
kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah allah di muka
bumi, yang bersandar kepada ajaran Al-quran dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks
ini berarti terciptanya insane-insan kamil setelah proses berakhir.
Tujuan pendidikan islam merupakan hal yang dominan dalam pendidikan,
rasanya penulis perlu mengutif ungkapan breiter, bahwa pendidikan adalah persoalan
tujuan dan fokus. Mendidika anak berarti bertindak dengan tujuan agar mempengaruhi
perkembangan anak sebagai seseorang secarah utuh.
Pendidikan agama islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi
manusia muslimyang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa
dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Secara umum, tujuan pendidikan agama islam terbagi kepada: tujuan umum,
tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional, tujuan umum adalah tujuan yang
akan dicapai denagan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan
cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan
akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik manusia-manusia yang
sempurna (insane kamil). Sedangkan tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan
dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.
Tujuan pendidikan agama islam dalam perspektif para ulama muslim.
1. Menurut abdul rahman shaleh mengatakan mengatakan bahwa pendidikan islam
bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah swt, sekurang-
kurangnya mempersiapklan diri kepada tujuan akhir, yakni beriman kepada Allah
dan tunduk serta patuh secara total kepadanya.
2. Menurut Imam Al-Gazali mengatakan ada dua tujuan utama yakni, membentuk insan
purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dan
membentuk insane purna untuk memperoleh kebahagiaan dunia maupun akhirat.
1
3. Menurut Hasan Lagulung dalan bukunya asas-asas pendidikan islam, hasan
lagulung mnjelaskan, bahwa tujuan pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan
hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan hidup untuk menjawab persoalan,
untuk apa kita hidup yakni semata-mata hanya untuk menyembah kepada Allah
swt.
Dari beberapa pendapat diatas tujuan pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan islam adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah proses
pendidikan berakhir. Tujuan ini diklasifikan kepada: tujuan umum, tujuan sementara,
tujuan akhir dan tujuan operasional.
Banyak sekali konsep dan teori tujuan pendidikan islam yang telah dikemukakan
oleh para ahli pendidikan, baik pada zaman klazik, pertengahan maupun dewasa ini.
Namun dapat difahami, bahwa beragamnya konsep dan teori tujuan pendidikan agama
islam tersebut merupakan bukti adanya usaha dari para intelektual muslim dan
masyarakat muslim umumnya untuk menciptakan suatu system pendidikan yang baik
bagi masyarakatnya. Namun demikian berkembangnya pemikiran tentang tujuan
pendidikan islam tidak pernah melenceng dari prinsip dasar yang menjadi asas berpijak
dalam pengembangan tujuan pendidikan yang dimaksud.
Oleh karena itu berbicara pendidikan agama islam, baik makna maupun
tujuannya haruslah mengacuh pada penanaman nilai-nilai islam dan tidak dibenarkan
melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam
rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu
membuahkan kebaikan diakhirat kelak.
Fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah atau madrasah Abdul Majid, dan
Dian Andayani, dalam bukunya Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompotensi, yakni
sebagai berikut:
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada
Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya
kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan di lakukan oleh setiap orang tua
dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam
diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan
tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagian hidup didunia
dan di akhirat.
3. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya
sesuai dengan ajaran agama islam.
4. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan
dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan
pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pencegahan, yaitu untuk menangkal, hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari
budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya
menuju manusia Indonesia seutuhnya.

2
6. Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum system dan
fungsional.
7. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di
bidang agama islam agar bakat tersebut dapat berkembangsecara optimal sehingga
dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Pentingnya pendidikan agama islam :
a. Pendidikan Agama dalam Lingkup Pendidikan Nasional
Kita sebagai warga Negara Indonesia yang beriman dan bertakwa, patriotic
(cinta tana air) menjadikan falsafah pancasila sebagai pedoman hidup bernegara dan
bermasyarakat. Sepakat bahwa pendidikana gama (khususnya islam) harus kita
sukseskan dalam pelaksanaan pada semua jenis, jenjang, dan jalurnya. Sesuai dan
sejalan dengan aspirasi bangsa seperti telah digariskan dalam tap-tap MPR, dan
undang-undang telah menjabarkan aspirasi tersebut yang telah disetujui oleh DPR
dan disahkan oleh presiden. Sehingga menjadi dasar yuridis nasional kita mengikat
seluruh warga Negara Indonesia ke dalam satu system pendidikan nasional.
Permasalahan yang perlu kita bahas adalah bagaimana cara pelaksanaannya
agar pendidikan agama kita lebih berguna dalam mewujudkan generasi bangsa yang
berkualitas unggul, lahiriah, dan batiniah. Berkemampuan tinggi dalam kehidupan
akliah dan akidah serta berbobot dalam perilaku amaliah dan muamalah. Sehingga
survive dalam arus dinamika perubahan sosial budaya pada masa hidupnya.
Ketahanan mental sprtitual dan fisik berkat pendidikan agama kita benar-benar
berfungsi efektif bagi kehidupan generasi bangsa dari waktu kewaktu.
Idealitas tersebut baru dapat terlakasana dengan tepat sasaran jika kita
mampu melaksanakan strategi dasar yang berwawan jauh kemasa depan kehidupan
bangsa, kehidupan yang dihadapkan kepada kemajuan ilmu dan teknologi canggih
yang semakin sekularistik arahnya.
Orientasi pendidikan agama islam ialah pendidikan ini secara tidak langsung
mengharuskan kita untuk menyelenggarakan proses pendidikan nasional yang
konsisten dan secara integralistik menuju kearah pencapaian tujuan akhir.
Terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas unggul yang
berkembang dan tumbuh di atas pola kehidupan yang seimbang antara lahiriah dan
batiniah, antara jasmania dan rohaniah atau antara kehidupan mental spiritual dan
fisik material. Dalam bahasa islam, membentuk insan kamil yang secara homeostatic
dapat mengembangkan dirinya dalam pola kehidupan yang kahasanah fiddunnya dan
khasanah fil akhirat terhindar dari siksaan api neraka, secara simultan tidak terpisah-
pisah antara kedua unsurnya.
Jalan menuju ketujuan itu, tidak lain adalah melalui proses pendidikan yang
berorientasi kepada hubungan tiga arah yaitu hubungan anak didik dengan tuhannya,
dengan masyarakat dan dengan alam sekitarnya.
1. Hubungan dengan tuhannya menghendaki adanya konsepsi ketuhanan yang telah
mapan dan secara pasti dijabarkan dalam bentuk norma-norma ubudiyah mahdzab
yang awajib ditaati oleh anak didik secara syari.

3
2. Hubungan dengan masyarakatnya memerlukan adanya aturan-aturan dan norma-
norma yang mengarahkan proses hubungan antar sesame manusia bersifat lentur
dalam komfigurasi rentangan tata nilainya, tapi tidak melanggar atau merusak
prinsif-prinsif dasarnya yang absolute, dalam arti tidak cultural relativistik.
Seluruh lapangan hidup manusia adalah merupakan arena di mana hubungan
sosial dan inter personal terjadi sepanjang hayat, termasuk lapangan hidup iptek.
3. Hubungan dengan alam sekitar menurut adanya kaida-kaida yang mengatur dan
mengarahkan kegiatan manusia didik dengan bekal ipteknya dalam penggalian,
pemanfaatan, dan pengolahan kekayaan yang menyejahterahkan kesadaran
terhadap bahaya arus balik sanksi alam, akibat pengurasan habis-habisan terhadap
kekayaan alam melebihikapasitas alamiahnya.
b. Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum
Pendidikan secara kulturan pada umumnya berada dalam lingkup peran,
fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bernaksud
mengankat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya,
terutama dalam bentuk transfer of knowledge dan transfer of values.
Dalam konteks ini secara jelas juga menjadi sasaran jangkauan pendidikan
islam, merupakan bagian dari system pendidikan nasional, sekalipun dalam
kehidupan bangsa Indonesia tampak sekali eksistensinya secara cultural. Tapi secara
kuat ia telah berusaha untuk mengambil peran yang kompetitif dalam setting
sosiologis bangsa, walaupun tetap saja tidak mampu menyamai pendidikan umumn
yang ada dengan otonomi dan dukungan yang lebih luas, dalam mewujudkan tujuan
pendidikan secara nyata.
Sebagai pendidikan yang berlebel agama, maka pendidikan islam memiliki
transmisispritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya disbanding dengan
pendidikan umum, sekalipun lembaga ini juga memiliki muatan serupa.
Kejelasannya terletak pada keinginan pendidikan islam untuk mengembangkan
keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual,
imajinasi dan keilmiahan, kulturan serta kepribadian. Karena itulah pendidikan islam
memiliki beban yang multi paradigm, sebab berusaha memadukan unsure profane
dan imanen, dimana dengan pemaduan ini, akan membuka kemungkinan
terwujudnya tujuan inti pendidikan islam yaitu melahirkan manusia-manusia yang
beriman dan berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang.
Antara ilmu pengetahuan dan pendidikan islam tidak dapat dipisahkan,
karena perkembangan masyarakat islam, serta tuntutannyadalam membangun
manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan. Proses
pendidikan tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga, lebih
penting lagi yaitu dapat menemukan konsepsi baru ilmu pengetahuan yang utuh,
sehingga dapat membangun masyarakat islam sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan yang diperlukan.
c. Pendidikan Agama Dilembaga Sekolah

4
Manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa sebagai
karsa sila pertama pancasila, tidak dapat terwujud secara tiba-tiba. Manusia beriman
dan bertaqwa terbentukmelakukan proses kehidupan dan proses pendidikan,
khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Proses pendidikan itu
berlangsung seumur hidup manusia baik dilingkungan keluarga, di lingkungan
sekolah dan di masyarakat.
Keimanan dan ketakwaan tidaklah dapat terwujud tampa agama. Hanya
agamalah yang dapat menuntun manusia menjadi manusia yang bertaqwa terhadap
tuhan yang maha Esa. Hal ini tertuang dengan jelas dalam tujuan pendidikan
nasional, mempunyai makna yang dalam bagi pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya.
Manusia taqwa adalah manusia yang secara optimal menghayati dan
mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam kehidupan masyarakat. Menghayalkan agama itu juga dibina
dan dituntun sendiri mungkin melalui proses pendidikan yang juga diperankan oleh
pendidikan agama dalam hubungan ini pendidikan agama berfungsi sebagai usaha
membina kehidupan beragama melalui pendidikan disinilah letak fungsi yang
dijalankan pendidikan agama dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
masyarakat Indonesia seluruhnya.
Lebih lanjut dapatlah diungkapkan bahwa dalam rangka pembangunan
manusia seutuhnya (insane pancasila) dan masyarakat Indonesia seluruhnya
(masyarakat pancasila), maka pendidikan agama berfungsi:

Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia yang percaya dan
bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa.
Mebina warganegara Indonesia menjadi warga Negara yang baik sekaligus
ummat yang taat menjalankan agamanya.
d. Pentingnya Pendidikan Agama Islam Bagi Peserta Didik
Seseorang bayi yang baru lahir adalah makhluk Allah swt yang tidak berdaya
dan senantiasa memerlukan pertolongan untuk dapat melangsungkan hidupnya di
dunia ini. Maha bijak sana Allah swt yang telah menganugrahkan rasa kasih saying
kepada semua ibu dan bapak untuk memelihara anaknya dengan baik tampa
mengharapkan imbalan.
Manusia lahir tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi dia anugrahi oleh
Allah swt pancaindra, pikiran, dan rasa sebagai modal untuk menerima ilmu
pengetahuan, memiliki keterampilandan mendapatkan sikap tertentu melalui proses
kematangan dan belajar terlebih dahulu. Mengenai pentingnyabelajar menurut A. R.
Shaleh dan Soependi Soeryadinata: anak manusia tumbuh dan berkembang, baik
pikiran, rasa, kemauan, sikap dan tingkah lakunya. Dengan demikian sangat pital
adanya faktor belajar.
Jadi pendidikan agama islam adalah ikhtiar manusia dengan jalan bimbingan
dan pimpinan untuk membantu dan mengarahkan fitrah agama si anak didik menuju
terbentuknya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama.

5
Oleh karena itu masalah akhlak atau budi pekerti merupakan salah satupokok
ajaran islam yang harus diutamakan dalam pendidikan agama islam untuk
ditanamkan atau diajarkan kepada anak didik.
Dengan melihat arti pendidikan islam dan ruang lingkupnya itu, jelaslah
bahwa dengan pendidikan islam kita berusaha untuk membentuk manusia yang
berkepribadian kuat dan baik (berakhlakul karimah) berdasarkan pada ajaran agama
islam.
Oleh karena itu, pendidikan islam sangat penting sebab dengan pendidikan
islam, orang tua atau guru berusaha secara sadar memimpin dan mendidik anak
diarahkan kepada perkembangan jasmani dan rohani sehingga mampu membentuk
kepribadian yang utama yang sesuai dengan ajaran agama islam.
Pendidikan agama islam hendaknya ditanamkan sejak kecil, sebab
pendidikan pada masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk
pendidikan selanjutnya. Sebagaimana menurut pendapat Zakiyah Drajat bahwa:
pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan
latihan yang dilaluinya sejak sejak kecil.

B. Pokok-Pokok Ajaran Islam


1. Berserah Diri Kepada Allah Dengan Merealisasikan Tauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk kepada Allah dengan tauhid, yakni
mengesakan Allah dalam setiap peribadahan kita. Tidak boleh menujukan satu saja
dari jenis ibadah kita kepada selain-Nya. Karena memang hanya Dia yang berhak
untuk diibadahi. Dia lah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kita dan
mengatur alam semesta ini, pantaskah kita tujukan ibadah kita kepada selain-Nya,
yang tidak berkuasa dan berperan sedikitpun pada diri kita.
Semua yang disembah selain Allah tidak mampu memberikan pertolongan
bahkan terhadap diri mereka sendiri sekali pun. Allah berfirman, Apakah mereka
mempersekutukan dengan berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu
pun? Sedang berhala-berhala itu sendiri yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu
tidak mampu memberi pertolongan kepada para penyembahnya, bahkan kepada diri
meraka sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan. (Al -
Arof: 191-192)
Semua yang disembah selain Allah tidak memiliki sedikitpun kekuasaan di
alam semesta ini. Alloh berfirman, Dan orang-orang yang kamu seru selain Alloh
tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka,
mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak
dapat memperkenankan permintaanmu, dan pada hari kiamat mereka akan
mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan
kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fathir: 13-14)
2. Tunduk dan Patuh Kepada Allah Dengan Sepenuh Ketaatan
Pokok Islam yang kedua adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang
mutlak kepada Allah. Dan inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran
pengakuan imannya. Penyerahan dan perendahan semata tidak cukup apabila tidak

6
disertai ketundukan terhadap perintah-perintah Allah dan Rosul-Nya dan menjauhi
apa-apa yang dilarang, semata-mata hanya karena taat kepada Alloh dan hanya
mengharap wajah-Nya semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta
takut akan adzab-Nya.
Kita tidak dibiarkan mengatakan sudah beriman lantas tidak ada ujian yang
membuktikan kebenaran pengakuan tersebut. Allah berfirman, Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ( Al-Ankabut: 2-3)
Orang yang beriman tidak boleh memiliki pilihan lain apabila Alloh dan
Rosul-Nya telah menetapkan keputusan. Allah berfirman, Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang beriman dan tidak pula perempuan yang beriman, apabila Alloh dan
Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (Al Ahzab: 36)
Orang yang beriman tidak membantah ketetapan Allah dan Rosul-Nya akan
tetapi mereka mentaatinya lahir maupun batin. Allah berfirman, Sesungguhnya
jawaban orang-orang beriman, bila mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya
agar rosul menghukum di antara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami
patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An Nur: 51)
3. Memusuhi dan Membenci Syirik dan Pelakunya
Seorang muslim yang tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Allah,
maka konsekuensi dari benarnya keimanannya maka ia juga harus berlepas diri dan
membenci perbuatan syirik dan pelakunya. Karena ia belum dikatakan beriman
dengan sebenar-benarnya sebelum ia mencintai apa yang dicintai Alloh dan
membenci apa yang dibenci Allah. Padahal syirik adalah sesuatu yang paling dibenci
oleh Allah. Karena syirik adalah dosa yang paling besar, kedzaliman yang paling
dzalim dan sikap kurang ajar yang paling bejat terhadap Allah, padahal Allahlah
Robb yang telah menciptakan, memelihara dan mencurahkan kasih sayang-Nya
kepada kita semua.
Allah telah memberikan teladan kepada bagi kita yakni pada diri Nabiyulloh
Ibrohim alaihis salam agar berlepas diri dan memusuhi para pelaku syirik dan
kesyirikan. Allah berfirman,Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu
dari daripada apa yang kamu sembah selain Alloh, kami mengingkari kamu dan
telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya
sampai kamu beriman kepada Allah saja.' (Al-Mumtahanah: 4)
Jadi ajaran Nabi Ibrohim alaihis salam bukan mengajak kepada persatuan
agama-agama sebagaimana yang didakwakan oleh tokoh-tokoh Islam Liberal, akan
tetapi dakwah beliau ialah memerangi syirik dan para pemujanya.
Inilah millah Ibrohim yang lurus! Demikian pula Nabi Muhammad shollallohu

7
alaihi wa sallam senantiasa mengobarkan peperangan terhadap segala bentuk
kesyirikan dan memusuhi para pemujanya. Inilah tiga pokok ajaran Islam yang harus
kita ketahui dan pahami bersama untuk dapat menjawab pertanyaan di atas dengan
jawaban yang yakin dan pasti. Dan di atas ketiga pokok inilah aqidah dan syariah
ini dibangun. Maka kita mohon kepada Allah semoga Allah memberikan taufiq
kepada kita untuk dapat memahami agama ini, serta diteguhkan di atas meniti din
ini.
C. Nilai-Nilai Ajaran Islam
a. Nilai akidah
Akidah adalah urusan yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
menentramkan jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan.
Karakteristik akidah Islam bersifat murni, baik dalam isi maupun prosesnya, dimana
hanyalah Allah yang wajib diyakini, diakui dan disembah. Keyakinan tersebut
sedikitpun tidak boleh dialihkan kepada yang lain, karena akan berakibat
penyekutuan yang berdampak pada motivasi ibadah yang tidak sepenuhnya
didasarkan atas panggilan Allah swt,. Akidah ini termanifestasi dalam
kalimatthoyyibah (laa Ilaaha illallah). Dalam prosesnya, keyakinan tersebut harus
langsung, tidak boleh melalui perantara. Akidah demikian yang akan melahirkan
bentuk pengabdian hanya kepada Allah, berjiwa bebas, merdeka dan tidak tunduk
pada manusia dan makhluk Tuhan lainnya.
b. Nilai syariah
Secara redaksional pengertian syariah adalah "the part of the water
place"yang berarti tempat jalannya air, atau secara maknawi adalah sebuah jalan
hidup yang telah ditentukan Allah swt., sebagai panduan dalam menjalan kehidupan
di dunia untuk menuju kehidupan akhirat. Kata syariah menurut pengertian hukum
Islam berarti hukum-hukum dan tata aturan yang disampaikan Allah swt., agar ditaati
hamba-hamba-Nya. Syariah juga diartikan sebagai satu sistem norma Ilahi yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia,
serta hubungan manusia dengan alam lainnya.
c. Nilai akhlaq
Menurut pendekatan etimologi, akhlaq berasal dari bahasa arab khuluqun
yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian
serta erat hubungannya dengan khaliq yang berarti Pencipta dan makhluk yang
berarti yang diciptakan. Pola bentuk definisi akhlaq tersebut muncul sebagai
mediator yang menjembatani komunikasi antara Khaliq dengan makhluk secara
timbal balik, yang kemudian disebut sebagai hablum minallah. Dari produk hablum
minallah yang verbal, biasanya lahirlah pola hubungan antarsesama manusia yang
disebut dengan hablum minannas. Jadi akhlaq dalam Islam mencakup pola
hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan ditambah
lagi hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya.

