KKONDIS{ TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN SERIBU DALAM
KAITAN DENGAN GRADASI KUALITAS PERAIRAN
Pujiono Wahyu Purnomo” dan Mohaminad Mahmud?
+ FPIK Universitas Diponegoro?, ® Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Penelition in dilsksanakan di ckosistem ferumbu karang Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Payung dalam
Tingkungan Gugus Kepulauan Serib pada 20-25 Mei 2006. Penelitian ditujukan untuk mengevaluasi efek
ppengkayaan nutrien terhadap kondisiterumbukarang batk dir sisi ampilan morfologinya maupun dari aspek
fungsionalnya. Tampilan morfologinya disajikan dari tutupan dasar, sedangkan aspek fungsionalnya dievaluasi
berdasarkan densitas zooxanthellaenya. Analisis tutupan terumbu didasarkan atas pengukuran langsung di
lapangan dengan mempergunakan transek garis line transecd), sedangkan densitas zooxanthellae diukur di
Laberasorim Pengembangan Wilayah Panta Jepars. Hasil pnelitan menunjukkan bahwa semakin dekat dengan
‘main land Pulau Jawa (ks) wenoperlinatkan semakin kvatnya pengaruh eutrifikasi. Peningkatan pengkayaan
‘nutrient ini secara signifikan menyebabkan perbedean taxpilan karen maupun kadar densitas zooxanthellaenya.
Kata Kunei: Terumbu karang, zooxanthellae, pengkayean nutrien
CONDITION OF CORAL REEF IN SERIBU ISLANDS INTERRE-
LATED TO WATERS QUALITY GRADATION
ABSTRACT
‘Tai research was conducted in coral reef ecosystem Lancang Island, Pari Island dan Payung [stand in group
of Seribu Islands on 20-25 May, 2006. The main objective of this research was (2 evaluate effect of nutrient
‘enrichment toward condition of coral reef morphology and function. Appearance of morphology was pre
sented based on bottom coverage, while functionally aspect Was evaluated based on zooxanthella density
Analyses of coral reef coverage based on direct measure at field using line transect; while zooxanthella
density was measured in Laboratory of Coastal Area Development, Jepara. The results showed that closer to
main land of Java Island (Jakarta), effect of euthropication became more convincing. Increasing of this nutri-
ent enrichment had significantly caused difference in coral reef appearance and zooxanthella density
Keywords: Coral reef, zooxanthella, nutrient enrichment
PENDAHULUAN fotosintesis zooxantella, juga ditunjang dengan kondi
fisik antara lain arus, kedalaman, kekeruhan dan sedi
mentasi,serta aspek ckologis lain seperti siklus har,
Pertumbuhan hewan karang hermatipik terbatas
pada kondisi cahaya yang cukup untuk proses
aut212 JURNAL PENBLITIAN PERIKANAN, VOL. I.
subu, konsentrasi plankton, predator, serta kompetisi
dengan beberapa organisme lainnya termasuk jenis
howan karang lainnya. Hewan karang dapat beriahan
hidup pada kisaran suhu antara 18-36°C dengan suhu
optimal untuk pertumbuhan adalah 26-28°C (Weber
and White, 1974) dalam Birkeland (1997). Perubahan
suhu yang ekstrim akan menyebabkan kerusakan
seperti terhambatnya reproduksi bahkan bisa terjadi
Bleaching. Terjadinya kasus bleaching pada suhu
yang tinggi terjadi karena lepasnya zooxantella dari
jaringan karang. Sedangkan kisaran salinitas untuk
kehidupan hewan karang berkisar antara 33-36%.
Dalam kondisi di bawah kisaran tersebut maka pe-
‘manfaatan carbonat diairakan didoininasi oleh kelom-
pok vermetid, oyester dan alga kapur (Heckel, 1974
dalam Birkeland, 1997).
