You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi


seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007)

Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk


mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis
yang melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). (Tjay,
2007)

Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan


menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras
nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan menci (Mus musculus ).
Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan
mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan
sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap
stimulasi nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Kelompok
Kerja Phytomedica, 1993)

Pada Metode geliat Obat uji dinilai kemampuannya dalam


menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara
(pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada hewan percobaan
mencit (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).
I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

1. Untuk mengetahui dan memahami efek analgetik suatu obat


2. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya nyeri
pada hewan uji

1.2.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui efek paracetamol dan asetosal pada mencit (Mus


Musculus)
2. Mengetahui daya analgetik asetosal dan parasetamol
menggunakan metode rangsang kimia

I.3. Prinsip percobaan

Berdasarkan pada metode induksi nyeri dengan efek yang di


timbulkan setelah pemberian analgetik parasetamol, asetosal, serta Na
CMC 1% sebagai kontrol negatif terhadap hewan uji mencit
(Mus musculus)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. Teori Umum

Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk


mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan
rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan
individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000)

Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori :

Nyeri ringan : sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid. Dapat
iatasi dengan asetosal, parasetamol bahkan
placebo.

Nyeri sedang : sakit punggung, migrain, rheumatik. Memerlukan


analgetik perifer kuat.

Nyeri hebat : kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu


ginjal, kanker. Harus diatasi dengan analgetik
sentral (Katzung, 1998).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala,


yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya
tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh, seperti peradangan
(rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot.
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau
kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan
dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri
yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,atau
jaringan-jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan
melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui
sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di
dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Mediator-
mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-
plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, sertaion-ion kalium
(Mutschler, 1991).

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,


leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini
juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari
tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-
tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang,
sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).

Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak


nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan
karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat
bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan
khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau
meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-
obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang
bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor
nyeri tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan
rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan
individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).

Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang


efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri
lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri
haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan.
Hampir semua analgetika memiliki efek antipiretik dan efek anti inflamasi
(Katzung, 1998).

Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama


dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit,
sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh
rangsangan sakit (Anief, 2000)

Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping,


analgetika di bedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Analgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika


kelompok opiat)

2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama


pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai
sifat antiinflamasi dan antireumatik (Tjay dan Rahardja, 2007).

Berdasarkan atas kerja farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi


2 kelompok besar yaitu :
1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)

Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghalang


nyeri yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersfat depresan umum
(mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa
nyaman(euphoria). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat
dihilangkan oleh analgesik narkotik kecuali sensasi kulit.

Penggolongan analgesik - narkotik sebagai berikut :

Alkaloid alam : morfin, codein

Derivat semi sintesis : heroin

Derivat sintetik : metadon, fentanil

Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin

2. Analgesik non opioid (non narkotik)

Disebut juga analgesik perifer karena tidak mempengaruhi


susunan saraf pusat. Semua analgesik perifer memiliki khasiat sebagai
anti piretik yaitu menurunkan suhu badan pada saat demam.Khasiatnya
berdasarkan rangsangan terhadap pengatur kalor dihipotamalus,
mengakibatkan vosodilatasi perifer dikulit dengan bertambahnya
pengeluaran kalor disertai banyaknya keluar keringat.

Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer digolongkan


menjadi :

a) Golongan salisilat

b) Golongan para aminofenol

c) Golongan pirazolon (dipiron)


d) Golongan antanilat (asam mefenamat). (Katzung, 1998

Rasa Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak


nyaman, berkaitan dengan ( ancaman ) kerusakan jaringan. Batas nyeri
untuk suhu konstan, yakni pada 44-45C. Nyeri disebabkan oleh
rangsangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan,
rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri.

Sebagai mediator nyeri, antara lain adalah sebagai berikut :

a. histamine, yang bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi alergi


( bronchokontriksi, pengembangan mukosa, pruritus ) dan nyeri.

b. bradikin, adalah polipeptida ( rangkaian asam amino ) yang


dibentuk dari protein plasma.

c. leukontrien, dan

d. prostaglandin, mirip struktur dengan asam lemak dan terbentu dari


asam arachidonat. (Tjay, 2007).

II.2 URAIAN BAHAN

II.2.1 Asam Asetat ( FI Edisi V; 2014)

Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM

Nama Lain : Asam Stearat, Cuka

RM/BM : CH3COO H / 60,05


Pemerian :Cairan; jernih tidak berwarna; bau khas,
menusuk; rasa asam yang tajam

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol,

dan dengan gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

II.2.2 Asetosal ( FI Edisi V; 2014)

Nama Resmi : ASAM ASETILSALISILAT

Nama Lain : Asetosal, Acetylsalicylic Acid

RM/BM : C9H804/180,16

Pemerian : Hablur, umumnya seperti jarum atau lempengan


tersusun, atau serbuk hablur; putih; tidak berbau
atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di
dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa
menjadi asam salisilat dan asam asetat.

Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol;

larut dalam kloroform dan dalam eter; agak sukar

larut dalam eter mutlak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


II.2.3 Etanol ( FI Edisi V; 2014)

Nama Resmi : AETHANOLUM

Nama Lain : Etanol, Alkohol

RM/BM : C2H6O/46,07

Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna;


bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada
lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 78, mudah
terbakar.

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur


dengan semua pelarut organic.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api

II.2.4 Aquadest (FI Edisi V; 2014)

Nama Resmi : AQUADESTILATA

Nama Lain : Air suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak


mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


II.2.5 NA. C.M.C (FI Edisi V; 2014)

Nama Resmi : NATRII CARBOXIMETHYLCELLULOSUM

Nama Lain : Natrium karboksimethil selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kekuningan,


tidak berbau atau hampir tidak berbau

Kelarutan :Mudah mendispersi dalam air membentuk


suspense koloid, tidak larut dalam etanol (95%)P
dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

II.2.6 Paracetamol ( FI edisi V; 2014)

Nama Resmi : ACETAMINOPHEN

Nama Lain : Paracetamol

RM/BM : C8H9N02/151,16

Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa sedikit


pahit

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium


hidroksida 1N; mudah larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus


cahaya. Simpan dalam suhu ruang, hindarkan
dari kelembapan dan panas.
II.3. Uraian Hewan Uji

II.3.1 Klasifikasi Hewan Uji

Mencit ( Mus Musculus) ( Nazir M. 1988 )

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Radentia

Genus : Mus

Spesies : Mus Musculus

II.3.2 Karakteristik Hewan Uji ( Nazir M. 1988 )

Mencit ( Mus musculus ).

Lama Hidup : 1- 2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama Bunting : 19 - 21 hari

Umur Disapih : 21 hari

Umur Dewasa : 35 hari

Siklus Kelamin : poliestrus

Siklus Estrus : 4-5 hari

Lama Estrus : 12-24 jam

Berat Dewasa : 20-40 g jantan;18-35 g betina


Berat Lahir : 0,5-1,0 gram

Jumlah anak : rata-rata 6, bisa 15

Suhu ( rektal ) : 35-39C( rata-rata 37,4C )

Perkawinan Kelompok : 4 betina dengan 1 jantan

Aktivitas : Nokturnal (malam)

Sifat sifat mencit :

1.Pembauannya sangat peka yang memiliki fungsi untuk

mendeteksi pakan, deteksi predator dan deteksi signal

2. Penglihatan jelek karena sel konus sedikit sehingga tidak dapat

melihat warna.

3. Sistem sosial: berkelompok

4. Tingkah laku:

1. jantan dewasa + jantan dewasa akan berkelahi

2. Betina dewasa + jantan dewasa damai

3. Betina dewasa + betina dewasa damai.( Nazir M. 1988


BAB III

METODE KERJA

III.1. Alat Dan Bahan

III.1.1. Alat yang di gunakan

1. Baskom

2. Batang Pengaduk

3. Cawan

4. Gelas Kimia

5. Gelas Ukur

6. Jarum Suntik

7. Rang Kawat

8. Spidol

9. Spuit Oral

10. Stopwatch

11. Timbangan

12. Tisuu Gulung

13. Kapas
III.1.2. Bahan yang digunakan

1. Asam Asetat 1%

2. Asetosal Aquadest

3. Etanol 70%

4. Na C.M.C

5. Paracetamol

III.1.3. Hewan Uji

1. Mencit ( Mus Musculus )

III.2. Cara kerja

1. Di bagi mencit dalam 3 kelompok (control,Paracetamol,Asetosal)

Masing-masing 2 mencit

2. Diberi Na-CMC pada mencit kelompok 1

3. Diberi Paracetamol pada mencit kelompok 2

4. Diberi asetosal pada mencit kelompok 3

5. Diinduksi asam asetat 1 % pada masing-masing mencit

6. Dilihat geliat pada mencit setelah 30 menit

7. Dilihat lagi geliatnya setiap 5 menit selama 60 menit

8. Di hitung % daya analgesik.


BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI.1. Data Pengamatan

N Prlkuan Berat Oral IP Jumlah geliat tiap 5 menit Ku


o (g) (ml) (ml) mul
1 2 3 4 5 6 7 8
atif
1 NaCMC 26 0,86 0,86 13 9 10 8 7 8 5 3 7,6
25 0,83 0,83 7 7 8 8 7 7 6 10 7,5
2 PCT 22 0,73 0,73 9 14 8 7 9 7 4 3 7,6

21 0,7 0,7 6 5 6 6 5 4 4 4 5
3 ACT 28 0,93 0,93 11 11 12 8 8 3 2 0 6,8
20 0,66 0,66 8 14 6 6 5 4 7 7 7

IV.2. Perhitungan

% daya analgetik = 100 ( P/K x 100 )

Diketahui :

K1 = 7,8

K2 = 7,5

PCT1 = 7,6

PCT2 =5

ACT1 = 6,8

ACT2 =7
P = Jumlah kumulatif geliat mencit diberi obat analgetik

K = Jumlah kumulatif geliat mencit diberi control Na CMC

Kontrol 1

% daya analgetik PCT 1 = 100 ( P/K x 100 )