8
D. Islam Agama Kecerdasan Dan Rasional
Sebagai muslim, kita tahu bahwa manusia telah di bekali akal oleh Allah. Allah
tidak membiarkan manusia begitu saja tanpa akal. Melalui akal manusia dapat
mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat mereka pergunakan untuk memecahkan
masalah mereka.
Melalui Al-Quran, islam mengajak umatnya unutk mendayagunakan akal
pikirannya, memperoleh petunjuk dengan beraktifitas dan bekerja keras sehingga
kehidupannya menjadi lebih bermakna. Sebaliknya, jika akal yang telah diberikan oleh
Allah itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, hidup manusia akan berjalan seolah tanpa
kekuatan dan pegangan.
Allah SWT menurunkan Al-Quran untuk menjadi pedoman bagi manusia. Al-
Quran adalah kitab petunjuk, bukan kitab kedokteran atau kitab teknik, bukan kitab
astronomi atau kimia yang menghimpun berbagai informasi ilmiah ilmu-ilmu tersebut.
Tetapi ia hanya kitab hidayah ilahi bagi perilaku manusia.
Akan tetapi, Al-Quran mendahului sains modern. Artinya, ketika Al-Quran
berbicara tentang manusia, tumbuhan, atau makhluk lain, ia pasti berbicara tentang
hakikatnya. Manusia baru mengetahui setelah sains dan peralatan-peralatan canggih
digunakan untuk melakukan berbagai penelitian ilmiah. Itulah makna Al-Quran
mendahului sains modern sekaligus sebagai bukti baru mukjizat Al-Quran di masa
kemajuan teknologi yang semakin menegaskan bahwa ia adalah kalamullah yang tidak
sedikitpun mengandung kesalahan.
Setidaknya ada dua konsep yang dimaksud dengan Islam sebagai agama yang
rasional. Pertama, konsep yang biasa beredar di masyarakat. Menurut pengertian ini,
yang dimaksud Islam agama rasional adalah Islam memiliki pembenaran rasional atas
aturan-aturannya bahkan aqidahnya. Yang kedua, Islam merupakan agama yang rasional
karena dasar-dasarnya dibangun atas hujjah-hujjah yang dapat dibuktikan secara
rasional.

E. Kualitas Keislaman Dan Kepribadian Islami


Kepribadian berasal dari kata pribadi yang berarti diri sendiri, atau
perseorangan. Sedangkan dalam bahasa inggris digunakan istilah personality, yang
berarti kumpulan kualitas jasmani, rohani, dan susila yang membedakan seseorang
dengan orang lain.
Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis
dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap
lingkungannya.
Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan
kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.
Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk
melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil
bagian dalam membentuk kepribadian manusia tersebut.. dengan demikian apakah
kepribadian seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya
ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang

9
tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar penanamannya untuk membentuk
kepribadian manusia itu.
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan,
khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini
adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat
kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang
menyerahkan dirinya secara sungguh sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan
bahwa wujud pribadi muslim itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada
Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-
Nya. Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang
diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara faktor iman,
islam dan ikhsan.
Orang yang dapat dengan benar melaksanakan aktivitas hidupnya seperti
mendirikan shalat, menunaikan zakat, orang orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan peperangan
maka mereka disebut sebagai muslim yang takwa, dan dinyatakan sebagai orang yang
benar. Hal ini merupakan pola takwa sebagai gambaran dari kepribadian yang hendak
diwujudkan pada manusia islam. Apakah pola ini dapat mewujud atau mempribadi
dalam diri seseorang, sehingga Nampak perbedaannya dengan orang lain, karena
takwanya, maka; orang itu adalah orang yang dikatakan sebagain seseorang yang
mempunyai Kepribadian Muslim.
Secara terminologi kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku
normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang
normanya diturunkan dari ajaran islam dan bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.[4]
Kepribadian muslim dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai
identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku
sebagai muslim, baik yang disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun
sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan,
minum, berhadapan dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan
sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap
terpuji yang timbul dari dorongan batin.
Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai
kebiasaan yang tidak dapat dipengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain yang
bertentangan dengan sikap yang dimiliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat
dipertahankan jika sudah terbentuk sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain
itu sebagai individu setiap muslim memiliki latar belakang pembawaan yang berbeda-
beda. Perbedaan individu ini diharapkan tidak akan mempengeruhi perbedaan yang akan
menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas secara umum.

10
BAB II
KONSEP KETUHANAN

A. Filsafat Ketuhanan
Ciri-ciri pemikiran kefilsafatan adalah : Konsepsional, Saling berhubungan antar
jawaban-jawaban kefilsafatan, Koheren (sistematis), Rasional, Komprehensip, Universal
dan Mendasar (Radikal). Filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar (knowledge of
truth), sedangkan tujuan agama juga menerangkan apa yang benar dan apa yang baik.
Seperti pendapatt al-Kindi bahwa yang benar pertama (alhaqqul-awwal = the First Truth)
adalah Tuhan. Untuk itu dikatakan bahwa filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya
adalah filsafat utama, yaitu ilmu tentang Yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi
segala yang benar.
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan menurut al-Kindi adalah
Pencipta. Alam bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau (qadim), tetapi mempunyai
permulaan. Oleh karena itu al-Kindi dalam hal ini lebih dekat dengan filsafat Plotinus,
yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam dan sumber dari
segala yang ada. Alam adalah emanasi dari Yang Maha Satu (Harun Nasution, 1978).
Dalam semua kitab suci, adanya Tuhan dianggap secara terang-terangan sebagai
kebenaran axioma. Akan tetapi dalam Al-Qur'an dijumpai banyak bukti untuk
membuktikan adanya Dzat Yang Maha Luhur, Pencipta dan Pengatur semesta alam,
yaitu Allah swt. Setidaknya ada tiga bukti dalam Al-Qur'an, yaitu : 1. Bukti yang diambil
dari kejadian alam atau disebut dengan pengalaman jasmani manusia (96:1, 87:1 3,
51:47 49, 36:36, 43:12; 67:3 -4, 55:5 6, 36:38 40, 41:11, 45:12 13, 7:54), 2. bukti
tentang kodrat manusia atau pengalaman ruhani manusi (52:35 36, 43:9, 7:172, 30:30,
50:16, 56:85; 41:51, 30:32, 16:53) dan 3. Bukti yang didasarkan atas Wahyu Tuhan
kepada manusia (68:2 3, 108:1, 94:5, 93:4 5, 81:19 20, 17:79, 20:1 2, 30:4 5,
40:51, 25:10, 24:55, 48:28, 72:24, 54:44 45, 3:11).
Selanjutnya, konsep ke-Tuhanan dalam Islam sepenuhnya membahas tentang ke-
Esaan Allah sebagai inti dari ajaran keimanan yang lazim disebut dengan istilah Tauhid.
Kalimat Tauhid yang terkenal adalah "laa ilaaha illallaah" artinya tidak ada
Tuhan selain Allah, mengandung maksud bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah
selain Allah. Menurut Al-Qur'an mengandung arti bahwa Allah itu Esa Dzat-Nya, Sifat-
Nya dan Af'al-Nya (Perbuatan-Nya). Esa Dzat-Nya maksudnya adalah bahwa bahwa
tidak ada Tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi-Nya, Esa Sifat-Nya maksudnya
adalah tidak ada dzat lain yang memiliki satu atau lebih sifat-sifat ke-Tuhanan yang
sempurna, sedangkan Esa Af'al-Nya adalah bahwa tidak ada satu kekuatanpun yang bisa
melakukan pekerjaan yang telah dikerjakan oleh Allah. Ajaran Tauhid digambarka
secara simple dan indah oleh Al-Qur'an surat Al-Ihlash (112:1 4).
Lawan Ke-Esaan atau Tauhid adalah Syirik, artinya persekutuan yang jika
diambil jamaknya kalimat tersebut menjadi Syurakaa', artinya sekutu. Dalam Al-Qur'an
kalimat syirk digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan lain dengan Allah, baik
persekutuan itu mengenai Dzat-Nya, Sifat-Nya atau Af'al-Nya, maupun mengenai
ketaatan lain yang seharusnya ditujukan kepada Allah semata. Dalam Al-Qur'an
11
diterangkan bahwa syirk adalah perbuatan dosa paling berat yang perlu dijauhi dan
diwaspadai (31:13, 4:48, 2:30, 45:12 13, 2:34, 6:165, 7:140; 3:63, 9:31, 25:43, dsb).
Berbagai macam syirik yang diuraikan dalam Al-Qur'an menunjukkan, bahwa
ajaran Tauhid menganugerahkan kepada dunia sebuah amanat tentang peningkatan
kemajuan dalam segala bidang, baik jasmani, akhlak maupun rohani. Manusia bukan saja
dibebaskan dari perbudakan oleh barang yang hidup atau mati, melainkan pula
dibebaskan dari penyembahan kepada kekuatan alam yang besar dan mengagumkan.
Justru manusia harus menakklukkan itu semua guna kepentingan manusia itu sendiri.
Nabi Muhammad saw sebagai seorang hamba pilihan Allah diperintahkan supaya
mengatakan : "Aku hanya manusia biasa seperti kamu; hanya diwahyukan kepadaku
bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa" (18:110). Dengan demikian, segala
belenggu yang mengikat jiwa manusia harus dipatahkan; dan manusia berjalan diatas
jalan yang menuju kearah kemajuan. Jiwa budak tidak akan mungkin berbuat sesuatu
yang baik dan besar; oleh sebab itu syarat pertama untuk mencapai kemajuan ialah,
membebaskan jiwa dari segala macamperbudakan yang membelenggu; ini hanya bisa
dicapai dengan Tauhid.

B. Hakekat Tuhan
Perkataan ilah yang selalu diterjemahkan Tuhan, dalam al-Quran dipakai
untuk menyatakan objek yang dibesarkan, misalnya dalam surat al-Furqan 43.
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya ? Dalam surat Qashas ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh Firaun untuk
dirinya sendiri. Dan Firaun berkata: Wahai para pembesar hambaku, aku tidak
mengatahui Tuhan bagimu selainaku.
Contoh diatas menunjukan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai
benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Firaun atau
penguasa yang dipuja). Perkataan ilah dalam al-Quran juga dalam bentuk tunggal
(mufrad:ilaahun), ganda (mutsana:ilaahain), dan (jama: aalihatun). Bertuhan nol tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti definisi Tuhan atau ilah yang tepat, berdasarkan logika
al-Quran adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang
dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.
Dalam ajaran Islam diajarkan lslam diajarkan kalimat Laa illaha illaa Allah.
Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan,
kemudian diikuti penegasa melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam
hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

12
C. Pemikiran Tentang Tuhan
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga
Tuhan yang personal: Menurut al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, jalan yang di ridhoi-Nya.
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama
yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi.
Filsafat ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang
berdasar al-Quran dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak
pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat
spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan
mistis.
Menurut para mufasir(ahli agama), melalui hadis al-Quran (Al-Alaq [96]:1-5),
Tuhan menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia
berbagai hal termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Quran
adalah wahyu Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Quran merupakan
penuturan Allah tentang diri-Nya Selain itu menurut Al-Quran sendiri, pengakuan
akan Tuhan telah ada dalam diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-
Araf [7]:172).

Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam


dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-Araf [7]:172).

D. Tuhan Dalam Agama-Agama


Yang dimaksud konsep manusia menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran, baik melalui pengalaman lahiriah maupun bhatiniah,
baik yang bersifat pemikiran rasional maupun pengalaman bhatin. dalam literatur
sejarah agama dkenali teori evolusionalisme, yang menyatakan proses dari kepercayaan
sederhana lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut dikemukakan
oleh mula-mula Max Muller kemudian dikembangkan oleh EB Taylor, Robertson
Smith, Lubock, dan Javens. Proses perkembangan teori ini sebagai berikut:
a. Dinanisme : yaitu manusia sejak zaman premitif telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam dalam kehidupan, pengaruh tersebut di tujukan benda, setiap
benda mempunyai pengaruh terhadap manusia, ada yang positif dan ada pula yang
negatif.
13
b. Aninisme : yaitu kepercayaan akan adanya roh dalam kehidupan setiap benda yang
dianggap baik mempunyai roh, Masyarakat premitif mempercayai roh sebagai yang aktif
sekalipun bandaya telah mati. Oleh karena itu roh dianggap sesuatu yang hidup
mempunyai rasa senang, tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
c. Politeisme : yaitu kepercayaan yang menganggap bahwa dewa mempunyai kekuatan
tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya,
ada yang membidangi masalah air, dan sebagainya.
d. Henoteisme : yaitu suatu kepercayaan yang hanya mempercayai adanya satu dewa
yang disebut tuhan, namun manusia masih mengakui bahawa tuhan ilah bangsa lain.
Kercayaan satu tuhan dengan satu bangsa di sebut Henoteisme(tuhan tingkat nasional ).
e. Monoteisme : yaitu suatu kepercayaan hanya mengakui satu tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat iternasional.

E. Tuhan Allah Dan Perilaku Tauhid


Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi
dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang
membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan.
Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan,
pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan
amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa
ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid
praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata
lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah
semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan
Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan
perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam
pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang
tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari.
Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis
dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep
dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian
bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah
melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan
bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa
ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti
dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

14
BAB III
KEIMANAN DAN KETAKWAAN

A. Pengertian
Dalam Al-Qur'an terdapat sejumlah ayat yang redaksionalnya terdapat kata iman,
seperti dalam 2:165. Tergambar dalam ayat tersebut bahwa orang-orang yang beriman
(kepada Allah) adalah orang yang "Asyaddu Hubban Lillaah" artinya cinta yang
mendalam kepada Allah. Sikap yang menunjukkan kecintaan atau kerinduan yang luar
biasa terhadap Allah. Disitu mencerminkan bahwa iman adalah sikap atau attitude, yaitu
kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap
Allah. Orang yang beriman kepada Allah adalah orang yang rela mengorbankan jiwa,
raga dan hartanya untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut Allah
kepadanya.
Sedangkan kata Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayah, artinya takut,
menjaga, memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologi tersebut, makna
Taqwa adalah sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran
agama Islam secara utuh dan konsisten (istiqamah). Diantara makna Taqwa yang
diterangkan dalam Al-Qur'an terdapat dalam 2:177. Disana akan dijumpai setidaknya ada
5 indikator orang yang bertaqwa, yaitu :
1. Iman kepada Allah, para Malaikat, Kitab-kitab (suci), dan para Nabi. Indikator
pertama adalah memelihara fitrah iman.
2. Mengeluarkan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, peminta-minta, dan untuk misi
kemanusiaan (riqaab).
Indikator kedua adalah kesanggupan mengorbankan harta demi kecintaannya kepada
sesame manusia.
3. Mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat. Indikator ketiga adalah memelihara
ibadah formal.
4. Menepati janji. Indikator keempat adalah memelihara kehormatan diri (komitmen).
5. Sabar di saat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang. Indikator kelima adalah
memiliki semangat perjuangan.
Secara garis besar, agama Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu, bagian
teori atau yang lazim disebut dengan rukun iman dan bagian kedua adalah bagian
praktek, yang mencakup segala apa yang harus dikerjakan oleh orang Islam. Bagian
pertama bisa disebut Ushul (pokok) sedangkan bagian kedua disebut Furu' (cabang).
Keimanan seseorang adalah sebagai landasan bersikap, berfikir dan perbuatan yang
dilakukan dalam hidupnya. Sejauh dia berusaha menjaga dan mengembangkan kualitas
imannya, maka sejauh itu pula dia akan mencapai derajat ketaqwaannya dihadapan Allah
swt.
Dalam Hadits acap kali kata iman itu digunakan dalam pengertian yang lebih
luas, atau kadang untuk menggambarkan perbuatan baik yang sederhana. Nabi saw
pernah bersabda : "Iman mempunyai cabang enam puluh lebih , dan rendah hati
(Hayyaa') adalah salah satu cabang dari Iman" (Bu.2:3). Dalam Hadits lain disabdakan
15
: "Iman mempunyai cabang tujuh puluh lebih, yang paling tinggi ialah kalimat Laa
ilaaha illlallah, sedang yang yang paling rendah ialah menyingkirkan apasaja yang bisa
mendatangkan benca dari jalan" (M. 1:12). Rasulullah pernah bersabda : 'Bahwa
mencintai Shahabat Anshar adalah salah satu pertanda iman" (Bu. 2:10). Sabda Beliau
yang lain : "Salah seorang diantara kamu tidak beriman, kecuali dia mencintai
saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri (Bu. 2:7). Masih banyak lagi Hadits-Hadits
yang senada seperti itu. Singkat kata bahwa ketaqwaan itu adalah suatu implementasi
dari keimanan seseorang dalam hidupnya, yang sudah barang tentu juga dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi tertentu sebagai lingkunagannya.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa semua rukun iman itu sebenarnya landasan
bagi perbuatan. Allah adalah Dzat yang mempunyai segala sifat kesempurnaan. Jika
orang diharuskan beriman kepada Allah, itu sebenarnya ia harus berusaha memiliki sifat-
sifat akhlak yang tinggi dengan tujuan mencapai Sifat Ilahi. Dia harus menempatkan cita-
cita yang amat luhur dan amat suci sebagai idamannya, yang selalu terlintas dalam
benaknya, serta dia harus berusaha menyesuaikan tingkah lakunya dengan cita-cita itu.
Adapun beriman kepada Malaikat ialah agar dia menuruti bisikan yang baik, sehingga
membentuk karakter seperti Malikat, yaitu selalu taat kepada Allah dan sekali-kali tidak
mendurhaka kepada-Nya.
Beriman kepada Kitab Suci ialah agar manusia mengikuti petunjuk yang termuat
didalamnya guna mengembangkan daya batin dalam dirinya. Sedangkan beriman kepada
para Utusan ialah agar manusia mencontoh suri-tauladan yang diberikan oleh mereka
dan rela mengorbankan hidup untuk kepentingan sesama manusia.Beriman kepada hari
Akhir mengajarkan kepada manusia, bahwa kemajuan material, fisik atau jasmani
bukanlan tujuan hidup, akan tetapi tujuan hidup yang sebenarnya ialah hidup abadi yang
amat luhur, dimulai dari Hari Kebangkitan (qiyamat). Akhirnya, Iman kepada Qadla' dan
qodar memberi kesadaran kepada manusia tentang Maha luasnya ketentuan-ketentuan
Allah yang harus difahami, baikk yang tersirat dalam setiap gajala di alam semesta,
maupun yang tersurat pada Kitab-kitab Suci yang telah diturunkan kepada para Utusan-
Nya.
Disamping itu memberikan dorongan kepada manusia agar mencapai kemajuan
dalam hidupnya, menyadarkan akan keterbatasan dirinya dan menyadarkan bahwa
keputusan Allah (Qadla') adalah suatu hak prerogratif yang tidak bisa diganggu gugat
oleh siapapun.

B. Wujud dan keberadaan allah


Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya,
pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga meginginkan
pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau
adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri
kepadanya, seperti dijelaskan al-Quran dalam surat al-Araf/7: 143. Dan tatkala Musa
datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan
telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah
(diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman:

16
"Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap
di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan
Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".)
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap
nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu
al-Quran dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan
untuk memperkuat pembuktian dalam al-Quran dan al-Sunnah al-Quran sendiri
menyatakan dalam surat al-Mulk/67:10 (Dan mereka berkata: "Sekiranya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".)
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibnu Rusyd memakai
cara falsafi yang sesuai denga syariat Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian
suunan alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) 5
Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan mausia agar mampu menghayati
wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia.
Firman Allah dalam surat an-Naba/78:6-16 (Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan
apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di
antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan
atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.) (Bukankah Kami telah
menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan
Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,
dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari
penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami
jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang
banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-
tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?).
Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini sesuai
dengan keperluan hidup mausia dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian manfaat ini
tidak mungkin terjadi secara kebetulan, firman Allah dalam suarat Ali Imran/3: 191:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.).
Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu
umpamanya: diciptakan air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan kehidupan
manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini membuktikan adanya
kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ihtira) Kejadian alam semesta yang
sistemik6 ini di bahas oleh Ibn Rusyd dalam dalil ikhtira yaitu yang mengarahkan
manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman
keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam, seperti yang ditunjukkan al-Quran

17
pada surat al-Ghasiyyah/88:17-22. (Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah
peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.
Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,).
Cara pembuktian lain dapat dikemukakan dalil logika dari ilmu kalam, di
antaranya sebagai berikut 7 : Tidak ada yag tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya
tidak ada itu keadaan yang ada. Pembuat ada itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu
tidak ada. Pembuat pertama dari pada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibal wujud
atau mutlak adanya, yang mesti ada dengan sedirinya.