Beberapa aspek penyebab kematian hewan ka-
rang adalah aspek biologis, fisik dan kimia. Secara
biologis kematian dapat terjadi karena pemangsaan
oleh beberapa spesies, serta adanya proses biocrosi
oleh beberapa jenis organisme yang hidup dalam eko-
sistem. Predator hewan karang adalah Acanthaster
planci dan Drupela sp. Sedangkan yang melakukan
bioerosi adalah dari kelompok tumbuhan rendah seperti
bakter,filmentous algae yang masuk kedalam jaringan
karang, juga dari kelompok fungi, sponge, polychaeta,
‘rustasea, sipuncula dan molusca. Sebagai contoh di
perairan Atlantik Barat, jenis sponge, cliona, antho-
‘sigmella hidup dengan membor jaringan karang hingga
kedalaman 5—15 mm bahkan ada yang mencapai 12
cm. Dari aspek fisik, kerusakan terjadi karena
beberapa hal, seperti adanya gelombang besar yang,
‘memporak-poranda terumbu karang, adanya pening
katan suhu yang menyebabkan bleaching. Kasus El-
Nino dilaporkan oleh Birkeland (1997), bahwa pada
tahun 1982-1983 terjadi kematian hingga 50-99%
perairan Pasifik Timur. Sedangkan penyebab kematian
hewan karang dari aspek kimiawi adalah adanya
polutan dari aktivitas manusia di daratan yang menye-
babkan eutofikasi, sedimentasi, polusi serta masuknya
air tawar yang berlebihan dari darat karena terjadi
erosi melalui proses run-off
Gugusan pulau-pulau kecil di kawasan Kepu-
Javan Seribu umumnya punya penutupan karang di
sepanjang garis pantainya. Dalam proses pertumbuh-
an dan perkembangannya, kawasan ini mengalami
pengaruh yang sangat kuat dari aktivitas Pulau Jawa
khususnya di daerah Jakarta melalui run off. Run
offini umumnya membawa berbagai material terlarut
ke dalam fingkungan perairan yang dapat menyebabkan,
\O. 2, DESEMBER 2008
cutrifikasi. Karang memerlukan kualitas perairan cko-
sistem pesisir yang sangat bersih dan akan kesulitan
jika terjadi sebaliknya. Salah satu aspek krusial dari
kualitas air adalah konsentrasi nutrien di dalam per-
airan, Nutrien adalah elemen untuk pertumbuhan
semua makhluk hidup dan bila tidak cukup tersedia,
maka organisme tidak akan mampu tumbuh baik.
‘Terumbu karang adalah ekosistem yang butuh nutrien
lingkungan berkonsetrasi rendah. Nutrien yang kaya
di perairan akan membahayakan karang Karena
kekuatan kompetisi ruangnya diperkirakan lebih lemah
dibandingkan perkembangan makroalgae. Nitrogen
yang tersedia secara biologi (nitrat tambah ammo-
nia) yang baik untuk kehidupan karang adalah di
bawah 1,0 IM L* (kurang dari 0,014 ppm nitrogen),
dan fosfor yang tersedia secara biologi (orthofosfat
tambah dissolved organic phosphorus, DOP) di
bawah 0,1 iM L* (kurang dari 0,003 ppm fosfor)
(Damar, 2003). Di lain pihak penelitian Edy dan
Pujiono (2004) menvnjukkan bahwa di kawasan Per-
airan Pulau Lancang berkadar nitrogen tersedia seca-
+a biologi sebesar 0,1324 mg/l dan orthofosfat scbesar
0,0122 mg/l. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan batasan kebutuhan biologi karang,
Peningkatan pembangunan di daratan yang cen-
derung meningkat diperkirakan berkorelasi dengan
peningkatan pengkayaan wilayah perairan pulau seri-
bu. Dalam rangka mengembangkan batasan tethadap
peningkatan polutan ini maka penelitian mengenai efek
nutrien terhadap kerang perlu dilakukan. Penelitian
dilaksanakan di sisi sebelah pulau Lancang, Pari dan
Payung, sebagai representasi kawasan yang terkena
pengaruh gradasi pengkayaan nutrient dari Jakarta,
ditujukan untuk mengevaluasi efek pengkayaan nu-
trient terhadap kondisi terumbu karang, baik dir sisi
tampilan morfologinya maupun dari aspek fungsional-
nya. Tampilan morfologinya disajikan dari tutupan da-
sar, sedangkan aspek fungsionalnya dievaluasi berda-
sarkan densitas zooxanthellaenva.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada20-25 Mei 2006
4i gugus pulau depan ekosistem terumbu karang
Kepulauan Seribu Provinsi DK] Jakarta (Gambar i).
