You are on page 1of 7
KKONDIS{ TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN SERIBU DALAM KAITAN DENGAN GRADASI KUALITAS PERAIRAN Pujiono Wahyu Purnomo” dan Mohaminad Mahmud? + FPIK Universitas Diponegoro?, ® Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya ABSTRAK Penelition in dilsksanakan di ckosistem ferumbu karang Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Payung dalam Tingkungan Gugus Kepulauan Serib pada 20-25 Mei 2006. Penelitian ditujukan untuk mengevaluasi efek ppengkayaan nutrien terhadap kondisiterumbukarang batk dir sisi ampilan morfologinya maupun dari aspek fungsionalnya. Tampilan morfologinya disajikan dari tutupan dasar, sedangkan aspek fungsionalnya dievaluasi berdasarkan densitas zooxanthellaenya. Analisis tutupan terumbu didasarkan atas pengukuran langsung di lapangan dengan mempergunakan transek garis line transecd), sedangkan densitas zooxanthellae diukur di Laberasorim Pengembangan Wilayah Panta Jepars. Hasil pnelitan menunjukkan bahwa semakin dekat dengan ‘main land Pulau Jawa (ks) wenoperlinatkan semakin kvatnya pengaruh eutrifikasi. Peningkatan pengkayaan ‘nutrient ini secara signifikan menyebabkan perbedean taxpilan karen maupun kadar densitas zooxanthellaenya. Kata Kunei: Terumbu karang, zooxanthellae, pengkayean nutrien CONDITION OF CORAL REEF IN SERIBU ISLANDS INTERRE- LATED TO WATERS QUALITY GRADATION ABSTRACT ‘Tai research was conducted in coral reef ecosystem Lancang Island, Pari Island dan Payung [stand in group of Seribu Islands on 20-25 May, 2006. The main objective of this research was (2 evaluate effect of nutrient ‘enrichment toward condition of coral reef morphology and function. Appearance of morphology was pre sented based on bottom coverage, while functionally aspect Was evaluated based on zooxanthella density Analyses of coral reef coverage based on direct measure at field using line transect; while zooxanthella density was measured in Laboratory of Coastal Area Development, Jepara. The results showed that closer to main land of Java Island (Jakarta), effect of euthropication became more convincing. Increasing of this nutri- ent enrichment had significantly caused difference in coral reef appearance and zooxanthella density Keywords: Coral reef, zooxanthella, nutrient enrichment PENDAHULUAN fotosintesis zooxantella, juga ditunjang dengan kondi fisik antara lain arus, kedalaman, kekeruhan dan sedi mentasi,serta aspek ckologis lain seperti siklus har, Pertumbuhan hewan karang hermatipik terbatas pada kondisi cahaya yang cukup untuk proses aut 212 JURNAL PENBLITIAN PERIKANAN, VOL. I. subu, konsentrasi plankton, predator, serta kompetisi dengan beberapa organisme lainnya termasuk jenis howan karang lainnya. Hewan karang dapat beriahan hidup pada kisaran suhu antara 18-36°C dengan suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 26-28°C (Weber and White, 1974) dalam Birkeland (1997). Perubahan suhu yang ekstrim akan menyebabkan kerusakan seperti terhambatnya reproduksi bahkan bisa terjadi Bleaching. Terjadinya kasus bleaching pada suhu yang tinggi terjadi karena lepasnya zooxantella dari jaringan karang. Sedangkan kisaran salinitas untuk kehidupan hewan karang berkisar antara 33-36%. Dalam kondisi di bawah kisaran tersebut maka pe- ‘manfaatan carbonat diairakan didoininasi oleh kelom- pok vermetid, oyester dan alga kapur (Heckel, 1974 dalam Birkeland, 1997). Beberapa aspek penyebab kematian hewan ka- rang adalah aspek biologis, fisik dan kimia. Secara biologis kematian dapat terjadi karena pemangsaan oleh beberapa