C. Proses terbentuknya dan tantangan keimanan


Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang
intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman.
Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang,
baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun
lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora
serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik
yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan
bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya.
Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan
perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, Setiap anak, lahir
membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal
ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka
ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu
dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi
mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Quran.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,
karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang.
Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan
terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat
dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang menampak saja. Di
dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali

18
secara tidak langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat
menggambarkan sikap mental tersebut); bahkan secara tidak langsung itu adakalanya
cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah
tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat
nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan yaitu iman.
Yang dituju adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu,
yang disebut tingkah laku terpola.
Dalam keadaan tertentu sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi
melalui satu campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap
interaksi yang terjadi.
Dalam hal ini dijelaskan beberapa prinsip dengan mengemukakan implikasi
metodologiknya :
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang panjang, terus menerus,
dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang
semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan
motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting
mengarahkan proses motivasi, agar dapat membuat tingkah laku lebih terarah dan
selektif dalam menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang
seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Sesuatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam
bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk
menghayatinya melalui satu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai
sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni usaha menempatkan
nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi,
ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri manusia secara
lebih wajar dan alamiah, dibandingkan bilamana nilai itu langsung diperkenalkan
dalam bentuk utuh, yakni bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada
anak didik sebagai satu produk akhir semata-mata. Prinsip ini menekankan
pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan indidivuasi).
Implikasi metodologiknya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku
yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu
dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai
hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini berarti bahwa seyogianya anak didik
mendapat kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa
pengalaman pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi
nilai iman.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti, bila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu satu bentuk tingkah laku terpola baru
teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi
metodologiknya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai

19
iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual
(yaitu dengan hanya memperhatikan kemampuan-kemampuan seseorang dalam
kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam kaitan
kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir
harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses
individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu
mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten yaitu secara tetap dan konsekwen, serta secara koheren, yaitu tanpa
mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi
metodologiknya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat
tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten
dan koheren. Alasannya, caranya, dan konsekwensinya dapat dihayati dalam sifat
dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan
demikian berarti bahwa setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta
memperkuat langkah-langkah berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan
koheren sudah nampak, maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah
laku dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah
laku sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
Hakekat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang
pada problematik kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.
Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap
bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang
dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral
pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap
bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi
metodologiknya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak
sebagai ilmu dan ketrampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui
pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.

D. Ciri-ciri atau karakteristik


Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak
lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran, maka bergejolak
hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami
ayat yang tidak dia pahami sebelumnya.
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi
dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah
Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim:
11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun: 13).

20
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3
dan al-Muminun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat,
dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun: 4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang
kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-
Mukminun: 3, 5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar
ilmu Allah, yaitu al-Quran menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mumin tidak
akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta
benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti
itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan
dengan ajaran Allah dan Sunnah Rasul.

E. Implementasi Iman Dan Taqwa


Iman berarti percaya dalam hati, diucapkan dengan lisan, serta dilaksanakan
dengan perbuatan. Dengan iman, kita dituntun untuk menjalani hidup ini dengan
menjunjung tinggi asma Allah SWT. Adapun bentuk pengaruh iman kepada kehidupan
manusia memiliki dampak positif yang sangat besar. Dengan iman, kita dapat menyadari
bahwa kekuasaan terhadap seluruh alam semesta ini hanya terdapat pada Allah SWT
semata. Jika Allah hendak memberikan rahmat serta pertolongan, maka tidak ada
kekuatan apapun yang dapat mencegahnya. Juga sebaliknya, jika Allah hendak
menimpakan suatu bencana atau cobaan, juga tidak ada kekuatan apapun yang dapat
menghentikannya. Dengan demikian, jika kita memiliki iman yang kuat niscaya kita
senantiasa hanya berserah diri dan memohon kepada Allah SWT. Orang yang beriman
kepada Allah SWT mengacu kepada firman Allah surah Al-Fatihah ayat 1 sampai
dengan 7. Iman membuat kita berani untuk menyebarkan kebenaran tanpa takut akan
risiko seperti Rasulullah yang berani berdakwah pada masa jahiliyah dan menghadapi
risikonya yakni dikucilkan dan diasingkan oleh penduduk kota Mekkah. Juga dengan
iman kita tidak perlu takut untuk menghadapi maut, karena mereka yang berusaha untuk
hidup abadi adalah yang tidak memiliki iman akan kekuatan Allah. Sebagaimana yang
dijelaskan lewat firman Allah surah An- Nisa ayat 78: Artinya: Di mana saja kamu
berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang
tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini
adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:
"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari
sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan sedikitpun? (Q.S An-Nisa 4:78)

21
Iman juga mengajarkan kita untuk bisa menolong diri sendiri dalam
mengahadapi berbagai cobaan kehidupan. Rezeki secara materil memang memegang
peranan penting dalam memenuhi kebutuhan lahir seperti sandang, pangan, dan
papan. Namun sayangnya, banyak orang yang terjerumus pada pikiran bahwa uang
adalah segalanya yang mengakibatkan banyak manusia melepaskan prinsip
keimananya, rela untuk menjual kehormatan, serta menjilat dan bermuka dua hanya
supaya kepentingan materilnya bisa tercapai dan bisa menjadi kaya walaupun tindakan-
tindakan tersebut adalah bentuk ingkar dari firman Allah SWT. Sebagaimana disebutkan
lewat firman Allah surah Hud ayat 6 tentang rezeki: Artinya:
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Q.S Hud
11:6). Dengan beriman kepada Allah SWT, kita senantiasa diberikan ketenangan hati
dan ketentraman jiwa. Sering kali kita dilanda oleh rasa duka serta gelisah, juga kita
diberi cobaan rasa keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman akan memiliki
keseimbangan jiwa serta rasa tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang ( sakinah )
seperti yang dijelaskan lewat firman Allah surah Ar-Rad ayat 28: Artinya: (yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-Rad
13:28). Kehidupan yang baik (hayatan tayyibah) bisa kita diwujudkan dengan adanya
iman. Hidup manusia yang baik adalah hidup yang penuh akan kebaikan serta perbuatan
yang baik.
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini
dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda. Orang yang beriman hanya
percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan
pertolongan, maka tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mencegahnya.
Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan
manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan
pada kesaktian benda-benda keramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul,
jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah surat al-Fatihah
ayat 1-7.
2. Iman menanamkan semangat berani menghadap maut. Takut menghadapi maut
menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantara manusia yang tidak
berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko. Orang yang
beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah Pegangan orang beriman
mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:
Dimana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun
kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh.( An Nisa 4: 78)
3. Iman menanamkan sikap self-help dalam kehidupan. Rezeki atau mata
pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang
yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya. Kadang-
kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatandan

22
bermuka dua, menjilat dan memperbudak diri untuk kepentingan materi.Pegangan
orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah dalam QS. Hud/11:6.
4. Iman memberikan ketenteraman jiwa. Acapkali manusia dilanda resah dan dukacita,
serta digoncang oleh keraguan dankebimbangan. Orang yang beriman mempunyai
keseimbangan, hatinya tenteram(mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah),
seperti dijelaskan dalam firman Allahsurat ar-Rad/13:28.
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah). Kehidupan manusia
yang baik adalah kehidupan orang yang selalu menekankan kepada kebaikan dan
mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS.
an-Nahl/16:97.
6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen. Iman memberi pengaruh pada
seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpapamrih, kecuali keridhaan Allah.
Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya,
baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada
firman Allah dalam QS. al-Anam/6:162.
7. Iman memberi keberuntungan. Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang
benar, karena Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki.
Dengan demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Baqarah/2:5.
8. Iman mencegah penyakit. Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin,
atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman. Hal itu karena
semua gerak dan perbuatan manusia mukmin, baik yang dipengaruhi oleh kemauan,
seperti makan, minum,berdiri, melihat, dan berpikir, maupun yang tidak dipengaruhi
oleh kemauan, seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan darah, tidak
lebih dari serangkaian proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Organ-
organ tubuh yang melaksanakan proses biokimia ini bekerja di bawah perintah
hormon. Kerja bermacam-macam hormon diatur oleh hormon yang diproduksi oleh
kelenjar hipofise yang terletak di samping bawah otak. Pengaruh dan keberhasilan
kelenjar hipofise ditentukan oleh gen (pembawa sifat) yang dibawa manusia
semenjak ia masih berbentuk zigot dalam rahim ibu. Dalam hal ini iman mampu
mengatur hormon dan selanjutnya membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak
manusia. Jika karena terpengaruh tanggapan, baik indera maupun akal, terjadi
perubahan fisiologis tubuh (keseimbangan terganggu), seperti takut, marah, putus
asa, dan lemah, maka keadaan ini dapat dinormalisir kembali oleh iman. Oleh karena
itu,orang-orang yang dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkena penyakit
modern,seperti darah tinggi, diabetes dan kanker. Sebaliknya, jika seseorang jauh
dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan asas moral dan akhlak, merobek-robek
nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak pernah ingat Allah, maka orang
yang seperti ini hidupnya akan diikuti oleh kepanikan dan ketakutan. Hal itu akan
menyebabkan tingginya produksi adrenalin dan persenyawaan lainnya. Selanjutnya
akan menimbulkan pengaruh yang negative terhadap biologi tubuh serta lapisan otak
bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan mengakibatkan
terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh manusia. Pada waktu

23
itu timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan ketegangan psikologis, serta hidupnya
selalu dibayangi oleh kematian.

BAB IV
HAKEKAT MANUSIA

A. Konsepsi manusia
Manusia adalah ciptaaan Allah sebagai makhluk yang sempurna QS. Ath-Thin
95 : 4 dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan demikian Al-Quran memandang
manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan social. Manusia sebagai basyar
tunduk kepada taqdir Allah, sama dengan makhluk yang lain. Manusia sebagai insan
dan An-Nas bertalian dengan hembusan Ilahi atau Roh Allah yang memiliki kebebasan
dalam memilih untuk tunduk atau menentang Taqdir Allah.
Menurut pandangan Murtadlo Mutahhari manusia adalah makhluk serba
dimensi. Dimensi pertama, secara fisik manusia hamper sama dengan hewan,
membutuhkan makan, minum, istirahat dan kawin, supaya dia bias hidup, tumbuh dan
berkembang. Dimensi kedua, manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat etis, yaitu
ingin memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian. Dimensi ketiga, manusia
mempunyai perhatian terhadap keindahan. Dimensi keempat, manusia manusia
memiliki kemampuan untuk menyembah Tuhan. Dimensi kelima, manusia memiliki
kemampuan dan kekuatan yang berlipat ganda, karena dia dikaruniai akal, fikiran dan
kehendak bebas, sehingga dia mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan
keseimbangan dalm hidupnya. Dimensi keenam, manusia mampu mengenal dirinya
sendiri. Jika dia sudah mengenal dirinya, maka dia akan mencari dan ingin mengetahui
siapa penciptanya, mengapa dia diciptakan, dari apa dia diciptakan, bagaimana proses
penciptaannya, dan untuk apa dia diciptakan.

B. Tujuan penciptaan manusia


Allah Subhanahu wa Taala telah menegaskan bahwa, Ia menciptakan manusia
tidaklah dengan main-main tetapi dengan tujuan yang haq. Dengan diberi tugas dan
kewajiban yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Allah Subhanahu wa Taala
berfirman:
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al
Mu'minuun115).
Tujuan dari diciptakan manusia adalah dalam rangka pengabdian diri kepada
Allah Subhanahu wa Taala, dengan melaksanakan seluruh aturan-Nya yang telah
ditetapkan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman : "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyat : 56).

24
C. Fungsi dan peran manusia
Fungsi manusia, tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai Khalifah dimuka
bumi, dalam rangka menegakkan hukum dan aturan-Nya sebagaimana Firman-Nya :
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan khalifah..." (QS Al Baqarah : 30).
Arti Khilafah Fiil Ardhi dalam ayat di atas adalah
sebagai mandataris Allah Subhanahu wa Taala untuk melaksanakan hukum-hukum
dan merealisasikan kehendak-kehendak-Nya di muka bumi. Manusia telah dipilih Allah
Subhanahu wa Taala sebagai Khalifah-Nya.
Sedangkan tugas utama manusia adalah memelihara amanah yang Allah Subhanahu wa
Taala pikulkan kepadanya, setelah langit dan gunung enggan memikulnya.
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh," (QS. Al Ahzab : 72).
Amanat Allah Subhanahu wa Taala itu adalah berupa tanggung jawab
memakmurkan bumi dengan melaksanakan hukum-Nya dalam kehidupan manusia di
bumi ini. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala tegaskan kepada Nabi Daus As.
"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan." (QS. As Shaad : 26).
Untuk menunaikan tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya ini, manusia
harus mengerahkan segala potensi (baik internal maupun eksternal) yang ada pada
dirinya, dan harus sanggup berkorban dengan segala harta dan jiwanya. Dengan
pengerahan potensi dan kesanggupan berkorban, maka tugas dan peran manusia untuk
mewujudkan kekhilafahan dan menegakkan hukum-Nya pasti dapat terwujud.
Adapun manusia yang tidak mau melaksanakan tugas dan enggan merealisasikan
tugas dan perannya, maka ia adalah manusia yang jahil (bodoh) dan dzalim.
Sebagaimana yang disinyalir oleh AllahSubhanahu wa Taala.
"... Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS. Al Ahzab : 72).

D. Tanggung jawab manusia


Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus dipertanggung
jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas
kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola
dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia
menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh mandate Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif,

25
yang memungkinkan dirinya mengolah dan mendayagunakan apa yang ada di muka
bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Agar manusia bias menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah
mengajarkan kepadanya kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman
serta panguasaan terhadap hokum-hukum yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia
bias menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam
alam kebudayaan.
Disamping peran manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi yang memiliki
kebebasan, dia juga sebagai hamba Allah (abdullah). Seorang hamba harus taat dan
patuh kepada perintah Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hokum-hukum Tuhan baik yang
tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat dalam kandungan pada setiap
gejala alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang
diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya serta mengkhianati
kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu dia diminta pertanggungjawaban
terhadap penggunaan kewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman
Allah dalam surat father : 39.
Makna yang esensial dari kata abdun (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan mnusia hanya layak diberikan kepada
Allah yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran
dan keadilan.
Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah dan abdun
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup
yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilau
kebenaran.
Berdasarkan pemahaman ayat tersebut dapat dipahami, bahwa kwalitas
kemanusia sangat tergantung pada kwalitas komunikasinya dengan Allah melalui ibadah
dan kwalitas interaksi sasialnya dengan sesame manusia melalui muamalah.
Berbicara tentang ibadah dalam Islam kita mengenal istilah ibadah mahdlah,
yaitu setiap bentuk ibadah yang sudahditentukan baik syarat maupun rukun dalam
menunaikannya, dan ibadah ghairu mahdlah, yaitu setiap perbuatan baik manusia yang
senantiasa memperhatikan nilai-nilai kebenaran baik dalam Al-Quran maupun Al-
Hadits.

E. Tugas kekhilafahan
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini dapat dipahami dari
firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah : 30, Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
mereka berkata : Mengapa engkau hendakmenjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akn membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
enantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan
berfirman : sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.

26
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata khalf
(menggantikan, mengganti), atau kata khalaf (orang yang datang kemudian) sebagai
lawan dari kata salaf (orang yang terdahulu). Sedangkan arti kata khilafah adalah
menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang
diganti, dan adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat
kedudukan orang yang dijadikan pengganti.
Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan Allahmengangkat manusia
khalifah di muka bumi, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Fathir ayat 39, Q.S Al
anam ayat 165. Manusia adalah makhluk yang termulia di antara mahluk- makhluk
yang lain (Q.S Al Isra : 70) dan ia dijadikan oleh Allah SWT dalam sebaik- baik bentuk/
kejadian, baik fisik maupun psihisnya (Q.S At Tin : 5), serta dilengkapi dengan berbagai
alat potensial dan potensi- potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka
sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut
tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S Hud : 61 ), serta mewujudkan
keselamatan dan kebahgiaan hidup di muka bumi (Q.S al-maidah : 16), dengan cara
beriamn dan beramal shaleh (Q.S Al-raad : 29), bekerjasama dalam menegakkan
kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S Al-Ashr : 1-3). Karena
itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia
pertama hingga manusia akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari
pelaksanaan pengabdian kepadaNya (abdullah). Tugas- tugas kekhalifahan tersebut
menyangkut :
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas- tugas :
Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S Al-Nahl : 43), karena manusia itu adalah makhluk
yang dapat dan harus dididik/ diajar (Q.S al-baqarah :31) dan yang mampu mendidik
/mengajar (Q.S Ali imran:187, al-anam :51)
Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan
kesengsaraan (Q.S al-Tahrim : 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan
memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dn sebagainya
Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata khuluq atau
khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/ rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/
jasmani.
Tugas kekhalifahan dalam keluarga/ rumah tangga meliputi tugas :
Membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah, mawaddah
dan wa rahmah / cinta kasih (Q.S ar-Rum : 21) dengan jalan menyadari akan hak dan
kewajibannya sebagai suami-istri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas :
Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S al-Hujurat : 10 dan 13, al-Anfal : 46
)
Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S al-Maidah : 2)
Menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S al-Nisa : 135 )
Bertanggung jawab terhadap mar maruf nahi munkar ( Q.S Ali Imran 104 dan 110)

27
Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya
adalah para fakir miskin serta anak yatim (Q.S al Taubah : 60, al Nisa : 2), orang
yang cacat tubuh (Q.S Abasa : 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang
lain.
Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi :
Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi
kemaslahatan hidup manusia.
Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya manusia
harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan
hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.
MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap
komitmen dengan nilai- nilai Islam yang rahmatan lil-alamin, sehingga berbudaya
berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk
mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta
keagungan dan kebesaran Ilahi.