Penilaian kondisi terumbu karang di Pulau Lancang,
Pulau Pari dan Pulau Payung, dilakukan menggunakan
metode transek garis (line intercept transect, LIT)
berdasarkan bentuk pertumbuhan (life form) karang
(English, e¢ a, 1997). Pengukuran kondisi terumbuPurnome, Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dalam Kaitan dengan Gradasi Kualias Perairan 213
karang dimulai dengan pemitihan tapak yang me-
mungkinkan pada lereng terumbu serta dilakukan
pada kedalaman optimum (3 meter), Setiap tempat
dilakukan pengamatan terhadap dua transek, masing-
masing panjangnya 30m (Gambar2). Untuk menge-
tahui kondisi terumbu karang, difakukan penghitungan
persentase penutupan (percent of cover) bagi
‘masing-masing kategori bentuk pertumbuhan, dengan
cara membandingkan panjang total setiap kategori
<éengan panjang total transek. Hasil persentase penu-
‘upan dapat dijadikan sebagai penentu kondisiterumbu
karang. Bila luas tutupan terumbu karang hidup
berkisar dari 0-24,9% maka digolongkan sebagai
kondisi buruk; 25-49,9% adalah sedang; 50-74,9%
‘baik, dan 75-100% adalah baik sekali (English, et
al, 1997).
Analisis Densitas zooxanthellae dilakukan pada
jenis dominan yang ditemukan dari hasil kajian
penutupan karang, dengan mengambil sampel pada
(uasan permukaan sebesar 2x2 cm. Sampel ini
ditambah dengan 10 ml air laut dan diblender;
dicentrifuge (kecepatan 2500 rpm). Supernatan 6
‘agian permukaan merupakan konsentrat berisi z00x~
anthellae, Cairan ini dipisahkan dengan penambahan
larutan MAF 1%, dan diukur kelimpahannya dengan
metoda mikroskopik. Selain data tersebut, juga diukur
beberapa peubah air yaitu: salinitas, sub, oksigen
terlarut, kecerahan, nitrat dan orthofosfat.
Evaluasiterhadap hasil pengukuran tutupan dasar
dan densitas zooxanthellae antar lokasi menggunakan
ujianalisis variance (ujiF) dengan bantuan software
Exelstat, Adapun kualitas air dikaji secara deskriptif,
‘Viubungan antara peubah kualitas air dan kondisi
tutupan karang maupun densiias zooxanthellae dikaji
dengan analisis regresi. Perhitungannya mempergu-
nakan bantuan software Exelstat
HASIL DAN PEMBAHASAN,
Terumbu karang adalah ekosistem yang, butuh
nutrien lingkungan konsentrasi rendah (oligotrofik),
arena nutrien berlebih seringkali dimanfaatkan makro
alga untuk tumbuh berlebihan (overgrowth) sehingga
tetjadi penavngan (overshading) techadap karang.
Dengan demikian, nutrien yang kaya di perairan (per-
airan eutrofik) akan membahayakan karang dan bah-
kan mampu membunuh terumbu karang (MeCook,
et al., 2001), Kondisi beberapa peubah kuslitas air
‘yang divkur pada perairan studi adalah sebagaimana
disajikan pada Tabel 1.
‘Analisis kualitas air (Tabel 1) menunjukkan bah-
‘wa semua peubah kecuali nitrat dan orthofosfat mem-
perlihatkan perbedaan. Kadar nitrat dan orthofosfat
cenderung meningkat ke afah main land (Jakarta).
Kadar tersebut, baik lokasi terdekat Pulau Lancang)
‘maupun yang terjauh (Pulau Payung) masih di atas
kadar optimal karang sebagaimana diberikan oleh
Damar (2003).
Kondisi terumbu karang di sekitar lokasi pene-
litian juga sangat mempengaruhi rekruitmen karang
di lokasi penelitian, terutama dalam hubungan sumiber
dan *penenggelaman’ larva (source-sink relation-
Gambar 1. Lokasi penelitian di Ekosistem Terumbu
Karang Kepulauan Seribu DIL Jakarta
(Gambar?. Pengamatan kondisiterambu barang dengan
‘metode LITPurnomo, Kondisi Terambu Karang di Kepulauan Seribu dalam Kaltan dengan Gradasi Kualitas Perairan 215
Hadceral ent Coral
nee (on-Aer)
% 4%
Dead
Lenn
Algae
— 2%
‘Abiotk eet
oe Otter Fauna
Gambar3, Persentase Bentuk Hidup (life form) Oragnisme Benthik di Masing-masing Stasiun; a. Pulau Lancang; b.