spesies, serta adanya proses biocrosi oleh beberapa jenis organisme yang hidup dalam eko- sistem. Predator hewan karang adalah Acanthaster planci dan Drupela sp. Sedangkan yang melakukan bioerosi adalah dari kelompok tumbuhan rendah seperti bakter,filmentous algae yang masuk kedalam jaringan karang, juga dari kelompok fungi, sponge, polychaeta, ‘rustasea, sipuncula dan molusca. Sebagai contoh di perairan Atlantik Barat, jenis sponge, cliona, antho- ‘sigmella hidup dengan membor jaringan karang hingga kedalaman 5—15 mm bahkan ada yang mencapai 12 cm. Dari aspek fisik, kerusakan terjadi karena beberapa hal, seperti adanya gelombang besar yang, ‘memporak-poranda terumbu karang, adanya pening katan suhu yang menyebabkan bleaching. Kasus El- Nino dilaporkan oleh Birkeland (1997), bahwa pada tahun 1982-1983 terjadi kematian hingga 50-99% perairan Pasifik Timur. Sedangkan penyebab kematian hewan karang dari aspek kimiawi adalah adanya polutan dari aktivitas manusia di daratan yang menye- babkan eutofikasi, sedimentasi, polusi serta masuknya air tawar yang berlebihan dari darat karena terjadi erosi melalui proses run-off Gugusan pulau-pulau kecil di kawasan Kepu- Javan Seribu umumnya punya penutupan karang di sepanjang garis pantainya. Dalam proses pertumbuh- an dan perkembangannya, kawasan ini mengalami pengaruh yang sangat kuat dari aktivitas Pulau Jawa khususnya di daerah Jakarta melalui run off. Run offini umumnya membawa berbagai material terlarut ke dalam fingkungan perairan yang dapat menyebabkan, \O. 2, DESEMBER 2008 cutrifikasi. Karang memerlukan kualitas perairan cko- sistem pesisir yang sangat bersih dan akan kesulitan jika terjadi sebaliknya. Salah satu aspek krusial dari kualitas air adalah konsentrasi nutrien di dalam per- airan, Nutrien adalah elemen untuk pertumbuhan semua makhluk hidup dan bila tidak cukup tersedia, maka organisme tidak akan mampu tumbuh baik. ‘Terumbu karang adalah ekosistem yang butuh nutrien lingkungan berkonsetrasi rendah. Nutrien yang kaya di perairan akan membahayakan karang Karena kekuatan kompetisi ruangnya diperkirakan lebih lemah dibandingkan perkembangan makroalgae. Nitrogen yang tersedia secara biologi (nitrat tambah ammo- nia) yang baik untuk kehidupan karang adalah di bawah 1,0 IM L* (kurang dari 0,014 ppm nitrogen), dan fosfor yang tersedia secara biologi (orthofosfat tambah dissolved organic phosphorus, DOP) di bawah 0,1 iM L* (kurang dari 0,003 ppm fosfor) (Damar, 2003). Di lain pihak penelitian Edy dan Pujiono (2004) menvnjukkan bahwa di kawasan Per- airan Pulau Lancang berkadar nitrogen tersedia seca- +a biologi sebesar 0,1324 mg/l dan orthofosfat scbesar 0,0122 mg/l. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan batasan kebutuhan biologi karang, Peningkatan pembangunan di daratan yang cen- derung meningkat diperkirakan berkorelasi dengan peningkatan pengkayaan wilayah perairan pulau seri- bu. Dalam rangka mengembangkan batasan tethadap peningkatan polutan ini maka penelitian mengenai efek nutrien terhadap kerang perlu dilakukan. Penelitian dilaksanakan di sisi sebelah pulau Lancang, Pari dan Payung, sebagai representasi kawasan yang terkena pengaruh gradasi pengkayaan nutrient dari Jakarta, ditujukan untuk mengevaluasi efek pengkayaan nu- trient terhadap kondisi terumbu karang, baik dir sisi tampilan morfologinya maupun dari aspek fungsional- nya. Tampilan morfologinya disajikan dari tutupan da- sar, sedangkan aspek fungsionalnya dievaluasi berda- sarkan densitas zooxanthellaenva. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada20-25 Mei 2006 4i gugus pulau depan ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu Provinsi DK] Jakarta (Gambar i). Penilaian kondisi terumbu karang di Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Payung, dilakukan menggunakan metode transek garis (line intercept transect, LIT) berdasarkan bentuk pertumbuhan (life form) karang (English, e¢ a, 1997). Pengukuran kondisi terumbu Purnome, Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dalam Kaitan dengan Gradasi Kualias Perairan 213 karang dimulai dengan pemitihan tapak yang me- mungkinkan pada lereng terumbu serta dilakukan pada kedalaman optimum (3 meter), Setiap tempat dilakukan pengamatan terhadap dua transek, masing- masing panjangnya 30m (Gambar2). Untuk menge- tahui kondisi terumbu karang, difakukan penghitungan persentase penutupan (percent of cover) bagi ‘masing-masing kategori bentuk pertumbuhan, dengan cara membandingkan panjang total setiap kategori <éengan panjang total transek. Hasil persentase penu- ‘upan dapat dijadikan sebagai penentu kondisiterumbu karang. Bila luas tutupan terumbu karang hidup berkisar dari 0-24,9% maka digolongkan sebagai kondisi buruk; 25-49,9% adalah sedang; 50-74,9% ‘baik, dan 75-100% adalah baik sekali (English, et al, 1997). Analisis Densitas zooxanthellae dilakukan pada jenis dominan yang ditemukan dari hasil kajian penutupan karang, dengan mengambil sampel pada (uasan permukaan sebesar 2x2 cm. Sampel ini ditambah dengan 10 ml air laut dan diblender; dicentrifuge (kecepatan 2500 rpm). Supernatan 6 ‘agian permukaan merupakan konsentrat berisi z00x~ anthellae, Cairan ini dipisahkan dengan penambahan larutan MAF 1%, dan diukur kelimpahannya dengan metoda mikroskopik. Selain data tersebut, juga diukur beberapa peubah air yaitu: salinitas, sub, oksigen terlarut, kecerahan, nitrat dan orthofosfat. Evaluasiterhadap hasil pengukuran tutupan dasar dan densitas zooxanthellae antar lokasi menggunakan ujianalisis variance (ujiF) dengan bantuan software Exelstat, Adapun kualitas air dikaji secara deskriptif, ‘Viubungan antara peubah kualitas air dan kondisi tutupan karang maupun densiias zooxanthellae dikaji dengan analisis regresi. Perhitungannya mempergu- nakan bantuan software Exelstat HASIL DAN PEMBAHASAN, Terumbu karang adalah ekosistem yang, butuh nutrien lingkungan konsentrasi rendah (oligotrofik), arena nutrien berlebih seringkali dimanfaatkan makro alga untuk tumbuh berlebihan (overgrowth) sehingga tetjadi penavngan (overshading) techadap karang. Dengan demikian, nutrien yang kaya di perairan (per- airan eutrofik) akan membahayakan karang dan bah- kan mampu membunuh terumbu karang (MeCook, et al., 2001), Kondisi beberapa peubah kuslitas air ‘yang divkur pada perairan studi adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 1. ‘Analisis kualitas air (Tabel 1) menunjukkan bah- ‘wa semua peubah kecuali nitrat dan orthofosfat mem- perlihatkan perbedaan. Kadar nitrat dan orthofosfat cenderung meningkat ke afah main land (Jakarta). Kadar tersebut, baik lokasi terdekat Pulau Lancang) ‘maupun yang terjauh (Pulau Payung) masih di atas kadar optimal karang sebagaimana diberikan oleh Damar (2003). Kondisi terumbu karang di sekitar lokasi pene- litian juga sangat mempengaruhi rekruitmen karang di lokasi penelitian, terutama dalam hubungan sumiber dan *penenggelaman’ larva (source-sink relation- Gambar 1. Lokasi penelitian di Ekosistem Terumbu Karang Kepulauan Seribu DIL Jakarta (Gambar?. Pengamatan kondisiterambu barang dengan ‘metode LIT Purnomo, Kondisi Terambu Karang di Kepulauan Seribu dalam Kaltan