BAB V
HUKUM, DEMOKRASI DAN MASYARAKAT MADANI

A. Pengertian hukum islam


Istilah hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu hukum dan Islam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata hukum diartikan dengan: 1) peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat; 2) undang-undang, peraturan, dsb untuk
mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai
peristiwa tertentu; dan 4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di
pengadilan) atau vonis (Tim Penyusun Kamus, 2001: 410). Secara sederhana hukum
dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah
laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang
dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (Muhammad Daud Ali, 1996:
38). Kata hukum sebenarnya berasal dari bahasa Arab al-hukm yang merupakan isim
mashdar dari fiil (kata kerja) hakama-yahkumu yang berarti memimpin, memerintah,
memutuskan, menetapkan, atau mengadili, sehingg kata alhukm berarti putusan,
ketetapan, kekuasaan, atau pemerintahan (Munawwir, 1997: 286). Dalam ujudnya,
hukum ada yang tertulis dalam bentuk undangundang seperti hukum modern (hukum
Barat) dan ada yang tidak tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam.
Adapun kata yang kedua, yaitu Islam, oleh Mahmud Syaltout didefinisikan
sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk
mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua
manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Mahmud Syaltout, 1966: 9).
Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang dibawa oleh Nabi

28
Muhammad saw. lalu disampaikan kepada umat manusia untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari gabungan dua kata hukum dan Islam tersebut muncul istilah hukum
Islam. Dengan memahami arti dari kedua kata yang ada dalam istilah hukum Islam ini,
dapatlah dipahami bahwa hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan
yang bersumber dari Allah SWT. Dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah
laku manusia di tengahtengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat,
hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam.
Dalam khazanah literatur Islam (Arab), termasuk dalam al-Quran dan Sunnah,
tidak dikenal istilahhukum Islam dalam satu rangkaian kata. Kedua kata ini secara
terpisah dapat ditemukan penggunaannya dalam literatur Arab, termasuk juga dalam al-
Quran dan Sunnah. Dalam literatur Islam ditemukan dua istilah yang digunakan untuk
menyebut hukum Islam, yaitu al-syariah al-Islamiyah (Indonesia: syariah Islam) dan al-
fiqh al- Islami (Indonesia: fikih Islam). Istilah hukum Islam yang menjadi populer dan
digunakan sebagai istilah resmi di Indonesia berasal dari istilah Barat.
Hukum Islam merupakan terjemahan dari istilah Barat yang berbahasa Inggris,
yaitu Islamic law. Kata Islamic law sering digunakan para penulis Barat (terutama para
orientalis) dalam karya-karya mereka pada pertengahan abad ke-20 Masehi hingga
sekarang. Sebagai contoh dari bukubuku mereka yang terkenal adalah Islamic Law in
Modern World (1959) karya J.N.D. Anderson, An Introduction to Islamic Law (1965)
karya Joseph Schacht, A History of Islamic Law (1964) karya N.J. Coulson, Crime and
Punishment in Islamic Law: Theory and Practice from the Sixteenth to the Twenty-first
Centuri (2005) karya Rudolph Peters, An Introduction to Islamic Law (2009) kayra Wael
B. Hallaq, dan Introduction in Islamic Law (2010) karya Ahmed Akgunduz.
Para pakar hukum Islam yang menulis dengan bahasa Inggris juga menggunakan
istilah itu dalam tulisan-tulisan mereka. Kata Islamic law sering digunakan untuk
menunjuk istilah Arab fikih Islam. Ahmad Hasan menggunakan istilah Islamic law
untuk fikih dalam karya-karyanya seperti dalam buku The Early Development of Islamic
Jurisprudence (1970) dan The Principles of Islamic Jurisprudence (1994). Istilah inilah
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi hukum Islam. Istilah ini
kemudian banyak digunakan untuk istilah-istilah resmi seperti dalam perundang-
undangan, penamaan mata kuliah, jurusan, dan lain sebagainya. Adapun untuk padanan
syariah, dalam literatur Barat, ditemukan kata shariah. Untuk padanan syariah
terkadang juga digunakan Islamic law, di samping juga digunakan istilah lain seperti the
revealed law atau devine law (Ahmad Hasan, 1994: 396).
Istilah lain terkait dengan hukum Islam yang juga digunakan dalam literatur
Barat adalah Islamic Jurisprudence. Istilah ini digunakan untuk padanan ushul fikih. Ada
beberapa buku yang ditulis dalam bahasa Inggris terkait dengan istilah ini, di antaranya
adalah dua buku tulisan Ahmad Hasan seperti di atas, The Origins of Muhammadan
Jurisprudence (1950) karya Joseph Schacht, The Principles of Muhammadan
Jurisprudence (1958) karya Abdur Rahim, dan juga dua karya Ahmad Hasan seperti di
atas, yakni The Early Development of Islamic Jurisprudence (1970) dan The Principles

29
of Islamic Jurisprudence (1994), serta karya Norman Calder, Islamic Jurisprudence in
the Classical Era yang diedit oleh Colin Imber (2010).
Dari penjelasan di atas terlihat adanya ketidakpastian atau kekaburan makna dari
Islamic law (hukum Islam) antara syariah dan fikih. Jadi, kata hukum Islam yang sering
ditemukan pada literatur hukum yang berbahasa Indonesia secara umum mencakup
syariah dan fikih, bahkan terkadang juga mencakup ushul fikih. Oleh karena itu, sering
juga ditemukan dalam literatur tersebut kata syariah Islam dan fikih Islam untuk
menghindari kekaburan penggunaan istilah hukum Islam untuk padanan dari kedua
istilah tersebut.
Syariah
Secara etimologis (lughawi) kata syariah berasal dari kata berbahasa Arab al-
syariah yang berarti jalan ke sumber air atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke
arah sumber pokok bagi kehidupan (al-Fairuzabadiy, 1995: 659). Orang-orang Arab
menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan
diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7). Syariah diartikan jalan air
karena siapa saja yang mengikuti syariah akan mengalir dan bersih jiwanya.
Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan
binatang sebagaimana Dia menjadikan syariah sebagai penyebab kehidupan jiwa
manusia (Amir Syarifuddin, 1997, I:1). Ada juga yang mengartikan syariah dengan apa
yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya (Manna al-Qaththan, 2001: 13).
Al-Quran menggunakan dua istilah: syirah (Q.S. al-Maidah [5]: 48) dan syariah
(Q.S. al-Jatsiyah [45]: 18) untuk menyebut agama (din) dalam arti jalan yang telah
ditetapkan Tuhan bagi manusia atau jalan yang jelas yang ditunjukkan Tuhan kepada
manusia. Istilah syarai (jamak dari syariah) digunakan pada masa Nabi Muhammad
saw. untuk menyebut masalahmasalah pokok agama Islam seperti shalat, zakat, puasa di
bulan Ramadlan, dan haji (Ahmad Hasan, 1984: 7). Syariah disamakan dengan jalan air
mengingat bahwa barang siapa yang mengikuti syariah, ia akan mengalir dan bersih
jiwanya (Manna al-Qaththan, 2001: 13). Al-Quran dan Sunnah tidak menggunakan
istilah al-syariah dan al-Islamiyyah dalam waktu yang bersamaan, namun dalam buku-
buku berbahasa Arab kedua istilah yang bersamaan itu sering ditemukan, baik dalam
buku-buku lama maupun buku-buku yang baru.
Adapun istilah al-syariah al-Islamiyyah didefinisikan sebagai apa yang
disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya baik berupa akidah, ibadah, akhlak,
muamalah, maupun aturan-aturan hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupannya
untuk mengatur hubungan umat manusia dengan Tuhan mereka dan mengatur hubungan
mereka dengan sesama mereka serta untuk mewujudkan kebahagiaan mereka di dunia
dan di akhirat. Sering kali kata syariah disambungkan dengan Allah sehingga menjadi
syariah Allah (syariatullah) yang berarti jalan kebenaran yang lurus yang menjaga
manusia dari penyimpangan dan penyelewengan, dan menjauhkan manusia dari jalan
yang mengarah pada keburukan dan ajakan-ajakan hawa nafsu (Manna al-Qaththan,
2001: 14). Kata syariah secara khusus digunakan untuk menyebut apa yang disyariatkan
oleh Allah yang disampaikan oleh para Rasul-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Karena

30
itulah, Allah disebut al-Syari yang pertama dan hukum-hukumAllah disebut hukum
syara.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa istilah syariah pada mulanya identik dengan
istilah din atau agama. Dalam hal ini syariah didefinisikan sebagai semua peraturan
agama yang ditetapkan oleh al-Quran maupun Sunnah Rasul. Karena itu, syariah
mencakup ajaran-ajaran pokok agama (ushul al din), yakni ajaran-ajaran yang berkaitan
dengan Allah dan sifat-sifat-Nya, akhirat, dan yang berkaitan dengan pembahasan-
pembahasan ilmu tauhid yang lain. Syariah mencakup pula etika, yaitu cara seseorang
mendidik dirinya sendiri dan keluarganya, dasar-dasar hubungan kemasyarakatan, dan
cita-cita tertinggi yang harus diusahakan untuk dicapai atau didekati serta jalan untuk
mencapai cita-cita atau tujuan hidup itu. Di samping itu, syariah juga mencakup hukum-
hukum Allah bagi tiap-tiap perbuatan manusia, yakni halal, haram, makruh, sunnah, dan
mubah. Kajian tentang yang terakhir ini sekarang disebut fikih (Muhammad Yusuf
Musa, 1988: 131).
Jadi, secara singkat bisa dimengerti, semula syariah mempunyai arti luas yang
mencakup akidah (teologi Islam), prinsip-prinsip moral (etika dan karakter Islam,
akhlak), dan peraturan-peraturan hukum (fikih Islam). Pada abad kedua hijriah (abad ke-
9 Masehi), ketika formulasi teologi Islam dikristalkan untuk pertama kali dan kata
syariah mulai dipakai dalam pengertian yang sistematis, syariah dibatasi pemakaiannya
untuk menyebut hukum (peraturan-peraturan hukum) saja, sedang teologi dikeluarkan
dari cakupannya. Jadi, syariah menjadi konsep integratif tertinggi dalam Islam bagi
mutakallimin (para teolog Muslim) dan fuqaha (para ahli hukum Islam) yang kemudian.
Pengkhususan syariah pada hukum amaliyyah saja atau dibedakannya dari din (agama),
karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal, sedang syariah
berlaku untuk masing-masing umat dan berbeda dengan umat-umat sebelumnya (Amir
Syarifuddin, 1993: 14). Dengan demikian, syariah lebih khusus dari agama, atau dengan
kata lain agama mempunyai cakupan yang lebih luas dari syariah, bahkan bisa dikatakan
bahwa syariah merupakan bagian kecil dari agama.
Adapun secara terminologis syariah didefinisikan dengan berbagai variasi.
Wahbah al-Zuhaili (1985, I: 18) mendefinisikan syariah sebagai setiap hukum yang
disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya baik melalui al- Quran maupun Sunnah, baik
yang terkait dengan masalah akidah yang secara khusus menjadi kajian ilmu kalam,
maupun masalah amaliah yang menjadi kajian ilmu fikih. Muhammad Yusuf Musa
(1988: 131) mengartikan syariah sebagai semua peraturan agama yang ditetapkan oleh
Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan al-Quran maupun dengan
Sunnah Rasul. Yusuf Musa juga mengemukakan satu definisi syariah yang dikutip dari
pendapat Muhammad Ali al-Tahanwy. Menurut al-Tahanwy syariah adalah hukum-
hukum yang telah ditetapkan oleh Allah bagi hambahamba- Nya yang dibawa Nabi, baik
yang berkaitan dengan cara perbuatan yang dinamakan dengan hukum-hukum cabang
dan amaliyah yang dikodifikasikan dalam ilmu fikih, ataupun yang berkaitan dengan
kepercayaan yang dinamakan dengan hukum-hukum pokok dan itiqadiyah yang
dikodifikasikan dalam ilmu kalam (M. Yusuf Musa, 1988: 131).

31
Dari beberapa definisi syariah di atas dapat dipahami bahwa syariah pada
mulanya identik dengan agama (din) dan objeknya mencakup ajaranajaran pokok agama
(ushuluddin/aqidah), hukum-hukumamaliyah, dan etika (akhlak). Pada perkembangan
selanjutnya (pada abad II H. atau abad IX M.) objek kajian syariah kemudian
dikhususkan pada masalah-masalah hukum yang bersifat amaliyah, sedangkan masalah-
masalah yang terkait dengan pokok-pokok agama menjadi objek kajian khusus bagi
akidah (ilmu ushuluddin). Pengkhususan ini dimaksudkan karena agama pada dasarnya
adalah satu dan berlaku secara universal, sedangkan syariah berlaku untuk masing-
masing umat dan berbeda dengan umat-umat sebelumnya. Dengan demikian, syariah
lebih khusus dari agama. Syariah adalah hukum amaliyah yang berbeda menurut
perbedaan Rasul yang membawanya. Syariah yang datang kemudian mengoreksi dan
membatalkan syariah yang lebih dahulu, sedangkan dasar agama, yaitu aqidah (tauhid),
tidak berbeda di antara para Rasul. Atas dasar inilah Mahmud Syaltout mendefinisikan
syariah sebagai aturan-aturan yang disyariatkan oleh Allah atau disyariatkan
pokokpokoknya agar manusia itu sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan
Tuhannya, dengan saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan
alam semesta, serta dengan kehidupan (Mahmud Syaltout, 1966: 12). Syaltout
menambahkan bahwa syariah merupakan cabang dari aqidah yang merupakan
pokoknya. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan.
Aqidah merupakan fondasi yang dapat membentengi syariah, sementara syariah
merupakan perwujudan dari fungsi kalbu dalam beraqidah (Mahmud Syaltout, 1966:
13).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada mulanya syariah bermakna
umum (identik dengan agama) yang mencakup hukum-hukum aqidah dan amaliyah,
tetapi kemudian syariah hanya dikhususkan dalam bidang hukum-hukum amaliyah.
Bidang kajian syariah hanya terfokus pada hukum-hukum amaliyah manusia dalam
rangka berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam semesta. Adapun
sumber syariah adalah al-Quran yang merupakan wahyu Allah dan dilengkapi dengan
Sunnah Nabi Muhammad saw.
Fikih
Secara etimologis kata fikih berasal dari kata berbahasa Arab: alfiqh, yang
berarti pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu (al-Fairuzabadiy, 1995: 1126).
Dalam hal ini kata fiqh identik dengan kata fahm atau ilm yang mempunyai makna
sama (al-Zuhaili, 1985, I: 15). Kata fikih pada mulanya digunakan orang-orang Arab
untuk seseorang yang ahli dalam mengawinkan onta, yang mampu membedakan onta
betina yang sedang birahi dan onta betina yang sedang bunting. Dari ungkapan ini fikih
kemudian diartikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu hal.
Dalam buku al-Tarifat, sebuah buku semisal kamus karya al- Jarjani, dijelaskan, kata
fiqh menurut bahasa adalah ungkapan dari pemahaman maksud pembicara dari
perkataannya (al-Jarjani, 1988: 168).
Kata fiqh semula digunakan untuk menyebut setiap ilmu tentang sesuatu, namun
kemudian dikhususkan untuk ilmu tentang syariah. Al-Quran menggunakan kata fiqh
atau yang berakar kepada kata faqiha dalam 20 ayat. Kata fiqh dalam pengertian

32
memahami secara umum lebih dari satu tempat dalam al-Quran. Ungkapan
liyatafaqqahu fiddin (Q.S. al-Taubah [9]: 122) yang artinya agar mereka melakukan
pemahaman dalam agama menunjukkan bahwa di masa Rasulullah istilah fikih tidak
hanya digunakan dalam pengertian hukum saja, tetapi juga memiliki arti yang lebih luas
mencakup semua aspek dalam Islam, yaitu teologis, politis, ekonomis, dan hukum
(Ahmad Hasan, 1984: 1). Perlu dicatat bahwa di masa-masa awal Islam, istilah ilm dan
fiqh seringkali digunakan bagi pemahaman secara umum. Diceritakan bahwa
Rasulullah telah mendoakan Ibnu Abbas dengan mengatakan Allahumma faqqihhu
fiddin yang artinya ya Allah berikan dia pemahaman dalam agama. Dalam doa tersebut
Rasulullah tidak memaksudkan pemahaman dalam hukum semata, tetapi pemahaman
tentang Islam secara umum (Ahmad Hasan, 1984: 2).
Seperti halnya syariah, fikih semula tidak dipisahkan dengan ilmu kalam hingga
masa al-Mamun (meninggal 218 H.) dari Bani Abbasiah. Hingga abad II H. fikih
mencakup masalah-masalah teologis maupun masalah-masalah hukum. Sebuah buku
yang berjudul al-Fiqh al-Akbar, yang dinisbatkan kepada Abu Hanifah (meninggal 150
H.) dan yang menyanggah kepercayaan para pengikut aliran Qadariah, membahas
prinsip-prinsip dasar Islam atau masalah-masalah teologis. Karenanya, judul buku ini
menunjukkan bahwa kajian ilmu kalam juga dicakup oleh istilah fikih pada masa-masa
awal Islam (Ahmad Hasan, 1984: 3).
Adapun secara terminologis fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-
hukum syara yang bersifat amaliyah yang digali dari dalil-dalil terperinci (Khallaf,
1978: 11; Abu Zahrah, 1958: 6; al-Zuhaili, 1985, I: 16; al- Jarjani, 1988: 168; dan
Manna al-Qaththan, 2001: 183). Dari definisi ini dapat diambil beberapa pengertian
sebagai berikut:
Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara. Kata hukum di sini menjelaskan
bahwa hal-hal yang tidak terkait dengan hukum seperti zat tidak termasuk ke dalam
pengertian fikih. Penggunaan kata syara (syari) dalam definisi tersebut menjelaskan
bahwa fikih itu menyangkut ketentuan syara, yaitu sesuatu yang berasal dari
kehendak Allah. Kata syara ini juga menjelaskan bahwa sesuatu yang bersifat aqli
seperti ketentuan satu ditambah satu sama dengan dua, atau yang bersifat hissi seperti
ketentuan bahwa api itu panas bukanlah cakupan ilmu fikih.
Fikih hanya membicarakan hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah (praktis).
Kata amaliyah menjelaskan bahwa fikih itu hanya menyangkut tindak-tanduk
manusia yang bersifat lahiriah. Karena itu, hal-hal yang bersifat bukan amaliyah
seperti keimanan (aqidah) tidak termasuk wilayah fikih.
Pemahaman tentang hukum-hukum syara tersebut didasarkan pada dalil-dalil
terperinci, yakni al-Quran dan Sunnah. Kata terperinci (tafshili) menjelaskan dalil-
dalil yang digunakan seorang mujtahid (ahli fikih) dalam penggalian dan
penemuannya. Karena itu, ilmu yang diperoleh orang awam dari seorang mujtahid
yang terlepas dari dalil tidak termasuk dalam pengertian fikih.
Fikih digali dan ditemukan melalui penalaran para mujtahid. Kata digali dan
ditemukan mengandung arti bahwa fikih merupakan hasil penggalian dan penemuan

33
tentang hukum. Fikih juga merupakan penggalian dan penemuan mujtahid dalam hal-
hal yang tidak dijelaskan oleh dalil-dalil (nash) secara pasti.
Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu fikih adalah perbuatan orang
mukallaf. Atau dengan kata lain, sasaran ilmu fikih adalah manusia serta dinamika dan
perkembangannya yang semuanya merupakan gambaran nyata dari perbuatan-perbuatan
orang mukallaf yang ingin dipolakan dalam tata nilai yang menjamin tegaknya suatu
kehidupan beragama dan bermasyarakat yang baik. Studi komprehensif yang dilakukan
oleh para pakar ilmu fikih seperti al-Qadli Husein, Imam al-Subki, Imam Ibn Abd al-
Salam, dan Imam al-Suyuthi merumuskan bahwa kerangka dasar dari fikih adalah
zakerhijd atau kepastian, kemudahan, dan kesepakatan bersama yang sudah mantap. Dan
pola umum dari fikih adalah kemaslahatan (itibar al-mashalih) (Ali Yafie, 1994: 108).
Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian fikih berbeda dengan syariah baik
dari segi etimologis maupun terminologis. Syariah merupakan seperangkat aturan yang
bersumber dari Allah SWT. dan Rasulullah saw. untuk mengatur tingkah laku manusia
baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya (beribadah) maupun dalam rangka
berhubungan dengan sesamanya (bermuamalah). Sedangkan fikih merupakan
pemahaman dan penjelasan atau uraian yang lebih rinci dari apa yang sudah ditetapkan
oleh syariah. Adapun sumber fikih adalah pemahaman atau pemikiran para ulama
(mujtahid) terhadap syariah (al-Quran dan Sunnah).

B. Karakteristik hukum islam


Untuk membedakan antara hukum Islam dengan hukum umum, maka hukum
Islam memiliki beberapa karakteristik tertentu.Diantaranya:
1. Penerapan hukum Islam bersifat universal
Nash-nash al-Quran tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan
ketetapan hukumyang bersifat umum. Ia tidak berbicara mengenai bagian-bagian
kecil, rincian-rincian secara detail (Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh karena itu,
ayat-ayat al-Quran sebagai petunjuk yang universal dapat dimengerti dan diterima
oleh semua umat di dunia ini tanpa harus diikat oleh tempat dan waktu.
2. Hukum yang ditetapkan oleh al-Quran tidak memberatkan
Di dalam al-Quran tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya.
Jika Tuhan melarang manusia mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan
ada hikmahnya. Walaupun demikian manusia masih diberi kelonggaran dalam hal-
hal tertentu (darurat). Contohnya memakan bangkai adalah hal yang terlarang,
namun dalam keadaan terpaksa, yaitu ketika tidak ada makanan lain, dan jiwa akan
terancam, maka tindakan seperti itu diperbolehkan sebatas hanya memenuhi
kebutuhan saat itu. Hal ini berarti bahwa hukum Islam bersifat elastis dan dapat
berubah sesuai dengan persoalan waktu dan tempat.
3. Menetapkan hukum bersifat realistis
Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan riil
dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu menetapkan suatu
hukum tidak diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun sangkaan-sangkaan tidak dapat

34
dijadikan dasar dalam penetapan hukum. Said Ramadhan menjelaskan bahwa hukum
Islam mengandung method of realism (Said Ramadhan, 1961: 57)
4. Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan
Hal ini yang terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Quran yang
menggambarkan kebijaksanaan Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum
Islam ke dalam wadahnya yang berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126)
5. Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat.
Undang-undang produk manusia memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap
hukum-hukumnya. Hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia,
berbeda halnya dengan hukum Islam yang memberi sanksi di dunia dan di akhirat.
Sanksi di akhirat selamanya lebih berat daripada yang di dunia. Karena itu, orang
yang beriman merasa mendapatkan dorongan kejiwaan yang kuat untuk
melaksanakan hukum-hukum-Nya dan mengikuti perintah serta menjauhi-larangan-
larangan-Nya (Muh. Yusuf Musa, 1998: 167)
Hukum yang disandarkan pada agama bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan individu dan masyarakat. Tidak diragukan lagi ini adalah tujuan yang
bermanfaat hanya saja ia bermaksud membangun masyarakat ideal yang bersih dari
semua apa yang bertentangan dengan agama dan moral.
Begitu juga ia tidak hanya bermaksud untuk membangun masyarakat yang sehat
saja, tetapi ia juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat, dan seluruh
umat manusia di dunia dan di akhirat.