Pulau Pari, lan; c. PulauPayung,
Tabel2, Uji-t bentuk hidup (We formyorganisme benthik.
No Bentuk Hidup
Taneang-Payung
1 Hard Coral (Acropora) ns 15 ms
2 Hard Coral (Non- ns ns *
Acropora)
3° Dead Scleractinia ns. ns. ns
4 Algae ns ns. ns.
5 Other Fauna ns ns ns
6 Abiotic ns as *
Keterangan:
ns tidak berbeda nyata; * berbeda nyata216 JURNAL PENELITIAN PERIKANAN, VOL, 1, NO, 2, DESEMBER 2008
‘100000000
80000000 +
80000000 +
40900000
Individuiem2
20000000
°
P.Lancang P.Pari
Lokasi Terumbu Karang
P.Payung
Gambar 4, Densitas Zooxanthellae Rata-rata pada Jenis Karang Gonlastrea Sp di Perairan Terumbu Karang Wilayah
Kajian
Keterangan
‘masing-masing sel dengan dua bari, baris pertama mengindikasikan mekanisme kompetif diusulkan yang mungkin atau proses yang
‘umum dan batis kedua mengindiks
n proses yang diusuikan terjadi namu cdak penting atau kurang Umum, O overgrowth; S
shading; A abrasion; C chemical; P pre-emption; R redruitment barrier 5t epithelial sloughing;-no mechanism applicable
Kepentingan alga terhadap terumbu karang yang
baik dan yang mengalami degradasi celah lama dije-
Jaskan, namun informasi distribusi alga di suatu eko-
sistem terumbu karang sangat kurang dan jarang dipe-
lajari, khususnya di ekosistem terumbu karang yang
mengatami degradasi. McCook dan Price (1997)
memperoleh fenomena yang tidak umum, yaitu
berlimpahnya alga di bagian dekat pantai (inshore)
terumbu karang pinggir di Great Barrier Reef, namun
data sejarah dan penyebab yang mampu menjelas-
kanya sangat kurang, baik mengenai gambaran
usialga maupun hal lain yang belum terungkap-
kan yang berimplikasi penting untuk para pengelola
terumbu karang dan pihak terkait.
Kompetisi alga benthik dengan karang adalah
proses kunci dalam ekologi komunitas dari terumbu,
khususnya selama degradasi terumbu. Namun, hanya
sedikit uji eksperimen yang mempelajari kompetisi
antara karang dan alga benthik, meskipun secara Ivas
diasumsikan bahwa alga umummya adalah kompetitor
superior, terutama pada kondisi yang eutrofik.
McCook, ef af, (2001) melakukan pengujian untuk
‘melihat kompetisi ruang antara karang massive jenis
Porites lobata dan filamentous alga di tiga terumbu
sepanjang gradien cross-shelf dari pengaruh daratan
melalui pembuangan atau merusak salah satu karang
atau alga. Hasilnya menunjukkan bahwa alga dan
karang berkompetisi terhadap ruang, namun alga
terlihat secara signifikan mempunyai efek yang kecil
terhadap pertumbuhan karang. Sebaliknya karang
Porites lobata secara signifikan menghalangi per-
‘tumbuhan alga, yang menunjukkan bakwa karang
tersebut adalah kompetitor superior. Hal ini tidak
‘mendukung argumen sebelumnya bahwa alga adalah
kompetitor yang lebih sukses di kondisi lingkungan
yang lebih eutrofik. Hasil penting lainnya adalah
pertumbuhan karang yang umumnya positif, meskipun
di kawasan terumbu dengan pengaruh daratan paling
besar
Kompetisi karang dengan alga kemungkinan su-
dah sangat luas di terumbu karang dengan melibatkan
sejumlah interaksi, Pergantian secara luas karang oleh
