Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Kelompok 1
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Farmakodinamika adalah ilmu yang mempelajari mekanisme kerja obat, efek obat
terhadap fungsi, reaksi biokimia san struktur organ. Dapat dikatakan pula
farmakodinamik juga mempelajari pengaruh obat terhadap sel tubuh, atau respon
organisme hidup terhadap stimulasi kimia dalam keadaan tidak ada penyakit.
Obat Farmakodinamika adalah obat yang bekerja untuk memperkuat atau menghambat
fungsi dan reaksi biokimia organ tubuh ( misalnya obat adrenergik, obat diuretik,dll).
Berbeda dengan kemoterapi (antibiotik, sulfonamid) yg bekerja selektif terhadap kuman,
parasit atau mikroba patogen lain dengan tidak atau sedikit sekali mempengaruhi fungsi
dan struktur organ tubuh.
Dengan Demikian, Farmakodinamika merupakan salah satu subdisiplin farmakologi yang
mempelajari tentang efek biokimiawi dan fisiologis obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan
dari mempelajari farmakodinamika ini adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui
interaksi obat, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi.
1) Mekanisme obat
Satu prinsip dasar dari farmakologi adalah molekul obat dapat mempengaruhi komponen
organisme hidup sehingga dapat menghasilkan efek atau respon. Obat dapat bekerja dalam
tubuh apabila berinteraksi atau berikatan dengan komponen tubuh dan berdasarkan apakah
obat tersebut diperantarai oleh komponen tertentu dari sel (target obat spesifik). Ehrlich
menyatakan bahwa " Corpora non agunt nisi fixata " atau suatu obat tidak akan bekerja jika
tidak berikatan dengan targetnya. Dalam bekerja pada suatu organisme hidup, mekanisme aksi
obat dibedakan menjadi : (1) aksi non-spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang didasarkan
sifat fisika kimiawi yang sederhana, (2) aksi spesifik, yaitu mekanisme aksi obat yang
melibatkan interaksi dengan komponen spesifik organisme misalnya reseptor, enzim,
komponen genetik, kanel ion.
Reseptor enzim
mengandung protein permukaan kinase yang memfosforilasi protein efektor di
membran plasma. Fosforilasi mengubah aktivitas biokimia protein tersebut. Selain
kinase, siklase juga dapat mengubah aktivitas biokimia efektor. Tirosin kinase,
tirosin fosfatase, serin/treonin kinase, dan guanil siklase berfungsi sebagai situs
katalitik, dan berperan layaknya suatu enzim. Contoh ligan untuk reseptor ini :
insulin, epidergmal growth factor (EGF), platelet derivet growth factor (PDGF),
atrial natriuretic factor (ANF), transforming growth factor-beta (TGF-), dan
sitokinin.
Reseptor kanal ion
Reseptor bagi beberapa neurotransmiter sering disebut dengan istilah ligand-gated
ion channels atau receptor operated channels. Sinyal mengubah potensial
membran sel dan komposisi ionik intraseluler dan ekstraseluler sekitar. Contoh
ligan untuk reseptor ini yaitu nikotinik, -aminobutirat tipe A (GABAA),
glutamat, aspartat, dan glisin.
Reseptor terkait protein G
Protein G merupakan suatu protein regulator pengikat GTP berbentuk
heterotimer. Protein G adalah penghantar sinyal dari reseptor di permukaan sel ke
protein efektor. Protein efektor Protein G antara lain adenilat siklase, fosfolipase
C dan A2, fosfodiesterase, dan kanal ion yang terletak di membran plasma yang
selektif intuk ion Ca2+ dan K+. Obat selain antibiotik pada umumnya bekerja
dengan mekanisme ini. Contoh ligan untuk reseptor ini yaitu amina biogenik,
eikosanoid, dan hormon-hormon peptida lain.
Reseptor faktor transkripsi
Mengatur transkripsi gen tertentu. Terdapat daerah pengikatan dengan DNA yang
berinteraksi secara spesifik pada genom tertentu untuk mengaktifkan atau
menghambat transkripsi. Contoh ligan untuk reseptor ini yaitu hormon steroid,
hormon tiroid, vitamin D, dan retinoid.
Second Messenger pada sitoplasma
Dalam transduksi sinyal memungkinkan terbentuknya second messenger yang
bertindak sebagai sinyal lanjutan untuk jalur transduksi sinyal. Ciri khas second
messenger adalah produksinya yang sangat cepat dengan konsentrasi yang rendah.