C. Hak asasi manusia


Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita
sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai
manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan
manusia, lewat syariah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syariah,
manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan
karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang
ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang
diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara
eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM Islam
mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan
terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia sama
dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati
seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai
berikut : Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu

35
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling
takwa.
Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam
Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Quran sebagai sumber hukum
pertama bagi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar HAM serta kebenaran dan
keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia.
Ini dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran, antara lain :
1.) Dalam Al-Quran terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan
penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping itu,
Al-Quran juga berbicara tentang kehormatan dalam 20 ayat. 2.) Al-Quran juga
menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang
persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam Surat Al-Hujarat ayat 13. 3.) Al-Quran
telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim
dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang
diungkapkan dengan kata-kata : adl, qisth dan qishash. 4.) Dalam Al-Quran terdapat
sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan
berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh
Surat Al-Kahfi ayat 29.
Hukum Islam telah mengatur dan melindungi hak-hak azasi manusia. Antar lain
sebagai berikut :
1. Hak hidup..
Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang merupakan
karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum islam terhadap hak
hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan syariah yang melinudngi dan
menjunjung tinggi darah dan nyawa manusia, melalui larangan membunuh,
ketentuan qishash dan larangan bunuh diri. Membunuh adalah salah satu dosa besar
yang diancam dengan balasan neraka, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-
Nisa ayat 93 yang artinya sebagai berikut : Dan barang siapa membunuh seorang
muslim dengan sengaja maka balasannya adalah jahannam, kekal dia di dalamnya
dan Allah murka atasnya dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab yang
berat.
2. Hak kebebasan beragama.
Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM, termasuk di dalmnya
kebebasan menganut agama sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, Islam
melarang keras adanya pemaksaan keyakinan agama kepada orang yang telah
menganut agama lain. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran Surat AL-Baqarah ayat
256, yang artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam,
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah.
3. Hak atas keadilan..
Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin mutlak untuk
menegakkan kehormatan manusia. Dalam hal ini banyak ayat-ayat Al-Quran
maupun Sunnah ang mengajak untuk menegakkan keadilan, di antaranya terlihat

36
dalam Surat Al-Nahl ayat 90, yang artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang perbuatan keji , kemungkaran dan permusuhan.
4. Hak persamaan.
Islam tidak hanya mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak di antara manusia tanpa
memndang warna kulit, ras atau kebangsaan, melainkan menjadikannya realitas yang
penting. Ini berarti bahwa pembagian umat manusia ke dalam bangsa-bangsa, ras-
ras, kelompok-kelompok dan suku-suku adalah demi untuk adanya pembedaan,
sehingga rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu dan berkenalan dengan rakyat
yang berasal dari ras atau suku lain.
Al-Quran menjelaskan idealisasinya tentang persamaan manusia dalam Surat Al-
Hujarat ayat 13, yang artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu
laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
adalah yang paling takwa.
5. Hak mendapatkan pendidikan.
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Setiap
orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kesanggupan alaminya. Dalam
Islam, mendapatkan pendidikan bukan hanya merupakan hak, tapi juga merupakan
kewajiban bagi setiap manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi saw
yang diriwayatkan oleh Bukhari : Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim.
Di samping itu, Allah juga memberikan penghargaan terhadap orang yang berilmu,
di mana dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11 dinyatakan bahwa Allah meninggikan
derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu.
6. Hak kebebasan berpendapat.
Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan pendapatnya dalam
batas-batas yang ditentukan hukum dan norma-norma lainnya. Artinya tidak
seorangpun diperbolehkan menyebarkan fitnah dan berita-berita yang mengganggu
ketertiban umum dan mencemarkan nama baik orang lain. Dalam mengemukakan
pendapat hendaklah mengemukakan ide atau gagasan yang dapat menciptakan
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan
pendapat juga dijamin dengan lembaga syura, lembaga musyawarah dengan rakyat,
yang dijelaskan Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 38, yang artinya : Dan urusan
mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.
7. Hak kepemilikan.
Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apa
pun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman
Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 188, yang artinya : Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan bathil dan
janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan harta
benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya.
8. Hak mendapatkan pekerjaan.

37
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga sebagai kewajiban.
Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin, sebagaimana sabda Nabi saw :
Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang dari pada makanan
yang dihasilkan dari tangannya sendiri. (HR. Bukhari)
Di samping itu, Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadits :
Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya. (HR. Ibnu Majah)

D. Ijtihad dan makna dasarnya


Ijtihad berasal dari bahasa arab yaitu Jahada yang mempunyai arti
mencurahkan segala kemampuan untuk mendapatkan sesuatu yang sulit atau yang ingin
di capainya badzlul al-juhdi li istinbath al-ahkam min al-nash (mencurahkan segala
pikiran untuk merumuskan sebuah hukum dari teks wahyu)[1]
Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih
(pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil
syara (agama). Dalam istilah inilah ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakan bahkan
banyak para fuqaha yang menegaskan bahwa ijtihad dilakukan di bidang fiqih.
DASAR HUKUM IJTIHAD DAN HUKUM MELAKUKAN IJTIHAD
Ijtihad bisa dipandang sebagai salah satu metode untuk menggali sumber hukum
islam. Yang menjadi landasan dibolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui
pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya seperti firman allah
yaitu
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, (QS, an-nisa 105)
Dalam ayat tersebut terdapat penetapan ijtihad berdasarkan qiyas. Adapun
keterangan dari sunah, yang membolehkan berijtihad diantaranya seperti hadis yang
diriwayatkan oleh umar :

jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar. Maka ia mendapat dua, dan bila
salah maka ia mendapat satu pahala.
Hal itu telah diikuti oleh para sahabat setelah nabi wafat.Mereka selalu berijtihad
jika menemukan suatu masalah baru yang tidak terdapat dalam al-quran dan sunah
rasul.
Disini juga terdapat macam-macam ijtihad karena dikalangan ulama, terjadi
perbedaan pendapat mengenai masalah ijtihad. Karena imam syafii menyamakan
ijtihad dengan qiyas, yakni dua nama, tetapi maksudnya satu. Dia tidak mengakui rayu
yang didasarkan pada istihsan atau maslahah mursalah.Sementara itu para ulama lainnya
memiliki pandangan yang lebih luas tentang ijtihad.Menurut mereka itu mencakup rayu
qiyas dan akal.
Pemahaman mereka tentang rayu sebagaimana yang didasarkan oleh
parasahabat, yaitu mengamalkan apa-apa yang dipandang maslahat oleh para mujtahid,
atau setidak-tidaknya mendekati tanpa melihat apakah hal itu ada dasarnya atau tidak,

38
berdasarkan pendapat tersebut, Dr. dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang
sebagiannya sesuai dengan pendapat Asy-syatibi dalam kitab Al-muwafaqat, yang
diantaranya
ijtihad Al-batani. Yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara dari nash.
ijtihad Al-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permaslahan yang tidak terdapat dalam al-
quran dan as-sunah dengan menggunakan metode qiyas
ijtihad Al-istislah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-
quran dan As-sunah dengan menggunakan rayu dengan berdasarkan kaidah
istishlah.
Pembagian diatas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh
Muhammad taqiyu al-hakim dengan mengemukakan beberapa alasan, diantaranya jami
wal mani. Menurutnya, ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu
1. ijtihad al-aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal, tidak menggunakan
dalil syara. Mujtahid dibebaskan untuk berpikir, dengan mengikuti kaidah-kaidah
yang pasti.
2. ijtihad syari, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara, termasuk dalam pembagian
ini adalah ijma, qiyas, istikhsan. Istishlah, urf, istishhab dll.
Hukum melakuakan ijtihad itu menurut para ulama, bagi seseorang yang sudah
memenuhi persyaratan ijtihad, terdapat lima hukum yang bisa dikenakan pada orang
yang berkenan ingin berijtihad, yaitu:
orang tersebut dihukumi fardhu ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan yang
menimpa dirinya, dan harus mengamalkan dari ijtihadnya dan tidak boleh taqlid
kepada orang lain.
juga dihukumi fardhu ain jika ditanyakan tentang suatau permasalahan yang belum
ada hukumnya
fardhu kifayah, jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan
akan habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhi
syarat sebagai seorang mujtahid
sunah, apabila berijtihad terhadap permasalahan baru, baik ditanya maupun tidak.
haram, apabila berijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara
qathi, sehingga hasil ijtihad bertentangan dengan hasil syara.

E. Prinsip-prinsip bermusyawarah dalam islam


1. Musyawarah adalah hak bagi pemimpin dan rakyat. Tidak ada salah satu di antara
kedua pihak itu yang lebih berhak atas musyawarah. Dalam firman Allah yang
berbunyi: "...sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka..." (QS al-Syr [42]: 38) kita menemukan dalil yang menunjukkan
kesetaraan antara kedua pihak ini dalam ranah musyawarah. Segala permasalahan
umat Islam selalu menjadi urusan milik umat Islam secara keseluruhan. Oleh sebab
itu maka mereka setara dalam memberikan pendapat mengenai permasalahan
tersebut. Namun tentu saja, hak tersebut dapat berubah mengikuti perkembangan
zaman, tempat, dan kondisi, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan
dalam bentuk musyawarah yang dilakukan atau lembaga penyelenggaranya.

39
2. Karena setiap pemimpin harus menerapkan musyawarah dalam semua urusan yang
berhubungan dengan masyarakat berdasarkan perintah Allah yang berbunyi: "...dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...", maka jika seorang pemimpin
harus dihukum jika ia tidak mampu atau tidak mau memusyawarahkan segala urusan
yang dihadapinya dengan bawahannya. Di sisi lain, rakyat juga memiliki tanggung
jawab untuk merahasiakan pendapat mereka jika mereka belum diajak
bermusyawarah. Hal ini perlu dilakukan karena rakyat dapat dianggap tidak mampu
memenuhi hak rakyat lain jika mereka hanya mampu mengemukakan pendapat tanpa
pernah ada usaha untuk mencari pendapat terbaik di antara mereka melalui
musyawarah.
3. Salah satu dasar penting yang perlu diperhatikan: setiap musyawarah harus dilakukan
demi memohon keridhaan Allah, menjaga kemaslahatan umat Islam, dan selalu
menghindari terjadinya penyimpangan pendapat para peserta musyawarah
disebabkan terjadinya praktik suap atau intimidasi. Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya orang yang diajak bermusyawarah (dimintai saran) adalah
terpercaya." Jadi siapapun yang dimintai saran dalam suatu perkara tertentu, maka
hendaklah ia memberi saran sebagaimana ia memberi saran untuk dirinya sendiri.
4. Dalam musyawarah, terkadang ijm' (konsensus) tidak dapat tercapai. Jika pendapat
yang saling berbeda dalam sebuah musyawarah tidak dapat ditemukan jalan
tengahnya, maka pendapat yang diambil adalah yang paling banyak mendapat
dukungan dari peserta musyawarah. Alasannya adalah karena Rasulullah s.a.w. telah
menetapkan bahwa pendapat mayoritas setara dengan hukum yang dicapai lewat
konsensus.
Rasulullah s.a.w. bersabda: "'Tangan' Allah bersama jamaah."
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya umatku tidak akan pernah bersepakat
pada kesesatan."
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Aku telah memohon kepada Allah agar umatku tidak
pernah bersepakat dalam kesesatan, dan Dia pun mengabulkan permohonanku itu."
Dari beberapa penjelasan yang disampaikan Rasulullah s.a.w. ini, kita dapat
mengetahui bahwa suara mayoritas setara dengan konsensus. Itulah sebabnya kita
harus mengikuti pendapat al-sawd al-a'zham (mayoritas). Di dalam hidup
Rasulullah s.a.w. terdapat banyak contoh yang menunjukkan hal ini. Contohnya
musyawarah yang Rasulullah lakukan pada awal dan akhir perang Badar dan perang
Uhud.
5. Ketika sebuah musyawarah telah dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya, maka
semua pendapat yang telah dicapai melalui konsensus atau suara mayoritas dalam
musyawarah itu tidak boleh dilanggar atau dicarikan alternatif penggantinya. Semua
pendapat yang disampaikan untuk melawan keputusan yang sudah diambil adalah
dosa dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum. Bukankah dulu dalam perang
Uhud Rasulullah s.a.w. mengerahkan pasukan muslim bukan berdasarkan pendapat
beliau, melainkan berdasarkan pendapat mayoritas sahabat. Bahkan setelah terbukti
bahwa pendapat mayoritas itu berujung malapetaka yang menimpa pasukan muslim,
Rasulullah tidak pernah menyatakan bahwa pendapat mayoritas harus diabaikan. Di

40
dalam al-Qur`an sendiri, Rasulullah tetap diminta untuk bermusyawarah dengan para
sahabat muqarrabn yang terbukti keliru dalam "berijtihad" mengenai pengerahan
pasukan dalam perang Uhud.
6. Musyawarah lebih tepat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang akan
dihadapi, bukan untuk membicarakan peristiwa yang sudah terjadi. Kehidupan islami
pasti selalu berada di bawah naungan nas suci. Adapun pelbagai kasus yang berada
di luar jangkauan nas, maka harus dicarikan solusinya berdasarkan nas sesuai dengan
syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh nas.
7. Lembaga permusyawarahan yang telah terbentuk harus segera berkumpul ketika
dibutuhkan guna memecahkan masalah atau menetapkan rancangan tertentu.
Lembaga ini tidak boleh berhenti bermusyawarah sampai persoalan yang mereka
bahas telah tuntas ditemukan solusinya. Nas memang tidak pernah menjelaskan
waktu tertentu yang harus digunakan oleh lembaga permusyawarahan untuk
berkumpul. Sebagaimana nas juga tidka pernah menjelaskan apakah anggota
lembaga permusyawarahan berhak menerima imbalan (gaji) atau tidak. Tapi yang
pasti, umat Islam tidak dituntut untuk menerapkan segala hal yang tidak termasuk
dalam ranah syariat. Apalagi, dalam kehidupan masyarakat modern telah kita lihat
betapa banyak lembaga permusyawarahan yang diisi oleh para "wakil rakyat" dengan
gaji tertentu ternyata justru banyak menimbulkan masalah.

BAB VI
ETIKA, MORAL, NILAI, NORMA, DAN AKHLAK

A. Nilai
Pengertian nilai sebagaimana dikutip berikut ini, A value, says Webster (1984),
is a principle, standart, or quality regarded as worthwhile or desirable, yakni nilai
adalah prinsip, standart atau kualitas yang dipandang bermanfaat dan sangat diperlukan.
Nilai adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang menjadi dasar bagi seseorang atau
sekolompok orang untuk memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna bagi
kehidupannya.
Nilai adalah standart tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi yang
mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai adalah bagian
dari potensi manusiawi seseorang, yang berada dalam dunia rohaniah (batiniah,
spiritual), tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya. Namun
sangat kuat pengaruhnya serta penting peranannya dalam setiap perbuatan dan
penampilan seseorang. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku
yang diinginkan bagi suatu system yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa
membedakan fungsi sekitar bagian-bagiannya. Nilai tersebut lebih mengutamakan
berfungsinya pemeliharaan pola dari system sosial.
Dari dua definisi tersebut dapat kita ketahui dan dirumuskan bahwasanya nilai
adalah suatu type kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan,
dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu
yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai. Jika nilai
41
diterapkan dalam proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai pendidikan yang mana
nilai dijadikan sebagai tolak ukur dari keberhasilan yang akan dicapai dalam hal ini kita
sebut dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai adalah penanaman dan
pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Suatu nilai ini menjadi pegangan bagi
seseorang yang dalam hal ini adalah siswa atau peserta didik, nilai ini nantinya akan
diinternalisasikan, dipelihara dalam proses belajar mengajar serta menjadi pegangan
hidupnya. Memilih nilai secara bebas berarti bebas dari tekanan apapun. Nilai-nilai yang
ditanamkan sejak dini bukanlah suatu nilai yang penuh bagi seseorang. Situasi tempat,
lingkungan, hukum dan peraturan dalam sekolah, bisa memaksakan suatu nilai yang
tertanam pada diri manusia yang pada hakikatnya tidak disukainya-pada taraf ini
semuanya itu bukan merupakan nilai orang tersebut. Sehingga nilai dalam arti
sepenuhnya adalah nilai yang kita pilih secara bebas. Yang dalam hal ini adalah
pengaktualisasian nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran yang nantinya disajikan
beberapa nilai-nilai yang akan diterapkan dan dilaksanakan secara langsung dalam
proses belajar mengajar oleh guru. Sehingga dari situlah realisasi dari pada nilai itu
terlaksana dengan baik.
Jadi nilai-nilai Islam pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip
hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan
kehidupannya di dunia ini, yang satu prinsip dengan lainnya saling terkait membentuk
satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan.

B. Norma
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-
siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat
mengartikan normasebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah
sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan
norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam.
Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan.
Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma
yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat
diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret
Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi
brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin
tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang
lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi
itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis

C. Etika
Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang
menjadi ukuran baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan
keburukan, yang menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan, sesama manusia, dan alam.

42
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat
bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan
yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama etika adalah
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
diperbuat.

D. Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak
dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang
secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita
dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah
baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia
baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak
ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan
berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan
berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul
dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur
tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di
masyarakat.

E. Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar
(bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan)
tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah

43
(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban
yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya
kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan
dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak
merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata,
melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang
selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya
secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal
sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam
dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn
Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

BAB VII
EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

A. Ekonomi konvensional dan syariah


Sebelum kita membahas mengenai perbedaan antara ekonomi islam dan
konvensional, perlulah kita mengetahui hakikat ekonomi itu sendiri. Menurut para ahli
ekonomi umum, ekonomi didefinisikan sebagai pengetahuan tentang peristiwa dan
persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia baik individu maupun kelompok dalam
memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas. Menurut
pakar ekonomi yang pernah meraih Nobel dibidang ekonomi Prof. Paul A. Samuelson,
ekonomi didefinisikan sebagai studi mengenai individu dan/atau masyarakat dalam
mengambil keputusan dengan atau tanpa penggunaan uang yang digunakan untuk
memproduksi barang dan/atau jasa dengan sumber daya yang terbatas untuk dikonsumsi
baik masa sekarang maupun yang akan datang. Berdasarkan beberapa definisi diatas,
kita dapat mengambil esensi bahwasanya ekonomi sangat erat kaitannya dengan upaya
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun ada satu hal yang menarik yaitu
mengenai sumber daya yang terbatas. Perlu kita ketahui bahwasanya yang menjadi tidak
terbatas bukanlah kebutuhan manusia melainkan keinginan manusia. Oleh karena itu
untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas itu diperlukan alat pemuas
kebutuhan. Alat pemuas kebutuhan dalam hal ini adalah sumber daya, dalam Islam
tidaklah mengenal sumber daya yang terbatas karena didalam Al-quran terdapat ayat
yang mengatakan bahwasanya Allah swt. telah menciptakan sesuatu dengan kadar yang

44
sempurna. Berkaitan dengan keinginan yang tidak terbatas, Islam mengajarkan kepada
kita bahwasanya prinsip konsumsi dalam Islam salah satunya yaitu dilarang berbuat Israf
(berlebih-lebihan). Dalam teori ekonomi itu sendiri pun menyatakan bahwasanya
kepuasan sesorang dalam mengonsumsi sesuatu semakin lama semakin menurun sampai
nantinya berada dititik nol. Oleh sebab itu, hendaknya yang perlu digarisbawahi yang
perlu diatur adalah perilaku manusia itu sendiri.
Perbedaan ekonomi konvensional dan islam:
1. Ekonomi islam mempunyai pedoman/acuan dalam kegiatan ekonomi yang
bersumber dari wahyu ilahi maupun pemikiran para mujtahid sedangkan ekonomi
konvensional didasarkan kepada pemikir yang didasarkan kepada paradigma pribadi
mereka masing-masing sesuai dengan keinginannya, dalam ekonomi konvensional
menilai bahwa agama termasuk hukum syariah tidak ada hubungannya dengan
kegiatan ekonomi.
2. Dalam ekonomi islam negara berperan sebagai wasit yang adil, maksudnya pada saat
tertentu negara dapat melakukan intervensi dalam perekonomian dan adakalanya pun
tidak diperbolehkan untuk ikut campur, contohnya pada saat harga-harga naik,
apabila harga naik disebabkan karena ada oknum yang melakukan rekayasa pasar
maka pemerintah wajib melakukan intervensi sedangkan apabila harga naik karena
alamiah maka pemerintah tidak boleh ikut campur dalam menetapkan harga, seperti
yang diriwayatkan dalam hadits Nabi terkait kenaikan harga. Dalam ekonomi
konvensional, kapitalis tidak mengakui peran pemerintah dalam perekonomian,
dalam sosialis negara berperan absolut dalam ekonomi sehingga tidak terdapat
keseimbangan antara kedua sistem tersebut.
3. Dalam ekonomi islam mengakui motif mencari keuntungan tetapi dengan cara-cara
yang halal, dalam ekonomi kapitalis mengakui motif mencari keuntungan tetapi tidak
ada batasan tertentu sehingga sangat bebas sesuai yang dilandasi dengan syahwat
spekulasi dan spirit rakus para pelaku ekonomi, dalam ekonomi kapitalis tidak
mengakui motif mencari keuntungan sama sekali sehingga keduanya tidak dapat
berlaku adil dalam ekonomi.