alga sering mengindikasikan karena gangguan
eksternal, tidak hanya akibat kompetisi overgrowth,
namun juga sampai pada penghambatan kompetitit
rekruimen karang dengan konsekuensi terhalangnya
pemulihan terumbu karang. McCook, ef al. (2001)
mencatat ada delapan proses spesifik yang terjadi
dalam interaksi karang dan alga yang saling mempe-
nngaruhi satu sama lainnya dan mengusuikan sifat-sifat
sejarah hidupnya yang mungkin mempengaruhi inter-
aksi tersebut. Suatu matriks pengaruh alga terhadap
karang dengan proses-proses yang mungkin untuk
‘masing-masing kombinasi bentuk hidup karang dengan
kelompok fungsional alga, memperlihatkan suatu
framework awal untuk menambah pemahaman dan
interpretasi dalam interaksi karang-alge (Tabe! 3)Purnomo, Kondisi Terumbu Kerang di Kepulauan Seribu dalam Kaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan 217
‘abel 3. Matriks mekanisme interaksi kompetitif antara grup fungsional alga dan bentuk hidup karang (McCook, et
at, 2001)
Grip Bentuk hidup karang
fungsional
vaiga Bvaneing Digiate Tubulate Encrusting Foliose Masive Mushroom Recruls
Mikroalgs 036 GC OC oC oc = Cro
- : : F 7 - osc :
Filamentous - : : : - : - °
OC OC OC oC OC OC - SAsP
Folios - : ° oo. : OsiP
° ° ° : : ° ° :
Upright + - : ° o 0 - Os:P
conicated O;A AO - AA OA :
foliose
Creeping 0 : - ° o - - OS:P
corticated — ~ ° ° - : ° ° :
foliose
Conticated —- : - A AA A oO A
macrophytes OFA A A ° oo ° PR
Leathery S$ s s SSA SA SA 8 RA
macrophytes O;A A A ° ° -
Articulated - - - ° - : : Os:P
calcareous 0 ° ° : o 0 °
Cstoe 0 - - ° : : - OSI
s ° ° - oo ° :
Degradasi terumbu karang seringkali melibatkan
suatu ”"pergantian fase” dari karang yang berlimpah
kepada makroalga berlimpah. McCook and Price
(1997) menyimpulkan bahwa nutrient overload
dapat berkontribusi terhadap degradasi terunbu
Karang, namun hal ini belum dapat menjelaskan fase
pergantian secara sederhiana melalui peningkatas laju
pertumbuhan makroalga dan akibatnya overgrowth
terhadap karang, kecuali kalau herbivora tidak seperti
biasanya atau sedikit. Konsentrasi nutrien organik
terlarutadalah indiketor buruk untuk kondisi terumbu
karang, dan konsep dari Konsentrasi ambang Yang
mengindikasikan eutrofikasi mempunyai sedikit vali-
ditas, Beberapa rekomendasi dalam pengelolaan eko-
sistem terumbu karang antara lain adalah perlindungan
terhadap ikan-ikan herbivora, pengurangan runoff dari
daratan dan perlindungan terhadap terambu karang
pesi
Meskipun fase pergantian pada suatu terumbu
karang dari komunitas yang didomninasi oleh karang,
menjadi komunitas yang didominasi oleh alga telah
dihubungkan sebagai akibat dari peningkatan
ketersediaan nutrien akibat eutrofikasi dan turunnya
kelimpahan herbivora akibat overfishing dan
penyakit, faktor-faktor ini sangat jarang dimanipulasi
secara bersamaan. Selain itu, juga sangat sedikit pene-
Titian yang mengkaji pengaruh faktor-faktortersebut
terhadap benthik, filamentous cyanobacteria (blue-
green algae) dan juga makroalga. Thacker et al.