1
= 100 ( x 100)
1

7,6
= 100 (7,8 x100)

= 100 93,4

= 2,5 %

% daya analgetik PCT 2 = 100 ( P/K x 100 )


2
= 100 ( x 100)
1

5
= 100 (7,8 x100)

= 100 64

= 35 %

% daya analgetik ACT 1 = 100 ( P/K x 100 )


1
= 100 ( x 100)
1

6,8
= 100 ( x100)
7,8

= 100 83,3

= 16 %

% daya analgetik ACT 2 = 100 ( P/K x 100 )


2
= 100 ( x 100)
1
7
= 100 (7,8 x100)

= 100 89,7

= 10,2 %

Kontrol 2

% daya analgetik PCT 1 = 100 ( P/K x 100 )


1
= 100 ( x 100)
2

7,6
= 100 (7,5 x100)

= 100 101,3

= - 1,3 %

% daya analgetik PCT 2 = 100 ( P/K x 100 )


2
= 100 ( x 100)
2

5
= 100 (7,5 x100)

= 100 66,6

= 33,3 %

% daya analgetik ACT 1 = 100 ( P/K x 100 )


1
= 100 ( x 100)
2

6,8
= 100 (7,5 x100)

= 100 90,6

= 9,3 %
% daya analgetik ACT 2 = 100 ( P/K x 100 )
2
= 100 ( x 100)
2

7
= 100 (7,5 x100)

= 100 93,3

= 6,6 %

V.3. Pembahasan

Mekanisme kerja nyeri, yaitu perangsang rasa nyeri baik mekanik

maupun kimiawi, panas maupun listrik akan menimbulkan kerusakan

pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan suatu zat yang

disebut mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri.

Pada praktikum pengujian efek analgetik, Di bagi dalam 3

kelompok (Na-CMC,Paracetamol,Asetosal) yang masing-masing terdiri

dari 2 mencit.Pertama tama Mencit dari kelompok control diberikan 0.86

dan 0,83 Na-CMC, kemudian mencit kelompok dua di berikan 0,73 dan

0,7 ml paracetamol dan mencit kelompok tiga di berikan 0,93 dan 0,66

asetosal secara per oral.Setelah 30 menit masing-masing mencit di

induksikan asam asetat 1 % secara intraperitonial,10 menit kemudian di

lihat geliat dari masing-masing mencit ,lalu di lihat lagi geliatnya setiap 5

menit dalam waktu 60 menit. kemudian dihitung % daya analgetik

dengan menggunakan rumus : % daya analgetik = 100 ( P/K x 100).


Pada mencit kelompok 2 ( pct ) memiliki % daya analgetik

terhadap kontrol 1 yaitu 2,5 % dan 35 % dan terhadap kontrol kedua

yaitu -1,3% dan 33% .Hal ini menunjukkan pada mencit kelompok 2

memiliki kemampuan analgetik lebih kecil sehingga memiliki geliat lebih

banyak dibandingkan mencit kelompok 3 yaitu asetosal yang memiliki

geliat lebih sedikit dengan % daya analgetik terhadap kontrol 1 yaitu 16

% dan 10 % dan terhadap kontrol 2 yaitu 9,3 % dan 6,6 %


BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

a. Analgetik yang digunakan adalah analgetik non narkotik yaitu


Paracetamol dan asetosal dengan menggunakan Na CMC 1%
sebagai control
b. Daya analgetik yang paling tinggi adalah asetosal ditandai dengan
jumlah geliat yang lebih sedikit dibanding dengan paracetamol
c. Hasil % daya analgetik yang diperoleh pada paracetamol terhadap
kontrol 1 yaitu 2,5 % dan 35 %, dan terhadap kontrol 2 yaitu -1,3 %
dan 33 %.
d. Hasil % daya analgetik yang diperoleh pada asetosal terhadap
kontrol 1 yaitu 16 % dan 10 %, dan terhadap kontrol 2 yaitu 9,3 %
dan 6.6 %

V.2. Saran
Sebaiknya alat-alat pendukung dalam praktikum di laboratorium
segera dilengkapi dan di harapkan agar pembimbing tetap dapat terus
membimbing, mengawasi dan mengevaluasi percobaan pada saat
praktikum percobaan maupun pada saat pembuatan laporan
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. ( 2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9.
Yogyakarta: Gajah Mada University- Press

A. Tamsuri, 2007, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta

Dirjen POM, 2014 Farmakope Indonesia Edisi V; Departemen


Kesehatan Republic Indonesia; Jakarta

Goldman, E. dan Green, L.H. 2009. Practical Handbook of Microbiology,


Second Edition. Boca Raton : CRC Press

Katzung, B.G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi keempat.


Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika

Kelompok Kerja Ilmiah. (1993). Penapisan Farmakologi, Pengujian


Fitokimia dan Pengujian Klinik. Jakarta: Penerbit Yayasan
Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.

Mutschler Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerjemah Mathilda B


Widianto, Anna Setiadi Ranti. ITB. Bandung.

M. Nasir. (1998). Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,


Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo

You might also like