B. Islam dalam ekonomi


Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam. Sehingga merupakan bagian
yang integrative dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam
akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah system kehidupan
(way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap
bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Karakter ekonomi Islam
tidak mendikotomi norma dan fakta, serta konsep rasionalitas.
Ekonomi Islam sebagai bagian integral dari Agama Islam. Dalam memahami
hubungan antara agama dan perilaku ekonomi maka dipahami lebih dahulu bidang dan
lingkup masing-masing. Agama (religion) diartikan sebagai persepsi dan keyakinan
manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta dan peran Tuhan. Islam
mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas dan ritualitas, namun
merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan dan peraturan serta tuntutan moral dalam

45
seluruh aspek kehidupan. Jadi Islam memandang agama sebagai suatu jalan hidup yang
melekat pada setiap aktivitas kehidupan, dalam melakukan hubungan ritual dengan
Tuhan, maupun dengan sesama manusia dan alam semesta.
Ekonomi didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam
menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia. Jadi ekonomi merupakan bagian dari ilmu agama.
Islam memandang aktivitas ekonomi secara positif, sepanjang tujuan dan prosesnya
sesuai dengan ajaran Islam. Ketakwaan terhadap Tuhan tidak berimplikasi pada
penurunan produktivitas ekonomi, justru akan mendorong produktif. Kekayaan akan
mendekatkan kepada Tuhan selama diperoleh dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
Karenanya Islam memberikan tuntunan pada aspek kehidupan, baik hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesame maklhluk. Ini yang disebut
implementasi Islam secara kaffah (menyeluruh), yaitu:
a. Dilaksanakan secara keseluruhan, tidak diambil beberapa bagian saja.
b. Meliputi seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Islam
Ekonomi Islam adalah satu bagian yang integral dengan agama Islam. Berbagai
ahli ekonomi Islam memberikan defoinisi ekonomi Islam bervariasi, tetapi dengan
makna yang sama. Pada intinya adalah cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk
memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan
ekonomi dengan cara yang Islami, yaitu didasarkan pada ajaran agama Islam, yaitu
bersumber Al Quran dan Sunnah.
Ilmu pengetahuan dalam Islam adalah suatu cara sistematis untuk memecahkan
masalah kehidupan manusia yang mendasarkan segala aspek tujuan (ontologis), metode
penurunan kebenaran ilmiah (epistemologis), dan nilai-nilai (aksiologis) yang
terkandung pada ajaran Islam.
Jadi ekonomi Islam dimaksudkan untuk mempelajari upaya manusia untuk
mencapai fal;ah dengan sumber daya yang ada melalui mekanisme pertukaran.
Penurunan kebenaran atau hukum dalam ekonomi Islam didasarkan pada kebenaran
deduktif wajyu ilahi (ayat qauliyah) dan didukung kebenaran induktif (ayat qauniyah).
Titik tekan ekonomi Islam adalah pada bagaimana Islam memberikan pandangan dan
solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi umat manusia secara umum,
bukan hanya individu dan komunitas muslim yang ada.

C. Dasar ekonomi islam dan tujuan ekonomi islam


Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia
yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya,
sebagaimana firman-Nya dalam QS. At Taubah: 105, "Dan katakanlah, bekerjalah kamu,
karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu".
Kerja membawa pada kemampuan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW:

46
"Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia mendapat
ampunan". (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Tujuan Ekonomi Islam :
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada
tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan,
kesengsaraan, dan kerugian p[ada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai ketenangan di dunia dan di
akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan
ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat
bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat
dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek
kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa
maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar.

D. Landasan nilai ekonomi islam


1. Landasan Akidah
Hubungan ekonomi Islam dengan aqidah Islam tampak jelas dalam banyak hal,
seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk
kepentingaan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan aqidah dan syariah
tersebut memungkinkan aktifitas ekonomi dalam islam menjadi ibadah.
Dalam sistem ekonomi Islam kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang
berfungsi mengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi dan
kelak di kemudian hari akan dimintai pertanggungjawaban atas amanat Allah
tersebut. Sementara itu, sebagai pengemban amanat manusia dibekali kemampuan
untuk menguasai,
2. Landasan Moral
Al-Quran dan hadist Nabi memberikan landasan yang terkait dengan akhlak atau
moral dalam ekonomi sebagai berikut:
a. Islam mewajibkan kaum muslimin untuk berusaha mencari kecukupan nafkah
hidup untuk dirinya, keluarga, dan mereka yang menjadi tanggungjawabnya
dengan kekuatan sendiri dan tidak menggantungkan kepada pertolongan orang
lain. Islam mengajarkan pada manusia bahwa makanan seseorang yang terbaik
adalah dari jeri payahnya sendiri. Islam juga mengajarkan bahwa orang yang
memberi lebih baik dari orang yang meminta atau menerima.
b. Islam mendorong manusia untuk memberikan jasa kepada masyarakat. Hadist
riwayat Ahmad, Bukhori, Muslim dan Turmudzi mengatakan bahwa muslim yang
menanam tanaman, kemudian sebagian dimakan manusia, binatang merayap atau
burung, semuanya itu dipandang sebagai sedekah.
c. Hasil dari rizki yang kita peroleh harus disyukuri, hal ini dinyatakan

47
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis Islam dalam bidang ekonomi meliputi al-Quran, Hadist dan
Ijtihad (rayu). Al-Quran dalam bidang ekonomi memberikan pedoman yang
bersifat garis besar seperti pedoman untuk memperoleh rizki dengan jalan berniaga,
melarang melakukan riba, menghambur hamburkan harta, memakan harta milik
orang lain, perintah bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan sebagainya.
Sunnah Rasul memberikan penjelasan rincianya seperti bagaimana cara berniaga
yang halal dan yang haram, menerangkan bentuk bentuk riba yang dilarang, bentuk
bentuk pemborosan dan sebagainya.
Ijtihad mengembangkan penerapan pedoman pedoman al-Quran dan sunnah
Rasul dalam berbagai aspek perekonomian yang belum pernah disinggung secara
jelas oleh al-Quran dan hadist sesuai dengan perkembangan zaman, misalnya
masalah bunga bank, asuransi, koperasi, dan sebagainya. Ketika Nabi akan mengutus
Muadz ke Yaman, Beliau bertanya sebelum Muadz berangkat: Bagaimana kamu
akan memutuskan, jika kepadamu dihadapkan suatu masalah? Muadz menjawab
saya akan memutuskan dengan ketentuan al-Quran. Nabi bertanya lagi, Jika kamu
tidak mendapatkanya dalam al-Quran? Muadz menjawab saya akan memutuskan
dengan sunnah Rasulnya. Nabi bertanya lebih lanjut, Jika dalam sunnah Rasulnya
juga tidak kamu jumpai? Muadz menjawab saya akan berijtihad dengan pikiranku,
saya tidak akan membiarkan suatu masalah tidak berkeputusan. Mendengar jawaban
Muadz, Nabi mengatakan: Alhamdulillah yang telah memberikan taufik kepada
utusan rasulnya dengan sesuatu yang melegakan utusan Allah. ( H. R. Muadz).

E. Islam dan riba


Menurut bahasa atau lugat, pengertian riba artinya ziyadah (tambahan) atau
nama (berkembang). Sedangkan menurut istilah pengertian dari riba adalah
penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Di dalam Islam Riba dalam bentuk apa pun dan dengan alasan apa pun juga
adalah dilarang oleh Allah SWT. Sehingga, hukum riba itu adalah haram sebagaimana
dalil rentang riba dalam firman Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan
dengan riba sebagai berikut.
Ayat al-quran yang melarang orang Mukmin agar tidak memakan riba dalam Surat
Al-Baqarah ayat 278:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman. (Q.S. Al-Baqarah:
278)
Orang Beriman: Belajar Dari Kehidupan Abraham
Firman Allah yang akan emberikan siksa atau Azab bagi orang-orang yang memakan
riba yaitu :


48
Artinya: Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih. (Q.S. An-Nisa: 161).
Firman Allah tentang harta Riba yang tidak akan membawa keberkahan :




dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang
berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Pernyataan Allah yang lain tentang riba yaitu :




Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. (Q.S. Al-
Baqarah: 276)
Adapaun firman Allah yang menyatakan bahwa Jual beli itu tidak sama dengan riba
adalah






Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa (gila).
Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba . . . (Q.S. Al-Baqarah: 275)
Beberapa firman Allah SWT tersebut di atas cukup menggetarkan hati kita
sebagai seorang Mukmin, betapa berbahaya akibat yang akan didapat orang-orang yang
tidak menghentikan riba atau bentuk-bentuk kegiatan usaha yang berbau riba. Macam-
macam riba tersebut di atas berdampak buruk terhadap kehidupan pribadi dan sosial.
Orang-orang yang tidak mau segera menghentikan perbuatan riba, seolah-olah ia
mengumumkan perang terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya.

F. Lembaga keuangan syariah


Lembaga keuangan adalah Badan usaha yang kekayaannya terutama berbentuk
aset keuangan atau tagihan (claims); yang fungsinya sebagai lembaga intermediasi
keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan secara luas berbagai
jasa keuangan (mis: simpanan, kredit, proteksi asuransi, penyediaan mekanisme
pembayaran & transfer dana) dan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam
ekonomi modern dalam melayani masyarakat.
Sedangkan lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang
menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga

49
Keuangan Syariah terdiri dari Bank dan non Bank (Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana,
Pasar Modal, BPRS, dan BMT).
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-
koridor prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak.
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara
terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi
dananya.
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai
berikut:
a. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai
dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
b. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan
hubungan debitur-kreditur
c. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi
juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat
d. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi social
e. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan
keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan
perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.

Peranan lembaga keuangan dalam proses intermediasi keungan dapat dibagi


dalam empat hal yaitu :
1. PENGALIHAN ASET (Assets Transmutation)

50
Lembaga Keuangan memiliki aset dalam bentuk pinjaman kepada pihak lain dalam
jangka waktu tertentu, dana kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, dana
pembiayaan aset tersebut diperoleh dari tabungan masyarakat.
2. LIKUIDITAS (Liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh uang tunai pada saat
dibutuhkan.
3. REALOKASI PENDAPATAN (Income Reallocation)
Lembaga Keuangan sebagai tempat realokasi pendapatan untuk persiapan di masa
yang akan dating.
4. TRANSAKSI (Transaction)
Lembaga Keuangan menyediakan jasa untuk mempermudah transaksi moneter
Tujuan Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah :
1) Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang sehat
berdasarkan efisiensi dan keadilan,serta mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat,antara lain
memperluas jaringan lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
2) Meningkatkan kualitas kehidupan social ekonomi masyarakat bangsa
Indonesia,sehingga dapat mengurangi kesenjangan social ekonomi. Dengan
demikian akan melestarikan pembangunan nasional yang antara lain melalui:
Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha
Meningkatkan kesempatan kerja
Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak
3) Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan,terutama
dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui masih banyak
masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank ataupun lembaga keuangan
lainnya,karena menganggap bahwa bunga adalah riba.
4) Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi,berperilaku
bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

BAB VIII
SOSIAL BUDAYA DAN ETOS KERJA ISLAMI

A. Etos kerja
Etos kerja dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja
yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang
diwujudnyatakan melalui perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya
serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada
sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal
sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan
makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa
hal penting seperti:

51
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu,
kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting
guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga
bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak
mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.

B. Social budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah.
Merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal
berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam Islam, istilah ini disebut dengan adab. Islam telah menggariskan adab-
adab Islami yang mengatur etika dan norma-norma pemeluknya.
Hubungan Islam dan Budaya adalah Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk
mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia.
Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia untuk berbudaya
. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman.
Konsep kebudayaan dalam islam yaitu Sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke
Medinah, dipersaudarakannya orang-orang Muhajirin dengan Anshar, sehingga mereka
berada dalam status saudara sedarah. Persaudaraan sesama orang-orang beriman secara
umum itu adalah persaudaraan kasih-sayang untuk membangun suatu sendi kebudayaan.
Yang memperkuat persaudaraan ini ialah keimanan yang sungguh-sungguh kepada
Allah.
Prinsip kebudayaan islam adalah Islam datang untuk mengatur dan membimbing
masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam
tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan
tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan
terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam
kehidupannya.
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan, ialah masuknya pengaruh suatu
kebudayaan ke dalam kebudayaan lainnya.. Penetrasi budaya dapat terjadi dengan dua
cara :
1. Secara Damai
2. Kekerasan
Pandangan islam terhadap kebudayaan manusia yaitu Islam membiarkan
beberapa adat kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab
Islam atau sejalan dengannya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab yang ada sebelum datangnya

52
Islam. Akan tetapi Rasulullah SAW melarang budaya-budaya yang mengandung unsur
syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya yang
bertentangan dengan adab-adab Islami.

C. Etos kerja muslim


Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari
amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja
menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya
sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok
yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah,
menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, Dan tidak Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, (QS. adz-
Dzaariyat : 56).
Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga
bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan
fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba
Allah SWT.

Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan
bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan
keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya
sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia.
Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar
menjaga gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja
secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah
satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi
menjadi manusii yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak
memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya
merupakan tindakan yang tercela.
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif
atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari
Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga
dimensi kesadaran, yaitu : dimensi marifat (aku tahu), dimensi hakikat (aku berharap),
dan dimensisyariat (aku berbuat).

D. Dimensi kesadaran bekerja


Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu
obsesif yang merupakan bagian dari amanah Allah. Cara pandang kita harus didasarkan
pada tiga dimensi kesadaran :

53
1. Aku Tahu (Makrifat). Dimensi ini harus dihayati oleh setiap pekerja sehingga dia
mampu mengambil posisi yang jelas dalam kedudukannya di setiap pekerjaan. Dia
harus tahu peran apa yang harus dilakukan sehingga amanah yang dilaksanakannya
dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan mampu memberi nilai lebih bagi
diri dan lingkungannya.
2. Aku Berharap (Hakikat). Dimensi hakikat (aku berharap) adalah sikap dirinya untuk
menetapkan sebuah tujuan ke mana arah tindakan dia langkahkan. Harapan-harapan
tersebut membuncah di dalam hati, akal pikiran dan tindakannya. Sadar bahwa tujuan
teramat penting dalam kehidupan karena sikap tingkah laku seseorang ditentukan ke
mana dia mengarah, apa cita-citanya dan apa yang akan diperbuatnya.
3. Aku Berbuat (Syariat). Kedua dimensi diatas belum cukup tanpa adanya tindakan
nyata. Sadar bahwa tindakan lebih membekas daripada sekedar berkata.

E. Prinsip etos kerja islam


1. Orientasi kemasa depan. Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di
perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih
bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu
hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.
2. Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu. Kerja santai, tanpa rencana, malas,
pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam
mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk
meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi
sosial, firman Allah:
.
.





.
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran. (Q.S. Al-Ashr: 1-3)
3. Bertanggung jawab. Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan
tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari
perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah berfirman:



.
Artinya: Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang
saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk
menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-
habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S. Al-Isra: 7)
4. Hemat dan sederhana. Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana
seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari
cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya.
Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.

54
5. Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat. Setiap orang atau
kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai
secara wajar tanpa merugikan orang lain.


.
Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja
kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148)
Sebagai orang yang ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan exercise atau
latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung asset atau kemampuan diri
karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan sebagai persiapan untuk
bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui potensi diri. Karena hal itu sama
dengan orang yang bertindak nekat. Terukir sebuah motto dalam dirinya: The best
fortune that can come to a man, is that he corrects his defects and makes up his
failings (Keberuntungan yang baik akan datang kepada seseorang ketka dia dapat
mengoreksi kekurangannya dan bangkit dari kegagalannya) Percayalah .

BAB IX
BERBANGSA DAN BERNEGARA (PRESPEKTIF POLITIK ISLAM)

A. Pemerintah dalam islam (khalifah)


Sistem pemerintahan dalam Islam adalah sistem Khilafah: Khilafah secara syari
adalah kepemimpiman umum bagi kaum Muslimin seluruhnya di dunia untuk
menegakkan hukum-hukum syara islami dan mengemban dakwah Islam ke seluruh
dunia. Khilafah adalah imamah itu sendiri. Khilafah adalah bentuk pemerintahan yang
dinyatakan oleh hukum-hukum syara agar menjadi daulah Islam sebagaimana yang
didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah al-Munawarah, dan sebagaimana yang
ditempuh oleh para sahabat yang mulia setelah beliau. Pandangan ini dibawa oleh dalil-
dalil al-Quran, as-Sunnah dan yang menjadi kesepakatan ijmak sahabat. Tidak ada yang
menyelisihinya di dalam umat ini seluruhnya kecuali orang yang dididik berdasarkan
tsaqafah kafir imperialis yang telah menghancurkan daulah Khilafah dan memecah
belah negeri kaum Muslimin.

B. Asas penentu politik islam


1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum
tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-
Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan
hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:

55
a. Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah
Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia
kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa.
b. Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh sesiap
kecuali Allah.
c. Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum
sebab Dialah satu-satuNya Pencipta.
d. Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-
peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik.
e. Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia sahaja yang
Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja penentuan
hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem
politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.
2. Risalah
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia
sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang
penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul
mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan
manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu
Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia
menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk
kepada perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada
Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di
antara mereka. Firman Allah: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
3. Khalifah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adlah
sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaanyang telah diamanahkan ini, maka
manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang
ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik
tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi

56
sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus:
14).
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-
benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang
oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung
prinsip-prinsip tanggngjawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah.
b. Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah
serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan oleh-Nya.
c. Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan,
kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal.
d. Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan
tanggungjawab kepada mereka dengan yakin dan tanpa keraguan.

