You are on page 1of 17

LAPORAN KASUS

SINUSITIS

Disusun oleh:

Nublah Permata Lestari

2012730145

Pembimbing:

dr. Dian Nurul Al Amini, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017

0
BAB I
Laporan Kasus

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Usia : 32 tahun
Alamat : Buaran
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Status : Menikah

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Hidung kanan tersumbat sejak 4 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan
Keluar cairan dari hidung
Sakit Kepala
Nyeri di pipi (kadang-kadang)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan hidung kanan terasa
tersumbat sejak 4 bulan SMRS. Keluhan hidung tersumbat ini awalnya dirasakan
muncul perlahan yang semakin lama keluhan tersebut semakin bertambah berat
hingga pasien merasa sulit bernapas. Selain tersumbat, hidung pasien juga
mengeluarkan cairan berwarna kuning kehijauan dan agak bau. Cairan ini juga
kadang-kadang terasa seperti tertelan. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan kadang
nyeri di pipi terutama saat pasien menunduk atau saat sujud. Keluhan seperti nyeri
tenggorok, nyeri menelan, suara serak dan mengorok disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

1
Pasien mengalami sakit gigi sebelah kanan atas 5 bulan yang lalu karena gigi
pasien yang bolong.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.

Riwayat Pengobatan
Belum pernah mengobati keluhan yang dirasakan saat ini.

Riwayat Alergi
Pasien kerap bersin jika ada debu
Alergi obat disangkal
Alergi makanan disangkal

Riwayat Psikososial
Merokok (-)
Alkohol (-)
Pasien tidak pernah menggunakan masker
Lingkungan sekitar rumah berdebu dan berasap (-)

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Nadi : 86x/menit, kuat, reguler.
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : Tidak diperiksa
TD : Tidak diperiksa
Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : sklera ikterik (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)
Thorax : simetris, retraksi (-/-), massa (-/-), scar (-/-)
2
Abdomen: cembung (-), massa (-), scar ()
Ekstremitas: udem (-/-)
Kulit : scar (-)
Status Lokalis Hidung & Sinus Paranasal

Dextra RHINOSKOPI ANTERIOR Sinistra

Hiperemis Mukosa Livide

+ Sekret +

Udem Meatus medius Udem

Deviasi (+) Septum Deviasi (-)

(-) Massa (-)

(+) Passase udara (+)

Nasofaring (Rhinoskopi posterior)

Konka superior Tidak dilakukan

Torus tubarius Tidak dilakukan

Fossa Rossenmuller Tidak dilakukan

Muara tuba eustachius Tidak dilakukan

SINUS PARANASAL
Inspeksi : pembengkakan pada wajah (-), tanda peradangan pada wajah (-)
Palpasi : nyeri tekan pipi (+), dahi (-), sudut medial mata (-)
Perkusi : nyeri ketuk pipi (-), dahi (-)
Transiluminasi: tidak dapat dilakukan
Uji penciuman tidak dilakukan

3
Status Lokalis Tenggorok

Dextra Pemeriksaan Orofaring Sinistra

Tenang Mukosa mulut Tenang

Bersih, basah Lidah Bersih, basah

Tenang Palatum molle Tenang

Karies (+) molar 2 atas Gigi geligi Karies (-)

Simetris Uvula Simetris

Tonsil
Tenang Mukosa Tenang
T1 Besar T1

tidak melebar Kripta tidak melebar

- Detritus -
- Perlengketan -

Faring

Mukosa Hiperemis (-) , granula (-)

Post nasal drip (-)

D. Resume
Laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan hidung kanan terasa tersumbat sejak 4 bulan
SMRS. Keluhan hidung tersumbat ini awalnya dirasakan muncul perlahan yang semakin
lama keluhan tersebut semakin bertambah berat hingga pasien merasa sulit bernapas. Selain
tersumbat, hidung pasien juga mengeluarkan cairan berwarna kuning kehijauan dan agak bau.

4
Cairan ini juga kadang-kadang terasa seperti tertelan. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan
kadang nyeri di pipi terutama saat pasien menunduk atau saat sujud.
Riwayat sakit gigi sebelah kanan atas 5 bulan yang lalu karena gigi pasien yang bolong.
Alergi debu (+)
PF: Rhinoskopi anterior: Mukosa hiperemis (+/-), Sekret (+/+), meatus media udem (+/+),
Septum deviasi dextra
Sinus paranasal: nyeri tekan pipi (+), Orofaring: Karies gigi pada molar 2 kanan atas

E. Diagnosis
Sinusitis maksila dextra

F. Rencana Pemeriksaan
Nasoendoskopi
Foto Rontgen Kepala
CT-Scan Kepala

G. Penatalaksanaan
Simtomatik
Analgetik (Asam Mefenamat 500 mg 3-4x/hari)
Dekongestan (HCl Peseudofedrin 0,25-1 mg /kgBB/hari 3x/hari)
Antbiotik
(Amoxicillin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10-14 hari)

H. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

5
BAB II
Tinjauan Pustaka
Sinusitis

A. Anatomi Sinus
a. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila disebut
juga antrum Highmore. Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini
kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu
15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah
permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya adalah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi
taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam
sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase
hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

b. Sinus Frontal
Terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke 4 fetus, berasal dari sel-sel
resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8
cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-

6
sekat dan tepi sinus berlekuk-leku. Berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

c. Sinus Etmoid
Bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya dibagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di
bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.
Bagian depan sinus etmoid anterior ada bagian sempit disebut resesus frontal
yang berhubungan dengan sinus frontal. Daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, bermuara di ostium sinus maksila. Atap sinus
etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamia kribosa. Dinding lateral
sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Bagian belakang sius etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi
dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os
sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan
sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan
dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Gambar 1. Anatomi Sinus

7
e. Kompleks ostio-meatal
Pada sepertiga tengah dnding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah
rumit ini dan sempit, dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

Gambar 2. Kompleks Osteo-Meatal

f. Fungsi Sinus Paranasal


Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus.
Sebagai penahan suhu (termal insulators)
Berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri dari
suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
Membantu keseimbangan kepala
Membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Membantu resonansi suara
Mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara.
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus.