(2001) telah menggunakan komibinasi dari herbivora
‘yang dikurang secara ckslusif dan pengkayaan nutrien
untuk memanipulasi kelimpahan herbivora dan
ketersediaan mutrien, dan mengukur pengaruh perla~
kuan ini terhadap struktur kornunitas makroalga dan
cyanobacteria. Pada perlakuan tanpa ada kurungan,
penutupan permukaan oleh cyanobacteria Tolypo-
thrixsp. menurun, sedang penutupan permukaanolch,
cyanobacteria Oscillatoria spp. meningkat. Penu-
‘tupan cyanobacteria menurun pada perlakuan penu-
‘tupan sebagian dan penutupan Tolypochrix sp. menu-
tun lebih tajam pada penutupan seluruhnya, Lebih
rendahnya permtupan dan biomassa cyanobacteria
berhubungan dengan lebih tingginya penutupan dan
biomassa makroalga. Spesies Dictyota bartayresnia218 JURNAL PENELITIAN PERIKANAN, VOL. 11, NO, 2, DESEMBER 2008
meudominasi penutupan sebagian, sedangkan Padina
tenuis dan Tolypiocladia glomerulata menempel
pada penutupan selurubnya. Uji palatabilitas menun-
jukkan bahwa herbivora eksklusif merubah komposisi
spesies makroalga dari spesies yangrelatif tidak enak
(unpalatability) menjadi yang relatif enak (palat-
ability). Pengkayaan yang diinteraksikan dengan
ekslusif herbivora meningkatkan perubahan dalam
penutupan D. bartayresiana pada perlakuan yang
tidak dikurung dan dikurung penuh, namun tidak mem-
berikan pengaruh dalam biomassa akhir D. bartayre-
siana selama pengamatan. Pengkayaan nutrien tidak
memberikan pengaruh secara nyata dalam penutupan
atau biomassa untuk semua taksa. Hasil penelitian
ini memberikan bukti akan pentingnya peranan herbi-
ora dalam menentukan struktur komunitas di terumbu
karang dan palatabilitas dari alga yang dominan,
demikian juga halnya dengan pertumbuhan alga akibat
pengayaan nutrien akan sangat menentukan kemam-
puan pergantian fase menjadi komunitas yangdidomi-
nasi oleh alga.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1)
Kondisi terumbu karang di Pulau Payung adalah
tergolong baik dengan tutupan karang keras 67%,
sedangkan di Pulau Pari tergolong sedang (36%) dan
Pulau Lancang tergolong buruk (15%). Tutupan terse-
but berkorelasi dengan densitas zooxanthellae. (2)
Terdapat peningkatan tutupan karang keras (hard
coral) dengan semakin jauhnya jarak dari daratan
utama, Pulau Jawa. Demikian pula dengan kadar
zooxanthellae khususnya pada jenis Goniastrea Sp
yang dominant diketiga kawasan. (3) Uji statistik
‘bentuk hidup hewan benthik antara lokasi yang diamati
kondisi terumbu karangnya memperlihatkan bahwa
perbedaan nyata ditemukan untuk kategori Hard
Coral (Non-Acropora) antara Pulau Payung dengan
Pulau Lancang dan untuk kategori Abiotic antara
Pulau Payung dengan Pulau Lancang.
DAFTAR PUSTAKA.
Birkeland, C. 1997, Life and Death of Coral Reefs. Chapman
and Hall, International Thomson Publishing, New
York, Washington.
Damar, A. 2003. Effect of Enrichment on Nutrient Dynam-
ics, Phytoplankton Dynamics and Productivity in
Indonesian Tropical Waters: A Comparison Between
Jakarta Bay, Lampung Bay and Semangka Bay (in
English). Dissertation zur erlangung des daktor-
grades der mathematisc-natuwissenschaftlichen
fakultat der Christian-Atberchts Universitat. On line
dissertation http//:e-diss.uni-kiel.de/diss_702/
.4702.paf diakses tanggal 16 September 2003.
Edy, R., dan Pujiono, W.P. 2004, Disiribusi Nutriem dan
Efeknya terhadap Status Tropik Perairan Teluk
Jakarta, Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana PS.
Kelautan IPB (Tidak dipublikasi,
English, S., Wilkinson, C., and Baker, V. 1997. Survey
‘Manual for Tropical Marine Resources, Townsville:
Australian Institute of Marine Science.
McCook, L.J., and Price, LR, 1997. Macroalgal distribue
tion on the Grear Barrier Reef: A review of pattern
‘and cause In: ed) Proc. The Great Barrier reef :Sci-
ence, Use and Management, A Nat-Conference, No
vember 1996, Townsville. GBRMPA, Townsville, :37—
46.
McCook, LJ, Tompa, J, and Diaz-Pulilo,G 2001. Competi-
tion Between Corals and Algae on Coral Reefs:
Review of Evidence And Mechanism, Coralreef (19):
400-417.
Potts T. 2002, Aquarius Mission Summary. weww.unewill,
edu/aurc/aquarius diakses tanggal 27 Maret 2004,
‘Thacker, R.W.,D.W.Ginsburg, and VJ, Paul. 2001. Bfect of
Herbivore Exclusion And Nutrient Enrichment on
Coral Reef Macroalgae and Cyanobacteria. Coral
reefs 19:318-329.
‘Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the South East
‘Asia Waters. NAGA Rep. 2, Califomia: Scripps Inst.
of Oceanography La Jolla