C. Ciri-ciri politik islam


1. Kekuasaan dipegang penuh oleh umat .
Umat ( rakyat ) yang menentukan piilihab terhadap jalannya kekuasaan, dan
persetujuannya merupakan syarat bagi kelangsungan orang orang yang menjadi
pilihannya . Mayoritais Ahlu Sunnah, Mutaszilah, Khowarij, dan Najariyah
mengatakan : Sesungguhnya cara penetapan Imamah atau kepemimpinan adalah
melalui pemilihan dari umat 1.
Dengan demikian, umat merupakan pemilik kepemimpinan secara umum, dia
berhak memilih dab menncabut jabatan Imam ( pemimpin ). Dengan kata lain, umat
adalah pemilik utama kekuasaan tersebut .
2. Masyarakat ikut berperan dan bertanggung jawab .
Penegkan agama,pemakmuran dunia, serta pemaliharaan atas semua
kemaslahatan umum merupakan tanggung jawab umat dan bukan hanya tanggung
jawab penguasa saja 4. Dalil yang memperkuat hal itu adalah bahwa Al Quran
telah berbicira tentang peran atau ( tugas ) tersebut kepada umat manusia dalam
beberapa ayat, diantaranya :
Hai orang orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang orang
yang selalu menegakkan ( kebenaran ) kakrena Allah, menjadi saksi dengan dalil (
Qs. Al Maidah : 8 ).
Ayat Quran diatas memerintahkan pembentukan masyarakat yang
anggotanya saling memenuhi kepentingan antara yang satu dengan yang lainnya
serta mengerahkan semua kekuatannya untuk melakukan perbaikan dan reformasi,
yaitu melalui pelaksanaan amar maruf nahi munkar. Pelaksanaan amar maruf nahi

57
munkar merupakan sesuatu yang dapat membendung semua aktifitas dan gerak
masyarakat dari kemungkaran kemungakaran yang terjadi dijalan jalan, dipasar
pasar , sampai kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa dan bawahannya .
Sampai sampai Imam Ghazali menganggapnya ( amar maruf nahi munkar )
sebagai kutub agama yang terbesar dalam agama
3. Kebebasan adalah hak bagi semua orang .
Pengekspresian manusia akan kebebasan dirinya merupakan wajah lain dari
akidah Tauhid. Pengucapan dua kalimat Syahadat yang menjadi ikrar pengabdian
dirinya hanya untuk Allah Swt semata, dan juga kebebasan dirinya dari segala
macam kekuasaaan manusia. Allah Swt telah membuka jalan kepada kita menuju
kehendak Nya saja , tapi Dia tidak memaksa kita untuk berjalan sesuai dengan
kehendak tersebut . Dia memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih. Dengan
demikian , jika menghendaki kita dapat memilih jalan sesuai dengna syariat ,
sebagaimana kita juga dapat menempuh jalan yang bertentangan dengan perintah
Nya seta mengabaikan syariat Nya . Tetapi kita akan menanggung akibat dari
semua tindakan kita tersebut, karena bagaimanapun wujud pilihan tersebut akan
berakibat kepada kita.
4. Persamaan diantara semua manusia.
Sesungguhnya nenek moyang kita adalah satu. Kesemuanya diciptakan min
nafsin wahidah ( dari diri yang satu ) ( Qs. An- Nisa : 1 ). Dan semuanya mendapat
perlindungan dan penghormatan yang telah ditetapkan dalam Al Quran tanpa
melihat kepada agama atau ras . Rasulullah Saw . sendiri pada khutbah Wada telah
mengisyaratkan kepada makna kesatuan asal manusia . Beliau bersabda,
Ketahuilah, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan ketahuilah bahwa Bapak
kalian juga satu .

D. Stuktur pemerintahan dan administrasi Negara dalam khalifah


Dengan meneliti dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadist ataupun
Ijma Sahabat dan Qiyas, maka struktur pemerintahan yang terdapat dalam
pemerintahan Islam hanya ada delapan bagian, yaitu ;
1. Khalifah
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan
kekuasaan serta menerapkan hukum-hukum syara.(Abdul Qaddim Zallum, 2002).
Karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan itu milik ummat. Dalam
hal ini umat mewakilkan kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut sebagai
wakilnya.
2. Muawin Tafwidh (Wakil khalifah bidang pemerintahan)
Muawin Tafwidh adalah seorang pembantu yang diangkat oleh Khalifah agar
dia bersamasama dengan Khalifah memikul tanggungjawab pemerintahan dan
kekuasaan. Maka dengan demikian, seorang Khalifah akan menyerahkan urusan-urusan
negara dengan pendapatnya serta memutuskan urusan-urusan tersebut dengan
menggunakan Ijtihadnya, berdasarkan hukum-hukum syara. Mengangkat muawin
merupakan masalah yang dimubahkan, sehingga seorang Khalifah diperbolehkan untuk

58
mengangkat muawinnya untuk membantunya dalam seluruh tanggungjawab dan tugas
yang menyangkut dengan masalah pemerintahan. Al-Hakim dan at-Tirmidzi telah
mengeluarkan sebuah hadist dari Abi Said al-Khudri yang mengatakan, bahwa
Rasulullah saw telah bersabda yang isinya;
Dua pembantuku dari (penduduk) langit adalah Jibril dan Mikail, sedangkan dari
(penduduk) bumi ini adalah Abu Bakar dan Umar.
Tugas dari Muawin Tafwidh adalah menyampaikan kepada Khalifah apa yang
menjadi rencananya dalam mengatur urusan-urusan pemerintahan, lalu dia melaporkan
tindakan-tindakan yang telah dia lakukan dalam mengurusi urusan tersebut kepada
Khalifah, kemudian dia melaksanakan wewenang dan mandat yang ia miliki. Maka
tugas Muawin Tafwidh tersebut adalah menyampaikan laporan kegiatannya serta
melaksanakannya selama tidak ada teguran atau pembatalan dari Khalifah.
Seorang Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas serta kebijakan-kebijakan untuk
mengatur berbagai hal, yang telah dilakukan oleh Muawin Tafwidhnya, sehingga tidak
dibiarkan begitu saja. Dan kalau ada yang benar, Khalifah harus menerimanya. Dan
kalau ada yang salah, dia pun bisa mengetahuinya.
3. Muawin Tanfiz (setia usaha negara)
Muawin Tanfiz adalah pembantu yang diangkat oleh seorang Khalifah untuk
membantunya dalam masalah operasional dan senantiasa menyertai Khalifah dalam
melaksanakan tugas-tugasnya (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 167). Dia adalah seorang
protokoler yang menjadi penghubung antara Khalifah dengan rakyat, dan antara
Khalifah dengan negaranegara lain. Ia bertugas menyampaikan kebijakan-kebijakan dari
Khalifah kepada mereka, serta menyampaikan informasi-informasi yang berasal dari
mereka kepada Khalifah. Muawin Tanfiz merupakan pembantu Khalifah dalam
melaksanakan berbagai hal, namun dia bukan yang mengatur dan menjalankannya. Dia
juga bukan yang diserahi untuk mengurusi berbagai persoalan tersebut. Sehingga,
tugasnya adalah semata-mata tugas-tugas administratif, bukan tugas pemerintahan.
4. Amir Jihad (panglima perang)
Amir Jihad adalah orang yang diangkat oleh Khalifah untuk menjadi seorang
pimpinan yang berhubungan dengan urusan luar negeri, militer, keamanan dalam negeri
dan perindustrian. Dia bertugas untuk memimpin dan mengaturnya (Abdul Qaddim
Zallum, 2002 : 171). Hanya saja dia disebut dengan sebutan Amir Jihad adalah karena
keempat hal tersebut merupakan bidang yang berhubungan secara langsung dengan
jihad.
5. Wullat (pimpinan daerah tingkat I dan II)
Wullat atau biasa disebut dengan sebutan wali adalah orang yang diangkat oleh
Khalifah untuk menjadi pejabat pemerintahan di suatu daerah tertentu serta menjadi
menjadi pimpinan di daerah tersebut (Abdul Qaddim Zallum, 2002 :209). Adapun negeri
yang dipimpin oleh Khilafah Islamiyah bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.
Masing-masing bagian itu disebut wilayah (setingkat propinsi). Setiap wilayah dibagi
lagi menjadi beberapa bagian, di mana masing-masing bagian itu disebut
imalah (setingkat kabupaten).

59
Orang yang memimpin wilayah disebut wali, sedangkan orang yang memimpin
imalah disebut amil atauhakim.
6. Qadhi atau Qadha (Hakim atau lembaga peradilan)
Qadhi atau Qadha adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan
keputusan hukum yang sifatnya mengikat (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 225).
Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota
masyarakat atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak masyarakat atau
mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat
pemerintahan, baik Khalifah, pejabat pemerintahan atau pegawai negeri yang lain.
Qadhi sendiri dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ; pertama, qadhi yaitu qadhi yang
mengurusi penyelesaian perkara sengketa di tengah masyarakat dalam hal muamalah
atau uqubat (sanksi hukum). Kedua, qadhi hisbah/muhtasib yaitu qadhi yang mengurusi
penyelesaian perkara penyimpangan yang bisa membahayakan hak jamaah. Ketiga,
qadhi madzalim adalah qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara perselisihan yang
terjadi antara rakyat dengan negara.
7. Jihad Idari (jabatan administrasi umum)
Penanganan urusan negara serta kepentingan rakyat diatur oleh suatu
departemen, jawatan atau unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan negara
serta memenuhi kepentingan rakyat tersebut. Pada masing-masing departemen tersebut
akan diangkat kepala jawatan yang mengurusi jawatannya, termasuk yang
bertanggungjawab secara langsung terhadap jawatan tersebut. Seluruh pimpinan itu
bertanggungjawab kepada orang yang memimpin departemen, jawatan dan unit-unit
mereka yang lebih tinggi, dari segi kegiatan mereka serta tanggungjawab kepada wali,
dari segi keterikatan pada hukum dan sistem secara umum.
8. Majllis Ummat
Majllis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili
aspirasi kaum muslimin, agar menjadi pertimbangan Khalifah dan tempat Khalifah
meminta masukan dalam urusan-urusan kaum muslimin. Mereka mewakili ummat
dalam muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap pejabat pemerintahan (hukkam)
(Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 69). Anggota Majllis Ummat dipilih melalui pemilihan
umum, bukan dengan penunjukkan atau pengangkatan, karena status mereka adalah
mewakili semua rakyat dalam menyampaikan pendapat mereka, sedangkan seorang
wakil itu hakekatnya hanya akan dipilih oleh orang yang mewakilkan.

E. Birokrasi dan direktorat umum


Birokrasi adalah jenis organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas
administratif dengan sekala besar serta mengkoordinasikan pekerjaan orang banyak
secara sistematika.dengan demikian, konsep ini dapat diterapkan dalam prinsip-prinsip
organisasi yang tujuannya adalah meningkatkan efesiensi administrasi (sebagaimana
biasanya demikian), walaupun birokrasi kadang-kadang berakibat sebaliknya,
menimbulkan ketidak efisienan.
Birokrasi-birokrasi merupakan lembaga yang sangat berkuasa, yang mempunyai
kemampuan sangat besar untuk berbuat kebaikan atau keburukan, karena birokrasi

60
adalah sarana administrasi rasional yang netral dalam skala yang besar. Masalah yang
dihadapi masyarakat demokratis adalah bagaimana memperoleh dan mempertahankan
pengawasan demokrasi terhadap birokrasi-birokrasi dapat bekerja demi kepentingan
rakyat banyak.
Fungsi penerapan peraturan tidak hanya berarti pelaksanaan peraturan sebagai
pedoman dan aturan berprilaku, tetapi pertama-tama juga pembuatan perincian dan
pedoman pelaksanaan peraturan, malahan dalam banyak hal justru harus memberikan
penafsiran atas peraturan tersebut (yang biasanya dirumuskan secara umum oleh
lembaga legislatif) sehingga mudah difahami dan ditaati oleh warga negara. Dengan kata
lain, fungsi penerapan peraturan tidak hanya meliputi pelaksanaan peraturan sebagai
aturan dan prilaku, tetapi juga mencakup pembuatan keputusan yang bersifat
penjabaran. Struktur pemerintah yang menyelenggarakan fungsi ini ialah pemerintah
(eksekutif).
Yang dimaksud dengan pemerintah dalam negara yang menerapkan kabinet
presidensial ialah presiden dan wakil presiden, para mentri dan birokrasi. Dalam sistem
kabinet parlementer, yang di maksud dengan pemerintah ialah perdana dan mentri-
menteri dan birokrasi. Tugas dan kewenangan kabinet (sistem parlemen dan
presidensial) sudah dijelaskan sehingga yang perlu dijelaskan secara ringkas ialah
birokrasi. Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata biro (bureau) yang berarti
kantor ataupun dinas, dan katakrasi (cracy, kratie) yang berarti pemerintahan. Dengan
demikian, birokrasi berarti dinas pemerintahan. Secara tipologis (tipe ideal), max weber
mendeskripsikan sejumlah karakteristik birokrasi seperti berikut:
a) Dengan organisasi ini terdapat pembagian kerja dengan spesialisasi peranan yang
jelas. Pembagian kerja yang jelas dan terperinci ini akan membuka kesempatan untuk
hanya merekrut para pegawai yang ahli dalam bidangnya dan memungkinkan
masing-masing pegawai sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
tugasnya.
b) Organisasi jabatan ini mengikuti prinsip hirarki. Artinya jabatan yang lebih rendah
berada dalam kontrol dan pengawasan jabatan yang lebih tinggi.
c) Kegiatan organisasi jabatan ini dilakukan berdasarkan sistem aturan abstrak yang
konsisten dan terdiri atas penerapan aturan-aturan ini kedalam kasus-kasus yang
khusus. Sistem standar ini dirancang untuk menjamin keseragaman tidak hanya
dalam pelaksanaan setiap tugas, terlepas dari berapa pun jumlah personel yang
terlibat didalamnya, tetapi juga dalam koordinasi berbagai tugas.
d) Setiap pejabat melaksanakan tugasnya dalam semangat dan hubungan yang formal
dan inpersonal, yakni tanpa perasaan benci atau simpati, dan karena itu, tanpa efeksi
atau antussiasme. Apabila pertimbangan-pertimbangan pribadi tidak dilibatkan
dalam pelaksanaan tugas organisasi.
e) Setiap pegawai dalam organisasi ini direkrut menurut prinsip kualifikasi
teknis (merit sistem),digaji, dan dipensiun menurut pangkat dan kemampuan, dan
dipromosikan menurut asas kesenioran atau kemampuan, dan dipromosikan menurut
asas kesenioran atau kemampuan, atau keduanya. Prinsip-prinsip ini akan
mendorong pengembangan kesetiaan kepada organisasi dan perkembangan

61
semangat korps diantara para anggotanya. Hal-hal ini akan mendorong para pegawai
untuk memajukan tujuan-tujuan organisasi.
f) Organisasi administrasi yang bertipe birokrasi dari segi pandangan teknis murni
cenderung lebih mampu mencapai tingkat efesiensi yang lebih baik. Oleh karena itu,
birokrasi mengatasi masalah unik organisasi. Artinya, memaksimalkan koordinasi
dan pengendalian sehingga akan tercapai tidak hanya efesiensi organisasi, tetap juga
efesiensi produktif setiap pegawai.
Seluruh karakteristik birokrasi itu akan menghasilkan suatu birokrasi yang tidak
hanya superior dalam efektivitas, yaitu skala yang besar, tetapi juga superior dalam
efisiensi. Di samping fungsi birokrasi yang positif (efektif dan efisien) seperti
disebutkan diatas, weber juga menyabutkan fungsi negatif dari birokrasi.
1. Birokrasi cenderung monopoli informasi sehingga pihak luar tidak dapat mengetahui
atas dasar apa keputusan itu diambil, dan tidak ada yang lebih dipertahankan secara
fanatik oleh birokrasi selain rahasia jabatan tersebut.
2. Apabila sudah terlembaga, birokrasi merupakan pekerjaan yang sis-sia. Tidak
mungkin mengelola suatu bangsa-negara yang besar atau perusahaan swasta tanpa
menggunakan spesialisasi dan keahlian yang dipunyai birokrasi. Pegawai dapat
diganti tetapi seluruh pola administrasi yang konsisten dengan model birokrasi itu
tidak mudah diubah.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa birokrasi dimaksudkan sebagai
kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang berada dibelakang meja, karena segala
sesuatunya diatur secara legal dan formal oleh para demokrat. Namun diharapkan
pelaksanaan kekuasaan tersebut dapat dipertanggung jawabkan dengan jelas, karena
setiap jabatan diurus oleh orang (petugas) yang khusus.

F. Politik luar negeri khalifah


Negara Khilafah Islam menerapkan politik luar negeri berdasarkan metode
(tharqah) tertentu yang tidak berubah, yakni dakwah dan jihad. Metode ini tidak
berubah sejak Rasulullah saw. mendirikan negara di Madinah sampai keruntuhan
Khilafah Islam tahun 1924.
Jihad ditujukan untuk menyingkirkan para penguasa zalim dan institusi
pemerintahan yang menghalangi dakwah Islam. Dengan begitu, dakwah Islam dapat
sampai ke rakyat secara terbuka sehingga mereka dapat melihat dan merasakan
keadilan Islam secara langsung, merasa tenteram dan nyaman hidup di bawah
kekuasaan Islam. Rakyat diajak memeluk Islam dengan cara sebaik-baiknya, tanpa
paksaan dan tekanan. Dengan penerapan hukum Islam inilah, berjuta-juta manusia di
dunia, tertarik dan memeluk agama Islam.
Salah satu tuduhan keji yang dilontarkan oleh Barat kepada Islam adalah bahwa
Islam disebarluaskan dengan darah dan peperangan. Mereka menggambarkan para
pejuang Islam yang memegang pedang di tangan kanan dan al-Quran di tangan kiri.
Memang metode penyebaran Islam adalah dengan jihad (perang). Namun, perang adalah
langkah terakhir, bukan langkah pertama yang dilakukan Khilafah Islam. Negara
Khilafah tidak pernah memulai peperangan menghadapi musuh-musuhnya, kecuali

62
setelah disampaikan kepada mereka tiga pilihan: memeluk Islam; membayar jizyah,
yang berarti tunduk pada Khilafah Islam; jihad memerangi merekajika dua pilihan
sebelumnya ditolak. Demikian sebagaimana sabda Rasulllah saw. yang diriwayatkan
Muislim dari Buraydah r.a.
Kekejian justru tampak dalam politik luar negeri negara-negara Barat. Dengan
slogan-slogannya yang menipu, mereka memalsukan niat busuk mereka dengan kata-
kata indah. Penjajahan ekonomi dinamai konsep perdagangan bebas dan pasar bebas,
padahal prinsip ini dimaksudkan untuk menjamin terbukanya pasar dunia bagi
perdagangan dan pendapatan negara-negara Barat. Penjajahan politik disebut dengan
demokratisasi. Selain itu, mereka juga menciptakan wilayah-wilayah konflik seperti di
Timur Tengah, Balkan, Amerika Latin, dan Asia. Semuanya dalam konteks
mengobarkan perang berkepanjangan di sana serta mempertahankannya sebagai
kawasan yang bergolak dan rawan konflik sekaligus menyibukkan negara-negara
sekitarnya.
Pelaksana Hubungan Luar Negeri
Islam memandang, hubungan dengan negara-negara luar dibatasi dalam ruang
lingkup negara. Bagi individu-individu atau partai-partai sama sekali dilarang
melakukan hubungan dengan negara manapun. Meskipun demikian, mereka berhak
berdiskusi, mengkritik negara dan menyampaikan pendapat kepada negara dalam
hubungannya dengan negara luar. Rasulullah saw., misalnya, secara langsung pernah
membuat ikatan perjanjian, perdamaian, pernyataan perang, dan melakukan
korespondensi (surat-menyurat) ke luar negeri. Demikian pula yang dilakukan para
khalifah sesudahnya.
Dalam perspektif Barat, hubungan internasional tidak hanya meliputi interaksi
yang berlangsung antarnegara, tetapi juga mencakup segala macam hubungan
antarbangsa, kelompok-kelompok bangsa dan individu dalam masyarakat dunia dan
kekuatan-kekuatan, tekanan-tekanan, dan proses-proses yang menentukan cara hidup,
cara bertindak, dan cara berfikir manusia. (Wiriaatmadja, 1988: 36). Studi hubungan
internasional mengacu pada segala bentuk interaksi antara aktor-aktor, baik yang
bersifat negara (state) maupun non-negara (non-state).

BAB X
ISLAM DAN IPTEKS

A. Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab , masdar dari
yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan
dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia
kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu
Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-

63
gejala tertentu dibidang pengetahuan. Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau
menurut Moh Hatta (1954:5) Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan
disebut Ilmu.