dengan Gradasi Kualitas Perairan 215 Hadceral ent Coral nee (on-Aer) % 4% Dead Lenn Algae — 2% ‘Abiotk eet oe Otter Fauna Gambar3, Persentase Bentuk Hidup (life form) Oragnisme Benthik di Masing-masing Stasiun; a. Pulau Lancang; b. Pulau Pari, lan; c. PulauPayung, Tabel2, Uji-t bentuk hidup (We formyorganisme benthik. No Bentuk Hidup Taneang-Payung 1 Hard Coral (Acropora) ns 15 ms 2 Hard Coral (Non- ns ns * Acropora) 3° Dead Scleractinia ns. ns. ns 4 Algae ns ns. ns. 5 Other Fauna ns ns ns 6 Abiotic ns as * Keterangan: ns tidak berbeda nyata; * berbeda nyata 216 JURNAL PENELITIAN PERIKANAN, VOL, 1, NO, 2, DESEMBER 2008 ‘100000000 80000000 + 80000000 + 40900000 Individuiem2 20000000 ° P.Lancang P.Pari Lokasi Terumbu Karang P.Payung Gambar 4, Densitas Zooxanthellae Rata-rata pada Jenis Karang Gonlastrea Sp di Perairan Terumbu Karang Wilayah Kajian Keterangan ‘masing-masing sel dengan dua bari, baris pertama mengindikasikan mekanisme kompetif diusulkan yang mungkin atau proses yang ‘umum dan batis kedua mengindiks n proses yang diusuikan terjadi namu cdak penting atau kurang Umum, O overgrowth; S shading; A abrasion; C chemical; P pre-emption; R redruitment barrier 5t epithelial sloughing;-no mechanism applicable Kepentingan alga terhadap terumbu karang yang baik dan yang mengalami degradasi celah lama dije- Jaskan, namun informasi distribusi alga di suatu eko- sistem terumbu karang sangat kurang dan jarang dipe- lajari, khususnya di ekosistem terumbu karang yang mengatami degradasi. McCook dan Price (1997) memperoleh fenomena yang tidak umum, yaitu berlimpahnya alga di bagian dekat pantai (inshore) terumbu karang pinggir di Great Barrier Reef, namun data sejarah dan penyebab yang mampu menjelas- kanya sangat kurang, baik mengenai gambaran usialga maupun hal lain yang belum terungkap- kan yang berimplikasi penting untuk para pengelola terumbu karang dan pihak terkait. Kompetisi alga benthik dengan karang adalah proses kunci dalam ekologi komunitas dari terumbu, khususnya selama degradasi terumbu. Namun, hanya sedikit uji eksperimen yang mempelajari kompetisi antara karang dan alga benthik, meskipun secara Ivas diasumsikan bahwa alga umummya adalah kompetitor superior, terutama pada kondisi yang eutrofik. McCook, ef af, (2001) melakukan pengujian untuk ‘melihat kompetisi ruang antara karang massive jenis Porites lobata dan filamentous alga di tiga terumbu sepanjang gradien cross-shelf dari pengaruh daratan melalui pembuangan atau merusak salah satu karang atau alga. Hasilnya menunjukkan bahwa alga dan karang berkompetisi terhadap ruang, namun alga terlihat secara signifikan mempunyai efek yang kecil terhadap pertumbuhan karang. Sebaliknya karang Porites lobata secara signifikan menghalangi per- ‘tumbuhan alga, yang menunjukkan bakwa karang tersebut adalah kompetitor superior. Hal ini tidak ‘mendukung argumen sebelumnya bahwa alga adalah kompetitor yang lebih sukses di kondisi lingkungan yang lebih eutrofik. Hasil penting lainnya adalah pertumbuhan karang yang umumnya positif, meskipun di kawasan terumbu dengan pengaruh daratan paling besar Kompetisi karang dengan alga kemungkinan su- dah sangat luas di terumbu karang dengan melibatkan sejumlah interaksi, Pergantian secara luas karang oleh alga sering mengindikasikan karena gangguan eksternal, tidak hanya akibat kompetisi overgrowth, namun juga sampai pada penghambatan kompetitit rekruimen karang dengan konsekuensi terhalangnya pemulihan terumbu karang. McCook, ef al. (2001) mencatat ada delapan proses spesifik yang terjadi dalam interaksi karang