8
Membantu produksi mucus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang
turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius.

B. Definisi dan Klasifikasi


Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Secara klinis sinusitis dapat diklasifikasikan sebagai sinusitis akut dan kronik.
Sinusitis akut adalah inflamasi mukosa sinus paranasal dengan onset mendadak dari dua atau
lebih gejala, salah satunya adalah penyumbatan hidung / obstruksi / kongesti atau nasal
discharge (anterior / posterior nasal drip): 1. nyeri / tekanan wajah, 2. berkurang atau
hilangnya penciuman dalam waktu <12 minggu. Sedangkan sinusitis kronik dalam waktu >
12 minggu. Sinusitis kronik terbagi lagi kedalam, Sinusitis kronik tanpa polip nasal, dan
dengan polip nasal. Secara etiologi sinusitis dapat diklasifikasikan sebagai sinusitis viral dan
bakterial. Sinusitis viral dibagi lagi kedalam sinusitis akut viral yaitu sinusitis akut yang
durasi gejalanya kurang dari 10 hari, dan sinusitis akut post-viral peningkatan dari gejala
setelah 5 hari atau gejala persisten setelah 10 hari durasinya kurang dari 12 minggu.

C. Etiologi dan Faktor Predisposisi


Antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-
meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunoloik, diskinesia silia.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa
dan merusak silia.

D. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga

9
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan
juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus.
Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

Gambar 2. Patofisiologi Sinusitis


E. Manifestasi Klinis
Keluhan Utama Rhinosinusitis akut:
Hidung tersumbat
Nyeri/rasa tekanan pada muka di daerah sinus atau tempat lain
Ingus purulen
Post Nasal Drip
Sakit Kepala
Hiposmia/anosmia

10
Halitosis
Gejala Sistemik:
Demam
Lesu

F. Diagnosa
Ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis yang didapatkan dari gejala klinis baik mayor ataupun minor. Jika 2 atau
lebih dari gejala mayor ini ada atau 1 gejala utama disertai dengan 2 atau lebih gejala
minor.

Pemeriksaan Fisik
Rhinoskopi anterior & posterior (mukosa hiperemis & edema terutama di
daerah kantus medius pada anak-anak)+ Nasoendoskopi (tanda khas berupa
pus di meatus media (pada sinusitis maksila, etmoid anterior dan frontal) / di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior & sfenoid)

Gambar 3. Pus di meatus medius


Transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.

11
Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos posisi Waters, PA, Lateral hanya mampu menilai kondisi sinus-
sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

Gambar 4. Foto Rontgen Sinusitis dengan Posisi Waters


CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. Karena mahal sehingga dijadikan
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus.

Ga
mbar 5. CT Scan Sinusitis

12
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Sinusitis akut: Dekongestan oral / topical + antibiotik (golongan penisilin atau
sefalosporin generasi ke-2) selama 10-14 hari
Sinusitis kronik: antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob
Selain diatas juga dapat diberikan analgetik, mukolitik, steroid oral/topical,
pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Untuk alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.

Gambar 6. Manajemen Penatalaksanaan Sinusitis Akut di Primary Care

13
Gambar 7. Manajemen Penatalaksanaan Sinusitis Kronik di Primary Care

Tindakan Operasi
Operasi berupa sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS). Menggantikan semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberiksa hasil yang lebih memuaskan dan tidak radikal.
Indikasi:
Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat
Sinusitis kronik + kista/kelainan reversibel
Polip ekstensif
Terdapat komplikasi sinusitis
Sinusitis jamur

H. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Komplikasi Orbita
14
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita
yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan
terjadinya komplikasi orbita ini.
a. Edema palpebra
b. Selulitis orbita
c. Abses subperiosteal
d. Abses orbita
e. Trombosis sinus kavernosus

2. Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses
otak.

3. Osteomielitis dan abses subperiosteal


Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

4. Kelainan Paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.
Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.

15
Daftar Pustaka

1. Probest R. History and Clinical Examination of the Nose. In: Probest R. Basic
Otorhinolaryngoloyg. Georg Thieme Verlag Stuttgart, New York, 2006 : 16-18.
2. Soepardi Arsyad ,dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Hidung, Telinga,
Tenggorokan, Kepala dan Leher: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3. Nanci, Antonio. 2008. Ten Cates Oral Histology 8th Edition. Missouri, USA: Elsevier
Health Sciences.
4. Ash, Nelson. 2009. Wheeler's Dental Anatomy, Physiology and Occlusion Ninth
Edition. Missouri, USA: Saunders Elsevier.
5. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Edisi 6. 2007
6. Fokkens Wj, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, et al. European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Chapter Classification and Definition of
Rhinosinusitis. Rhinology. 2012. P: 5-8.
7. Fokkens Wj, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, et al. European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Chapter Management, Reason for Failure of medical
and Surgical Therapy in Chronic Rhinosinusitis. Rhinology. 2012. P: 147, 178.

16

You might also like