B. Pengetahuan
Bila agama adalah wahyu tuhan, maka Al-qur'an itu isinya ada yang dapat
dipahami secara sains, ada yang dapat dipahami secara filsafat, dan kebanyakan dapat
dipahami secara mistik. Dilihat dari segi lain seluruh ayat Al-qur'an harus diterima
dengan yakin, berarti semuanya masuk pengetahuan mistik. Jadi Al-qur'an itu isinya ada
yang sains, logis, dan mistik.
Diatas itu ialah satu cara membagi pengetahuan manusia. Ada lagi cara membagi
yang lain, yaitu:
a) Pengetahuan yang diwahyukan, yaitu pengetahuan yang diterima, ini adalah
pembagian menurut islam.
b) Pengetahuan yang diperoleh, maksud diperoleh ialah dicari sendiri oleh manusia.
Yang dimaksud dengan pengetahuan agama atau ilmu agama ialah penegtahuan yang
diwahyukan, yaitu penegtahuan tentang Al-qur'an dan hadits serta semua
pengetahuan tentang isinya yang biasanya dikembangkan dalam tradisi islam.
Menurut islam, pengetahuan tidak ada segi baiknya bila tidak menunjukkan kepada
hakikat pertama alam ini ialah Allah.

C. Ilmu pengetahuan
Dalam Ensiklopedia Indonesia penegertian ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem
darii pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman
tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi
kesatuan; suatu sistemdar pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan
sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai
metode-metode tertentu.
Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia adalah hasil dari kontraknya
dua macam besara, yaitu;
1. Benda atau yang diperiksa, diselidiki, dan akhirnya diketahui(objek).
2. Manusia yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya
mengetahui benda atau hal tadi(subjek).
Pengertian Ilmu pengetahuan menurut beberapa ahli:
Mohammad Hatta Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.[2]
Ashely Montagu, Guru Besar Antropolo di Rutgers UniversityIlmu adalah pengetahuan
yang disusun dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan
untuk menetukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran

64
Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan
mengenai suatu hal tetentu yang merupakan mkesatuan yang sistematis dan memberikan
penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan
sebab-seba kejadian tersebut.

D. Teknologi
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang
diperlukan bagi kelangsungan, dan kenyamanan hidupmanusia.
Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya
alam menjadi alat-alat sederhana. Penemuan prasejarahtentang kemampuan
mengendalikan api telah menaikkan ketersediaan sumber-sumber pangan, sedangkan
penciptaan roda telah membantu manusia dalam beperjalanan, dan mengendalikan
lingkungan mereka. Perkembangan teknologi terbaru, termasuk di antaranya mesin
cetak, telepon, dan Internet, telah memperkecil hambatan fisik terhadap komunikasi dan
memungkinkan manusia untuk berinteraksi secara bebas dalam skala global. Tetapi,
tidak semua teknologi digunakan untuk tujuan damai;
pengembangan senjatapenghancur yang semakin hebat telah berlangsung sepanjang
sejarah, dari pentungan sampai senjata nuklir.
Teknologi telah memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara.
Di banyak kelompok masyarakat, teknologi telah membantu
memperbaiki ekonomi (termasuk ekonomi global masa kini) dan telah memungkinkan
bertambahnya kaum senggang. Banyak proses teknologi menghasilkan produk
sampingan yang tidak dikehendaki, yang disebut pencemar, dan menguras sumber daya
alam, merugikan, dan merusak Bumi dan lingkungannya. Berbagai macam penerapan
teknologi telah memengaruhi nilai suatu masyarakat, dan teknologi baru seringkali
mencuatkan pertanyaan-pertanyaan etika baru. Sebagai contoh, meluasnya gagasan
tentang efisiensi dalam konteks produktivitas manusia, suatu istilah yang pada
awalnynya hanya menyangku permesinan, contoh lainnya adalah tantangan norma-
norma tradisional.
bahwa keadaan ini membahayakan lingkungan, dan mengucilkan manusia;
penyokong paham-paham seperti transhumanisme dan tekno-
progresivisme memandang proses teknologi yang berkelanjutan sebagai hal yang
menguntungkan bagi masyarakat, dan kondisi manusia. Tentu saja, paling sedikit hingga
saat ini, diyakini bahwa pengembangan teknologi hanya terbatas bagi umat manusia,
tetapi kajian-kajian ilmiah terbaru mengisyaratkan bahwa primata lainnya, dan
komunitas lumba-lumba tertentu telah mengembangkan alat-alat sederhana, dan belajar
untuk mewariskan pengetahuan mereka kepada keturunan mereka.

E. Seni
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seni didefinisikan sebagai kesanggupan
akal untuk menciptakan sesuatu yg bernilai tinggi. Menurut Sulaiman Nordin, seni
sering dipahami sebagai segala usaha penciptaan bentuk-bentuk atau karya yang

65
memberi kesenangan estetika. Intinya, seni merupakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan keindahan, baik yang dapat dilihat, didengar, maupun dirasakan.
Seni merupakan fitrah yang Allah ciptakan pada diri manusia. Dilihat dari
kaidahnya, Islam tidak melarang sesuatu yang baik dan indah. Seperti firman Allah SWT
dalam Surah Al-Maidah ayat 4, yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang apa
yang dihalalkan Allah, katakanlah dihalalkan kepadamu segala yang baik-baik...
Allah ialah Zat Yang Maha Indah dan menyukai keindahan. Islam mempunyai
ukuran tersendiri dalam menentukan halal atau haramnya suatu karya seni. Kesenian
yang diperbolehkan yaitu kesenian yang bukan bertujuan untuk merusak moral dan
melanggar perintah Allah. Sebaliknya, kesenian yang diharamkan adalah kesenian yang
menjadikan penikmat-penikmatnya lalai akan ibadah dan jauh dari Allah SWT.

F. Pandangan islam
Didalam pandangan Islam iptek bersifat netral yaitu iptek bisa memberikan
dampak positif dan negatif, sehingga islam memandang iptek berdasarkan niat , motivasi
, tujuan dan dampak penggunaannya.Oleh karena itu ILMU dan juga IMAN adalah suatu
hal yang tidak dapat dipisahkan , karena dengan ilmu dan iman yang baik maka ilmu
tersebut dapat dipastikan akan memberiakn manfaat dan dampak positif bagi seluruh
umat manusia.
Peran Islam dalam perkembangan iptek dan seni pada dasarnya ada banyak.
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan dan seni.
Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti
yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib
dijadikan landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini
bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam,
bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar
syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada
ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan
iptek dan mengembangkan seni, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya
jika suatu aspek iptek dan seni telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat
Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya
hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.

66
Bukan hanya itu saja, pengaruh barat tidak hanya pada bidang iptek saja, tetapi
juga pada bidang seni. Misalnya penyanyi di jaman sekarang sebagian besar memakai
pakaian yang sangat minim, dan tidak menutup aurat.
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim untuk gigih memperjuangkan iptek dan seni
yang islami.
Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah
SWT. Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan
menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW:
menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan perempuan.
Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan.
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu
pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui
proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) .Sedang teknologi adalah
pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah
dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.Sifat ilmu
bersifat relatif.jadi tidak bisa semua yang ada di bumi dan di langit bisa dijelaskan oleh
ilmu contohnya adalah konsep agama yang tidak bisa dijelaskan dalam ilmu.
Sumbangan islam didalam ilmu pengetahuan adalah perlunya observasi dan penggunaan
indra dan eksperimentasi sangat diperlukan bagi kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan.Hal
ini sngat erat kaitannya dengan fungsi ilmu pengetahuan dan seni yang penting bagi
manusia.karena itu didalam islam, ilmu diklasifikasikan dalam berbagai macam
jenis,diantaranya :
Dari segi sumber ilmu terbagi menjadi ilmu naqliyah (berasal dari firman
ALLAH SWT, ilmu aqliyah (bersumber dari pemikiran manusia).sedangkan dilihat dari
sisi Kewajibannya,ilmu terbagi lagi menjadi ilmu fardhuain (wajib bagi setip muslim)
dan fardhu kifayah adalah kewajiban sosial (beberapa yang mempelajari ilmu tertentu ,
maka seluruh umat muslim tidak akan berdosa).dan dari segi Sosial , ilmu juga terbagi
menjadi ilmu mahmudah dan madzmumah.
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan
syariah Islam.
Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya,
walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata
SANI yang kurang lebih artinya Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa. Namun menurut
kajian ilimu di Eropa mengatakan ART (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah
barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.

67
Seni itu sendiri tidak bisa bebas dari sifat moral, karena apabila suatu seni dibuat
tidak berdasarkan moral maka seni tidak akan bisa dinikmati dan kesan yang
ditinggalkannya adalah hanya rasa menjijikan
Pandangan Islam tentang seni. Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan
keindahan menjadi salah satu sifat yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini
karena sesungguhnya Alam semesta dan Alquran merupakan karya seni dari Allah.
Allah melalui kalamnya di Al-Quran mengajak manusia memandang seluruh jagat raya
dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah berfirman:Maka apakah mereka
tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan
menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak? [QS 50: 6].
Di dalam islam hukum kesenian adalah mubah, tetapi dengan perkembangan seni
itu sendiri seni dapat menjadi sesuatu yang sunah dan makruh bahkan seni dapat menjadi
sesuatu yang wajib (jika seni itu ada kaitannya antara hubungan kita dengan Allah) dan
juga dapat berubah menjadi haram apabila seni itu sendiri menjerumuskan kita dalam
keburukan.

G. Keutamaan iman, ilmu, dan amal


Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada
Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala
sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan
lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna
apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam
hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan
dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin
yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Manusia memerlukan kepercayaan sebagai sumber atau titik ideal dalam
hidupnya. Titik ideal sebagai sumber nilai, menjadi titik nilai yang baku atau konstan.
Nilai sebagai penopang kehidupan manusia dan peradaban manusia tidak boleh
berubah,jika nilai ini berubah maka sama halnya dengan fondasi rumah yang dirubah,
secara reaktif maka rumah itu akan rubuh dan pola rumah itu akan berubah.
Sebagai sumber nilai, maka sesuatu itu harus tidak berubah, menjadi sumber
segala nilai dan esa, serta secara bersamaan merupakan kebenaran hakiki. Sumber nilai
tersebut adalah Tuhan, karena sifat Tuhan yang tidak berubah dan menjadi satu titik
kebenaran itu sendiri. Tuhan adalah subjek bagi sekalian alam dan dunia, sedang alam
adalah objek yang digerakkan melalui kehendak berpikir bebas. Kehendak berpikir
bebas hanya dimiliki manusia,dipandang dalam segi biologi, manusia termasuk dalam
klasifikasi homo sapiens (yang memiliki arti "manusia yang tahu") yang merupakan
primata dalam golongan mamalia yang memiliki kemampuan berpikir tinggi
(Wikipedia, 2014). Tan Malaka dalam Madilog, mengartikan manusia lebih sederhana,

68
yaitu hewan yang berakal. Dua pengertian diatas mengisyaratkan bahwa manusia
merupakan kesempurnaan atas penciptaan Tuhan di bumi, hal ini sesuai dengan konsep
Islam bahwa manusia diturunkan sebagai Khalifah di muka bumi (Lihat: Al Quran 2:
30). Dalam segi rohani yang berkorelasi dengan kebudayaan, bahwa manusia adalah
pembawa peradaban dengan ke"agama"an yang dibawahnya. Agama disini berarti
kepercayaan, yang dijadikan sumber nilai tersebut.
Agama sebagai pedoman, sering juga agama sebagai peradaban yang ekslusif.
Agama menjadi pengikat atas cara-cara yang dianggap paling mendekatkan pada
kebenaran, maka tidak jarang pertentangan dan konfrontasi agama-agama yang
memiliki kencenderungan yang sama dan berbeda sekaligus. Agama sebagai peletak
peradaban menjadi penting karena dalam agama aspek kultur dan doktrin menjadi satu,
hingga muncul peradaban seperti Islam Syah, Protestan dan lain sebagainya.
Sebaga upaya pendekatan diri pada kebenaran, bentuk kepercayaan atau iman
juga tidak jauh dari pandangan keagamaan tentang konsep ke-Tuhan-nan itu sendiri.
Dalam kajian filsafat yang mengunakan metode rasio, mengalami kebuntuhan tentang
rasio yang mencoba mendiskripsikan tuhan. Al Ghazali membawa suatu perubahan pada
semangat metafisika, peletak atas keterbatasan rasio pada kebenaran hakiki tersebut.
Maka agama memang tidak jauh dari doktrin, namun manusia yang memiliki keutamaan
dalam berpikir memberikannya ruang pada pencarian-pencarian pada segi ontologis
tersebut.
Dalam Islam, bahwa manusia sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan sejak
masa tiga bulan dalam kandungan, ikatan primodial ini termaktub dalam Al Quran.
Sedang Karel Amstrong mengatakan bahwa sejak 4.300 tahun yang lalu manusia sudah
menyadari bahwa ada kekuatan yang melebihi apapun di dunia ini. Cara berkepercayaan
itupun muncul dalam bentuk mitologi, hingga dalam bentuk kebatinan.
Tentu sangat tidak mungkin bahwa manusia akan mampu mengetahui sesuatu
yang melebihi batas kemampuannya, maka harus ada penghubung, dan Tuhan sebagai
subjek atas dunialah yang semestinya mengenalkan Dia pada objeknya. Pengenalan ini
dalam sejarah tiga agama besar - dan hampir memiliki kemiripan sejarah atau masih satu
rumpun - melalui pembawa pesan sebagai mediator, fungsi ini dipegang oleh para nabi
atau rasul. Hingga tidak ada upaya pengambaran Tuhan secara mitologi.
Pengambaran Tuhan secara mitologi, seperti memnyerupakan bentuk Tuhan
dengan benda-benda yang menjadi objeknya, akan menunjukan bahwa tuhan lemah,
karena Tuhan sebagai subjek penciptakaan yang "diserupakan" dengan objek yang
diciptakan-Nya. Dalam pegabaran ini menimbulkan suatu paradigma yang kontradiktif
dengan keadaan Tuhan, pendangan ini salah dan jelas pandangan ini menimbulkan suatu
distorsi tentang keyakinan yang menimbulkan nilai yang menjadi sumber kebenaran.
Rasul dan Nabi menjadi pembawa pesan dan memberikan peringatan tentang
kesalahan penafsiran atas kebenaran, hingga tidak ada fitnah diantara yang lain,
kebenaran hanya tertuju pada ke-Esa-an Tuhan semata. Maka sikap percaya harus
berlandaskan pada kebenaran yang pendekatan yang tidak bertentangan dengan nilai-
nilai yang ada, dari situ peradaban manusia akan tercipta dan bernilai.

69
Kata ilmu berasal dari kata kerja alima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu,
mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah ulum, artinya ialah
memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Jadi
ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia
melakukan perbuatan amalnya. Jika manusia mempunyai ilmu tapi miskin amalnya
maka ilmu tersebut menjadi sia-sia.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa
penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai
ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu
alam yang telah ada lebih dahulu

Ilmu Sebagai Upaya Pendekatan yang Koheren dengan Kebenaran


Bahwa ilmu akan mengangkat derajat manusia pada tingkat yang lebih tinggi,
sudah menjadi suatu kenyataan yang koheren, karena seorang yang berilmu secara
bersamaan akan berada pada kedekatannya kepada kebenaran. Ilmu menjadi alat
manusia dalam upaya-upaya kebenaran, meski dalam penafsiran ilmu dengan alam
pikiran dan pengalaman manusia masih memiliki ruang kenisbiaan, karena manusia
yang dalam keterbatasannya sebagai objek Tuhan. Enstein meletakkan teori relativitas,
bahwa setiap manusia memiliki pandangan yang subjetif dengan objek yang
dipandangnya. Dalam hal ini ilmu memiliki ruang relativitas, karena subjek (manusia)
yang jamak serta upaya pendekatannya yang berbeda-beda.
Kebenaran yang tunggal, dengan kerelativitasan ilmu, membawa manusia pada
perbedaan dan seakan inheren dengan kebenaran ilmu yang relatif tersebut. Jika dalam
Hegel, bahwa thesis akan berujung pada thesis baru dari pertentangan thesis dan anti-
thesis, ujung yang seakan tidak akan bertemu pada satu titik yang berlawanan pada thesis
yang telah mampan. Seakan menggambarkan kerelativan ilmu sebagai pendekatan atas
kebenaran.
Kebenaran adalah sumber nilai, ia menjadi fondasi untuk peradaban, maka ilmu
disini bersifat implikatif. Ilmu adalah pengembangan nilai, karena nilai bersifat tetap,
maka implikasi bersifat untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang mengalami
perkembangan sesuai dengan arus yang selalu mengalami perubahan. Upaya pendekatan
pada nilai, juga menjadi upaya pendekatan pada implikasi. Maka dari itu ilmu tidak
bersifat inheren, ilmu koheren dengan kebenaran karena sumber kebenaran adalah
penopang peradaban.

Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau
tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal saleh
ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan balasan
pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap
perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam
tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas
pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang

70
bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-
lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak
yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan sains akan memberikan
kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga pengembangan ilmu-ilmu
sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah-masalah di masyarakat.
Nilai yang hidup dan nyata adalah amal,hidup berkembangnya peradaban
berdasarkan perkembangan ilmu yang korelatif dengan perubahan yang terjadi dalam
arus, maka ilmu menjadi tiang bagi berdirinya peradaban. Ilmu harus memiliki
keterjangkauan dengan realitas yang ada, ilmu harus mampu membumi dan dapat
diterapkan dalam menjawab arus perubahan. Ilmu akan mati jika ilmu tidak memberikan
konsepsi yang jelas pada realita, maka dari itu ilmu harus melandaskan dirinya pada
realita yang ada.
Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya
jika manyetuh realita (amal perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah relaita. Realita
merupakan perubahan atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan sosial,
politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan arus kehidupan manusia tersebut,
maka nilai yang tetap harus berimplikasi pada perkembangan ilmu yang relevan dengan
keadaan zamannya. Nilai dikatakan hidup jika menyentuh realita dengan impilikasi dari
ilmu pengetahuan.
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan
Allah dalam ayat-ayat berikut:
Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (QS. Az-Zumar [39] : 9).
Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan)
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu,
benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah. (QS. Al-
Baqoroh [2] : 269).
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya
dengan sebaik mungkin. Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat
menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini. (Al-Hadits Nabi saw).
Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai
para penuntut ilmu. (Hadis Nabi saw).

Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal


Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syariah dan akhlak.

71
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi
pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah
sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah, hari
qiamat, dan takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa
integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang
muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada
diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan
batinnya.

Hubungan Iman dan Ilmu


Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan
perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak
menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah
dengan selalu mempelajari agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya.
Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang
berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk
kepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.

Hubungan Iman Dan Amal


Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang
beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal
sholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang. Iman
tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya.
Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam
bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.

Hubungan Amal Dan Ilmu


Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah
pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila
didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu
baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang itu
berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika
dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika

72
diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah
perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu
beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental
dengan nuansanuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang
sangat penting dalam ajaran islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi
pendorong untuk menuntutilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada
pada posisi yang tinggidihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan
menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh. Dengan demikian
nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal
amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta
ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, iman dan amal shaleh
merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,
Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal
perbuatan tanpa iman [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa,
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al
Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia
pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan
orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang
diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] Barangsiapa mengamalkan apa yang
diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.
[HR. Abu Naim] . Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Taala atas
makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat. [HR. At
Tirmidzi] . Seseorang itu tidak menjadi alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan
ilmunya. [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ? Jawab Rasulullah
Saw : Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! Sahabat itu bertanya pula Ilmu apa yang
Nabi maksudkan ?. Jawab Nabi Saw : Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu
wa Taala ! Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan
lagi Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab
tentang Ilmu ! Jawab Nabi Saw. pula Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah
(berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan
bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah[HR.Ibnu Abdil Birrdari Anas].
Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan
ilmu pengetahuan karena Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya
QS.[10]:9.
Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Taala adalah penyambung
antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana
kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah

73
sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bilarkan Dengan itu
di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan
tadi (iman,ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu
janggal.

Kaitan antara iman, ilmu dan amal


Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang
sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan
yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At
Thalaq : ayat 2 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan
amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan takwa, sehingga
dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman dan pengetahuan
tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber ilmu menurut ajaran Islam :
Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat Allah swt
Quraniyah
Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt
untuk berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang disebut
ayat Allah Kauniyah

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah :
11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya, karena
dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya.

74

You might also like