dan alga yang saling mempe- nngaruhi satu sama lainnya dan mengusuikan sifat-sifat sejarah hidupnya yang mungkin mempengaruhi inter- aksi tersebut. Suatu matriks pengaruh alga terhadap karang dengan proses-proses yang mungkin untuk ‘masing-masing kombinasi bentuk hidup karang dengan kelompok fungsional alga, memperlihatkan suatu framework awal untuk menambah pemahaman dan interpretasi dalam interaksi karang-alge (Tabe! 3) Purnomo, Kondisi Terumbu Kerang di Kepulauan Seribu dalam Kaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan 217 ‘abel 3. Matriks mekanisme interaksi kompetitif antara grup fungsional alga dan bentuk hidup karang (McCook, et at, 2001) Grip Bentuk hidup karang fungsional vaiga Bvaneing Digiate Tubulate Encrusting Foliose Masive Mushroom Recruls Mikroalgs 036 GC OC oC oc = Cro - : : F 7 - osc : Filamentous - : : : - : - ° OC OC OC oC OC OC - SAsP Folios - : ° oo. : OsiP ° ° ° : : ° ° : Upright + - : ° o 0 - Os:P conicated O;A AO - AA OA : foliose Creeping 0 : - ° o - - OS:P corticated — ~ ° ° - : ° ° : foliose Conticated —- : - A AA A oO A macrophytes OFA A A ° oo ° PR Leathery S$ s s SSA SA SA 8 RA macrophytes O;A A A ° ° - Articulated - - - ° - : : Os:P calcareous 0 ° ° : o 0 ° Cstoe 0 - - ° : : - OSI s ° ° - oo ° : Degradasi terumbu karang seringkali melibatkan suatu ”"pergantian fase” dari karang yang berlimpah kepada makroalga berlimpah. McCook and Price (1997) menyimpulkan bahwa nutrient overload dapat berkontribusi terhadap degradasi terunbu Karang, namun hal ini belum dapat menjelaskan fase pergantian secara sederhiana melalui peningkatas laju pertumbuhan makroalga dan akibatnya overgrowth terhadap karang, kecuali kalau herbivora tidak seperti biasanya atau sedikit. Konsentrasi nutrien organik terlarutadalah indiketor buruk untuk kondisi terumbu karang, dan konsep dari Konsentrasi ambang Yang mengindikasikan eutrofikasi mempunyai sedikit vali- ditas, Beberapa rekomendasi dalam pengelolaan eko- sistem terumbu karang antara lain adalah perlindungan terhadap ikan-ikan herbivora, pengurangan runoff dari daratan dan perlindungan terhadap terambu karang pesi Meskipun fase pergantian pada suatu terumbu karang dari komunitas yang didomninasi oleh karang, menjadi komunitas yang didominasi oleh alga telah dihubungkan sebagai akibat dari peningkatan ketersediaan nutrien akibat eutrofikasi dan turunnya kelimpahan herbivora akibat overfishing dan penyakit, faktor-faktor ini sangat jarang dimanipulasi secara bersamaan. Selain itu, juga sangat sedikit pene- Titian yang mengkaji pengaruh faktor-faktortersebut terhadap benthik, filamentous cyanobacteria (blue- green algae) dan juga makroalga. Thacker et al. (2001) telah menggunakan komibinasi dari herbivora ‘yang dikurang secara ckslusif dan pengkayaan nutrien untuk memanipulasi kelimpahan herbivora dan ketersediaan mutrien, dan mengukur pengaruh perla~ kuan ini terhadap struktur kornunitas makroalga dan cyanobacteria. Pada perlakuan tanpa ada kurungan, penutupan permukaan oleh cyanobacteria Tolypo- thrixsp. menurun, sedang penutupan permukaanolch, cyanobacteria Oscillatoria spp. meningkat. Penu- ‘tupan cyanobacteria menurun pada perlakuan penu- ‘tupan sebagian dan penutupan Tolypochrix sp. menu- tun lebih tajam pada penutupan seluruhnya, Lebih rendahnya permtupan dan biomassa cyanobacteria berhubungan dengan lebih tingginya penutupan dan biomassa makroalga. Spesies Dictyota bartayresnia 218 JURNAL PENELITIAN PERIKANAN, VOL. 11, NO, 2, DESEMBER 2008 meudominasi penutupan sebagian, sedangkan Padina tenuis dan Tolypiocladia