Stelah sinyal utama (first messenger) tidak ada, second messenger akan
disingkirkan melalui proses daur ulang. Contoh : AMP, siklik GMP, siklik ADP-
ribosa, ion Ca2+, inositol fosfat, diasilgliserol, dan nitrit oksida.
2) Transmisi sinyal biologis
Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi eksraseluler
(extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respon seluler fisiologis yang
spesifik. Sistem hantaran ini dimulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di membran
sel atau di dalam sitoplasma oleh transmitor. Kebanyakan messenger ini bersifat polar.
Contoh : transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH,LH.
Reseptor di membran sel bekerja dengan cara mengikat ligan yang sesuai kemudian
meneruskan sinyalnya ke sel target, baik secara langsung ke intrasel atau dengan cara
memproduksi molekul pengatur lainnya seperti second messenger di intrasel. Sebagian besar
reseptor di membran plasma bekerja mengatur protein efektor tertentu dengan perantara GTP
Binding Protein atau protein G. Reseptor ini bekerja memasu terikatnya GTP pada protein G
spesifik yang selanjutnya mengatur aktivitas efektor spesifik seperti adenilat siklase,
fosfilipase A2 dan C, Kanal Ca, atau Na dan beberapa protein yang berfungsi dalam
transportasi. Terikat dengan protein G yang akan menghubungkan reseptor dengan enzim atau
kanal ion yang menjadi target. Reseptor ini mengaktivasi rangkaian peristiwa yang mengubah
konsentrasi satu/lebih suatu molekul signaling intraseluler atau secod messenger sehingga
dapat menimbulkan respon seluler. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma
ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, dan vitamin D.
3) Interaksi obat reseptor
Ligan seperti hormon atau neurotransmiter ibarat sebuah anak kunci yang berikatan pada
reseptor spesifik (yang berperan sebagai lubang kunci). Interaksi ini membuka respon sel.
Obat mirip ligan, bila berinteraksi dengan resesptor memberikan respon yang sama dengan
ligan, merupakan agonis sehingga bisa membuka kunci. Obat lain yang bekerja berlawanan
disebut antagonis.
Kurva dosis respon
Hubungan antara interaksi obat-reseptor dengan respon obat dinyatakan dengan
persamaan berikut :
Pada keseimbangan:
Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor. Ikatan
kovalen menghasilkan afinitas kuat, interaksi stabil dan ireversibel. Ikatan
elektrostatik bisa menghasilkan afinitas kuat atau lemah, biasanya bersifat reversibel.
Efikasi
Efikasi (atau aktivitas intrinsik) merupakan kemampuan obat terikat untuk
mengubah reseptor sehingga memberikan efek; beberapa obat bisa mempunyai
afinitas tapi tidak menunjukkan efikasi.
Potensi
Potensi merupakan posisi relatif kurva dosis-efek pada sumbu dosis. Namun
signifikansi secara klinis kecil, karena obat yang lebih poten belum tentu lebih baik
secara klinis. Obat berpotensi rendah tidak menguntungkan hanya jika menyebabkan
dosis terlalu besar sehingga sukar diberikan
Contoh : potensi relatif antara berbagai analgesik. Jika hanya dibutuhkan respon
analgesik rendah, pemberian aspirin dengan dosis 500 mg masih bisa menjadi pilihan dari
pada golongan narkotik. Namun jika dibutuhkan efek analgesik kuat, dipilih golongan
narkotik.
4) Antagonisme farmakodinamik
Secara farmakodinamika dapat dibedakan menjadi 2 jenis antagonisme, yaitu
antagonisme fisiologik yang terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang
berlaianan dan antagonisme pada reseptor, obat ang menduduki reseptor yang sama tetapi
tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik. Selain itu, antagonisme pada
reseptor dapat bersifat kompetitif dan nonkompetitif. Antagonisme merupakan peristiwa
pengurangan atau penghapusan efek suatu obat oleh obat lain. Peristiwa ini termasuk
interaksi obat. Obat yang menyebabkan pengurangan efek disebut antagonis, sedangkan obat
yang efeknya dikurangi atau ditiadakan disebut agonis. Secara umum obat yang efeknya
dipengaruhi oleh obat lain disebut obat objk, sedangkan obat yang mempengaruhi efek obat
lain disebut obat presipitan.
DAFTAR PUSTAKA