glomerulata menempel pada penutupan selurubnya. Uji palatabilitas menun- jukkan bahwa herbivora eksklusif merubah komposisi spesies makroalga dari spesies yangrelatif tidak enak (unpalatability) menjadi yang relatif enak (palat- ability). Pengkayaan yang diinteraksikan dengan ekslusif herbivora meningkatkan perubahan dalam penutupan D. bartayresiana pada perlakuan yang tidak dikurung dan dikurung penuh, namun tidak mem- berikan pengaruh dalam biomassa akhir D. bartayre- siana selama pengamatan. Pengkayaan nutrien tidak memberikan pengaruh secara nyata dalam penutupan atau biomassa untuk semua taksa. Hasil penelitian ini memberikan bukti akan pentingnya peranan herbi- ora dalam menentukan struktur komunitas di terumbu karang dan palatabilitas dari alga yang dominan, demikian juga halnya dengan pertumbuhan alga akibat pengayaan nutrien akan sangat menentukan kemam- puan pergantian fase menjadi komunitas yangdidomi- nasi oleh alga. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Kondisi terumbu karang di Pulau Payung adalah tergolong baik dengan tutupan karang keras 67%, sedangkan di Pulau Pari tergolong sedang (36%) dan Pulau Lancang tergolong buruk (15%). Tutupan terse- but berkorelasi dengan densitas zooxanthellae. (2) Terdapat peningkatan tutupan karang keras (hard coral) dengan semakin jauhnya jarak dari daratan utama, Pulau Jawa. Demikian pula dengan kadar zooxanthellae khususnya pada jenis Goniastrea Sp yang dominant diketiga kawasan. (3) Uji statistik ‘bentuk hidup hewan benthik antara lokasi yang diamati kondisi terumbu karangnya memperlihatkan bahwa perbedaan nyata ditemukan untuk kategori Hard Coral (Non-Acropora) antara Pulau Payung dengan Pulau Lancang dan untuk kategori Abiotic antara Pulau Payung dengan Pulau Lancang. DAFTAR PUSTAKA. Birkeland, C. 1997, Life and Death of Coral Reefs. Chapman and Hall, International Thomson Publishing, New York, Washington. Damar, A. 2003. Effect of Enrichment on Nutrient Dynam- ics, Phytoplankton Dynamics and Productivity in Indonesian Tropical Waters: A Comparison Between Jakarta Bay, Lampung Bay and Semangka Bay (in English). Dissertation zur erlangung des daktor- grades der mathematisc-natuwissenschaftlichen fakultat der Christian-Atberchts Universitat. On line dissertation http//:e-diss.uni-kiel.de/diss_702/ .4702.paf diakses tanggal 16 September 2003. Edy, R., dan Pujiono, W.P. 2004, Disiribusi Nutriem dan Efeknya terhadap Status Tropik Perairan Teluk Jakarta, Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana PS. Kelautan IPB (Tidak dipublikasi, English, S., Wilkinson, C., and Baker, V. 1997. Survey ‘Manual for Tropical Marine Resources, Townsville: Australian Institute of Marine Science. McCook, L.J., and Price, LR, 1997. Macroalgal distribue tion on the Grear Barrier Reef: A review of pattern ‘and cause In: ed) Proc. The Great Barrier reef :Sci- ence, Use and Management, A Nat-Conference, No vember 1996, Townsville. GBRMPA, Townsville, :37— 46. McCook, LJ, Tompa, J, and Diaz-Pulilo,G 2001. Competi- tion Between Corals and Algae on Coral Reefs: Review of Evidence And Mechanism, Coralreef (19): 400-417. Potts T. 2002, Aquarius Mission Summary. weww.unewill, edu/aurc/aquarius diakses tanggal 27 Maret 2004, ‘Thacker, R.W.,D.W.Ginsburg, and VJ, Paul. 2001. Bfect of Herbivore Exclusion And Nutrient Enrichment on Coral Reef Macroalgae and Cyanobacteria. Coral reefs 19:318-329. ‘Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the South East ‘Asia Waters. NAGA Rep. 2, Califomia: Scripps Inst. of Oceanography La Jolla

You might also like